lap tut1blok13

95
SKENARIO I Mr. Bawor’s Family A 50 years old man called Mr.Bawor came to the hospital complaining of red pustule emerging on the skin of his hand, stomach, inguinal, genitalia and buttock, as time goes by the amount of pustule has doubled the initial amount and he also feels very itchy especially at night since 3 months ago. Mr. Bawor has just came out of jail 2 months ago. Mr. Bawor never seek any medical help. His wife, 45 years old and his son 15 years old also have the same complaint as him since 1 months ago. 1

Upload: tri-chandra-nugraheny

Post on 23-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

berbagi pengetahuan

TRANSCRIPT

Page 1: Lap Tut1blok13

SKENARIO I

Mr. Bawor’s Family

A 50 years old man called Mr.Bawor came to the hospital complaining of

red pustule emerging on the skin of his hand, stomach, inguinal, genitalia and

buttock, as time goes by the amount of pustule has doubled the initial amount and

he also feels very itchy especially at night since 3 months ago. Mr. Bawor has just

came out of jail 2 months ago. Mr. Bawor never seek any medical help. His wife,

45 years old and his son 15 years old also have the same complaint as him since 1

months ago.

1

Page 2: Lap Tut1blok13

SEVEN JUMP

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Pustule

Pustula adalah bintik-bintik kecil berwarna merah atau dengan dasar

kemerahan yang berisi nanah seperti pada variola, varisela, psoriasis

pustulosa. (Brown, 2012)

2. Itchy

Kelainan kulit yang disertai dengan rasa gatal. (Dorland, 2011)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana Anatomi organ terkait berdasarkan skenario?

2. Bagaimana Histologi organ terkait berdasarkan skenario?

3. Bagaimana Fisiologi organ terkait berdasarkan skenario?

4. Mengapa terdapat bintil pada mr. Bawor?

5. Mengapa jumlah bintil bertambah dari jumlah semula?

6. Mengapa gatal dirasakan bertambah pada malam hari?

7. Bagaimana hubungan keluhan yang dirasakan pasien dengan riwayat

baru keluar dari penjara 2 bulan lalu?

8. Mengapa istri dan anaknya mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan

lalu?

9. Apakah diagnosis banding dari kasus pada skenario kali ini?

10. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus skenario kali ini?

III. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana Anatomi organ terkait berdasarkan skenario?

Secara umum, cutis tersiri dari epidermis, dermis dan

hypodermis/sub cutan. (Snell, 2006)

2

Page 3: Lap Tut1blok13

Struktur lain : (Snell, 2006)

Kuku/nail

Lempeng yang mengalami keratinisasi pada permukaan dorsal

ujung jari tangan dan jari kaki

Gambar 3.1. Kuku (Snell, 2006)

Folikel rambut

Merupakan invaginasi epidermis ke dalam dermis

Gambar 3.2. Folikel Rambut (Snell, 2006)

Glandula sebacea

Berfungsi sebagai kelenjar yang mengeluarkan sebum ke dalam

epidermis

Glandula sudorifera

3

Page 4: Lap Tut1blok13

Kelenjar yang panjang, spiral, tubular, dan tersebar di seluruh

permukaan kecuali di bibir, nail bed, glans penis, dan clitoris.

Pembuluh darah kulit terdiri 2 anyaman pembuluh darah nadi

yaitu: (Price, 2013)

a. Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar.

Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari

anyaman ini berjalan arteriole pada tiap – tiap papilla kori.

b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam.

Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman ini

memberikan cabang – cabang pembuluh nadi ke alat – alat tambahan yang

terdapat di korium.

Dalam hal ini percabangan juga juga membentuk anyaman

pembuluh nadi yang terdapat pada lapisan subkutis. Cabang – cabang ini

kemudian akan menjadi pembuluh darah baik balik/vena yang juga akan

membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik yang ke

dalam.

Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali oleh karena di

perkirakan 1/5 dari darah yang beredar melalui kulit. Disamping itu

pembuluh darah pada kulit sangat cepat menyempit/melebar oleh pengaruh

atau rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyeri, dan emosi,

penyempitan dan pelebaran ini terjadi secra refleks.

2. Bagaimana Histologi organ terkait berdasarkan skenario?

Struktur kulit secara mikroskopis dibagi menjadi 3, yaitu: (Price, 2013)

a. Epidermis

b. Dermis

c. Lemak subkutan

a. Epidermis

Epidermis terdiri dari 2 lapisan utama, yaitu:

1) Stratum corneum

Lapisan ini mengandung sel-sel tidak berinti yang bertanduk atau

berkeratin.

4

Page 5: Lap Tut1blok13

2) Stratum malphigi

Lapisan ini berasal dari lapisan tanduk yang berdiferensiasi.

Stratum malphigi terdiri dari:

a) Stratum germinativum

Lapisan ini sebagian besar terdiri dari sel-sel

epidermis yang tidak berdiferensiasi. Lapisan ini aktif

bermitosis untuk memperbarui epidermis. Saat mitosis,

salah satu sel anak tetap di lapisan basal untuk kembali

membelah, sedangkan sel yang lain bermigrasi ke lapisan di

atasnya, yaitu menuju stratum spinosum.

b) Stratum spinosum

Stratum ini merupakan tempat terjadinya proses

diferensiasi, di mana sel diferensiasi utamanya adalah sel

keratinosit yang akan mengalami keratinisasi. Proses

keratinisasi dimulai saat sel keratinosit meninggalkan

stratum spinosum menuju ke lapisan atasnya. Proses ini

meliputi perubahan bentuk, orientasi, struktur sitoplasmik,

dan komposisi sel keratinosit. Proses keratinisasi juga

termasuk di dalamnya terdapat proses transformasi dari sel-

sel hidup yang aktif mensintesis menjadi sel-sel mati dan

bertanduk dari stratum corneum. Selama proses

diferensiasi, sel keratinosit melewati fase:

Fase sintetik

Merupakan fase dibentuknya tonofilamen,

keratohialin, badan lamellar, dan unsur-unsur lain.

Fase transisi

Merupakan fase di mana komponen

sitoplasma mengalami disosiasi dan degradasi.

c) Stratum granulosum

Stratum ini terletak di bawah stratum corneum,

berfungsi menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum

corneum.

5

Page 6: Lap Tut1blok13

Sel utama di epidermis yang kedua adalah sel melanosit yang

terdapat di stratum germinativum, dengan rasio sel basal dibanding sel

melanosit yaitu 10 berbanding 1. Sel melanosit disintesis oleh granula-

granula berpigmen bernama melanosom. Melanosom mengandung

biokroma coklat yang disebut dengan melanin. Melanosom dipindahkan

ke keratinosit melalui tonjolan-tonjolan dendritik yang panjang, yang

menghubungkan antar melanosit. Tiga puluh enam keratinosit membentuk

unit melanin epidermis. Jumlah melanin dalam keratinosit menentukan

warna kulit. Selain itu, melain melindungi kulit dari pengaaruh matahari

yang merugikan. Sebaliknya, matahari akan meningkatkan pembentukan

melanosom dan melanin. Melanosom dihidrolisis oleh enzim dengan

kecepatan yang berbeda-beda. Orang Afrika-Amerika memiliki

melanosom yang besar dan tahan terhadap destruksi oleh enzim hidrolisis,

sedangkan orang Kaukasian memiliki melanosom kecil dan mudah

dihidrolisis. (Price, 2013)

Pada lapisan epidermis teradapat 4 jenis sel: (Eroschenko, 2010)

a. Keratinosit

Keratinosit merupakan sel dominan. Keratinosit membelah, tumbuh,

bergerak ke atas, dan mengalami keratinisasi atau kornifikasi, dan

membentuk lapisan epidermis protektif bagi kulit.

b. Melanoit

Berasal dari sel krista saraf. Sel ini memiliki juluran sitoplasma yang

tidak teratur dan bercabang ke dalam epidermis. Melanosit terletak

diantara stratum basal dan stratum spinosum epidermis dan

menyintesis pigmen coklat tua melanin. Fungsi melanin adalah

melindungi kulit dari efek radiasi ultraviolet yang merusak.

c. Sel Langerhans

Terutama ditemukan di stratum spinosum. Sel ini berperan dalam

respons imun tubuh. Sel langerhans mengenal, memfagosit, dan

memproses antigen asing dan menyajikannya pada limfosit T untuk

memicu respons imun. Karena itu, sel ini berfungsi sebagai sel

penyaji-antigen kulit.

6

Page 7: Lap Tut1blok13

d. Sel Merkel

Ditemukan di lapisan basal epidermis dan paling banyak di ujung jari.

Karena sel ini berhubungan erat dengan akson aferen (sensorik) tidak

bermielin, sel ini diduga berfungsi sebagai mekanoreseptor untuk

mendeteksi tekanan.

3. Bagaimana Fisiologi organ terkait berdasarkan skenario?

Fisiologi kulit secara umum : (Djuanda, 2010)

1. Fungsi Proteksi

Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang

yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :

a. fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.

b. kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat

c. panas : radiasi, sengatan sinar UV

d. infeksi luar : bakteri, jamur

Beberapa macam perlindungan :

a. Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan

mengadakan tanning (penggelapan kulit).

b. Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.

c. Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan

kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun jamur

d. Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel

mati melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi Absorpsi => permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan

absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban,

metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah

antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.

3. Fungsi Ekskresi => mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh

seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak

dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum

7

Page 8: Lap Tut1blok13

untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui

sebagai Vernix Caseosa.

4. Fungsi Persepsi => kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan

subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang

erotik.

a. Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas

b. Badan Krause di dermis => peka rangsangan dingin

c. Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan rabaan

d. Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaan

e. Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan

5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) => dengan cara

mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh

darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang

baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada

bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi

ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa

(banyak mengandung air dan Na)

6. Fungsi Pembentukan Pigmen => karena terdapat melanosit (sel

pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)

7. Fungsi Keratinisasi => Keratinosit dimulai dari sel basal yang

mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas

dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin

menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama

inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf.

Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit

terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8. Fungsi Pembentukan Vitamin D => kulit mengubah 7 dihidroksi

kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D

tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik

masih tetap diperlukan.

4. Mengapa terdapat bintil pada mr. Bawor?

8

Page 9: Lap Tut1blok13

Bintil kemerahan pada pak Bawor bisa timbul karena proses

inflamasi yang di sebabkan oleh aktifitas dari tungau yang dinamakan

Sarcoptes Scabei. Tungau ini berukuran sangat kecil, ovalk, punggungnya

cembung, dan perutnya rata. (Djuanda, 2011)

Ketika kulit di hinggapi oleh tungau tersebut dan terjadi proses

pembuahan, tungau jantan akan mati atau ikut dalam terowongan yang

dibuat oleh tungau betina. Tungau betina setelah dibuahi oleh tungau

jantan akan menggali terowongan dalam stratum corneum dengan

kecepatan 2-3 milimeter/hari. Pada saat tungau betina menggali

terowongan pada kulit manusia, sel langerhans sebagai penyaji antigen

kulit, akan menyajikan pada limfosit T untuk memicu respon imun.

Sehingga timbul tanda-tanda peradangan seperti kemerahan karena darah

terkumpul pada tempat inflamasi, dan bengkak atau bintil karena cairan

terkumpul pada ruang interstisial. (Djuanda, 2011)

Macam-macam Efloresensi (ruam)

Efloresensi (ruam) primer : (Siregar, 2004)

1. Makula :

Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-

mata, bisa putih, coklat, merah, dan hitam.

2. Eritema :

Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah

kapiler yang reversible.

3. Urtika :

Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan.

4. Vesikel :

Gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari ½

cm garis tengah, dan mempunyai dasar, vesikel berisi darah disebut

vesikel hemoragik.

5. Pustule :

Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah

vesikel disebut vesikel hipopion.

6. Bula :

9

Page 10: Lap Tut1blok13

Vesikel yang berukuran lebih besar.dikenal juga istilah bula

hemoragik, dan bula hipopion.

7. Kista :

Ruangan berdinding dan berisi cairan sel, maupun sisa sel. Kista

terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun demikian dapat meradang.

Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan

biasanya dilapisi sel epitel dan endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang

melebar dan tertutup, saluran kelenjar,pembuluh darah, saluran getah

bening, atau lapisan epidermis. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu

serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan

rambut.

8. Abses :

Merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit

berarti di dalam kutis atau subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan

nanah dan jaringan di sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari

infiltrate radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding

abses terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.

9. Papul :

Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumsrip, berukuran

diameter lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul

dapat bermacam-macam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem

atau dermatitis.

10. Nodus :

Massa padat sirkumsrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat

menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.

11. Tumor :

Istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel

maupu jaringan.

12. Infiltrate:

Tumor terdiri atas kumpulan sel radang.

13. Vegetasi :

10

Page 11: Lap Tut1blok13

Pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi

satu. Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh.

Dalam hal ini disebut granulasi, seperti pada tukak.

Efloresensi (ruam) sekunder: (Siregar, 2004)

1. Erosi :

Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak

melampaui system basal. Contoh: bila kulit digaruk sampai stratum

spinosum akan keluar cairan sereus dari bekas garukan.

2. Ekskoriasi :

Bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung

papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum. Kelainan kulit

yang disebabkanoleh hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare

disebut ekskoriasi.

3. Ulkus :

Hilangnya jaringan yang lebih dalam dengan ekskoriasi. Ulkus

dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi

dan ekskoriasi dengan bentuk linier ialah fisura atau rhagades, yakni

belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitarnya, terutama

terlihat padda sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.

4. Skuama :

Lapisan strartum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat

halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal luas sebagai lembaran

kertas.dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoariasiformis

(berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar

(berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan

keratotik (terdiri atas zat tanduk).

5. Krusta :

Cairan badan yang menegering. Dapat berampur dengan jaringan

nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebaginya). Warnanya

ada beberapa macam : kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan

berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.

6. Sikatriks:

11

Page 12: Lap Tut1blok13

Terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan

kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Siktriks dapat atrofik, kulit

mencekung dan dapat hipertrofi, yang secara klinis terlihat menonjol

karena kelebihan jaringan. Bila sikatrik hipertrofi menjadi patologik,

pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid (sikatriks yang

pertumbuhan sellnya mengikuti pertumbuhan tumor), dan ada

kecenderungan untuk terus membesar.

7. Anetoderma :

Bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan berarti pada kulit

yang lain, dapat dil;ihat bagian-bagian yang bila ditekan dengan jari

seakan-akan berlubang. Bagian yang jaringan elastiknya atrofi disebut

anetoderma. Contoh : striae gravidarum.

8. Likenifikasi :

Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.

5. Mengapa jumlah bintil bertambah dari jumlah semula?

Jumlah bintil dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

(Djuanda, 2010)

a. Sosial ekonomi rendah

b. Higiene yang rendah

c. Hubungan seksual

Selain itu, parasit semakin bertambah ppada daerah tangan,

inguinal, genitalia, dan gluteus hal ini dikarenakan pada daerah – daerah

tersebut selalu dalam keadaan lembab dan memiliki stratum korneum yang

paling tipis.

Hal ini terkait epidemiologi kasus tersebut dapat terjadi di

manapun, terutama di New Zealand. Hal ini terkait kemiskinan dan

pemukiman yang padat karena sangat mudah menularnya penyakit ini.

Transfer tungau hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk kontak

langsung dari kulit ke kulit. Oleh karena itu, mudah sekali menyebar ke

anggota keluarga lainnya terutama yang tinggal bersama. Selain itu,

12

Page 13: Lap Tut1blok13

transfer tungau juga dapat merupakan hasil dari berbagi pakaian, handuk,

tempat tidur, di mana tungau dapat hidup untuk 2-3 hari di luar tubuh

manusia. (Price, 2013)

6. Mengapa gatal dirasakan bertambah pada malam hari?

Gatal itu sendiri bisa dibedakan berdasarkan mikroorganisme yang

melekat di kulit apakah itu dari bakteri, jamur,virus ataupun parasit.

(Djuanda, 2011)

Awalnya berupa lesi berisi cairan, karena sering digaruk kemudian

masuk bakteri sehingga menyebabkan terjadinya pioderma (koreng). Dari

masuknya bakteri inilah kemudian dapat melebar ke sekitar kulit tersebut.

(Djuanda, 2011)

Sementara itu, jika penyebabnya jamur, letaknya biasanya berada

di daerah lipatan kulit seperti paha, tangan, perut, dan daerah kulitnya.

Biasanya, jika disebabkan jamur, rasa gatal lebih terasa dan sulit

tertahankan. Dari bentuknya adalah kemerahan pada kulit, basah. Karena

efeknya yang sangat gatal sehingga penderita sulit untuk menahan untuk

tidak menggaruknya sehingga sering menimbulkan infeksi sekunder.

(Djuanda, 2011)

Gatal yang disebabkan oleh virus yaitu dengan masuknya virus ke

dalam tubuh dikarenakan daya tahan tubuh menurun. Bentuknya sendiri

berupa bintik berisi cairan tapi bening. Biasanya tidak terlalu

menimbulkan rasa gatal, tapi pedih. Misalnya varicella dan herpes.

(Djuanda, 2011)

Terakhir, gatal yang disebabkan karena parasit. Rasa gatal muncul

pada malam hari. Di mana, rasa yang ditimbulkan seperti ada kutu kecil-

kecil yang berjalan di atas tubuh. Rasanya sangat gatal, mirip keringat

malam. (Djuanda, 2011)

7. Bagaimana hubungan keluhan yang dirasakan pasien dengan riwayat baru

keluar dari penjara 2 bulan lalu?

13

Page 14: Lap Tut1blok13

Faktor-faktor timbulnya keluhan bintil-bintil merah pada kulit

antara lain: (Djuanda, 2011)

a. Sosial ekonimi yang rendah

b. Higiene yang buruk

c. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas

d. Kesalahan diagnosis

e. Perkembangan dermografik serta ekologik

Di penjara bisa saja termasuk dalam faktor higiene yang buruk,

sehingga memudahkan tungau berkembang biak. Dan juga bisa tertular

dari nara pidana yang lain yang terkena penyakit yang sama. (Djuanda,

2011)

8. Mengapa istri dan anaknya mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan

lalu?

Penularan sakit yang dialami pasien dapat melalui dua cara yaitu

langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dapat terjadi apabila

terjadi kontak kulit ke kulit dengan pasien. Penularan tidak langsung dapat

terjadi melalui benda-benda yang ada disekitar yang telah disentuh

sebelumnya oleh pasien. Pada skenario kali ini, istri dan anak pasien

tinggal serumah dengan pasien sehingga faktor resiko untuk tertular

penyakit ini lebih tinggi. (Djuanda, 2011)

9. Apakah diagnosis banding dari kasus pada skenario kali ini?

a. Scabies

b. Papula Urtikaria

c. Dermatitis

d. Pemphigoid

e. Pediculosis Corporis

(Djuanda, 2010)

10. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus skenario kali ini?

Penegakan diagnosis yang dapat dilakukan: (Djuanda, 2013)

14

Page 15: Lap Tut1blok13

a. Anamnesis

1) Menyanyakan keluhan utama

2) Menanyakan lokasi keluhan

3) Menanyakan faktor pencetus keluhan

4) Menanyakan apakah sudah di obati sebelumnya

5) Menanyakan durasi

6) Menanyakan periodisitas (apakh sering muncul diwaktu tertentu)

7) Menanyakan faktor pemberat keluhan

b. Pemeriksaan Fisik

1) Mengidentifikasi UKK primer

a) Makula

b) Papul

c) Nodul

d) Vesikel

e) Bulla

f) Pustule

g) Urtikaria

h) Kista

i) Abses

2) Mengidentifikasi UKK sekunder

a) Erosi

b) Krusta

c) Ulkus

d) Jaringan parut

e) Deskuamasi

f) Ekskoriasi

3) Pembantu diagnosis

Cara menemukan tungau:

a) Mencari terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul

atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas

15

Page 16: Lap Tut1blok13

sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan

dilihat dengan mikroskop cahaya.

b) Menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas

putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

c) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2

jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa

dengan mikroskop cahaya.

d) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.

Pemeriksaan kulit harus dilakukan dengan penerangan ruangan

yang cukup, sebaiknya dengan sinar matahari. Jika tidak demikian, dapat

terjadi kesalahan diagnosis serius. Selain itu, warna kulit pasien harus

dicatat. Warna jari kaki atau tangan yang keunguan atau kebiruan atau

sianosis dapat menandakan adanya penyakit internal, sedangkan warna

pucat menandakan anemia. Pada palpasi, normalnya akan terasa elastis dan

memiliki turgor. Pada keadaan kekeringan, dehidrasi, atau adanya penyakit

tiroid, kulit akan bersisik dan berkerut. (Price, 2013)

Garis-garis pada tangan, kaki, dan seluruh permukaan tubuh

membentuk pola dermatoglifik, di mana masing-masing individu berbeda

satu sama lain. Selain dapat dimanfaatkan dalam bidang kriminologi,

hilangnya lingkaran-lingkaran sidik jari pada ujung jari dapat menjadi

tanda awal insufisiensi vaskuler, misalnya pada sklerosis sistemik atau

skleroderma. (Price, 2013)

Pola distribusi rambut dapat dinilai, mislnya pada banyak laki-laki,

dan beberapa perempuan terjadi penipisan rambut bagian temporal dan

oksipital seiring bertambahnya usia. Rambut kulit tubuh atau seluruh

tubuh yang tiba-tiba rontok dapat menandakan adanya kelainan di kelenjar

tiroid. Hilangnya rambut anggota tubuh bagian distal merupakan tanda

awal insufisiensi vaskular. Pertumbuhan rambut abnormal di wajah,

terutama pada perempuan dapat menandakan adanya tumor yang

memproduksi hormon tertentu. (Price, 2013)

16

Page 17: Lap Tut1blok13

Kuku yang menipis atau rusak dapat terjadi pada psoriasis, infeksi

jamur, dan kelainan tiroid. Keringat yang berlebih dapat muncul saat

cemas atau tanda adanya penyakit interna. (Price, 2013)

IV. SISTEMATIKA MASALAH (BAGAN)

17

Bp. Bawor, 50 tahunKeluar penjara 2

bulan yll

Sarcoptes scabei menghasilkan proteolitik dan merusak s. corneum

Terbentuk terowongan

Telur menetas menjadi larva (3-5 hari)

Menjadi nimfa (2-3 hari)

Penularan langsung & tidak

langsung

Istri & anak mengalami keluhan

yang sama (menular)

S. scabei dewasa meghasilkan sekret & feses

Alergi & iritasi kulit

Pelepasan histamin

Gatal di malam hari

Rx. hipersensitivitas

Sensitisasi sel T Sel T mengeluarkan limfosit

Eritema, papul(rx. Inflamasi)

Page 18: Lap Tut1blok13

18

DD:1. Scabies2. Papula urtikaria3. Eczema4. Pempigoid5. Pediculosis

corporosis

Penegakkan diagnosis:1. Anamnesis2. PF3. PP

DU:Scabies

Terapi:1. Belerang endap 4-

20%2. Emulsi benzil-

benzoas20-25%3. Gammexane 1%4. Krotamiton 10%5. Permetrin 5%

Prognosis:Dubia ad bonam

(baik)

Pencegahan1. Higiene yg baik2. Hindari pakaian

dan handuk bersamaan

3. Hindari tidur bersama dg penderita

Page 19: Lap Tut1blok13

V. TUJUAN PEMBELAJARAN (LO)

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi dari

kulit.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,

komplikasi, dan penatalaksanaan dari scabies.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,

komplikasi, dan penatalaksanaan dari papula urtikaria.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,

komplikasi, dan penatalaksanaan dari dermatitis.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,

komplikasi, dan penatalaksanaan dari pemphigoid.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,

komplikasi, dan penatalaksanaan dari pediculosis corporis.

VI. MENGUMPULKAN INFORMASI DAN BELAJAR MANDIRI

VII.BERBAGI INFORMASI

1. Scabies

Definisi

19

Page 20: Lap Tut1blok13

Skabies adalah infeksi parasit yang sering terjadi, disebabkan oleh tungau

Sarcoptes scabiei varian hominis, merupakan arthropoda dari ordo acarina.

(Oliver, 2006)

Etiologi

Tungau Sarcoptes scabiei varian hominis, merupakan parasit obligat, di

mana siklus hidup sepenuhnya terjadi di tubuh manusia. Tungau yang

menginfestasi kulit merupakan tungau betina, dengan proses maturasi

kurang lebih membutuhkan waktu 15 hari. Larva menetas dari telur dalam

waktu 2 hingga 3 hari. jumlah tungau betina yang menginfeksi manusia

sekitar 5 hingga 15 tungau pada skabies klasik, sedangkan pada skabies

krusta dapat mencapai ratusan hingga jutaan. (Oliver, 2006)

Gambar 7.1. Tungau skabies betina yang gravid (Oliver, 2006)

20

Page 21: Lap Tut1blok13

Gambar 7.2. Skabies krusta (Oliver, 2006)

Gambar 7.3. Skabies krusta (Oliver, 2006)

Gambar 7.4. Skabies noduler (Oliver, 2006)

21

Page 22: Lap Tut1blok13

Erupsi kulit pada skabies klasik merupakan akibat dari infestasi dan reaksi

hipersensitivitas terhadap tungau. Periode inkubasi sebelum munculnya

gejala adalah sekitar 3 hingga 6 minggu pada infestasi primer, sedangkan

pada re-infestasi lebih pendek, yaitu sekitar 3 hari. (Oliver, 2006)

Gambar 7.5. Erupsi stratum korneum kulit karena skabies (Oliver, 2006)

Gambar 7.6. Sarcoptes scabiei dewasa pada gambaran histopatologi.

(Oliver, 2006)

22

Page 23: Lap Tut1blok13

Gambar 7.7. Lesi skabies pada kulit, tampak kanalikuli (liang di kulit)

(Oliver, 2006)

Gambar 7.8. Lesi skabies di kaki. (Oliver, 2006)

23

Page 24: Lap Tut1blok13

Gambar 7.9. Distal liang atau kanalikuli berisi Sarcoptes scabiei (Oliver,

2006)

Epidemiologi

Prevalensi dunia menunjukkan 300 juta kasus pertahunnya. Dapat

menyerang di segala jenis kelamin, semua umur, semua ras, dan seluruh

tingkat ekonomi. Data epidemiologi Amerika Serikat menunjukkan

prevalensi meningkat di area urban, ssering pada wanita dan anak-anak,

serta sering menjangkit saat musim dingin. Keparahan penularan penyakit

ini hingga timbulnya komplikasi skabies dipengaruhi oelh beberapa risiko

diantaranya institusi seperti rumah sakit, sosioekonomi rendah, dan host

yang imunocompromised. (Oliver, 2006)

Transmisi Skabies

Tungau tidak dapat terbang, hanya dapat merangkak dengan kecepatan 2,5

cm permenit pada kulit yang hangat. Mereka dapat bertahan selama 24-36

jam di temperatur ruangan dan kelembapan rata-rata, serta tetap dapat

menginfestasi dan membuat liang di epidermis kulit. (Oliver, 2006)

24

Page 25: Lap Tut1blok13

Gambar 7.10. Siklus hidup Sarcoptes scabiei (Oliver, 2006)

Semakin banyak parasit pada seseorang, maka kemampuan menularkan

skabies juga lebih besar, baik secara langsung antarkulit maupun secara

tidak langsung, seperti melalui tempat tidur, bantal, dan pakaian.

Penularan sering melalui antar anggota keluarga dan institusi tertentu.

Selain itu, juga dapat ditularkan melalui kontak seksual, terutama

hubungan sesama jenis dan berganti-ganti pasangan. (Oliver, 2006)

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melaui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, di mana ditemukan adanya riwayat keluarga atau

kontak dengan penderita skabies, disertai manifestasi klinik berupa gatal

yang luar biasa terutama di malam hari. Beberapa predileksi skabies

diantaranya pada sela jari tangan, permukaan flexor pergelangan tangan,

siku, axilla, pantat, genitalia, dan mammae pada perempuan. Pruritus

inflamatorik dapat ditemukan di manapun. Liang ataun kanal yang

dibentuk oleh Sarcoptes scabiei dan nodul merupakan tanda khas skabies.

(Oliver, 2006)

25

Page 26: Lap Tut1blok13

Gambar 7.11. Lesi inflamatorik yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei

yang menandakan adanya liang. (Oliver, 2006)

Lesi sekunder lain juga dapat ditemukan seperti ekskoriasi, eksematisasi,

impetiginisasi yang dapat muncul di mana saja. (Oliver, 2006)

Gambar 7.12. Lesi sekunder pada penderita skabies. (Oliver, 2006)

Menurut laporan di daerah sub-Sahara di mana terjadi prevalensi skabies

yang tinggi, yaitu 13%, diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gatal

yang menyeluruh atau menyebar, dan lesi yang dapat dilihat minimal di

dua tempat predileksi skabies, dan adanya riwaayat anggota keluarga yang

juga mengeluhkan gatal. Cara diagnosis ini memiliki sensitivitas 100% dan

spesifisitas 97% untuk menegakkan diagnosis skabies. (Oliver, 2006)

Pemeriksaan Penunjang Skabies

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya  tungau pada

pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai  cara,

yaitu: (Djuanda, 2010)

1. Kerokan kulit.

26

Page 27: Lap Tut1blok13

Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang  masih

utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril

untuk  mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas

gelas  objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah

mikroskop.  Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau

skibala.  Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada  bayi dan

anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif.

2. Mengambil tungau dengan jarum.

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap,

lalu  digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum

dan  dapat diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsi.

Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari

dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi

dengan  scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.

Biopsi  dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan

tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas

objek, lalu  ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.

4. Tes tinta Burrow.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus  dengan

alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang  karakteristik

berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini  mudah sehingga

dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.

5. Kuretasi terowongan.

Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul,

lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral.

Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

Penatalaksanaan Skabies

Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

(Handoko, 2008)

27

Page 28: Lap Tut1blok13

1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20%  dalam

bentuk salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2

tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan.

Cara pemakaian: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep

setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari

berturut-turut.

Keuntungan: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-

satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal. Bila

kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk

hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang

bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman

bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta

efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.

Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,

mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)

Cara kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau

skabies.

Cara pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode

kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis

dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila

digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa

diterima.

Efek samping: dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan

skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak

menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat

menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini  dikontraindikasikan

pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari

2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam

pengelolaan resistant crusted scabies.

3. Gama benzena heksa klorida (gammexane; Lindane)

28

Page 29: Lap Tut1blok13

Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma

benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf

pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,

mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh

tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan

kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.

Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.

Cara pemakaian:  Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel,

tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan

mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24

jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci

bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk

memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh

pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan

penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk

tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak

menggunakan konsentrasi lain selain 1%.

Efek samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan

toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi

walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah

keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah,

gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak

mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian.

Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi

perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,

trombositopenia, dan pancytopenia.

4. Krotamiton 10%

Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10%

atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.

Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan

dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan

29

Page 30: Lap Tut1blok13

mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian

dicuci setelah aplikasi kedua.

Efek samping:  berupa iritasi bila digunakan jangka

panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini

tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton

10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan

aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.

5. Permetrin dengan kadar 5%

Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan

cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui

ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding

sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan

pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya

terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan

akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini

disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat

dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui

keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah

dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.

Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang

diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.

Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua

setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang

berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.

Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama

sekitar 2 jam.

Efek samping:  jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan

gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang

sebelumnya memang sensitive dan  terekskoriasi.

Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang

yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan

30

Page 31: Lap Tut1blok13

topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah

penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung

tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.

(Harahap, 2000)

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,

handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci

bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat

hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga

harus dibersihkan (vacuum cleaner). (Harahap, 2000)

Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri

atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada.

Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.

Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan

ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi

lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. 

Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,

inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar

disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon

yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat

pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi

terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis

bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh

Streptococcus pyogens. (Harahap, 2000)

Prognosis

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada

individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring

waktu. Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan

infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik,

keluhan gatal dan ekzema akan sembuh. (Harahap, 2000)

31

Page 32: Lap Tut1blok13

2. Papula urtikaria

Definisi

Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab,

biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan

menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi

dipermukaan kulit. Urtikaria merupakan suatu erupsi kulit yang menimbul

berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah dan

memucat bila di tekan disertai rasa gatal. (Siregar, 2004)

Epidemiologi

• Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih

banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda.

• Rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun jarang dijumpai pada umur

kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. (Siregar, 2004)

Etiologi

Faktor pencetus terjadinya urtikaria, antara lain: makanan tertentu, obat-

obatan, bahan hirupan (inhalan), infeksi, gigitan serangga, faktor fisik,

faktor cuaca (terutama dingin tapi bisa juga panas berkeringat), faktor

genetik, bahan-bahan kontak (misalnya: arloji, ikat pinggang, karet

sandal, karet celana dalam, dan lain-lain) dan faktor psikis. (Sudoyo,

2006)

1. Jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi misalnya : telur, ikan,

kerang, coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging

sapi, udang, dan lain-lain. Zat pewarna, penyedap rasa atau bahan

pengawet juga dapat menimbulkan urtikaria.

2. Jenis obat-obatan yang dapat ,menimbulkan alergi biasanya penisilin,

aspirin, bronide, serum, vaksin, dan opium.

3. Bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk

kembang, jamur, debu dari burung, debu rumah, dan ketombe

binatang.

32

Page 33: Lap Tut1blok13

4. Faktor lingkungan yang terpapar dengan debu rumah, jamur, serbuk

sari bunga, pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas sinar

matahari, tekanan atau air juga dapat menimbulkan urtikaria.

5. Pada urtikaria yang berulang, faktor emosional perlu diperhatikan.

Stress emosional dapat secara langsung dan tidak langsung

menyebabkan seseorang meningkat kemungkinan terjadi urtikaria.

6. Penyakit sistemik. Beberapa penyakit dan keganasan dapat

menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering

disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, Lupus Eritematosus

Sistemik, dll.

7. Gigitan serangga. Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria

setempat. Nyamuk, lebah dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria

bentuk papul di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri.

Klasifikasi

Berdasarkan lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibedakan menjadi :

(Sudoyo, 2006)

1. Berdasarkn waktu, yaitu :

Urtikaria Akut

Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Urtikaria akut

lebih sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering

daripada perempuan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui.

Urtikaria Kronik

Disebut kronik bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu.

Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Kasus

urtikaria kronik sulit ditemukan.

Urtikaria kronik dibagi menjadi beberapa subtipe meliputi :

a. Urtikaria Fisis

Pada urtikaria fisis timbulnya gejala biasanya terkait dengan

perubahan tempratur lingkungan yang mencolok, lebih sering

akibat dingin. Pemicu yang lain misalnya; trauma mekanis,

33

Page 34: Lap Tut1blok13

getaran, aktivitas fisik / exercise, stres emosional, sinar matahari,

air.

b. Urtikaria Vaskulitis

Urtikaria Vaskulitis sebenarnya merupakan manifestasi kulit dari

penyakit sistemik / Autoimmune diseases.

c. Urtikaria Kronik Idiopatik

Disebut Urtikaria kronik idiopatik jika tidak diketahui pemicunya

yang spesifik pada penelusuran dari riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, maupun hasil laboratorium. Sebanyak 80-90%

dari urtikaria kronik adalah idiopatik.

2. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya,

yaitu :

Urtikaria Papular bila berbentuk papul,

Urtikaria Gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan

Urtikaria Gurata bila ukurannya besar-besar..

Terdapat pula yang Urtikaria Anular dan Urtikaria Arsinar.

3. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, urtikaria

dibedakan menjadi :

Urtikaria Lokal

Generalisata

Angioederma

Patofisiologi

Hal yang mendasari terjadinya urtikari yaitu eritema akibat dilatasi dari

kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantarai refleks akson

saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi cairan akibat meningkatnya

permeabelitas vaskuler. (Akib, 2007)

Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah

dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi

sel perivaskuler, diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil.

Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamine,

kibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan, dan leukotrien juga dapat

berperan. (Akib, 2007)

34

Page 35: Lap Tut1blok13

Histamine akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit

sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan

peningkatan permeabelitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel,

terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan

pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang

ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol

merah yang gatal. (Akib, 2007)

35

Page 36: Lap Tut1blok13

Manifestasi klinis

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis

tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian

tengah tampak lebih pucat. Eritema atau kemerahan bila ditekan akan

memutih. (Corwin, 2997)

Penampakan urtikaria beragam, mulai yang ringan berupa bentol merah

dan gatal hingga yang agak heboh yakni bengkak pada kelopak mata (bisa

satu mata atau keduanya), bibir membengkak , daun telinga menebal dan

adakalanya disertai perut mulas serta rasa demam. Gejala mungkin tidak

terjadi setiap saat. Untuk beberapa orang, kondisi tertentu seperti panas,

dingin atau stress akan menyebabkan perburukan gejala. (Corwin, 1997)

Penegakkan diagnosis

1. Anamnesis

Dilihat dari manifestasi klinis biasanya pasien mengeluhkan rasa gatal

yang disertai rasa terbakar atau rasa tertusuk. (Djuanda, 2010)

2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : kulit tampak kemerahan, terdapat batas pinggir yang

jelas (timbul secara tiba-tiba, memudar bila disentuh, jika digaruk

akan timbul bilur-bilur yang baru), tampak adanya edema dan

pembengkakan.

Palpasi : terasa adanya edema dan pembengkakan serta adanya

nyeri tekan. (Djuanda, 2010)

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin

E, eosinofil dan komplemen.

Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan

yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali

satu per satu.

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya

infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.

Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan

urtikaria dingin.

36

Page 37: Lap Tut1blok13

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina

perlu untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.

Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan

untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk

(prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari

alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.

Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan,

dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa

pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan

serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak

infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,

terutama disekitar pembuluh darah.

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis

urtikaria kolinergik.

Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.

Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Djuanda, 2010)

Penatalaksanaan

1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko

Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka

panjang. Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan,

diharapkan dapat memperbaiki kondisi sekitar 50% pasien dengan

urtikaria kronik idiopatik. (Djuanda, 2010)

2. Pengobatan lokal

a. Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan

koloid Aveeno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.

b. Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa

membantu dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.

(Djuanda, 2010)

c. Pengobatan sistemik

d. Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.

37

Page 38: Lap Tut1blok13

e. Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1

dan H2.

f. Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.

g. Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.

h. Kortikosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol

vascukitisurtikaria.

i. Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.

j. Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis

dan angioderma.

k. Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi

Helicobacter pylory dengan urtikaria kronis.(Djuanda, 2010)

Komplikasi

Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan

gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa

menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan

somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat

bisa mempengaruhi kualitas hidup. (Guyton, 2008)

Prognosis

Pada umumnya prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan atau

dengan obat. Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis

sistemik, dapat saja terjadi obstruksi jalan nafas karena adanya edema

laring atau jaringan sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat

mengancam jiwa. (Guyton, 2008)

3. Dermatitis

Dermatitis Atopik

Definisi

adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering

berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat

atopi pada keluarga atau penderita (Sularsito.S.A & Djuanda, 2005).

38

Page 39: Lap Tut1blok13

Etiologi dan Patogenesis

Dermatitis atopik dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih

berperan sebagai faktor predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai

faktor pencetus. Faktor endogen meliputi: faktor genetic, hypersensitivitas

tipe 1 (IgE mediated) dan disfungsi sawar kulit. Sedangkan faktor eksogen

meliputi: trauma fisika-kimia-panas, bahan iritan, alergi debu, tungau debu

rumah (Piliang, 2012).

1.   Faktor Endogen

Faktor Genetik

Faktor genetik melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom ini banyak

mengdung kumpulan family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF),

sedangkan jika IL-4 dan IL-13 meningkat dapat meningkatkan aktivasi

limfosit T yang akhirnya limfosit T merangsang sel B  untuk menstimulasi

peningkatan IgE yang akan cepat bereaksi ketika ada allergen masuk.

Peningkatan ekspresi GM-SCF akan mempertahankan hidup dan fungsi

monosit, sel langerhans dan eosinofil.

Disfungsi sawar kulit

Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan

hilangnya ceramid di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di

ruang ekstraseluler  stratum korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi

sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan

peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal, sehingga kulit

akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk terjadinya

penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus (Djuanda, 2010).

Hipersensitivitas

Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya

peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas

limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara

produksi IL-4 dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan Sel T helper

akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada

penderita D.A. bersifat abnormal, yakni dapat secara langsung

menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen, sehingga sel langerhans

39

Page 40: Lap Tut1blok13

akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal antigen yang masuk ke

dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan

sel langerhens menggunakan FcɛRI. FcɛRI merupakan receptor pengikat

IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang menderita D.A. jumlah FcɛRI

lebih banyak daripada orang normal. Sehingga  terdapat korelasi antara

kadar FcɛRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcɛRI maka

kadar IgE semakin tinggi pula (Djuanda,2010).

Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak ditemukan sel-sel yang

mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang normal.

Begitupun jika terdapat lesi akut dan kronis pada penderita D.A. akan

ditemukan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA

IL-4, IL-5 dan IL-13. Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek

meningkatkan produksi IgE, sedangkan prningkatan IL-5 akan

menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel eosinofil sehingga sangat

mudah terjadi reaksi alergi (Baratawijawa, 2009).

2.    Faktor Eksogen

Lingkungan

Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan D.A.

misalnya asap rokok, polusi udara, walaupun secara pasti belum terbukti.

Suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak dapat memicu

rasa gatal dan kekambuhan.

Iritan

Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan iritan seperti sabun

alkalis, bahwan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok bayi dan

anak, sinar matahari dan pakaian wol.

Alergen

Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo dengan tungau debu

rumah (TDR), didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup penderita D.A

memberikan reaksi ekserbasi lesi di tempat lesi lama dan baru. Infeksi

bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% lesi D.A.

dan hanya 5% populasi normal. S.Aureus mensekresi superantigen yang

dapat berpenetrasi di daerah inflamasi langerhans untuk memproduksi IL-

40

Page 41: Lap Tut1blok13

1, TNF, dan IL-12 yang meningkatkan induksi inflamasi pada penderita

D.A.

Makanan

Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor pencetus D.A. seperti

telur, susu, gandum, kedele dan kacang tanah. Hasil pemeriksaan

laboratorium dari bayi dan anak-anak dengan D.A. menunjukan reaksi

positif terhadap (skin tes) beberapa jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan

adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.

Gejala Klinis

Gambaran klinis yang terjadi pada DA, yaitu: (Kariosentono, 2006)

a. ‘White dermatographism’ Goresan pada kulit penderita DA akan

menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan

vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu

10-15 menit berikutnya.

b. Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan

suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat

pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan

perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

c. Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada

telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas

untuk DA.

d. Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.

e. Sindrom ‘buffed-nail’ Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk

akibat rasa sangal gatal.

f. ‘Allergic shiner’ Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena

gosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat

perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.

g. Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus

menerus.

h. Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-

pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis

pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi

41

Page 42: Lap Tut1blok13

pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,

terutama pada musim panas.

i. ‘Delayed blanch’ Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal

menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi

akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan

oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

j. Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak

sehingga pruritus bertambah.

k. Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal

(tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit,

sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit.

Penegakkan Diagnosis

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977:

(Kariosentono, 2006)

Kriteria mayor ( > 3) :

- Pruritus

Morfologi dan distribusi khas :

dewasa : likenifikasi fleksura

bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor

- Dermatitis bersifat kronik residif

- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

- Xerosis

- Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris

- Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat

- Peningkatan kadar IgE

- Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular

- Dermatitis pada areola mammae

- Keilitis

- Konjungtivitis berulang

- Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita

- Keratokonus

- Katarak subskapular anterior

42

Page 43: Lap Tut1blok13

- Hiperpigmentasi daerah orbita

- Kepucatan/eritema daerah muka

- Pitiriasis alba

- Lipatan leher anterior

- Gatal bila berkeringat

- Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven

- Gambaran perifolikular lebih nyata

- Intoleransi makanan

- Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi

- White dermographism/ delayed blanch

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: (Djuanda, 1999)

1. Imunoglobulin

IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada

penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum

yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6

bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi

lagi bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat

hubungannya dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya

kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi,

atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin. Kadar

IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.

2. Leukosit

a. Limfosit

Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik

pada asma, rinitis alergilk, maupun pada. DA Walaupun demikian

pada beberapa penderita DA berat dapat disertai menurunnya

jumlah sel T dan meningkatnya sel B.

b. Eosinofil

Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan

ini seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan

beratnya penyakit.

43

Page 44: Lap Tut1blok13

c. Leukosit polimorfonuklear (PMN)

Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN

biasanya dalam batas normal.

d. Komplemen

Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit

meningkat.

3. Bakteriologi

Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti

Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.

4. Uji kulit dan provokasi

Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari

penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu

dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji kulit hanya

baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan dianjurkan

dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5% nikel

sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk DA

oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini belum

diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.

Penatalaksanaan

Secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah

sebagai berikut (Menurut Boguniewicz & Leung 1996 ) : (Siregar, 2004)

• Menghindari bahan iritan

• Mengeliminasi allergen yang telah terbukti

• Menghilangkan pengeringan kulit ( hidrasi )

• Pemberian pelembab kulit (moisturizing )

• Kortikosteroid topical

• Pemberian antibiotic

• Pemberian antihistamin

• Mengurangi stress dan

• Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya

44

Page 45: Lap Tut1blok13

Komplikasi

Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di

kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah

mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,

vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes). (Siregar, 2004)

Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan

disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. (Siregar, 2004)

Prognosis

Penderita dermatitis atopic yang bermula sejak bayi, sebagian (40 %)

sembuh spontan, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula

yang mengatakan bahwa 40- 50% sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian

besar menyembuh pada usia 30 tahun. (Siregar, 2004)

Secara umum bila ada riwayat dermatitis atopic di keluarganya bersamaan

dengan asma bronchial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat,

maka penyakitnya lebih persisten. (Siregar, 2004)

Dermatitis Kontak Alergi

Definisi

adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak

dengan alergen melalui proses sensitasi(R.S. Siregar : 109. 2002).

Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi

alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi

peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas

terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya(Dorland,

W.A. Newman : 590. 2002)

Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa

bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut

bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi

sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis

menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang.

45

Page 46: Lap Tut1blok13

Dermatitis ini biasnaya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam

beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit

memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak

terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus,

yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi

yang menyebabakn kontak alergik adalah setiap keadaan yang

menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis

statis(Baratawijaya, Karnen Garna. 2006)

Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah

mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune

respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya

lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam setelah

terpajan dengan alergen.

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,

terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.

Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana

yang disebut hapten yang terikat dengan protein, membentuk antigen

lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel

langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan

ntigten yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening

regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel T efektor

yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian

tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga

menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase

saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau

fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada

umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu,

sifat sensitisasi alergen(sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi.

Sensitizer  kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer

lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada

umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan

46

Page 47: Lap Tut1blok13

bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat

terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai

timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara

24-48 jam (Djuanda, 2010)

Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan

pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.

(Baratawijaya, 2006)

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit

berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,

likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah

penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat

dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat

pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit

kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan

maupun keluarganya. (Baratawijaya, 2006)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.

Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan;

di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di

tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan

kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. (Baratawijaya, 2006)

Lokasi Kemungkinan

Penyebab

Tangan Pekerjaan yang basah

(‘Wet Work’)

misalnya memasak

makanan (getah

sayuran, pestisida)

47

Page 48: Lap Tut1blok13

dan mencuci pakaian

menggunakan

deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel),

sarung tangan karet,

debu semen, dan

tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-

perspiran,

formaldehid yang ada

di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik,

spons (karet), obat

topikal, alergen di

udara (aero-alergen),

nikel (tangkai

kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi,

getah buah-buahan.

Kelopak mata Maskara, eye shadow,

obat tetes mata, salep

mata.

Telinga Anting yang terbuat

dari nikel, tangkai

kacamata, obat

topikal, gagang

telepon.

Leher Kalung dari nikel,

parfum, alergen di

udara, zat warna

pakaian.

Badan Tekstil, zat warna,

48

Page 49: Lap Tut1blok13

kancing logam, karet

(elastis, busa), plastik,

deterjen, bahan

pelembut atau

pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat

topikal, nilon,

kondom, pembalut

wanita, alergen yang

berada di tangan,

parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai

bawah

Tekstil, kaus kaki

nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pemeriksaan Penunjang

Uji tempel

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :

(Baratawijaya, 2006)

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan

akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’

reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang

dideritanya semakin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian

kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji

tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20

mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat

menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik

tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan

kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

49

Page 50: Lap Tut1blok13

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel

menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan

hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya

dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah

dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita

yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria

type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi

anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan

prosedur khusus.

Gold Standard Diagnosis

Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan

uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.

Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan pabrik,

misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya tes

dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni,

atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan

kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat

sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek

toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak

standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan

melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui. (Baratawijaya,

2006)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan : (Djuanda, 2010)

1. Non medikamentosa

a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan

pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan

infeksi (Morgan, dkk, 2009)

b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

50

Page 51: Lap Tut1blok13

c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan

aktivitas yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)

d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan

perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan

penyebab alergi

2. Medikamentosa

a. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)

sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09

mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan

rasa gatal

b. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika

(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis

3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari

c. Topikal

Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

3. Pencegahan

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun,

jika tidak ada sabun bilas dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan

pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

51

Page 52: Lap Tut1blok13

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan

aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri

terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes

simpleks. (Sularsito, 2011)

Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya

dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila

bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh

faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia).

(Sularsito, 2011)

4. Pemphigoid

Definisi

Pemphigoid Bullosa

Pemphigoid Bullosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh

adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang diatas kulit

yang eritematosa, atau disebut juga dengan penyakit berlepuh autoimun.

(Djuanda, 2011)

Pemphigoid Sikatrisial

CP adalah idiopatik diduga berhubungan dengan proses autoimmun

dimana antibodi sasarannya ke substansi komponen membrana basalis.

Nama sinonim cicatricial pemphigoid (CP) adalah benign mucous

membrane pemphigoid, ocular pemphigus, dan mucosal pemphigoid.

(Djuanda, 2011)

Pemphigoid Gestational

Pemfigoid Gestasional, yang juga dikenal sebagai Herpes Gestationis,

adalah suatu kondisi medis yang jarang, berhubungan dengan kehamilan

yang ditandai dengan timbulnya ruam menimbul, gatal yang menyebar dan

secara cepat melepuh. (Djuanda, 2011)

52

Page 53: Lap Tut1blok13

Etiologi

Pemphigoid Bullosa

Etiologinya ialah belum jelas, diduga autoimun. Produksi autoantibodi

yang menginduksi pemphigoid bullosa masih belum diketahui. (Djuanda,

2011)

Pemphigoid Sikatrisial

Etiologinya ialah belum jelas, diduga autoimun. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Gestational

Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun, yang dimediasi oleh

antibodi. Herpes gestationis disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap

membran basalis kulit yang dicetuskan oleh C3 dermal-epidermal junction.

(Djuanda, 2011)

Epidemiologi

Pemphigoid Bullosa

Pertama kali penyakit ini dilaporkan oleh Lever pada tahun 1953.

Pemphigoid bullosa dapat terjadi pada semua umur, terutama pada orang

tua diatas 60 tahun dan banyak mendapatkan obat. Frekuensi kejadian

berdasarkan jenis kelamin adalah sama pada pria maupun wanita, dan

tidak dipengaruhi ras atau bangsa maupun hubungannya dengan fenotipe

HLA. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Sikatrisial

Menyerang orang tua ( 50-60 tahun). Wanita lebih sering dibanding pria

dengan perbandingan 2:1. Lesi awal pada mukosa berbentuk

vesikulobulosa, lebih sering dijumpai dibandingkan pemphigus karena

atap bulosa lebih tebal sehingga tidak mudah pecah. Dapat mengenai mata,

25% lesi ini menjadi okuler pemphigoid. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Gestational

Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka

kejadian I dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. (Djuanda,

2011)

53

Page 54: Lap Tut1blok13

Manifestasi Klinis

Pemphigoid Bullosa

Keadaan umum baik, perjalanan penyakit biasanya ringan, sering disertai

rasa gatal. Kelainan kulit terutama berupa bula besar (numular-plakat)

berdinding tegang berisi cairan jernih, dapat bercampur dengan vesikel

yang terkadang hemoragik, daerah sekitar berwarna kemerahan atau

eritema. Lesi awal dapat berupa urtika. Lesi paling sering ditemukan pada

perut bagian bawah, paha bagian medial atau anterior, dan fleksor lengan

bawah. Beberapa tahun kemudian lesi biasanya akan timbul kembali

secara sporadis general atau regional. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Sikatrisial

Letak lesi dimulut adalah pada gingiva, mukosa pipi , palatum, ventral

lidah dan dasar mulut. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Gestational

Herpes gestationis terjadi pada akhir kehamilan, ditandai dengan onset

yang tiba-tiba berupa lesi urtika yang sangat gatal. Lesi khas pada herpes

gestationis berupa urtika atau plak yang secara cepat berkembang menjadi

mixed dermatitis, termasuk pembentukan massa yang tegang, phempigoid-

like blister. (Djuanda, 2011)

Patogenesis

Pemphigoid Bullosa

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa produksi autoantibodi

yang menginduksi pemphigoid bullosa masih belum diketahui. Namun

pada pemeriksaan antibodi ditemukan deposit autoantibodi IgG dan

komplemen dengan pola linier pada perbatasan dermis dan epidermis

(Basal Membrane Zone). Deposit antigen ini diperkirakan yang

menyebabkan pelepasan berbagai enzim proteolitik yang kemudian

menyebabkan pembentukan bula dan pemisahan epidermis-dermis.

Antigen P.B merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel

basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z (Basal

Membrane Zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah

54

Page 55: Lap Tut1blok13

melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya berbeda

dengan desmosom. (Djuanda, 2011)

Pemphigoid Gestational

Faktor hormonal memiliki peranan dalam terjadinya manifestasi penyakit

ini. Selain terjadi pada wanita hamil, wanita yang sedang menstruasi, dan

yang sedang menggunakan kontrasepsi oral, penyakit ini juga dapat

berhubungan dengan penyakit mola hidatidosa dan koriokarsinoma.

Antibodi IgG terikat pada lamina lucida dan komplemen. Ikatan antigen-

antibodi pada membran basalis disertai aktivasi komplemen memicu

kemotaksis eosinofil pada lokasi kompleks antigen antibodi di membran

basalis. Aktivasi eosinofil, neutrofil, dan sel T dengan predominan fenotif

Th2 terlibat dalam proses pembentukan bula. Degranulasi eosinofil dan

kerusakan dermal-epidermal junction memulai terbentuknya formasi

vesikobulosa. Peristiwa imunologi yang menstimulasi respon imun ini

masih belum diketahui. (Djuanda, 2011)

Tempat predileksi (Djuanda, 2011)

Pemphigoid bullosa

- Ketiak

- Lengan bagian fleksor

- Lipat paha

Pemphigoid sikatrial

- Mulut

- Konjungtiva

- Hidung

- Faring

- Laring

- Esofagus

- Genitalia

Pemphigoid gestasional

- Abdomen

- Ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki

- Dapat pula mengenai seluruh tubuh

55

Page 56: Lap Tut1blok13

Diagnosis (Djuanda, 2011)

Pemphigoid bullosa

- Pewarnaan biopsi kulit dengan pewarnaan rutin dan imunofluoresensi.

Pada pemeriksaan ini akan ditemukan endapan IgG dan C3 yang tersusun

seperti pita atau linier di BMZ.

- Pemeriksaan biopsi dengan menggunakan mikroskop cahaya harus

dilakukan dengan cara biopsi plong 4 mm atau biopsi cukur dalam dari bla

utuh. Tujuannya untuk memastikan bula terletak di subepidermal. Sel

infiltrat yang utama adalah eosinofil.

Pemphigoid sikatrisial

Pemeriksaan imunofluoresensi lngsung dari lesi atau perilesi pada kulit

atau mukosa menunjukkan adanya antibodi dan komplemen di derah

membrana basalis secara linier. IgG biasanya apat ditemukan.

Pemphigoid gestasional

Pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung secara tepat ditemukan

endapan C3 pada membran basal kulit normal dan perilesi. Pada beberapa

penderita juga didapatkan C1q, C4, C5 dan properdin. Paling sering

ditemukan endapan IgG, tetapi kadang – kadang juga IgA, IgM, dan IgE.

Penatalaksanaan (Djuanda, 2011)

Pemphigoid bullosa

- Kortikosteroid

Prednison 40 – 60 mg segari, jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan

perlahan – lahan.

- Imunosupresif

Diberikn jika pemberian dengan kortikosteroid tidak ada perbaikan.

Azatioprin 50 – 100 mg sehari atau 1 -3 mg/kgBB

Siklofosfamid 50 – 100 mg sehari

Metrtreksat 25 mg per minggu

- DDS / Diaminodifenilsulfon

Dengan dosis 200 – 300 mg sehari

- Kombinasi

56

Page 57: Lap Tut1blok13

Tetrasiklin 3 x 500 mg sehari dengan niasinamid 3 x 500 mg sehari, bila

tetrasiklin merupakan kontraindikasi bisa diberikan eritromisin. Kombinasi

ini memberikan respon yang baik pda sebagian kasus, terutama yang tidak

berat.

Pemphigoid sikatrisial

Hasil pengobatan penyakit ini kurang memuaskan. Kortikosteroid sistemik

mungkin merupaka obat terbaik, dengan prednison dosisnya 60 mg. Obat

imunosupresif hasilnya menguntungkan pada sebagian penderita,

sedangkan pada sebagian penderita yang lain hanya memperlihatkan

sedikit kemajuan.

Pemphigoid gestasional.

Tujuan pengobatan adalah menekan terjadinya bula dan mengurangi gatal

yang timbul. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 -40 mg

per hari dalam dosis terbagi rata.

Prognosis (Djuanda, 2011)

Pemphigoid bullosa

- Prognosis qua ad vitam adalah ad bonam, karena jarang menyebabkan

kematian.

- Prognosis qua ad functionam adalah ad bonam, tetapi sebagian mengalami

perjalan penyakit yang kronik dan agresif.

- Prognosis qua ad sanationam adalah dubia, karena dapat terjadi remisi

spontan.

Pemphigoid gestasional

- Prognosis qua ad vitam adalah ad bonam, karena jarang menyebabkan

kematian.

- Prognosis qua ad functionam adalah ad bonam, karena tidak ada fungsi

yang terganggu.

- Prognosis qua ad sanationam adalah dubia, karena bisa timbul pada

kehamilan berikutnya.

57

Page 58: Lap Tut1blok13

5. Pediculosis corporis

Definisi

Penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu

(Pediculus humanus corporis.) yang hidup dari darah manusia, pada

rambut kepala & kemaluan atau baju, memberi keluhan gatal akibat

gigitannya. (Djuanda, 2010)

Epidemiologi (Djuanda, 2010)

Kosmopolit tidak dipengaruhi musim

Insiden: kebersihan kurang (org dan lingk), sos ekonomi rendah

Penularan

- Kontak langsung

- Melalui alat-alat ex: topi, sisir, tempat tidur, dll

Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat meluas di

lingkungan yang padat seperti asrama dan panti asuhan

Etiologi (Djuanda, 2010)

Penyakit pedikulosis disebabkan oleh parasit Pediculus yang biasa kita

kenal dengan kutu (Pediculus humanus corporis).

Kutu hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap yang

mudah menular dari orang ke orang melalui kontak badan dan karena

pemakaian bersama baju atau barang lainnya.

Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni

jantan dan betina, yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan

lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan yang jantan lebih

kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditremukan

pada kepala.

Klasifikasi

Ada 3 jenis kutu yang menyerang manusia, yaitu : (Djuanda, 2010)

• Pedikulosis Kapitis

Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang

disebut Peduculus humanus capitis pada kulit kepala. Tuma betina akan

meletakkan telur-telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan

melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur

58

Page 59: Lap Tut1blok13

akan menetas menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan

mencapai maturasinya dalam tempo 2 minggu

• Pedikulosis Korporis

Pedikulosis Korporis merupakan infestasi kutu pediculus humanus

corporis pada badan. Keadaan ini menghinggapi orang yang jarang

mandi atau yang hidup dalam lingkungan yang rapat serta tidak pernah

mengganti bajunya.

•  Pedikulosis Pubis

Pedikolisis pubis, yang merupakan infestasi oleh phthirus pubis( crab

louser; kutu kemaluan ) sangat sering dijumpai. Infestasi parasit ini

umumnya terjadi di daerah genital dan terutama ditularkan lewat

hubungan seks.

Gambar 7.14. 3 jenis kutu (dari kiri: Pedikulosis Kapitis, Pedikulosis

Korporis, Pedikulosis Pubis)

Patofisiologi

Siklus hidup kutu ( telur, larva,nimfa,dewasa) hidup selama 16 hari

betina menghasilkan telur 50-150 butir hidup dengan memakan darah

manusia saat menghisap darah air liurnya menyebabkan gatal kutu ini

menempelkan telurnya di permukaan kulit dan rambut menyuntikan

getah pencernaan extraknya ke dalam kulit menimbulkan gatal (Arief,

2000)

Manifestai Klinis

Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada

badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.

Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional. (Djuanda, 2011)

59

Page 60: Lap Tut1blok13

Penegakkan Diagnosis

Menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. (Djuanda, 2011)

Penatalaksanaan

Krim gameksan 1% dioleskan tipis ke seluruh tubuh dan didiamkan 24

jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh

diulangi 4 hari kemudian. Obat lain yaitu benzil benzoat 25% dan bubuk

malathion 2%. Pakaian direbus atau disetrika. Bila ada infeksi sekunder

diobati dengan antibiotik secara sistemik dan topikal. (Djuanda, 2011)

Prognosis

Baik bila menjaga higiene. (Djuanda, 2011)

60

Page 61: Lap Tut1blok13

KESIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya, tungau ini

berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat

mikroskopis.

Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela jari,

siku, selangkangan. Penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga,

sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang

mendapat sinar matahari secara langsung.

Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak

tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula

melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian, penularan scabies

terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di

lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan

pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas,

faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan

padat penduduk.

Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada

kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan

paha, gejala lainya seperti gatal pada malam hari, menyerang manusia secara

berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang 1 cm, menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.

61

Page 62: Lap Tut1blok13

SARAN

Hambatan

1. Mahasiswa kurang mempersiapkan log book.

2. Mahasiswa kurang kritis sehingga kurang mendapatkan informasi lebih

lengkap dan terperinci.

3. Mahasiswa kurang aktif dalam mencari referensi sehingga informasi yang

di dapat kurang beragam.

4. Mahasiswa kurang menguasai materi, hanya membaca dan kurang dapat

menyampaikan kembali maksud pernyataannya.

Harapan

1. Mahasiswa dapat mempersiapkan log book dengan lebih baik.

2. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.

3. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari referensi sehingga

mendapatkan informasi yang lengkap.

4. Mahasiswa dapat lebih menguasai materi dan dapat menyampaikan materi

dengan lancar.

62

Page 63: Lap Tut1blok13

DAFTAR PUSTAKA

Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N. 2007. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak.

Jakarta: Balai Penerbit IDAI.

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,

ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Brown, R.G. and Tony Burns. 2012. Lecture Notes on Dermatology. Jakarta:

Erlangga.

Corwin, Elizabeth J. 1997. Buku saku patofisiologi/ Handbook of

Pathophysiology. Jakarta: EGC.

Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi

keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda, Adhi., dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI.

Djuanda, Adi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI.

Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore: dengan korelasi fungsional.

Jakarta: EGC.

63

Page 64: Lap Tut1blok13

Fitzpatrick’s. Sixth Edition. Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology.

New York: Mc Graw Hill.

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Handoko R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke 3. Jakarta. Balai Penerbit

FK UI.

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Ed.1. Jakarta: Hipokrates.

Kariosentono, Harijono. 2006. Dermatitis Atopik (Eksema) dari Gejala Klinis,

Reaksi Atopik, Peran Eosinofil, Tungau Debu Rumah, Sitokin Sampai

Kortikosteroid Pada Penatalaksanaannya. Solo: UNS Press.

Moro, et al. 2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic

Dermatitis During The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child

2006;91:814-8

Olivier Chosidow, M.D., Ph.D. 2006. Scabies. The New England Journal of

Medicine: 354:1718-27.

Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Jakarta: EGC.

Siregar, RS. 2004. Atlas Berwarna Saripati Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

64

Page 65: Lap Tut1blok13

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Jakarta : FK UI.

65