perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · web...

19
1 Penatalaksanaan Glaukoma pada Sindrom Iridokorneal Endotelial Abstract Introduction Iridocorneal Endothelial syndrome is disease characterized by an abnormal endothelial cells that causes iris atrophy, secondary angle closure glaucoma, and corneal edema. Secondary glaucoma and corneal edema are the most common sight threatening complication. Surgery is usually required to control intraocular pressure and reduced corneal edema. Objective Case series to report glaucoma management for iridocorneal endothelial syndrome Case presentation Case one, a 46 years old women complained painful LE with a history of trabeculectomy on both eye. Visual acuity LE light perception and intraocular pressure 60mmHg. Ophthalmic examination for the LE shows corneal edema, ellips pupil with polycoria, iris atrophy, and iris nodule. Cup-Disc ratio 0.8-0.9, and closed angle with peripheral anterior sinechiae on gonioscopy examination. Endothelial specular microscopy shows pleomorphism and loss of hexagonality to 44% with ICE cells. Patient was diagnosed with ICE syndrome LE and treated with transscleral cyclophotocoagulation. Case two, a 26 years old women complained painful left eye and decreased vision with a history of trabeculectomy on LE. Visual acuity LE no light perception and intraocular pressure 26mmHg. Ophthalmic examination for the LE shows minimum corneal edema, iregular pupil with polycoria, iris atrophy, anterior and posterior sinechiae, and cloudy lens. Cup-Disk ratio is difficult to evaluate, and closed angle with peripheral anterior sinechiae on gonioscopy examination. Endothelial specular microscopy shows pleomorphism and loss of hexagonality to 37%. Patient was diagnosed with secondary angle closure glaucoma e.c ICE syndrome suspect LE, and complicated cataract LE, treated with transscleral cyclophotocoagulation. Conclusion Iridocorneal endothelial syndrome should always be consider in a young to middle-aged patient, especially women, with unilateral secondary angle closure. Glaucoma management remains a challenge for ophthalmologist. Surgical intervention comes with various result despite of prompt treatment. Keyword

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

1

Penatalaksanaan Glaukoma pada Sindrom Iridokorneal Endotelial

AbstractIntroduction Iridocorneal Endothelial syndrome is disease characterized by an abnormal endothelial cells that causes iris atrophy, secondary angle closure glaucoma, and corneal edema. Secondary glaucoma and corneal edema are the most common sight threatening complication. Surgery is usually required to control intraocular pressure and reduced corneal edema.

ObjectiveCase series to report glaucoma management for iridocorneal endothelial syndrome

Case presentationCase one, a 46 years old women complained painful LE with a history of trabeculectomy on both eye. Visual acuity LE light perception and intraocular pressure 60mmHg. Ophthalmic examination for the LE shows corneal edema, ellips pupil with polycoria, iris atrophy, and iris nodule. Cup-Disc ratio 0.8-0.9, and closed angle with peripheral anterior sinechiae on gonioscopy examination. Endothelial specular microscopy shows pleomorphism and loss of hexagonality to 44% with ICE cells. Patient was diagnosed with ICE syndrome LE and treated with transscleral cyclophotocoagulation. Case two, a 26 years old women complained painful left eye and decreased vision with a history of trabeculectomy on LE. Visual acuity LE no light perception and intraocular pressure 26mmHg. Ophthalmic examination for the LE shows minimum corneal edema, iregular pupil with polycoria, iris atrophy, anterior and posterior sinechiae, and cloudy lens. Cup-Disk ratio is difficult to evaluate, and closed angle with peripheral anterior sinechiae on gonioscopy examination. Endothelial specular microscopy shows pleomorphism and loss of hexagonality to 37%. Patient was diagnosed with secondary angle closure glaucoma e.c ICE syndrome suspect LE, and complicated cataract LE, treated with transscleral cyclophotocoagulation.

ConclusionIridocorneal endothelial syndrome should always be consider in a young to middle-aged patient, especially women, with unilateral secondary angle closure. Glaucoma management remains a challenge for ophthalmologist. Surgical intervention comes with various result despite of prompt treatment.

KeywordIridocorneal endothelial Syndrome, Secondary angle closure glaucoma

I. Pendahuluan

Sindrom Iridokorneal Endotelial (ICE) merupakan sekumpulan penyakit

dengan karakteristik endotel kornea abnormal yang menyebabkan atrofi iris, sudut

tertutup sekunder, dan edema kornea. Terdapat 3 variasi klinis dari sindrom ICE

yaitu, sindrom Chandler, progressive essential iris atrophy, sindrom Cogan-

Reese (nevus iris). Atrofi iris dikatakan progresif apabila terdapat keterlibatan

Page 2: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

2

stroma yang luas dan terbentuknya lubang. Keterlibatan kornea yang dominan

dengan atau tanpa atrofi stroma iris yang minimal disebut dengan sindrom

Chandler, apabila disertai dengan nodul iris dan atrofi iris maka disebut dengan

sindrom Cogan-Reese. (1,2)

Sindrom ICE merupakan penyakit yang didapat, unilateral, dan biasa terjadi

pada wanita usia dewasa muda. Progresifitas dari penyakit yang dapat mengancam

kebutaan yaitu, dekompensasi kornea dan glaukoma. Penatalaksanaan dari

sindrom ICE sering kali membutuhkan pembedahan, walaupun sudah ditangani

sesegera mungkin, angka sukses dari operasi sangat bervariasi, hal ini merupakan

tantangan bagi para oftalmologis. Laporan kasus ini membahas penatalaksanaan

glaukoma pada sindrom ICE. (2,3)

II. Laporan Kasus

2.1 Kasus 1

Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma pada tanggal

19 Juni 2017 dengan keluhan nyeri pada mata kirinya sejak 2 minggu yang lalu,

mual muntah tidak ada, penglihatan dirasakan bertambah buram dalam 1-2 bulan,

dan lapang pandang dirasakan menyempit. Pasien merasakan sering silau dan

terlihat bayangan seperti pelangi pada cahaya. Pasien memiliki riwayat operasi

glaukoma pada tahun 1997 pada kedua matanya di RS borromeus, dan sudah tidak

menggunakan obat sejak tahun 2014. Riwayat hipertensi tidak ada, diabetes

mellitus tidak ada, asma tidak ada, penyakit jantung tidak ada, trauma tidak ada,

kacamata ada. Riwayat keluarga dengan glaukoma tidak ada. Pasien saat ini

sedang dalam terapi timolol dan asetozolamid sejak 1 minggu yang lalu.

Tanda vital dalam batas normal. Tajam penglihatan mata kanan 0.125 PH

0.4f2, mata kiri persepsi cahaya dengan projeksi baik. Tekanan bola mata OD

15mmHg, OS 60mmHg. Pemeriksaan segmen anterior OD konjungtiva bulbi bleb

flat, kornea jenih, bilik mata depan Van Herick grade III F/S -/-, pupil bulat, iris

sinekia – iridektomi perifer +, lensa agak keruh, segmen posterior Cup-Disk ratio

0.4-0.5 lain-lain dalam batas normal. Pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata

depan terbuka pada keempat kuadran dengan sinekia anterior perifer di kuadran

Page 3: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

3

superior dan inferior, OS konjungtiva bleb tidak tampak, kornea edema, bilik mata

depan Van Herick grade III F/S -/-, pupil lonjong, polikoria, iris nodul +, atrofi +,

sinekia -, lensa agak keruh, segmen posterior Cup-Disc ratio 0.8-0.9 lain-lain

dalam batas normal. Pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata depan tertutup

dengan sinekia anterior perifer di kuadran superior dan inferior, kuadran nasal dan

temporal sulit dinilai. Pemeriksaan spekular OD densitas sel 2371.5/mm2

hexagonalitas 64%, OS densitas sel 2290.7/mm2 hexagonalitas 44% ditemukan

sel dengan light dark reversal.

(a) (b)Gambar 2.1. (a) Gambaran klinis OS, (b) Gambaran spekular OS

Sumber : Rumah Sakit Mata Cicendo

Pasien didiagnosis dengan Sindrom ICE OS, suspek Primary Open Angle

Glaucoma (POAG) OD, dan katarak senilis imatur ODS, kemudian diterapi

dengan timolol maleat 0.5% 2xOS, brinzolamide 1% 3xOS, latanoprost 1xOS.

Pasien kemudian direncanakan Transscleral Cyclophotocoagulation (TSCPC)

OS. Satu hari setelah laser didapatkan tekanan bola mata OD 18mmHg, OS

32mmHg, segmen anterior konjungtiva bulbi injeksi siliar, lain-lain masih sama.

Pasien kemudian diperbolehkan rawat jalan dengan terapi levofloksasin 6xOS,

prednisolon asetat 1% 6xOS, timolol maleat 0.5% 2xOS dan brinzolamide 1%

3xOS.

Page 4: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

4

2.2. Kasus 2

Seorang wanita 26 tahun datang ke poliklinik glaukoma untuk kontrol rutin

pada tanggal 11 Juli 2017 direncanakan untuk dilakukan operasi trabekulektomi

ulang pada mata kirinya. Pasien memiliki riwayat operasi glaukoma pada mata

kirinya tahun 2007, kemudian datang kembali ke cicendo pada tahun 2014 dengan

penglihatan sudah gelap total disertai dengan mata kiri yang nyeri. Riwayat

hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada. Pasien sedang menyusui.

Tanggal 24 Juni 2014 didapatkan tanda vital dalam batas normal, periksaan

oftalmologis tajam penglihatan OD 0.25 PH 1.0, OS tanpa persepsi cahaya,

tekanan bola mata OD 16mmHg, OS 26mmHg, esotrofia 15° OS. Periksaan

segmen anterior OD dalam batas normal, segmen posterior Cup-Disk ratio 0.4

lain-lain dalam batas normal. Pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata depan

terbuka di seluruh kuadran, OS konjungtiva bulbi bleb +, kornea edema minimal,

bilik mata depan Van Herick grade III F/S -/-, pupil iregular polikoria +, refleks

cahaya -/+, RAPD grade IV, iris atrofi +, sinekia anterior perifer +, sinekia

posterior +, iridektomi perifer tidak tampak, lensa keruh, Cup-Disk ratio sulit

dinilai. Pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata depan tertutup dengan sinekia

anterior perifer di seluruh kuadran. Pemeriksaan spekular OD densitas sel

3336.8/mm2 hexagonalitas 51%, OS densitas sel 2385.1/mm2 hexagonalitas 37%.

(a) (b)Gambar 2.2. (a) Gambaran klinis OS, (b) Gambaran spekular OS

Sumber : Rumah Sakit Mata Cicendo

Page 5: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

5

Hasil USG OS didapatkan kekeruhan vitreus ec. sel radang dd/ fibrosis

vitreus, posterior vitreous detachment OS. Pasien didiagnosis dengan Secondary

Angle Closure Glaucoma OS ec. suspek sindrom ICE, katarak komplikata OS,

esotrofia. pasien kemudian diterapi dengan dorzolamide 2% 3xOS. Pada tanggal

30 Mei 2017 pasien datang untuk kontrol rutin dengan tekanan bola mata OD

22mmHg, OS 72mmHg, segmen anterior masih sama. Pasien kemudian

direncanakan untuk dilakukan operasi trabekulektomi ulang namun belum

bersedia. Tanggal 11 Juli 2017 pasien datang kembali dengan tekanan bola mata

OD 24mmHg OS 72mmHg dan pemeriksaan oftalmologis masih sama, setuju

untuk dilakukan operasi trabekulektomi OS ulang.

Tanggal 21 Juli 2017 pasien diputuskan untuk dilakukan TSCPC OS karena

ditemukannya konjungtiva yg kurang baik pada daerah yang akan dioperasi. Satu

hari setelah tekanan bola mata OD 20mmHg OS 68mmHg, segmen anterior

konjungtiva bulbi perdarahan subkonjungtiva, kornea edema, bilik mata depan

Van Herick grade III F/S sulit dinilai, koagulum +, lain-lain masih sama. Pasien

diperbolehkan rawat jalan dengan terapi levofloksasin 6xOS, prednisolone asetat

1% 6xOS, timolol maleat 0.5% 2xOS, asetozolamid 3x250mg, kalium 1x1 tab,

bed rest head up 30°.

III. Diskusi

Sindrom iridokorneal endothelial mempresentasikan suatu spektrum

penyakit yang terdiri dari 3 variasi klinis, yaitu sindrom chandler, progressive

essential iris atrophy, sindrom Cogan-Reese. Penyakit ini didapat, unilateral dan

biasa terjadi pada awal sampai pertengahan dewasa 20-50 tahun, sering kali

wanita, namun keterlibatan secara bilateral dan kejadian pada anak pernah

dilaporkan. Segmen anterior yang terkena adalah kornea, sudut bilik mata depan,

dan iris. Jenis varian Sindrom ICE memiliki prevalensi yang berbeda pada etnis

yang berbeda. Beratnya penyakit dan variasi klinis, berbeda-beda tergantung dari

etnis. Sindrom Cogan-Reese lebih sering menyerang populasi Thailand dengan

karakteristik lainnya sama dengan populasi orang kulit putih.(1–4)

Page 6: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

6

Penyebab dari sindrom ICE masih belum diketahui, namun terdapat

beberapa hipotesis, Alvarado mencetuskan bahwa endoteliopati berasal dari

infeksi virus. Hipotesis ini juga menjelaskan mengapa sindrom ICE monolateral

dan didapat, dimana 1 mata terinfeksi virus dan mata sebelahnya terlindungi oleh

sistem imun yang terbentuk beberapa minggu setelah infeksi pertama. Adanya

limfosit pada endotel kornea menandakan adanya inflamasi kronis, hal tersebut

mendukung teori etiologi virus Alvarado dkk yang menduga HSV merupakan

etiologi yang berhubungan dengan sindrom ICE, namun hal tersebut bukan satu-

satunya pencetus atau penyebab. (3,4)

Manifestasi klinis yang sering kali terjadi adalah tekanan bola mata yang

tinggi, tajam penglihatan yang menurun karena edema kornea, bentuk iris yang

abnormal,bentuk atau posisi pupil yang abnormal, dan glaukoma sudut tertutup

kronis sekunder. Patogenesis manifestasi klinis dari sindrom ICE berasal dari

abnormalitas proliferasi endotel kornea. Sel endotel kornea berasal dari neural

crest, dimana pada usia postnatal tidak membelah. Campbell dkk menjelaskan

teori membran, dimana pada sindrom ICE sel endotel kornea berproliferasi dan

dapat bermigrasi ke jaringan sekitarnya. Hal tersebut didukung oleh gambaran

mikroskopi spekular yang menunjukkan adanya gambaran sel endotel yang

menyerupai sel epitel pada tahap awal dari sindrom ICE, sel tersebut dinamakan

“ICE-cells” oleh Sherrard dkk pada tahun 1985. Penelitian lain juga menemukan

adanya sel yang menyerupai endotel dengan membran basalis yang menghalangi

sudut bilik mata depan dan iris. (1,3,4)

Kedua pasien memiliki predisposisi dan manifestasi klinis yang sesuai dengan

sindrom ICE. Kasus 1 adalah wanita berusia 46 tahun dengan keluhan nyeri pada

mata kirinya, tajam penglihatan persepsi cahaya, tekanan bola mata 60mmHg,

kornea edema, pupil lonjong dan polikoria, atrofi iris, dan nodul +, Cup-Disc

ratio 0.8-0.9, sudut bilik mata depan tertutup dengan sinekia anterior perifer di

kuadran superior dan inferior, kuadran nasal dan temporal sulit dinilai.

Pemeriksaan spekular OS menunjukkan adanya pleomorphism, hexagonalitas

yang menurun menjadi 44% dan sel ICE. Kasus 2 adalah wanita 26 tahun dengan

keluhan nyeri pada mata kirinya disertai penglihatan yang menurun, tajam

Page 7: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

7

penglihatan tanpa persepsi cahaya, tekanan bola mata 26mmHg, kornea edema

minimal, pupil iregular, polikoria, atrofi iris, sinekia anterior dan posterior +,

Cup-Disk ratio sulit dinilai, sudut bilik mata depan tertutup dengan sinekia

anterior perifer di seluruh kuadran. Pemeriksaan spekular OS menunjukkan

adanya pleomorphism dan hexagonalitas yang menurun menjadi 37%.

Kedua pasien adalah seorang wanita, berusia awal sampai pertengahan

dewasa, dan mata yang terkena unilateral, hal ini sesuai profil pasien dengan

sindrom ICE. Tajam penglihatan yang buruk pada kedua pasien menandakan

adanya kerusakan yang berat disebabkan oleh sindrom ICE. Kedua pasien

memiliki tekanan bola mata yang tinggi, terutama pada pasien kasus 1, dan sudut

bilik mata depan tertutup. Manifestasi klinis terlihat lebih berat pada kasus 1,

dimana terdapat edema kornea, polikoria, atrofi iris dan nodul (sindrom cogan-

Reese), dan gambaran sel ICE yang terlihat pada pemeriksaan spekular,

sedangkan pada kasus 2 terdapat edema kornea minimal, polikoria, dan atrofi iris

(progressive essential iris atrophy).(3)

Tabel 3.1 Gambaran klinis perbedaan subtipe sindrom ICEIris Pupil kornea Sudut bilik

mata depanSindrom Chandler

Beberapa area atrofi (lubang

tidak ketebalan penuh)

korektopia Edema jelas, distrofi

endotel, sel ICE pada

mikroskopi konfokal

Sinekia anterior perifer

Progressive iris atrophy

Lubang ketebalan

penuh

polikoria Distrofi endotel, sel ICE pada

mikroskopi konfokal,

edema kornea bisa ada

Sinekia anterior perifer

Sindrom Cogan-Reese

Nodul dan atrofi iris

Jarang ada perubahan

Distrofi endotel, sel ICE pada

mikroskopi konfokal,

edema kornea bisa ada

Sinekia anterior perifer

Sumber : Sacchetti dkk (3)

Page 8: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

8

Edema kornea yang ditemukan pada sindrom ICE disebabkan oleh

perubahan fungsi dari sel endotel yang disebabkan oleh abnormalitas pada sawar

sel endotel. Kelainan pada kornea dapat dilihat pada pemeriksaan lampu celah

terdapat fine hammered silver appearance dari posterior kornea, namun kornea

juga dapat ditemukan jernih atau edema dengan penurunan tajam penglihatan

yang beragam dan juga nyeri. Pemeriksaan mikroskopik spekular dapat

memperlihatkan abnormalitas pada bentuk dan ukuran dari endotel dimana

terdapat pleomorphism dan hilangnya hexagonalitas atau disebut dengan sel ICE.

Sel abnormal ini juga memiliki “light-dark reversal”, dimana permukaannya

gelap dengan batas pinggir yang terang. Mikroskopi spekular dapat menjadi alat

diagnostik yang penting dalam mendiagnosis sindrom ICE. (3–5)

Gambar 3.1 Gambaran endotel kornea pada sindrom ICESumber : Kahook dkk (4)

Glaukoma terjadi pada 50% pasien dengan sindrom ICE dan lebih berat

pada progressive essential iris atrophy dan sindrom Cogan-Reese. Sel endotel

kornea bermigrasi ke garis schwalbe lalu ke anyaman trabekula, membentuk suatu

membran basalis yang abnormal dan menyebabkan terjadinya sinekia anterior

perifer. Kontraksi membran menyebabkan kelainan dari iris seperti korektopia,

lubang stretch dan nodul iris. Progressive essential iris atrophy dikarakteristikan

dengan heterokromia, korektopia, ektropion uvea, atrofi stroma dan epitel pigmen

iris, dan terbentuknya lubang. Lubang yang terbentuk memiliki 2 subtipe, yaitu

lubang stretch yang disebabkan oleh penipisan pada sisi yang berlawanan dengan

distorsi pupil, dan lubang melting dimana jaringan iris menghilang karena

iskemia. Nodul iris dan lesi berpigmen merupakan karakteristik dari sindrom

Cogan-Reese, hal ini disebabkan oleh bagian kecil dari stroma iris yang tercubit

oleh membran. (1,3,6)

Page 9: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

9

Penatalaksanaan sindrom ICE lebih tertuju pada edema kornea dan

glaukoma sekunder. Terapi dapat berupa refraktif, medika mentosa, atau

pembedahan. Cairan hipertonik salin atau lensa kontak lunak, dan obat-obatan

penurun tekanan bola mata, saat tekanan bola mata meningkat, dapat

mengendalikan edema. Beberapa pasien membutuhkan penetrating keratoplasty.

Glaukoma sudut tertutup dapat ditangani oleh supresan akuous dan analog

prostaglandin, namun obat penurun produksi akuous lebih efektif dibandingkan

dengan obat peningkat aliran keluar atau miotik. Terapi medika mentosa atau

operasi sudut pada akhirnya akan gagal , sekitar 60% - 88% untuk medika

mentosa, hal tersebut dikarenakan seluruh sudut tertutup oleh membran atau

tertutup oleh sinekia yang terus progresif. Operasi filtrasi (trabekulektomi atau

tube shunt) atau glaucoma drainage devices sering kali menjadi pilihan untuk

mengendalikan glaukoma pada pasien dengan sindrom ICE. (1,6,7)

Trabekulektomi merupakan operasi yang sering dilakukan pada sindrom

ICE, namun bleb filtrasi yangfungsional sering gagal setelah 2-5 tahun. Kegagalan

ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia muda, sumbatan ostium

interna oleh membran yang abnormal, jaringan iris, dan kemungkinan fibrosis

bleb abnormal yang tinggi. Laganowski dkk menemukan fibrosis konjungtiva

yang jelas pada pasien-pasien dengan kegagalan filtrasi yang kemungkinan

disebabkan oleh respon inflamasi yang agresif pada pasien sindrom ICE. Angka

sukses dari trabekulektomi membaik dengan adanya antifibrotik sebagai adjuvan

(5-fluorouracil, mitomisin C). Trabekulektomi tanpa penggunaan antifibrotik telah

dilaporkan sukses pada 61-64% kasus. Suatu penelitian pada 26 pasien ICE-

related glaucoma menunjukkan survival rate trabekulektomi dengan antifibrotik

73% dalam 1 tahun, 44% dalam 3 tahun, dan 29% dalam 5 tahun. Penelitian

trabekulektomi dengan mitomisin C pada 10 pasien sindrom ICE dengan follow

up 15 bulan menunjukkan 8 dari 10 berhasil mengendalikan tekanan bola mata

dengan baik, hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan mitomisin C lebih

baik dibandingkan dengan penggunaan 5-fluorouracil atau trabekulektomi saja. (3,6,8–10)

Page 10: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

10

Glaucoma drainage devices pada ICE-related glaucoma menunjukkan

angka sukses 70% dalam 1 tahun, 70%-40% dalam 3 tahun, dan 53% setelah 5

tahun. Pada penelitian ini 20%-50% dibutuhkan reposisi selang jauh dari kornea

dan struktur iris. Disarankan selang pada bilik mata depan dibiarkan panjang jauh

dari sel ICE untuk menghindari terjadinya sumbatan atau pergeseran ke anterior

yang disebabkan oleh kontraksi membran endotel yang abnormal. Masuknya

selang melalui pars plana juga disarankan pada mata pseudophakic vitrectimized. (3,6,8,9)

Kedua pasien telah dilakukan Transscleral Cyclophotocoagulation

(TSCPC). Apabila tekanan bola mata tidak bisa dikendalikan dengan terapi

konvensional, prosedur cyclodestructive seperti Trans-scleral

Cyclophotocoagulation dapat dilakukan. Cyclodestruction biasanya dilakukan

pada mata yang memiliki potensi visual yang buruk atau kandidat yang buruk

untuk operasi incisional outflow. Cyclophotocoagulation sering kali dilakukan

pada pasien berusia muda yang memiliki kemungkinan terjadinya kegagalannya

prosedur filtrasi dikarenakan respon sikatrikal yang tinggi. (1,3,4)

Prognosis pasien dengan sindrom ICE bergantung pada komplikasi yang

terjadi seperti edema kornea dan glaukoma. Pasien dengan jenis manifestasi klinis

yang lebih ringan memiliki prognosis yang lebih baik, sedangkan pasien dengan

manifestasi klinis yang lebih agresif mengalami hilangnya penglihatan yang berat

akibat dari edema kornea atau glaukoma yang berat. Kedua kasus memiliki tajam

penglihatan yang buruk yaitu persepsi cahaya dan tanpa persepsi cahaya, hal

tersebut disebabkan oleh adanya komplikasi yang berat pada kedua kasus, yaitu

glaukoma tingkat lanjut. Riwayat trabekulektomi pada kedua kasus juga

menunjukkan adanya kegagalan pada operasi filtrasi sebelumnya untuk

mengendalikan tekanan intraokular dalam waktu jangka panjang. (8,10)

IV. Simpulan

Sindrom iridokorneal endotelial mempresentasikan suatu spektrum penyakit

yang terdiri dari 3 variasi klinis, yaitu sindrom chandler, progressive essential iris

atrophy, dan sindrom Cogan-Reese. Glaukoma terjadi pada 50% pasien dengan

Page 11: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

11

sindrom ICE dan lebih berat pada progressive essential iris atrophy dan sindrom

Cogan-Reese. Diagnosis sindrom ICE harus dipikirkan pada pasien usia muda

sampai paruh baya dengan sudut tertutup sekunder unilateral. Penatalaksanaan

glaukoma pada sindrom ICE merupakan tantangan bagi para oftalmologis.

Medika mentosa sering kali gagal dalam mengendalikan tekanan bola mata, dan

pasien sering kali membutuhkan pembedahan. Walaupun sudah ditangani dengan

segera, angka sukses dari intervensi pembedahan sangatlah beragam. Fungsi

visual sering kali terancam jika penyakit tidak ditangani dengan baik. Prognosis

penglihatan bergantung pada beratnya komplikasi yang terjadi seperti edema

kornea dan glaukoma. (1,3,8,11)

Page 12: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · Web viewLaporan Kasus Kasus 1 Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke poliklinik glaukoma

12

Daftar Pustaka

1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course : Glaucoma. 2016–2017 ed. American Academy of Ophthalmology; 115-117 hal.

2. Chandran P, Rao HL, Mandal AK, Choudhari HL, Garudadri CS, Senthil S. Glaucoma associated with iridocorneal endothelial syndrome in 203 Indian subjects. Plos One. 10 Maret 2017;1–9.

3. Sacchetti M, Mantelli F, Marenco M, Macchi I, Ambrosio O, Rama P. Diagnosis and Management of Iridocorneal Endothelial Syndrome. Hindawi Publ Corp BioMed Res Int. 2015:1–9.

4. Kahook, MD MY, Schuman, MD, FACS JS, Epstein, MD, MMM DL. Chandler and Grant’s Glaucoma. 5th ed. Slack Incorporated; 2013. 344-350 hal.

5. Jin A Choi, Yi Ryeung Park, Tae Yoon La. Concurrence of iridocorneal endothelial syndrome in a patient with glaucomatocyclitic crisis. Int J Ophthalmol. 18 April 2014;7:384–6.

6. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer’s diagnosis and therapy of the glaucomas. 8th ed. Mosby elsevier; 2009. 218-220 hal.

7. Saleem AA, Ali M, Akhtar F. Iridocorneal Endothelial Syndrome. J Coll Physicians Surg Pak. 27 Februari 2013;24:S112–4.

8. Sharma R, Jain VK, Ojha S, Tandon A, Babber M, Jain G, et al. Trabeculectomy with Mitomycin-C in Patients with Iridocorneal Endothelial Syndrome: A Case Series. J Clin Diagn Res. 1 Mei 2016;5–6.

9. Parivadhini A, Lingam V. Management of Secondary Angle Closure Glaucoma. J Curr Glaucoma Pract. April 2014;25–32.

10. Amini, MD H, Zarei, MD R, Razeghi-Nejad, MD M-R, Faraji-Oskuei, MD S-J, KhodaBandeh, MD A. Long-term Surgical Outcome of Eleven Patients with Glaucoma Secondary to the Iridocorneal Endothelial Syndrome. Iran J Ophthalmol. 13 April 2006;19:31–6.

11. Dr.Anitha S Maiya, Dr.Reagan Madan, Dr Basavaraj zalaki, Dr Pavan Kumar Reddy.D. Cogan- Reese Syndrome :A Variant Of Iridocorneal Endothelial Syndrome-A Case Report. IOSR J Dent Med Sci IOSR-JDMS. Juli 2015;14:1–3.