leverage dan opini audit going concern

17
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi) 157 LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Kaihatu Bryan Petrus Christine Novita Dewi Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5 -25 Yogyakarta ABSTRACT The purpose of this research is to examine and analyse the impact of leverage towards acceptance of audit opinion going concern. Population of this research is manufacturing company listing in Indonesia Stock Exchange (BEI) during 2004-2013. From total 125 manufacturing companies, there are only 31 companies that fulfill criteria of research sample. This research is using audited financial report to determine whether company received going concern opinion or not. The result shows that leverage has significantly positive impact to audit report-going concern. The increase of debt to equity ratio, the more potential company receives audit going concern opinion. This result becomes stronger when the company is audited by bigfour. Keywords: Leverage, Audit Opinion, Going Concern, Big Four ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Leverage terhadap penerimaan Opini Audit Going Concern yang dimoderasi oleh Reputasi Kantor Akuntan Publik. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013. Dari total 125 perusahaan manufaktur, hanya 31 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria sampel penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan laporan auditor yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sebagai penentuan Opini Audit Going Concern. Pengujian hipotesis menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap Opini Audit Going Concern (GCO) diperkuat ketika diaudit oleh Big Four. Kata kunci: Leverage, Opini Audit, Going Concern, Big Four, PENDAHULUAN Berangkat dari kasus-kasus hukum yang dipicu oleh manipulasi akuntansi yang terjadi pada beberapa entitas bisnis, salah satunya adalah perusahaan energi besar yang berkantor pusat di Houston Amerika Serikat yaitu Enron yang pada tahun 2000 menerima opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion), namun ironisnya justru runtuh pada tahun 2001. Kasus runtuhnya Enron berdampak bagi dunia bisnis internasional sehingga pada tahun 2002 muncullah undang-undang baru yaitu Sarbanes Oxley Act yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada investor. Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapatan dan menyembunyikan hutang lewat business partnership. Fakta ini memunculkan pertanyaan mengapa perusa- haan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) dapat berhenti beroperasi?, sehingga menimbulkan keraguan mengenai reputasi dan independensi sebuah kantor akuntan publik atas opini wajar tanpa pengecualian yang merupakan jaminan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Berdasarkan kasus tersebut maka penelitian ini akan melihat apakah setelah terjadi kasus Enron The Big4 masih dapat

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

157

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

Kaihatu Bryan Petrus

Christine Novita Dewi

Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5 -25 Yogyakarta

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine and analyse the impact of leverage towards acceptance of

audit opinion going concern. Population of this research is manufacturing company listing in

Indonesia Stock Exchange (BEI) during 2004-2013. From total 125 manufacturing companies, there

are only 31 companies that fulfill criteria of research sample. This research is using audited financial

report to determine whether company received going concern opinion or not. The result shows that

leverage has significantly positive impact to audit report-going concern. The increase of debt to

equity ratio, the more potential company receives audit going concern opinion. This result becomes

stronger when the company is audited by bigfour.

Keywords: Leverage, Audit Opinion, Going Concern, Big Four

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Leverage terhadap penerimaan

Opini Audit Going Concern yang dimoderasi oleh Reputasi Kantor Akuntan Publik. Populasi dalam

penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013.

Dari total 125 perusahaan manufaktur, hanya 31 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria

sampel penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan laporan auditor yang terdapat

dalam laporan keuangan perusahaan sebagai penentuan Opini Audit Going Concern. Pengujian

hipotesis menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Leverage

berpengaruh positif signifikan terhadap Opini Audit Going Concern (GCO) diperkuat ketika diaudit

oleh Big Four.

Kata kunci: Leverage, Opini Audit, Going Concern, Big Four,

PENDAHULUAN

Berangkat dari kasus-kasus hukum yang

dipicu oleh manipulasi akuntansi yang terjadi

pada beberapa entitas bisnis, salah satunya

adalah perusahaan energi besar yang berkantor

pusat di Houston Amerika Serikat yaitu Enron

yang pada tahun 2000 menerima opini wajar

tanpa pengecualian (Unqualified Opinion),

namun ironisnya justru runtuh pada tahun

2001. Kasus runtuhnya Enron berdampak bagi

dunia bisnis internasional sehingga pada tahun

2002 muncullah undang-undang baru yaitu

Sarbanes Oxley Act yang bertujuan untuk

memberikan perlindungan kepada investor.

Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur

Andersen dipersalahkan sebagai penyebab

terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis

pihak pengadilan karena melakukan mark up

pendapatan dan menyembunyikan hutang

lewat business partnership. Fakta ini

memunculkan pertanyaan mengapa perusa-

haan yang menerima opini wajar tanpa

pengecualian (Unqualified Opinion) dapat

berhenti beroperasi?, sehingga menimbulkan

keraguan mengenai reputasi dan independensi

sebuah kantor akuntan publik atas opini wajar

tanpa pengecualian yang merupakan jaminan

kondisi perusahaan yang sesungguhnya.

Berdasarkan kasus tersebut maka

penelitian ini akan melihat apakah setelah

terjadi kasus Enron The Big4 masih dapat

Page 2: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

158

dipercaya dan independensinya masih dapat

dipertanggungjawabkan, sehingga opini yang

dikeluarkan oleh The Big4 dapat memberikan

assurance bagi para pemakai laporan

keuangan. Laporan keuangan bertujuan umum

disusun atas suatu basis kelangsungan usaha,

kecuali manajemen bermaksud untuk

melikuidasi entitas atau menghentikan

operasinya, atau tidak memiliki alternatif yang

realistis selain melakukan tindakan tersebut di

atas (SPAP, 2013). Laporan keuangan

merupakan media komunikasi antara

manajemen dan investor sebagai salah satu

pemangku kepentingan. Investor dan para

pemangku kepentingan lainya menggunakan

laporan keuangan sebagai cerminan untuk

melihat kondisi perusahaan, oleh karena itu

dibutuhkan pihak independen yakni auditor

yang bertindak untuk menilai kewajaran dan

keandalan dari laporan keuangan perusa-

haan.Standar Auditing Seksi 570 menyatakan

bahwa, tanggung jawab auditor adalah untuk

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat

tentang ketepatan penggunaan asumsi

kelangsungan usaha oleh manajemen dalam

penyusunan dan penyajian laporan keuangan,

dan untuk menyimpulkan apakah terdapat

suatu ketidakpastian material tentang

kemampuan entitas untuk mempertahankan

kelangsungan usahanya (SPAP, 2013).

Auditor yang independen akan

memberikan opini sesuai dengan kondisi

perusahaan sebenarnya, jika dalam proses

identifikasi informasi mengenai kondisi

perusahaan auditor tidak menemukan adanya

kesangsian besar terhadap kemampuan entitas

untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya, maka auditor akan memberikan

opini audit non going concern (NGCO)

sebaliknya apabila auditor meragukan

kemampuan perusahaan dalam menjaga

keberlangsungan usahanya maka auditor akan

mengeluarkan opini audit going concern

(GCO).

Opini audit going concern (GCO)

merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh

auditor untuk memastikan apakah perusahaan

dapat mempertahankan kelangsungan

hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing

Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa,

auditor dapat mengidentifikasi informasi

mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang

menunjukkan adanya kesangsian besar tentang

kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu

pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak

tanggal laporan keuangan yang sedang di

audit). Auditor melakukan evaluasi terhadap

perusahaan sebelum menentukan apakah

terdapat kesangsian atas kelangsungan usaha

suatu perusahaan. Auditor memerlukan

berbagai informasi mengenai kondisi

perusahaan dalam penilaian atas ada atau

tidaknya kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu

pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat

kesangsian atas kelangsungan hidup entitas,

maka auditor perlu mencari informasi

mengenai rencana manajemen dalam

mengurangi dampak dari ketidakmampuan

entitas tersebut. Jika auditor tidak menemukan

kesangsian atas kondisi perusahaan dalam

menjalankan dan mempertahankan kelang-

sungan usahanya, maka auditor akan

memberikan opini non going concern

(NGCO).

O’Reilly (2010) menyatakan asumsi

dasar bahwa opini audit going concern (GCO)

haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal

negatif tentang kelangsungan hidup

perusahaan sehingga seringkali opini ini

dikatakan bad news bagi pemakai laporan

keuangan. Diterbitkanya opini audit going

concern adalah hal yang tidak diharapkan oleh

perusahaan karena dapat berdampak cukup

signifikan pada kemunduran harga saham,

kesulitan dalam meningkatkan modal

pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditor,

pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen

perusahaan. Akan tetapi, pihak manajemen

yang mempunyai kepentingan tertentu akan

cenderung menyusun laporan keuangan yang

sesuai dengan tujuannya dan bukan demi

kepentingan pemilik perusahaan.

Perilaku manajemen ini tentu saja dapat

mepengaruhi kualitas dari laporan keuangan

yang disajikan dan peluang bagi perusahaan

untuk menerima opini audit going concern

tinggi. Oleh karena itu, diharapkan pihak

manajemen dapat transparan dalam

mengungkapkan informasi pada laporan

keuangan, sehingga peluang perusahaan

menerima opini audit going concern kecil.

Sejumlah penelitian telah mengungkapkan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Page 3: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

159

penerimaan opini audit going concern pada

perusahaan diantaranya Januarti dan

Fitrianasari (2008), Rudyawan dan Badera

(2009), Januarti (2009), Junaidi dan Hartono

(2010), Rahman dan Siregar (2011) telah

berhasil meneliti tentang faktor yang

mempengaruhi penerimaan opini audit going

concern yang terdiri dari faktor keuangan dan

faktor non keuangan.

Standar Auditing Seksi 570 paragraf A2

menyatakan peristiwa atau kondisi yang dapat

menyebabkan keraguan tentang asumsi

kelangsungan usaha salah satunya adalah rasio

keuangan utama yang buruk. Kerugian usaha

yang besar secara berulang atau kekurangan

modal kerja, serta ketidakmampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajibannya

pada saat jatuh tempo, mencerminkan kondisi

keuangan perusahaan yang bermasalah. Rasio

leverage dapat digunakan untuk mengetahui

kapasitas perusahaan dalam memenuhi

kewajiban baik itu jangka pendek maupun

jangka panjang. Rasio leverage umumnya

diukur dengan menggunakan deb to equity

ratio yaitu membandingkan total kewajiban

dengan total ekuitas. Jumlah utang yang

melebihi total ekuitas menyebabkan

perusahaan mengalami defisiensi modal atau

saldo ekuitas bernilai negatif. Semakin tinggi

rasio leverage menunjukkan kinerja keuangan

perusahaan yang semakin buruk dan dapat

menimbulkan ketidakpastian mengenai

kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan

yang memiliki aset yang lebih kecil daripada

kewajibannya akan menghadapi bahaya

kebangkrutan (Chen et al., 1992). Namun

penelitian Rudyawan dan Badera (2008)

menyatakan bahwa rasio leverage tidak

berpengaruh signifikan pada kemungkinan

penerimaan opini audit going concern.

Rahman dan Siregar (2011) dalam

penelitiannya membuktikan bahwa leverage

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kemungkinan penerimaan opini audit going

concern.

DeAngelo (1981) menyimpulkan bahwa

Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dapat

menghasilkan kualitas audit yang lebih baik

dibandingkan KAP yang kecil. Selain itu,

KAP besar memiliki insentif yang lebih besar

untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi

dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala

besar lebih cenderung untuk mengungkapkan

masalah-masalah yang ada karena mereka

lebih kuat menghadapi risiko proses

pengadilan. Namun penelitian Rudyawan dan

Badera (2009), Januarti dan Fitrianasari (2008)

menyatakan bahwa reputasi KAP tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Junaidi

dan Hartono (2010) dalam penelitiannya

membuktikan bahwa reputasi KAP memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap

opini audit going concern yang diberikan

auditor.

Berdasarkan kasus Enron dengan

melibatkan KAP ternama Arthur Anderson

yang dituduh telah mengeluarkan opini yang

tidak sesuai dengan kondisi perusahaan,

sehingga membuat kerugian bagi beberapa

pihak bahkan dunia. Pasca kasus Enron

tersebut banyak investor yang ragu akan jasa

KAP besar, sehingga jatuhlah kepercayaan dan

munculnya keraguan investor terhadap kinerja

dari KAP besar. Setahun setelah kasus Enron

tersebut yaitu pada tahun 2002 dikeluarkan

undang-undang yang mengatur tentang Kantor

Akuntan Publik yaitu Sarbanes Oxley Act.

Undang-undang ini dibuat oleh para pembuat

regulasi untuk mencegah kasus seperti Enron

terulang kembali. Penelitian ini ingin melihat

apakah KAP besar atau The Big Four masih

dapat dipercaya dan independensinya dapat

dipertanggungjawabkan, dengan begitu

diharapkan hasil penelitian ini ingin

memberikan bukti kepada investor agar

keraguan investor terhadap independensi KAP

setalah kasus Enron dapat terjawab, dengan

begitu investor akan lebih hati-hati dan cermat

untuk melakukan investasi pada perusahaan.

Diharapkan juga penelitian ini dapat

menambah referensi terhadap pembuat

regulasi untuk terus mengkaji undang-undang

yang ada, agar semakin kecil peluang KAP

besar maupun kecil untuk melakukan

kecurangan dan semua proses auditnya

dilakukan sesuai prosedur dan undang-undang

yang ada.

TINJAUAN LITERATUR

Teori Agensi

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan

hubungan keagenan sebagai suatu kontrak

dimana satu orang atau lebih (prinsipal)

Page 4: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

160

meminta pihak lainnya (agen) untuk

melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama

prinsipal yang melibatkan pendelegasian

beberapa wewenang pembuatan keputusan

kepada agen. Jika kedua pihak yang terlibat

dalam kontrak tersebut berusaha untuk

memaksimalkan utilitas mereka maka ada

kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu

bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal.

Dengan tujuan memotivasi agen maka

prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa

sehingga mampu mengakomodasi kepentingan

pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak

keagenan. Kontrak yang efisien merupakan

kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu

sebagai berikut ini:

(1) Agen dan prinsipal memiliki informasi

yang simetris artinya baik agen maupun

prinsipal memiliki kualitas dan jumlah

informasi yang sama sehingga tidak

terdapat informasi tersembunyi yang dapat

digunakan untuk keuntungan dirinya

sendiri.

(2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan

imbal jasanya adalah kecil yang berarti

agen mempunyai kepastian yang tinggi

mengenai imbalan yang diterimanya.

Namun, pada kenyataannya agen sebagai

pengelola perusahaan umumnya memiliki

informasi yang lebih banyak mengenai kondisi

perusahaan dibandingkan dengan prinsipal

sebagai pemilik perusahaan sehingga

menimbulkan terjadinya asimetri informasi.

Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga

asumsi sifat manusia terkait teori keagenan,

yaitu: (1) manusia pada umumnya

mementingkan diri sendiri (self interest), (2)

manusia memiliki daya pikir terbatas

mengenai persepsi masa mendatang (bounded

rationality), dan (3) manusia selalu

menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan

asumsi sifat dasar manusia tersebut manager

akan cenderung bertindak oportunis, yaitu

mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini

memicu terjadinya konflik keagenan sehingga

diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor

independen untuk mengevaluasi

pertanggungjawaban keuangan manajemen

dan memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan yang disajikan

oleh manajemen. Rahman dan Siregar (2012)

menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai

pihak yang independen dianggap mampu

menjembatani kepentingan prinsipal dan agen

dalam melakukan monitoring terhadap kinerja

manajemen apakah telah bertindak sesuai

dengan keinginan prinsipal melalui sebuah

sarana yaitu laporan keuangan.

Auditor bertugas memberikan opini atas

kewajaran laporan keuangan perusahaan dan

mengevaluasi apakah terdapat kesangsian

besar terhadap kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya serta

mengungkapkannya pada laporan audit

(SPAP, 2011). Laporan audit memberikan

peringatan awal mengenai kondisi keuangan

perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan

Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan

lebih mudah dipercaya oleh investor dan

pemakai laporan keuangan lainnya, apabila

laporan keuangan yang mencerminkan kinerja

dan kondisi keuangan perusahaan telah

mendapat pernyataan wajar dari auditor.

Laporan keuangan auditan tersebut dapat

dipakai oleh pemangku kepentingan dalam

mengambil keputusan yang tepat atas

perusahaan.

Opini Audit

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik

(SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas

laporan keuangan oleh auditor independen

pada umumnya adalah untuk menyatakan

pendapat tentang kewajaran dalam semua hal

yang material, posisi keuangan, hasil usaha,

perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk

merencanakan dan melaksanakan audit untuk

memperoleh keyakinan memadai tentang

apakah laporan keuangan bebas dari salah saji

material, baik yang disebabkan oleh

kekeliruan atau kecurangan.

Opini audit diberikan oleh auditor

melalui beberapa tahap audit sehingga auditor

dapat memberikan kesimpulan atas opini yang

harus diberikan atas laporan keuangan yang

diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012).

Auditor independen harus menggunakan

kemahiran profesionalnya dengan cermat dan

seksama dalam menentukan prosedur audit

yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit

kompeten yang cukup sebagai basis memadai

dalam merumuskan pendapatnya. Pernyataan

pendapat atas kewajaran laporan keuangan

Page 5: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

161

perusahaan diungkapkan dalam laporan audit

yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan

kata yang digunakan oleh auditor untuk

mengkomunikasikan hasil audit kepada

pemakai laporan auditnya. Pendapat auditor

tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis

yakni laporan audit bentuk baku. Laporan

auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraph

menurut (Mulyadi,2002) yakni:

a. Paragraf pengantar (introduction

paragraph). Paragraf pengantar

dicantumkan pada paragraf pertama

laporan audit bentuk baku. Auditor

mengungkapkan tiga fakta pada paragraf

pengantar. Fakta pertama adalah

pengungkapan tipe jasa yang diberikan

auditor. Fakta kedua tentang objek yang

diaudit. Selanjutnya, pengungkapan

tanggung jawab manajemen atas laporan

keuangan dan tanggung jawab auditor atas

pendapat yang diberikan atas laporan

keuangan berdasarkan hasil auditnya.

b. Paragraf lingkup audit (scope paragraph).

Paragraf lingkup audit berisikan

pernyataan ringkas auditor mengenai

lingkup audit yang dilaksanaakan auditor.

Selain itu, paragraf lingkup audit juga

menjelaskan bahwa pelaksanaan audit

telah dilaksanakan berdasarkan standar

auditing yang ditetapkan oleh organisasi

profesi akuntan publik. Pelaksanaan audit

yang dilaksanakan berdasarkan standar

auditing tersebut memberikan dasar yang

memadai bagi auditor untuk memberikan

pendapat atas laporan keuangan auditan.

c. Paragraf pendapat (opinion paragraph).

Paragraf ketiga dalam laporan keuangan

bentuk baku yakni paragraf pendapat yang

digunakan auditor untuk menyatakan

pendapat mengenai laporan keuangan

auditan. Dalam paragraf pendapat, auditor

menyatakan pendapatnya mengenai

kewajaran laporan keuangan dan

kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi

berterima umum.

Opini audit terdapat pada paragraf

pendapat yang merupakan informasi utama

dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi

508 opini audit terdiri atas lima jenis salah

satunya adalah Pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian dengan Bahasa Penjelas

(Unqualified Opinion with Explanatory

Language) adalah saat keadaan tertentu,

auditor menambahkan suatu paragraf penjelas

(atau bahasa penjelas lain) dalam laporan

audit.

Opini Audit Going Concern (GCO)

Opini audit going concern merupakan

opini audit yang dalam pertimbangan auditor

terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian

signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan

dalam menjalankan operasinya pada kurun

waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun

sejak tanggal laporan keuangan yang sedang

diaudit (SPAP, 2011). Dalam melaksanakan

proses audit, auditor dituntut tidak hanya

melihat sebatas pada hal-hal yang

ditampakkan dalam laporan keuangan saja

tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal

potensial yang dapat mengganggu

kelangsungan hidup suatu perusahaan. Hal

inilah yang menjadi alasan bahwa auditor turut

bertanggungjawab atas kelangsungan hidup

suatu satuan usaha. Standar Audit (SA) Seksi

341 paragraf 15 memberikan contoh paragraf

penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha

dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya yang dicantumkan pada laporan

auditor jika auditor memberikan opini audit

going concern kepada auditee, seperti berikut

ini (SPAP, 2011):

“Laporan keuangan terlampir telah

disusun dengan anggapan Perusahaan akan

melanjutkan usahanya secara berkelanjutan.

Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas

laporan keuangan, Perusahaan telah

mengalami kerugian yang berulangkali dari

usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas

negatif serta pada tanggal 31 Desember 20X2,

jumlah liabilitas lancar perusahaan melebihi

jumlah aset sebesar Rp YYY. Rencana

manajemen untuk mengatasi masalah ini juga

telah diungkapkan dalam Catatan X. Laporan

keuangan terlampir tidak mencakup

penyesuaian yang berasal dari masalah

tersebut.”

SA Seksi 341 paragraf 06 menyatakan

bahwa auditor dapat mengidentifikasi

informasi mengenai kondisi atau peristiwa

tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian

besar tentang kemampuan entitas dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari

satu tahun sejak tanggal laporan keuangan

Page 6: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

162

yang sedang diaudit). Contoh kondisi dan

peristiwa tersebut adalah sebagai berikut ini:

1) Tren negatif, sebagai contoh, kerugian

operasi yang berulang terjadi, kekurangan

modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan

usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2)

Petunjuk lain tentang kemungkinan financial

distress, sebagai contoh, kegagalan dalam

memenuhi kewajiban utang atau perjanjian

serupa, penunggakan pembayaran dividen,

penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan

permintaan pembelian kredit biasa,

restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari

sumber atau metode pendanaan baru, atau

penjualan sebagian besar aset. 3) Masalah

intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau

kesulitan hubungan perburuhan yang lain,

ketergantungan besar atau sukses proyek

tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak

bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara

signifikan memperbaiki operasi. 4)Masalah

luar yang telah terjadi, sebagai contoh,

pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya

undang-undang atau masalah-masalah lain

yang kemungkinan membahayakan

kemampuan entitas untuk beroperasi,

kehilangan franchise, lisensi atau paten

penting, kehilangan pelanggan atau pemasok

utama, kerugian akibat bencana besar seperti

gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak

diasuransikan atau diasuransikan namun

dengan pertanggungan yang tidak memadai.

Leverage

Untuk mengukur sejauh mana

pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang

salah satunya dapat dilihat melalui debt to

equity ratio (Rahman dan Siregar, 2012).

Leverage diukur dengan menggunakan debt to

equity ratio yaitu membandingkan antara total

kewajiban dengan total aset. Rasio ini

mengukur tingkat persentase utang perusahaan

terhadap total aset yang dimiliki atau seberapa

besar tingkat persentase total aset dibiayai

dengan utang. Semakin besar tingkat rasio

leverage menyebabkan timbulnya keraguan

akan kemampuan perusahaan untuk

mempertahankan kelangsungan usahanya di

masa depan karena sebagian besar dana yang

diperoleh oleh perusahaan akan digunakan

untuk membiayai utang dan dana untuk

beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor

pada umumnya lebih menyukai debt ratio

dengan angka rasionya yang rendah. Semakin

kecil debt ratio, maka semakin besar

peredaman dari kerugian yang dialami kreditor

jika terjadi likuidasi. Semakin besar debt ratio

maka akan semakin besar kemungkinan

auditor untuk memberikan opini audit going

concern.

Reputasi KAP

Reputasi KAP dapat diproksikan dengan KAP

yang termasuk dalam Big4 dan NonBig4.

Empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The

Big Four Auditors, yaitu:

(1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja

berafiliasi dengan Ernst & Young,

(2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan

berafiliasi dengan Deloitte Touche

Tohmatsu,

(3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi

dengan KPMG,

(4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan

berafiliasi dengan Pricewaterhouse

Coopers.

Auditor bertanggungjawab untuk

menyediakan informasi yang berkualitas tinggi

berdasarkan hasil pelaksanaan audit yang

dilakukannya, karena informasi tersebut

menjadi basis para pemakai laporan keuangan

untuk mengambil keputusan yang tepat

terhadap perusahaan. Auditee dan pemakai

laporan keuangan biasa mempersepsikan

bahwa auditor yang berasal dari KAP besar

dan berafiliasi dengan KAP internasional yang

menyediakan jasa audit dengan kualitas yang

lebih tinggi. Auditor pada KAP besar berskala

internasional memiliki karakteristik yang

dapat dikaitkan dengan kualitas seperti

pelatihan, pengakuan internasional, serta

adanya peer review (Rahman dan Siregar,

2012). Auditor yang memiliki reputasi baik

akan cenderung untuk mempertahankan

kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan

tidak kehilangan klien (Januarti, 2009), serta

lebih cenderung akan mengeluarkan opini

audit going concern apabila klien terdapat

masalah mengenai keberlangsungan usahanya

(Santosa dan Wedari, 2007).

Pengembangan Hipotesis Penelitian

Page 7: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

163

Chen et al. (1992) menyatakan bahwa,

perusahaan yang memiliki aset lebih kecil

daripada kewajibannya akan menghadapi

bahaya kebangkrutan. Debt to equity ratio

yang diproksikan dengan Leverage diukur

dengan membandingkan antara total

kewajiban dengan total equity. Rasio ini

mengukur tingkat persentase utang perusahaan

terhadap total modal yang dimiliki, semakin

besar tingkat debt to equity ratio menyebabkan

timbulnya keraguan akan kemampuan

perusahaan untuk mempertahankan

kelangsungan usahanya, karena sebagian besar

dana yang diperoleh oleh perusahaan akan

digunakan untuk membiayai utang dan dana

untuk beroperasi akan semakin berkurang.

Kreditor pada umumnya lebih menyukai

debt to equity ratio yang rendah angka

rasionya, karena akan semakin besar

kemungkinan dari kerugian yang dialami

kreditor jika terjadi likuidasi. Perusahaan yang

memiliki debt to equity ratio yang tinggi maka

kemungkinan besar perusahaan akan

menerima opini audit going concern,

sebaliknya apabila perusahaan memiliki debt

to equity ratio yang rendah maka perusahaan

berkemungkinan tidak menerima opini audit

going concern. Pada penelitian Rahman dan

Siregar (2012) meneliti tentang Faktor-faktor

yang mempengaruhi penerimaan opini audit

going concern pada perusahaan manufaktur

dan salah satu variablenya adalah debt to

equity ratio yang berpengaruh secara

signifikan terhadap opini audit going concern.

Kantor Akuntan Publik (KAP) big four

dan non big four menjadi salah satu faktor

perusahaan menerima opini audit going

concern dan opini audit non going concern,

melihat bahwa opini audit dikeluarkan oleh

auditor yang bekerja pada KAP big four atau

non big four. Penelitian sebelumnya oleh

Januarti (2009) tentang Analisis pengaruh

faktor perusahaan, kualitas auditor,

kepemilikan perusahaan terhadap penerimaan

opini audit going concern dengan salah satu

variablenya big four dan non big four yang

diproksikan kualitas auditor berpengaruh

secara signifikan terhadap opini audit going

concern. Junaidi dan Jogiyanto (2010)

meneliti tentang Faktor Non Keuangan pada

Opini Going Concern dengan variable yang

diteliti Tenure, reputasi auditor, disclosure,

dan size, hasil dari penelitian Tenure, reputasi

auditor dan disclosure berpengaruh secara

signifikan sedangkan size tidak berpengaruh

secara signifikan.

Penelitian-penelitian terdahulu telah

menguji pengaruh langsung reputasi KAP

terhadap penerimaan opini audit going

concern dan menemukan hubungan positif

signifikan di antara keduanya. Dengan begitu

penelitian ini bertujuan untuk menguji

pengaruh tidak langsung reputasi KAP dalam

memoderasi hubungan antara leverage dan

opini audit going concern. Pada kenyataannya

perusahaan yang memiliki leverage yang

tinggi ketika diaudit oleh big four maka akan

semakin besar kemungkinan auditor untuk

memberikan opini audit going concern,

sebaliknya apabila perusahaan memiliki

leverage yang tinggi dan diaudit oleh non big

four maka ada kemungkinan perusahaan tidak

akan mendapat opini audit going concern oleh

auditor, melihat bahwa KAP yang besar dan

yang memiliki afiliasi dengan KAP

internasional dapat menghasilkan kualitas

audit yang lebih baik dibandingkan KAP kecil.

KAP skala besar juga lebih cenderung untuk

mengungkapkan masalah yang dialami klien

karena mereka lebih kuat untuk menghadapi

proses pengadilan (DeAngelo, 1981).

Elizabeth dan Fitriany (2013) menyatakan :

1. KAP besar memiliki dan mampu

menghimpun sumber daya yang lebih

besar dari segi kuantitas dan kualitas

sehingga dapat melakukan proses audit

yang lebih efektif untuk mendeteksi dan

melaporkan kecurangan yang terjadi pada

perusahaan.

2. KAP besar memiliki concern untuk

menjaga reputasi dan nama baiknya di

mata klien sehingga mereka akan

memastikan bahwa proses audit dilakukan

dengan baik untuk menjamin kualitas.

3. KAP besar memiliki kemampuan untuk

berinvestasi lebih besar untuk menjadi

spesialis di suatu industri dibandingkan

KAP yang lebih kecil.

Akan tetapi, ketika terjadi kasus Enron

yang sempat menggemparkan dunia dan

membuat banyak masyarakat bertanya-tanya

tentang keindependensian KAP besar. Pasca

kasus Enron terjadi jatuhlah kepercayaan

perusahaan untuk menggunakan jasa KAP

besar yang ada pada saat itu. Kasus Enron

terjadi ketika opini audit yang diterima oleh

Page 8: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

164

(+)

perusahaan adalah wajar tanpa pengecualian

dan dalam jangka waktu setahun kemudian

perusahaan bangkrut. Dapat dilihat bahwa

KAP besar tidak independen dengan

perusahaan yang diaudit dikarenakan fee yang

didapatkan lebih besar dari KAP kecil

sehingga kebanyakan perusahaan rela untuk

membayar fee yang tinggi kepada KAP besar

hanya untuk mendapatkan opini wajar tanpa

pengecualian sekalipun perusahaan mengalami

defisit atau kondisi keuangan yang buruk.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

H1: Leverage berpengaruh positif terhadap

penerimaan opini audit going concern

dimoderasi dengan reputasi KAP.

METODA PENELITIAN

Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Opini Audit Going Concern (GCO)

Opini audit going concern merupakan opini

audit modifikasi yang dalam pertimbangan

auditor terdapat ketidakmampuan atau

ketidakpastian signifikan atas kelangsungan

hidup perusahaan dalam menjalankan

operasinya (SPAP, 2011). Menurut SA Seksi

341, SPAP (2011), opini audit yang termasuk

opini going concern adalah sebagai berikut: 1)

Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa

pengecualian dengan bahasa penjelasan

(unqualified opinion report with explanatory

laguage). 2) Laporan yang berisi pendapat

wajar dengan pengecualian (qualified opinion

report). 3) Opini going concern adverse (tidak

wajar). 4) Laporan yang didalamnya auditor

tidak menyatakan pendapat (disclaimer of

opinion report).

Variabel ini diukur dengan menggunakan

variabel dummy. Opini audit going concern

diberi kode 1, sedangkan yang termasuk dalam

opini audit non going concern yaitu opini

wajar tanpa pengecualian (unqualified

opinion) diberi kode 0.

Leverage (LEV)

Leverage dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan debt to equity ratio. Untuk

mengukur sejauh mana pendanaan perusahaan

dibiayai dengan utang salah satunya dapat

dilihat melalui debt to equity ratio. Debt to

equity ratio mencerminkan besarnya proporsi

antara total debt (total utang) dengan total

shareholder’s equity (total modal sendiri).

Total debt merupakan total liabilities (baik

utang jangka pendek maupun jangka panjang),

sedangkan total shareholder’s equity

merupakan total modal sendiri (total modal

saham yang di setor dan laba yang ditahan)

yang dimiliki perusahaan (Rahman dan

Siregar, 2012). Rasio ini dihitung sebagai

berikut:

Opini Audit Going Concern

Leverage

Reputasi KAP

Page 9: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

165

Reputasi KAP (KAP)

KAP big four yang digunakan dalam

penelitian ini adalah: 1) Price Water House

Coopers (PWC) dengan Partnernya yang

berafiliasi di Indonesia Tanudireja, Wibisana

& Rekan. 2) Deloitte Touche Tohmatsu

Dengan Partnernya yang berafiliasi di

Indonesia Osman Bing Satrio & Rekan. 3)

Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG)

international dengan partnernya yang

berafiliasi di Indonesia Siddharta, dan Widjaja.

4) Ernst & Young dengan Partnernya yang

berafiliasi di Indonesia Purwantono, Sarwoko

& Sandjaja. 5) Variabel ini diukur dengan

menggunakan variabel dummy. Dalam

penelitian ini reputasi KAP diproksikan

dengan ukuran kantor akuntan publik (KAP).

Jika KAP termasuk dalam kategori The Big

Four Auditors, akan diberi kode 1, sedangkan

jika tidak termasuk kategori The Big Four

Auditors, akan diberi kode 0.

Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur go public atau terdaftar di BEI

selama tahun 2004-2013 yang termuat dalam

Indonesian Capital Market Directory (ICMD)

2004-2013. Perusahaan manufaktur dipilih

untuk menghindari adanya industrial effect.

Sampel perusahaan manufaktur yang

digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan

metode purposive sampling dari seluruh

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004-2013.

Proses pengambilan sampel dengan metode

purposive sampling dari penelitian ini

didasarkan pada beberapa kriteria yaitu: 1)

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia selama periode penelitian 2004

– 2013. 2) Data yang dibutuhkan tersedia

dengan lengkap dan menerbitkan laporan

keuangan dalam mata uang rupiah yang telah

diaudit oleh auditor independen dari tahun

2004 – 2013. 3) Mengalami kerugian dua

periode laporan keuangan selama periode

pengamatan antara tahun 2004-2013 (Januarti,

2008). Kriteria ini digunakan untuk

menunjukkan trend kondisi keuangan yang

bermasalah. Kondisi ini menimbulkan

kesangsian auditor tentang kemampuan

perusahaan dalam menjaga kelangsungan

usahanya. Auditor akan cenderung

memberikan opini going concern apabila

perusahaan mengalami kondisi keuangan yang

tidak baik dan dianggap tidak mampu

mempertahankan usahanya tersebut.

Kriteria Pemilihan Sampel

No Keterangan Jumlah

Perusahaan

1 Perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun

2004 sampai dengan

2011

125

2 Perusahaan yang laporan

keuangannya tidak

lengkap

(35)

3 Perusahaan yang tidak

menggunakan mata uang

Rupiah

(2)

3 Perusahaan yang tidak

mengalami laba negatif

setidaknya 2 (dua) kali

dalam periode penelitian

(57)

Jumlah sampel akhir 31

Tahun pengamatan 10

Jumlah observasi 310

Data outliers (66)

Jumlah data yang diolah 244

Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam

penelitian ini setiap tahunnya memiliki

perbedaan dikarenakan metode yang

digunakan adalah cross section. Perusahaan-

perusahaan yang menjadi sampel dalam

penelitian ini ditunjukkan pada lampiran dari

penelitian.

Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data

sekunder, yaitu data yang diperoleh secara

tidak langsung melalui perantara. Data

sekunder dalam penelitian ini adalah laporan

keuangan auditan dan laporan keuangan

tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI

tahun 2004-2013. Data yang digunakan

diperoleh dari Pojok BEI UKDW, website BEI

Page 10: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

166

www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital

Market Directory).

Metode Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini adalah dokumentasi,

yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat,

dan mengkaji data sekunder yang berupa

laporan keuangan auditan dan laporan

keuangan tahunan perusahaan yang

dipublikasikan oleh BEI melalui

www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital

Market Directory).

Metode Analisis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan

menggunakan regresi logistik (logistic

regression) dan analisis moderasi sub

kelompok. Regresi logistik adalah bentuk

khusus analisis regresi dengan variabel

dependen bersifat kategori dan variabel

independennya bersifat kategori dan gabungan

antara metric dan non metric (nominal).

Analisis sub kelompok dilakukan dengan

memecah sampel menjadi dua sub-kelompok

atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang

dihipotesiskan sebagai moderator (Ghozali,

2011).

Model regresi logistik dengan moderasi sub

kelompok yang digunakan untuk menguji

hipotesis terdapat 3 regresi sebagai berikut:

GCO = α1 + α 2 LEV + ε1 (untuk total sampel

Big4 dan NonBig4)

GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel Big4)

GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel

NonBig4)

Keterangan:

GCO = Opini going concern (variabel dummy,

1 jika opini going concern, 0 jika

opini non going concern)

LEV = Leverage

Α1, β1, λ1 = Konstanta

Α2, β2, λ2 = Koefisien Regresi

ε1, ε2, ε3 = error

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia sebagai sampel penelitian.

Berdasarkan kriteria sampel diperoleh 31

perusahaan dengan 244 data dari tahun 2004-

2013. Data yang digunakan dalam penelitian

ini diambil dari laporan auditor independen

dan laporan keuangan perusahaan. Statistik

deskriptif masing-masing variabel disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. S

tatistik Deskriptif

N Min Max Mean Std.

Dev

GCO 244 0 1 .27 .445

KAP 244 0 1 .20 .398

LEV 244 .04 38.79 2.61 3.584

Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan hasil

sebagai berikut ini. Nilai rata-rata opini audit

(GCO) sebesar 0,27 yang lebih kecil dari 0,50

menunjukkan bahwa opini audit dengan kode

1, yakni opini audit going concern lebih

sedikit muncul dari 244 perusahaan sampel

yang diteliti. Dari 244 perusahaan sampel, 66

atau 27 % perusahaan sampel menerima opini

audit going concern, dan 178 atau 73 %

perusahaan sampel menerima opini audit non

going concern.

Variabel reputasi KAP (KAP) memiliki

nilai rata-rata sebesar 0,20 yang lebih kecil

dari 0,50 menunjukkan bahwa reputasi KAP

dengan kode 1, yakni KAP yang berafiliasi

dengan Big 4 lebih sedikit muncul dari 244

perusahaan sampel. Dari 244 perusahaan

sampel, 48 atau 19,6 % perusahaan sampel

diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan Big

4, dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel

diaudit oleh KAP yang tidak berafiliasi dengan

Big 4.

Nilai rata-rata debt to equity ratio (LEV)

sampel yang diteliti sebesar 2.6060 dengan

minimum 0,04 dan maksimum 38.79. Rasio

tersebut memberikan gambaran ada

perusahaan sampel yang memiliki jumlah

kewajiban yang kecil sehingga angka rasio

menunjukkan 0,04. Namun, ada pula

perusahaan sampel yang memiliki rasio

melebihi 1, hal tersebut menunjukkan bahwa

perusahaan sampel memiliki ekuitas yang

kecil atau terdapat indikasi adanya risiko yang

Page 11: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

167

cukup besar bagi kreditor. Secara keseluruhan

rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai

rasio diatas dari 1 itu berarti bahwa rata-rata

perusahaan sampel memiliki ekuitas yang

kecil dibandingan dengan jumlah kewajiban

atau utang, hal ini harus menjadi perhatian

bagi perusahaan karena ekuitas atau modal

dari perusahaan tidak dapat menutupi

kewajiban atau utang perusahaan dan ini

memungkinkan auditor untuk memberikan

opini going concern.

Analisis Regresi Logistik. Analisis data

dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan regresi logistik. Ghozali

(2011:333) menyatakan bahwa regresi logistik

digunakan untuk menguji apakah probabilitas

terjadinya variabel terikat dapat diprediksi

dengan variabel bebasnya. Teknik analisis

regresi logistik tidak memerlukan asumsi

normalitas data pada variabel bebasnya

(Ghozali, 2011:333), dan mengabaikan

heteroskedastisitas (Gujarati 2004).

Menilai kelayakan model regresi.

Kelayakan model regresi dinilai dengan

menggunakan Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test. Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji

hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau

sesuai dengan model (tidak ada perbedaan

antara model dengan data sehingga model

dapat dikatakan fit).

Nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test untuk regresi total

observasi adalah 15.373 dengan probabilitas

signifikansi 0,052, regresi observasi big four

adalah 6.524 dengan signifikansi 0,589, dan

untuk regresi observasi non big four adalah

9,331 dengan signifikansi 0,315. Dengan

demikian semua nilai signifikansinya diatas

0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model

mampu memprediksi nilai observasinya atau

dapat dikatakan model dapat diterima karena

cocok dengan data observasinya.

Tabel 2.

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Chi-

square df Sig.

Regresi total observasi

(big four dan non big

four)

15.373 8 .052

Regresi untuk

observasi big four 6.524 8 .589

Regresi untuk

observasi non big four 9.331 8 .315

Menilai keseluruhan model (overall

model fit). Penilaian keseluruhan model

dilakukan dengan membandingkan nilai antara

-2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block

Number = 0), dimana model hanya

memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log

Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number

= 1), dimana model memasukkan konstanta

dan variabel bebas.

Untuk observasi big four dan non big

four nilai -2LL awal adalah sebesar 284.869

dan setelah dimasukkan variabel independen,

maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan

menjadi sebesar 269.467, untuk observasi big

four nilai -2LL awal adalah sebesar 57.949

dan nilai -2LL akhir mengalami penurunan

menjadi sebesar 53.697, untuk observasi non

big four nilai -2LL awal adalah sebesar

226.785 dan nilai -2LL akhir mengalami

penurunan menjadi sebesar 215.430.

Penurunan nilai -2LL ini menunjukkan model

regresi yang baik atau dengan kata lain model

yang dihipotesiskan fit dengan data.

Tabel 3.

Overall Model Fit

(-2LL) pada awal

(Block Number = 0)

(-2LL) pada akhir

(Block Number = 1)

Regresi total observasi (big four

dan non big four) 284.869 269.467

Regresi untuk observasi big

four 57.949 53.697

Regresi untuk observasi non big

four 226.785 215.430

Page 12: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

168

Koefisien determinasi (Nagelkerke R

square). Besarnya nilai koefisien determinasi

pada model regresi logistik ditunjukkan

dengan nilai Nagelkerke R square.

Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan

nilai Nagelkerke R square untuk observasi big

four dan non big four sebesar 0,089 yang

berarti variabilitas variabel dependen yang

dapat dijelaskan oleh variabel independen

adalah sebesar 8,9 persen, sedangkan sisanya

sebesar 91,1 persen dijelaskan oleh variabel-

variabel lain di luar model penelitian. Dengan

membandingkan nilai R Square untuk regresi

observasi big four sebesar 0,121 dan R Square

regresi observasi non big four sebesar 0,082,

maka dapat disimpulkan bahwa variabel

reputasi KAP merupakan variabel moderator.

Pengaruh leverage terhadap penerimaan opini

going concern ketika diaudit oleh big four

lebih kuat dibandingkan dengan non big four.

Tabel 4.

Nagelkerke R square

Nagelkerke R

Square

Regresi total observasi

(big four dan non big

four)

.089

Regresi untuk observasi

big four .121

Regresi untuk observasi

non big four .082

Tabel klasifikasi. Tabel klasifikasi

menunjukkan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi probabilitas

penerimaan opini audit going concern oleh

perusahaan. Kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan

terjadinya variabel terikat dinyatakan dalam

persen. Hasil tabel klasifikasi ditampilkan

dalam Tabel 5.

Tabel 5.

Tabel Klasifikasi

Observed

Predicted

GCO Percentage

Correct 0 1

GCO 0 174 4 97.8

1 60 6 9.1

Overall

Percentage 73.8

Tampilan dalam Tabel 5 tersebut

menunjukkan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan

perusahaan menerima opini audit going

concern adalah sebesar 9,1 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan menggunakan

model regresi tersebut, terdapat sebanyak 6

perusahaan (9,1%) yang diprediksi akan

menerima opini audit going concern dari total

66 perusahaan yang menerima opini audit

going concern. Kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan

perusahaan menerima opini audit non going

concern adalah 97,8 persen. Hal ini berarti

bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat

sebanyak 174 perusahaan (97,8%) yang

diprediksi menerima opini audit non going

concern dari total 178 perusahaan yang

menerima opini audit non going concern.

Tabel 6.

Variables in The Equation

Regresi total observasi (big four dan non big four)

B S.E Wald df Sig. Exp(B)

LEV .186 .054 11.691 1 .001 1.204

Constant -1.503 .212 50.150 1 .000 .222

Regresi untuk observasi big four

B S.E Wald df Sig. Exp(B)

LEV .247 .123 4.073 1 .044 1.281

Constant -1.676 .535 9.803 1 .002 .187

Regresi untuk observasi non big four

B S.E Wald df Sig. Exp(B)

LEV .169 .059 8.101 1 .004 1.184

Constant -1.469 .229 41.044 1 .000 .230

Page 13: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

169

Model regresi logistik yang terbentuk dan

pengujian hipotesis

Model regresi logistik dapat dibentuk

dengan melihat pada nilai estimasi paramater

dalam Variables in The Equation. Estimasi

parameter dari model dan tingkat

signifikansinya dapat dilihat pada tabel 6.

Adapun model regresi yang terbentuk

berdasarkan nilai estimasi parameter dalam

Variables in The Equation adalah:

GCO = α1 + α 1 LEV + ε1 (untuk total sampel

big four dan non big four)

GCO = -1.503 + 0.186 LEV + ε1

GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel big

four)

GCO = -1.676 + 0.247LEV + ε2

GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel

non big four)

GCO = -1.469 + 0.169LEV + ε3

Pengujian hipotesis dilakukan dengan

cara membandingkan antara tingkat

signifikansi (Sig.) dengan tingkat kesalahan

(α) = 5%. Berdasarkan Tabel 6 dapat

diinterpretasikan hasil sebagai berikut ini.

Hipotesis dalam penelitian ini

menyatakan bahwa leverage berpengaruh

positif terhadap penerimaan opini going

concern dimoderasi dengan reputasi KAP.

Hasil pengujian untuk regresi total observasi

big four dan non big four menunjukkan

variabel leverage yang diproksikan dengan

debt to equity ratio memiliki koefisien regresi

positif sebesar 0,186 dengan tingkat

signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari α (5%

= 0,05). Hasil pengujian untuk regresi

observasi big four menunjukkan variabel

Leverage memiliki koefisien regresi positif

sebesar 0,247 dengan tingkat signifikansi

0,044 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05).

Hasil pengujian yang terakhir untuk regresi

observasi non big four menunjukkan variable

leverage memiliki koefisien regresi positif

sebesar 0,169 dengan tingkat signifikansi

0,004 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa big four dan non big four yang

diproksikan dengan reputasi KAP memperkuat

pengaruh leverage terhadap penerimaan opini

going concern, dengan begitu hipotesis

diterima.

PEMBAHASAN

Leverage dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan debt to equity ratio

yaitu membandingkan total kewajiban dengan

total ekuitas. Rasio ini mengukur tingkat

persentase utang perusahaan terhadap total

aset yang dimiliki, semakin besar tingkat debt

to equity ratio menyebabkan timbulnya

keraguan akan kemampuan perusahaan untuk

mempertahankan kelangsungan usahanya,

karena sebagian besar dana yang diperoleh

oleh perusahaan akan digunakan untuk

membiayai utang dan dana untuk beroperasi

akan semakin berkurang. Semakin besar debt

ratio maka akan semakin besar kemungkinan

auditor untuk memberikan opini audit going

concern. Sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Januarti dan Fitriasari (2008),

serta Januarti (2009) menemukan bahwa rasio

debt default berpengaruh positif signifikan

terhadap penerimaan opini audit going

concern.

Penelitian terdahulu Januarti (2009),

Junaidi dan Jogiyanto (2010) meneliti tentang

reputasi KAP yang berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan opini going concern.

Berdasarkan penelitian terdahulu dijadikanlah

reputasi KAP menjadi pemoderasi antara

leverage dengan opini going concern untuk

melihat apakah reputasi KAP ini merupakan

variabel moderasi dan melihat apakah reputasi

KAP memperlemah atau memperkuat

pengaruh leverage terhadap opini going

concern.

Hasil penelitian ini memberikan bukti

empiris bahwa leverage berpengaruh terhadap

opini going concern dan reputasi KAP

merupakan variabel moderasi, sehingga

hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar debt to

equity ratio perusahaan maka akan semakin

besar kemungkinan perusahaan untuk

menerima opini audit going concer dengan

reputasi KAP sebagai variabel moderasi.

Ketika dihubungkan dengan kasus

Enron yang telah menjatuhkan kepercayaan

masyarakat, perusahaan, investor, dan

beberapa pihak lainya atas independensi

Kantor Akuntan Publik, sampai pada waktu itu

dikeluarkanlah undang-undang baru yaitu

Sarbanes Oxley untuk mengantisipasi kasus

seperti Enron terjadi kembali. Berangkat dari

Page 14: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

170

kasus tersebut penelitian ini ingin menguji

apakah KAP yang berafiliasi dengan big four

maupun tidak berafiliasi dengan big four telah

menerapkan aturan atau undang-undang yang

telah dibuat sehingga kasus seperti Enron tidak

akan terjadi lagi.

Dari penelitian akan sedikit menjawab

pertanyaan tersebut bahwa big four maupun

non big four telah menerapkan aturan atau

undang-undang yang telah dibuat sehingga

kecil kemungkinan untuk terjadi kembali

kasus seperti Enron, berdasarkan dari hasil uji

regresi logistik dengan moderasi sub-

kelompok yang membuktikan bahwa hipotesis

penelitian diterima yaitu leverage berpengaruh

positif terhadap penerimaan opini going

concern ketika diaudit oleh big four dan non

big four.

Dengan membandingkan nilai R Square

untuk regresi big four sebesar 12,1 % dan

untuk regresi non big four sebesar 8,2 %, hal

ini ingin menunjukan bahwa pengaruh

leverage terhadap opini going concern lebih

kuat ketika diaudit oleh big four dibandingkan

dengan non big four dengan selisih 3,9 %,

sesuai dengan yang dikatakan oleh DeAngelo

(1981) bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP)

yang lebih besar dapat menghasilkan kualitas

audit yang lebih baik dibandingkan kantor

akuntan kecil.

Hasil dari penelitian ini juga dapat

memberikan rasa aman untuk para investor,

calon investor, perusahaan, masyarakat, dan

pihak lainya bahwa pasca kasus Enron KAP

besar maupun KAP kecil telah melakukan

auditnya sesuai dengan prosedur dan aturan

atau undang-undang yang ada sehingga kinerja

big four dan non big four sudah lebih baik

setelah kasus Enron terjadi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan,

landasan teori, hipotesis, dan hasil pengujian

yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

beberpa hal. Pertama, dari 125 jumlah

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI,

hanya 31 perusahaan yang dijadikan sebagai

sampel dengan 310 data yang ada setelah di

outliers tersisa 244 data yang diolah dalam

penelitian ini. Kedua, dari 244 perusahaan

sampel yang diteliti, terdapat 66 perusahaan

sampel menerima opini audit going concern

(GCO), dan 178 perusahaan sampel menerima

opini audit non going concern (NGCO). Jadi

dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan,

mayoritas perusahaan sampel (73% dari

keseluruhan perusahaan sampel yang diteliti)

memperoleh opini audit non going concern

(NGCO) yang berarti mempunyai kondisi

keuangan yang baik sehingga mampu

mempertahankan kegiatan usahanya (going

concern) atau dapat dikatakan jauh dari arah

likuidasi.

Ketiga, dari 244 perusahaan sampel

yang diteliti, terdapat 48 atau 19,6 %

perusahaan sampel yang laporan keuangannya

diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan big

four dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel

yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP

yang berafiliasi dengan non big four.

Keempat, hipotesis dalam penelitian ini

diterima hal ini menunjukkan bahwa semakin

besar debt to equity ratio (leverage)

perusahaan maka akan semakin besar

kemungkinan perusahaan untuk menerima

opini audit going concern diperkuat ketika

diaudit oleh big four.

Kelima, hasil dari penelitian ini sedikit

membuktikan bahwa big four dan non big four

telah menerapkan undang-undang yang

dikeluarkan pasca Enron dan melakukan

semua proses auditnya sesuai prosedur

sehingga bagi para investor dan calon investor

yang dulunya kepercayaan akan independensi

KAP berkurang, sekarang dengan hasil

penelitian ini dapat memberikan rasa aman

untuk para investor dan calon investor yang

ingin melakukan investasi. Akan tetapi kehati-

hatian dan cermat dalam memilih perusahaan

harus dimiliki dan sebaiknya tidak berinvestasi

pada perusahaan yang mendapat opini audit

going concern.

Keenam, Undang-undang yang dikeluar-

kan pasca kasus Enron sudah tepat. Hasil

penelitian ini juga menunjukan bahwa undang-

undang tersebut sudah diterapkan oleh big four

dan non big four. Tetapi akan lebih baik lagi

apabila para pembuat regulasi terus mengkaji

aturan-aturan yang sudah dibuat sehingga

aturan-aturan tersebut dapat diperbaharui

seiring berkembangnya zaman dan bahkan

melakukan penambahan undang-undang untuk

Page 15: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

171

supaya lebih memperkecil peluang KAP big

four dan non big four melakukan kecurangan.

Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan dalam

penelitian ini diantaranya, 1) Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya

pada satu variabel independen yaitu leverage

dan satu variabel moderasi yaitu reputasi KAP.

Nilai koefisien determinasi (Nagelkerke R

square) dalam penelitian ini juga masih relatif

kecil yaitu 0,089 atau 8,9 %. 2) Sumber data

yang digunakan adalah data sekunder,

sehingga beberapa sampel terpaksa

dikeluarkan karena data yang didapat dengan

cara men-download dari situs www.idx.co.id

maupun dari ICMD (Indonesian Capital

Market Directory) yang kurang lengkap. 3)

Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan

objek penelitian hanya berasal dari perusahaan

manufaktur saja, sehingga tidak dapat

mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh

perusahaan go public yang terdaftar di BEI. 4)

Jumlah data yang diolah 244 data masih

kurang untuk melakukan uji regresi logistik

yang seharusnya minimal 400 data. Distribusi

data antara big four dan non big four tidak

proporsional.

Saran

Beberapa keterbatasan diatas memenga-

ruhi hasil penelitian dan perlu menjadi bahan

pengembangan pada penelitian selanjutnya.

Adapun saran-saran yang dapat disampaikan

bagi peneliti yang akan datang dan atau bagi

pihak berkepentingan lainnya berdasarkan

penelitian ini. Pertama, koefisien determinasi

(Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,089

yang berarti variabilitas variabel dependen

yang dapat dijelaskan oleh variabel

independen adalah sebesar 8,9 persen,

sedangkan sisanya sebesar 91,1 persen

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar

model penelitian. Hal ini berarti masih banyak

variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk

menjelaskan penerimaan opini audit going

concern.

Variabel lain yang secara teoritis

mungkin dapat memengaruhi opini audit going

concern yaitu liquidity, profitability, cash

flow, company’s size, company’s growth,

auditor client tenure, mekanisme Corporate

Governance, opinion shopping, penerapan

strategi manajemen, dan keberadaan komisaris

independen dan kepemilikan perusahaan (yang

dapat dipisahkan antara kepemilikan asing dan

kepemilikan dalam negeri untuk dapat

mengetahui apakah terdapat perbedaan antara

jenis kepemilikan tersebut, karena biasanya

dengan adanya kepemilikan asing akan lebih

ketat pengawasannya, sehingga kinerja

perusahaan akan lebih baik). Oleh karena itu,

penelitian berikutnya dapat mempertimbang-

kan variabel lain tersebut dan variabel tersebut

dapat diuji dengan teknik analisis yang

berbeda.

Kedua, penelitian ini menggunakan

sumber data sekunder sehingga ada beberapa

sampel yang dikeluarkan karena data yang

didapat kurang lengkap. Oleh karena itu akan

lebih baik lagi bila penelitian selanjutnya bisa

menggunakan sumber data primer dengan cara

terjun langsung ke perusahaan untuk

mendapatkan data yang diperlukan sehingga

resiko data yang kurang lengkap kecil.

Ketiga, penelitian ini hanya dilakukan

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia, penelitian berikutnya

dapat melakukan penelitian dengan objek yang

berbeda misalnya perusahaan sektor keuangan

untuk memperoleh konsistensi hasil penelitian

dan dapat mengeneralisir seluruh perusahaan

go public yang terdaftar di BEI.

Keempat, jumlah data yang diolah dalam

penelitian ini hanya sebanyak 244 data, hal ini

masih tergolong kurang untuk melakukan uji

regresi logistik dan masih belum propor-

sionalnya data big four dan non big four,

sehingga penelitian selanjutnya dapat

menambah atau memperpanjang periode

pengamatan menjadi diatas dari 10 tahun.

DAFTAR REFERENSI

Buku Pedoman Penulisan Skripsi. 2014.

Fakultas Bisnis. Universitas Kristen Duta

Wacana.

Choi, Jong-Hag, CF Kim, JB Kim, And

Yoonseok Zang. 2010. Audit Office Size,

Audit Quality and Audit Pricing.

Page 16: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016

172

Auditing: A Journal of Practice &

Theory. 29 (1): 73–97

Chen, Kevin C. W. & Bryan, K. Church. 1992.

Default on Debt Obligations and the

Issuance of Opini Going-Concern

Opinions. Auditing: A Journal of Practice

& Theory. 11, (2): 30-49.

DeAngelo, Linda Elizabeth. 1981. Auditor

Size and Audit Quality. Journal of

Accounting and Economics. 3, 183-199.

Eisenhardt, K. M. 1998. Agency Theory: An

Assessment and Review. Academy of

Management Review. 14 (1): 57-74.

Fanny, Margaretta & Saputra, S. 2005. Opini

Audit Going Concern: Kajian

Berdasarkan Model Prediksi Kebang-

krutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan

Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi

pada Emiten Bursa Efek Jakarta).

Simposium Nasional Akuntansi VIII.

966-978.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program SPSS 19.

Edisi Kelima. Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.

Gultom, Elizabeth R. dan Fitriany. 2013.

Pengaruh Tenure Audit dan Rotasi

Auditor terhadap Kualitas Audit dengan

Ukuran Kantor Akuntan Publik sebagai

Variabel Moderasi. Makalah Disampai-

kan dalam Simposium Nasional

Akuntansi XVI. Manado: 25-28

September.

Gujarati, Damodar N. 2004. Basic

Econometric. McGraw Hill.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar

Profesional Akuntan Publik. Jakarta:

Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Standar

Profesional Akuntan Publik. Jakarta:

Salemba Empat.

Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 1.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,

Yogyakarta

Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 2.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,

Yogyakarta

Januarti, Indira dan Fitrianasari, Ella. 2008.

Analisis Rasio Keuangan dan Rasio

Nonkeuangan yang Memengaruhi

Auditor dalam Memberikan Opini Audit

Going Concern pada Auditee (Studi

Empiris pada Perusahaan Manufaktur

yang Terdaftar di BEJ 2000-2005). Jurnal

MAKSI. 8 (1): 43-58.

Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh

Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,

Kepemilikan Perusahaan terhadap

Penerimaan Opini Audit Going Concern

(Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia).

Jensen, M.C. and Meckling, W.H.. 1976.

Theory of The Firm: Managerial

Behaviour Agency Cost and Ownership

Structure. Journal of Financial

Economics. 3 (4): 305-360.

Junaidi, dan Hartono, Jogiyanto. 2010. Faktor

Nonkeuangan pada Opini Going concern.

Makalah Disampaikan dalam Simposium

Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto:

13-15 Oktober.

Knechel, W. Robert and Vanstraelen, Ann.

The Relationship between Auditor Tenure

and Audit Quality Implied by Going

Concern Opinions. Auditing: A Journal

of Practice & Theory. 26 (1): 113-131.

Komalasari, Agrianti. 2004. Analisis Pengaruh

Kualitas Auditor dan Proxy Going

Concern terhadap Opini Auditor. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan. 9 (2): 1-15.

Laporan Keuangan Auditan Beserta Laporan

Auditor Independen. 2004–2013.

www.bei.co.id

Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Keenam.

Salemba Empat, Jakarta

Page 17: LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)

173

Praptitorini, Mirna Dyah dan ndira, Januarti.

2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit,

Debt Default, dan Opinion Shopping

terhadap Penerimaan Opini Going

Concern. Makalah Disampaikan dalam

Simposium Nasional Akuntansi X.

Makassar: 26-28 Juli.

Rudyawan, Arry Pratama dan Badera, I Dewa

Nyoman. 2008. Opini Audit Going

Concern: Kajian Berdasarkan Model

Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan

Perusahaan, Leverage, dan Reputasi

Auditor

Rahman, Abdul dan Siregar, Baldric. 2012.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kecenderungan Penerimaan Opini Audit

Going Concern pada Perusahaan

Manufaktur.

Santosa, A.F dan Wedari, L.K. 2007. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kecenderungan Penerimaan Opini Audit

Going Concern. JAAI, 11 (2) Hal 141 –

158.

Setyarno, Eko, Januarti Indira, & Faisal. 2007.

Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi

Keuangan Perusahaan, Opini Audit

Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan

Perusahaan Terhadap Opini Audit Going

Concern. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 7

(2):129-140.

Sari, M.R. dan Soetikno, H.I.. 2010. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Auditor dalam Memberikan Opini Going

Concern (Studi pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2003-2009).