epidural anestesia

24
ANASTESI EPIDURAL Krisna.H*, Donni Indra Kusuma** Abstract Epidural anesthesia is one of the techniques of regional anatesi. This technique is done by inserting a local anesthetic in the epidural space so as to eliminate the sensation of pain by blocking the transmission of signals from the peripheral nerves to the spinal cord. Epidural space was first described by Corning in 1901, and in 1921 this technique of epidural anesthesia for the first time used on humans, ie by Fiedel Pages. In 1945, introduced Touhy needle is still used for epidural anesthesia. Development of equipment, drugs, and techniques used to make a lot of epidural anesthesia in surgery, obstetrics, and pain management. Single injection technique and the use of catheters can be used as the sole anesthetic, analgesic adjuvant to general anesthesia or post-operative analgesic that can covers areas extremity, thorax, abdomen, and pelvis. Keywords: epidural anesthesia, regional anesthesia, epidural technique. Abstrak Anastesi epidural adalah salah satu tehnik dari anatesi regional. Tehnik ini dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal pada ruang epidural sehingga dapat menghilangkan sensasi nyeri dengan cara memblok transmisi sinyal yang datang dari saraf perifer menuju medula spinalis. Ruang epidural pertama kali di jelaskan oleh Corning pada tahun 1901, dan pada tahun 1921 tehnik ini anestesi epidural untuk pertma kalinya digunkan pada manusia, yaitu oleh Fiedel Pages. Pada tahun 1945, Touhy memperkenalkan jarum yang sampai saat ini masih 1

Upload: amro7190

Post on 31-Dec-2015

105 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ajbfjkfg

TRANSCRIPT

Page 1: Epidural Anestesia

ANASTESI EPIDURAL

Krisna.H*, Donni Indra Kusuma**

Abstract

Epidural anesthesia is one of the techniques of regional anatesi. This technique is

done by inserting a local anesthetic in the epidural space so as to eliminate the sensation of

pain by blocking the transmission of signals from the peripheral nerves to the spinal cord.

Epidural space was first described by Corning in 1901, and in 1921 this technique of

epidural anesthesia for the first time used on humans, ie by Fiedel Pages. In 1945, introduced

Touhy needle is still used for epidural anesthesia. Development of equipment, drugs, and

techniques used to make a lot of epidural anesthesia in surgery, obstetrics, and pain

management. Single injection technique and the use of catheters can be used as the sole

anesthetic, analgesic adjuvant to general anesthesia or post-operative analgesic that can

covers areas extremity, thorax, abdomen, and pelvis.

Keywords: epidural anesthesia, regional anesthesia, epidural technique.

Abstrak

Anastesi epidural adalah salah satu tehnik dari anatesi regional. Tehnik ini dilakukan

dengan memasukkan obat anestesi lokal pada ruang epidural sehingga dapat menghilangkan

sensasi nyeri dengan cara memblok transmisi sinyal yang datang dari saraf perifer menuju

medula spinalis. Ruang epidural pertama kali di jelaskan oleh Corning pada tahun 1901, dan

pada tahun 1921 tehnik ini anestesi epidural untuk pertma kalinya digunkan pada manusia,

yaitu oleh Fiedel Pages. Pada tahun 1945, Touhy memperkenalkan jarum yang sampai saat

ini masih digunkaan untuk anastesi epidural. Perkembangan dari alat, obat, dan tehnik

membuat anestesi epidural banyak digunakan pada pembedahan, obstetrik, dan managemen

nyeri. Tehnik injeksi tunggal maupun pemakaian kateter dapat digunakan sebagai anastesi

tunggal, adjuvant analgesik pada anastesi umum, ataupun analgesik post-operatif yang bisa

mencangkup daerah ekstermitas, thoraks, abdomen, maupun pelvis.

Kata kunci : anestesi epidural, anestesi regional, tehnik epidural.

*Coassistant FK TRISAKTI Periode 15 juli- 24 agustus 2013

** Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di BLUD RSUD Kota Semarang

1

Page 2: Epidural Anestesia

PENDAHULUAN

Anestesia epidural dihasilkan dengan menyuntikkan obat anestesi lokal kedalam

ruang epidural. Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis yang berasal dari medula

spinalis dan melintasi ruang epidural. Tujuannya untuk memblk serabut saraf spinalis (radix)

dalam ruang epidural yang keluar dari dura menuju foramen intervertebralis. Efek anestesi

yang dihasilkan lebih lambat dari anesthesia spinal dan terbentuk secara segmental. (1)

Anestesi epidural dapat digunakan mulai dari analgesia dengan blok motorik minimal

sampai anesthesia dengan blok motorik penuh. Variasi ini dapat dikontrol dengan pemilihan

obat, konsentrasi dan dosis. Pengunaan analgesia post operasi secara kontinu dengan narkotik

atau local anestesi melalui kateter epidural semakin popular saat ini. (2,3)

ANATOMI (1,2,4)

Tulang belakang manusia terdiri dari tuang vertebral dan intervertbralis

fibrocartilagonous disk.terdiri dari ; 7 ruas vertebra servikalis, 12 ruas vertebra thorakal, dan

5 ruas vertebra lumbal, sakrum adalah fusi dari 5 vertebra sakral dan ada kecil rudimenter

coccygeal.

Tulang belakang secara keseluruhan memberikan dukungan struktural untuk tubuh

dan perlindungan bagi sumsum tulang belakang dan saraf, dan memungkinkan tingkat

mobilitas dalam beberapa bidang spasial.

Ruang epidural adalah ruang antara duramater, ligamentum dan eriosteum dari kanalis

vertebra yang membantasng dari foramen magnum hingga membran sacrococygeus. Ruang

epidural merupakan ruang potensial bertekanan negatif dengan komponen terdiri dari

jaringan lemak, saluran limfatik, dan pembuluh darah tanpa ada cairan bebas dalam ruang

epidural.

Gambar 1. Anatomi vertebra(1)

2

Page 3: Epidural Anestesia

Diameter ruang epidural memiliki perbedaan pada tiap segmennya, menurut beberapa

literatur ukuran dari tiap segmen sesuai tabel 1.

Luas ruang epidural Tebal duramaterServikalThorakal atasThorakal bawahLumbal

1- 1,5 mm2,5- 3 mm4 – 5 mm5 – 6 mm

1,5 – 2 mm1 mm1 mm0,33 – 0,88 mm

Tabel1. Diameter ruang dan tebal duramater tiap segmen(3)

Tekanan negatif tiap segmen juga memiliki perbedaan, tekanan negatif dari ruang

epidural juga digunakan untuk menentukan apakah jarum epidural telah memasuki ruangan

epidural.

Tekanan negatif ruang epiduralServikalThorakalLumbal atasLumbal bawah

4cm h2o1 – 3 cm h2o1 cm h2o0,5 cm h2o

Tabel2. Nilai tekanan negatif ruangan epidural(2)

FISIOLOGI(5)

1. Blokade neural.

Anestesi lokal yang ditempatkan didaerah epidural bereaksi secara langsung pada

akar nervus spinalis yang terdapat dibagian lateral dari ruang epidural. Akar nervus tersebut

dibungkus dengan lapisan dural dan anestesi local mencapai cairan serebrospinal dengan

menyerap pada dura. onset blok lebih lama dibandingkan dengan anestesi spinal, dan

intensitas blok sensoris dan motorik rendah.

2. Kardiovaskuler.

Hipotensi akibat dari blokade simpatik mirip seperti yang digambarkan pada anestesi

spinal. Dosis yang besar dari anestesi lokal yang digunakan dapat diabsorbsi secara

sistemik, mengakibatkan terjadinya depresi miokard. Epinefrin yang ditambahkan pada

anestesi lokal dapat diabsorbsi dan akan memberikan efek sistemik seperti takikardi dan

hipertensi.

3

Page 4: Epidural Anestesia

3. Anestesia epidural mengurangi terjadinya trombosis vena dan embolisme

pulmoner pada pembedahan ortopedi.

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan perfusi keanggota gerak

bagian bawah. Selain itu terdapat kecenderungan terjadinya penurunan koagulasi, penurunan

agregasi platelet, dan perbaikan fungsi fibrinolitik selama anestesi epidural.

4. Perubahan fisiologis lain serupa dengan yang dihasilkan oleh anestesi spinal.

INDIKASI. (6)

Pada umumnya indikasi epidural anestesi sama dengan anestesi spinal. Sebagai

keuntungan anastesi epidural adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah

penempatan kateter epidural, oleh karena itu tehnik ini cocok untuk pembedahan yang lama

dan analgesia setelah pembedahan.

Indikasi Khusus :

A. Pembedahan sendi panggul dan lutut.

Dibandingkan dengan anestesi umum, anestesi epidural untuk pembedahan panggul

dan lutut dapat mengurangi insidens trombosis vena. Penyebab kematian pasien yang

menjalani pembedahan sendi yang total adalah emboli paru. Lagi pula kehilangan darah

selama pembedahan sendi panggul lebih kecil pada pemakaian tehnik anestesi epidural.

B. Revaskularisasi ektremitas bawah.

Penelitian menunjukkan bahwa anestesia epidural pada pasien dengan penyakit

pembuluh darah periper , aliran darah kedistal selama rekonstruksi pembuluh darah anggota

gerak bagian bawah adalah baik dan penyumbatan cangkokan pembuluh darah setelah

operasi adalah kecil dibandingkan dengan anestesi umum.

C. Persalinan.

Pasien-pasien obsterik yang takut nyeri melahirkan dapat ditangani dengan anastesi

epidural dan memperoleh bayi dengan riwayat biokemia yang baik dari pada bayi dilahirkan

pada ibu yang diberikan opioid atau anetestetik lainnya secara intravena.

4

Page 5: Epidural Anestesia

D. Penanganan nyeri post-operasi.

Anestesi lokal konsentrasi rendah dan opoid atau kombinasi obat ini dengan analgesik

lain sangat memuaskan pada kontrol nyeri post-operasi. Analgesia post-operasi ini

memudahkan ambulatory dini dan kerja sama yang baik dengan fisioterapi.

KONTRA INDIKASI (7)

Absolut :

Pasien tidak setuju

Infeksi lokal pada daerah kulit yang akan ditusuk.

Sepsis generalisata (seperti septicemia, bacteremia).

coagulopathy.

Alergi terhadap suatu jenis anestetik lokal.

Peningkatan tekanan intrakranial.

Relatif :

Hipovolemia

Penyakit SSP

Nyeri punggung kronik.

Pasien yang mendapat obat penghambat platelet, termasuk aspirin, dripiridamol, dan

NSAID

PROSEDUR (1-4, 8-10)

A. Persiapan peralatan dan Jarum epidural.

Seperti pada anestesi umum, obat-obatan serta mesin anestesi disiapkan sebelum

penderita masuk ruangan, begitu pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk

vasopressor untuk mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau masker

untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.

Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk ideintifikasi

ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya tumpul dengan lubang pada sisi

lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22

sering digunakan untuk tehnik dosis tunggal.

5

Page 6: Epidural Anestesia

B. Menentukan posisi pasien

Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan

pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.

C. Identifikasi Ruang epidural.

Ruang epidural teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan

menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural. Metode untuk identifikasi ini dibagi

dalam dua tehnik : loss of resistence dan hanging drop(8).

1. Loss of resistence.

Tehnik ini adalah cara yang umum dipakai untuk identifikasi ruang epidural. Cara ini

dengan mengarahkan jarum melewati kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus,

dimana dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser dikeluarkan dan jarum

dihubungkan dengan spoit yang diisi dengan udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan

dilanjutkan sampai keruang epidural.

Ada dua cara mengendalikan kemajuan penempatan jarum. Pertama menempatkan

dua jari menggenggam spoit dan jarum dengan tekanan tetap pada pangkalnya sehingga

jarum begerak kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural. Pendekatan lain

dengan menempatkan jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan dan kendalikan

dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang pasien dengan ibu jari

dan jari tengah memegang poros jarum. Tangan non dominan mengontrol masuknya jarum

epidural dan setelah itu ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit. Ketika ujung

jarum berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan kembali, tetapi

ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger mudah ditekan dan

tidak dipantulkan kembali. Cara yang kedua lebih cepat dan lebih praktis tetapi memerlukan

pengalaman sebelumnya untuk menghindari penempatan jarum epidural pada lokasi yang

salah.

Apakah suntikan dengan Nacl 0,9 % atau udara yang dipakai pada loss of resistence

tehnik tergantung pada pilihan praktisi. Ada beberapa laporan gelembung udara

menyebabkan inkomplet atau blok tidak sempurna betapapun ini terjadi hanya dengan

udara dalam jumlah yang banyak.

6

Page 7: Epidural Anestesia

Gambar2. Posisi tangan pada jarum epidural(4)

2. Hanging Drop.

Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum intrspinosus , pangkal jarum

diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai tetesan menggantung dari pangkal jarum. Selama

jarum melewati struktur ligamen tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung jarum

melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan ini terisap

masuk oleh karena adanya tekanan negatif dari ruang epidural. Jika jarum menjadi

tersumbat, atau tetesan cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang

epidural yang ditandai dengan cairan serebrospinal pada pungsi dural. Sebagai konsekuensi

tehnik hanging drop biasanya digunakan hanya oleh praktisi yang berpengalaman .

Gambar3. Cara memasukkan jarum kedalam ruang epidural(8)

D. Pilihan tingkat blok.

Anestesi epidural dapat dilakukan pada salah satu dari empat segmen dari tulang

belakang (servikal, thorakal, lumbar, sacral). Anestesi epidural pada segmen sacralis biasanya

disebut sebagai anestesia kaudal.

7

Page 8: Epidural Anestesia

1. Anestesi epidural lumbal.

a. Midline approach.

Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi interspace

L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5.

Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi lokal dengan infiltrasi dari suferfisial sampai

kedalam ligamentum interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit

untuk dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan terus pada tusukan kulit dan

dilanjutkan kearah sedikit kecephalad untuk memperkirakan lokasi ruang interlaminar dan

sebagai dasar adalah pada perocesus spinosus superior. Setelah jarum masuk pada struktur

ligamentum , spoit dihubungkan dengan jarum dan tahanan diidentifikasi. Poin utama disini

bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur ligamentum. Apabila perasaan kurang

jelas adalah akibat tahanan pada otot paraspinosus atau lapisan lemak mengakibatkan injeksi

local anestesi kedalam ruang lain dari pada ruang epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini

terjadi penempatan jarum pada ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk

keruang epidural dan loss of resistensi diidentifikasi dengan Hati-hati.

Gambar4. anestesi epidural lumbal: pendekatan median(4)

b. Paramedian approach

Biasanya dipilih pada kasus dimana operasi atau penyakit sendi degeneratif

sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach. Tehnik ini lebih mudah bagi

pemula, karena saat jarum bergerak kedalam ligamen dan perubahan tahanan tidak terjadi,

maka jarum masuk ke otot paraspinosus dan tahanan hanya dirasakan bila jarum sampai pada

ligamentum flavum.

Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutupi kain streril seperti pada midline

approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah

8

Page 9: Epidural Anestesia

processus spinosus superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidural langsung diarahkan

seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline. Setelah

strukur dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan selanjutnya jarum masuk

masa otot spinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian sampai ada peningkatan

tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai pada ligamentum flavum. Jika jarum telah

melewati ligamentum flavum dan setelah loss of resistence teridentifikasi maka jarum telah

masuk kedalam ruang epidural(9).

Gambar5. Anestesi epidural lumbal : pendekatan paramedian(9)

.

2. Anastesi epidural thorakal.

Anastesi epidural anastesi adalah tehnik yang lebih sulit dari pada lumbar epidural

anestesi, dan kemungkinan untuk trauma pada medulla spinalis adalah besar. OLeh karena

itu, yang penting bahwa praktisi sepenuhnya familiar dengan lumbar epidural anestesi

sebelum mencoba anastesi epidural thorakal.

a. Midline approach.

Interspase lebih sering diidentifikasi dengan pasien pada posisi duduk. Pada segmen

atas thorakal, sudu processus spinosus lebih miring dan curam kearah kepala. Jarum

dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan

interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah

kulit. Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah tanda masuk dalam ruang epidural. Semua

tehnik epidural anestesi diatas regio lumbal kemungkinan kontak langsung dengan medulla

spinalis harus dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika didapatkan

nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung dengan medulla

spinalis harus dipertimbangkan dan jarum harus dengan segera dipindahkan. Kontak 9

Page 10: Epidural Anestesia

berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau ruang epidural adalah indikasi

untuk merubah pada pendekatan paramedian.

Gambar6. Anastesi Epidural thorakal : pendekatan median(8) .

b. Paramedian approach.

Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kira-kira

2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus spinosus superior. Pada tehnik ini

jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan sudut minimal 10-15 derajat kearah

midline dan dilanjutkan sampai lamina atau pedikle dari tulang belakang disentuh. Jarum

ditarik kebelakang dan ditujukan kembali agak kecephalad. Jika tehnik ini sempurna ujung

jarum akan kontak dengan ligamentum flavum. Spoit dihubungkan dengan jarum, dan pakai

tehnik loss of resistence atau hanging drop untuk mengidentifikasi ruang epidural. Sama

dengan paramedian approach pada regio lumbar, jarum harus dilanjutkan sebelum

ligamentum flavum dilewati dan ruang epidural didapatkan.

Gambar7. Anestesi epidural thorakal : pendekatan paramedian(8).

10

Page 11: Epidural Anestesia

3. Anastesi Epidural servikal.

Tehnik ini khusus dilakukan dengan pasien pada posisi duduk dan leher difleksikan.

Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7 dan

ditusukkan secara relatif datar kedalam ruang epidural dengan memakai tehnik loss of

resistence dan lebih sering dengan hanging drop.

Gambar8. Anestesia epidural servikal : pendekatan median(9)

E. Penempatan kateter.

Kateter epidural digunakan untuk injeksi ulang anestesi local pada operasi yang lama

dan pemberian analgesia post operasi(9).

(1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel

diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali1-2 cm

untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena.

(2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami

parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter

tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan

jarum dikeluarkan bersama-sama.

(3). Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.

(4). Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian

belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter

ditarik kembali 2-3 cm dari ruang epidural.

(5). Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spoit. Aspirasi dapat

dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter

diplester dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan

diperkuat dengan pembalutan.

11

Page 12: Epidural Anestesia

F. Obat-obatan untuk anestesi epidural(10)

Anestetik lokal.

Pilihan obat anestetik lokal untuk anestesi epidural ditentukan oleh lamanya prosedur

operasi dan intensitas blok motoris yang dikehendaki. kloroprokain adalah kerja singkat,

mevipakain adalah kerja sedang, buvipakain dan etidokain adalah kerja lama. Buvipakain

konsentrasi rendah tidak cocok digunakan pada prosedur yang membutuhkan blok motoris

untuk setiap blok sensorik dibandingkan dengan obat lainnya. Ada pun obat yang sering di

pakai di indonesia yaitu prokain, lidokain, bupivakain.

Obat Konsentrasi Lama onset digabungkan epinefrin

ChloroprokainLidokainMepivakainBupivakainEtidokain

2 – 3 %1,5 %1,5 %0,5 %1,0 %

60 menit60 – 90 menit90 – 120 menit> 180 menit> 150 menit

Tabel3. Konsentrasi obat dan onset(10).

Epinefrin.

Penambahan epinefrin (5 mg/ml) kedalam anestesi lokal yang disuntikkan kedalam

ruang epidural tidak hanya memperpanjang efeknya dengan cara menekan absorbsi,

menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan juga mengurangi keracunan sitemik. Epinefrin

juga mengurangi suatu kelainan akibat penyuntikan intravaskuler. Sejumlah kecil epinefrin

diabsorbsi dari ruang epidural yang akan membentuk efek beta adrenergik, peningkatan

tahanan pembuluh darah sistemik dan peningkatan denyut jantung.

Tes dosis

Karena anestesi epidural termasuk meninjeksikan sejumlah besar obat anestesi lokal,

pemasangan kateter mesti berada pada tempat yang benar. Tes dosis selalu diperlukan, hal ini

terdiri dari 3 ml anestesi lokal (lidokain 1,8 % dan pehacain 1,2 % yang sering digunakan).

Bila jarum atau kateter masuk kedalam vena epidural mengakibatkan peningkatan denyut

jantung 20 denyut permenit atau lebih besar dalam dua menit. Jika jarum atau kateter terletak

diruang epidural, hal tersebut tidak terjadi dan tidak ada perubahan tekanan darah atau denyut

jantung.

12

Page 13: Epidural Anestesia

Dosis anestesi.

Penyebaran obat anestesi lokal dalam ruang epidural hanya tergantung pada volume

yang dinjeksikan . sedang konsentrasi anestesi lokal dalam larutan hanya berpengaruh pada

derajat dan densitas dari blok. Onset anestesi epidural labih lambat walaupun ditambahkan

sodium bikarbonat kedalam anestesi lokal untuk mempercepat onsetnya.

Volume larutan anestetik yang tepat untuk anestesi epidural lumbal berkisar dari 15 –

25 ml. Studi pada sukarelawan muda menunjukkan kebutuhan rata-rata adala 1,6 ml per

segemen spinal yang di anestesi. Pada ruang epidural thorakal yang sempit kurang lebih

dibutuhkan setengahnya. Pasien yang tua, pasien hamil, dan pasien dengan tekanan intra

abdominal yang meningkat diperlukan volume anestesi lokal lebih sedikit untuk mencapai

distribusi yang diberikan.

Penambahan anestetik local yang dibutuhkan ditentukan oleh pilihan ahli

anestesiologi pada observasi klinik. Bila anestesi dihabiskan untuk dua dermatom ,

penambahan sepertiga sampai setengah dari jumlah anestesi lokal semula akan diperoleh

anestesi yang adekuat. Bilamana menggunakan anestesi epidural dan anestesi umum

bersama-sama, penambahan dosis diberikan pada interval waktu yang sesuai dengan

karakteristik obat anestesi lokal.

KOMPLIKASI (2-5, 7)

1. Intra operatif

a. Pungsi dural

Pungsi dural yang tidak disengaja terjadi pada 1 % injeksi epidural. Jika hal ini

terjadi, ahli anestesi mempunyai sejumlah pilihan tergantung pada kasusnya. Perubahan

keanestesi spinal dapat terjadi oleh injeksi sejumlah anestesi kedalam aliran cairan

serebrospinal. Kemudian anestesi spinal dapat dikerjakan dengan menyuntikkan sejumlah

anestesi lokal keruang subarachnoid melalui jarum. Jika anestesi epidural diperlukan

(misalnya untuk analgesia post-operasi), kateter akan direposisikan kedalam interspace diatas

pungsi dengan demikian ujung dari kateter epidural berada jauh dari tempat pungsi dural.

Kemungkinan anestesi spinal dengan injeksi kateter epidural dapat dipertimbangkan.

13

Page 14: Epidural Anestesia

b. Komplikasi kateter

(1). Kegagalan pemasangan kateter epidural adalah kesulitan yang lazim.. hal ini

lebih sering ditemukan apabila jarum epidural diinsersikan pada bagian lateral dibandingkan

apabila jarum diinsersikan pada median atau ketika bevel dari jarum secara cepat ditusukkan

kedalam ruang epidural. Hal tersebut dapat juga terjadi apabila bevel dari jarum hanya

sebagian yang melewati ligamentum flavum sewaktu penurunan resistensi terjadi. Pada

kasus terakhir , pergerakan yang hati-hati dari jarum sejauh 1 mm kedalam ruang epidural

dapat memudahkan insersi kateter. Kateter dan jarum sebaiknya ditarik dan direposisikan

bersama-sama jika terjadi tahanan.

(2). Kateter dapat terinsersi masuk kedalam pembuluh darah epidural sehingga darah

teraspirasi oleh kateter atau takikardia ditemukan dengan tes dosis. Kateter seharusnya

ditarik secara perlahan-lahan sampai darah tidak ditemukan pada aspirasi dari pengetesan.

Penarikan penting agar dapat segera dipindahkan dan diinsersikan kembali.

(3). Keteter dapat rusak atau menjadi terikat dalam ruang epidural. Jika tidak terjadi

infeksi, tetap memakai kateter tidak lebih banyak memberikan reaksi dibandingkan dengan

pembedahan. Pasien seharusnya dinformasikan dan diterangkan mengenai masalah yang

terjadi. Komplikasi dari eksplorasi bedah serta pengeluaran kateter lebih besar dibandingkan

dengan komplikasi dari penanganan secara konservatif(5).

c. Injeksi subarachnoid yang tidak disengaja .

Injeksi dengan sejumlah besar volume anestesi lokal kedalam ruang subarachnoid

dapat menghasilkan anestesi spinal yang total.

d. Injeksi intravaskuler anestesi local kedalam vena epidural.

Menyebabkan toksisitas pada sistim saraf pusat dan kardiovaskuler yang

menyebabkan konvulsi dan cardiopulmonary arrest.

e. Overdosis anestesi lokal.

Toksisitas anestesi local secara sistemik kemungkinan disebabkan oleh adanya

penggunaan obat yang jumlahnya relatif basar pada anestesi epidural.

14

Page 15: Epidural Anestesia

f. Kerusakan spinal cord.

Dapat terjadi jika injeksi epidural diatas lumbal 2. Onset parestesia unilateral

menandakan insersi jarum secara lateral masuk kedalam ruang epidural. Selanjutnya injeksi

atau insersi kateter pada bagian ini dapat menyebabkan trauma pada serabut saraf. Saluran

kecil arteri pada arteri spinal anterior juga masuk kedalam area ini dimana melewati celah

pada foramen intervertebral. Trauma pada arteri tersebut dapat menyebabkan iskemia kornu

anterior atau hematoma epidural.

g. Perdarahan perforasi pada vena oleh jarum

Dapat menyebabkan suatu perdarahan yang emergensi dan mematikan. Jarum

seharusnya dipindahkan dan direposisikan. Lebih baik mereposisikan jarum pada ruang yang

berbeda, dimana jika terdapat perdarahan pada tempat itu maka dapat meyebabkan kesulitan

dalam penempatan jarum secara tepat.

2. Post-Operasi

a. Sakit kepala post pungsi dural.

Jika dural dipungsi dengan jarum epidural ukuran 17, menyebabkan sebanyak 75 %

dari pasien muda untuk menderita sakit kepala post pungsi dural .

b. Infeksi Abses epidural

Suatu komplikasi yang sangat jarang timbul akibat anestesi epidural. Sumber infeksi

dari sebagian besar kasus berasal dari penyebaran secara hematogen pada ruang epidural dari

suatu infeksi pada bagian yang lain . Infeksi dapat juga timbul dari kontaminasi sewaktu

insersi, kontaminasi kateter yang dipergunakan untuk pertolongan nyeri post-operasi atau

melalui suatu infeksi kulit pada tempat insersi. Pasien akan mengalami demam, nyeri

punggung yang hebat dan lemah punggung secara lokal. Selanjutnya dapat terjadi nyeri

serabut saraf dan paralisis. Pada awalnya pemeriksaan laboratorium ditemukan suatu lekosit

dari lumbal pungsi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Myelography atau

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Penanganan yang dianggap penting adalah dekompresi

laminektomi dan pemberian antibiotik. Penyembuhan neurologik yang baik adalah

berhubungan dengan cepatnya penegakan diagnosis dan penanganan.

15

Page 16: Epidural Anestesia

c. Hematoma epidural

suatu komplikasi yang sangat jarang dari anestesi epidural. Trauma pada vena

epidural menimbulkan coagulophaty yang dapat menyebabkan suatu hematoma epidural

yang besar. Pasien akan merasakan nyeri punggung yang hebat dan defisit neurologi yang

persisten setelah anestesi epidural. Diagnosis dapat segera ditegakkan dengan computered

tomography atau MRI. Dekompresi laminektomi penting dilakukan untuk memelihara fungsi

neurologi.

KESIMPULAN

Penggunaan tehnik epidural anatesi baik untuk oengelolaan nyeri, post operasi dan nyeri

kronis merupakan pilihan ideal. Kateter mengalami perkembangan yang pesat hampir

memnuhi kebutuhan untuk membantu proses manajemen nyeri.

Ada pun beberapa komplikasi yang di timbulkan oleh tehnik ini namun hal ini dapat di cegah

dengan prosedur yang ketat, ataupun perawatan.

Persiapan untuk melakukan tindakan anatesi harus selalu mempersiapkan perlengkapan dan

obat untuk general anestesi. Penggunaan hemodinamik monitoring dapat membantu

mendeteksi dini komplikasi regional anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaiser RR. Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia. In : Introducton to anesthesia.

California: WB Saunders Company, 1997.

2. Molnar R. Spinal, aepidural, and Caudal anesthesia. In : Clinical Anesthesia Procedures

of the Massachusetts General Hospital.London: Little brown and Company, 1993;200

3. Tetlaff JE. Spinal, Epidural and Caudal Block. In : Clynical Anestesiolgy. USA : Appleton

& Lange, 1996;300

4. Mulroy MF. Epidural Anesthesia. In : Regional anesthesia.USA: Little, Brown and

Company, 1996; 181

16

Page 17: Epidural Anestesia

5. Conachie I, Geachie J. Reginal anaesthetic Technique. In A Practice of Anesthesi, London:

Edward Arnold, 1995; 118

6. Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia. California: Churchill

Livingstone, 2000;114

7. Bernards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical Ansthesia, USA:

Lippincott Williams and Wilkins, 2001; 117

8. Dalens B, Lumbar Epidural Anesthesia . In Regional Anesthesia in infans, children and

adolescents. USA: Williams & Wilkins wevwerly Europe, 1995;256

9. Dalens B and Khandwala R, Thoracic and Cervical Epidural Anesthesia . In : Regional

Anesthesia in Infants, Children, and Adolescents. USA: Williams Weverly Europe, 1995;

300

10. Katz J, Spinal and Epidural. In : Atlas of Regional Aneasthesia. California, USA:

Appleton & Lange, 1994; 110

17