jurnal pengaruh realisasi belanja daerah dan angkatan kerja terhadap output dan pendapatanper kapita

Upload: nur-alam

Post on 26-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    1/25

    PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA

    TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA

    (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah)

    Nisa Maharani S.

    Dr. Hadi Sasana SE, M.Si

    ABSTRACT

    Income per capita is often used to measure the economic prosperity in a

    region, how many goods and services available to the average population for

    consumption and investment activities. Factors affecting the income per capita is the

    output and population and the factors that affect the output of local spending and thelabor force.

    This study aims to analyze the effect of regional expenditure and labor on

    output and income per capita. The research was conducted in Central Java Provinceduring the period 2005-2009. In this study used path analysis.

    The results showed that there are a direct positive relationship between the

    variable realization of indirect spending, direct spending, and labor on output. So is

    the relationship of output to income per capita. But there is a negative directinfluence between variable labors to income per capita.

    Key words:regional expenditure, labor, income per capita, output, path analysis

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    2/25

    PENDAHULUAN

    Otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Pemberlakuan

    otonomi daerah ini merubah pola pemerintahan dari era sentralistik menjadi

    desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang-

    Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi

    menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25

    Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang direvisi

    menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kedua undang-undang di bidang

    otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam

    wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, pemerintah

    daerah diberi wewenang untuk menggali potensi daerahnya dan menetapkan prioritas

    pembangunan.

    Ahmad Yani (2009) menjelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang

    Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

    pemerintahan daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan

    urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentangPemerintahan Daerah.

    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan sumber penerimaan

    yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan

    desentralisasi fiskal adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan,

    pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemberian dana perimbangan

    bertujuan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat

    dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus

    membantu daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya.

    Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu

    melaksanakan otonomi dan desentralisasi, yaitu:

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    3/25

    1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan

    dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola

    dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk

    membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Artinya daerah harus

    mampu mengelola keuangan daerahnya baik penerimaan maupun

    pengeluarannya, dimana penerimaan yang diperoleh daerah kemudian

    dialokasikan sebagai pembiayaan belanja daerahnya.

    2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus siminimal mungkin, agar

    pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan

    terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar

    (Dwirandra, 2006). Jadi, PAD harus lebih tinggi dibandingkan Dana

    Perimbangan yang menandakan daerah tersebut sudah mandiri dan tujuan

    dari otonomi daerah dan desentralisasi tercapai.

    Indikator pendapatan per kapita merupakan indikator yang sering digunakan

    untuk mengukur kemakmuran suatu daerah. Dari Tabel 1 dapat dilihat pendapatan per

    kapita di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut.

    Tabel 1

    Pendapatan Per Kapita Tanpa Migas

    Atas Dasar Harga Berlaku di Pulau Jawa Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)

    ProvinsiTahun

    2005 2006 2007 2008 2009

    DKI Jakarta 48.570 55.610 62.199 73.713 81.746

    Jawa Barat 9.468 11.280 12.434 13.987 15.121

    Jawa Tengah 6.372 7.565 8.419 9.543 10.416

    DI Yogyakarta 7.529 8.652 9.584 10.985 11.830

    Jawa Timur 11.033 12.796 14.456 16.635 18.285

    Banten 9.329 10.585 11.408 12.756 13.598

    Sumber: PDRB Provinsi di Indonesia Menurut lapangan Usaha 2005-2009

    Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari enam provinsi di Pulau Jawa, Provinsi

    Jawa Tengah memiliki pendapatan per kapita terendah dibandingkan dengan provinsi

    di Pulau Jawa lainnya walaupun setiap tahun mengalami kenaikan tetapi nilai absolut

    masih lebih rendah dibandingkan provinsi lain.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    4/25

    Dari fenomena tersebut jelaslah bahwa sumber daya yang dimiliki suatu

    daerah sangat mempengaruhi pendapatan hingga pendapatan per kapita dari suatu

    daerah. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu

    wilayah atau provinsi dalam periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) atau output, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar

    harga berlaku. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

    seluruh unit usaha dalam dalam suatu wilayah, atau jumlah seluruh unit barang dan

    jasa yag dihasilkan di suatu daerah.

    Output (PDRB) di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 1 yang

    mengalami peningkatan disetiap tahunnya sebagai berikut.

    Gambar 1

    Pendapatan Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha

    Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (juta rupiah)

    0

    20000000

    40000000

    60000000

    80000000

    100000000

    120000000

    140000000

    2005 2006 2007 2008 2009

    Pertanian

    Pertambangan dan Galian,

    Listrik, Gas, dan Air

    BersihIndustri

    Konstruksi

    Perdagangan

    Komunikasi

    Sumber: BPS, diolah

    Gambar 1 menggambarkan bahwa dari tahun 2005-2009 sektor industri

    pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Jawa Tengah.

    Kondisi dan potensi yang berbeda-beda dari masing-masing daerah, menyebabkan

    perbedaan kemampuan daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    5/25

    Kebijakan pengeluaran pemerintah yang secara langsung dapat mendorong

    pertumbuhan ekonomi adalah belanja karena variabel ini diwujudkan dalam bentuk

    pembangunan prasarana ekonomi dan sosial. Perkembangan pengeluaran pemerintah

    yang diukur dari besarnya belanja langsung dan belanja tidak langsung.

    Pengklasifikasin belanja langsung dan tidak langsung ini digunakan dalam sistem

    penganggaran pemerintah baik pusat maupun daerah, yaitu sejak penerapan PP No.

    105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan

    Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun

    2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007

    sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

    Keuangan Daerah.

    Gambar 2

    Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

    Tahun 2005-2009 (ribu rupiah)

    0

    2000000000

    4000000000

    6000000000

    8000000000

    10000000000

    12000000000

    14000000000

    16000000000

    18000000000

    20000000000

    2005 2006 2007 2008 2009

    Belanja Tidak Langsung

    Belanja Langsung

    Sumber: BPS, diolah

    Klasifikasi belanja dalam sistem anggaran diperbaiki menjadi Belanja Tidak

    Langsung dan Belanja Langsung. Realisasi Belanja Tidak langsung dan Belanja

    Langsung dapat dilihat pada Gambat 2. Realisasi belanja tidak langsung dari tahun

    ketahun selalu mengalami peningkatan, namun dari sisi belanja langsung terjadi

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    6/25

    fluktuasi, dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 21 persen,

    namun dari tahun 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan lagi disetiap

    tahunnya, tetapi dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan lagi sebesar 12

    persen.

    Faktor lain yang dapat mempengaruhi output adalah sumber daya manusia,

    yang terefleksikan dengan penduduk yang bekerja. Jumlah penduduk yang bertambah

    dari waktu ke waktu dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak

    diimbangi dengan peningkatan produksi, namun disisi lain, penduduk yang

    bertambah akan menambah jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut

    memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Jika pertambahan jumlah

    penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang juga terjadi penambahan

    tenaga kerja maka tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi

    (Amin Pujiati). Berdasarkan Gambar 3 jumlah penduduk yang bekerja menurut

    lapangan usaha paling besar yaitu disektor pertanian, disetiap tahunnya sektor

    pertanian selalu menduduki peringkat pertama dalam penyerapan tenaga kerja.

    Gambar 3

    Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan

    Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (orang)

    0

    1000000

    2000000

    3000000

    4000000

    5000000

    6000000

    7000000

    2005 2006 2007 2008 2009

    Pertanian

    Pertambangan dan Galian,

    Listrik, Gas, dan Air BersihIndustri

    Konstruksi

    Perdagangan

    Komunikasi

    Keuangan

    Jasa

    Sumber: BPS, diolah

    Tetapi tidak semua daerah yang dengan karakteristik tenaga kerja terserap

    yang cukup tinggi memiliki PDRB atau output daerah yang tinggi pula. Di Jawa

    Tengah, PDRB tertinggi dimiliki sektor industri sedangkan untuk tenaga kerja yang

    terserap terbanyak adalah sektor pertanian.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    7/25

    Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai pendapatan per kapita terendah

    dibandingkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan output Provinsi Jawa Tengah pun

    selalu meningkat dan sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi

    terhadap ekonomi Jawa Tengah. Belanja daerah sebagai salah satu faktor yang

    mempengaruhi output diklasifikasin menjadi belanja langsung dan belanja tidak

    langsung. Belanja tidak langsung selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,

    sedangkan belanja langsung mengalami fluktuasi. Faktor lain yang mempengaruhi

    output suatu daerah adalah tenaga kerja, dalam penelitian ini menggunakan angkatan

    kerja yang bekerja karena secara langsung berpengaruh pada jumlah produksi yang

    dihasilkan. Angkatan kerja yang bekerja di Jawa Tengah paling besar terserap di

    sektor pertanian.

    Dari latar belakang yang diuraikan di atas, didapat beberapa pertanyaan

    penelitian sebagai berikut:

    1. Bagaimana pengaruh belanja tidak langsung terhadap output (PDRB)?

    2. Bagaimana pengaruh belanja langsung terhadap output (PDRB)?

    3. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap output (PDRB)?

    4.

    Bagaimana pengaruh output terhadap pendapatan per kapita?Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang telah dijabarkan di atas,

    maka tujuan dari penelitian ini adalah :

    1. Menganalisis pengaruh belanja tidak langsung terhadap output.

    2. Menganalisis pengaruh belanja langsung terhadap output.

    3. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap output.

    4. Menganalisis pengaruh output terhadap pendapatan per kapita.

    TELAAH TEORI

    Hubungan Output dengan Pendapatan per Kapita

    Todaro (2003 : 18) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita pada dasarnya

    mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    8/25

    pertumbuhan pendapatan per kapita riil sering digunakan untuk mengukur

    kemakmuran suatu negara.

    Pendapatan per kapita dihitung dengan perbandingan PDRB dengan jumlah

    penduduk. PDRB merupakan output di suatu daerah. PDRB sering digunakan sebagai

    salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. PDRB dan pendapatan per kapita

    memiliki hubungan yang positif, sehingga jika PDRB mengalami kenaikan maka

    pendapatan per kapita pun akan semakin besar.

    Hubungan Angkatan Kerja dengan Output

    Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang mencari pekerjaan,

    dan yang melakukan kegiatan lain seperti besekolah dan mengurus rumah tangga.

    Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak

    bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.

    Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur.

    Sumber daya atau input dikelompokkan menjadi sumber daya manusia,

    termasuk tenaga kerja dan kemampuan manajerial, modal (capital), tanah ataupun

    sumber daya alam. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah

    kekmampuan yang dimiliki individu dalam melihat berbagai kemungkinan untukmengkombinasikan sumber daya untuk menghasilkan output dengan cara yang lebih

    efisien, baik produk baru maupun produk yang sudah ada.

    Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari

    lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia,

    maka akan menyebabkan semakin meningkatnya total produksi di suatu daerah.

    (Kuncoro, 2004)

    Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Output

    Belanja pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor

    bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan

    jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja/biaya

    berdasarkan hubungannya dengan aktivitas di bagi dua, yaitu biay alangsung dan

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    9/25

    biaya tidak langsung. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan PP No. 15 Tahun 2000

    tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri No.

    29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi

    Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, belanja daerah diklasifikasikan menjadi

    Belanja Administrasi Umum (BAU), Belanja Operasi dan Pemeliharaan (BOP),

    belanja Modal, Belanja Tidak tersangka, dan Belanja Bantuan Keuangan. Sedangkan

    berdasarkan peraturan yang baru yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007 (Revisi atas

    Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah),

    klasifikasi belanja diperbaiki dan dikelompokkan menjadi belanja langsung dan

    belanja tidak langsung. Belanja langsung yaitu belanja yang terkait langsung dengan

    program dan kegiatan. Suatu kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya biaya

    tersebut. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung

    dengan program dan kegiatan.

    Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi

    menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupn tarif pajak tidakberubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah

    juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GDP

    menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

    pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

    Maka pengeluaran pemerintah yang diklasifikasikan menjadi belanja langsung

    dan belanja tidak langsung jika meningkat maka menyebabkan GNP (dalam

    penelitian ini adalah output) meningkat pula

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    10/25

    Penelitian Terdahulu

    1. Hadi Sasana melakukan penelitian dengan judul Peran Desentralisasi Fiskal

    terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

    Variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan

    ekonomi, tenaga kerja terserap, jumlah penduduk miskin, dan kesejahteraan

    dan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah desentralisasi fiskal. Hasil

    penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan positif

    terhadap laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh

    signifikan dan positif terhadap tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi

    berpengaruh signifikan dan negatih terhadap jumlah penduduk miskin,

    pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

    kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan

    positif terhadap kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin

    berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.

    2. Adi Raharjo dengan judul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi,

    Swasta, dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel

    endogen pertumbuhan ekonomi dan variabel eksogen belanja rutin, belanjapembangunan pemerintah, investasi, dan angkatan kerja. Hasil dari penelitian

    ini adalah pengaruh belanja rutin pemerintah memiliki hubungan yang

    signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan

    memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan

    ekonomi, investasi swasta memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

    terhadap pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja memiliki pengaruh yang

    positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

    3.

    Suwandi dengan judul Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan

    Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan di Provinsi Papua. Variabel

    endogen dalam penelitian ini adalah belanja langsung, belanja tidak langsung,

    pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, penyerapan tenaga kerjaan, dan

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    11/25

    kesejahteraan, dan variabel eksogen yaitu desentralisasi fiskal dan otonomi

    khusus Papua. Hasil penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh

    positif dan signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal tidak

    berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal

    berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja

    langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

    belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan

    positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi berpengaruh

    signifikan dan positif terhadap jumlah penduduk miskin, pertumbuhan

    ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan

    masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan positif terhadap

    kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin mempunyai hubungan

    yang signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.

    Dari data, teori, dan penelitian terdahulu tersebut maka disusunlah kerangka

    pemikiran sebagai berikut:

    H1

    H2

    H3

    H4

    Belanja Tidak

    Langsung

    (X1)

    BelanjaLangsung

    (X2)

    Angkatan kerja

    yang bekerja

    (X3)

    Pendapatan

    Per Kapita

    (Y2)

    Output

    (Y1)

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    12/25

    Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis dalam

    penelitian ini sebagai berikut:

    1. Diduga belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    output dan pendapatn per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.

    2. Diduga belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa

    Tengah.

    3. Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi

    Jawa Tengah.

    4. Diduga output berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per

    kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.

    METODE PENELITIAN

    Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai

    berikut:

    1.

    Output (Y1)

    Output adalah nilai bersih dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah. Data

    output dalam penelitian ini diproksi dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    tahun 2005-2009. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan PDRB

    tanpa migas atas dasar harga berlaku digunakan PDRB atas dasar harga berlaku

    karena variabel eksogen dalam penilitian ini yaitu belanja langsung dan belanja tidak

    langsung mengikuti nilai mata uang yang berlaku (terkena inflasi). Variabel PDRB

    ini diukur dalam satuan juta rupiah.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    13/25

    2. Pendapatan per kapita (Y2)

    Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan rata-rata penduduk suatu

    daerah di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Diperoleh dari pembagian PDRB

    tanpa migas dengan jumlah penduduk. Data diperoleh dari Jawa Tengah dalam

    Angka di BPS, dalam satuan rupiah.

    Pendapatan per kapita diperoleh dari rumus:

    PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku

    Jumlah Penduduk

    3. Belanja Tidak Langsung (X1)

    Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan

    program dan kegiatan pemerintah. Yang termasuk kedalam belanja tidak langsung

    adalah belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja

    bantuan keuangan, belanja banuan sosial, belanja tidak terduga dan ditunjukkan

    dalam satuan ribu rupiah.

    4. Belanja Langsung (X2)

    Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan program dan

    kegiatan pemerintah. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan

    jasa, dan belanja modal dalam satuan ribu rupiah.

    5. Angkatan Kerja yang Bekerja (X3)

    Angkatan Kerja yang bekerja dalam penelitian ini adalah data jumlah

    penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan dengan maksud

    memperoleh upah, dimasing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa tengah dalam

    satuan orang.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    14/25

    Spesifikasi Model

    Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui

    hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel, maka analisis yg digunakan

    adalah analisis jalur dengan model ekonometrika sebagai berikut:

    Y1(t)= 1X1(t-1)+ 2X2(t-1)+ 3X3(t)+ 1

    Y2(t)= 1Y1(t)+ 2

    Dimana:

    X1(t-1)adalah belanja tidak langsung pada t-1

    X2(t-1)adalah belanja langsung pada t-1

    X3(t)adalah angkatan kerja yang bekerja pada tahun t

    Y1(t)adalah output pada tahun t

    Y2(t)adalah pendapatan per kapita

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengujian Asumsi Klasik

    1. Normalitas Data

    Normalitas data merupakan salah satu syarat dalam permodelan Analisis

    Jalur. Pengujian normalitas ini adalah dengan mengamati nilai (P-value) skewnessdan kurtosis yang memiliki nilai lebih besar daripada 0.05. Hasil pengujian

    normalitas data ditampilkan pada Tabel 2

    Tabel 2

    Uji Normalitas Data

    Sumber : Data primer yang diolah, 2011

    Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis

    Variable Z-Score P-Value Z-Score P-Value Chi-Square P-Value

    X1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995

    X2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995X3 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995

    Y1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995

    Y2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995

    Y3 0.001 0.999 0.103 0.918 0.011 0.995

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    15/25

    Evaluasi normalitas secara univariate menunjukkan P-value untuk skewness dan

    kurtosis lebih besar daripada 0.05 yang berarti data terdistribusi normal.

    2. Multikolinieritas

    Identifikasi korelasi antar variabel diperlukan untuk melihat kemungkinan

    adanya korelasi yang sangat tinggi khususnya antar variabel bebas. Hal ini

    dikarenakan adanya korelasi antar variabel bebas yang tinggi akan memberikan

    masalah multikolinieritas yang mengganggu hasil penelitian. Batas nilai korelasi

    adalah 0.9 atau lebih. Hasil perhitungan korelasi antar variabel diperoleh sebagai

    berikut :

    Tabel 3

    Correlation Matrix of Y and X

    S

    Sumber: data primer diolah

    Hasil pengujian menunjukkan bahwa korelasi antar variabel menunjukkan nilai

    korelasi yang relatif rendah dimana nilai korelasi yang tertinggi diperoleh antara X3

    dan Y1 yaitu sebesar 0,53. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak adanya

    multikolinieritas antar variabel.

    3. Goodness of F it Model

    Uji terhadap kelayakan model analisis Jalur ini diuji dengan menggunakan

    Chi-square, CFI, RMSEA, GFI, dan AGFI berada dalam rentang nilai yang kurang

    baik, dapat dikatakan model tidak fit, dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    16/25

    Tabel 4

    Hasil Pengujian Kelayakan Model

    Structural EquationModel (SEM )

    Goodness of Fit

    Indeks

    Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi

    Model

    Chi Square 87.71 Kurang baik

    Probability 0.05 0.0 Kurang baik

    CFI > 0.9 0.68 Kurang baik

    RMSEA < 0.1 0.00 Kurang baik

    GFI > 0.09 0.37 BaikAGFI > 0.9 0.33 Kurang baik

    Sumber : Data primer yang diolahDari hasil pengujian model didapat bahwa model belum fit sehingga perlu

    dilakukan modifikasi model. Arah modifikasi model didapat dari residual yang paling

    besar. Residuals yang baik yaitu 0 atau mendekati 0. Maka diperoleh hubungan baru

    antara variabel X3 (angkatan kerja) dan Y2 (pendapatan per kapita), dan didapat hasil

    pengujian model sebagai berikut:

    Tabel 5

    Hasil Pengujian Kelayakan Model 1

    Structural Equation Model (SEM )

    Goodness of Fit

    Indeks

    Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi

    Model

    Chi Square Diharapkan kecil 5.01 Baik

    Probability 0.05 0.085 Baik

    CFI > 0.9 0.99 Baik

    RMSEA < 0.1 0.18 Baik

    GFI > 0.09 0.99 Baik

    AGFI >0.9 0.92 Baik

    Sumber: Lampiran, diolahDari hasil pengujian kelayakan model 1 tersebut dikatakan bahwa modifikasi model

    yang ketiga dapat dikatakan sudah fit atau sudah memenuhi aturan. Dari tiga kali

    modifikasi model yang didasari atas standardize residual, maka diperolehlah diagram

    pathyang baru seperti pada Gambar 4 berikut.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    17/25

    Gambar 4

    Modifikasi Model 1

    Sumber : Data mentah diolah

    ANALISIS DAN INTERPRETASI

    Berdasarkan hasil analisis jalur, maka didapat persamaan sebagai berikut:

    Berdasarkan hasil analisis jalur, didapat pengaruh langsung dan tidak

    langsung yang ditujukan pada Tabel 6.

    Tabel 6

    Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

    Pengaruh Langsung

    Pengaruh Tidak

    Langsung Pengaruh TotalX1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1

    Y1 0,38 0,57 0,28 - - - - - 0,38 0,57 0,28 -

    Y2 - - -0,56 0,59 0,22 0,34 0,16 - 0,22 0,34-

    0,39 0,59

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    18/25

    Berdasarkan hasil dari persamaan struktural tersebut diperoleh hasil pengujian

    hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

    1. Pengaruh Belanja Tidak Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per

    Kapita

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh belanja tidak langsung (X1)

    terhadap output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,77. Nilai tersebut lebih besar dari

    t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,77) > t tabel (1,96).

    Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung berpengaruh

    signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Pengaruh

    positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja tidak langsung yang

    dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada

    tahun yang akan datang, demikian pula sebaliknya bahwa daerah kabupaten kota

    yang memiliki belanja tidak langsung yang lebih rendah cenderung memiliki output

    yang rendah pula. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo

    (2006) dan Suwandi (2006) yang menyatakan belanja tidak langsung berpengaruh

    signifikan positif terhadap output.

    Dengan signifikannya pengaruh belanja tidak langsung terhadap output,memberikan makna bahwa pemerintah kabuaten/kota di Provinsi Jawa Tengah telah

    melalukan perubahan struktur anggaran berupa belanja tidak langsung ke arah yang

    lebih memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menunjang dan mendorong

    kinerjanya sehingga dapat mempercepat pembangunan dan output di daerah tersebut.

    Dari hasil perhitungan diketahui bahwa belanja tidak langsung (X1)

    mempunyai hubungan yang positif secara langsung sebesar 0,38 terhadap output,

    selain itu belanja tidak langsung (X1) juga mempunyai hubungan yang positif dan

    berpengaruh secara tidak langsung sebesar 0,22 terhadap pendapatan per kapita (Y2)

    melalui output (Y1) Hal ini berarti bahwa peningkatan belanja tidak langsung akan

    mempengaruhi kenaikan output secara langsung, sedangkan secara tidak langsung

    akan meningkatan pendapatan per kapita melalui output.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    19/25

    2. Pengaruh Belanja Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh Belanja Langsung (X2)

    terhadap Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,08. Nilai tersebut lebih besar

    dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,08) > t tabel

    (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung

    berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima.

    Pengaruh positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja langsung yang

    dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada

    wilayah yang bersangkutan. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

    telah dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2006), Raharjo (2006), dan Suwandi (2010).

    Belanja langsung (X2) mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara

    langsung sebesar 0,57 terhadap output. Belanja langsung juga memiliki hubungan

    yang positif dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita

    (Y2) sebesar 0,34 melalui output (Y1).

    Secara konseptual, pengeluaran daerah dalam bentuk belanja langsung

    dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur atau program-program

    langsung yang dapat merangsang pada produktivitas yang lebih besar pada pelakuusaha di daerah. Dengan alokasi belanja langsung yang besar maka pembenahan

    dalam infrastruktur daerah yang baik akan meningkatkan kualitas infrastruktur

    sehingga secara kualitas dan kuantitasnya akan meningkatkan output daerah.

    3. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh tenaga kerja (X3) terhadap

    Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 3,62. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel

    dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (3,62) > t tabel (1,96). Dengan

    demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja berpengaruh signifikan positif

    terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 3 diterima. Penelitian ini mendukung

    penelitian sebelumnya Raharjo (2006) dan Amin Pujiati.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    20/25

    Angkatan kerja yang bekerja (X3) memiliki pengaruh langsung terhadap

    output (Y1), pendapatan per kapita (Y2). Pengaruh langsung antara angkatan kerja

    yang bekerja (X3) terhadap output (Y1) memiliki hubungan positif yaitu sebesar 0,28

    sehingga jika terjadi kenaikan angkatan kerja yang bekerja maka output pun akan

    meningkat. Pengaruh langsung antara angkatan kerja yang bekerja (X3) terhadap

    pendapatan per kapita (Y2) sebesar -0,56 dan memiliki pengaruh tidak langsung

    sebesar 0,16 terhadap pendapatan per kapita (Y2) melalui output (Y1). Hal ini berarti

    pertambahan angkatan kerja yang bekerja (X3) secara langsung akan berdampak pada

    menurunnya pendapatan per kapita, sedangkan secara tidak langsung akan

    miningkatkan pendapatan per kapita melalui output. Hal ini mengidentifikasikan

    bahwa kebijakan penyerapan tenaga kerja untuk peningkatan pendapatan per kapita

    lebih baik melalui output.

    Penyerapan tenaga kerja yang fluktuatif dan cenderung semakin berkurang

    pada tahun 2008 yang menurun sebesar 7 persen tetapi output selalu mengalami

    peningkatan, hal ini tidak sejalan dengan teori faktor produksi. Hal tersebut terjadi

    karena sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar pada kegiatan

    ekonomi, namun tenaga kerja paling banyak terserap pada sektor pertanian. Hal inimenunjukkan bahwa pada sektor industri tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja

    karena sudah digantikan oleh teknologi.

    4. Pengaruh Output terhadap Pendapatan Per Kapita

    Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh output (Y1) terhadap

    pendapatan per kapita (Y2) menunjukkan nilai t sebesar 13,02. Nilai tersebut lebih

    besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (13,02 > t tabel

    (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa output berpengaruh

    signifikan positif terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti Hipotesis 4

    diterima. Apabila output bertambah maka pendapatan per kapita pun akan naik.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    21/25

    Pengaruh output (Y1) terhadap pendapatan per kapita memiliki pengaruh

    langsung sebesar 0,59 hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output akan

    meningkatkan pendapatan per kapita.

    Pendapatan per kapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara

    untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat

    pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita

    sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara, yaitu seberapa banyak

    barang dan jasa yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan

    konsumsi dan investasi.

    PENUTUP

    Simpulan

    Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian, dapat ditarik

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Realisasi belanja tidak langsung berpengaruh secara langsung terhadap output dan

    berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.

    2. Realisasi belanja langsung memiliki pengaruh langsung terhadap output dan

    pengaruh tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.3. Tenaga kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap output dan pendapatan per

    kapita, namun pengaruh langsung terhadap pendapatan per kapita memiliki

    pengaruh yang negatif.

    4. Output berpengaruh langsung secara positif terhadap pendapatan per kapita.

    Keterbatasan

    1. Periode dalam penelitian ini yaitu setelah dilakukannya otonomi daerah sehingga

    tidak dapat melihat perbedaan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah

    otonomi daerah.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    22/25

    Saran

    1. Untuk meningkatkan belanja daerah yang diklasifikasikan menjadi belanja

    langsung dan belanja tidak langsung pemerintah harus meningkatkan PAD

    dengan cara mencari potensi yang ada di daerah tersebut.

    2. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran

    pemerintah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian

    karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga

    kerja, selain itu pemerintah juga diharapkan melakukan revitalisasi pada sektor

    pertanian supaya tetap berkembang dan tidak dianggap kuno, sehingga para

    tenaga kerja tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian.

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    23/25

    REFERENSI

    Abdul Halim. 2007. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah: PengelolaanKeuangan Daerah. Edisi Kedua. UPP STIM. YKPN. Yogyakarta

    Adi Raharjo. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan

    Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi di

    Kota Semarang.Thesis Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas

    Diponegoro. Semarang

    Amin Pujiati. n.d Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era

    Desentralisasi Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan, hal. 61-70

    Bahrul Ulum. 2010. Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan

    Deteksi Ilusi Fiskal (Studi Kasus Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2008).

    Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

    Semarang

    Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai edisi penerbitan.

    BPS Jawa Tengah

    _______________________ Indeks Pembangunan Manusia. Berbagai edisiPenerbitan. BPS Jawa Tengah

    _______________________ PDRB Menurut Lapangan Usaha. Berbagai edisi

    penerbitan. BPS Jawa Tengah

    _______________________ Statistik Keuangan Kabupaten/Kota. Berbagai edisi

    penerbitan. BPS Jawa Tengah

    Boediono. 2008.Ekonomi Makro,BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

    David Harianto dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara DanaAlokasi Umum,

    Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Paper

    disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi X. Unhas. Makassar

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    24/25

    Ghozali, Imam. 2005. Structural Equation Modeling, Badan Penerbit Universitas

    Diponegoro, Semarang

    Hadi Sasana. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di

    Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol

    10, No. 1, Juni 2009, hal. 103-124

    Mahmudi. 2010.Manajemen Keuangan Daerah,Erlangga, Jakarta

    Mangkoesoebroto, Guritno. 2008.Ekonomi Publik,BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

    Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta

    Mankiw. 2006.Makro Ekonomi edisi keenam,Erlangga, Jakarta

    Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta

    Mudrajad Kuncoro. 2006.Ekonomika Pembangunan,UPP STIM YKPN, Yogyakarta

    Norista Gathama Putra. 2011. Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi

    terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Tidak

    Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang

    Priyo Hari Adi. 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

    Pembangunan, dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se

    Jawa-Bali).Paper disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi 9 Padang

    Rifta Nujafar Wulansari. 2008. Pengaruh Pajak Daerah, Belanja Modal, dan

    Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran (Studi pada Kabupaten dan

    Kota di Provinsi Sumatera Utara). Journal Akuntabilitas, Vol.1, No.2 Juni

    2008

    Riduwan dan Kuncoro. 2008. Cara Menguunakan dan Memakai Analisis Jalur,

    Alfabeta, Bandung

    Simanjuntak, Payman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Lembaga

    Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

  • 7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita

    25/25

    Suparmoko. 2002.Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah, Andi,

    Yogyakarta

    Todaro dan Smith. 2003.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,Erlangga, Jakarta