lap tut1blok13
DESCRIPTION
berbagi pengetahuanTRANSCRIPT
SKENARIO I
Mr. Bawor’s Family
A 50 years old man called Mr.Bawor came to the hospital complaining of
red pustule emerging on the skin of his hand, stomach, inguinal, genitalia and
buttock, as time goes by the amount of pustule has doubled the initial amount and
he also feels very itchy especially at night since 3 months ago. Mr. Bawor has just
came out of jail 2 months ago. Mr. Bawor never seek any medical help. His wife,
45 years old and his son 15 years old also have the same complaint as him since 1
months ago.
1
SEVEN JUMP
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Pustule
Pustula adalah bintik-bintik kecil berwarna merah atau dengan dasar
kemerahan yang berisi nanah seperti pada variola, varisela, psoriasis
pustulosa. (Brown, 2012)
2. Itchy
Kelainan kulit yang disertai dengan rasa gatal. (Dorland, 2011)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana Anatomi organ terkait berdasarkan skenario?
2. Bagaimana Histologi organ terkait berdasarkan skenario?
3. Bagaimana Fisiologi organ terkait berdasarkan skenario?
4. Mengapa terdapat bintil pada mr. Bawor?
5. Mengapa jumlah bintil bertambah dari jumlah semula?
6. Mengapa gatal dirasakan bertambah pada malam hari?
7. Bagaimana hubungan keluhan yang dirasakan pasien dengan riwayat
baru keluar dari penjara 2 bulan lalu?
8. Mengapa istri dan anaknya mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan
lalu?
9. Apakah diagnosis banding dari kasus pada skenario kali ini?
10. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus skenario kali ini?
III. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana Anatomi organ terkait berdasarkan skenario?
Secara umum, cutis tersiri dari epidermis, dermis dan
hypodermis/sub cutan. (Snell, 2006)
2
Struktur lain : (Snell, 2006)
Kuku/nail
Lempeng yang mengalami keratinisasi pada permukaan dorsal
ujung jari tangan dan jari kaki
Gambar 3.1. Kuku (Snell, 2006)
Folikel rambut
Merupakan invaginasi epidermis ke dalam dermis
Gambar 3.2. Folikel Rambut (Snell, 2006)
Glandula sebacea
Berfungsi sebagai kelenjar yang mengeluarkan sebum ke dalam
epidermis
Glandula sudorifera
3
Kelenjar yang panjang, spiral, tubular, dan tersebar di seluruh
permukaan kecuali di bibir, nail bed, glans penis, dan clitoris.
Pembuluh darah kulit terdiri 2 anyaman pembuluh darah nadi
yaitu: (Price, 2013)
a. Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar.
Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari
anyaman ini berjalan arteriole pada tiap – tiap papilla kori.
b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam.
Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman ini
memberikan cabang – cabang pembuluh nadi ke alat – alat tambahan yang
terdapat di korium.
Dalam hal ini percabangan juga juga membentuk anyaman
pembuluh nadi yang terdapat pada lapisan subkutis. Cabang – cabang ini
kemudian akan menjadi pembuluh darah baik balik/vena yang juga akan
membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik yang ke
dalam.
Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali oleh karena di
perkirakan 1/5 dari darah yang beredar melalui kulit. Disamping itu
pembuluh darah pada kulit sangat cepat menyempit/melebar oleh pengaruh
atau rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyeri, dan emosi,
penyempitan dan pelebaran ini terjadi secra refleks.
2. Bagaimana Histologi organ terkait berdasarkan skenario?
Struktur kulit secara mikroskopis dibagi menjadi 3, yaitu: (Price, 2013)
a. Epidermis
b. Dermis
c. Lemak subkutan
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari 2 lapisan utama, yaitu:
1) Stratum corneum
Lapisan ini mengandung sel-sel tidak berinti yang bertanduk atau
berkeratin.
4
2) Stratum malphigi
Lapisan ini berasal dari lapisan tanduk yang berdiferensiasi.
Stratum malphigi terdiri dari:
a) Stratum germinativum
Lapisan ini sebagian besar terdiri dari sel-sel
epidermis yang tidak berdiferensiasi. Lapisan ini aktif
bermitosis untuk memperbarui epidermis. Saat mitosis,
salah satu sel anak tetap di lapisan basal untuk kembali
membelah, sedangkan sel yang lain bermigrasi ke lapisan di
atasnya, yaitu menuju stratum spinosum.
b) Stratum spinosum
Stratum ini merupakan tempat terjadinya proses
diferensiasi, di mana sel diferensiasi utamanya adalah sel
keratinosit yang akan mengalami keratinisasi. Proses
keratinisasi dimulai saat sel keratinosit meninggalkan
stratum spinosum menuju ke lapisan atasnya. Proses ini
meliputi perubahan bentuk, orientasi, struktur sitoplasmik,
dan komposisi sel keratinosit. Proses keratinisasi juga
termasuk di dalamnya terdapat proses transformasi dari sel-
sel hidup yang aktif mensintesis menjadi sel-sel mati dan
bertanduk dari stratum corneum. Selama proses
diferensiasi, sel keratinosit melewati fase:
Fase sintetik
Merupakan fase dibentuknya tonofilamen,
keratohialin, badan lamellar, dan unsur-unsur lain.
Fase transisi
Merupakan fase di mana komponen
sitoplasma mengalami disosiasi dan degradasi.
c) Stratum granulosum
Stratum ini terletak di bawah stratum corneum,
berfungsi menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum
corneum.
5
Sel utama di epidermis yang kedua adalah sel melanosit yang
terdapat di stratum germinativum, dengan rasio sel basal dibanding sel
melanosit yaitu 10 berbanding 1. Sel melanosit disintesis oleh granula-
granula berpigmen bernama melanosom. Melanosom mengandung
biokroma coklat yang disebut dengan melanin. Melanosom dipindahkan
ke keratinosit melalui tonjolan-tonjolan dendritik yang panjang, yang
menghubungkan antar melanosit. Tiga puluh enam keratinosit membentuk
unit melanin epidermis. Jumlah melanin dalam keratinosit menentukan
warna kulit. Selain itu, melain melindungi kulit dari pengaaruh matahari
yang merugikan. Sebaliknya, matahari akan meningkatkan pembentukan
melanosom dan melanin. Melanosom dihidrolisis oleh enzim dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Orang Afrika-Amerika memiliki
melanosom yang besar dan tahan terhadap destruksi oleh enzim hidrolisis,
sedangkan orang Kaukasian memiliki melanosom kecil dan mudah
dihidrolisis. (Price, 2013)
Pada lapisan epidermis teradapat 4 jenis sel: (Eroschenko, 2010)
a. Keratinosit
Keratinosit merupakan sel dominan. Keratinosit membelah, tumbuh,
bergerak ke atas, dan mengalami keratinisasi atau kornifikasi, dan
membentuk lapisan epidermis protektif bagi kulit.
b. Melanoit
Berasal dari sel krista saraf. Sel ini memiliki juluran sitoplasma yang
tidak teratur dan bercabang ke dalam epidermis. Melanosit terletak
diantara stratum basal dan stratum spinosum epidermis dan
menyintesis pigmen coklat tua melanin. Fungsi melanin adalah
melindungi kulit dari efek radiasi ultraviolet yang merusak.
c. Sel Langerhans
Terutama ditemukan di stratum spinosum. Sel ini berperan dalam
respons imun tubuh. Sel langerhans mengenal, memfagosit, dan
memproses antigen asing dan menyajikannya pada limfosit T untuk
memicu respons imun. Karena itu, sel ini berfungsi sebagai sel
penyaji-antigen kulit.
6
d. Sel Merkel
Ditemukan di lapisan basal epidermis dan paling banyak di ujung jari.
Karena sel ini berhubungan erat dengan akson aferen (sensorik) tidak
bermielin, sel ini diduga berfungsi sebagai mekanoreseptor untuk
mendeteksi tekanan.
3. Bagaimana Fisiologi organ terkait berdasarkan skenario?
Fisiologi kulit secara umum : (Djuanda, 2010)
1. Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang
yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :
a. fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
b. kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
c. panas : radiasi, sengatan sinar UV
d. infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
a. Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan
mengadakan tanning (penggelapan kulit).
b. Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
c. Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan
kimiawo terhadap infeksi bakteri maupun jamur
d. Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel
mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi Absorpsi => permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan
absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah
antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
3. Fungsi Ekskresi => mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh
seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak
dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum
7
untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui
sebagai Vernix Caseosa.
4. Fungsi Persepsi => kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan
subkutis. Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang
erotik.
a. Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas
b. Badan Krause di dermis => peka rangsangan dingin
c. Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan rabaan
d. Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaan
e. Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) => dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh
darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang
baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada
bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi
ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa
(banyak mengandung air dan Na)
6. Fungsi Pembentukan Pigmen => karena terdapat melanosit (sel
pembentuk pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)
7. Fungsi Keratinisasi => Keratinosit dimulai dari sel basal yang
mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas
dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin
menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama
inti makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf.
Proses ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D => kulit mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D
tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik
masih tetap diperlukan.
4. Mengapa terdapat bintil pada mr. Bawor?
8
Bintil kemerahan pada pak Bawor bisa timbul karena proses
inflamasi yang di sebabkan oleh aktifitas dari tungau yang dinamakan
Sarcoptes Scabei. Tungau ini berukuran sangat kecil, ovalk, punggungnya
cembung, dan perutnya rata. (Djuanda, 2011)
Ketika kulit di hinggapi oleh tungau tersebut dan terjadi proses
pembuahan, tungau jantan akan mati atau ikut dalam terowongan yang
dibuat oleh tungau betina. Tungau betina setelah dibuahi oleh tungau
jantan akan menggali terowongan dalam stratum corneum dengan
kecepatan 2-3 milimeter/hari. Pada saat tungau betina menggali
terowongan pada kulit manusia, sel langerhans sebagai penyaji antigen
kulit, akan menyajikan pada limfosit T untuk memicu respon imun.
Sehingga timbul tanda-tanda peradangan seperti kemerahan karena darah
terkumpul pada tempat inflamasi, dan bengkak atau bintil karena cairan
terkumpul pada ruang interstisial. (Djuanda, 2011)
Macam-macam Efloresensi (ruam)
Efloresensi (ruam) primer : (Siregar, 2004)
1. Makula :
Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-
mata, bisa putih, coklat, merah, dan hitam.
2. Eritema :
Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversible.
3. Urtika :
Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan.
4. Vesikel :
Gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari ½
cm garis tengah, dan mempunyai dasar, vesikel berisi darah disebut
vesikel hemoragik.
5. Pustule :
Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah
vesikel disebut vesikel hipopion.
6. Bula :
9
Vesikel yang berukuran lebih besar.dikenal juga istilah bula
hemoragik, dan bula hipopion.
7. Kista :
Ruangan berdinding dan berisi cairan sel, maupun sisa sel. Kista
terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun demikian dapat meradang.
Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan
biasanya dilapisi sel epitel dan endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang
melebar dan tertutup, saluran kelenjar,pembuluh darah, saluran getah
bening, atau lapisan epidermis. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu
serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan
rambut.
8. Abses :
Merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
berarti di dalam kutis atau subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan
nanah dan jaringan di sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari
infiltrate radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding
abses terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.
9. Papul :
Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumsrip, berukuran
diameter lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul
dapat bermacam-macam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem
atau dermatitis.
10. Nodus :
Massa padat sirkumsrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.
11. Tumor :
Istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel
maupu jaringan.
12. Infiltrate:
Tumor terdiri atas kumpulan sel radang.
13. Vegetasi :
10
Pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi
satu. Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh.
Dalam hal ini disebut granulasi, seperti pada tukak.
Efloresensi (ruam) sekunder: (Siregar, 2004)
1. Erosi :
Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui system basal. Contoh: bila kulit digaruk sampai stratum
spinosum akan keluar cairan sereus dari bekas garukan.
2. Ekskoriasi :
Bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung
papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum. Kelainan kulit
yang disebabkanoleh hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare
disebut ekskoriasi.
3. Ulkus :
Hilangnya jaringan yang lebih dalam dengan ekskoriasi. Ulkus
dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi
dan ekskoriasi dengan bentuk linier ialah fisura atau rhagades, yakni
belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitarnya, terutama
terlihat padda sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.
4. Skuama :
Lapisan strartum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat
halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal luas sebagai lembaran
kertas.dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoariasiformis
(berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar
(berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan
keratotik (terdiri atas zat tanduk).
5. Krusta :
Cairan badan yang menegering. Dapat berampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebaginya). Warnanya
ada beberapa macam : kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan
berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.
6. Sikatriks:
11
Terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan
kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Siktriks dapat atrofik, kulit
mencekung dan dapat hipertrofi, yang secara klinis terlihat menonjol
karena kelebihan jaringan. Bila sikatrik hipertrofi menjadi patologik,
pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid (sikatriks yang
pertumbuhan sellnya mengikuti pertumbuhan tumor), dan ada
kecenderungan untuk terus membesar.
7. Anetoderma :
Bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan berarti pada kulit
yang lain, dapat dil;ihat bagian-bagian yang bila ditekan dengan jari
seakan-akan berlubang. Bagian yang jaringan elastiknya atrofi disebut
anetoderma. Contoh : striae gravidarum.
8. Likenifikasi :
Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.
5. Mengapa jumlah bintil bertambah dari jumlah semula?
Jumlah bintil dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
(Djuanda, 2010)
a. Sosial ekonomi rendah
b. Higiene yang rendah
c. Hubungan seksual
Selain itu, parasit semakin bertambah ppada daerah tangan,
inguinal, genitalia, dan gluteus hal ini dikarenakan pada daerah – daerah
tersebut selalu dalam keadaan lembab dan memiliki stratum korneum yang
paling tipis.
Hal ini terkait epidemiologi kasus tersebut dapat terjadi di
manapun, terutama di New Zealand. Hal ini terkait kemiskinan dan
pemukiman yang padat karena sangat mudah menularnya penyakit ini.
Transfer tungau hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk kontak
langsung dari kulit ke kulit. Oleh karena itu, mudah sekali menyebar ke
anggota keluarga lainnya terutama yang tinggal bersama. Selain itu,
12
transfer tungau juga dapat merupakan hasil dari berbagi pakaian, handuk,
tempat tidur, di mana tungau dapat hidup untuk 2-3 hari di luar tubuh
manusia. (Price, 2013)
6. Mengapa gatal dirasakan bertambah pada malam hari?
Gatal itu sendiri bisa dibedakan berdasarkan mikroorganisme yang
melekat di kulit apakah itu dari bakteri, jamur,virus ataupun parasit.
(Djuanda, 2011)
Awalnya berupa lesi berisi cairan, karena sering digaruk kemudian
masuk bakteri sehingga menyebabkan terjadinya pioderma (koreng). Dari
masuknya bakteri inilah kemudian dapat melebar ke sekitar kulit tersebut.
(Djuanda, 2011)
Sementara itu, jika penyebabnya jamur, letaknya biasanya berada
di daerah lipatan kulit seperti paha, tangan, perut, dan daerah kulitnya.
Biasanya, jika disebabkan jamur, rasa gatal lebih terasa dan sulit
tertahankan. Dari bentuknya adalah kemerahan pada kulit, basah. Karena
efeknya yang sangat gatal sehingga penderita sulit untuk menahan untuk
tidak menggaruknya sehingga sering menimbulkan infeksi sekunder.
(Djuanda, 2011)
Gatal yang disebabkan oleh virus yaitu dengan masuknya virus ke
dalam tubuh dikarenakan daya tahan tubuh menurun. Bentuknya sendiri
berupa bintik berisi cairan tapi bening. Biasanya tidak terlalu
menimbulkan rasa gatal, tapi pedih. Misalnya varicella dan herpes.
(Djuanda, 2011)
Terakhir, gatal yang disebabkan karena parasit. Rasa gatal muncul
pada malam hari. Di mana, rasa yang ditimbulkan seperti ada kutu kecil-
kecil yang berjalan di atas tubuh. Rasanya sangat gatal, mirip keringat
malam. (Djuanda, 2011)
7. Bagaimana hubungan keluhan yang dirasakan pasien dengan riwayat baru
keluar dari penjara 2 bulan lalu?
13
Faktor-faktor timbulnya keluhan bintil-bintil merah pada kulit
antara lain: (Djuanda, 2011)
a. Sosial ekonimi yang rendah
b. Higiene yang buruk
c. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas
d. Kesalahan diagnosis
e. Perkembangan dermografik serta ekologik
Di penjara bisa saja termasuk dalam faktor higiene yang buruk,
sehingga memudahkan tungau berkembang biak. Dan juga bisa tertular
dari nara pidana yang lain yang terkena penyakit yang sama. (Djuanda,
2011)
8. Mengapa istri dan anaknya mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan
lalu?
Penularan sakit yang dialami pasien dapat melalui dua cara yaitu
langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dapat terjadi apabila
terjadi kontak kulit ke kulit dengan pasien. Penularan tidak langsung dapat
terjadi melalui benda-benda yang ada disekitar yang telah disentuh
sebelumnya oleh pasien. Pada skenario kali ini, istri dan anak pasien
tinggal serumah dengan pasien sehingga faktor resiko untuk tertular
penyakit ini lebih tinggi. (Djuanda, 2011)
9. Apakah diagnosis banding dari kasus pada skenario kali ini?
a. Scabies
b. Papula Urtikaria
c. Dermatitis
d. Pemphigoid
e. Pediculosis Corporis
(Djuanda, 2010)
10. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus skenario kali ini?
Penegakan diagnosis yang dapat dilakukan: (Djuanda, 2013)
14
a. Anamnesis
1) Menyanyakan keluhan utama
2) Menanyakan lokasi keluhan
3) Menanyakan faktor pencetus keluhan
4) Menanyakan apakah sudah di obati sebelumnya
5) Menanyakan durasi
6) Menanyakan periodisitas (apakh sering muncul diwaktu tertentu)
7) Menanyakan faktor pemberat keluhan
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mengidentifikasi UKK primer
a) Makula
b) Papul
c) Nodul
d) Vesikel
e) Bulla
f) Pustule
g) Urtikaria
h) Kista
i) Abses
2) Mengidentifikasi UKK sekunder
a) Erosi
b) Krusta
c) Ulkus
d) Jaringan parut
e) Deskuamasi
f) Ekskoriasi
3) Pembantu diagnosis
Cara menemukan tungau:
a) Mencari terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul
atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas
15
sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan
dilihat dengan mikroskop cahaya.
b) Menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
c) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2
jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa
dengan mikroskop cahaya.
d) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
Pemeriksaan kulit harus dilakukan dengan penerangan ruangan
yang cukup, sebaiknya dengan sinar matahari. Jika tidak demikian, dapat
terjadi kesalahan diagnosis serius. Selain itu, warna kulit pasien harus
dicatat. Warna jari kaki atau tangan yang keunguan atau kebiruan atau
sianosis dapat menandakan adanya penyakit internal, sedangkan warna
pucat menandakan anemia. Pada palpasi, normalnya akan terasa elastis dan
memiliki turgor. Pada keadaan kekeringan, dehidrasi, atau adanya penyakit
tiroid, kulit akan bersisik dan berkerut. (Price, 2013)
Garis-garis pada tangan, kaki, dan seluruh permukaan tubuh
membentuk pola dermatoglifik, di mana masing-masing individu berbeda
satu sama lain. Selain dapat dimanfaatkan dalam bidang kriminologi,
hilangnya lingkaran-lingkaran sidik jari pada ujung jari dapat menjadi
tanda awal insufisiensi vaskuler, misalnya pada sklerosis sistemik atau
skleroderma. (Price, 2013)
Pola distribusi rambut dapat dinilai, mislnya pada banyak laki-laki,
dan beberapa perempuan terjadi penipisan rambut bagian temporal dan
oksipital seiring bertambahnya usia. Rambut kulit tubuh atau seluruh
tubuh yang tiba-tiba rontok dapat menandakan adanya kelainan di kelenjar
tiroid. Hilangnya rambut anggota tubuh bagian distal merupakan tanda
awal insufisiensi vaskular. Pertumbuhan rambut abnormal di wajah,
terutama pada perempuan dapat menandakan adanya tumor yang
memproduksi hormon tertentu. (Price, 2013)
16
Kuku yang menipis atau rusak dapat terjadi pada psoriasis, infeksi
jamur, dan kelainan tiroid. Keringat yang berlebih dapat muncul saat
cemas atau tanda adanya penyakit interna. (Price, 2013)
IV. SISTEMATIKA MASALAH (BAGAN)
17
Bp. Bawor, 50 tahunKeluar penjara 2
bulan yll
Sarcoptes scabei menghasilkan proteolitik dan merusak s. corneum
Terbentuk terowongan
Telur menetas menjadi larva (3-5 hari)
Menjadi nimfa (2-3 hari)
Penularan langsung & tidak
langsung
Istri & anak mengalami keluhan
yang sama (menular)
S. scabei dewasa meghasilkan sekret & feses
Alergi & iritasi kulit
Pelepasan histamin
Gatal di malam hari
Rx. hipersensitivitas
Sensitisasi sel T Sel T mengeluarkan limfosit
Eritema, papul(rx. Inflamasi)
18
DD:1. Scabies2. Papula urtikaria3. Eczema4. Pempigoid5. Pediculosis
corporosis
Penegakkan diagnosis:1. Anamnesis2. PF3. PP
DU:Scabies
Terapi:1. Belerang endap 4-
20%2. Emulsi benzil-
benzoas20-25%3. Gammexane 1%4. Krotamiton 10%5. Permetrin 5%
Prognosis:Dubia ad bonam
(baik)
Pencegahan1. Higiene yg baik2. Hindari pakaian
dan handuk bersamaan
3. Hindari tidur bersama dg penderita
V. TUJUAN PEMBELAJARAN (LO)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi dari
kulit.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
komplikasi, dan penatalaksanaan dari scabies.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
komplikasi, dan penatalaksanaan dari papula urtikaria.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
komplikasi, dan penatalaksanaan dari dermatitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
komplikasi, dan penatalaksanaan dari pemphigoid.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
komplikasi, dan penatalaksanaan dari pediculosis corporis.
VI. MENGUMPULKAN INFORMASI DAN BELAJAR MANDIRI
VII.BERBAGI INFORMASI
1. Scabies
Definisi
19
Skabies adalah infeksi parasit yang sering terjadi, disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei varian hominis, merupakan arthropoda dari ordo acarina.
(Oliver, 2006)
Etiologi
Tungau Sarcoptes scabiei varian hominis, merupakan parasit obligat, di
mana siklus hidup sepenuhnya terjadi di tubuh manusia. Tungau yang
menginfestasi kulit merupakan tungau betina, dengan proses maturasi
kurang lebih membutuhkan waktu 15 hari. Larva menetas dari telur dalam
waktu 2 hingga 3 hari. jumlah tungau betina yang menginfeksi manusia
sekitar 5 hingga 15 tungau pada skabies klasik, sedangkan pada skabies
krusta dapat mencapai ratusan hingga jutaan. (Oliver, 2006)
Gambar 7.1. Tungau skabies betina yang gravid (Oliver, 2006)
20
Gambar 7.2. Skabies krusta (Oliver, 2006)
Gambar 7.3. Skabies krusta (Oliver, 2006)
Gambar 7.4. Skabies noduler (Oliver, 2006)
21
Erupsi kulit pada skabies klasik merupakan akibat dari infestasi dan reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau. Periode inkubasi sebelum munculnya
gejala adalah sekitar 3 hingga 6 minggu pada infestasi primer, sedangkan
pada re-infestasi lebih pendek, yaitu sekitar 3 hari. (Oliver, 2006)
Gambar 7.5. Erupsi stratum korneum kulit karena skabies (Oliver, 2006)
Gambar 7.6. Sarcoptes scabiei dewasa pada gambaran histopatologi.
(Oliver, 2006)
22
Gambar 7.7. Lesi skabies pada kulit, tampak kanalikuli (liang di kulit)
(Oliver, 2006)
Gambar 7.8. Lesi skabies di kaki. (Oliver, 2006)
23
Gambar 7.9. Distal liang atau kanalikuli berisi Sarcoptes scabiei (Oliver,
2006)
Epidemiologi
Prevalensi dunia menunjukkan 300 juta kasus pertahunnya. Dapat
menyerang di segala jenis kelamin, semua umur, semua ras, dan seluruh
tingkat ekonomi. Data epidemiologi Amerika Serikat menunjukkan
prevalensi meningkat di area urban, ssering pada wanita dan anak-anak,
serta sering menjangkit saat musim dingin. Keparahan penularan penyakit
ini hingga timbulnya komplikasi skabies dipengaruhi oelh beberapa risiko
diantaranya institusi seperti rumah sakit, sosioekonomi rendah, dan host
yang imunocompromised. (Oliver, 2006)
Transmisi Skabies
Tungau tidak dapat terbang, hanya dapat merangkak dengan kecepatan 2,5
cm permenit pada kulit yang hangat. Mereka dapat bertahan selama 24-36
jam di temperatur ruangan dan kelembapan rata-rata, serta tetap dapat
menginfestasi dan membuat liang di epidermis kulit. (Oliver, 2006)
24
Gambar 7.10. Siklus hidup Sarcoptes scabiei (Oliver, 2006)
Semakin banyak parasit pada seseorang, maka kemampuan menularkan
skabies juga lebih besar, baik secara langsung antarkulit maupun secara
tidak langsung, seperti melalui tempat tidur, bantal, dan pakaian.
Penularan sering melalui antar anggota keluarga dan institusi tertentu.
Selain itu, juga dapat ditularkan melalui kontak seksual, terutama
hubungan sesama jenis dan berganti-ganti pasangan. (Oliver, 2006)
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melaui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, di mana ditemukan adanya riwayat keluarga atau
kontak dengan penderita skabies, disertai manifestasi klinik berupa gatal
yang luar biasa terutama di malam hari. Beberapa predileksi skabies
diantaranya pada sela jari tangan, permukaan flexor pergelangan tangan,
siku, axilla, pantat, genitalia, dan mammae pada perempuan. Pruritus
inflamatorik dapat ditemukan di manapun. Liang ataun kanal yang
dibentuk oleh Sarcoptes scabiei dan nodul merupakan tanda khas skabies.
(Oliver, 2006)
25
Gambar 7.11. Lesi inflamatorik yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei
yang menandakan adanya liang. (Oliver, 2006)
Lesi sekunder lain juga dapat ditemukan seperti ekskoriasi, eksematisasi,
impetiginisasi yang dapat muncul di mana saja. (Oliver, 2006)
Gambar 7.12. Lesi sekunder pada penderita skabies. (Oliver, 2006)
Menurut laporan di daerah sub-Sahara di mana terjadi prevalensi skabies
yang tinggi, yaitu 13%, diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gatal
yang menyeluruh atau menyebar, dan lesi yang dapat dilihat minimal di
dua tempat predileksi skabies, dan adanya riwaayat anggota keluarga yang
juga mengeluhkan gatal. Cara diagnosis ini memiliki sensitivitas 100% dan
spesifisitas 97% untuk menegakkan diagnosis skabies. (Oliver, 2006)
Pemeriksaan Penunjang Skabies
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada
pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu: (Djuanda, 2010)
1. Kerokan kulit.
26
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih
utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril
untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas
gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah
mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau
skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan
anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap,
lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum
dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari
dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi
dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan
tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas
objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik
berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga
dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5. Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul,
lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral.
Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.
Penatalaksanaan Skabies
Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
(Handoko, 2008)
27
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2
tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan.
Cara pemakaian: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep
setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari
berturut-turut.
Keuntungan: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal. Bila
kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang
bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman
bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Cara kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau
skabies.
Cara pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode
kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa
diterima.
Efek samping: dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari
2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gammexane; Lindane)
28
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma
benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf
pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,
mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh
tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan
kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel,
tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24
jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci
bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk
tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan
toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi
walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah
keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah,
gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian.
Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10%
atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan
dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan
29
mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping: berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini
tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton
10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan
aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.
5. Permetrin dengan kadar 5%
Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan
cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui
ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding
sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan
pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya
terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui
keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah
dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.
Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang
berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.
Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama
sekitar 2 jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan
gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang
sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan
30
topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah
penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung
tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
(Harahap, 2000)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga
harus dibersihkan (vacuum cleaner). (Harahap, 2000)
Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri
atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada.
Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.
Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan
ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi
lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi.
Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,
inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon
yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat
pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis
bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens. (Harahap, 2000)
Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring
waktu. Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan
infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik,
keluhan gatal dan ekzema akan sembuh. (Harahap, 2000)
31
2. Papula urtikaria
Definisi
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
dipermukaan kulit. Urtikaria merupakan suatu erupsi kulit yang menimbul
berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah dan
memucat bila di tekan disertai rasa gatal. (Siregar, 2004)
Epidemiologi
• Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih
banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda.
• Rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun jarang dijumpai pada umur
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. (Siregar, 2004)
Etiologi
Faktor pencetus terjadinya urtikaria, antara lain: makanan tertentu, obat-
obatan, bahan hirupan (inhalan), infeksi, gigitan serangga, faktor fisik,
faktor cuaca (terutama dingin tapi bisa juga panas berkeringat), faktor
genetik, bahan-bahan kontak (misalnya: arloji, ikat pinggang, karet
sandal, karet celana dalam, dan lain-lain) dan faktor psikis. (Sudoyo,
2006)
1. Jenis makanan yang dapat menyebabkan alergi misalnya : telur, ikan,
kerang, coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging
sapi, udang, dan lain-lain. Zat pewarna, penyedap rasa atau bahan
pengawet juga dapat menimbulkan urtikaria.
2. Jenis obat-obatan yang dapat ,menimbulkan alergi biasanya penisilin,
aspirin, bronide, serum, vaksin, dan opium.
3. Bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk
kembang, jamur, debu dari burung, debu rumah, dan ketombe
binatang.
32
4. Faktor lingkungan yang terpapar dengan debu rumah, jamur, serbuk
sari bunga, pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas sinar
matahari, tekanan atau air juga dapat menimbulkan urtikaria.
5. Pada urtikaria yang berulang, faktor emosional perlu diperhatikan.
Stress emosional dapat secara langsung dan tidak langsung
menyebabkan seseorang meningkat kemungkinan terjadi urtikaria.
6. Penyakit sistemik. Beberapa penyakit dan keganasan dapat
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering
disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, Lupus Eritematosus
Sistemik, dll.
7. Gigitan serangga. Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria
setempat. Nyamuk, lebah dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria
bentuk papul di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri.
Klasifikasi
Berdasarkan lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibedakan menjadi :
(Sudoyo, 2006)
1. Berdasarkn waktu, yaitu :
Urtikaria Akut
Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Urtikaria akut
lebih sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering
daripada perempuan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui.
Urtikaria Kronik
Disebut kronik bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu.
Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Kasus
urtikaria kronik sulit ditemukan.
Urtikaria kronik dibagi menjadi beberapa subtipe meliputi :
a. Urtikaria Fisis
Pada urtikaria fisis timbulnya gejala biasanya terkait dengan
perubahan tempratur lingkungan yang mencolok, lebih sering
akibat dingin. Pemicu yang lain misalnya; trauma mekanis,
33
getaran, aktivitas fisik / exercise, stres emosional, sinar matahari,
air.
b. Urtikaria Vaskulitis
Urtikaria Vaskulitis sebenarnya merupakan manifestasi kulit dari
penyakit sistemik / Autoimmune diseases.
c. Urtikaria Kronik Idiopatik
Disebut Urtikaria kronik idiopatik jika tidak diketahui pemicunya
yang spesifik pada penelusuran dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, maupun hasil laboratorium. Sebanyak 80-90%
dari urtikaria kronik adalah idiopatik.
2. Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya,
yaitu :
Urtikaria Papular bila berbentuk papul,
Urtikaria Gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan
Urtikaria Gurata bila ukurannya besar-besar..
Terdapat pula yang Urtikaria Anular dan Urtikaria Arsinar.
3. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, urtikaria
dibedakan menjadi :
Urtikaria Lokal
Generalisata
Angioederma
Patofisiologi
Hal yang mendasari terjadinya urtikari yaitu eritema akibat dilatasi dari
kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantarai refleks akson
saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi cairan akibat meningkatnya
permeabelitas vaskuler. (Akib, 2007)
Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah
dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi
sel perivaskuler, diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil.
Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamine,
kibat degranulasi sel mast kutan atau subkutan, dan leukotrien juga dapat
berperan. (Akib, 2007)
34
Histamine akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit
sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan
peningkatan permeabelitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel,
terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan
pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang
ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol
merah yang gatal. (Akib, 2007)
35
Manifestasi klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis
tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian
tengah tampak lebih pucat. Eritema atau kemerahan bila ditekan akan
memutih. (Corwin, 2997)
Penampakan urtikaria beragam, mulai yang ringan berupa bentol merah
dan gatal hingga yang agak heboh yakni bengkak pada kelopak mata (bisa
satu mata atau keduanya), bibir membengkak , daun telinga menebal dan
adakalanya disertai perut mulas serta rasa demam. Gejala mungkin tidak
terjadi setiap saat. Untuk beberapa orang, kondisi tertentu seperti panas,
dingin atau stress akan menyebabkan perburukan gejala. (Corwin, 1997)
Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis
Dilihat dari manifestasi klinis biasanya pasien mengeluhkan rasa gatal
yang disertai rasa terbakar atau rasa tertusuk. (Djuanda, 2010)
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : kulit tampak kemerahan, terdapat batas pinggir yang
jelas (timbul secara tiba-tiba, memudar bila disentuh, jika digaruk
akan timbul bilur-bilur yang baru), tampak adanya edema dan
pembengkakan.
Palpasi : terasa adanya edema dan pembengkakan serta adanya
nyeri tekan. (Djuanda, 2010)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin
E, eosinofil dan komplemen.
Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan
yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali
satu per satu.
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.
Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan
urtikaria dingin.
36
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina
perlu untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan
untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk
(prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari
alergen inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan,
dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa
pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi epidermis mendatar, dan
serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak
infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,
terutama disekitar pembuluh darah.
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis
urtikaria kolinergik.
Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Djuanda, 2010)
Penatalaksanaan
1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko
Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka
panjang. Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan,
diharapkan dapat memperbaiki kondisi sekitar 50% pasien dengan
urtikaria kronik idiopatik. (Djuanda, 2010)
2. Pengobatan lokal
a. Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan
koloid Aveeno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
b. Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa
membantu dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.
(Djuanda, 2010)
c. Pengobatan sistemik
d. Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.
37
e. Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1
dan H2.
f. Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.
g. Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.
h. Kortikosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol
vascukitisurtikaria.
i. Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.
j. Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis
dan angioderma.
k. Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi
Helicobacter pylory dengan urtikaria kronis.(Djuanda, 2010)
Komplikasi
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan
gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa
menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan
somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat
bisa mempengaruhi kualitas hidup. (Guyton, 2008)
Prognosis
Pada umumnya prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan atau
dengan obat. Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis
sistemik, dapat saja terjadi obstruksi jalan nafas karena adanya edema
laring atau jaringan sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat
mengancam jiwa. (Guyton, 2008)
3. Dermatitis
Dermatitis Atopik
Definisi
adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (Sularsito.S.A & Djuanda, 2005).
38
Etiologi dan Patogenesis
Dermatitis atopik dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih
berperan sebagai faktor predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai
faktor pencetus. Faktor endogen meliputi: faktor genetic, hypersensitivitas
tipe 1 (IgE mediated) dan disfungsi sawar kulit. Sedangkan faktor eksogen
meliputi: trauma fisika-kimia-panas, bahan iritan, alergi debu, tungau debu
rumah (Piliang, 2012).
1. Faktor Endogen
Faktor Genetik
Faktor genetik melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom ini banyak
mengdung kumpulan family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF),
sedangkan jika IL-4 dan IL-13 meningkat dapat meningkatkan aktivasi
limfosit T yang akhirnya limfosit T merangsang sel B untuk menstimulasi
peningkatan IgE yang akan cepat bereaksi ketika ada allergen masuk.
Peningkatan ekspresi GM-SCF akan mempertahankan hidup dan fungsi
monosit, sel langerhans dan eosinofil.
Disfungsi sawar kulit
Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan
hilangnya ceramid di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di
ruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi
sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit menyebabkan
peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal, sehingga kulit
akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk terjadinya
penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus (Djuanda, 2010).
Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya
peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas
limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara
produksi IL-4 dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan Sel T helper
akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada
penderita D.A. bersifat abnormal, yakni dapat secara langsung
menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen, sehingga sel langerhans
39
akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal antigen yang masuk ke
dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan
sel langerhens menggunakan FcɛRI. FcɛRI merupakan receptor pengikat
IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang menderita D.A. jumlah FcɛRI
lebih banyak daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi antara
kadar FcɛRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcɛRI maka
kadar IgE semakin tinggi pula (Djuanda,2010).
Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak ditemukan sel-sel yang
mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang normal.
Begitupun jika terdapat lesi akut dan kronis pada penderita D.A. akan
ditemukan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA
IL-4, IL-5 dan IL-13. Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek
meningkatkan produksi IgE, sedangkan prningkatan IL-5 akan
menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel eosinofil sehingga sangat
mudah terjadi reaksi alergi (Baratawijawa, 2009).
2. Faktor Eksogen
Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan D.A.
misalnya asap rokok, polusi udara, walaupun secara pasti belum terbukti.
Suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak dapat memicu
rasa gatal dan kekambuhan.
Iritan
Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan iritan seperti sabun
alkalis, bahwan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok bayi dan
anak, sinar matahari dan pakaian wol.
Alergen
Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo dengan tungau debu
rumah (TDR), didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup penderita D.A
memberikan reaksi ekserbasi lesi di tempat lesi lama dan baru. Infeksi
bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% lesi D.A.
dan hanya 5% populasi normal. S.Aureus mensekresi superantigen yang
dapat berpenetrasi di daerah inflamasi langerhans untuk memproduksi IL-
40
1, TNF, dan IL-12 yang meningkatkan induksi inflamasi pada penderita
D.A.
Makanan
Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor pencetus D.A. seperti
telur, susu, gandum, kedele dan kacang tanah. Hasil pemeriksaan
laboratorium dari bayi dan anak-anak dengan D.A. menunjukan reaksi
positif terhadap (skin tes) beberapa jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan
adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.
Gejala Klinis
Gambaran klinis yang terjadi pada DA, yaitu: (Kariosentono, 2006)
a. ‘White dermatographism’ Goresan pada kulit penderita DA akan
menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan
vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu
10-15 menit berikutnya.
b. Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan
suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat
pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan
perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.
c. Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada
telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas
untuk DA.
d. Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.
e. Sindrom ‘buffed-nail’ Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk
akibat rasa sangal gatal.
f. ‘Allergic shiner’ Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena
gosokan dan garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat
perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.
g. Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus
menerus.
h. Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-
pecah, dan berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis
pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi
41
pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis,
terutama pada musim panas.
i. ‘Delayed blanch’ Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal
menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi
akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan
oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.
j. Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak
sehingga pruritus bertambah.
k. Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal
(tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit,
sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit.
Penegakkan Diagnosis
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977:
(Kariosentono, 2006)
Kriteria mayor ( > 3) :
- Pruritus
Morfologi dan distribusi khas :
dewasa : likenifikasi fleksura
bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
- Dermatitis bersifat kronik residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
- Xerosis
- Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
- Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
- Peningkatan kadar IgE
- Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular
- Dermatitis pada areola mammae
- Keilitis
- Konjungtivitis berulang
- Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
- Keratokonus
- Katarak subskapular anterior
42
- Hiperpigmentasi daerah orbita
- Kepucatan/eritema daerah muka
- Pitiriasis alba
- Lipatan leher anterior
- Gatal bila berkeringat
- Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
- Gambaran perifolikular lebih nyata
- Intoleransi makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
- White dermographism/ delayed blanch
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: (Djuanda, 1999)
1. Imunoglobulin
IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada
penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum
yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6
bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi
lagi bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat
hubungannya dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya
kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi,
atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin. Kadar
IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.
2. Leukosit
a. Limfosit
Jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik
pada asma, rinitis alergilk, maupun pada. DA Walaupun demikian
pada beberapa penderita DA berat dapat disertai menurunnya
jumlah sel T dan meningkatnya sel B.
b. Eosinofil
Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan
ini seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan
beratnya penyakit.
43
c. Leukosit polimorfonuklear (PMN)
Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN
biasanya dalam batas normal.
d. Komplemen
Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit
meningkat.
3. Bakteriologi
Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti
Staphylococcus aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi.
4. Uji kulit dan provokasi
Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari
penyebab timbulnya DA harus disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu
dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji kulit hanya
baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan dianjurkan
dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5% nikel
sulfat yang diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk DA
oleh beberapa pengamat. Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini belum
diketahui walaupun data menunjukkan reaksi iritan primer.
Penatalaksanaan
Secara konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah
sebagai berikut (Menurut Boguniewicz & Leung 1996 ) : (Siregar, 2004)
• Menghindari bahan iritan
• Mengeliminasi allergen yang telah terbukti
• Menghilangkan pengeringan kulit ( hidrasi )
• Pemberian pelembab kulit (moisturizing )
• Kortikosteroid topical
• Pemberian antibiotic
• Pemberian antihistamin
• Mengurangi stress dan
• Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya
44
Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes). (Siregar, 2004)
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. (Siregar, 2004)
Prognosis
Penderita dermatitis atopic yang bermula sejak bayi, sebagian (40 %)
sembuh spontan, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula
yang mengatakan bahwa 40- 50% sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian
besar menyembuh pada usia 30 tahun. (Siregar, 2004)
Secara umum bila ada riwayat dermatitis atopic di keluarganya bersamaan
dengan asma bronchial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat,
maka penyakitnya lebih persisten. (Siregar, 2004)
Dermatitis Kontak Alergi
Definisi
adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak
dengan alergen melalui proses sensitasi(R.S. Siregar : 109. 2002).
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi
alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi
peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya(Dorland,
W.A. Newman : 590. 2002)
Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis
menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang.
45
Dermatitis ini biasnaya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam
beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit
memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak
terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus,
yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi
yang menyebabakn kontak alergik adalah setiap keadaan yang
menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis
statis(Baratawijaya, Karnen Garna. 2006)
Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya
lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam setelah
terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana
yang disebut hapten yang terikat dengan protein, membentuk antigen
lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan
ntigten yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening
regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau
fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada
umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu,
sifat sensitisasi alergen(sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi.
Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer
lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada
umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan
46
bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat
terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai
timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara
24-48 jam (Djuanda, 2010)
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.
(Baratawijaya, 2006)
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,
likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat
dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan
maupun keluarganya. (Baratawijaya, 2006)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan;
di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di
tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. (Baratawijaya, 2006)
Lokasi Kemungkinan
Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah
(‘Wet Work’)
misalnya memasak
makanan (getah
sayuran, pestisida)
47
dan mencuci pakaian
menggunakan
deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel),
sarung tangan karet,
debu semen, dan
tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-
perspiran,
formaldehid yang ada
di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik,
spons (karet), obat
topikal, alergen di
udara (aero-alergen),
nikel (tangkai
kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi,
getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow,
obat tetes mata, salep
mata.
Telinga Anting yang terbuat
dari nikel, tangkai
kacamata, obat
topikal, gagang
telepon.
Leher Kalung dari nikel,
parfum, alergen di
udara, zat warna
pakaian.
Badan Tekstil, zat warna,
48
kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik,
deterjen, bahan
pelembut atau
pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat
topikal, nilon,
kondom, pembalut
wanita, alergen yang
berada di tangan,
parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai
bawah
Tekstil, kaus kaki
nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.
Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :
(Baratawijaya, 2006)
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’
reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang
dideritanya semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
49
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan
hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya
dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah
dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan
prosedur khusus.
Gold Standard Diagnosis
Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan
uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan pabrik,
misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya tes
dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni,
atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan
kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat
sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek
toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak
standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan
melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui. (Baratawijaya,
2006)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan : (Djuanda, 2010)
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan
infeksi (Morgan, dkk, 2009)
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
50
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan
penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan
rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis
3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun,
jika tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan
pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
51
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks. (Sularsito, 2011)
Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh
faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia).
(Sularsito, 2011)
4. Pemphigoid
Definisi
Pemphigoid Bullosa
Pemphigoid Bullosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang diatas kulit
yang eritematosa, atau disebut juga dengan penyakit berlepuh autoimun.
(Djuanda, 2011)
Pemphigoid Sikatrisial
CP adalah idiopatik diduga berhubungan dengan proses autoimmun
dimana antibodi sasarannya ke substansi komponen membrana basalis.
Nama sinonim cicatricial pemphigoid (CP) adalah benign mucous
membrane pemphigoid, ocular pemphigus, dan mucosal pemphigoid.
(Djuanda, 2011)
Pemphigoid Gestational
Pemfigoid Gestasional, yang juga dikenal sebagai Herpes Gestationis,
adalah suatu kondisi medis yang jarang, berhubungan dengan kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya ruam menimbul, gatal yang menyebar dan
secara cepat melepuh. (Djuanda, 2011)
52
Etiologi
Pemphigoid Bullosa
Etiologinya ialah belum jelas, diduga autoimun. Produksi autoantibodi
yang menginduksi pemphigoid bullosa masih belum diketahui. (Djuanda,
2011)
Pemphigoid Sikatrisial
Etiologinya ialah belum jelas, diduga autoimun. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Gestational
Herpes gestationis merupakan penyakit autoimun, yang dimediasi oleh
antibodi. Herpes gestationis disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap
membran basalis kulit yang dicetuskan oleh C3 dermal-epidermal junction.
(Djuanda, 2011)
Epidemiologi
Pemphigoid Bullosa
Pertama kali penyakit ini dilaporkan oleh Lever pada tahun 1953.
Pemphigoid bullosa dapat terjadi pada semua umur, terutama pada orang
tua diatas 60 tahun dan banyak mendapatkan obat. Frekuensi kejadian
berdasarkan jenis kelamin adalah sama pada pria maupun wanita, dan
tidak dipengaruhi ras atau bangsa maupun hubungannya dengan fenotipe
HLA. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Sikatrisial
Menyerang orang tua ( 50-60 tahun). Wanita lebih sering dibanding pria
dengan perbandingan 2:1. Lesi awal pada mukosa berbentuk
vesikulobulosa, lebih sering dijumpai dibandingkan pemphigus karena
atap bulosa lebih tebal sehingga tidak mudah pecah. Dapat mengenai mata,
25% lesi ini menjadi okuler pemphigoid. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Gestational
Herpes gestationis merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan angka
kejadian I dalam 10.000 sampai 1 dalam 60.000 kehamilan. (Djuanda,
2011)
53
Manifestasi Klinis
Pemphigoid Bullosa
Keadaan umum baik, perjalanan penyakit biasanya ringan, sering disertai
rasa gatal. Kelainan kulit terutama berupa bula besar (numular-plakat)
berdinding tegang berisi cairan jernih, dapat bercampur dengan vesikel
yang terkadang hemoragik, daerah sekitar berwarna kemerahan atau
eritema. Lesi awal dapat berupa urtika. Lesi paling sering ditemukan pada
perut bagian bawah, paha bagian medial atau anterior, dan fleksor lengan
bawah. Beberapa tahun kemudian lesi biasanya akan timbul kembali
secara sporadis general atau regional. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Sikatrisial
Letak lesi dimulut adalah pada gingiva, mukosa pipi , palatum, ventral
lidah dan dasar mulut. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Gestational
Herpes gestationis terjadi pada akhir kehamilan, ditandai dengan onset
yang tiba-tiba berupa lesi urtika yang sangat gatal. Lesi khas pada herpes
gestationis berupa urtika atau plak yang secara cepat berkembang menjadi
mixed dermatitis, termasuk pembentukan massa yang tegang, phempigoid-
like blister. (Djuanda, 2011)
Patogenesis
Pemphigoid Bullosa
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa produksi autoantibodi
yang menginduksi pemphigoid bullosa masih belum diketahui. Namun
pada pemeriksaan antibodi ditemukan deposit autoantibodi IgG dan
komplemen dengan pola linier pada perbatasan dermis dan epidermis
(Basal Membrane Zone). Deposit antigen ini diperkirakan yang
menyebabkan pelepasan berbagai enzim proteolitik yang kemudian
menyebabkan pembentukan bula dan pemisahan epidermis-dermis.
Antigen P.B merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel
basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z (Basal
Membrane Zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah
54
melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya berbeda
dengan desmosom. (Djuanda, 2011)
Pemphigoid Gestational
Faktor hormonal memiliki peranan dalam terjadinya manifestasi penyakit
ini. Selain terjadi pada wanita hamil, wanita yang sedang menstruasi, dan
yang sedang menggunakan kontrasepsi oral, penyakit ini juga dapat
berhubungan dengan penyakit mola hidatidosa dan koriokarsinoma.
Antibodi IgG terikat pada lamina lucida dan komplemen. Ikatan antigen-
antibodi pada membran basalis disertai aktivasi komplemen memicu
kemotaksis eosinofil pada lokasi kompleks antigen antibodi di membran
basalis. Aktivasi eosinofil, neutrofil, dan sel T dengan predominan fenotif
Th2 terlibat dalam proses pembentukan bula. Degranulasi eosinofil dan
kerusakan dermal-epidermal junction memulai terbentuknya formasi
vesikobulosa. Peristiwa imunologi yang menstimulasi respon imun ini
masih belum diketahui. (Djuanda, 2011)
Tempat predileksi (Djuanda, 2011)
Pemphigoid bullosa
- Ketiak
- Lengan bagian fleksor
- Lipat paha
Pemphigoid sikatrial
- Mulut
- Konjungtiva
- Hidung
- Faring
- Laring
- Esofagus
- Genitalia
Pemphigoid gestasional
- Abdomen
- Ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki
- Dapat pula mengenai seluruh tubuh
55
Diagnosis (Djuanda, 2011)
Pemphigoid bullosa
- Pewarnaan biopsi kulit dengan pewarnaan rutin dan imunofluoresensi.
Pada pemeriksaan ini akan ditemukan endapan IgG dan C3 yang tersusun
seperti pita atau linier di BMZ.
- Pemeriksaan biopsi dengan menggunakan mikroskop cahaya harus
dilakukan dengan cara biopsi plong 4 mm atau biopsi cukur dalam dari bla
utuh. Tujuannya untuk memastikan bula terletak di subepidermal. Sel
infiltrat yang utama adalah eosinofil.
Pemphigoid sikatrisial
Pemeriksaan imunofluoresensi lngsung dari lesi atau perilesi pada kulit
atau mukosa menunjukkan adanya antibodi dan komplemen di derah
membrana basalis secara linier. IgG biasanya apat ditemukan.
Pemphigoid gestasional
Pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung secara tepat ditemukan
endapan C3 pada membran basal kulit normal dan perilesi. Pada beberapa
penderita juga didapatkan C1q, C4, C5 dan properdin. Paling sering
ditemukan endapan IgG, tetapi kadang – kadang juga IgA, IgM, dan IgE.
Penatalaksanaan (Djuanda, 2011)
Pemphigoid bullosa
- Kortikosteroid
Prednison 40 – 60 mg segari, jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan
perlahan – lahan.
- Imunosupresif
Diberikn jika pemberian dengan kortikosteroid tidak ada perbaikan.
Azatioprin 50 – 100 mg sehari atau 1 -3 mg/kgBB
Siklofosfamid 50 – 100 mg sehari
Metrtreksat 25 mg per minggu
- DDS / Diaminodifenilsulfon
Dengan dosis 200 – 300 mg sehari
- Kombinasi
56
Tetrasiklin 3 x 500 mg sehari dengan niasinamid 3 x 500 mg sehari, bila
tetrasiklin merupakan kontraindikasi bisa diberikan eritromisin. Kombinasi
ini memberikan respon yang baik pda sebagian kasus, terutama yang tidak
berat.
Pemphigoid sikatrisial
Hasil pengobatan penyakit ini kurang memuaskan. Kortikosteroid sistemik
mungkin merupaka obat terbaik, dengan prednison dosisnya 60 mg. Obat
imunosupresif hasilnya menguntungkan pada sebagian penderita,
sedangkan pada sebagian penderita yang lain hanya memperlihatkan
sedikit kemajuan.
Pemphigoid gestasional.
Tujuan pengobatan adalah menekan terjadinya bula dan mengurangi gatal
yang timbul. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 -40 mg
per hari dalam dosis terbagi rata.
Prognosis (Djuanda, 2011)
Pemphigoid bullosa
- Prognosis qua ad vitam adalah ad bonam, karena jarang menyebabkan
kematian.
- Prognosis qua ad functionam adalah ad bonam, tetapi sebagian mengalami
perjalan penyakit yang kronik dan agresif.
- Prognosis qua ad sanationam adalah dubia, karena dapat terjadi remisi
spontan.
Pemphigoid gestasional
- Prognosis qua ad vitam adalah ad bonam, karena jarang menyebabkan
kematian.
- Prognosis qua ad functionam adalah ad bonam, karena tidak ada fungsi
yang terganggu.
- Prognosis qua ad sanationam adalah dubia, karena bisa timbul pada
kehamilan berikutnya.
57
5. Pediculosis corporis
Definisi
Penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu
(Pediculus humanus corporis.) yang hidup dari darah manusia, pada
rambut kepala & kemaluan atau baju, memberi keluhan gatal akibat
gigitannya. (Djuanda, 2010)
Epidemiologi (Djuanda, 2010)
Kosmopolit tidak dipengaruhi musim
Insiden: kebersihan kurang (org dan lingk), sos ekonomi rendah
Penularan
- Kontak langsung
- Melalui alat-alat ex: topi, sisir, tempat tidur, dll
Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat meluas di
lingkungan yang padat seperti asrama dan panti asuhan
Etiologi (Djuanda, 2010)
Penyakit pedikulosis disebabkan oleh parasit Pediculus yang biasa kita
kenal dengan kutu (Pediculus humanus corporis).
Kutu hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap yang
mudah menular dari orang ke orang melalui kontak badan dan karena
pemakaian bersama baju atau barang lainnya.
Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni
jantan dan betina, yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan
lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan yang jantan lebih
kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditremukan
pada kepala.
Klasifikasi
Ada 3 jenis kutu yang menyerang manusia, yaitu : (Djuanda, 2010)
• Pedikulosis Kapitis
Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang
disebut Peduculus humanus capitis pada kulit kepala. Tuma betina akan
meletakkan telur-telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan
melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur
58
akan menetas menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan
mencapai maturasinya dalam tempo 2 minggu
• Pedikulosis Korporis
Pedikulosis Korporis merupakan infestasi kutu pediculus humanus
corporis pada badan. Keadaan ini menghinggapi orang yang jarang
mandi atau yang hidup dalam lingkungan yang rapat serta tidak pernah
mengganti bajunya.
• Pedikulosis Pubis
Pedikolisis pubis, yang merupakan infestasi oleh phthirus pubis( crab
louser; kutu kemaluan ) sangat sering dijumpai. Infestasi parasit ini
umumnya terjadi di daerah genital dan terutama ditularkan lewat
hubungan seks.
Gambar 7.14. 3 jenis kutu (dari kiri: Pedikulosis Kapitis, Pedikulosis
Korporis, Pedikulosis Pubis)
Patofisiologi
Siklus hidup kutu ( telur, larva,nimfa,dewasa) hidup selama 16 hari
betina menghasilkan telur 50-150 butir hidup dengan memakan darah
manusia saat menghisap darah air liurnya menyebabkan gatal kutu ini
menempelkan telurnya di permukaan kulit dan rambut menyuntikan
getah pencernaan extraknya ke dalam kulit menimbulkan gatal (Arief,
2000)
Manifestai Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada
badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.
Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional. (Djuanda, 2011)
59
Penegakkan Diagnosis
Menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. (Djuanda, 2011)
Penatalaksanaan
Krim gameksan 1% dioleskan tipis ke seluruh tubuh dan didiamkan 24
jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh
diulangi 4 hari kemudian. Obat lain yaitu benzil benzoat 25% dan bubuk
malathion 2%. Pakaian direbus atau disetrika. Bila ada infeksi sekunder
diobati dengan antibiotik secara sistemik dan topikal. (Djuanda, 2011)
Prognosis
Baik bila menjaga higiene. (Djuanda, 2011)
60
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya, tungau ini
berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis.
Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela jari,
siku, selangkangan. Penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga,
sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang
mendapat sinar matahari secara langsung.
Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula
melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian, penularan scabies
terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di
lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas,
faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan
padat penduduk.
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan
paha, gejala lainya seperti gatal pada malam hari, menyerang manusia secara
berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm, menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.
61
SARAN
Hambatan
1. Mahasiswa kurang mempersiapkan log book.
2. Mahasiswa kurang kritis sehingga kurang mendapatkan informasi lebih
lengkap dan terperinci.
3. Mahasiswa kurang aktif dalam mencari referensi sehingga informasi yang
di dapat kurang beragam.
4. Mahasiswa kurang menguasai materi, hanya membaca dan kurang dapat
menyampaikan kembali maksud pernyataannya.
Harapan
1. Mahasiswa dapat mempersiapkan log book dengan lebih baik.
2. Mahasiswa dapat lebih kritis dalam menggali informasi.
3. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mencari referensi sehingga
mendapatkan informasi yang lengkap.
4. Mahasiswa dapat lebih menguasai materi dan dapat menyampaikan materi
dengan lancar.
62
DAFTAR PUSTAKA
Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N. 2007. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Brown, R.G. and Tony Burns. 2012. Lecture Notes on Dermatology. Jakarta:
Erlangga.
Corwin, Elizabeth J. 1997. Buku saku patofisiologi/ Handbook of
Pathophysiology. Jakarta: EGC.
Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda, Adhi., dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Djuanda, Adi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore: dengan korelasi fungsional.
Jakarta: EGC.
63
Fitzpatrick’s. Sixth Edition. Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology.
New York: Mc Graw Hill.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handoko R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke 3. Jakarta. Balai Penerbit
FK UI.
Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Ed.1. Jakarta: Hipokrates.
Kariosentono, Harijono. 2006. Dermatitis Atopik (Eksema) dari Gejala Klinis,
Reaksi Atopik, Peran Eosinofil, Tungau Debu Rumah, Sitokin Sampai
Kortikosteroid Pada Penatalaksanaannya. Solo: UNS Press.
Moro, et al. 2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic
Dermatitis During The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child
2006;91:814-8
Olivier Chosidow, M.D., Ph.D. 2006. Scabies. The New England Journal of
Medicine: 354:1718-27.
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Siregar, RS. 2004. Atlas Berwarna Saripati Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
64
Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : FK UI.
65