bab ii tinjauan pustaka 2.1. studi pendahuluan
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Pendahuluan
Penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode AHP dan SAW sebagai
berikut:
1. Kitnas Dian Purwitasari dan Feddy Setio Pribadi (2015) dalam jurnal yang
berjudul “Implementasi Sistem Keputusan Peminatan Peserta Didik SMA
menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan SAW
(Simple Additive Weighting)” menghasilkan peminatan dapat memasukkan
peserta didik ke kelompok peminat sesuai dengan bakat dan minat mereka.
2. Made Astradanta dkk (2016) dalam jurnal “Pengembangan Sistem
Penunjang Keputusan Pemilihan Tempat Kuliner dengan Menggunakan
Metode AHP dan SAW Studi Kasus: Kecamatan Buleleng hasil dari
pengujian tingkat akurasi sistem ini 82% dengan tingkat kesalahan 18%
didapat dengan metode manhattan distance.
3. Agung Nilogiri dan Deni Arifianto (2016) dalam jurnal “Sistem Pendukung
Keputusan Prioritas Lokasi Perbaikan Jalan Menggunakan Metode
Analytical Hierarchy Process” hasil dari penelitian tersebut dapat
memudahkan pihak Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga untuk menentukan
lokasi perbaikan jalan terbaik terhadap berbagai jenis masalah yang akan
dianalisa.
4. Ade Mubarok dan Astri Rosmiati (2016) dalam jurnal “Sistem Penunjang
Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical
Hierarchy Process” hasil dari penelitiannya sistem informasi untuk
menunjang suatu keputusan dalam menentukan prioritas perbaikan jalan
dengan cara mengembangkan sebuah sistem berbasis web serta
pemanfaatan internet sebagai jaringan komunkasi yang dapat mempercepat
dan mempermudah proses penyampaian dan penerimaan laporan.
5. Firmandi, Amat Sofiyan, Ade Saputra, dan Fitri Pratiwi (2016) dalam jurnal
“Perancangan Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan Menentukan Lokasi
Pasar untuk Pedagang pada Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai
6
Menggunakan Metode SAW” hasil dari penelitiannya aplikasi sistem
penunjang keputusan (SPK) dalam menentukan lokasi pasar bagi pedagang
kota Dumai. Calon pedagang yang telah ditetapkan menggunakan metode
SAW.
2.2. Pengertian Jalan
Segala sesuatu dari bagian jalan, bangunan, yang diperuntukkam bagi lalu
lintas. Terletak di permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air. Tidak
termasuk kereta api, jalan lori, dan jalan untuk kabel.Undang-Undang No.38 Tahun
2004 Tentang Jalan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 4.
2.3. Jalan Kabupaten
Undang-Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota pasal 16. Ayat 1, wewenang pemerintah
kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten
dan jalan desa. Ayat 3 yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wewenang
penyelanggarann jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa meliputi pengaturan ,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan.
2.4. Penentuan Prioritas Penanganan Jalan
Penanganan jalan mengacu pada hasil kondisi jalan, lalu lintas
harian, rencana dan biaya kegiatan.
2.4.1. Klasifikasi permukaan Jalan
Tabel 2.1 Kategori Kerusakan Permukaan Jalan
Jalan beraspal
A Tampak permukaan/ tekstur (tidak digunakan untuk penilaian)
B Lubang-lubang
C Legokan-legokan/amblas
D Retak-retak (tipe buaya)
E Alur bekas roda (+rusak tepi)
F Bahu Jalan
G Kemiringan Melintang
Sumber: Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
7
Kondisi permukaan jalan menurut Dirjen Biana Marga SK No.
77/KPTS/Db/1990, dikategorikan sebagai berikut:
a. Baik (B)
Permukaan halus, kendaraan melaju nyaman, dan tekstur pada
permukaan jalan yang rapat.
b. Sedang (S)
Kondisi jalan mengalami kekerasan yang sedang, tekstur pada jalan
terbuka, dan adapula terkelupasnya jalan dangkal mengalami
kerusakan <50%
c. Rusak Ringan (RR)
Apabila kesulitan dalam membedakan kondisi jalan, jalan tersebut
sedang rusak atau rusak.
d. Rusak (R)
Kondisi dimana jalan kasar, jalan juga terkelupas, beberapa jalan
mengalami pengelupasan dalam
e. Rusak Berat (RB)
Jalan sangat rusak parah, jalan mengalami perkerasan yang
terkelupas, dan banyak jalan mengalami pengelupasan yang terlalu
dalam.
Tabel 2.2 Kategori Kerusakan Permukaann Jalan Beraspal
Jalan
Beraspal
Tingkat Persen Kerusakan (% luas)
(1)
Baik
(2)
Sedang
(3)
Rusak
(4)
Rusak Berat
B Lubang-lubang 0-1 1-5 5-15 > 150
C Legokan/ amblas 0-5 5-10 10-50 > 50
D Retak-Retak 0-3 3-12 12-25 > 25
E Alur bekas Roda 0-3 5-5 5-25 > 25
Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
Tabel 2.3 Kategori Kerusakan Permukaan Jalan Beraspal
Tipe Keruskaan
Jalan Beraspal
Tingkat Persen Kerusakan (% luas)
(1)
Baik
(2)
Sedang
(3)
Rusak
(4)
Rusak Berat
B Luabang-lubang 0-40 40-200 200-600 > 600
8
C Legokan/ amblas 0-200 200-400 400-2000 > 2000
D Retak-Retak 0-100 100-500 500-1000 > 1000
E Alur bekas Roda 0-100 100-200 200-1000 > 1000
Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
2.4.2. Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Volume lalu lintas dua arah yang melalui suatu titik rata-rata
dalam sehari, biasanya dihitung sepanjang setahun. Berdasarkan
Dirjen Bina Marga SK No. 77?KPTS/Db/1990 tentang Petunjuk
Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten.
Ukuran pada tingkatan lalu lintas:
a. LHR kendaraan roda 4.
Yang termasuk dalam jenis ini kendaran bermotor roda 4 atau
kendaraan bermotor yang mempunyai > 4 roda.
b. Total LHR.
Semua jenis sepeda motor dan kendaraan yang tak bermotor,
termasuk juga kendaraan roda 4 atau lebih.
Tabel 2.4 Manfaat Lalu Lintas Rendah
Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
Jalan yang
ada
Indikat
or
kecepat
an
km/jam
Skr
S1/
MS2
Tipe Usulan Total Rata-Rata (LHR Ekivalen Roda 4)
Tipe Kondisi Peker
Jaan
Per
muka
an
60 90 120 160 200 220 260
AS
PA
L
Baik/
Sedang
30-45 <11 MS A 19 39 62 87 115 143 193
MP A 19 44 74 110 149 171 216
Sedang 25-40 <15 MP A 32 64 99 139 182 207 256
Sedang/
Rusak
25-35 >17 MP A 46 85 125 163 204 232 286
PK A 69 125 181 243 305 344 421
Rusak 15-30 >16 PK A 112 185 258 325 377 432 529
Rusak
Berat
15-20 >20 PK A 147 225 303 390 453 506 611
9
Tabel 2.5 Manfaat Lalu Lintas Tinggi
Jalan yang ada Indikato
r
kecepat
an
km/jam
Skr
S1/M
S2
Tipe Usulan Total Rata-Rata (LHR
Ekivalen Roda 4)
Tipe Kondisi Peker
jaan
Permu
kaan
350 400 450 500
AS
PA
L
Baik/
Sedang
30-45 <11 MS A 293 324 396 457
MP A 324 368 422 492
Sedang
25-40
<15
MP A 371 418 479 551
BW3 A - - - -
BW
3.5
A - - - -
Sedang/
Rusak
25-35 <17 MP A 397 440 506 586
PK A 572 647 733 840
Rusak 15-30 >16 PK A 569 634 726 978
Rusak
Berat
15-20 >20 PK A 739 801 930 1059
Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
2.4.3. Perhitungan Penaksiran Biaya untuk Pekerjaan
Metode yang membandingkan semua komponen dengan manfaat suatu
kegiatan yang memiliki acuan yang sama agar dapat dibandingkan satu
sama lain yaitu metode Net Present Value. Rumus sistematisnya sebagai
berikut:
NPV = PV B – PV C
Atau
NPV = ∑ 𝑡 𝐵𝑡−𝐶𝑡
(1+𝑖)𝑡 dan NPV = (i + 1)𝑡
Sumber : Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten
Pasuruan
Keterangan:
PV B = nilai sekarang yang mempunyai manfaat pada
perhitungan nilai investasi
10
PV C = nilai sekarang yang mempunyai biaya pada perhitugan
investasi
𝐵𝑡 = besaran total pada komponen manfaat proyek pada tahun
t
𝐶𝑡 = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%tahun)
t = jumlah tahun
Proyek dapat dikerjakan apabila nilai NPV > 0, jika nilai NPV < 0
proyek tidak layak untuk dikerjakan. Suku bunga atau pengembalian dari
proyek setara jika diketahui NPV=0.
2.4.4. Pemilihan Usulan Pekerjaan Pemeliharaan
Tabel 2.6 Penilaian Pekerjaan Pemeliharaan
Nialai (6-10)
Pemeliharaan Rutin (MR)
(Nilai 11-16)
Pemeliharaan Periodik
(MP)
(Nilai 16-24)
Pekerjaan / Penanganan
lainnya
• Ringan (R) • Pengaspalan tipis
ulang
• Pekerjaan
Penyangga (H)
• Sedang (S) • Pelapisan aspal/
pengkrikilan ulang
• Pekerjaan Berat
(PK): rehabilitasi /
rekontruksi
• Berat (B) • Pekerjaan drainase
• Pekerjaan jembatan
• Pekerjaan
campuran
Sumber: Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
Tabel 2.7 Rekomendasi Pekerjaan Setiap Segmen
Klasifikasi umum Kisaran S1 Kemungkinan Jenis
Pekerjaan
Kode
Baik 6-8 Hanya
pemeliharaan rutin
ringan
MR (pemeliharaan
rutin)
11
Sedang 8-10 Pemeliharaan rutin
berat/
pengaspalanberkala
atau pelapisan
ulang
MR (pemeliharaan
rutin) / MS
(Pengaspalan Ulang
Periodik)
Sedang Rusak 10-16 Perbaiakn
pengaspaklan
berkala atau
pelapisan ulang
MP (Pemeliharaan
Berkala/ Periodik)
Rusak Berat 16-24 Rekontruksi/
dibangun kembali
atau rehabilitasi
berat
PK (Pekerjaan
Berat atau
Peningkatan)
Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan
Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan
2.5. Penentuan Skala Prioritas den Analytical Hierarchy Process (AHP) dan
Simple Additive Weighting (SAW)
2.5.1. Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP).
AHP membantu dalam pengambilan keputusan dari berbagai
permasalahan kompleks. Metode ini dirancang agar pendekatan
yang praktis dan efektif. Hasil akhir Analytical Hierarchy Process
(AHP) adalah pembobotan prioritas dari setiap langkah dalam
pengambilan alternatif keputusan atau disebut elemen. Metode
pemecahan masalah karena struktur hierarki memudahkan kriteria ,
sub-kriteria hingga sub-kriteria terdalam. Ada 3 langkah dalam
pengambilan keputusan dengan AHP, yaitu membangun hierarki,
penilaian, dan sintesis prioritas.
Bentuk hierarki yang struktural akan disusun sedemikian
rupa hingga kompleks. Struktur hierarki Analytical Hierarchy
Process (AHP) sebagai berikut:
12
Gambar 2.1 Stuktur Herarki AHP
2.5.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan
Langkah selanjutnya dengan menentukan penelitian prioritas
elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan matriks
perbandingan yang berisi kondisi tiap elemen yang digambarkan
dalam bentuk kuantitatif. Berupa angka-angka skala penilaian (1-9).
Tiap angka memiliki arti tersendiri. Hasil dari pengambilan
keputusan sebaiknya dilakukan oleh seorang yang memang ahli
dalam bidang ini.
Tabel 2.7 Skala Penilaian Antara Dua Elemen
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Bobot /
Tingkat
Signifikan
Pengertian
(2)
Penjelasan
(3)
1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh
terhadap sasaran
3 Sedikit lebih penting Salah satu faktor sedikit lebih
berpengaruh dibanding faktor
5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh
dibanding faktor lainnya
7 Sangat lebih penting Salah satu faktor sangat lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya
9 Jauh lebih penting Salah satu faktor jauh lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya
2,4,6,8 Antara nilai yang di atas Diantara kondisi di atas
Kebalikan Nilai kebalikan dari kondisi di
atas untuk pasangan dua faktor yang
sama
13
2.5.3. Perhitungan Bobot Elemen
Metode yang digunakan dalam mencari bobot elemen dengan cara
perbandingan berpasangan. Untuk mencarinya dipilih dari hierarki yang
tertinggi, sebagai acuan dalam pembuatan perbandingan. Matriks kriteria
berpasangan A1, A2,………., An, hasil yang diperoleh membentuk matrik
pada gambar berikut:
A1 A2...................................... An
A1a11 a12 .....................................
a1n
A2 a21 a22
.................................... a2n
An an1 an2
...................................... ann
Gambar 2.2 Perhitungan Bobot pada Matiks Perbandingan
Matriks Anx , n dinilai secara perbandingan berpasangan
antara (A1 , A2). Rumusnya sebagai berikut:
𝐴1
𝐴2 = a(i,j);i.j = 1,2, … … … … … n (2,1)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Unsur matriks tersebut didapatkan dengan membandingkan
satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk satu
tingkat hierarki yang sama. Sehingga diperoleh a11 adalah
perbadingan kepentingan operas A1 dengan A1 sendiri. Sedangkan
a21 yang menyatakan tingkat kepentingan elemen operasi A2
terhadap elemen operasi A1.
2.5.4. Pembobotan Kriteria
Untuk mendapatkan bobot dari masing-masing kriteria
dengan jalan menentukan nilai eigen. Langkahnya sebagai berikut:
(1) Melakukan perkalian elemen-elemen dalam satu baris dan
diakar pangkat n seperti persamaan berikut:
14
Wi = √a11x a12x … … . a1n 𝑛
(2,2)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
(2) Menghitung vektor prioritas atau vektor eigen
Xi = 𝑤1
∑𝑤1 (2,3)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Perhitungan apda rumus di atas menghasilkan bobot elemen
yang diperoleh dari perhitungan vektor eigen.
(3) Menghitung nilai eigen maksimum (λ maks),
λ maks = ∑aij * Xi (2,4)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Keterangan:
λ maks = eigen value maksimum
aij = nilai matriks perbandingan berpasangan
Xi = vektor eigen (bobot)
(4) Perhitungan Indeks Konsistensi
Perhitungan ini untuk mengetahui konsistensi
terhadap hasil
Perhitungan Indeks Konsistensi sebagai berikut:
CI = ( 𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛)
(𝑛−1) (2,5)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Keterangan :
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = eigenvalue maksimum
n = ukuran matriks
CI dengan hasil yang baik apabila CR < 0,1
Dimana
CR = 𝐶𝐼
RI (2,6)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Tabel 2.8 Indeks Konsistensi Acak Rata-Rata
Berdasarkan Pada Order Matriks
Ukuran
Matriks
Indeks
Konsistensi
Acak (RI)
1 0
2 0
15
3 0.58
4 0.9
5 1.12`
6 1.24
7 1.32
8 1.41
9 1.45
10 1.49
Sumber : Saaty, T.L, 2000
Untuk hasil CR yang baik apabila ukuran matriks yang lebih
daripada tabel ≤ 0,1. Nilai CR harus lebih rendah atau nilai sama
tergantung dari ukuran matriks yang digunakan. Hasil dapat diterima
dan konsisten. Jika tidak memenuhi syarat proses AHP akan diulang
Kembali.
2.5.5. Pembobotan Masing-Masing Alternatif
Ruas jalan akan dihitung bobot alternatifnya dengan sistem
persamaan matematis menurut Brodjonegoro (1991), yaitu:
Y= A((a1 x (bobot a1)) +…..+((a6 x (bobot a6))+…..+D((d1 x
(bobot d1)) + …..+((d5 x (bobot d5))..................................... (2,7)
Sumber : Saaty, T.L., 2000
Dengan
Y = Skala Prioritas
A s/d D = Bobot Alternatif level 2 (responden)
a1,a2,.. d4,d5 = Bobot Alternatif level 3 (analisa data)
Ruas jalan akan diketahui jika hasil bobot diperoleh dengan
cara mengurutkan nilai yang terbesar sampai nilai yang terkecil.
Bobot jalan yang mempunyai nilai terbesar akan diperbaiki terlebih
dahulu karena prioritas pertama.
2.5.6. Metode Simple Additive Weighting (SAW)
Metode ini merupakan metode yang banyak dikenal dan
digunakan. Menentukan bobot bagi setiap atribut bagi pembuat
keputusan. Menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating dan
bobot tiap atribut untuk menentukan rating kecocokan. Rating harus
dinormalisasi. (Fishburn, 1967) (MacCrimmonC, 1968). Langkah
penyelesaiannya sebagai berikut:
16
1. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan yaitu Ci.
2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
3. Membuat matriks keputusan berdasarkan Ci, kemudian dilakukan
normalisasi matriks. Sehingga diperoleh matriks R.
4. Hasil akhir diperoleh dari proses perangkingan, jumlah (perkalian R
dengan bobot vektor), sehingga diperoleh nilai terbesar. Alternatif
terbaik Ai sebagai solusi
5. Formula normalisasi sebagai berikut:
rij = Xij / (Max Xij) Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
ri j = (Min Xij) / Xij Jika j adalah atribut biaya (cost)
6. Alternatif 𝑉𝑖 nilainya sebagai berikut:
𝑉𝑖 = ∑ 𝑤𝑗𝑟𝑖𝑗
𝑛
𝐽=1
Sumber : (Fishburn, 1967)(MacCrimmonC, 1968)
Nilai 𝑉𝑖 yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴𝑖 lebih
terpilih