laporan compressible flow kelompok 5k (repaired)
DESCRIPTION
Laporan Compressible Flow Kelompok 5K (Repaired)TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM UOP I
Compressible Flow
Kelompok-5K
Adinda Sofura Azhariyah 1306370505
I Gede Eka Perdana Putra 1306370676
Prita Tri Wulandari 1306370455
Rayhan Hafidz Ibrahim 1306409362
Aulia Rahmi 1306370631
Departemen Teknik Kimia
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Depok
2015
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fluida didefinisikan sebagai suatu substansi yang terus menerus mengalami
deformasi atau mengalir ketika diberikan tegangan geser. Jika tidak ada tegangan
geser yang diberikan maka fluida tidak akan mengalir (diam) sehingga tidak ada
tegangan geser yang terjadi pada fluida. Hal demikian dikatakan statika fluida dimana
yang bekerja hanya tegangan normal saja. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu
massa fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan, di mana
lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk
baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress), yang
besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap arah
tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser
tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada
temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu.
Dalam percobaan kali ini, kita akan mempelajari jenis aliran fliuda
termampatkan (compressible flow), dimana fluida yg mengalir dalam pipa akan
mengalami hambatan berupa gesekan dengan dinding pipa hal ini mengakibatkan
berkurangnya laju aliran dan penurunan tekanan.
Suatu aliran disebut aliran kompresibel jika perbedaan densitas dari aliran
yang dipengaruhi oleh tekanan tidak bernilai nol sepanjang streamline. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada mach number melebihi 0,3 untuk semua bagian aliran.
Walaupun nilai mach ini cenderung menghasilkan aliran yang berubah-ubah, akan
tetapi nilai ini sering digunakan. Hal ini dikarenakan aliran gas yang memiliki mach
number kurang dari 0.3 akan terjadi perubahan densitas yang menyebabkan perubahan
tekanan sekitar 5%. Selain itu, perbedan densiti sekitar 5% ini terjadi pada titik stag
dari suatu objek yang besar pada suatu aliran gas dan densitas disekitar objek tersebut
akan menjadi lebih rendah. Pada nilai mach yang cukup tinggi, aliran memiliki
kecepatan yang cukup tinggi sehingga efek dari kompresibilitas tidak dapat diabaikan.
Faktor yang membedakan apakah suatu aliran kompresibel atau inkompresibel
adalah perubahan kecepatan, terjdinya choking, perubahan tekanan dan temperatur.
Pada aliran kompresibel, perubahan kecepatan dari suatu aliran yang menyebabkan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 1
perubahan temperatur menjadi tidak dapat diabaikan. Pada aliran kompresibel dapat
terjadi choking dan memiliki perubahan temperatur dan tekanan yang cukup besar
pada sepanjang aliran. Selain itu, pada aliran inkompresibel perubahan dari energi
dalam seperti temperatur dapat diabaikan bahkan jika energi kinetiknya berubah
menjadi energi dalam sekalipun.
Pada aliran kompresibel terdapat dua jenis aliran yaitu aliran subsonic dan
aliran supersonic. Aliran supersonic akan menyebabkan shock waves.Shock
wavesadalah aliran suatu fluida ketika nilai mach numbernya mendekati satu atau
lebih dari satu. Shock waves ini akan menyebabkan perubahan kecepatan, tekanan,
dan temperatur secara tiba-tiba pada suatu aliran. Perubahan suatu fluida secara tiba-
tiba dapat diilustrasikan dengan aliran dalam suatu tabung yang konvergen–divergen.
Pada aliran subsonic, kecepatan fluida menurun setelah ekspansi. Pada aliran
supersonic kecepatan fluida naik setelah ekspansi.
Aliran adiabatis pada suatu pipa dapat terjadi apabila pipa tersebut diinsulasi.
Kondisi ini menyebabakan aliran gas yang masuk pada suatu pipa pada tekanan,
temperatur, dan laju tertentu ditentukan oleh panjang dan diameter dari pipa dan
tekanan pada downstream. Pipa yang semakin panjang akan menyebabkan friction
loss yang semakin besar dan terjadi berbagai fenomena perubahan-perubahan yang
terjadi seperti:
Penurunan tekanan
Penurunan densitas
Penurunan kecepatan
Penurunan entalphi
Penurunan entropi
Kecepatan maksimum terjadi pada ujung suatu pipa dan secara kontinu naik
seiring dengan penurunan tekanan hingga mencapai mach number = 1. Kecepatan
fluida ini tidak dapat melewati rintagan sonic dalam aliran adiabatik yang melalui
suatu pipa dengan cross section yang konstan. Jika usaha ini dilakukan untuk
menurunkan tekanan di downstream, maka kecepatan, suhu, tekanan, dan densitas
konstan pada ujung pipa saat mach number =1. Jika panjang pipa diperpanjang, maka
pressure drop akan semakin besar dan flux masa akan menurun sehinga mach number
satu tetap pada ujung suatu pipa.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 2
1.2. Tujuan
Percobaan Compressible Flow ini memiliki tujuan percobaan dalam
pelaksanaannya, sebagai berikut :
1. Untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran
konvergen-divergen.
2. Untuk menunjukan suatu fenomena dari penghambatan (chocking)
3. Menyelidiki tekanan sepanjang saluran divergen.
4. Untuk menyelidiki hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold
untuk sebuah pipa yang diberikan.
5. Menentukan hubungan antara laju aliran dengan beda tekanan pada orifice.
6. Menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orificemeter.
7. Untuk menyelidiki variasi kenaikan tekanan, input daya, dan efisiensi (isotermal
dan keseluruhan) terhadap laju alir massa pada kecepatan konstan.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 3
BAB II
TEORI
2.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran
Pada percobaan ini, gas yang merupakan fluida mampu mampat di hubungkan
dengan kompresor melalui pipa. Pipa yang digunankan memiliki bagian konvergen,
bagian yang mengecil dan divergen bagian yang membesar.
Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan
kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan bagian divergen, tujuan
penggunaannya berbeda sesuai subsonik (dibawah kecepatan suara) maupun
supersonik (diatas kecepatan suara). Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan
bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali
tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan
bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu.
Pada percobaan pertama ini kita menggunakan kecepatan aliran yang subsonik
sehingga penjelasannya mengenai bagian divergen dibatasi untuk aliran subsonik.
Persamaan neraca energi untuk aliran adalah
dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja karena friksi kita dapatkan
dan
dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :
sehingga
2.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser
Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan
kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran
itu bisa subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 4
jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian
divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan
sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian
divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu. Pada
dasarnya, bilangan Mach digunakan untuk mengekspresikan kecepatan relatif suatu
pesawat terbang terhadap kecepatan suara. Dengan Mach number, kecepatan dibagi
menjadi empat wilayah yaitu:
1. Subsonik (Mach < 1)
2. Sonik (Mach = 1)
3. Transonik (0.8 < Mach < 1.3)
4. Supersonik (Mach > 1)
5. Hypersonik (Mach < 5)
Persamaan neraca energi untuk aliran adalah:
Dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja kita dapatkan :
V 1=√2(P0−P1)
ρ0 dan V 2=√2
(P0−P2 )ρ0
Dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :
A1 . V 1=A2 .V 2
Jadi :
P0−P2=( A1
A2)2
. (P0−P1)
Diffuser merupakan suatu cara untuk memperlambat laju fluida, sedangkan
kebalikannya adalah nozzle yaitu suatu cara untuk mempercepat laju fluida.
Gambar x. Skema Alat Diffuser
Persamaan Bernoulli:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 5P2−P1
ρ+
V 22−V 1
2
2=−ℑ
Δ ( Pρg
+z+ V 2
2 g )=−dW a,0
gdm−ℑ
g
Peningkatan tekanan yang disertai dengan penurunan kecepatan disebut
pressure recovery. Energi kinetik diubah sebagian menjadi injection work (ditunjukan
dengan bertambahnya tekanan) dan sebagian diubah menjadi friction heating.
Sangatlah mungkin unutk membuat diffuser dengan friction heating sekitar 1/10 dari
penurunan energi kinetik atau seperti yang telah diketahui, pressure recovery menjadi
90% dari kemungkinan terbesar membuat frictionless diffuser.
Konsep dari diffuser analog dengan cara memberhentikan sebuah mobil yang
bergerak cepat, pertama dengan cara membiarkannya terus melaju sampai puncak
teratas lalu mengubah energi kinetiknya menjadi sebuah energi potensial yang
berguna, kemudian memberhentikannya dengan menginjak rem yang akan mengubah
energi kinetik menjadi energi internal yang tidak begitu berguna.
Dari persamaan Bernoulli dapat dilihat bahwa aliran fluida yang bergerak
sangat cepat dapat mengubah energi kinetik menjadi energi potensial dengan
memanjat “gravity hill” menjadi injection work dengan memanjat “pressure hill” atau
menjadi energi internal dengan friction heating. Pada persamaan Bernoulli berlaku:
- Perubahanketinggiandan V1diabaikan
- Dengan asumsi kehilangan energy karena friksi diabaikan, walaupun
P2 lebih besar dari P1 tapi bagian ini sangat kecil dibandingkan dengan energy
kinetik.
Maka :
Pompa tidak melakukan kerja pada fluida ketika fluida telah meninggalkan ujung
blades sehingga
−dW a, 0
dm=0
Efisiensi dari saluran divergen atau diffuser boleh didefinisikan sebagai :
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 6
V 22
2=
−dW a, 0
dm
P2−P1
ρ=
V 22
2
η=C p
C pi
dimana
dan
Dalam percobaan, dengan mengkorelasikan Cp3 dengan Cp1 ,maka efisiensi
diffuser dapat didefinisikan sebagai :
Cpi merupakan koefisien pressure recovery untuk aliran ideal satu dimensi.
Persamaan di atas seringkali digunakan untuk mendefinisikan keadaan referensi
terhadap keadaan dimana performa diffuser nyata diukur.
2.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada
Pipa
Bilangan Reynold merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan
perbandingan gaya inersia terhadap gaya viskos pada suatu aliran fluida. Bilangan
Reynold juga menunjukkan karakteristik suatu aliran, yaitu laminar atau turbulen.
Besarnya bilangan Reynold suatu aliran di dalam pipa ditentukan oleh massa jenis
fluida, kecepatan aliran, viskositas, dan diameter pipa. Hubungan keempat besaran
tersebut terhadap nilai bilangan Reynold dinyatakan dengan persamaan
(2.3.1)
dengan Re : bilangan Reynold,
ρ : massa jenis,
η : viscositas/kekentalan,
v : kecepatan aliran,
D : diameter pipa.
Viskositas (μ) dari gas bergantung hanya pada suhu, dan berikut akan
diberikan viskositas yang berlaku untuk udara :
μ=1. 171 x 10−5 x (393θ+393 )( θ+273
273 )3/2
N . s/m2
(2.3.2)
di mana θ adalah suhu dalam oC.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 7
C p=P2−P1
1/2 ρV 2
C pi=1−( A1
A2)2
( P3−P2
P1−P2)
Bilangan tak berdimensi lainnya yang berhubungan dengan karakterisitik
aliran fluida faktor friksi. Faktor friksi untuk aliran dalam pipa/sakuran ditentukan
dengan persamaan
f =14 ( D
L ) ( P0−PL)1
2 ρV 2 (2.3.3)
Gambar ___. Aliran Udara Melalui Pipa
Untuk aliran fluida melalui pipa seperti pada gambar di atas, faktor friksi dapat
dihitung dengan persamaan
f =d ( P2−P3 )
4 lk ( P0−P1 ) (2.3.4)
sementara bilangan Reynold dapat ditentukan dengan persamaan
Re=ρd /μ√ 2 k (P0−P1)ρ (2.3.5)
Faktor friksi merupakan fungsi dari bilangan Reynold. Hubungan empirik
antara faktor friksi dan bilangan Reynold ditemukan oleh beberapa ilmuwan melalui
percobaan, diantaranya oleh Blasius yang mendapatkan hubungan
f =0 , 079( Re)−0 , 25(2.3.6)
yang dapat digunakan hingga bilangan Reynold sekitar 105. Selain oleh Blasius,
hubungan empirik lainnya juga ditemukan oleh Nikuradse-von-Karman yaitu
1√ f
=4,0⋅log10(Re⋅√ f )−0 ,396(2.3.7)
2.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice
Orifice adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju alir. Selain orifice
terdapat juga venturimeter. Venturimeter juga dapat digunakan untuk mengukur laju
alir. Alat ini lebih dahulu digunakan untuk keperluan pengukuran aliran. Orifice
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 8
merupakan flowmeter yang mempunyai beberapa keunggulan praktis dibanding
dengan venturi. Di antaranya adalah karena biayanya rendah, sederhana, mempunyai
ukuran fisik yang kecil, dan fleksibilitas untuk mengubah rasio throat terhadap
diameter pipa sehingga dapat mengukur laju alir dengan rentang cukup lebar. Namun,
orifice mengkonsumsi lebih banyak energi dalam bentuk pressure loss. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien discharge yang kecil (C berkisar 0,6 – 0,7)
dibandingkan koefisien pelepasan venturi yang berkisar antara 0,94 – 0,99 (Perry’s
Chemical Engineer’s Handbook).
Orifice lebih banyak diapakai karena meteran venturi mempunyai kelemahan
tertentu dalam praktek pabrik pada umumnya. Venturimeter cukup mahal, mengambil
tempat cukup besar, dan rasio diameter leher terhadap diameter pipa tidak fleksibel
untuk diubah-ubah. Untuk ukuran meteran tertentu dengan sistem manometer tertentu
pula, rentang laju alir yang dapat diukur terbatas. Apabila laju aliran berubah menjadi
lebih kecil, diameter leher menjadi terlalu besar untuk memberikan bacaan yang teliti.
Atau sebaliknya, jika laju alir diperbesar maka diameternya menjadi terlalu kecil
untuk dapat menampung laju aliran maksimum yang baru. Orifice dapat mengatasi
kelemahan meteran venturi, sehingga orifice lebih disukai pada praktek industri pada
umumnya.
Instalasi orifice sangat mudah, yaitu dengan memasangnya di antara flanges.
Rentang laju alir yang bisa diukur oleh orifice sangat lebar, karena kita bisa
menyesuaikan perbandingan antara diameter lubang orifice dengan diameter pipa.
Penyadap tekanan, satu di hulu dan satu di hilir orifice tersebut dipasang dan
dihubungkan dengan manometer atau peralatan pengukuran tekanan lainnya. Posisi
lubang sadap dapat dipasang sembarang, dan koefisien meteran tersebut bergantung
pada letak lubang sadap itu. Tiga cara yang biasa digunakan untuk menempatkan
lubang sadap disajikan pada tabel berikut
Jenis
sadap
Jarak penyadap
dari hulu orifice dari hilir orifice
Flens 1 in. 1 in.
Vena
kontrakta
1 diameter pipa (inside
diameter sebenarnya)
0,3 sampai 0,8
diameter pipa,
bergantung pada
Pipa 2,5 kali diameter nominal 8 kali diameter
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 9
pipa nominal pipa
Jenis penyadapan yang paling baik adalah pada daerah vena kontrakta karena
pada vena kontrakta terjadi pressure drop yang paling besar. Seperti ditunjukkan pada
gambar berikut, penurunan tekanan terjadi dengan sangat drastis ketika aliran fluida
melewati orifice. Namun, masih terjadi penurunan tekanan sampai mencapai
minimumnya di daerah vena kontrakta. Kemudian terjadi pemulihan tekanan secara
perlahan sampai akhirnya tekanan menjadi relatif konstan. Tekanan terakhir ini
nilainya berada di bawah tekanan awal sebelum fluida melewati orifice. Pressure loss
yang terjadi ini karena orifice ini relatif besar, sehingga ini menjadi kelemahan dari
orifice dibanding flowmeter lain seperti venturi dan nozzle.
Gambar 5.1. Orificemeter Dengan Ilustrasi Perbedaan Tekanan Didalamnya.
Kadangkala laju alir yang diukur dengan perhitungan sedikit lebih besar
daripada yang diamati. Hal ini terjadi karena faktor friksi dalam meter yang seringkali
kita anggap 0 dan fakta bahwa aliran tidak seluruhnya melewati bidang perpotongan
pipa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai yang lebih benar, digunakanlah suatu
koefisien empiris yaitu koefisisen pelepasan (coefficient of discharge, Cv) yang
nilainya tergantung hanya pada bilangan Reynold. Hubungan Cv dan tekanan sebagai
berikut:
ΔP=ρV
22
2Cv 2 (1− A22
A12)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 10
Koefisien Pelepasan
Koefisien pelepasan sering digunakan untuk mencari hubungan antara
piringan orifice dan nozzle. Koefisien pelepasan ini juga dapat diaplikasikan pada
venturimeter. Koefisien pelepasan ini menyatakan perbandingan antara aliran aktual
dengan aliran ideal. Nilai koefisien pelepasan yang rendah menandakan bahwa aliran
aktual lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai teoritisnya. Nilai koefisien pelepasan
dari orificemeter adalah 0,63 dan nilai koefisien pelepasan untuk venturimeter adalah
0,98. Perbedaan nilai koefisien pelepasan ini dikarenakan pressure drop yag tinggi
pada orificemeter yang disebabkan oleh perbedaan luas penampang secara tiba-tiba.
Gambar 5.2. Grafik perbandingan koefisien pelepasan dengan diameter pipa.
Aliran yang melalui jalur pipa dapat dinyatakan dalam persamaan yang digunakan
yaitu rumus koefisien pelepasan, yaitu
m.=C . a√ 2ρ (P2−P3 )
1−n2...................(2.4.1)
dimana,
a = luas orifice
n = perbandingan luas (d/d2)2
d = diameter orifice
C = koefisien pelepasan yang tergantung pada harga n dan hampir tak
tergantung NRe. Untuk aliran kompresibel, C dipengaruhi oleh (P2-P1)/P2
Untuk menghitung laju alir massa dapat digunakan persamaan:
m.=a1 .√2 ρ0 k (P0−P1) ................... (2.4.2)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 11
sehingga kuadrat harga m di persamaan 5.1 menjadi
2 . a12 . ρ0 . k ( P0−P1 )=C2 a2
1−n2 2 . ρ2( P2−P3 )................... (2.4.3)
Untuk diferensial tekanana yang rendah, perbedaan ρ0 dan ρ2 akan cukup rendah,
sehingga persamaan 5.3 menjadi
k (P0−P1 )=C2 11−n2
a2
a12 (P2−P3)
................... (2.4.4)
2.5. Percobaan 6: Kompresor
Kompresor adalah alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan suatu fluida/
gas dengan menurunkan volume dari fluida tersebut. Cara kerja kompresor
miripdengan pompa yaitu mengalirkan fluida dan menaikan temperatur dari fluida
tersebut.
Beberapa Jenis Kompresor
A. Reciprocating compressors . Kompresor ini menggunakan piston yang
digerakan oleh crankshaft. Piston-piston ini dapat bergerak atau diam, single
stage atau multi staged, dan dapat bekerja dengan bantuan mesin internal atau
motorelektronik. Kompesor ini sering ditemukan pada aplikasi otomotif.
B. Rotary compressors. Kompresor jenis ini memiliki beberapa kelemahan seperti
rumit, berat, mahal, dan hanya bisa digunakan untuk laju alir rendah. Dengan
adanya kenaikan tekanan dan gesekan antara fluida dengan dinding pipa maka
suhu fluida akan naik. Kenaikan suhu akan menimbulkan beberapa kerugian. Hal
ini dikarenakan volume spesifik dari fluida akan menjadi lebih besar.
Bertambahnya volume spesifik akan membuat kerja yang dibutuhkan untuk
memampatkan fluida per satuan massa akan menjadi lebih besar, dibandingkan
jika kompresi tersebut dilakukan secara isotermal.
C. Centrifugal compressors. Kompresor ini menggunakan piringan yang berputar
atau impeller untuk menaikkan kecepatan dari gas. Kompresor ini biasanya
digunakan pada industri petrokimia, pengilangan minyak, proses pengolahan gas
alam.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 12
D. Axial-flow compressors. Kompresor ini merupakan dinamic rotating kompresor
yang digunakan seperti kipas angin untuk mengkompres fluida kerja. Kompresor
ini digunakan untuk aliran yang tinggi dan design yang rapat.
Efisiensi
Efisiensi kompresor secara umum didefinisikan sebagai perbandingan antara kerja
kompresor isentropik dibandingkan dengan kerja kompresor nyata. Efisiensi terdiri
dari dua bagian yaitu efisiensi isotermal dan efisiensi secara total. Efisiensi isotermal
termodinamika hanya dipengaruhi oleh kondisi termodinamik yaitu suhu dan tekanan,
dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
ηtermo=( P3−P2
ρ0)(1− P3−P2
P0)
( γγ−1 )(R (θ3−θ2 ))
……(2.5 .1)
Sedangkan efisiensi isotermal keseluruhan dipengaruhi oleh laju alir massa dan
kecepatan poros kompresor, massa beban dan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
ηtotal=m
P3−P2
ρo(1−
P3−P2
2 Po)
ωTr ……(2.5 .2)
dengan
m=a1√2 ρo k (P0−P1¿)……(2.5 .3)¿
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 13
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran
1. Memyambungkan pipa kovergen-divergen ke kompresor.
2. Pada percobaan pertama, laju alir udara diatur pertama-tama pada 15 kg/s
3. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan
menggunakan manometer digital
4. Memvariasikan laju alir udara menjadi 15, 17, 19, 21, dan 23 kg/s
5. Pada percobaan kedua, laju alir udara diatur pertama-tama 30 kg/s
6. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan
menggunakan manometer digital
7. Memvariasikan laju alir udara menjadi 30, 35, 40, 45, dan 50 kg/s
3.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser
1. Memasang alat-alat sesuai dengan urutan yang benar.
2. Menggunakan manometer untuk pengukur P0-P1; P0-P2; dan P0-P3 dengan cara
memasukkan selang ke lubang pada titik 1, 2, dan 3.
3. Membuat variasi laju udara yaitu 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40, 45, 50 (semua
dalam satuan kg/s).
4. Mencatat tekanan yang terukur pada setiap titik.
3.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada
Pipa
1. Mengatur laju alir udara 32 kg/s, kemudian mengukur beda tekanan antara P0 –
P1, P0 – P2, dan P0 – P3 menggunakan manometer digital.
2. Mengulangi langkah di atas dengan memvariasikan laju alir udara sebesar 34
kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s.
3. Membuat tabel f, Re, log (f), log (Re), 1/√f dan log (Nre . √f).
4. Menggambar grafik log f vs log Re dan 1/Öf vs log (ReÖf)
5. Mencari tahu apakah hubungan empirik Blasius f = 0,079Re-1/4 dapat dipakai
dan pada range Ree berapa?
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 14
6. Mencari tahu apakah hubungan Nikuradse–von Karman 1/√f = 4 log (Nre . √f) –
0,396 dapat digunakan dan pada range berapa?
3.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice
1. Menyambungkan 2 pipa yang terdapat orifice di bagian sambungannya dan
memasangkannya ke kompresor
2. Menyiapkan manometer digital dengan mengalibrasinya, lalu mengatur satuan
tekanan yaitu psi
3. Mengatur laju alir sebesar 36 kg/s lalu menunggu selama 1 menit
4. Mengukur P0-P1, P0-P2 dan P0-P3 dengan manometer digital
5. Menulangi langkah 3-4 dengan memvariasikan laju alirnya yaitu 36, 38, 40, 42,
44 kg/s.
6. Menggambarkan grafik hubungan antara (P0-P1) terhadap P2-P3. Lalu
menentukan harga C dari kemiringan grafik tersebut.
3.5. Percobaan 6: Kompresor
1. Memasang pipa pada output kompresor dengan baik dan memastikan
pemasangan dilakukan dengan tepat dan kencang
2. Mengatur aliran udara pada 34 m/s, 36 m/s, 40 m/s, 44 m/s, 46 m/s, dan 48 m/s
agar memberikan perubahan-perubahan P0-P1yang sama
3. Memberikan beban yang bervariasi pada pangkal pipa (output kompresor), yaitu
34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram
yaitu 40 kg/s, untuk beban 80 gram yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46
kg/s, dan untuk beban 100 gram laju udaranya yaitu 48 kg/s
4. Menyambungkan manometer digital untuk mengatur tekanan pada ujung pipa
(P0-P1), tekanan pada tengah pipa (P0-P2), dan tekanan pada pangkal pipa(P0-
P3), dan megukur suhu input dan output kompresor dengan termometer digital
5. Membaca P0-P1,P0-P2,P0-P3, θ1(suhu masuk), θ2(suhu keluar), dan rpmpada
masing-masing laju alir udara
6. Menghitung efisiensi termodinamika dan efisiensi total
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 15
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 16
BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran
Tabel 4.1. Data Pengamatan Percobaan 1
Percobaan I bagian 1 Percobaan I bagian 2
Laju Udara
(kg/s)
Manometer (psi) Laju Udara
(kg/s)
Manometer (psi)
P0-P1 P0-P2 P0-P1 P0-P2
15 0 0.08 30 0 0.44
17 0 0.12 35 0 0.63
19 0 0.16 40 0.01 0.83
21 0 0.21 45 0.01 1.12
23 0 0.28 50 0.01 1.34
4.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser
Tabel 4.2. Data Pengamatan Percobaan 3
LajuUdara
(kg/s)
Manometer (psi)
P0-P1 P0-P2 P0-P3
15 0 0.08 0.02
17 0 0.12 0.03
19 0 0.16 0.04
21 0 0.21 0.05
23 0 0.28 0.06
30 0 0.44 0.1
35 0 0.63 0.15
40 0.01 0.83 0.21
45 0.01 1.12 0.27
50 0.01 1.34 0.34
4.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada
Pipa
Tabel 4.3. Data Pengamatan Percobaan 4
Laju Udara Beda Tekanan (psi)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 17
(kg/s) P0 – P1 P0 – P2 P0 – P3
32 0,04 0,08 0,11
34 0,05 0,09 0,13
36 0,05 0,10 0,15
38 0,06 0,12 0,18
40 0,07 0,13 0,18
4.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice
Tabel 4.4. Data Pengamatan Percobaan 4
Laju Udara (kg/s)Manometer (psi)
P0-P1 P0-P2 P0-P3
36 0.007 0.007 0.014
38 0.009 0.009 0.017
40 0.01 0.01 0.019
42 0.012 0.012 0.02
44 0.014 0.014 0.023
Diameter pipa dalam = 3.4 cm
Diameter pipa luar = 3.9 cm
Diameter orifice dalam = 1.9 cm
Diameter orifice luar = 3.9 cm
4.5. Percobaan 6: Kompresor
Tabel 4.5. Data Pengamatan Percobaan 5
Beban
(g)
Laju Udara
(kg/s)RPM Tin (0C) Tout (0C)
Manometer (psi)
P0-P1 P0-P2 P0-P3
50 34 1082 33,4 31,1 0,01 0,68 0,15
60 36 2310 33,5 31 0,01 0,75 0,17
70 40 2589 33,6 31,1 0,01 0,87 0,21
80 44 2882 33,7 30,8 0,01 1,10 0,28
90 46 3024 33,6 30,6 0,01 1,23 0,31
100 48 4707 33,5 30,8 0,02 1,35 0,33
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 18
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 19
BAB V
PENGOLAHAN DATA
5.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran
Dari data-data percobaan tersebut dapat dibuat grafik antara P0-P2 vs P0-P1
pada kedua percobaan.
Grafik 5.1.1. P0-P1 vs P0-P2 pada Percobaan I bagian 1.
Grafik 5.1.2. P0-P1 vs P0-P2 pada Percobaan I bagian 2.
Kecepatan aliran udara di setiap titik dapat ditentukan berdasarkan percobaan
ataupun secara teoritis. Kecepatan di titik 1 dan titik 2 untuk percobaan dapat
menggunakan persamaan neraca energi:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 20
Persamaan neraca energi diatasdapat disederhanakan dengan mengabaikan
kalor, kerja dan rugi kerja. Hasil penyederhanaannya adalah:
Menggunakan rumus tersebut, data-data di atas dapat digunakan untuk
menghitung kecepatan di masing-masing titik uji v1 dan v2. Massa jenis (ρ) fluida
yang beruba udara dapat ditentukan dengan menentukan Mr udara terlebih dahulu.
1 mol udara = 0.79 mol N2 + 0.21 mol O2
0.79 mol N2 = 22.12 gr
0.21 mol O2 = 6.72 gr
Mr udara = 22.12 gr/mol + 6.72 gr/mol
Mr udara = 28.84 gr/mol
Massa jenis udara didapatkan dengan mengasumsikan udara berada pada
kondisi ideal.
Setelah mendapatkan nilai kecepatan di masing-masing titik uji dari
percobaan, nilai P0-P2 teoritis dapat dievaluasi menggunakan persamaan least-square
pada grafik di atas. Persamaan least-square pada grafik di atas diturunkan dari
persamaan kecepatan di tiap titik dari neraca energi
dan
Persamaan kontinuitas m = A.v = konstan sehingga:
, dari kedua persamaan tersebut menghasilkan:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 21
Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P0-P1 sebagai sumbu x seperti
grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan perbandingan .
Nilai tersebut dapat digunakan mencari nilai v2 teoritis dengan
menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita bisa menghitung
kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan persamaan
Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan di di
tiap laju udara ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 5.1.1. Pengolahan Data Percobaan 1
Bagian 1
Laju Udara
(kg/s)
Manometer (Pa)v1 (m/s) v2 (m/s)
P0-P2 teoritis
(Pa)
v2 teoritis
(m/s)% error
P0-P1 P0-P2
15 0 551.6 0 30.58935 0.08 0.368385976 -
17 0 827.4 0 37.46415 0.12 0.451178835 -
19 0 1103.2 0 43.25987 0.16 0.520976443 -
21 0 1447.95 0 49.56041 0.21 0.596853497 -
23 0 1930.6 0 57.22743 0.28 0.689187054 -
Bagian 2
Laju Udara
(kg/s)
Manometer (Pa)v1 (m/s) v2 (m/s)
P0-P2 teoritis
(pa)
v2 teoritis
(m/s)% error
P0-P1 P0-P2
30 0 3033.8 0 71.73838 0 0 ~
35 0 4343.85 0 85.84115 0 0 ~
40 68.95 5722.85
10.8149
7 98.52905 3872.71465 81.05239355 21.56217
45 68.95 7722.4
10.8149
7 114.4549 3872.71465 81.05239355 41.21096
50 68.95 9239.3
10.8149
7 125.1923 3872.71465 81.05239355 54.45849
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 22
5.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser
Pada percobaan ini menggunakan manometer untuk membaca P0-P1; P0-P2; dan
P0-P3 di mana efisiensi saluran divergen/diffuser adalah rasio perbedaan tekanan
antara titik masuk dan titik keluar diffuser sehingga persamaan efisiensi diffuser yang
digunakan pada percobaan ini adalah:
η=P3−P2
P1−P2
dengannilai (P3-P2) dan (P1-P2) didapatkandari:
( P3−P2)=( P0−P2)−( P0−P3 )
( P1−P2 )=( P0−P2 )−( P0−P1)
Berikutadalahhsilpengolahan data daripercobaan 3:
Tabel 5.2.1. Pengolahan Data Percobaan 3
LajuUdara
(kg/s)
Manometer (psi)P3-P2 P1-P2
Efisiensi
(%)P0-P1 P0-P2 P0-P3
15 0 0.08 0.02 0.06 0.08 75.00%
17 0 0.12 0.03 0.09 0.12 75.00%
19 0 0.16 0.04 0.12 0.16 75.00%
21 0 0.21 0.05 0.16 0.21 76.19%
23 0 0.28 0.06 0.22 0.28 78.57%
30 0 0.44 0.1 0.34 0.44 77.27%
35 0 0.63 0.15 0.48 0.63 76.19%
40 0.01 0.83 0.21 0.62 0.82 75.61%
45 0.01 1.12 0.27 0.85 1.11 76.58%
50 0.01 1.34 0.34 1 1.33 75.19%
Efisiensi rata-rata 76.06%
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 23
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.40
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
f(x) = 0.756178696357942 x + 0.00229943528658633R² = 0.999769439266499
P1-P2 vs P3-P2
P1-P2 vs P3-P2 Linear (P1-P2 vs P3-P2)
P1-P2 (psi)
P3-P
2 (p
si)
Grafik 5.2.1. P1-P2 vs P3-P2
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan garis:
y=0.7562 x+0.0023
Dengan menganalogikan persamaan efisiensi diffuser menjadi:
( P3−P2)=η ( P1−P2 )
Untuk mendapatkan nilai efisiensinya dapat merata-ratakan antara η rata-rata
dengan η yang didapatkan dari grafik sehingga:
η=76.06 %+75.62 %2
η=75.84 %
5.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada
Pipa
Beda tekanan pada data hasil percobaan di atas harus dikonversi dulu
satuannya menjadi Pascal. Kemudian dapat dihitung variabel-variabel yang
diperlukan menggunakan persamaan berikut:
1. Perhitungan koefisien friksi
dengan:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 24
2. Perhitungan bilangan Reynold
dengan:
3. Persamaan Blasius
4. Persamaan Nikuradse von Karman
Tabel 5.3.1. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik oleh Blasius
Laju
Alir
(kg/s)
Beda Tekanan (Pa)(P2-P3) Re
f
(Blasius)log Re log f
(P0-P1) (P0-P2) (P0-P3)
32 275,79 551,58 758,42 206,84 40060,260,00559
14,6027 -2,2525
34 344,74 620,53 896,32 275,79 44788,730,00543
74,6512 -2,2646
36 344,74 689,48 1034,21 344,74 44788,730,00543
74,6512 -2,2646
38 413,69 827,37 1241,06 413,69 49063,590,00531
54,6908 -2,2745
40 482,63 896,32 1241,06 344,74 52994,74 0,00521
34,7242 -2,2829
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 25
Tabel 5.3.2. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik von Karman
Laju
Alir
(kg/s)
Beda Tekanan (Pa)(P2-P3) Re
log (Re
)(P0-P1) (P0-P2) (P0-P3)
32 275,79 551,58 758,42 206,84 40060,260,00148
46,701029 1,7743
34 344,74 620,53 896,32 275,79 44788,730,00158
37,006964 1,8507
36 344,74 689,48 1034,21 344,74 44788,730,00197
97,394604 1,9477
38 413,69 827,37 1241,06 413,69 49063,590,00197
97,552967 1,9872
40 482,63 896,32 1241,06 344,74 52994,740,00141
47,102348 1,8746
Grafik 5.3.1. Hubungan log(Re) versus log(f)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 26
Grafik 5.3.2. Hubungan
5.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice
Untuk mencari nilai discharge coefficient (C) pada orifice adalah dengan
menggunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut:
12
ρ2 v22+P2=
12
ρ3 v32+P3 … (5.4 .1 )
Persamaan Kontinuitas:
ρ2 A2 v2=ρ3 A3 v3 …(5.4 .2)
Dengan mengasumsikan ρ2=ρ3, maka persamaan (5.4.2) menjadi:
v2=v3A3
A2=v3
d32
d22 … (5.4 .3)
Bila persamaan (5.4.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.4.1), maka didapatkan
persamaan:
P2−P3=12 ρ3 v3
2(1−d32
d22 )
v3=√ 2 ( P2−P3 )
ρ(1−d32
d22 )
…(5.4 .4)
Bila dikembalikan ke persamaan kontinuitas untuk area setelah orifice, persamaan
menjadi:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 27
y m x
m=Cp A3 v3=C A3 √ 2 ρ ( P2−P3 )
(1−d3
2
d22 )
=C A3 √ 2 ρ (P2−P3 )(1−n2 )
… (5.4 .5)
Di sisi lain, persamaan Bernoulli untuk area sebelum orifice (yang mencakup area
sebelum dan sesuadah masuk pipa) adalah sebagai berikut:
P0=12
ρ1 v12+P1
P0−P1=12
ρ1 v12
v1=√ 2ρ ( P0−P1 ) …(5.4 .6)
Maka persamaan Kontinuitasnya adalah:
m=ρ 1 A1 v1=A1 √2ρ1 ( P0−P1) … (5.4 .7)
Bila kedua persamaan laju alir massa yang telah ditemukan ini disamakan (asumsi
steady state), dan nilai densitas udara dianggap sama di segala tempat, maka didapat
persamaan berikut:
A1 √2 ρ1 ( P0−P1 )=C A3 √ 2 ρ ( P2−P3 )(1−n2 )
A12 ( P0−P1 )=C2 A3
2 ( P2−P3 )(1−n2 )
( P0−P1)=C2 A32
A12 (1−n2 )
( P2−P3 ) …(5.4 .8)
Plot persamaan (5.4.8) sebagai persamaan linear, dimana (P0-P1) sebagai y, (P2-P3)
sebagai nilai x, dan nilai C2 A32
A12 (1−n2 )
sebagai slope.
Berikut table data yang akan diplot pada grafik:
Tabel 5.4.1. Pengolahan Data Percobaan 5
Laju Udara (kg/s)Manometer (Pa)
P0-P1 P0-P2 P0-P3 P2- P3
36 48.26332 48.26332 96.52664 48.26332
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 28
38 62.05284 62.05284 117.2109 55.15808
40 68.9476 68.9476 131.0004 62.05284
42 82.73712 82.73712 137.8952 55.15808
44 96.52664 96.52664 158.5795 62.05284
20 30 40 50 60 70 80 90 100 1100
10
20
30
40
50
60
70
f(x) = 0.226027397260273 x + 40.3296235616439R² = 0.532778864970645
Series2Linear (Series2)Linear (Series2)Linear (Series2)
P2-P3
P0-P
1
𝑃2 − 𝑃3
Grafik 5.4.1. Hubungan P2-P3 vs P0-P1
0.511=C 2 A32
A12 (1−n2 )
0.511=C 2 0.25× π × 0.02542
0.25 × π × 0.038121
(1−0.667 )
0.226=0.5172C2
C=0.661
5.5. Percobaan 6: Kompresor
Mengkonversi satuan tekanan psia menjadi Pa ; 1 psia = 6894,76 Pa
Tabel 5.5.1. Konversi Data Pengamatan Percobaan 6
Beban
(g)
Laju
Udara
(kg/s)
RPM Tin (0C) Tout (0C)
Manometer (psi)
P0-P1 P0-P2 P0-P3
50 34 1082 33,4 31,1 68,95 4688,44 1034,21
60 36 2310 33,5 31 68,95 5171,07 1172,11
70 40 2589 33,6 31,1 68,95 5998,44 1447,90
80 44 2882 33,7 30,8 68,95 7584,24 1930,53
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 29
90 46 3024 33,6 30,6 68,95 8480,55 2137,38
100 48 4707 33,8 30,8 137,90 9307,93 2275,27
Mencari P3−P2
P3−P2=(P0−P2)−(P¿¿0−P3)¿
Tabel 5.5.2. Pengolahan Data Percobaan 6
Beban
(g)
Laju
Udara
(kg/s)
RPMΔT
(0C)
Manometer (psi)
P0-P2 P0-P3 P3-P2
50 34 1082 2,304688,43
71034,214 3654,22
60 36 2310 2,50 5171,07 1172,109 3998,96
70 40 2589 2,505998,44
11447,9 4550,54
80 44 2882 2,907584,23
61930,533 5653,70
90 46 3024 3,008480,55
52137,376 6343,18
100 48 4707 3,009307,92
62275,271 7032,66
Mencari properti udara
Tekanan (Pa) 101325
BM (kg/mol) 0,029
R (m3Pa/mol. K) 8,314
T (K) 298
ρ (kg/m3) 1,180
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 30
Mencari Efisiensi Isotermal Termodinamika
ηtermo=( P3−P2
ρ0)(1− P3−P2
P0)
( γγ−1 )(R (θ3−θ2 ))
dimana ,
γ=1,4
θ3−θ2=T out−T ¿
Tabel 5.5.3. Pengolahan Data Percobaan 6
P3−P2
ρ01−
P3−P2
P0
γγ−1
R (θ3−θ2 ) η
3096,79
90,964 3,5 19,122 44,602
3388,95
00,961 3,5 20,785 44,747
3856,39
10,955 3,5 20,785 50,630
4791,27
40,944 3,5 24,111 53,609
5375,57
60,937 3,5 24,942 57,723
5959,87
70,931 3,5 24,942 63,533
Mencari nilai laju alir massa (m) dalam kg/s
m=a1√2 ρo k (P0−P1¿)¿
Dengan a1 = luas penampang
Diameter (m) 0.051
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 31
Luas penampang (m2) 0.002
Densitas(kg/m3) 1.180
k (manometer digital) 1
P0-P1(psi) m (kg/s)
0,01 0,000307
0,01 0,000307
0,01 0,000307
0,01 0,000307
0,01 0,000307
0,02 0,000435
Mengubah satuan ω dari RPM menjadi rad/s
Dimana 1 rpm = 0,1047 rad/s
RPM rad/s
1082113,31
0
2310241,91
0
2589271,12
8
2882301,81
2
3024316,68
2
4707492,93
1
Mencari nilai F
F=mbeban . g
Beban
(g)
Beban
(kg)
Gaya
Berat
(N)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 32
50 0,05 0,49
60 0,06 0,588
70 0,07 0,686
80 0,08 0,784
90 0,09 0,882
100 0,10 0,98
Mencari nilai Tr
Tr=F xl
l= jarak antara garis sumbu motor dengan pemberat 0.342 m
Gaya
Berat
(N)
Tr
(Nm)
0,490 0,168
0,588 0,201
0,686 0,235
0,784 0,268
0,882 0,302
0,980 0,335
Mencari efisiensi isothermal keseluruhan
ηtotal=m
P3−P2
ρo(1−
P3−P2
2 Po)
ωTr
Tabel 5.5.4. Pengolahan Data Percobaan 6
m (kg/s) ω (rad/s)Tr
(Nm) P3−P2
ρo1−
P3−P2
2 Po
ηtotal
(%)
0,000307 0,490 0,168 3096,799 0,982 11,378
0,000307 0,588 0,201 3388,950 0,980 8,632
0,000307 0,686 0,235 3856,391 0,978 7,197
0,000307 0,784 0,268 4791,274 0,972 6,808
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 33
0,000307 0,882 0,302 5375,576 0,969 6,014
0,000435 0,980 0,335 5959,877 0,965 7,611
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap P3-P2
0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.000430.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
7000.00
8000.00
f(x) = 715.08510857143 x + 2702.74592R² = 0.980679492427343
Grafik m vs P3-P2
m (kg/s)
P3-P
2 (P
a)
Grafik 5.5.1. Hubungan m vs P3-P2
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap ω.Tr
0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.000430
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
f(x) = 0.0492685200000002 x + 0.02189712R² = 0.990607572644556
Grafik m vs ω.Tr
m (kg/s)
ω.T
r
Grafik 5.5.2. Hubungan m vs ω.Tr
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 34
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi
Isotermal Termodinamika (ηtermo)
0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.000430.000
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
f(x) = 3.90178424083883 x + 38.8177014051562R² = 0.964517523504151
Grafik m vs 𝜼𝒕 𝒆𝒓 𝒎𝒐
m (kg/s)
𝜼𝒕𝒆𝒓𝒎𝒐
(%)
Grafik 5.5.3. Hubungan m vs 𝜼𝒕𝒆𝒓𝒎𝒐
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi
Isotermal Keseluruhan (ηtotal)
0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 0.000430.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
f(x) = − 0.773794760846711 x + 10.6480840113477R² = 0.583571355688179
Grafik m vs 𝜼𝜼otal
m (kg/s)
𝜼𝒕ot
al (%
)
Grafik 5.5.4. Hubungan m vs 𝜼𝒕otal
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 35
BAB VI
ANALISIS
6.1. Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran
6.1.1. Analisis Percobaan
Percobaan 1 dalam Praktikum Compressible Flow ini bertujuan untuk
menunjukkan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran
konvergen dan divergen. Percobaan ini adalah pengukuran nilai P0-P1 dan P0-
P2 dilakukan dengan cara melakukan variasi pada laju alir udara dengan
memvariasikan daya motor pada kompresor. Semakin besar daya motor pada
kompresor tersebut, maka kecepatan tangensial kompresor akan semakin
besar, sehingga nantinya laju alir udara menjadi lebih besar karena kompresor
akan menarik udara dengan semakin kuat.
Input variabel pada percobaan ini yaitu interval laju alir. Percobaan I
bagian 1 interval laju alirnya relatif lebih kecil yaitu 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s,
21 kg/s, dan 23 kg/s. Tekanan yang diukur yaitu pada titik 1 (P1) dan titik 2
(P2) pada pipa relatif terhadap P0. Bagian 2 dari percobaan ini, laju alir udara
atau input variabelnya lebih besar, berkisar 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s,
dan 50 kg/s. Manometer yang digunakan adalah manometer digital.
6.1.2. Analisis Data dan Hasil
Dari percobaan ini praktikan mendapatkan variasi data P1-P0 dan P2-P0
pada 2 buah interval laju alir. Data untuk P0-P1, perubahan tekanannya yang
didapat justru cenderung konstan seiring dengan meningkatnya laju alir.
Begitu pula dengan P0-P2, perubahan tekanannya meningkat seiring dengan
meningkatnya laju alir.
Pada bagian 2, untuk P0-P1 data yang diperoleh adalah perubahan
tekanan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir. Perubahan
tersebut terlihat cukup signifikan. Begitupun dengan P0-P2 yang meningkat
seiring dengan meningkatnya laju alir.
Berdasarkan data percobaan bagian 1 dan bagian 2 dapat disajikan
dalam grafik P0-P2 sebagai fungsi P0-P1. Grafik praktikan sajikan dalam satuan
psi, sesuai dengan setting dari manometer digital. Pada bagian pertama, dalam
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 36
interval laju alir menghasilkan profil output seperti terlihat dalam bagian
pengolahan data. Dari kedua grafik tersebut praktikan dapat menggunakan
persamaan linearnya untuk mencari kecepatan di titik 2 teoritis. Namun hasil
yang didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu
x=0, disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah
menunjukkan hasil yang konstan, yaitu = 0 psi.
Pada bagian kedua, interval laju alir yang digunakan cukup besar yaitu
25 kg/s,30 kg/s,35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s menghasilkan profil output seperti
terlihat dalam bagian pengolahan data. Hasilnya grafik tersebut berupa garis
lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535.
Perhitungan dimulai dari persamaan kontinuitas yang digunakan untuk
membandingkan keadaan tekanan pada posisi 1 dan 2. Karena nilai a1 > a2,
maka berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding
dengan v1 dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini
terbukti pula dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P0 selalu
konstan maka dapat disimpulkan bahwa P1 > P2.
Karenanya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear
dengan gradien positif. Artinya dengan kenaikan nilai P0-P1, maka nilai P0-P2
juga akan naik. Persamaan garis untuk kedua percobaan ini sama, karena nilai
variasi laju alir udara sama untuk kedua percobaan, dan fluida yang mengalir
juga sama yaitu udara.
Nilai P0-P1 yang sebanding dengan P0-P2 dapat dibuktikan sebagai
berikut :
m . Δ [ Pρ
+ v2
2+Cv .T ]=Q−W 2−W f
Dengan mengabaikan panas, kerja, dan rugi kerja, maka kita
mendapatkan:
dan
Persamaan kontinuitas, m=ρ .a .V =konstan , maka didapatkan
hubungan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 37
Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P0-P1 sebagai sumbu x
seperti grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan
perbandingan . tersebut dapat digunakan mencari nilai v2
teoritis dengan menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita
bisa menghitung kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan
persamaan:
Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan
di ditiap laju udara. Berdasarkan rumus berikut ini:
, terbukti bahwa P0-P2 berbanding lurus dengan P0-P1. Persamaan di atas
adalah persamaan aliran inkompresibel. Pada aliran gas, tekanan di tiap titik
bervariasi, sehingga asumsi densitas konstan harus dikoreksi dalam
perhitungan. Namun, asumsi densitas konstan tersebut tetap dapat digunakan
untuk perhitungan apabila kecepatan aliran kecil dibandingkan kecepatan
suara.
Jika fluida adalah kompresibel, maka ketika fluida melewati bagian
konvergen, fluida tersebut akan terkompresi sehingga densitasnya menjadi
meningkat. Bisa dikatakan bahwa untuk laju alir massa fluida (udara) konstan,
maka pada saat fluida melewati bagian konvergen dan tiba di titik 2, densitas
fluida kompresibel lebih besar daripada densitas fluida inkompresibel.
Perbedaan densitas ini akan berpengaruh kepada kecepatan fluida ketika
melalui bagian konvergen. Hubungan laju alir massa m dengan densitas
terlihat pada persamaan:
m = r.v.A
sehingga kecepatan fluida kompresibel lebih kecil daripada kecepatan fluida
inkompresibel. Hal ini kemudian berakibat tekanan absolut di titik 2 (P2) untuk
fluida kompresibel lebih besar daripada tekanan absolut (P2) untuk fluida
inkompresibel.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 38
Untuk kondisi kompresibel, maka kita harus menghubungkan densitas
dengan suhu dan tekanan. Hubungan yang paling sederhana adalah persamaan
gas ideal :
P= R . ρ . TM
Dalam percobaan ini penambahan laju alir udara dalam kompresor
dilakukan dengan cara memperkecil penghambatan keluaran pada kompresor.
Karena pada percobaan dilakukan memperkecil penghambatan output pada
kompresor, maka terlihat dalam data bahwa harga (P0 - P1) dan (P0−P2 ) semakin besar. Hal ini dikarenakan pengurangan penghambatan output maka
akan memperbesar laju alir. Sesuai dengan hubungan bahwa laju alir dan
tekanan berbanding terbalik maka P1 dan P2 menurun sehingga (P0−P1 ) dan
(P0−P2 ) meningkat.
Berdasarkan perhitungan data, dapat kita lihat bahwa kecepatan laju
alir udara di titik 2 lebih besar daripada di titik 1. Hal tersebut dikarenakan
tekanan di titik 2 lebih kecil daripada tekanan di titik 1. Dari pengamatan ini
dapat disimpulkan bahwa pipa konvergen-divergen tersebut dapat mengubah
tekanan sehingga terjadi pressure drop dan kita dapat menghitung laju alir
udara di pipa.
6.1.3. Analisis Grafik
Persamaan yang digunakan untuk membandingkan keadaan tekanan
pada posisi 1 dan 2 adalah persamaan kontinuitas. Karena nilai a1 > a2, maka
berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding dengan v1
dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini terbukti pula
dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P0 selalu konstan maka
dapat disimpulkan bahwa P1 > P2.
Seharusnya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear
dengan gradien positif. Namun pada percobaan bagian 1, hasil yang
didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu x=0,
disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah menunjukkan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 39
hasil yang konstan, yaitu = 0 psi. Grafik tersebut pun tidak dapat dilihat
gradient serta nilai R2 nya.
Sementara pada percobaan bagian 2, menghasilkan grafik tersebut
berupa garis lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535. Gradien
yang didapatkan adalah m=56.167 dengan R2=0.717. Nilai R2 yang didapatkan
jauh dari 1, karena disebabkan oleh data pengamatan P0-P1 yang aneh karena
hanya naik sekali, yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s.
Secara teoritis, pengamatan harus menunjukkan bahwa dengan kenaikan nilai
P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik.
6.1.4. Analisis Kesalahan
Pada percobaan ini terdapat kesalahan yang cukup besar terlihat.
Kesalahan tesebut adalah nilai P0-P1 yang konstan = 0 pada percobaan bagian
1. Selain itu, pada percobaan ke 2, nilai P0-P1 juga tidak naik secara signifikan,
hanya naik sekali yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s.
Hal tersebut menyebabkan grafik yang dihasilkan menjadi aneh. Bahkan pada
percobaan bagian 1 didapatkan grafik x=0 dengan gardien dan nilai R2 yang
tidak bisa ditentukan. Sementara pada percobaan bagian 2, didapatkan grafik
yang memiliki persamaan y=56.167x + 0.535, dengan gradien yang didapatkan
m=56.167 dan nilai R2=0.717. Grafik yang aneh tersebut didapatkan karena
nilai P0-P1 yang teramati memang cukup aneh karena cenderung konstan.
Penyimpangan tersebut terbukti oleh nilai simpangan pada grafik yang
tidak sama dengan 1 (R<1). Penyimpangan yang terjadi pada percobaan ini
disebabkan manometer digital yang sedikit bermasalah dengan baterainya.
Kondisi baterai manometer digital telah kurang baik dan nyaris habis pada saat
praktikum. Hal tersebut menyebabkan tampilan nilai tekanan pada manometer
tidak menunjukkan hasil yang akurat.
Selain itu, kesalahan yang terjadi juga diakibatkan oleh settingan
manometer digital yang diset pada satuan psi. Hal tersebut menyebabkan
segala perubahan tekanan yang terjadi tidak terlalu terlihat, karena satuannya
yang besar dan tidak dapat memperhitungkan perbedaan atau jangkauan yang
kecil. Jika manometer diset pada satuan yang lebih kecil seperti Pascal,
mungkin akan lebih terlihat perbedaan tekanan yang terjadi.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 40
6.2. Percobaan 3: Efisiensi Difuser
6.2.1. Analisis Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh kompresi pada
aliran udara di dalam saluran konvergen-divergen. Penggunaan bagian
konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan
menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran itu bisa
subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua
jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan
bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan
kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan
penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang
lebih dari satu karena bilangan Mach yang lebih dari satu menunjukkan aliran
supersonik.
Percobaan 3 ini memvariasikan laju alir untuk mendapatkan tekanan di
titik 1, 2, dan 3. Laju alir yang digunakan adalah 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40,
45, dan 50 kg/s. Percobaan 3 variasi data yang diambil dilakukan dengan
mengubah-ubah daya motor pada kompresor sehingga didapatkan laju alir
udara yang berbeda-beda. Kompresor berfungsi sebagai alat yang memberikan
udara sebagai umpan pada saluran.
Tekanan yang diukur pada percobaan inilah tekanan padatitik 1
(P1),titik 2 (P2), dan titik 3 (P3) pada pipa relatif terhadap Po (tekanan udara
luar). Tujuan untuk mengukur diketiga titik adalah untuk mendapatkan nilai
dari P3-P2 dan P1-P2. Yang digunakan untuk menghtiung efisiensi dari difuser.
Karena hasil ini akan lebih akurat jika dibandingkan dengan mengukur secara
langsung nilai dai P3-P2 dan P1-P2.
6.2.2. Analisis Data dan Hasil
Percobaan tiga ini menghitung besar P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 dengan
menggunakan manometer dimana perbedaan tekanan ini digunakan untuk
menentukan efisiensi saluran divergen/diffuseryang merupakan rasio
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 41
perbedaan tekanan antara yang masuk dan keluar diffuser, sehingga persamaan
efisiensi diffuser yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
η=P3−P2
P1−P2
Dilihat dari persamaan diatas kita membutuhkan nilai dari P3−P2 dan
P1−P2, maka diperlukan pengolahan data seperti dibawah ini:
( P3−P2)=( P0−P2)−( P0−P3 )
( P1−P2 )=( P0−P2 )−( P0−P1)
Efisiensi difuser merupakan alat pengukur untuk menyatakan performa
nyata difuser. Nilai efisiensi akan semakin besar apabila P3semakin besar
dibandingkan P1 atau P1semakin kecil dengan acuan P2. Efisiensi difuser akan
bernilai 100% jika P3=P1. Artinya, tidak ada perubahan tekanan fluida ketika
melewati kerongkongan difuser. Namun, dalam keadaan nyata, hal ini
mustahil terjadi disebabkan adanya konversi energi ke dalam bentuk lain
seperti energi panas karena friksi, akibatnya P3<P1.
Jika dilihat sekilas dari pengolahan data diatas dapat disimpulkan
bahwa efisiensi difuser akan meningkat seiring dengan naiknya laju alir fluida.
Hal ini akan dijelaskan pada bagian dibawah ini.
Efisiensi difuser dipengaruhi oleh 2 faktor. Parameter pertama adalah
sifat fluida yang digunakan dan laju alir masa fluida.
1. Sifat Fluida yang Digunakan
Kecilnya efisiensi difuser yang didapatkan, antara lain disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu sifat fluida yang digunakan, apakah kompresibel
atau inkompresibel. Fluida yang memiliki efisiensi yang lebih kecil
daripada fluida inkompresibel adalah fluida yang kompresibel seperti pada
percobaan. Hal ini dikarenakan pada aliran kompresibel tekanan yang
masuk (P1) akan berbeda dengan tekanan yang keluar (P3) karena adanya
perubahan densitas. Sedangkan untuk aliran inkompressibel, perbedaan
tekanan masukan dan keluaran difuser sangat kecil dan bisa dianggap tak
ada perbedaan karena diameter masukan dan keluaran adalah sama.
Harga (P3−P2) pada aliran kompresibel akan lebih kecil
dibandingkan (P3−P2) pada aliran inkompresibel dan harga (P1−P2) pada
aliran kompresibel akan lebih besar daripada harga (P1−P2) pada aliran
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 42
inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel lebih kecil daripada
efisiensi aliran inkompressibel.
2. Laju alir masa Fluida
Laju alir massa fluida yang besar menandakan kecepatan fluida
yang besar pula. Jika aliran fluida kecepatannya makin besar maka aliran
fluida akan semakin turbulen. Semakin aliran itu turbulen, maka kehilangan
energi akibat friksi akan semakin kecil sehingga efisiensi naik. Dan dapat
disimpulkan bahwa efisiensi difuser meningkat jika lajur alir meningkat.
6.2.3. Analisis Grafik
Percobaan ini menghasilkan satu buah grafik yang
menunjukkanefisiensi diffuser denganpengukuranmenggunakan manometer.
Grafik yang dibuat adalah hasil plot antaraP1−P2sebagai sumbu x dan P3−P2
sebagai sumbu y. Terlihat bahwa grafik berbentuk linear dengan gradien
positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan P3−P2berbanding lurus dengan P1−P2.
Dari grafik yang dihasilkan mempunyai nilai R2 yang sangat mendekati
satu. Hal ini menunjukan bahwa data yang didapatkan mendekati benar karena
grafik mempunyai persamaan yang linear.Berdasarkan persamaan garis yang
didapatkan untuk manometer tabung miring, didapatkanpersamaangrafik:
y=0.7562 x+0.0023
( P3−P2)=η ( P1−P2 )
6.2.4. Analisis Kesalahan
Dalam percobaan ini tak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi
kesalahan. Beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan padapercobaan ini
adalah:
- Alat pembaca tekanan yang baterainya habis.
Praktikan mengetahui hal ini karena saat bertanya dengan asisten
laboratorium, tanda-tanda bahwa baterainya habis adalah alat menunjukkan
variasi angka yang tidak jelas dan selalu berubah-ubah. Untuk menangani
hal ini, kelompok praktikan mematikan alat saat tidak digunakan dan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 43
menyalakan kembali saat ingin digunakan. Walaupun saat baru dinyalakan
alat dapat digunakan dengan baik, tetapi sempat beberapa kali mengalami
kerusakan.
6.3. Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada
Pipa
6.3.1. Analisis Percobaan
Percobaan 4 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koefisien
friksi dengan bilangan Reynold pada aliran dalam pipa. Percobaan dilakukan
dengan mengalirkan udara dengan laju alir tertentu ke dalam pipa yang
mempunyai ukuran dan kekasaran terntentu. Kemudian mengukur pressure
drop di antara titik-titik di dalam pipa untuk menentukan harga koefisien friksi
dan bilangan Renoldnya. Pada percobaan ini, laju alir udara divariasikan
sebesar 32 kg/s, 34 kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s, tujuannya untuk
mendapatkan kecepatan udara yang bervariasi, sehingga didapatkan bilangan
Reynold yang bervariasi pula. Pressure drop diukur diantara tekanan udara di
luara pipa dengan titik-titik di dalam pipa, yaitu .
Pada persamaan (2.3.4) nilai menggambarkan besarnya gaya
friksi, sedangkan menggambarkan kecepatan aliran (energi kinetik)
udara. Besarnya digunakan pada persamaan tersebut, karena di antara
titik 0 dan 1 belum terbentuk gradien kecepatan, sehingga titik tersebut
merupakan daerah dengan kesalahan pengukuran minimum. Pada persamaan
(2.3.4) untuk menghitung friksi digunakan harga , nilainya didapat
dari selisih antara dengan . Nilai P2 – P3 digunakan pada
persamaan tersebut karena di antara titik 2 dan 3 aliran sudah membentuk
gradien kecepatan yang seragam dan boundary layer telah terbentuk
sempurna, sehingga akan menghasilkan bilangan Re yang seragam. Daerah
antara titik 1 dan 2 disebut developing section, sedangakan daerah antara titik
2 dan 3 disebut fully developed section.
6.3.2. Analisis Data dan Hasil
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 44
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa semakin besar
laju alir udara, maka pressure drop (baik )
yang dihasilkan semkin besar. Selain itu dapat dilihat juga juga bahwa pada
laju alir yang sama, pressure drop semakin besar pada titik yang lebih jauh
dari mulut pipa , hal ini terjadi karena semakin
jauh dari inlet pipa, friksi semakin besar sehingga menyebabkan pressure drop
yang semakin besar pula.
Data bilangan Reynold yang diperoleh dari percobaan ini nilainya
40000-53000. Persamaan Blasius berlaku untuk aliran dengan bilangan
Reynold 2,1×103 < Re < 105, sedangkan persamaan Nikuradse-von Karman
berlaku untuk aliran dengan bilangan Reynold 4×103 < Re < 3,4×106. Artinya
hubungan empirik Re dengan f pada percobaan ini dapat dilakukan dengan
persamaan Blasius maupun Nikuradse-von Karman. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa besarnya koefisien friksi berbanding terbalik dengan
bilangan Reynold.
6.3.3. Analisis Grafik
Hasil pengolahan data dapat dibuat menjadi dua macam grafik. Grafik
(5.3.1) adalah grafik log Re versus log f. Grafik tersebut menunjukkan bahwa
nilai log Re berbanding terbalik terhadap nilai log f, atau dapat dikatakan nilai
Re berbanding terbalik secara logaritmik terhadap nilai koefisien friksi. Grafik
(5.3.1) didapat dengan menggunakan hubungan empirik oleh Blasius. Kurva
linear pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa persamaan Blasius dapat
digunakan pada percobaan ini. Berdasarkan grafik ini, dapat dikatakan,
semakin besar Re (semakin turbulen), koefisien friksi semakin kecil (friksinya
semakin kecil), namun berdasarkan literatur hubungan ini hanya berlaku pada
2,1×103 < Re < 105.
Grafik (5.3.2) menunjukkan hubungan ,
terlihat bahwa nilai berbanding lurus dengan Hal ini sesuai
dengan persamaan Nikuradse-von Karman, yaitu:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 45
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa nilai berbanding lurus
terhadap . Grafik ini juga membentuk kurva linear, artinya
persamaan Nikuradse-von Karman dapat digunakan pada percobaan ini.
6.3.4. Analisis Kesalahan
Dari data yang telah diolah, didapatkan bahwa pada laju alir 32 kg/s
dan 34 kg/s harga bilangan Reynoldnya sama, sehingga pada grafik (5.3.1)
hanya terdapat 4 titik. Padahal secara teori, menggunakan persamaan
kontiunutas, semakin besar laju alir, semakin tinggi kecepatan aliran,
akibatnya nilai Re semakin besar. Selain itu, nilai P2 – P3 pada laju alir 40 kg/s
lebih kecil dibandingkan pada laju alir 38 kg/s, padahal seharusnya lebih besar.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat terjadi akibat kurang telitinya skala
pengukuran tekanan yang digunakan praktikan. Praktikan menggunakan
satuan psi, sehingga pembacaan tekanannya kurang teliti, akibatnya kenaikan
pressure drop yang kecil tidak dapat terbaca.
6.4. Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice
6.4.1. Analisis Percobaan
Pada percobaan 5 ini mengenai aliran melalui orifice bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara laju alir dengan beda tekanan pada orifice. Pada
percobaan ini, praktikan mengukur tekanan P0-P1(dekat masukan udara ke
pipa), P0-P2(tepat sebelum orificemeter), dan P0-P3(sesudah orificemeter)
dengan memvariasikan laju alir udara yaitu 36 kg/s, 38 kg/s, 40 kg/s, 42 kg/s,
dan 44 kg/s. Untuk mencari beda tekanan orifice, selisihkan P0-P3 dan P0-P2,
sehingga didapat P3- P2, sehingga dapat dilihat hubungan antara laju alir
dengan beda tekanan orifice.Tujuan selanjutnya dari percobaan ini adalah
menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orifice yang
digunakan. Koefisien pelepasan ialah bilangan yang menunjukkan rasio antara
massa fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Nilai ini dapat dicari dengan
rumus dasar dari persamaan Bernoulli dan Kontinuitas.
Untuk melakukan percobaan ini, praktikan menggabungkan 2 buah pipa
yang diantara sambungannya diberi sebuah plat orifice. Kemudian, disambungkan
dengan kompresor. Kompresor tersebut berfungsi sebagai penarik udara,
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 46
sehingga udara luar akan masuk melalui pipa dengan laju alir tertentu. Praktikan
memvariasikan laju alir udara yang masuk yang telah disebutkan di awal. Setelah
laju alir di set, kompresor dibiarkan selama 1 menit sebelum pengukuran
dilakukan yang bertujuan agar aliran udara di dalam pipa dalam keadaan
homogen, sehingga perbedaan tekanan yang diukur pada setiap titik dalam
keadaan laju alir yang sama. Lalu, mengukur P0-P1, P0-P2, dan P0-P3
menggunakan manometer digital yang dihubungkan dengan selang kecil.
Sebelum digunakan, manometer dilakukan kalibrasi . Kemudian, langkah
percobaan diulang untuk laju alir yang berbeda untuk memperoleh variasi data
dan melakukan perhitungan konstanta pelepasan orifice.
6.4.2. Analisis Data dan Hasil
Berdasarkan data yang didapat melalui percobaan, dapat diketahui
semakin besar laju alir maka pressure drop akan semakin besar pula. Adanya
pressure drop ini karena aliran yang awalnya melalui saluran yang luas tiba-tiba
memasuki orifice (area vena contracta). Vena contracta adalah bagian dari saluran
yang semakin mengecil. Sesuai dengan hukum kontiunitas maka untuk
mengalirkan massa yang sama namun dengan luas penampang yang mengecil
maka laju alir massa akan menjadi lebih besar. Meningkatnya laju alir massa ini
menyebabkan terjadinya tekanan yang rendah. Selain karena berubahnya
kecepatan, pressure drop juga terjadi friksi dari saluran. Semakin panjang saluran
maka pressure drop yang dialami fluida akan semakin besar (P0-P1 < P0-P3).
Sedangkan jika pengukuran dilakukan di titik dimana dekat dengan udara
atmosfer keci (P0-P1), friksi yang terjadi semakin kecil, yang menyebabkan nilai
beda tekanannya juga.
Dalam percobaan ini aliran diasumsikan sebagai suatu aliran
inkompressibel. Asumsi ini bisa dilakuakn karena perubahan tekanan yang relatif
kecil sehingga perubahan densitas bisa dianggap tidak terjadi. Kemudian, pada
perhitungan Bernoulli, tidak dimasukkan perhitungan untuk perbedaan ketinggian,
karena set alat yang memang tidak memiliki perbedaan tinggi.Maka persamaan
Bernoulli menjadi seperti berikut:
12
ρ2 v22+P2=
12
ρ3 v32+P3 …(6.4 .1 .1)
dan persamaan kontinuitas:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 47
A2 v2=A3 v3… (6.4 .1 .2)
Dimana: P2= tekanan sebelum orifice (pipa)
P3= tekanan setelah orifice
A2= luas penampang pipa
A3=luas dari vena contracta
Pada persamaan () dapat ditambahkan koefisien pelepasan pada orifice (C)
pada ruas kanan, sehingga persamaan menjadi,
A2 v2=CA 3 v3… (6.4 .1 .3)
Koefisien pelepasan ialah bilangan yang menunjukkan rasio antara massa
fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Semakin besar nilai koefisien
pelepasan, maka semakin kecil massa yang hilang akibat friksi yang terjadi pada
dinding pipa. Nilai koefisien pelepasan dipengaruhi oleh bilangan Reynold karena
nilai koefisien tersebut depengaruhi oleh jenis aliran fluida , tekanan, luas area,
serta densitas fluida. Yang dimana kebanyakan faktor yang mempengaruhi adalah
faktor penyusun bilangan Reynold. Semakin cepat aliran, maka aliran akan
bersifat trubulen dimana semakin sedikit friksi yang terjadi. Semakin besar
densitas aliran maka semakin besar massa yang terdapat dalam suatu titik.
Semakin besar diameter penampang maka semakin besar luas penampang.
Semakin kecil viskositas fluida, maka semakin kecil pula gaya gesek antar lapisan
pada fluida. Keseluruhan dari sifat-sifat tersebut hasilnya adalah semakin kecilnya
penurunan tekanan, sehingga nilai koefisien pelepasan, C, akan semakin besar.
Dalam percobaan ini, nilai C ditentukan melalui persamaan linear sebagai
berikut:
( P0−P1)=C2 A32
A12 (1−n2 )
( P2−P3 )
Slope kurva yang menyatakan hubungan (P2-P3) dan (P0-P1). Nilai P0-P1
dan P2-P3 akan cenderung naik seiring dengan kenaikan laju alir massa. Di mana
besarnya slope tersebut adalah sama dengan C2 A32
A12 (1−n2 )
( P2−P3 )di mana nilai
n, A2 dan A3 konstan, maka nilai C dapat kita hitung. Nilai C pada orrifice ini
0,661. Nilai dari C yang sangat kecil ini berarti jumlah massa yang hilang/tertahan
cukup besar. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya massa fluida yang hilang
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 48
akibat friksi dan berubah densitasnya. Selain itu, terdapat juga hambatan yang
disebabkan oleh orifice yang lebih besar. Hambatan ini dikarenakan oleh luas
penampang yang tiba-tiba mengecil sehingga mengakibatkan energi loss karena
gesekan dengan orifice semakin besar.
6.4.3. Analisis Grafik
Pada percobaan 5 ini, terdapat grafik dengan persamaan:
( P0−P1)=C2 A32
A12 (1−n2 )
( P2−P3 )
Dimana (P0 – P1) adalah sumbu dan (P2 – P3) adalah sumbu i x.
Gradien dari persamaan tersebut adalah C2 A32
A12 (1−n2 )
( P2−P3 ). Persamaan
garis ini dapat terjadi karena adanya asumsi densitas fluida di semua titik
dalam orifice meter dianggap tetap atau dapat dianggap inkompresible .
Adapun persamaan garis yang didapat dari grafik tersebut adalah:
berhasil didapat adalah sebagai berikut:
y = 0.226x + 40.33
Grafik ini menunjukkan bahwa (P0 – P1) vs (P2 – P3) adalah linear
atau berbanding lurus. Hal ini disebabkan karena laju alir yang semakin besar,
membuat semua variabel akan menjadi besar pula. Selain itu, kelinieran dari
grafik dapat dilihat dari nilai r2, yaitu sebesar 0.5322. Nilai ini tidak begitu
baik karena jauh dari nilai 1. Hal ini disebabkan oleh adanya satu data yang
turun meskipun laju alir naik pada laju alir 42 kg/s.
6.4.4. Analisis Kesalahan
Dalam percobaan ke 5 ini terdapat beberapa esalahan yang terjadi. Diantaranya
adalah:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 49
o Kesalahan akibat alat yaitu manometer digital. Pembacaan tekanan pada laju
alir 42 kg/s menurun, padahal dalam teorinya meningkat. Hal ini
kemungkinan kesalahan pengukuran oleh manometer, karena monometer
yang digunakan dalam keadaan low battery
o Ketelitian manometer kurang, karena hanya 3 desimal
6.5. Percobaan 6: Kompresor
6.5.1. Analisis Percobaan
Percobaan terakhir ini berjudul kompressor, yang bertujuan untuk
menyelidiki hubungan antara perbedaan tekanan, efisiensi thermal serta input
daya dengan laju alir massa pada kecepatan konstan. Peralatan yang digunakan
pada percobaan ini adalah, kompresor, pipa, tachometer, manometer digital,
dan termometer digital. Pipa yang digunakan memiliki jenis yang sama pada
percobaan 1 dan 3 .
Pertama, percobaan dilakukan dengan memvariasikan beban pada
kompressor yang dikondisikan agar melayang serta memvariasikan laju alir
udaranya. Variasi yang digunakan yaitu 34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir
udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram yaitu 40 kg/s, untuk beban 80 gram
yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46 kg/s, dan untuk beban 100 gram
laju udaranya yaitu 48 kg/s. Variasi beban dilakukan bertujuan untuk
mengetahui nilai torsi atau momen puntir poros kompressor terhadap beban
yang digunakan. Sehingga dapat diketahui hubungan antara momen puntir
dengan laju alir. Sedangkan, variasi laju udara dilakukan agar terjadi variasi
perbedaan tekanan di beberapa titik pengukuran pada setiap laju. Semakin
besar laju udara yang digunakan, maka akan semakin besar pula perbedaan
tekanan yang dihasilkan.
Kedua, praktikan mengukur rpm poros kompresor dengan
menggunakan tachometer. Besarnya rpm dipengaruhi oleh laju alir fluida yang
digunakan. Penggunaan tachometer harus teliti, dikarenakan nilai rpm yang
benar adalah ketika titik putih yang terdapat pada kompressor konstan atau
tidak mengalami perpindahansaat sinar ditembakan dari tachometer.
Pengukuran rpm ini bertujuan untuk memenuhi perhitungan dalam mencari
nilai efisiensi isotermal keseluruhan dari kompresor.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 50
Ketiga, praktikan juga mengukur perbedaan tekanan menggunakan
manometer digital di titik 1 (P0-P1), titik 2 (P0-P2), dan di titik 3 (P0-P3). Titik
1 , dimana titik 1-3 berurutan dari ujung, tengah, dan pangkal pipa (fitting
antara kompresor dan pipa).Pengukuran tekanan menggunakan manometer
digital harus dilakukan dengan teliti, yaitu dengan menetralkan manometer
setiap akan digunakan untuk mengukur. Nilai yang tertera pada manometer
pun cenderung bervariasi, untuk itu diperlukan ketelitian praktikan untuk
memasang selang pada manometer dengan tepat, agar nilai yang tertera pada
manometer konstan. Bila nilai pada manometer yang digunakan tetap
bervariasi, maka ada indikasi bahwa baterai manometer sudah hampir habis.
Pengukuran tekanan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara laju alir
udara dengan perbedaan tekanan di masing-masing titik.
Terakhir, praktikan mengukur suhu pada input dan ouput kompressor.
Pengukuran suhu dilakukan dengan thermometer digital. Dalam penggunaan
termometer digital, praktikan juga harus teliti karena nilai yang ditunjukkan
termometer cenderung bervariasi. Untuk itu, diperlukan waktu yang lebih
untuk menunggu termometer hingga mencapai nilai yang konstan.Pengukuran
suhu dilakukan untuk mengetahui efisiensi isothermal termodinamika dengan
mencari delta temperatur yaitu Tin-Tout. Dengan melakukan beberapa tahap
diatas, maka tujuan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara perbedaan
tekanan, efisiensi thermal serta input daya dengan laju alir massa pada
kecepatan konstan dapat terpenuhi.
6.5.2. Analisis Data dan Hasil
Data yang didapatkan dari percobaan ini adalah kecepatan rotasi
(rpm), suhu input (0C), suhu output (0C), perbedaan tekanan pada 3 titik P0-
P1,P0-P2,P0-P3. Data tersebut didapatkan pada variasi beban dan laju udara.
Data yang didapatkan untuk kecepatan rotasi yaitu menunjukkan
bahwa semakin besar laju alir udara yang digunakan semakin besar pula nilai
kecepatan rotasimya (rpm) atau dengan kata lain laju alir fluida berbanding
lurus dengan kecepatan rotasi kompresor. Hal ini dikarenakan, semakin besar
laju alir udara maka akan semakin besar pula kerja kompresor sehingga rpm
pun akan semakin besar.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 51
Data yang didapatkan untuk suhu input dan output pada kompresor
adalah, suhu input yang lebih besar daripada suhu output kompresor. Hal ini
disebabkan karenaadanya beban pada output kompresor membuat kompresor
harus bekerja lebih keras dan membutuhkan energi yang lebih besar yang
diperoleh dari laju alir fluida yang menyebakan adanya friksi antara sesama
partikel fluida atau dengan dinding dalam kompresor sehingga adanya
perbedaan suhu antara input dan output kompresor.
Data yang didapatkan untuk perbedaan tekanan adalah, semakin besar
laju alir udara yang digunakan semakin besar pula perbedaan tekanan yang
dihasilkan. Perbedaan tekanan pada ketiga titik disebabkan oleh adanya gaya
friksi pada dinding pipa dan laju alir udara. Perbedaan tekanan di titik 1 (P0-P1)
akan sangat kecil karena friksi belum mencapai fully developed. Friksi pada
pipa akan terjadi sepanjang pipa. Dengan begitu, semakin jauh titik yang
diukur dari lubang masuk pipa, maka akan semakin besar pula perbedaan
tekanannya. Dari data yang didapat dari perocobaan menunjukkan, (P0-
P2)>(P0-P1), namun (P0-P3)<(P0-P2), sehingga (P0-P2) memiliki nilai tertinggi.
Hal ini dikarenakan adanya pengerucutan pipa pada titik 2, sehingga pada titik
tersebut laju alir udara semakin besar dan berakibat pada kenaikan perbedaan
tekanan (P0-P2). Sehingga, dari data percobaan yang didapatkan, semakin besar
beban kompressor maka nilai dari laju alir fluida, rpm, perbedaan tekanan di
ketiga titik, dan suhu di titik 2,3 cenderung semakin besar pula.Data- data
yang telah didapatkan digunakan untuk menghitung efisiensi isothermal
termodinamika dan efisiensi isothermal keseluruhan.
Efisiensi isotermal termodinamika dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut,
ηtermo=( P3−P2
ρ0)(1− P3−P2
P0)
( γγ−1 )(R (θ3−θ2 ))
Efisiensi isotermal keseluruhan dapat dicari dengan rumus sebagai berikut,
ηtotal=m
P3−P2
ρo(1−
P3−P2
2 Po)
ωTr
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 52
m( kgs
) ηtotal ηtermo
0,00031 11,378 46,447
0,00031 8,632 80,540
0,00031 7,197 128,607
0,00031 6,808 194,129
0,00031 6,014 278,352
0,00043 7,611 271,899
Dari data yang didapatkan melalui percobaan, nilai efisiensi isotermal
termodinamika memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan efisiensi
isotermal keseluruhan. Hal ini dikarenakan efisiensi isotermal
termodinamika hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu pada
kompresor dan tidak memperhitungkan rugi atau kehilangan energi pada
kompresor akibat beban. Sehingga nilai ηtermo>ηtotal.
6.5.3. Analisis Grafik
Terdapat empat buah grafik dalam percobaan ini. Grafik 1 menunjukan
hubungan laju alir masa (m) terhadap P3-P2. Grafik 2 menunjukan hubungan
antara laju alir massa (m) terhadap ω.Tr. Grafik 3 menunjukan hubungan
laju alir massa(m) dengan Effisiensi Termodinamika. Grafik 4 menunjukan
hubungan laju alir massa (m) dengan Effisiensi Total.
Grafik Persamaan R2
m vs P3-
P2y = 715,09x + 2702,7
0,980
7
m vs
(ω.Tr)y = 0,0493x + 0,0219
0,990
6
m vs y = 3,9018x + 38,8180,964
5
m vs y = -0,7738x + 10,6480,583
6
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 53
Pada grafik pertama didapatkan persamaan y = 715,09x + 2702,7 dan
R² = 0,9807. Dari persamaan tersebut dan nilai R2 yang mendekati 1, maka
dapat disimpulkan bahwa grafik tersebut linear atau dengan kata lain
menunjukkan adanya hubungan berbanding lurus antara laju alir (m) dengan
perbedaan tekanan (P3-P2). Hal ini sesuai dengan rumus berikut,
m=a1√2 ρo k (P0−P1¿)¿
Dimana laju alir (m) berbanding lurus dengan perbedaan tekanan atau
√(P0−P1¿)¿
Grafik kedua adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan
kecepatan rotasi dan momen torsi (ω Tr). Pada grafik tersebut didapatkan
persamaan y = 0,0493x + 0,0219dengan R² sebesar 0,9906. Grafik kedua ini
menunjukkan hubungan linear atau adanya hubungan berbanding lurus
antara laju alir (m) dengan kecepatan rotasi dan momen torsi. Semakin
besar laju alir, maka kecepatan rotasi dan momen torsi juga akan semakin
besar. Naiknya laju alir massa menyebabkan nilai Tr bertambah besar yang
menyebabkan gaya sentrifugal semakin tinggi. Sesuai dengan rumus
F=m v2
rdimana v=ωr, maka jika nilai F besar nilai ω semakin besar. Nilai
daya motor yang semakin besar jugaakan menyebabkan nilai kecepatan
tangensial (ω) menjadi bertambah. Dengan bertambahnya ω, berarti
kecepatan alir v didekat kompressor juga semakin besar sehingga tekanan di
titik tersebut (titik 3) menjadi lebih kecil dan pada akhirnya memberikan (P0-
P3) yang lebih besar dan P0-P1yang lebih besar sehingga laju alir massa
menjadi naik. Selain itu, momen puntir yang semakin besar akan membuat
gas akan terkompresi lebih rapat, sehingga terdapat perbedan tekanan
yang lebih besar dan menjadi driving force untuk aliran masa fluida
yang menyebabkan laju alir massa fluida semakin besar. Maka, data
percobaan ini sesuai dengan teori.
Grafik ketiga adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan
efisiensi isotermal termodinamika. Pada grafik tersebut didapatkan
persamaan y = 3,9018x + 38,818 dengan R² sebesar 0,9645 . Grafik ini
menunjukkan adanya hubungan linear atau hubungan berbanding lurus
antara laju alir dengan efisiensi isotermal termodinamika. Semakin besar
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 54
laju alir (m), maka efisiensi isotermal termodinamika juga akan semakin
besar. Hal ini, dikarenakan rumus berikut
m=a1√2 ρo k (P0−P1¿)¿
ηtermo=( P3−P2
ρ0)(1− P3−P2
P0)
( γγ−1 )(R (θ3−θ2 ))
Karena laju alir berbanding lurus dengan (P2-P3), maka semakin besar
m, nilai (P2-P3) akan semakin besar pula, akibatnya efisiensi
termodinamikanya semakin besar.
Grafik terakhir adalah grafik hubungan antara laju alir (m)
dengan efisiensi isotermal keseluruhan. Pada grafik tersebut didapatkan
persamaan y = -0,7738x + 10,648 dengan R² sebesar 0,5836. Grafik yang
memiliki slope bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan berbanding
terbalik antara laju alir (m) dengan efisiensi isotermal keseluruhan.
Namun, dalam kenyataan teori yang berlaku adalah semakin besar laju alir,
maka efisiensi isotermal keseluruhan juga akan semakin besar.
ηtotal=m
P3−P2
ρo(1−
P3−P2
2Po)
ωTr
Hal ini mungkin terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam
mengambil data putaran motor (ω) menggunakan tachometer. Hal ini
cenderung terjadi karena pengambilan data tersebut memerlukan ketelitian
mata praktikan dan waktu yang lebh lama. Jika dibandingkan, nilai efisiensi
termal total selalu lebih kecil daripada nilai efisiensi termal termodinamik.
Hal ini karena pada perhitungan efisiensi termal termodinamik tidak
memperhitungkan rugi/kehilangan energi pada kompressor (kehilangan
energi karena friksi yang terjadi didalam kompressor dan pengaruh beban).
Efisiensi termodinamik hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu
pada kompresor
6.5.4. Analisis Kesalahan
Kesalahan pada praktikandapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini :
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 55
Pembacaan tekanan pada manometer digital dan suhu pada termometer
digital yang kurang akurat. Manometer terkadang tidak stabil sehingga
sering dilakukan pendekatan selain itu bisa disebabkan karena kompresor
belum berjalan stabil seharusnya menunggu 5-10 menit terlebih dahulu,
setelah itu baru dilakukan pengukuran tekanan. Begitupun dengan
termometer digital, respon termometer terhadap suhu sekitar cukup
lambat. Karenanya, dibutuhkan waktu yang lebih lama hingga hasil
pengukuran pada termometer digital konstan
Pembacaan rpm pada tachometer yang sangat mengandalkan ketelitian
mata dari praktikan
Kesalahan pada peralatan dapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini :
Baterai dari manometer digital cepat sekali habis, sehingga cukup
mengganggu jalannya praktikum dan sering menimbulkan kesalahan pada
pembacaan hasil pengukuran perbedaan tekanan karena manometer yang
cenderung tidak konstan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 56
BAB VII
KESIMPULAN
Saluran konvergen-divergen adalah saluran yang dirancang dengan luas penampang
saluran yang semakin kecil hingga pada suatu titik luas saluran tersebut akan membesar
kembali.
Sesuai dengan persamaan kontinuitas, maka semakin kecil luas penampang, maka
kecepatan aliran akan semakin bertambah. Oleh karena itu, pada aliran konvergen,
kecepatan fluida akan semakin besar.
Pada aliran konvergen, selain kecepatan fluida yang akan semakin besar, beda tekanan
dengan udara juga akan semakin besar.
Efisiensi difuser dapat dihitung dengan cara :h = (P3 –P2)/(P1 -P2). Nilai efisiensi akan
semakin besar apabila P3semakin besar dibandingkan P1 atau P1semakin kecil dengan
acuan P2.
Dari hasil pengolahan terlihat bahwa efisiensi difuser rata-rata yang didapatkan apabila
menggunakan manometer tabung miring yaitu sekitar 54.68% dan apabila menggunakan
manometer air raksa yaitu sebesar 78.24%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi difuser adalah sifat fluida yang digunakan
(kompresibel atau inkompresibel) dan laju alir massa fluida.
Fluida yang kompresibel akan memiliki efisiensi difuser yang lebih kecil daripada fluida
inkompresibel. Harga P2-P3 pada aliran kompresibel akan lebih kecil dibandingkan P2-P3
pada aliran inkompresibel dan harga P1-P2 pada aliran kompresibel akan lebih besar
daripada harga P1-P2 pada aliran inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel
lebih kecil daripada efisiensi aliran inkompressibel.
Koefisien friksi berbanding terbalik secacra logaritmik terhadap bilangan Reynold.
Pada percobaan ini, nilai Re yang diperoleh besarnya antara 40000-53000, sehingga
aliran bersifat turbulen dan nilai koefisien friksinya merupakan fungsi dari bilangan
Reynold dan kekasaran pipa.
Persamaan Blasius terbukti dapat digunakan untuk menyatakan hubungan antara
koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada percobaan ini. Berdasarkan literatur,
persamaan Blasius berlaku pada rentang 2100<Re<105.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 57
Persamaan Nikuradse-von Karman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan antara
koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada percobaan ini. Berdasarkan literatur,
persamaan Blasius berlaku pada rentang 4×103 < Re < 3,4×106.
Koefisien pelepasan dari orificemeter yang diamati adalah sebesar 0.661. Nilai dari C
yang sangat kecil dikarenakan banyaknya massa fluida yang hilang akibat friksi, berubah
densitasnya, dan luas penampang yang tiba-tiba mengecil sehingga mengakibatkan
energi loss karena gesekan dengan orifice semakin besar
Kenaikan laju alir udara yang melalui orificemeter dapat menyebabkan meningkatnya
perbedaan tekanan antara area sebelum dan sesudah orificemeter. Ini disebabkan oleh
meningkatnya friksi pada orifice, dan berakibat pada laju alir massa yang hilang akibat
friction loss.
Kompresor digunakan untuk menaikan tekanan fluida kerja dengan cara menurunkan
volume dari fluida tersebut. Hasil dari aliran kompresor adalah aliran udara tekan
Laju alir masssa (m) berbanding lurus dengan perbedaan tekanan (P3-P2), kecepatan
rotasi dan momen torsi kompresor, effisiensi termodinamika, dan effisiensi total
Nilai efisiensi isotermal termodinamika lebih besar dibandingkan efisiensi isotermal
keseluruhan dikarenakan efisiensi isotermal termodinamika hanya memperhitungkan
perbedaan tekanan dan suhu pada kompresor dan tidak memperhitungkan rugi atau
kehilangan energi pada kompresor akibat beban
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 58
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Gas dan Petrokimia
Bird, R. B., Stewart, W. E., Lightfoot, E. N., 2002, Transport Phenomena, Second Edition,
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Francis, JRD. 1975. Fluid Mechanics For Engineering Students. 4th ed. Philadelphia:
International Ideas INC.
McCabe, Warren L, Julian C. Smith, Peter Harriott. 1999. OperasiTeknik Kimia. Alihbahasa
E Jasjfi. Jakarta: Erlangga.
Nevers, Noel de. 1991. Fluida Mechanics for Chemical Engineering, second edition.
Singapore: McGraw-Hill Book. Co.
Streeter and Wylie.1979. Fluid Mechanics. 7thed. New York: Mc-Graw Hill.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow 59