kasus 3
DESCRIPTION
kasus 3TRANSCRIPT
1
Kasus 3
Emerging issues in water and infectioun disease
New diseases including water-related diseases, periodically "emerge"
either because their importance increases. this may be dua to the micro-
organisms themselves evolving, to changes in the way we manage water resources
and supplies; changes in to the tools and methods used to study the organisms and
the health effects they cause; or dua to changes in the human population itself.the
phenomena of" "emergence" and "re-emergence" of infectious diseases is well
recognized. . up to 75% of emerging pathogens may be of zoonotic origin. a
significant number of emerging and re-emerging watherborne pathogens have
been recognized over recent decades; examples include E.coli O157; H7,
campylobacter, and cryptosporidium.
STEP I
1. Water related diseases
- Penyakit yang ditularka melalui media air. Bisasecara oral, kulit,
kebersihan individu, dan lingkungan atau vektor yang hidup dalam air.
2. Microorganisms
- Organisme hidup yang berukuran sangat kecil hanya bisa dilihat
dengan mikroskop (bakteri, virus, jamur, parasit)
3. Emergence
- Penyakit zoonosis yang baru muncul dapat terjadi dimanasaja didunia
dan dampaknya berpotensi menjadi begitu parah.
Re- emergence
- Penyakit zoonosis yang sudah pernah muncul dimasa sebelumnya,
sampai menurun dan mulai meningkat lagi saat ini.
4. Zoonotic
- Penyakit yang ditularkan secra alamiah dari hewan domestik atau
hewan liar ke manusia.
2
STEP II
1. Penyakit water borne diseases ?
2. Macam-macam mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit yang
penularannya melalui air serta karakteristiknya ?
3. Macam-macam penyakit emergence dan re-emergence ?
4. Mekanisme penyebaran penyakit ?
5. Bagaimana patogenesis penyakit ini (water borne diseases, zoonotic) ?
6. Faktor yang menyebabkan emergence dan re-emergence ?
7. Kondisi air yang tercemar dan pengendaliannya?
8. Pemeriksaan penujang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa
penyakit ?
STEP III
1. Penyakit water borne diseases
a. Bakteri (kolera, disentri, tyfoid, diare, leptospirosis)
b. Virus (polio, hepatitis)
c. Jamur (kurap)
d. Parasit (giardiasis, bruselosis, skabies, cacing, amebiasis)
2. mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
a. vibrio cholera kolera
b. shigella disentriae disentri
c. salmonela thypi typus
d. virus polio
e. entamoeba histolitica disentri amoeba
f. virus hepatiti A
g. balantidium coli balantidiasis
h. leptospira
i. eryptospira
j. giardia lamblia
k. tainea capitis, pedis
3. emergence dan re-emergence (SB)
4. Mekanisme penyebaran penyakit
3
- Orang sakit buang tinja patogen tersebar di air digunakan
orang lain menular.
- Orang sakit cuci tangan menyiapkan makanan makanan
dimakan orang lain menular.
5. patogenesis penyakit water borne diseases, zoonotic (SB)
6. – Perubahan ekologik
- Perubahan demografi dan prilaku masyarakat
- Perubahan adaptasi dan prilaku masyaraka
Agen Host
Lingkungan
Agen : mutasi , evolusi
Host : demografi, prilaku
Lingkungan : ekologi, ekonomi, sarana pelayanan kesehatan.
7. Air yang tercemar
- Perubahan fisik ( warna, bau, ra)
- Perubahan kimia
- Perubahan biologis
Pengendalian pencemaran air
- Sanitasi lingkungan
- Memurnikan persediaan air minum
- Membuang kotoran manusia dengan baik
- Pembuangan limbah yang memenuhi syarat kebersihan
8. Pemeriksaan penujang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa
penyakit (SB)
4
STEP IV
1. Penyakit water borne diseases
a. Bakteri (kolera, disentri, tyfoid, diare, leptospirosis)
b. Virus (polio, hepatitis)
c. Jamur (kurap)
d. Parasit (giardiasis, bruselosis, skabies, cacing, amebiasis)
2. mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
a. vibrio cholera kolera
b. shigella disentriae disentri
c. salmonela thypi typus
d. virus polio
e. entamoeba histolitica disentri amoeba
f. virus hepatiti A
g. balantidium coli balantidiasis
h. leptospira
i. eryptospira
j. giardia lamblia
k. tainea capitis, pedis
3. emergence dan re-emergence (SB)
4. mekanisme penularan penyakit
a. Saluran napas (dengan cara inhalasi atau terhirup). Ditularkan oleh
penderita melalui semburan cairan yang keluar saat penderita batuk
atau bersin.
b. Saluran cerna (dengan cara tertelan). Patogen yang keluar melalui
tinja bisa mencemari makanan dan minuman yang kemudian dimakan.
Penularan ini disebut fecal-oral atau dari tinja ke mulut.
c. Kontak langsung. Patogen ditularkan melalui jabatan tangan atau
ciuman.
d. Kulit, selaput lendir (inokulasi). Kuman-kuman jahat bisa masuk ke
dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir yang koyak. Misalnya
karena luka operasi, transfusi, tato, tindik dan lain-lain.
5
e. Plasenta. Beberapa penyakit menular ibu dapat ditularkan melalui
plasenta ke janin. Umpamanya, Hepatitis B, HIV, Rubella dan lain-
lain.
7. kondisi air yang tercemar
Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar adalah
sebagai berikut:
a. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung
dibuang ke lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan
mikroorganisme lainnya.
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. Air normal
yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai berkisar
pH berkisar antara 6,5 – 7,5.
c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan
normal dan bersih pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga
tampak bening dan jernih, tetapi hal itu tidak berlaku mutlak,
seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan
industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air.
Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai
sebagai salah satu tanda terjadinya pencemaran. Apabila air
memiliki rasa berarti telah terjadi penambahan material pada air
dan mengubah konsentrasi ion Hidrogen dan pH air.
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. Bahan buangan yang
berbentuk padat, sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di
dalam air besama koloidal, sehingga menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat
diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis.
e. Adanya mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam
proses degradasi bahan buangan dari limbah industri ataupun
domestik. Bila bahan buangan yang harus didegradasi cukup
banyak, maka mikroorganisme akan ikut berkembangbiak. Pada
perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan
bahwa mikroba patogen ikut berkembangbiak pula.
6
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari
berbagai kegiatan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan
biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik efek langsung
maupun efek tertunda.
Penanggulangan pencemaran air
a. Gunakan air dengan bijaksana. Kurangi penggunaan air untuk
kegiatan yang kurang berguna dan gunakan dalam jumlah yang
tepat.
b. Kurangi penggunaan detergen. Sebisa mungkin pilihlah detergen
yang ramah lingkungan dan dapat terurai di alam secara cepat.
c. Kurangi konsumsi obat-obatan kimia berbahaya. Obat-obatan
kimia yang berbahaya seperti pestisida, dan obat nyamuk cair
merupakan salah satu penyebab rusaknya ekosistem air.
d. Tidak menggunakan sungai untuk mencuci mobil, truk, dan sepeda
motor.
e. Tidak menggunakan sungai untuk wahana memandikan hewan
ternak dan sebagai tempat kakus.
f. Jangan membuang sampah rumah tangga di sungai/danau. Kelola
sampah rumah tangga dengan baik dan usahakan menanam pohon
di pinggiran sungai/danau.
g. Sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak
atau mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar.
h. Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis yang
bertujuan untuk meningkatkan konservasi air bawah tanah .
i. Menanggulangi kerusakan lahan bekas pembuangan limbah B3.
j. Penanaman pohon
7
STEP V
1. Mekanisme penularan penyakit ?
2. Jelaskan patogenesis, gambaran klinis, mikroorganisme, morfologi,
keluhan utama, anamnesis, pemefiksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
edukasi penyakit waterborne dan zoonotis !
STEP VI
Belajar mandiri
STEP VII
1. Mekanisme penularan penyakit
a. Penularan amubiasis
Amuba termasuk penyakit zoonosis yang umumnya hanya
menyerang manusia, namun juga dapat menimbulkan penyakit pada
kera dan primata lainnya. Hewan lain yang dapat bertindak sebagai
8
hospes definitif, jadi bertindak sebagai reservoir host, adalah kucing,
anjing, tikus, hamster dan marmot (guinea pig).
Penularan terjadi dengan masuknya kista infektif melalui mulut,
bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau
karier amubiasis. Penularan di laboratorium dapat terjadi karena tertelan
kista infektif amuba hewan coba ptimata. Pencemaran makanan atau
minuman dapat disebabkan oleh serangga misalnya lalat dan lipas
(famili blattidae) yang membawa tinja penderita atau karier yang
mengandung kista infektif amuba.
b. Penularan giardiasis
Parasit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang
tercemar dangan tinja yang mengandung kista infektif parasit yang
dibawa oleh lalat atau lipas. Dalam waktu setengah jam kista berubah
menjadi bentuk trofozoit.
Di dalam duodenum trofozoit memperbanyak diri. Jika suasana
dalam duodenum tidak sesuai bagi kehidupannya, trofozoit masuk ke
dalam saluran empedu, dan berubah bentuk menjadi kista.
c. Penularan demam tifoid
Penularan demam tifoid terjadi melalui makanan atau minuman
yang tercemar salmonella thyposa atau salmonella parathyposa yang
terdapat di dalam air, es, debu maupun benda lainnya. Kuman tifoid
dapat berasal dari karier demam tifoid yang merupakan sumber
penularan yang sukar diketahui karena mereka tidak menunjukan
gejala-gajala sakit.
d. Penularan leptospirosis
Infeksi leptospirosis pada manusia terjadi memalui makanan dan
minuman tercemar bahan infektif mengandung leptospira atau melalui
luka pada kulit dan selaput lendir. Bahan penular utama adalah air
kencing penderita, baik manusia maupun hewan yang sakit, terutama
pada minggu kedua dan ketiga dari perjalanan penyakit. Berbagai jenis
hewan mamlaia yaitu sapi, kambing, bomba, babi, kuda, anjing dan
kucing peka terhadap leptospira dari berbagai serovairan. Anjing
9
umumnya menjadi sumber infeksi serovairan canicola dan
icterohemorrhagica, sedangkan babi serovairan pomona dan tarrasovi.
Sedangkan pada sapi terutama disebabkan oleh serovairan pomona dan
harjo.
Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini
adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, pekerja
tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang – orang yang
mengadakan perkemahan di hutan dan dokter hewan.
e. Penularan kolera
Kuman vibrio ditularkan secara langsung melalui tinja atau
muntahn penderita, atau secara tidak langsung ditularkan oleh serangga,
misalnya lalat dan lipas.
f. Penularan disentri basiler
Penularan disentri basiler terjadi karena faktor kebersihan dan
higiene yang buruk, adanya tinja penderita yang menjadi sumber
infeksi, dan adanya lalatdan serangga sebagai vektor penular penyakit
ini. Penularan terjadi dari manusia penderita ke orang lain, dan jarang
terjadi penularan infeksi dari primata yang sakit ke manusia.
g. Penularan polio
Polio merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, umumnya
bersifat tanpa gejala (asimtomatis) karena terjadinya kekebalan aktif
pada populasi penduduk. Paralisis yang terjadi pada penderita polio
terutama disebabkan oleh polio virus tipe 1. Epidemi polio di masa lalu
banyak menyebabkan kematian penderita dan kelumpuhan akibat
kerusakan saraf.
2. Waterborne diseases dan zoonosis
a. Demam tifoid
a) Patogenesis
Masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella parathypi ke
dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
10
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Dilamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelnjar getah bening mesenterika. Selanjutnya
melalui duktus torakikus kuman yang terdapat di dalam makrofag
ini masuk ke dakam sirkulasi darah (mengtakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di organ-organ
ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemuadian
berkembang biak di luar sel atau sinusoid dan selanjutnya masuk
ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang
keduakalinya dengan disertai tanda- tanda gejala penyakit infeksi
sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,
berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus.Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis
kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S. Thypi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis
organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami
11
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ
lainnya.
Gambaran klinis Mikroorganisme
Dan morfologinya
Keterangan
Demam
Nyeri kepala
Pusing
Nyeri otot
Anoreksia
Mual
Muntah
Obstipasi atau diare
Perasaan tidak enak
diperut
Batuk
Epitaksis
(Salmonella thypi)
- berbentuk batang
- bersifat gram negatif
- panjang 1-3,5 mikron
- tidak membentuk spora
-mempunyai flagel
peritrikh
Re – emerging
b) Keluhan utama
Demam lebih dari 7 hari . pagi sore- malam
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
d) Pemeriksaan fisik
- Bradikardi
- Suhu badan meningkat
12
- Lidah berselaput
- Nyeri tekan pada perut
- Hepatomegali
- splenomegali
e) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering
ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal
atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia
ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap
darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan
SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan
kultur organisme. Sampai sekarang, kultur masih menjadi
standar baku dalam penegakkan diagnostik. Selain uji widal,
terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas
dan spesifisitas lebih baik dari antara lain uji TUBEXa, Typhidot
dan dipstik.
- Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman 5.
typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen
yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersarigka demam tifoid yaitu:
13
a). Aglutinin O (dari jtubuh kuman), b). Aglutinin H (flagela
kuman),dan c). AgutininVi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinintersebut hanya aglutinin 0 dan H yang
digunakan untuk diagnosis demanvfjfoid, Semakin tinggi
titernya%makin besar kemungkirian terinfeksi kumanini.
Pembentukan aglutinin mulaiterjadipadaakhirminggu
pertama demam, kemudian menirigkat secara cepat dan'
mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul Aglutinin O,
kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada prang yang telah
sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,
sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena ituuji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan
penyakit.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu:
1). Pengobatan dini dengan antibiotik, 2). Gangguan pembentukan
antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3). Waktu pengambilan
darah, 4). Daerah endemik atau non-endemik, 5). Riwayat
vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer
aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam
tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7). Faktor teknik pemeriksaan
antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen,
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer
aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas
titer yang sering dipakai hanya kesep'akatan saja, hanya
berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di
berbagai laboratorium setempat.
- Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendetejcsi antibodi IgM dan IgG yang '
terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil
positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan
14
dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada
strip nitroselulosa.
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas
sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang
dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang dilakiikan
pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesfisitas
uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu 79% dan 89% dengan
78% dan 89%.
Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG)
teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG
dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja
tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut
dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi
primer. Untuk mengatasi inasalah tersebut, uji ini kemudian
dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum.
Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M,
memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang
ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo
KE dkk pada tahun 1997 terhadap uji Typhidot-M menunjukkan
bahwa uji ini bahkan lobih sensitif (sensitivitas mencapai 100%)
dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan
kultur.
- Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid,
akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid,
karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 1).
Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan
kultur darah telah mendapat antibiotic pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; 2).
Volume darah yang kurang cl. (diperlukan kurang lebih 5 cc
15
darah). Bila darah yang djbiak . terlalu sedikit hasil biakan bisa
negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung
dimasukkan ke dalam media cair empedu (pxgall) untuk
pertumbuhan kuman; 3). Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di
masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien.
Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga
biakan . darah dapat negatif; 4). Saat pengambilan darah setelah
minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.
f) Edukasi
- Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi
dan mempercepat penyembuhan.
- Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) dengan
tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara
optimal.
- Pemberia anti mikroba, dengan tujuan menghentikan dan
mencegah penyebaran kuman.
- Istirahat dan perawatan
- Diet dan terapi penunjang
- Pemberian antimikroba ( kloramfenikol, tiamfenikol,
kotrimoksazol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi
ketiga, golongan fluorokuinolon).
b. Disentri basiler
a) Patogenesis
Shigella memasuki host melalui mulut. Karena secara
genetik shigella bertahan pada PH yang rendah, mereka dapat
melewati barier asam lambung. Ditularkan secara oral ,melalui air,
makanan, lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Secara endemik
pada daerah tropis penyebaran melalui air yang tercemar oleh tinja
pasien, maknan yang tercemar oleh lalat dan pembawa hama
(carier). Untuk menemukan carier diperlukan pemeriksaan biakan
16
tinja dengan teliti karena basil shigella mudah mati, untuk itu
diperlukan tinja yang baru.
Gambaran klinis Mikroorganisme
Dan morfologinya
Keterangan
- sakit perut dengan
rasa kolik dan mejan
- muntah-muntah
- sakit kepala
- demam
-berak lendir dan
darah
- dehidrasi
(shigella)
- batalangsing
- bersifat gram (-)
- mungkin berkapsul
- tidak membentuk
spora
- tidak bergerak
- aerobik, anaerobik
fakultatif
Re – emerging
b) Keluhan utama
Diare tapi sedikit-sedikit
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
17
d) Pemeriksaan fisik
Peristaltik usus
e) Pemeriksaan penunjang
Gejala klinis yang terjadi pada disentri basiler berbeda
dengan gejala klinis amubiasis. Pemeriksaan proktoskopi
menunjukan adanya radang mukosa usus yang difus, membengkak
dan tertutup eksudat. Tampak ulkus dangkal, bentuk dan ukuran
tak teratur, tertutup eksudat purulen.
Biakan tinja penderita (dari hapusan rektum) pada media
biakan selektif misalnya MacConkeyy atau Agar EMB dan
Thiosulfate-citrat-bile-agar diikuti uji fermentasi dan pemeriksaan
mikroskopismenentukan diagnosis shigelosis.
Pemeriksaan serologis dengan mengukur kenaikan titer
antibodi spesies shigella dapat membantu menentukan diagnosis
shigelosis.
f) Edukasi
- Istirahat
- rnencegah atau memperbaiki dehidrasi (diberikan cairan melalui
infus untuk menggantikan cairan yang hilang)
- pada kasus yang berat diberikan antibiotika
c. Kolera
a) Patogenesis
Kolera ditularkan melalui jalur oral . bila virbio berhasil lolos
dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini aka
cepat terbunu dalam asam lambung yang tidak diencerkan. Bila
vibrio dapat selamat melalui asam lambung, maka ia akan
berkembang di dalam usus halus.
Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan medium
yang menguntungka baginya untuk hidup dan memperbanyak diri.
Jumlahnya bisa mencapai sekitar 10 pwe ml cairan tinja. Langkah
awal dari patogenesis terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio
18
pada mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena
adanya membran protein terluar dan adhesin flagella.
Vibrio cholera merupakan bakteri non invasif, patogenesis
yang mendasari terjadinya penyakit ini disebabkan oleh
enterotoksin yang dihasilkan v.cholerae yang menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit yang masif yang disebabkan oleh
kerja toksin pada sel epitel usus halus, terutama pada duodenum
dan yeyenum.
Enterto toksin adalah suatu protein dengan berat molekul
84.000 dalton, tahan panas dan tak tahan asam, resisten terhadap
tripsin tapi dirusak oleh protease. Toksin kolera mengandung 2 sub
unit yaitu B(binding) dan A (active). Sub unit B mengandung 5
polipetida, dimana masing-masing molekul memiliki berat 11500
dan terikat pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor
GMI, yang terdapat pada sel epitel usus halus. Sub unit A
kemudian dapat masuk menembus membran sel epitel . sub unit ini
memiliki aktivitas adenosine diphospate (ADP) ribosyltransferase
dan menyebabkan transfer ADPribose dari nicotinamide-adenine
dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine triphospate (GTP)
binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase.
Gambaran klinis Mikroorganisme
Dan morfologinya
Keterangan
- demam
- nyeri kepala
- pusing
- nyeri otot
- anoreksia
- mual
- muntah
- obstipasi atau diare
- perasaan tidak enak
(vibrio cholera)
- kuman berukuran kecil
Antata 2-4 mikron
-Berbentuk seperti koma
- mempunyai flagel
panjang sehingga aktif
bergerak
- bersifat gram negatif.
- tidak membentuk spora
Re-
emerging
19
diperut
- batuk
- epitaksis
- ruam
-
- tidak berkapsul.
- aerobik – anaerobik
fakultatif.
- terdapat tunggal dan
rantai berpilin.
b) Keluhan utama
Buang air besar seperti air cucian beras
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
d) Pemeriksaan fisik
- Nadi cepat
- Nafas cepat
- Kelopak mata cekung
- Kulit keriput
- Bibir kering
- Perut cekung
- Suara peristaltik jarang sekali
- Bunyi jantung melemah
e) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan labolatorium
Jika tinja segar pasien kolera yang tanpa pewarnaan diamati di
bawah mikroskop lapangan gelap, akan tampak mikroorganisme
berbentuk spiral yang memiliki pola motilitas. seperti shooting
star. Untuk pemeriksaan biakan, cara pengambilan bahan
pemeriksaan tinja yang tepat adalah apus rektal (rectal swab)
yang diawetkan dalam media transport carry-blair atau
pepton alkali, atau langsung ditanam dalam agar TCBS, akan
memberikan persentase hasil positif yang tinggi. V. cholerae
20
01 menghasilkankoloni yang oksidase-positif yang berwarna
kuning, yang dapat dikonfirmasi dengan slide aglutinasi
spesifik dengan antiserum.
- Pemeriksaan serum darah memberi gambaran hipokalemia
(kurang dari 3,5 meq / I)
f) Edukasi
- Sumber air minum harus dilindungi dari pencemaran.
- Semua makanan dan minuman harus dimasak terlebih dahulu.
- Menjaga kebersihan lingkungan
d. Leptospirosis
a) Patogenesis
Leptospira masuk ke dalm tubuh melalui kulit atau selaput
lendir, memasuki aliran daran dan berkembang, lalu menyebar
secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respo imun baik
secara humoral maupun seliler sehingga infeksi ini dapat ditekan
dan terbentuk antibodi yang spesifik.walaupun demikian beberapa
organisme ini masihbertahan pada daerah yang terisolasi secara
imunologi sepeertidi dalam ginjal di mana sebagian
mikroorganisme akan mencapai convuluted tubules. Bertahan di
sana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat di temui dalam
airkemih sekitar sampai beberapa minggu setelah infeksi dan
sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme
humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat di temukan dalam jaringan ginjal dan
okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis :
invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi
imunologi.
Gambaran klinis Mikroorganisme Keterangan
21
Dan morfologinya
Fase imun
-peningkatan titer antibodi
-demam mencapai suhu 40° C
- menggigil
-kelemahan
-sakitleher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis
-perdarahan berupa epistaksis
-gejala kerusakan pada ginjal dan hati
- uremia
-ikterik
-Conjunctiva injection
-conjungtival suffusion
(leptospira)
-genus leptospira
-famili
treptonemataceae
-berbelit
-tipis
-fleksibel
-spiral yang sngat
halus
-spiral lebih banyak
dibanding
spirochaeta lainnya
- salah satu ujung
organisme terlihat
membengkok seperti
kait.
Emergence
b) Keluhan utama
Demam, mual, muntah ikterus
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan,
pekerjaan”kelompok resiko tinggi’’)
d) Pemeriksaan fisik
- bradikardi
- Nyeri tekan otot
- hematomegali
- sklera ikterus
- suhu 40
22
e) Pemeriksaan penunjang
- laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap
darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein uria,
leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin
direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, Ureum
dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada
ginjaLTrombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti
dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
- Kultur: dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera
pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil spesimen pada fase leptospiremia serta belum diberi
antibiotik. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset
penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi
hewan dapat digunakan.
- Serologi. Jenis uji serologi dapat dilihat pada Tabel 3.
Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat
adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction
(PCR), silver stain atau fluroscent antibodiy stain, dan
mikroskop lapangan gelap.
f) Edukasi
- Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi untuk tertular
leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian
khusus yang dapat melindunginya dari kontak bahan-bahan yang
telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoar.
e. Amebiasis
a) Patogenesis
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di
dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi patogen,
menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang
23
menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh
pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya
mempunyai peran.faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan
tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-
obat imunosupresif, dan kortikosteroid.
Sifat keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain
amoeba di daerah tropis ternyata lebih ganas daripada starin di
daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil ,
dapat berubah apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Beberapa
faktor lingkungan yang di duga berpengaruh , misalnya suasana
anaerob dan asam (PH 0,6 – 6,5), adanya bakteri, virus , dan diet
tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Amoeba
yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus. Bentuk ulkus sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil , dilapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus
menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa
usus antara unlus-ulkus terlihat normal. Gambaran ini sangat
berbeda dengan disentri basiler, dimana mukosa usus antar ulkus
meradang.
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus tampah
leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih sedikit jika
dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kista charcot
leyden dan kadang-kadang ditemuka trofozoit. Ulkus yang terjadi
dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan
muskularis akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat
terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekwensinya dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon
asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis. Infeksi
kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya masa jaringan
24
granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di daerah
sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba
dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan
menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau
pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa
dan menimbulkan sbses disana, akan tetapi peristiwa ini jarang
terjadi.
Gambaran klinis Mikroorganisme
Dan morfologinya
Keterangan
Amoebiasis ringan
-demam subfebris -
perut kembung
- nyeri perut ringan
-tinjabau busuk,diare
ringan 4-5 x seahri)
Amebiasis sedang
-tinja disertai darah
dan lendir
- perut kram
-lemah badan
Amebiais berat
-diare disertai darah
lebih dari 15x sehari
- demam 40- 40,5°C
(entamoeba histolytica)
- ukuran 20-40 mikron
-mempunyai ini
entamoeba yang
terdapat di endoploasma
-ektoplasma bening
homogen di bagian tepi
sel
-pseudopodium yang
dibentuk dari
ektoplasma besar dan
lebar seperti daun
-gerakan cepat
-endoplasma berbutir
halus, tidak
mengandung bakteri
atau sisa makanan tetapi
mengandung sel darah.
Re- emerging
b) Keluhan utama
Tinja disertai darah dan lendir
25
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
d) Pemeriksaan fisik
- Hepatomegali
- hiperperistaltik
e) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan tinja
Untuk pemeriksaan mikroskopik , perlu tinja yang masih
baru. Apabila direncanakan akan di buat foto kolon dengan
barium eneme, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya
atau minimal 3 hari sesudahnya. Pada pemeriksaan tinja yang
berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentiik kista, karena
bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan
langsung tampak kista berbentuk bulat, berkilau seperti mutiara.
Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk
batang, dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk
dapat melihat intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol.
Sebaliknya badan-badan kromatoid tidak tampak pada sediaan
dengan lugol ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu dengan larutan
seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat, kista
akan terapung di permukaan, sedang dengan larutan
eterformalin kista akan mengendap.
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk
itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila pemeriksaan
ditunda untuk beberapa jam, maka tinja dapat disimpan di lemari
pendingin (4°C) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol.
Sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung
darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit
26
yang masih bergerak aktif seperti keong, dengan
menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika
tinjaberdarah, akan nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya:
Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan
larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit (makrofag),
perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, misalnya buffered
methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer, dapat
disingkirkan kemungkinan E. hartmanni.
- Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi
berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala
disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan
ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Tampak
ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan
biopsi jaringan usus akan ditemukan trofozoit.
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering
ulkus tidak tampak. Kadang-kadang pada amebiasis kronik, foto
rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai
spasme otot. Pada ameboma numpakfiUing defect yang mirip
karsinoma.
Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus,
misalnya media Boeck Dr. Bohlav. Tetapi tidak semua strain
dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini tidak dikerj
akan rutin.
- Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu
diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologi
positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Oleh
karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
ameba, dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum
tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan
amebiasis. Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan
27
enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji
yang paling sensitif. Juga up indirect fluorescent anti-body (IFA)
dan agar gel diffusion precipitin. Sedang uji serologi yang cepat
hasilnya adalah latex aglutination test dan cellulosa acetate
diffusion. Oleh karena antibodi yang terbentuk lama sekali
menghilang, maka nilai diagnostiknya di daerah endemis rendah.
f) Edukasi
- Memasak makanan dan minuman dengan baik
- Menjaga kebersihan lingkungan
- Berhati-hati pada waktu bekerja menangani hewan coba
(terutama primata) di laboratorium.
f. giardiasis
a) Patogenesis
Setiap kista melepaskan dua tropozoit dalam usus bagian
atas yang melekat ke mukosa dan multiplikasi dengan pembelahan
biner. Tropozit berubah menjadi kista dalam kolon dan kemudian
disekresi. pada penderita yang asimtomatik, secara histologi dapat
ditemukan kelainan mukosaduodenum dan yeyenum. Pada
penderita simtomatik, dapat ditemukan atrofi vili, hyperplasia
kripta, kerusakan sel epitel, dan infiltrasi sel plasma. Limfosit dan
leukosit polimorfonuklear padalamina propia yang ekstensif.
Kemungkinan obstruksi mekanik oleh stadium tropozoit yang
menutupi mukosa usus, sehingga terjadi hambatan absorpsi lemak
dan vitamin yang larut lemak. Selain itu, kemungkinan beberapa
straisn g.lamblia menghasilkan enterotoksin dan menimbulkan
gejala kerusakan mukosa usus halus juga dilaporkan menyebabkan
defisiensienzim pencernaan seperti lactase, silase, dan sukrase. Ada
juga kemungkinan peran bakteri dan jamur sebagai florausus dalam
infeksi dan gejala klinis. Karena bakteri atau flora usus akan
berkompetisi dengan g.lamblia baik untuk ruang gerak maupun
28
nutrisi yang diperlukan. Lebih jauh lagi, reaksi hospes terhadap
bakteri dapat merangsang timbulnya resistensi terhadap infeksi
giardia lamblia.
Gambaran klinis Mikroorganisme dan
morfologinya
Keterangan
Fase akut
-rasa tidak enak di perut
-mual dan tidak nafsu
makan
-demam ringan.
-diare cair yang berbau
busuk
-perut terasa kembung
--kram perut
-Pada tinja biasanya
jarang ditemukan lendir
dan dan darah.
Fase kronis
-merasa lemah
- sakit kepala dan sakit
otot.
-penurunan berat badan
dan malabsorpsi.
-diare karena gangguan
absorpsi lemak
- gangguan absorpsi
glukosa, laktosa, silosa,
karoten, folat dan
vitamin B12.
(Giardia lamblia )
- berbentuk simestris
bilateral seperti buah
jambu monyet.
- bagian anteriornya
membulat dan bagian
posteriornya
meruncing.
- Permukaan dorsal
cembung dan pipih di
sebelah ventral dan
terdapat batil isap
berbentuk seperti
cakram yang cekung
dan menempati
setengah bagian
anterior badan parasit.
- Ukuran stadium
parasit ini 12-15
mikron.
- sepasang intiyang
letaknya dobagian
anterior, bentuknya
oval dengan kariosom
ditengah atau butir-
butir kromatin yang
Re-emerging
29
- urtikaria
- kolesistitis
-pancreatitis
-dyspepsia.
tersebar di plasma inti.
-Tropozoit
mempunyai 4 pasan’g
flagel yang berasal
dari 4 pasang
blefaropas.
- Tropozoit
mempunyai 4 pasang
flagel yang berasal
dari 4 pasang
blefaropas
b) Keluah utama
- Diare, tinja lembek
- Mual dan muntah
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
d) Pemeriksaan fisik
Nyeri tekan daerah perut
e) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pada infeksi giardia, dianjurkan pemeriksaan tinja selama 3
hari berturut-turut atau setiap 2 hari sekali dalam kurun waktu
10 hari. Karena stadium kista dan trofozoit G. lamblia
dikeluarkan dalam tinja secara periodic, maka hasil negative
tidak dapat dipakai sebagai pegangan bahwa G. lamblia bukan
sebagai penyebab penyakit. Untuk menemukan trofozoit yang
masih bergerak diperlukan tinja yang segar. Pemeriksaan tinja
merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan lain
dilakukan. Penderita harus bebas obat-obat tertentu misalnya,
antibiotic, antacid, dan kaolin.
30
f) Edukasi
- Memasak makan dan minuman dengan baik
- Mencegah pencemaran air oleh tinja
- Menja kebersihan makanan
g. Bruselosis
a) Patogenesis
Bruselosis adalah penyakit sistemik, Dapat melibatkan banyak
organ. Penetrasi bakteri lewat epitel akan dtangkap. Neutrofil dan
makrofag jaringan, dibawa ke limfonodus. Bakteremia akan terjadi
1-3 minggu setelah terpapar bakteri. Bakteri kemudian mengambil
tempat di jaringan retikuloendotelial sistem (RES) terutama pada
hati, limfa dan sumsum tulang. Di organ ini kemudian membentuk
jaringan granuloma. Jaringan granuloma yang besar dapat menjadi
sumber bakteremia menetap. Vaktor utama virulensi brucella
terdapat pada dinding sel lipopolisakarida yang licin pada
B.melitensis dan B. Abortus. Brucella dapat bertahan intra seluler
dalam fagosom sel fagosit karena produksi adenin dan guanin
monofosfat yang menghambat fagolisosom, produksi TNF dan
aktifasi oksidatif. Daya tahan dalam intra sel fagotit berbeda-beda
tiap spesies.
Gambaran klinis Mikroorganisme dan
morfologinya
Keterangan
- Demam intermitten
- relatif bradikardi
- anoreksia
-astenia
-fatique
-kelemahan
- malaise
-atralgia
genus (brucella)
- bakteri aerob gram negatif intraseluler dengan pertumbuhan yang lambat
-tidak bergerak
- tidak membentuk
Re-emerging
31
-nyeri punggung
-nyeri spina dan
sendi tulang
belakang
- bengkak sendi
-batuk dan sesak
-nyeri.
-sakit kepala
-depresi dan fatique.
-nyeri abdomen
- mual
-konstipasi dan diare
spora
- tidak berkapsul.
-Bakteri ini dapat bertahan ditempat kering.
b) Keluhan utama
Demam intermiten
c) Anamnesis
- Gejala khas (pola demam, bab, bak)
- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)
d) Pemeriksaan fisik
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Osteoartikuler
- Gangguan kulit dijumpai eritema nodosum, abses, erupsi
papulonoduler, impetigo, psoriasis, eksim, lesi mirip pitiriasis
rosea, erupsi berupa makular, makulopapular, dan
skarlantinifomis, lesi vaskulitis sepeti ptekie, purpura,
tromboplebitis.
- Ganggguan pada mata berupa uveitis, keratokonjungtivitis,
iridosiklitis, keratitis numularis, koroiditis, neuritis optika,
endoptalmitis, metastase, dan katarak.
32
e) Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopenia dengan
relatif limfositosis, pansitopeni ditemukan 20% kasus. Pada
sebagian besar penderita fungsi hati dijumpai peningkatan
transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis pasti bila pada
kultur ditemukan brucellae. Dengan menggunakan teknik
radiometric blood culturing, lamanya isolasi kuman dengan
teknik kultur yang standar 30 hari menjadi kurang dari 10 hari.
Sensitifitas kultur darah berkisar 17-85% bergantung strain yang
terlibat, B. Meltensis dan B. Swiss sering ditemukan sebagai
penyebab bakteriemi. Sensitifitas akan menurun dengan
lamanya perjalanan penyakit. Pemeriksaan kultur sumsum
tulang lebih sensitif daripada kultur darah, sering memeberikan
hasil positif walaupun pada pemeriksaan kultur darah
memberikan hasil negatif. Hasil biopsi sumsum tulang
memberikan gambaran granuloma. Pada pemeriksaan kultur
sputum jarang memberikan hasil positif walaupun terjadi
komplikasi pada paru. Pemeriksaan kultur cairan pleura sering
memberi hasil positif, terutama bila dilakukan kultur sesuai
masa inkubasi khususnya strain B. Melitensis. Dari analisis
cairan pleura dijumpai proses eksudasi dijumpai peningkatan
enzim LDH dan protein sedangkan untuk glukosa bervariasi.
Sel-sel yang ditemukan terutama limfosit dan neutrofil. Pada
cairan serebro spinal, isolasi bakteri jarang diperoleh tetapi
dijumpai limfositosis dan peningkatan protein sedangkan kadar
glukosa normal.
33
Tes serum aglutinasi beruna untuk brucella dengan dinding
lipopolisakarida licin (B. Melitensis, B. Abortus, B. Swiss),
tetapi tidak untuk strain B.Canis yang mempunyai dinding
lipopolisakarida. Pemeriksaan enzim imunoassay adalah yang
paling sensitif dari semua test khususnya test ELISA dapat
mendeteksi neurobrucellosis.
- Pemeriksaan radiologi
Photo thorax
f) Edukasi
- Memasak makan dan minuman dengan baik
- Mencegah pencemaran air oleh tinja
- Menja kebersihan makanan
34
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Mandal B, dkk. 2009. Penyakit Infeksi Edisi 6. Erlangga. Jakarta.
Michael, J. 2008. Dasar –dasar Mikrobiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Setiawa, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Soedarto. 2009. Penyakit menular di indonesia. Sagung seto. Jakarta.
Sunanto, inge. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi ke 4. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.