Download - LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
157
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
Kaihatu Bryan Petrus
Christine Novita Dewi
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5 -25 Yogyakarta
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine and analyse the impact of leverage towards acceptance of
audit opinion going concern. Population of this research is manufacturing company listing in
Indonesia Stock Exchange (BEI) during 2004-2013. From total 125 manufacturing companies, there
are only 31 companies that fulfill criteria of research sample. This research is using audited financial
report to determine whether company received going concern opinion or not. The result shows that
leverage has significantly positive impact to audit report-going concern. The increase of debt to
equity ratio, the more potential company receives audit going concern opinion. This result becomes
stronger when the company is audited by bigfour.
Keywords: Leverage, Audit Opinion, Going Concern, Big Four
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Leverage terhadap penerimaan
Opini Audit Going Concern yang dimoderasi oleh Reputasi Kantor Akuntan Publik. Populasi dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013.
Dari total 125 perusahaan manufaktur, hanya 31 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria
sampel penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan laporan auditor yang terdapat
dalam laporan keuangan perusahaan sebagai penentuan Opini Audit Going Concern. Pengujian
hipotesis menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap Opini Audit Going Concern (GCO) diperkuat ketika diaudit
oleh Big Four.
Kata kunci: Leverage, Opini Audit, Going Concern, Big Four,
PENDAHULUAN
Berangkat dari kasus-kasus hukum yang
dipicu oleh manipulasi akuntansi yang terjadi
pada beberapa entitas bisnis, salah satunya
adalah perusahaan energi besar yang berkantor
pusat di Houston Amerika Serikat yaitu Enron
yang pada tahun 2000 menerima opini wajar
tanpa pengecualian (Unqualified Opinion),
namun ironisnya justru runtuh pada tahun
2001. Kasus runtuhnya Enron berdampak bagi
dunia bisnis internasional sehingga pada tahun
2002 muncullah undang-undang baru yaitu
Sarbanes Oxley Act yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada investor.
Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur
Andersen dipersalahkan sebagai penyebab
terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis
pihak pengadilan karena melakukan mark up
pendapatan dan menyembunyikan hutang
lewat business partnership. Fakta ini
memunculkan pertanyaan mengapa perusa-
haan yang menerima opini wajar tanpa
pengecualian (Unqualified Opinion) dapat
berhenti beroperasi?, sehingga menimbulkan
keraguan mengenai reputasi dan independensi
sebuah kantor akuntan publik atas opini wajar
tanpa pengecualian yang merupakan jaminan
kondisi perusahaan yang sesungguhnya.
Berdasarkan kasus tersebut maka
penelitian ini akan melihat apakah setelah
terjadi kasus Enron The Big4 masih dapat
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
158
dipercaya dan independensinya masih dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga opini yang
dikeluarkan oleh The Big4 dapat memberikan
assurance bagi para pemakai laporan
keuangan. Laporan keuangan bertujuan umum
disusun atas suatu basis kelangsungan usaha,
kecuali manajemen bermaksud untuk
melikuidasi entitas atau menghentikan
operasinya, atau tidak memiliki alternatif yang
realistis selain melakukan tindakan tersebut di
atas (SPAP, 2013). Laporan keuangan
merupakan media komunikasi antara
manajemen dan investor sebagai salah satu
pemangku kepentingan. Investor dan para
pemangku kepentingan lainya menggunakan
laporan keuangan sebagai cerminan untuk
melihat kondisi perusahaan, oleh karena itu
dibutuhkan pihak independen yakni auditor
yang bertindak untuk menilai kewajaran dan
keandalan dari laporan keuangan perusa-
haan.Standar Auditing Seksi 570 menyatakan
bahwa, tanggung jawab auditor adalah untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
tentang ketepatan penggunaan asumsi
kelangsungan usaha oleh manajemen dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan,
dan untuk menyimpulkan apakah terdapat
suatu ketidakpastian material tentang
kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya (SPAP, 2013).
Auditor yang independen akan
memberikan opini sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya, jika dalam proses
identifikasi informasi mengenai kondisi
perusahaan auditor tidak menemukan adanya
kesangsian besar terhadap kemampuan entitas
untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka auditor akan memberikan
opini audit non going concern (NGCO)
sebaliknya apabila auditor meragukan
kemampuan perusahaan dalam menjaga
keberlangsungan usahanya maka auditor akan
mengeluarkan opini audit going concern
(GCO).
Opini audit going concern (GCO)
merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor untuk memastikan apakah perusahaan
dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing
Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa,
auditor dapat mengidentifikasi informasi
mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang
menunjukkan adanya kesangsian besar tentang
kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu
pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak
tanggal laporan keuangan yang sedang di
audit). Auditor melakukan evaluasi terhadap
perusahaan sebelum menentukan apakah
terdapat kesangsian atas kelangsungan usaha
suatu perusahaan. Auditor memerlukan
berbagai informasi mengenai kondisi
perusahaan dalam penilaian atas ada atau
tidaknya kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu
pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat
kesangsian atas kelangsungan hidup entitas,
maka auditor perlu mencari informasi
mengenai rencana manajemen dalam
mengurangi dampak dari ketidakmampuan
entitas tersebut. Jika auditor tidak menemukan
kesangsian atas kondisi perusahaan dalam
menjalankan dan mempertahankan kelang-
sungan usahanya, maka auditor akan
memberikan opini non going concern
(NGCO).
O’Reilly (2010) menyatakan asumsi
dasar bahwa opini audit going concern (GCO)
haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal
negatif tentang kelangsungan hidup
perusahaan sehingga seringkali opini ini
dikatakan bad news bagi pemakai laporan
keuangan. Diterbitkanya opini audit going
concern adalah hal yang tidak diharapkan oleh
perusahaan karena dapat berdampak cukup
signifikan pada kemunduran harga saham,
kesulitan dalam meningkatkan modal
pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditor,
pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen
perusahaan. Akan tetapi, pihak manajemen
yang mempunyai kepentingan tertentu akan
cenderung menyusun laporan keuangan yang
sesuai dengan tujuannya dan bukan demi
kepentingan pemilik perusahaan.
Perilaku manajemen ini tentu saja dapat
mepengaruhi kualitas dari laporan keuangan
yang disajikan dan peluang bagi perusahaan
untuk menerima opini audit going concern
tinggi. Oleh karena itu, diharapkan pihak
manajemen dapat transparan dalam
mengungkapkan informasi pada laporan
keuangan, sehingga peluang perusahaan
menerima opini audit going concern kecil.
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
159
penerimaan opini audit going concern pada
perusahaan diantaranya Januarti dan
Fitrianasari (2008), Rudyawan dan Badera
(2009), Januarti (2009), Junaidi dan Hartono
(2010), Rahman dan Siregar (2011) telah
berhasil meneliti tentang faktor yang
mempengaruhi penerimaan opini audit going
concern yang terdiri dari faktor keuangan dan
faktor non keuangan.
Standar Auditing Seksi 570 paragraf A2
menyatakan peristiwa atau kondisi yang dapat
menyebabkan keraguan tentang asumsi
kelangsungan usaha salah satunya adalah rasio
keuangan utama yang buruk. Kerugian usaha
yang besar secara berulang atau kekurangan
modal kerja, serta ketidakmampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo, mencerminkan kondisi
keuangan perusahaan yang bermasalah. Rasio
leverage dapat digunakan untuk mengetahui
kapasitas perusahaan dalam memenuhi
kewajiban baik itu jangka pendek maupun
jangka panjang. Rasio leverage umumnya
diukur dengan menggunakan deb to equity
ratio yaitu membandingkan total kewajiban
dengan total ekuitas. Jumlah utang yang
melebihi total ekuitas menyebabkan
perusahaan mengalami defisiensi modal atau
saldo ekuitas bernilai negatif. Semakin tinggi
rasio leverage menunjukkan kinerja keuangan
perusahaan yang semakin buruk dan dapat
menimbulkan ketidakpastian mengenai
kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan
yang memiliki aset yang lebih kecil daripada
kewajibannya akan menghadapi bahaya
kebangkrutan (Chen et al., 1992). Namun
penelitian Rudyawan dan Badera (2008)
menyatakan bahwa rasio leverage tidak
berpengaruh signifikan pada kemungkinan
penerimaan opini audit going concern.
Rahman dan Siregar (2011) dalam
penelitiannya membuktikan bahwa leverage
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemungkinan penerimaan opini audit going
concern.
DeAngelo (1981) menyimpulkan bahwa
Kantor Akuntan Publik (KAP) besar dapat
menghasilkan kualitas audit yang lebih baik
dibandingkan KAP yang kecil. Selain itu,
KAP besar memiliki insentif yang lebih besar
untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi
dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala
besar lebih cenderung untuk mengungkapkan
masalah-masalah yang ada karena mereka
lebih kuat menghadapi risiko proses
pengadilan. Namun penelitian Rudyawan dan
Badera (2009), Januarti dan Fitrianasari (2008)
menyatakan bahwa reputasi KAP tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern. Junaidi
dan Hartono (2010) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa reputasi KAP memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap
opini audit going concern yang diberikan
auditor.
Berdasarkan kasus Enron dengan
melibatkan KAP ternama Arthur Anderson
yang dituduh telah mengeluarkan opini yang
tidak sesuai dengan kondisi perusahaan,
sehingga membuat kerugian bagi beberapa
pihak bahkan dunia. Pasca kasus Enron
tersebut banyak investor yang ragu akan jasa
KAP besar, sehingga jatuhlah kepercayaan dan
munculnya keraguan investor terhadap kinerja
dari KAP besar. Setahun setelah kasus Enron
tersebut yaitu pada tahun 2002 dikeluarkan
undang-undang yang mengatur tentang Kantor
Akuntan Publik yaitu Sarbanes Oxley Act.
Undang-undang ini dibuat oleh para pembuat
regulasi untuk mencegah kasus seperti Enron
terulang kembali. Penelitian ini ingin melihat
apakah KAP besar atau The Big Four masih
dapat dipercaya dan independensinya dapat
dipertanggungjawabkan, dengan begitu
diharapkan hasil penelitian ini ingin
memberikan bukti kepada investor agar
keraguan investor terhadap independensi KAP
setalah kasus Enron dapat terjawab, dengan
begitu investor akan lebih hati-hati dan cermat
untuk melakukan investasi pada perusahaan.
Diharapkan juga penelitian ini dapat
menambah referensi terhadap pembuat
regulasi untuk terus mengkaji undang-undang
yang ada, agar semakin kecil peluang KAP
besar maupun kecil untuk melakukan
kecurangan dan semua proses auditnya
dilakukan sesuai prosedur dan undang-undang
yang ada.
TINJAUAN LITERATUR
Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan
hubungan keagenan sebagai suatu kontrak
dimana satu orang atau lebih (prinsipal)
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
160
meminta pihak lainnya (agen) untuk
melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama
prinsipal yang melibatkan pendelegasian
beberapa wewenang pembuatan keputusan
kepada agen. Jika kedua pihak yang terlibat
dalam kontrak tersebut berusaha untuk
memaksimalkan utilitas mereka maka ada
kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu
bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal.
Dengan tujuan memotivasi agen maka
prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa
sehingga mampu mengakomodasi kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
keagenan. Kontrak yang efisien merupakan
kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu
sebagai berikut ini:
(1) Agen dan prinsipal memiliki informasi
yang simetris artinya baik agen maupun
prinsipal memiliki kualitas dan jumlah
informasi yang sama sehingga tidak
terdapat informasi tersembunyi yang dapat
digunakan untuk keuntungan dirinya
sendiri.
(2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan
imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi
mengenai imbalan yang diterimanya.
Namun, pada kenyataannya agen sebagai
pengelola perusahaan umumnya memiliki
informasi yang lebih banyak mengenai kondisi
perusahaan dibandingkan dengan prinsipal
sebagai pemilik perusahaan sehingga
menimbulkan terjadinya asimetri informasi.
Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga
asumsi sifat manusia terkait teori keagenan,
yaitu: (1) manusia pada umumnya
mementingkan diri sendiri (self interest), (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas
mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality), dan (3) manusia selalu
menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan
asumsi sifat dasar manusia tersebut manager
akan cenderung bertindak oportunis, yaitu
mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini
memicu terjadinya konflik keagenan sehingga
diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor
independen untuk mengevaluasi
pertanggungjawaban keuangan manajemen
dan memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen. Rahman dan Siregar (2012)
menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai
pihak yang independen dianggap mampu
menjembatani kepentingan prinsipal dan agen
dalam melakukan monitoring terhadap kinerja
manajemen apakah telah bertindak sesuai
dengan keinginan prinsipal melalui sebuah
sarana yaitu laporan keuangan.
Auditor bertugas memberikan opini atas
kewajaran laporan keuangan perusahaan dan
mengevaluasi apakah terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya serta
mengungkapkannya pada laporan audit
(SPAP, 2011). Laporan audit memberikan
peringatan awal mengenai kondisi keuangan
perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan
Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan
lebih mudah dipercaya oleh investor dan
pemakai laporan keuangan lainnya, apabila
laporan keuangan yang mencerminkan kinerja
dan kondisi keuangan perusahaan telah
mendapat pernyataan wajar dari auditor.
Laporan keuangan auditan tersebut dapat
dipakai oleh pemangku kepentingan dalam
mengambil keputusan yang tepat atas
perusahaan.
Opini Audit
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas
laporan keuangan oleh auditor independen
pada umumnya adalah untuk menyatakan
pendapat tentang kewajaran dalam semua hal
yang material, posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan.
Opini audit diberikan oleh auditor
melalui beberapa tahap audit sehingga auditor
dapat memberikan kesimpulan atas opini yang
harus diberikan atas laporan keuangan yang
diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012).
Auditor independen harus menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama dalam menentukan prosedur audit
yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit
kompeten yang cukup sebagai basis memadai
dalam merumuskan pendapatnya. Pernyataan
pendapat atas kewajaran laporan keuangan
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
161
perusahaan diungkapkan dalam laporan audit
yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan
kata yang digunakan oleh auditor untuk
mengkomunikasikan hasil audit kepada
pemakai laporan auditnya. Pendapat auditor
tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis
yakni laporan audit bentuk baku. Laporan
auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraph
menurut (Mulyadi,2002) yakni:
a. Paragraf pengantar (introduction
paragraph). Paragraf pengantar
dicantumkan pada paragraf pertama
laporan audit bentuk baku. Auditor
mengungkapkan tiga fakta pada paragraf
pengantar. Fakta pertama adalah
pengungkapan tipe jasa yang diberikan
auditor. Fakta kedua tentang objek yang
diaudit. Selanjutnya, pengungkapan
tanggung jawab manajemen atas laporan
keuangan dan tanggung jawab auditor atas
pendapat yang diberikan atas laporan
keuangan berdasarkan hasil auditnya.
b. Paragraf lingkup audit (scope paragraph).
Paragraf lingkup audit berisikan
pernyataan ringkas auditor mengenai
lingkup audit yang dilaksanaakan auditor.
Selain itu, paragraf lingkup audit juga
menjelaskan bahwa pelaksanaan audit
telah dilaksanakan berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan oleh organisasi
profesi akuntan publik. Pelaksanaan audit
yang dilaksanakan berdasarkan standar
auditing tersebut memberikan dasar yang
memadai bagi auditor untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
c. Paragraf pendapat (opinion paragraph).
Paragraf ketiga dalam laporan keuangan
bentuk baku yakni paragraf pendapat yang
digunakan auditor untuk menyatakan
pendapat mengenai laporan keuangan
auditan. Dalam paragraf pendapat, auditor
menyatakan pendapatnya mengenai
kewajaran laporan keuangan dan
kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi
berterima umum.
Opini audit terdapat pada paragraf
pendapat yang merupakan informasi utama
dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi
508 opini audit terdiri atas lima jenis salah
satunya adalah Pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian dengan Bahasa Penjelas
(Unqualified Opinion with Explanatory
Language) adalah saat keadaan tertentu,
auditor menambahkan suatu paragraf penjelas
(atau bahasa penjelas lain) dalam laporan
audit.
Opini Audit Going Concern (GCO)
Opini audit going concern merupakan
opini audit yang dalam pertimbangan auditor
terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian
signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan
dalam menjalankan operasinya pada kurun
waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal laporan keuangan yang sedang
diaudit (SPAP, 2011). Dalam melaksanakan
proses audit, auditor dituntut tidak hanya
melihat sebatas pada hal-hal yang
ditampakkan dalam laporan keuangan saja
tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal
potensial yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Hal
inilah yang menjadi alasan bahwa auditor turut
bertanggungjawab atas kelangsungan hidup
suatu satuan usaha. Standar Audit (SA) Seksi
341 paragraf 15 memberikan contoh paragraf
penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya yang dicantumkan pada laporan
auditor jika auditor memberikan opini audit
going concern kepada auditee, seperti berikut
ini (SPAP, 2011):
“Laporan keuangan terlampir telah
disusun dengan anggapan Perusahaan akan
melanjutkan usahanya secara berkelanjutan.
Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas
laporan keuangan, Perusahaan telah
mengalami kerugian yang berulangkali dari
usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas
negatif serta pada tanggal 31 Desember 20X2,
jumlah liabilitas lancar perusahaan melebihi
jumlah aset sebesar Rp YYY. Rencana
manajemen untuk mengatasi masalah ini juga
telah diungkapkan dalam Catatan X. Laporan
keuangan terlampir tidak mencakup
penyesuaian yang berasal dari masalah
tersebut.”
SA Seksi 341 paragraf 06 menyatakan
bahwa auditor dapat mengidentifikasi
informasi mengenai kondisi atau peristiwa
tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian
besar tentang kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari
satu tahun sejak tanggal laporan keuangan
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
162
yang sedang diaudit). Contoh kondisi dan
peristiwa tersebut adalah sebagai berikut ini:
1) Tren negatif, sebagai contoh, kerugian
operasi yang berulang terjadi, kekurangan
modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan
usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2)
Petunjuk lain tentang kemungkinan financial
distress, sebagai contoh, kegagalan dalam
memenuhi kewajiban utang atau perjanjian
serupa, penunggakan pembayaran dividen,
penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan
permintaan pembelian kredit biasa,
restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari
sumber atau metode pendanaan baru, atau
penjualan sebagian besar aset. 3) Masalah
intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau
kesulitan hubungan perburuhan yang lain,
ketergantungan besar atau sukses proyek
tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak
bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara
signifikan memperbaiki operasi. 4)Masalah
luar yang telah terjadi, sebagai contoh,
pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya
undang-undang atau masalah-masalah lain
yang kemungkinan membahayakan
kemampuan entitas untuk beroperasi,
kehilangan franchise, lisensi atau paten
penting, kehilangan pelanggan atau pemasok
utama, kerugian akibat bencana besar seperti
gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak
diasuransikan atau diasuransikan namun
dengan pertanggungan yang tidak memadai.
Leverage
Untuk mengukur sejauh mana
pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang
salah satunya dapat dilihat melalui debt to
equity ratio (Rahman dan Siregar, 2012).
Leverage diukur dengan menggunakan debt to
equity ratio yaitu membandingkan antara total
kewajiban dengan total aset. Rasio ini
mengukur tingkat persentase utang perusahaan
terhadap total aset yang dimiliki atau seberapa
besar tingkat persentase total aset dibiayai
dengan utang. Semakin besar tingkat rasio
leverage menyebabkan timbulnya keraguan
akan kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya di
masa depan karena sebagian besar dana yang
diperoleh oleh perusahaan akan digunakan
untuk membiayai utang dan dana untuk
beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor
pada umumnya lebih menyukai debt ratio
dengan angka rasionya yang rendah. Semakin
kecil debt ratio, maka semakin besar
peredaman dari kerugian yang dialami kreditor
jika terjadi likuidasi. Semakin besar debt ratio
maka akan semakin besar kemungkinan
auditor untuk memberikan opini audit going
concern.
Reputasi KAP
Reputasi KAP dapat diproksikan dengan KAP
yang termasuk dalam Big4 dan NonBig4.
Empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The
Big Four Auditors, yaitu:
(1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja
berafiliasi dengan Ernst & Young,
(2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan
berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu,
(3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi
dengan KPMG,
(4) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan
berafiliasi dengan Pricewaterhouse
Coopers.
Auditor bertanggungjawab untuk
menyediakan informasi yang berkualitas tinggi
berdasarkan hasil pelaksanaan audit yang
dilakukannya, karena informasi tersebut
menjadi basis para pemakai laporan keuangan
untuk mengambil keputusan yang tepat
terhadap perusahaan. Auditee dan pemakai
laporan keuangan biasa mempersepsikan
bahwa auditor yang berasal dari KAP besar
dan berafiliasi dengan KAP internasional yang
menyediakan jasa audit dengan kualitas yang
lebih tinggi. Auditor pada KAP besar berskala
internasional memiliki karakteristik yang
dapat dikaitkan dengan kualitas seperti
pelatihan, pengakuan internasional, serta
adanya peer review (Rahman dan Siregar,
2012). Auditor yang memiliki reputasi baik
akan cenderung untuk mempertahankan
kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan
tidak kehilangan klien (Januarti, 2009), serta
lebih cenderung akan mengeluarkan opini
audit going concern apabila klien terdapat
masalah mengenai keberlangsungan usahanya
(Santosa dan Wedari, 2007).
Pengembangan Hipotesis Penelitian
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
163
Chen et al. (1992) menyatakan bahwa,
perusahaan yang memiliki aset lebih kecil
daripada kewajibannya akan menghadapi
bahaya kebangkrutan. Debt to equity ratio
yang diproksikan dengan Leverage diukur
dengan membandingkan antara total
kewajiban dengan total equity. Rasio ini
mengukur tingkat persentase utang perusahaan
terhadap total modal yang dimiliki, semakin
besar tingkat debt to equity ratio menyebabkan
timbulnya keraguan akan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya, karena sebagian besar
dana yang diperoleh oleh perusahaan akan
digunakan untuk membiayai utang dan dana
untuk beroperasi akan semakin berkurang.
Kreditor pada umumnya lebih menyukai
debt to equity ratio yang rendah angka
rasionya, karena akan semakin besar
kemungkinan dari kerugian yang dialami
kreditor jika terjadi likuidasi. Perusahaan yang
memiliki debt to equity ratio yang tinggi maka
kemungkinan besar perusahaan akan
menerima opini audit going concern,
sebaliknya apabila perusahaan memiliki debt
to equity ratio yang rendah maka perusahaan
berkemungkinan tidak menerima opini audit
going concern. Pada penelitian Rahman dan
Siregar (2012) meneliti tentang Faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan manufaktur
dan salah satu variablenya adalah debt to
equity ratio yang berpengaruh secara
signifikan terhadap opini audit going concern.
Kantor Akuntan Publik (KAP) big four
dan non big four menjadi salah satu faktor
perusahaan menerima opini audit going
concern dan opini audit non going concern,
melihat bahwa opini audit dikeluarkan oleh
auditor yang bekerja pada KAP big four atau
non big four. Penelitian sebelumnya oleh
Januarti (2009) tentang Analisis pengaruh
faktor perusahaan, kualitas auditor,
kepemilikan perusahaan terhadap penerimaan
opini audit going concern dengan salah satu
variablenya big four dan non big four yang
diproksikan kualitas auditor berpengaruh
secara signifikan terhadap opini audit going
concern. Junaidi dan Jogiyanto (2010)
meneliti tentang Faktor Non Keuangan pada
Opini Going Concern dengan variable yang
diteliti Tenure, reputasi auditor, disclosure,
dan size, hasil dari penelitian Tenure, reputasi
auditor dan disclosure berpengaruh secara
signifikan sedangkan size tidak berpengaruh
secara signifikan.
Penelitian-penelitian terdahulu telah
menguji pengaruh langsung reputasi KAP
terhadap penerimaan opini audit going
concern dan menemukan hubungan positif
signifikan di antara keduanya. Dengan begitu
penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh tidak langsung reputasi KAP dalam
memoderasi hubungan antara leverage dan
opini audit going concern. Pada kenyataannya
perusahaan yang memiliki leverage yang
tinggi ketika diaudit oleh big four maka akan
semakin besar kemungkinan auditor untuk
memberikan opini audit going concern,
sebaliknya apabila perusahaan memiliki
leverage yang tinggi dan diaudit oleh non big
four maka ada kemungkinan perusahaan tidak
akan mendapat opini audit going concern oleh
auditor, melihat bahwa KAP yang besar dan
yang memiliki afiliasi dengan KAP
internasional dapat menghasilkan kualitas
audit yang lebih baik dibandingkan KAP kecil.
KAP skala besar juga lebih cenderung untuk
mengungkapkan masalah yang dialami klien
karena mereka lebih kuat untuk menghadapi
proses pengadilan (DeAngelo, 1981).
Elizabeth dan Fitriany (2013) menyatakan :
1. KAP besar memiliki dan mampu
menghimpun sumber daya yang lebih
besar dari segi kuantitas dan kualitas
sehingga dapat melakukan proses audit
yang lebih efektif untuk mendeteksi dan
melaporkan kecurangan yang terjadi pada
perusahaan.
2. KAP besar memiliki concern untuk
menjaga reputasi dan nama baiknya di
mata klien sehingga mereka akan
memastikan bahwa proses audit dilakukan
dengan baik untuk menjamin kualitas.
3. KAP besar memiliki kemampuan untuk
berinvestasi lebih besar untuk menjadi
spesialis di suatu industri dibandingkan
KAP yang lebih kecil.
Akan tetapi, ketika terjadi kasus Enron
yang sempat menggemparkan dunia dan
membuat banyak masyarakat bertanya-tanya
tentang keindependensian KAP besar. Pasca
kasus Enron terjadi jatuhlah kepercayaan
perusahaan untuk menggunakan jasa KAP
besar yang ada pada saat itu. Kasus Enron
terjadi ketika opini audit yang diterima oleh
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
164
(+)
perusahaan adalah wajar tanpa pengecualian
dan dalam jangka waktu setahun kemudian
perusahaan bangkrut. Dapat dilihat bahwa
KAP besar tidak independen dengan
perusahaan yang diaudit dikarenakan fee yang
didapatkan lebih besar dari KAP kecil
sehingga kebanyakan perusahaan rela untuk
membayar fee yang tinggi kepada KAP besar
hanya untuk mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian sekalipun perusahaan mengalami
defisit atau kondisi keuangan yang buruk.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
H1: Leverage berpengaruh positif terhadap
penerimaan opini audit going concern
dimoderasi dengan reputasi KAP.
METODA PENELITIAN
Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Opini Audit Going Concern (GCO)
Opini audit going concern merupakan opini
audit modifikasi yang dalam pertimbangan
auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan
hidup perusahaan dalam menjalankan
operasinya (SPAP, 2011). Menurut SA Seksi
341, SPAP (2011), opini audit yang termasuk
opini going concern adalah sebagai berikut: 1)
Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelasan
(unqualified opinion report with explanatory
laguage). 2) Laporan yang berisi pendapat
wajar dengan pengecualian (qualified opinion
report). 3) Opini going concern adverse (tidak
wajar). 4) Laporan yang didalamnya auditor
tidak menyatakan pendapat (disclaimer of
opinion report).
Variabel ini diukur dengan menggunakan
variabel dummy. Opini audit going concern
diberi kode 1, sedangkan yang termasuk dalam
opini audit non going concern yaitu opini
wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion) diberi kode 0.
Leverage (LEV)
Leverage dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan debt to equity ratio. Untuk
mengukur sejauh mana pendanaan perusahaan
dibiayai dengan utang salah satunya dapat
dilihat melalui debt to equity ratio. Debt to
equity ratio mencerminkan besarnya proporsi
antara total debt (total utang) dengan total
shareholder’s equity (total modal sendiri).
Total debt merupakan total liabilities (baik
utang jangka pendek maupun jangka panjang),
sedangkan total shareholder’s equity
merupakan total modal sendiri (total modal
saham yang di setor dan laba yang ditahan)
yang dimiliki perusahaan (Rahman dan
Siregar, 2012). Rasio ini dihitung sebagai
berikut:
Opini Audit Going Concern
Leverage
Reputasi KAP
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
165
Reputasi KAP (KAP)
KAP big four yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: 1) Price Water House
Coopers (PWC) dengan Partnernya yang
berafiliasi di Indonesia Tanudireja, Wibisana
& Rekan. 2) Deloitte Touche Tohmatsu
Dengan Partnernya yang berafiliasi di
Indonesia Osman Bing Satrio & Rekan. 3)
Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG)
international dengan partnernya yang
berafiliasi di Indonesia Siddharta, dan Widjaja.
4) Ernst & Young dengan Partnernya yang
berafiliasi di Indonesia Purwantono, Sarwoko
& Sandjaja. 5) Variabel ini diukur dengan
menggunakan variabel dummy. Dalam
penelitian ini reputasi KAP diproksikan
dengan ukuran kantor akuntan publik (KAP).
Jika KAP termasuk dalam kategori The Big
Four Auditors, akan diberi kode 1, sedangkan
jika tidak termasuk kategori The Big Four
Auditors, akan diberi kode 0.
Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur go public atau terdaftar di BEI
selama tahun 2004-2013 yang termuat dalam
Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
2004-2013. Perusahaan manufaktur dipilih
untuk menghindari adanya industrial effect.
Sampel perusahaan manufaktur yang
digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan
metode purposive sampling dari seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004-2013.
Proses pengambilan sampel dengan metode
purposive sampling dari penelitian ini
didasarkan pada beberapa kriteria yaitu: 1)
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama periode penelitian 2004
– 2013. 2) Data yang dibutuhkan tersedia
dengan lengkap dan menerbitkan laporan
keuangan dalam mata uang rupiah yang telah
diaudit oleh auditor independen dari tahun
2004 – 2013. 3) Mengalami kerugian dua
periode laporan keuangan selama periode
pengamatan antara tahun 2004-2013 (Januarti,
2008). Kriteria ini digunakan untuk
menunjukkan trend kondisi keuangan yang
bermasalah. Kondisi ini menimbulkan
kesangsian auditor tentang kemampuan
perusahaan dalam menjaga kelangsungan
usahanya. Auditor akan cenderung
memberikan opini going concern apabila
perusahaan mengalami kondisi keuangan yang
tidak baik dan dianggap tidak mampu
mempertahankan usahanya tersebut.
Kriteria Pemilihan Sampel
No Keterangan Jumlah
Perusahaan
1 Perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun
2004 sampai dengan
2011
125
2 Perusahaan yang laporan
keuangannya tidak
lengkap
(35)
3 Perusahaan yang tidak
menggunakan mata uang
Rupiah
(2)
3 Perusahaan yang tidak
mengalami laba negatif
setidaknya 2 (dua) kali
dalam periode penelitian
(57)
Jumlah sampel akhir 31
Tahun pengamatan 10
Jumlah observasi 310
Data outliers (66)
Jumlah data yang diolah 244
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria dalam
penelitian ini setiap tahunnya memiliki
perbedaan dikarenakan metode yang
digunakan adalah cross section. Perusahaan-
perusahaan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini ditunjukkan pada lampiran dari
penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder, yaitu data yang diperoleh secara
tidak langsung melalui perantara. Data
sekunder dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan auditan dan laporan keuangan
tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI
tahun 2004-2013. Data yang digunakan
diperoleh dari Pojok BEI UKDW, website BEI
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
166
www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital
Market Directory).
Metode Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini adalah dokumentasi,
yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat,
dan mengkaji data sekunder yang berupa
laporan keuangan auditan dan laporan
keuangan tahunan perusahaan yang
dipublikasikan oleh BEI melalui
www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital
Market Directory).
Metode Analisis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan regresi logistik (logistic
regression) dan analisis moderasi sub
kelompok. Regresi logistik adalah bentuk
khusus analisis regresi dengan variabel
dependen bersifat kategori dan variabel
independennya bersifat kategori dan gabungan
antara metric dan non metric (nominal).
Analisis sub kelompok dilakukan dengan
memecah sampel menjadi dua sub-kelompok
atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang
dihipotesiskan sebagai moderator (Ghozali,
2011).
Model regresi logistik dengan moderasi sub
kelompok yang digunakan untuk menguji
hipotesis terdapat 3 regresi sebagai berikut:
GCO = α1 + α 2 LEV + ε1 (untuk total sampel
Big4 dan NonBig4)
GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel Big4)
GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel
NonBig4)
Keterangan:
GCO = Opini going concern (variabel dummy,
1 jika opini going concern, 0 jika
opini non going concern)
LEV = Leverage
Α1, β1, λ1 = Konstanta
Α2, β2, λ2 = Koefisien Regresi
ε1, ε2, ε3 = error
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia sebagai sampel penelitian.
Berdasarkan kriteria sampel diperoleh 31
perusahaan dengan 244 data dari tahun 2004-
2013. Data yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dari laporan auditor independen
dan laporan keuangan perusahaan. Statistik
deskriptif masing-masing variabel disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. S
tatistik Deskriptif
N Min Max Mean Std.
Dev
GCO 244 0 1 .27 .445
KAP 244 0 1 .20 .398
LEV 244 .04 38.79 2.61 3.584
Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan hasil
sebagai berikut ini. Nilai rata-rata opini audit
(GCO) sebesar 0,27 yang lebih kecil dari 0,50
menunjukkan bahwa opini audit dengan kode
1, yakni opini audit going concern lebih
sedikit muncul dari 244 perusahaan sampel
yang diteliti. Dari 244 perusahaan sampel, 66
atau 27 % perusahaan sampel menerima opini
audit going concern, dan 178 atau 73 %
perusahaan sampel menerima opini audit non
going concern.
Variabel reputasi KAP (KAP) memiliki
nilai rata-rata sebesar 0,20 yang lebih kecil
dari 0,50 menunjukkan bahwa reputasi KAP
dengan kode 1, yakni KAP yang berafiliasi
dengan Big 4 lebih sedikit muncul dari 244
perusahaan sampel. Dari 244 perusahaan
sampel, 48 atau 19,6 % perusahaan sampel
diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan Big
4, dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel
diaudit oleh KAP yang tidak berafiliasi dengan
Big 4.
Nilai rata-rata debt to equity ratio (LEV)
sampel yang diteliti sebesar 2.6060 dengan
minimum 0,04 dan maksimum 38.79. Rasio
tersebut memberikan gambaran ada
perusahaan sampel yang memiliki jumlah
kewajiban yang kecil sehingga angka rasio
menunjukkan 0,04. Namun, ada pula
perusahaan sampel yang memiliki rasio
melebihi 1, hal tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan sampel memiliki ekuitas yang
kecil atau terdapat indikasi adanya risiko yang
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
167
cukup besar bagi kreditor. Secara keseluruhan
rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai
rasio diatas dari 1 itu berarti bahwa rata-rata
perusahaan sampel memiliki ekuitas yang
kecil dibandingan dengan jumlah kewajiban
atau utang, hal ini harus menjadi perhatian
bagi perusahaan karena ekuitas atau modal
dari perusahaan tidak dapat menutupi
kewajiban atau utang perusahaan dan ini
memungkinkan auditor untuk memberikan
opini going concern.
Analisis Regresi Logistik. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan regresi logistik. Ghozali
(2011:333) menyatakan bahwa regresi logistik
digunakan untuk menguji apakah probabilitas
terjadinya variabel terikat dapat diprediksi
dengan variabel bebasnya. Teknik analisis
regresi logistik tidak memerlukan asumsi
normalitas data pada variabel bebasnya
(Ghozali, 2011:333), dan mengabaikan
heteroskedastisitas (Gujarati 2004).
Menilai kelayakan model regresi.
Kelayakan model regresi dinilai dengan
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test. Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji
hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau
sesuai dengan model (tidak ada perbedaan
antara model dengan data sehingga model
dapat dikatakan fit).
Nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test untuk regresi total
observasi adalah 15.373 dengan probabilitas
signifikansi 0,052, regresi observasi big four
adalah 6.524 dengan signifikansi 0,589, dan
untuk regresi observasi non big four adalah
9,331 dengan signifikansi 0,315. Dengan
demikian semua nilai signifikansinya diatas
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model
mampu memprediksi nilai observasinya atau
dapat dikatakan model dapat diterima karena
cocok dengan data observasinya.
Tabel 2.
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Chi-
square df Sig.
Regresi total observasi
(big four dan non big
four)
15.373 8 .052
Regresi untuk
observasi big four 6.524 8 .589
Regresi untuk
observasi non big four 9.331 8 .315
Menilai keseluruhan model (overall
model fit). Penilaian keseluruhan model
dilakukan dengan membandingkan nilai antara
-2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block
Number = 0), dimana model hanya
memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log
Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number
= 1), dimana model memasukkan konstanta
dan variabel bebas.
Untuk observasi big four dan non big
four nilai -2LL awal adalah sebesar 284.869
dan setelah dimasukkan variabel independen,
maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan
menjadi sebesar 269.467, untuk observasi big
four nilai -2LL awal adalah sebesar 57.949
dan nilai -2LL akhir mengalami penurunan
menjadi sebesar 53.697, untuk observasi non
big four nilai -2LL awal adalah sebesar
226.785 dan nilai -2LL akhir mengalami
penurunan menjadi sebesar 215.430.
Penurunan nilai -2LL ini menunjukkan model
regresi yang baik atau dengan kata lain model
yang dihipotesiskan fit dengan data.
Tabel 3.
Overall Model Fit
(-2LL) pada awal
(Block Number = 0)
(-2LL) pada akhir
(Block Number = 1)
Regresi total observasi (big four
dan non big four) 284.869 269.467
Regresi untuk observasi big
four 57.949 53.697
Regresi untuk observasi non big
four 226.785 215.430
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
168
Koefisien determinasi (Nagelkerke R
square). Besarnya nilai koefisien determinasi
pada model regresi logistik ditunjukkan
dengan nilai Nagelkerke R square.
Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan
nilai Nagelkerke R square untuk observasi big
four dan non big four sebesar 0,089 yang
berarti variabilitas variabel dependen yang
dapat dijelaskan oleh variabel independen
adalah sebesar 8,9 persen, sedangkan sisanya
sebesar 91,1 persen dijelaskan oleh variabel-
variabel lain di luar model penelitian. Dengan
membandingkan nilai R Square untuk regresi
observasi big four sebesar 0,121 dan R Square
regresi observasi non big four sebesar 0,082,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel
reputasi KAP merupakan variabel moderator.
Pengaruh leverage terhadap penerimaan opini
going concern ketika diaudit oleh big four
lebih kuat dibandingkan dengan non big four.
Tabel 4.
Nagelkerke R square
Nagelkerke R
Square
Regresi total observasi
(big four dan non big
four)
.089
Regresi untuk observasi
big four .121
Regresi untuk observasi
non big four .082
Tabel klasifikasi. Tabel klasifikasi
menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi probabilitas
penerimaan opini audit going concern oleh
perusahaan. Kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya variabel terikat dinyatakan dalam
persen. Hasil tabel klasifikasi ditampilkan
dalam Tabel 5.
Tabel 5.
Tabel Klasifikasi
Observed
Predicted
GCO Percentage
Correct 0 1
GCO 0 174 4 97.8
1 60 6 9.1
Overall
Percentage 73.8
Tampilan dalam Tabel 5 tersebut
menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan
perusahaan menerima opini audit going
concern adalah sebesar 9,1 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan
model regresi tersebut, terdapat sebanyak 6
perusahaan (9,1%) yang diprediksi akan
menerima opini audit going concern dari total
66 perusahaan yang menerima opini audit
going concern. Kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan
perusahaan menerima opini audit non going
concern adalah 97,8 persen. Hal ini berarti
bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat
sebanyak 174 perusahaan (97,8%) yang
diprediksi menerima opini audit non going
concern dari total 178 perusahaan yang
menerima opini audit non going concern.
Tabel 6.
Variables in The Equation
Regresi total observasi (big four dan non big four)
B S.E Wald df Sig. Exp(B)
LEV .186 .054 11.691 1 .001 1.204
Constant -1.503 .212 50.150 1 .000 .222
Regresi untuk observasi big four
B S.E Wald df Sig. Exp(B)
LEV .247 .123 4.073 1 .044 1.281
Constant -1.676 .535 9.803 1 .002 .187
Regresi untuk observasi non big four
B S.E Wald df Sig. Exp(B)
LEV .169 .059 8.101 1 .004 1.184
Constant -1.469 .229 41.044 1 .000 .230
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
169
Model regresi logistik yang terbentuk dan
pengujian hipotesis
Model regresi logistik dapat dibentuk
dengan melihat pada nilai estimasi paramater
dalam Variables in The Equation. Estimasi
parameter dari model dan tingkat
signifikansinya dapat dilihat pada tabel 6.
Adapun model regresi yang terbentuk
berdasarkan nilai estimasi parameter dalam
Variables in The Equation adalah:
GCO = α1 + α 1 LEV + ε1 (untuk total sampel
big four dan non big four)
GCO = -1.503 + 0.186 LEV + ε1
GCO = β 1 + β2 LEV + ε2 (untuk sampel big
four)
GCO = -1.676 + 0.247LEV + ε2
GCO = λ 1 + λ 2 LEV + ε3 (untuk sampel
non big four)
GCO = -1.469 + 0.169LEV + ε3
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
cara membandingkan antara tingkat
signifikansi (Sig.) dengan tingkat kesalahan
(α) = 5%. Berdasarkan Tabel 6 dapat
diinterpretasikan hasil sebagai berikut ini.
Hipotesis dalam penelitian ini
menyatakan bahwa leverage berpengaruh
positif terhadap penerimaan opini going
concern dimoderasi dengan reputasi KAP.
Hasil pengujian untuk regresi total observasi
big four dan non big four menunjukkan
variabel leverage yang diproksikan dengan
debt to equity ratio memiliki koefisien regresi
positif sebesar 0,186 dengan tingkat
signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari α (5%
= 0,05). Hasil pengujian untuk regresi
observasi big four menunjukkan variabel
Leverage memiliki koefisien regresi positif
sebesar 0,247 dengan tingkat signifikansi
0,044 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05).
Hasil pengujian yang terakhir untuk regresi
observasi non big four menunjukkan variable
leverage memiliki koefisien regresi positif
sebesar 0,169 dengan tingkat signifikansi
0,004 yang lebih kecil dari α (5% = 0,05).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa big four dan non big four yang
diproksikan dengan reputasi KAP memperkuat
pengaruh leverage terhadap penerimaan opini
going concern, dengan begitu hipotesis
diterima.
PEMBAHASAN
Leverage dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan debt to equity ratio
yaitu membandingkan total kewajiban dengan
total ekuitas. Rasio ini mengukur tingkat
persentase utang perusahaan terhadap total
aset yang dimiliki, semakin besar tingkat debt
to equity ratio menyebabkan timbulnya
keraguan akan kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya,
karena sebagian besar dana yang diperoleh
oleh perusahaan akan digunakan untuk
membiayai utang dan dana untuk beroperasi
akan semakin berkurang. Semakin besar debt
ratio maka akan semakin besar kemungkinan
auditor untuk memberikan opini audit going
concern. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Januarti dan Fitriasari (2008),
serta Januarti (2009) menemukan bahwa rasio
debt default berpengaruh positif signifikan
terhadap penerimaan opini audit going
concern.
Penelitian terdahulu Januarti (2009),
Junaidi dan Jogiyanto (2010) meneliti tentang
reputasi KAP yang berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini going concern.
Berdasarkan penelitian terdahulu dijadikanlah
reputasi KAP menjadi pemoderasi antara
leverage dengan opini going concern untuk
melihat apakah reputasi KAP ini merupakan
variabel moderasi dan melihat apakah reputasi
KAP memperlemah atau memperkuat
pengaruh leverage terhadap opini going
concern.
Hasil penelitian ini memberikan bukti
empiris bahwa leverage berpengaruh terhadap
opini going concern dan reputasi KAP
merupakan variabel moderasi, sehingga
hipotesis penelitian ini diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar debt to
equity ratio perusahaan maka akan semakin
besar kemungkinan perusahaan untuk
menerima opini audit going concer dengan
reputasi KAP sebagai variabel moderasi.
Ketika dihubungkan dengan kasus
Enron yang telah menjatuhkan kepercayaan
masyarakat, perusahaan, investor, dan
beberapa pihak lainya atas independensi
Kantor Akuntan Publik, sampai pada waktu itu
dikeluarkanlah undang-undang baru yaitu
Sarbanes Oxley untuk mengantisipasi kasus
seperti Enron terjadi kembali. Berangkat dari
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
170
kasus tersebut penelitian ini ingin menguji
apakah KAP yang berafiliasi dengan big four
maupun tidak berafiliasi dengan big four telah
menerapkan aturan atau undang-undang yang
telah dibuat sehingga kasus seperti Enron tidak
akan terjadi lagi.
Dari penelitian akan sedikit menjawab
pertanyaan tersebut bahwa big four maupun
non big four telah menerapkan aturan atau
undang-undang yang telah dibuat sehingga
kecil kemungkinan untuk terjadi kembali
kasus seperti Enron, berdasarkan dari hasil uji
regresi logistik dengan moderasi sub-
kelompok yang membuktikan bahwa hipotesis
penelitian diterima yaitu leverage berpengaruh
positif terhadap penerimaan opini going
concern ketika diaudit oleh big four dan non
big four.
Dengan membandingkan nilai R Square
untuk regresi big four sebesar 12,1 % dan
untuk regresi non big four sebesar 8,2 %, hal
ini ingin menunjukan bahwa pengaruh
leverage terhadap opini going concern lebih
kuat ketika diaudit oleh big four dibandingkan
dengan non big four dengan selisih 3,9 %,
sesuai dengan yang dikatakan oleh DeAngelo
(1981) bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang lebih besar dapat menghasilkan kualitas
audit yang lebih baik dibandingkan kantor
akuntan kecil.
Hasil dari penelitian ini juga dapat
memberikan rasa aman untuk para investor,
calon investor, perusahaan, masyarakat, dan
pihak lainya bahwa pasca kasus Enron KAP
besar maupun KAP kecil telah melakukan
auditnya sesuai dengan prosedur dan aturan
atau undang-undang yang ada sehingga kinerja
big four dan non big four sudah lebih baik
setelah kasus Enron terjadi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan,
landasan teori, hipotesis, dan hasil pengujian
yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
beberpa hal. Pertama, dari 125 jumlah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI,
hanya 31 perusahaan yang dijadikan sebagai
sampel dengan 310 data yang ada setelah di
outliers tersisa 244 data yang diolah dalam
penelitian ini. Kedua, dari 244 perusahaan
sampel yang diteliti, terdapat 66 perusahaan
sampel menerima opini audit going concern
(GCO), dan 178 perusahaan sampel menerima
opini audit non going concern (NGCO). Jadi
dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan,
mayoritas perusahaan sampel (73% dari
keseluruhan perusahaan sampel yang diteliti)
memperoleh opini audit non going concern
(NGCO) yang berarti mempunyai kondisi
keuangan yang baik sehingga mampu
mempertahankan kegiatan usahanya (going
concern) atau dapat dikatakan jauh dari arah
likuidasi.
Ketiga, dari 244 perusahaan sampel
yang diteliti, terdapat 48 atau 19,6 %
perusahaan sampel yang laporan keuangannya
diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan big
four dan 196 atau 80,4 % perusahaan sampel
yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP
yang berafiliasi dengan non big four.
Keempat, hipotesis dalam penelitian ini
diterima hal ini menunjukkan bahwa semakin
besar debt to equity ratio (leverage)
perusahaan maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan untuk menerima
opini audit going concern diperkuat ketika
diaudit oleh big four.
Kelima, hasil dari penelitian ini sedikit
membuktikan bahwa big four dan non big four
telah menerapkan undang-undang yang
dikeluarkan pasca Enron dan melakukan
semua proses auditnya sesuai prosedur
sehingga bagi para investor dan calon investor
yang dulunya kepercayaan akan independensi
KAP berkurang, sekarang dengan hasil
penelitian ini dapat memberikan rasa aman
untuk para investor dan calon investor yang
ingin melakukan investasi. Akan tetapi kehati-
hatian dan cermat dalam memilih perusahaan
harus dimiliki dan sebaiknya tidak berinvestasi
pada perusahaan yang mendapat opini audit
going concern.
Keenam, Undang-undang yang dikeluar-
kan pasca kasus Enron sudah tepat. Hasil
penelitian ini juga menunjukan bahwa undang-
undang tersebut sudah diterapkan oleh big four
dan non big four. Tetapi akan lebih baik lagi
apabila para pembuat regulasi terus mengkaji
aturan-aturan yang sudah dibuat sehingga
aturan-aturan tersebut dapat diperbaharui
seiring berkembangnya zaman dan bahkan
melakukan penambahan undang-undang untuk
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
171
supaya lebih memperkecil peluang KAP big
four dan non big four melakukan kecurangan.
Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam
penelitian ini diantaranya, 1) Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya
pada satu variabel independen yaitu leverage
dan satu variabel moderasi yaitu reputasi KAP.
Nilai koefisien determinasi (Nagelkerke R
square) dalam penelitian ini juga masih relatif
kecil yaitu 0,089 atau 8,9 %. 2) Sumber data
yang digunakan adalah data sekunder,
sehingga beberapa sampel terpaksa
dikeluarkan karena data yang didapat dengan
cara men-download dari situs www.idx.co.id
maupun dari ICMD (Indonesian Capital
Market Directory) yang kurang lengkap. 3)
Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan
objek penelitian hanya berasal dari perusahaan
manufaktur saja, sehingga tidak dapat
mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh
perusahaan go public yang terdaftar di BEI. 4)
Jumlah data yang diolah 244 data masih
kurang untuk melakukan uji regresi logistik
yang seharusnya minimal 400 data. Distribusi
data antara big four dan non big four tidak
proporsional.
Saran
Beberapa keterbatasan diatas memenga-
ruhi hasil penelitian dan perlu menjadi bahan
pengembangan pada penelitian selanjutnya.
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan
bagi peneliti yang akan datang dan atau bagi
pihak berkepentingan lainnya berdasarkan
penelitian ini. Pertama, koefisien determinasi
(Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,089
yang berarti variabilitas variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen adalah sebesar 8,9 persen,
sedangkan sisanya sebesar 91,1 persen
dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar
model penelitian. Hal ini berarti masih banyak
variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk
menjelaskan penerimaan opini audit going
concern.
Variabel lain yang secara teoritis
mungkin dapat memengaruhi opini audit going
concern yaitu liquidity, profitability, cash
flow, company’s size, company’s growth,
auditor client tenure, mekanisme Corporate
Governance, opinion shopping, penerapan
strategi manajemen, dan keberadaan komisaris
independen dan kepemilikan perusahaan (yang
dapat dipisahkan antara kepemilikan asing dan
kepemilikan dalam negeri untuk dapat
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
jenis kepemilikan tersebut, karena biasanya
dengan adanya kepemilikan asing akan lebih
ketat pengawasannya, sehingga kinerja
perusahaan akan lebih baik). Oleh karena itu,
penelitian berikutnya dapat mempertimbang-
kan variabel lain tersebut dan variabel tersebut
dapat diuji dengan teknik analisis yang
berbeda.
Kedua, penelitian ini menggunakan
sumber data sekunder sehingga ada beberapa
sampel yang dikeluarkan karena data yang
didapat kurang lengkap. Oleh karena itu akan
lebih baik lagi bila penelitian selanjutnya bisa
menggunakan sumber data primer dengan cara
terjun langsung ke perusahaan untuk
mendapatkan data yang diperlukan sehingga
resiko data yang kurang lengkap kecil.
Ketiga, penelitian ini hanya dilakukan
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, penelitian berikutnya
dapat melakukan penelitian dengan objek yang
berbeda misalnya perusahaan sektor keuangan
untuk memperoleh konsistensi hasil penelitian
dan dapat mengeneralisir seluruh perusahaan
go public yang terdaftar di BEI.
Keempat, jumlah data yang diolah dalam
penelitian ini hanya sebanyak 244 data, hal ini
masih tergolong kurang untuk melakukan uji
regresi logistik dan masih belum propor-
sionalnya data big four dan non big four,
sehingga penelitian selanjutnya dapat
menambah atau memperpanjang periode
pengamatan menjadi diatas dari 10 tahun.
DAFTAR REFERENSI
Buku Pedoman Penulisan Skripsi. 2014.
Fakultas Bisnis. Universitas Kristen Duta
Wacana.
Choi, Jong-Hag, CF Kim, JB Kim, And
Yoonseok Zang. 2010. Audit Office Size,
Audit Quality and Audit Pricing.
JRAK, Volume 12, No 2 Agustus 2016
172
Auditing: A Journal of Practice &
Theory. 29 (1): 73–97
Chen, Kevin C. W. & Bryan, K. Church. 1992.
Default on Debt Obligations and the
Issuance of Opini Going-Concern
Opinions. Auditing: A Journal of Practice
& Theory. 11, (2): 30-49.
DeAngelo, Linda Elizabeth. 1981. Auditor
Size and Audit Quality. Journal of
Accounting and Economics. 3, 183-199.
Eisenhardt, K. M. 1998. Agency Theory: An
Assessment and Review. Academy of
Management Review. 14 (1): 57-74.
Fanny, Margaretta & Saputra, S. 2005. Opini
Audit Going Concern: Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebang-
krutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan
Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi
pada Emiten Bursa Efek Jakarta).
Simposium Nasional Akuntansi VIII.
966-978.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS 19.
Edisi Kelima. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gultom, Elizabeth R. dan Fitriany. 2013.
Pengaruh Tenure Audit dan Rotasi
Auditor terhadap Kualitas Audit dengan
Ukuran Kantor Akuntan Publik sebagai
Variabel Moderasi. Makalah Disampai-
kan dalam Simposium Nasional
Akuntansi XVI. Manado: 25-28
September.
Gujarati, Damodar N. 2004. Basic
Econometric. McGraw Hill.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 1.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta
Jusup, Haryono AL..2002. Auditing. Buku 2.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta
Januarti, Indira dan Fitrianasari, Ella. 2008.
Analisis Rasio Keuangan dan Rasio
Nonkeuangan yang Memengaruhi
Auditor dalam Memberikan Opini Audit
Going Concern pada Auditee (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEJ 2000-2005). Jurnal
MAKSI. 8 (1): 43-58.
Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh
Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,
Kepemilikan Perusahaan terhadap
Penerimaan Opini Audit Going Concern
(Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia).
Jensen, M.C. and Meckling, W.H.. 1976.
Theory of The Firm: Managerial
Behaviour Agency Cost and Ownership
Structure. Journal of Financial
Economics. 3 (4): 305-360.
Junaidi, dan Hartono, Jogiyanto. 2010. Faktor
Nonkeuangan pada Opini Going concern.
Makalah Disampaikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto:
13-15 Oktober.
Knechel, W. Robert and Vanstraelen, Ann.
The Relationship between Auditor Tenure
and Audit Quality Implied by Going
Concern Opinions. Auditing: A Journal
of Practice & Theory. 26 (1): 113-131.
Komalasari, Agrianti. 2004. Analisis Pengaruh
Kualitas Auditor dan Proxy Going
Concern terhadap Opini Auditor. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. 9 (2): 1-15.
Laporan Keuangan Auditan Beserta Laporan
Auditor Independen. 2004–2013.
www.bei.co.id
Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Keenam.
Salemba Empat, Jakarta
LEVERAGE DAN OPINI AUDIT.……....………………………..………………………….............……(Petrus & Dewi)
173
Praptitorini, Mirna Dyah dan ndira, Januarti.
2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit,
Debt Default, dan Opinion Shopping
terhadap Penerimaan Opini Going
Concern. Makalah Disampaikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar: 26-28 Juli.
Rudyawan, Arry Pratama dan Badera, I Dewa
Nyoman. 2008. Opini Audit Going
Concern: Kajian Berdasarkan Model
Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan
Perusahaan, Leverage, dan Reputasi
Auditor
Rahman, Abdul dan Siregar, Baldric. 2012.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kecenderungan Penerimaan Opini Audit
Going Concern pada Perusahaan
Manufaktur.
Santosa, A.F dan Wedari, L.K. 2007. Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kecenderungan Penerimaan Opini Audit
Going Concern. JAAI, 11 (2) Hal 141 –
158.
Setyarno, Eko, Januarti Indira, & Faisal. 2007.
Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit
Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Opini Audit Going
Concern. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 7
(2):129-140.
Sari, M.R. dan Soetikno, H.I.. 2010. Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Auditor dalam Memberikan Opini Going
Concern (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2003-2009).