repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · bab 2 tinjauan pustaka...

15
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Tempat predileksi terjadi akne vulgaris adalah pada daerah yang padat kelenjar minyak seperti wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen remaja menderita Acne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter (Widjaja, 2013). 2.1.2 Epidemiologi Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang (Wasitaatmadja, 2010). Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia 25 tahun memiliki akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita memiliki akne (Fulton, 2009). Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris

2.1.1 Definisi

Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea yang

ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Tempat predileksi

terjadi akne vulgaris adalah pada daerah yang padat kelenjar minyak seperti

wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. Akne

vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah suatu

bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih

dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen remaja menderita

Acne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke

dokter (Widjaja, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering

dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman

mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak

pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu

lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi

pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu

lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang

(Wasitaatmadja, 2010).

Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche.

Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang,

terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau

bahkan lebih. 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia 25 tahun memiliki akne.

Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita memiliki akne (Fulton, 2009).

Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun

pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih

jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika),

dan lebih sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne

vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit hal ini

sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip

XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat (Wasitaatmadja, 2010).

2.1.3 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh.

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang keras

selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak (Widjaja, 2013).

2. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya jerawat adalah Corynebacterium

acnes, Staphylococcus epidermis, dan Pityosporum ovale. Dari ketiga mikroba

ini, yang terpenting yakni C. acnes, yang bekerja secara tak langsung (Widjaja,

2013).

3. Herediter

Faktor herediter/genetik sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar

palit (glandula sebacea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas

akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne (Widjaja, 2013).

4. Hormon, diantaranya

a) Hormon androgen

Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat

sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan

kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit

bertambah besar dan produksi sebum meningkat (Widjaja, 2013).

b) Estrogen

Pada keadaan fisiologik, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi

sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari

kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

produksi sebum (Widjaja, 2013).

c) Progestron

Progestron, dalam jumlah fisiologik, tidak mempunyai efek pada efektifitas

terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi,

akan tetapi kadang-kadang progestron dapat menyebabkan akne

premenstrual (Widjaja, 2013).

5. Diet

Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap

akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak,

berpengaruh terhadap akne (Harahap,2000).

Walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah setelah

mengkonsumsi makanan tertentu. Jenis makanan yang sering dihubungkan

dengan timbulnya akne adalah makanan yang tinggi lemak (kacang, coklat,

daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat (sirup manis),

makanan yang beryodida tinggi (makanan asal laut), makanan cepat saji dan

pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat

meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat

merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat.

6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah parah

pada saat musim dingin dan akan membaik pada musim panas.

Sinar ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan

kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan

bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian

dalam kelenjar palit. Sinar u.v juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang

dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea (Widjaja,

2013).

Menurut Cunliffe (1989), pada musim panas didapatkan 60 % perbaikan

akne, 20 % tidak ada perubahan, dan 20 % bertambah hebat. Bertambah

hebatnya akne pada musim panas bukan disebabkan oleh sinar ultraviolet,

melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan

panas tersebut (Widjaja, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

7. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan

eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya

secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi

meradang yang baru (Widjaja, 2013).

Stres psikis akan merangsang hipotalamus untuk memproduksi

Corticotropin Releasing Factor (CRF), CRF inilah yang akan menstimulasi

hipofisis anterior, sehingga terjadi peningkatan kadar Adenocorticotropin

Hormon (ACTH). Terjadinya peningkatan kadar ACTH dalam darah akan

menyebabkan aktivitas korteks adrenal meningkat. Salah satu hormon yang

dihasilkan oleh korteks adrenal adalah hormon androgen, sehingga aktivitas

korteks yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan kadar hormon

androgen. Jadi, peningakatan hormon androgen ini berperan penting dalam

timbulnya akne (Kurniawan, 2011).

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti lanolin, petrolatum, minyak

tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol,

bahan pewarna merah D dan C, dan asam oleik), secara terus menerus dalam

waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri

dari komedo tertutup dengan lesi papulopustular pada pipi dan dagu (Widjaja,

2013).

9. Bahan-bahan kimia

Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan

akne (acneiform-eruption), antara lain yodida, kortikosteroid, obat anti

konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan

vitamin B12 (Widjaja, 2013).

2.1.4 Patogenesis

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne :

1. Kenaikan ekskresi sebum

Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

minyak membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Pertumbuhan

kelenjar sebasea dan produksi sebum dipengaruhi oleh hormon androgen.

Pada penderita akne terdapat peningkatan hormon androgen dalam darah

yang akan diubah ke dalam bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa

dihidrotestosteron). Hormon ini akan mengikat reseptor androgen di

sitoplasma yang akan menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum (Widjaja,

2013).

Produksi sebum meningkat pada penderita akne disebabkan oleh respon

organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea

terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada

kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang

kaya akan kelenjar sebasea (Widjaja, 2013).

Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak. Sebum

bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari

sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat

kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi,

sedangkan kadar asam lemak, terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal

ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada saluran pilosebasea

(Widjaja, 2013).

2. Keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan

korneosit dalam saluran pilosebasea. Penumpukan ini dapat disebabkan oleh

peningkatan produksi korneosit, pelepasan korneosit yang tidak adekuat, atau

pun kombinasi dari kedua faktor tersebut.

Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah

satu sifat komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan

konsentrasi asam linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari

meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi

asam linoleik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleik pada epitel

folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan

fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur

penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada

patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga

terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat,

sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi

hiperkeratosis folikel (Widjaja, 2013).

3. Bakteri

Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah

Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus

epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Tampaknya ketiga

macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne.

Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup,

sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan

penting. Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria)

mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel

tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar

palit dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab

terjadinya komedo (Widjaja, 2013).

4. Peradangan

Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan

oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase, protease,

lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses

peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan

komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel dapat menarik lekosit

nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN

dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik

yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit

merupakan pencetus terbentuknya sitokin.

Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk, serta

lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan

yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur

komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement

pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu

antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita

akne hebat (Widjaja, 2013).

2.2 Hubungan Tidur Larut Malam dan Kejadian Akne Vulgaris

Tidur larut malam dapat menyebabkan terjadinya pengurangan waktu tidur

normal. Jika tubuh tidak mendapatkan cukup istirahat, seseorang akan rentan

terhadap stres. Terjadinya stres yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik

secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis

(Wasitaatmadja, 2010). Peningkatan produksi sebum berhubungan dengan

peningkatan asam lemak bebas yang bersifat komedogenik yang merupakan salah

satu dasar patogenesis akne. Stres juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh,

sehingga dapat memperlambat penyembuhan akne yang sudah ada (Sonkushre,

2011).

Selain itu, kurang tidur dapat menyebabkan peradangan sistemik. Laporan

Journal of Clinical Endocrinology dan Metabolisme, menyatakan bahwa tidur

yang tidak memadai memicu peningkatan inflamasi sitokin. Peningkatan tersebut

di dalam tubuh meningkatkan kecenderungan terjadinya peradangan. Seperti

diketahui, bahwa akne terjadi kerana adanya peradangan pada pori-pori yang

tersumbat. Peradangan akne semakin mudah timbul akibat peningkatan jumlah

sitokin dalam tubuh (Sonkushre, 2011).

Meningkatnya kadar ghrelin serta menurunnya kadar leptin dalam plasma

pada malam hari memiliki pengaruh untuk seseorang mengkonsumsi lebih banyak

makanan pada malam hari (Spiegel et al, 2004). Menurut Cordain (2002), diet

yang berlebihan bisa mengakibatkan keadaan hiperinsulinemia. Dan kondisi

hiperinsulinemia ini mengakibatkan meningkatnya kadar insulin-like growth

factor-1 (IGF-1) dan menurunnya insulin-like growth factor binding protein-3

(IGFBP-3). Kenaikan IGF-1 memiliki potensi yang tinggi untuk pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

semua jaringan, termasuk folikel yang kemudian dapat menimbulkan akne.

Insulin dan IGF-1 menstimulasi sintesis androgen pada jaringan testis dan

ovarium. Lebih lanjut, insulin dan IGF-1 menginhibisi sintesis sex hormone

binding protein (SHBP) di hepar sehingga bioavailability androgen meningkat

(Goklas, 2011).

Tidur larut malam juga menyebabkan perubahan kerangka mental dan

emosional yang dapat menyebabkan depresi. Depresi menciptakan sikap negatif

dalam pikiran seseorang yang menghambat keseluruhan kesejahteraan. Secara

keseluruhan, kesehatan yang buruk mengurangi kemampuan penyembuhan tubuh.

Dengan demikian, mempengaruhi akne dengan cara yang negatif (Wahyuningsih,

2011).

Meskipun tidur larut malam tidak memberikan kontribusi terhadap

pembentukan akne secara langsung, namun faktor-faktor yang dihasilkan

bertanggung jawab untuk pembentukan akne (Sonkushre, 2011).

2.3 Tidur

2.3.1 Fisiologi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat

dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

(Guyton, 2007). Beberapa ahli berpendapat bahawa tidur diyakini dapat

memulihkan tenaga kerana tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan

penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter, 2005).

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu

Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS

di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,

pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. RAS

melepaskan katekolamin pada saat sadar, sedangkan pada saat tidur terjadi

pelepasan serum serotonin dari BSR (Hidayat, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

2.3.2 Tahapan Tidur

Tidur dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase Rapid Eye Movement (REM)

dan fase Non Rapid Eye Movement (NREM). Fase awal tidur didahului fase

NREM kemudian diikuti fase REM.

1. Fase NREM

Menurut Andayani (2009), tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

Stadium 1: saat transisi antara bangun penuh dan tidur, sekitar 30 detik

sampai 7 menit dengan karakteristik gelombang otak low-voltage pada

pemeriksaan electroencephalografi (EEG).

Stadium 2 : Juga ditandai dengan gelombang otak low-voltage pada EEG.

Perbedaan dengan stadium 1 adalah adanya gelombang high voltage yang

disebut “sleep spindles” dan K complexes.

Stadium 3 & 4 : sering disebut tidur yang dalam atau “delta sleep”. EEG

menunjukkan gelombang yang lambat dengan amplitudo tinggi.

Fase tidur NREM biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit.

Setelah itu akan masuk ke fase REM.

2. Fase REM

Ditandai oleh periode autonom yang bervariasi, seperti perubahan detak

jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan berkeringat. Pada stadium

inilah mimpi saat tidur terjadi (Andayani, 2009).

Dua puluh lima persen waktu tidur dihabiskan pada status REM dan 75%

pada status non REM. Pada orang muda yang sehat waktu yang dibutuhkan dari

stadium 1 sampai dengan 3 hanya 45 menit. Stadium 4 berlangsung sekitar 70-120

menit, berulang sampai 6 kali sebelum terbangun. Pada tidur yang normal terdapat

kecenderungan perpindahan stadium dari tidur yang dalam menuju tidur yang

ringan. Empat jam pertama tidur terdiri atas pengulangan status non REM dan

kebanyakan berada pada stadium 3 dan 4, sedangkan 4 jam kedua lebih banyak

terjadi pengulangan pada stadium 1 dan 2 serta status REM (Andayani, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

2.3.3 Kebutuhan Tidur Menurut Usia

Menurut National Sleep Foundation (2011), kebutuhan tidur menurut usia

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1: Kebutuhan Tidur menurut Usia

Umur Kebutuhan Tidur (jam/hari) Bayi baru lahir (0-2 bulan) 10.5-18

Bayi (3-11 bulan) 14-15 Balita (1-3 tahun) 12-14

Anak usia prasekolah (3-5 tahun) 11-13 Anak usia sekolah (5-12 tahun) 10-11

Remaja (12-18 tahun) 8,5-9,5 Dewasa >18 tahun 7-9

2.3.4 Efek Kekurangan Tidur Pada Kesehatan

Kekurangan tidur merupakan hasil dari periode terbangun yang semakin

panjang atau menurunnya waktu tidur setiap harinya. Beberapa referensi

menyatakan penurunan jumlah tidur yang dimaksud adalah kurang dari 7 jam

(Watson et al, 2010).

Menurut American Academy of Sleep Medicine (2008), dampak dari

kekurangan tidur dapat terlihat pada berbagai aspek psikologis seperti terhadap

mood. Gangguan dalam mood ditunjukkan dalam bentuk lekas marah(Irritability),

kurang motivasi, cemas dan simtom depresi. Dampak dari kurang tidur bisa juga

mengakibatkan menurunnya fungsi kognitif dan gangguan pada respon refleks.

Gangguan pada fungsi kognitif dapat muncul dalam bentuk: kurang konsentrasi,

waktu reaksi yang lama, kurang energi, lelah, gelisah dan pengambilan keputusan

yang tidak baik. Kekurangan tidur juga meningkatkan kondisi medis seperti

tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan obesitas.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan durasi tidur

memiliki beberapa pengaruh yang cukup nyata, yaitu: peningkatan sitokin

proinflamasi IL-6 dan/atau TNFα, dan penurunan konsentrasi kortisol pada pagi

hari dan meningkat pada malam hari (Vgontzas, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

Selain itu, durasi tidur mungkin memiliki efek pada fungsi endokrin.

Khususnya, durasi tidur yang pendek dikaitkan dengan kadar leptinnya menurun

(menekan asupan makanan) dan peningkatan bersamaan dalam kadar ghrelin

(merangsang nafsu makan). Temuan ini menunjukkan ada hubungan antara kurang

tidur dan obesitas (Rosenthal, 2009).

2.4 Gejala Klinik Akne Vulgaris

Lesi akne vulgaris terdiri dari lesi inflamasi dan non inflamasi. Lesi

inflamasi berupa papul, pustul, nodul atau kista. Sedangkan lesi non inflamasi

berupa komedo tertutup (white comedo) dan komedo terbuka (black comedo).

Menurut Wasitaatmadja (2010), komedo berwarna hitam (black comedo)

karena mengandung unsur melanin dan berwarna putih (white comedo) karena

letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung melanin. Lokasi lesi terutama

timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar minyak seperti muka,

punggung, dan dada (Widjaja, 2013).

2.5 Gradasi Akne Vulgaris

Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vugaris, diantaranya adalah:

a) Pada tahun 1982,di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN

Dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai

berikut: (Wasitaatmadja, 2010).

i. Ringan, bila : a) beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

b) sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat

predileksi

c) sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

ii. Sedang, bila : a) banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

b) beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

c) beberapa lesi beradang pada satu predileksi

d) sedikit beradang pada lebih dari 1 predileksi

iii. Berat, bila : a) banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

b) banyak lesi beradang pada 1 lebih predileksi

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi

Tak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul

Beradang: pustule, nodus, kista

b) Menurat American Academy of Dermatology klasifikasi akne adalah sebagai

berikut:

Table 2.2 : Concensus Conference on Ane Clasification

Klasifikasi Komedo Papul/Pustul Nodul

Ringan <25 <10 (-) Sedang >25 10-30 <10 Berat (-) >30 >10

2.6 Diagnosis Akne Vulgaris

Diagnosis akne vulgaris dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan

ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor

(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat

seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna

hitam (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik

berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa

sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan

jaringan ikat pembatas massa cair sebum bercampur dengan darah, jaringan mati,

dan keratin yang lepas (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran

pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium mikrobiologi

yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan

(Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)

dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak

bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan

digunakan cara untuk menurunkannya (Wasitaatmadja, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

2.7 Diagnosis Banding Akne Vulgaris

a. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh induksi obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida,

bromida, difenil hidantoin, dll). Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak

tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam

dan dapat terjadi di semua usia (Wasitaatmadja, 2010).

b. Rosasea

Penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul,

telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak

terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne (Wasitaatmadja, 2010).

c. Dermatitis perioral

Terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustula,

dan di sekitar mulut yang terasa gatal (Wasitaatmadja, 2010).

d. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis.Umumnya lesi monomorfi,

tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul,dengan tempat predileksi di tempat

kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya (Wasitaatmadja, 2010).

2.8 Penatalaksanaan Akne Vulgaris

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya

erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).

2.8.1 Pengobatan Topikal

a) Retinoid topikal merupakan obat dengan efek komedolitik dan

antiinflamasi.

Obat ini menormalkan hiperkeratinisasi dan hiperproliferasi folikel yang

terjadi. Retinoid topikal ini mengurangi jumlah mikrokomedo, komedo,

dan lesi meradang. Obat ini dapat digunakan sendiri saja ataupun

kombinasi dengan obat-obat akne lainnya. Sediaan yang sering termasuk

adapalene, tazanotene, dan tretinoin (Fulton, 2009).

b) Antibiotik topikal terutama digunakan untuk melawan P.acnes. Obat ini

juga memiliki efek antiinflamasi. Antibiotik topikal tidak memiliki efek

komedolitik, dan resistensi dapat terjadi pada beberapa jenis obat ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

Resistensi dapat dikurangi jika dikombinasi dengan benzoil peroksida.

Sediaan obat yang sering dipakai adalah eritromisin dan klindamisin

(Fulton, 2009).

c) Produk-produk benzoil peroksida juga efektif digunakan untuk melawan

P.acnes, dan belum terbukti adanya resistensi pada obat ini (Fulton,

2009).

2.8.2 Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad

renik, dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan

mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan ini terdiri atas:

a) Antibakteri sistemik : tetrasiklin (250mg-1 g/hari), eritromisin (4x250 mg/

hari), doksisiklin(50mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari) efektif untuk

melawan P acnes (Wasitaatmadja, 2010).

b) Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif

menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea misalnya estrogen

(50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat

(2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan untuk penderita wanita dewasa yang

gagal dengan pengobatan lain. Kortikosteroid sistemik seperti prednisone dan

deksametason diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi

kelenjar adrenal (Wasitaatmadja, 2010).

c) Vitamin A dan retinoid oral.

d) Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non steroid ibuprofen (600mg/hari),

dapson (2 x100mg/hari),seng sulfat (2x200 mg/hari) diberikan untuk

menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal (Wasitaatmadja,

2010).

2.8.3 Bedah Kulit

Menurut Wasitaatmadja (2010), tindakan bedah kulit kadang-kadang

diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris

meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut,baik yang

hipertrofik dan hipotrofik. Jenis bedah kulit yang dipilih disesuaikan dengan

macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi. Jenis tindakan bedah diantaranya

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 62054... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi2016-10-19 · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

adalah bedah scalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, dan dermabrasi.

Tindakan bedah ini dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.

2.9 Pencegahan

1) Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum

a) Diet rendah lemak dan karbohidrat.

b) Minum air putih minimal 8 gelas sehari, dengan air putih yang cukup kulit

akan lebih elastis dan metabolisme tubuh menjadi lancar dan normal dan

detokfikasi tubuh dalam keluar.

c) Melakukan perawatan kulit.

d) Mandi sesegera mungkin setelah aktifitas berkeringat.

e) Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari. Jangan mencuci

muka berlebihan dengan sabun (6-8 kali sehari) karena dapat

menyebabkan akne detergen.

f) Dapat juga menggunakan cairan cleanser, tetapi hindari menggunakan

scrub yang malah dapat mengiritasi kulit dan dapat memperparah akne.

g) Hindari pemakaian anti septik atau medicated soap yang sering

mengakibatkan kulit menjadi iritasi.

2) Menghindari faktor pemicu terjadinya akne

a) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh,

hindari stres.

b) Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya.

c) Hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk pembentuk

rambut atau penutup jerawat.

d) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalkan minuman keras, rokok,

polusi debu, lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya.

e) Hindari penusukan, pemencetan lesi, mencongkel dan sebagainya karena

dapat menyebabkan infeksi, menimbulkan bekas, memperparah akne dan

bahkan membuat kesembuhan lebih lama (Wasitaatmadja, 2010).

Universitas Sumatera Utara