kasus 3

52
1 Kasus 3 Emerging issues in water and infectioun disease New diseases including water-related diseases, periodically "emerge" either because their importance increases. this may be dua to the micro-organisms themselves evolving, to changes in the way we manage water resources and supplies; changes in to the tools and methods used to study the organisms and the health effects they cause; or dua to changes in the human population itself.the phenomena of" "emergence" and "re-emergence" of infectious diseases is well recognized. . up to 75% of emerging pathogens may be of zoonotic origin. a significant number of emerging and re-emerging watherborne pathogens have been recognized over recent decades; examples include E.coli O157; H7, campylobacter, and cryptosporidium. STEP I 1. Water related diseases - Penyakit yang ditularka melalui media air. Bisasecara oral, kulit, kebersihan individu, dan lingkungan atau vektor yang hidup dalam air. 2. Microorganisms - Organisme hidup yang berukuran sangat kecil hanya bisa dilihat dengan mikroskop (bakteri, virus, jamur, parasit) 3. Emergence

Upload: chantika-widia

Post on 10-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kasus 3

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus 3

1

Kasus 3

Emerging issues in water and infectioun disease

New diseases including water-related diseases, periodically "emerge"

either because their importance increases. this may be dua to the micro-

organisms themselves evolving, to changes in the way we manage water resources

and supplies; changes in to the tools and methods used to study the organisms and

the health effects they cause; or dua to changes in the human population itself.the

phenomena of" "emergence" and "re-emergence" of infectious diseases is well

recognized. . up to 75% of emerging pathogens may be of zoonotic origin. a

significant number of emerging and re-emerging watherborne pathogens have

been recognized over recent decades; examples include E.coli O157; H7,

campylobacter, and cryptosporidium.

STEP I

1. Water related diseases

- Penyakit yang ditularka melalui media air. Bisasecara oral, kulit,

kebersihan individu, dan lingkungan atau vektor yang hidup dalam air.

2. Microorganisms

- Organisme hidup yang berukuran sangat kecil hanya bisa dilihat

dengan mikroskop (bakteri, virus, jamur, parasit)

3. Emergence

- Penyakit zoonosis yang baru muncul dapat terjadi dimanasaja didunia

dan dampaknya berpotensi menjadi begitu parah.

Re- emergence

- Penyakit zoonosis yang sudah pernah muncul dimasa sebelumnya,

sampai menurun dan mulai meningkat lagi saat ini.

4. Zoonotic

- Penyakit yang ditularkan secra alamiah dari hewan domestik atau

hewan liar ke manusia.

Page 2: Kasus 3

2

STEP II

1. Penyakit water borne diseases ?

2. Macam-macam mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit yang

penularannya melalui air serta karakteristiknya ?

3. Macam-macam penyakit emergence dan re-emergence ?

4. Mekanisme penyebaran penyakit ?

5. Bagaimana patogenesis penyakit ini (water borne diseases, zoonotic) ?

6. Faktor yang menyebabkan emergence dan re-emergence ?

7. Kondisi air yang tercemar dan pengendaliannya?

8. Pemeriksaan penujang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa

penyakit ?

STEP III

1. Penyakit water borne diseases

a. Bakteri (kolera, disentri, tyfoid, diare, leptospirosis)

b. Virus (polio, hepatitis)

c. Jamur (kurap)

d. Parasit (giardiasis, bruselosis, skabies, cacing, amebiasis)

2. mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit

a. vibrio cholera kolera

b. shigella disentriae disentri

c. salmonela thypi typus

d. virus polio

e. entamoeba histolitica disentri amoeba

f. virus hepatiti A

g. balantidium coli balantidiasis

h. leptospira

i. eryptospira

j. giardia lamblia

k. tainea capitis, pedis

3. emergence dan re-emergence (SB)

4. Mekanisme penyebaran penyakit

Page 3: Kasus 3

3

- Orang sakit buang tinja patogen tersebar di air digunakan

orang lain menular.

- Orang sakit cuci tangan menyiapkan makanan makanan

dimakan orang lain menular.

5. patogenesis penyakit water borne diseases, zoonotic (SB)

6. – Perubahan ekologik

- Perubahan demografi dan prilaku masyarakat

- Perubahan adaptasi dan prilaku masyaraka

Agen Host

Lingkungan

Agen : mutasi , evolusi

Host : demografi, prilaku

Lingkungan : ekologi, ekonomi, sarana pelayanan kesehatan.

7. Air yang tercemar

- Perubahan fisik ( warna, bau, ra)

- Perubahan kimia

- Perubahan biologis

Pengendalian pencemaran air

- Sanitasi lingkungan

- Memurnikan persediaan air minum

- Membuang kotoran manusia dengan baik

- Pembuangan limbah yang memenuhi syarat kebersihan

8. Pemeriksaan penujang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa

penyakit (SB)

Page 4: Kasus 3

4

STEP IV

1. Penyakit water borne diseases

a. Bakteri (kolera, disentri, tyfoid, diare, leptospirosis)

b. Virus (polio, hepatitis)

c. Jamur (kurap)

d. Parasit (giardiasis, bruselosis, skabies, cacing, amebiasis)

2. mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit

a. vibrio cholera kolera

b. shigella disentriae disentri

c. salmonela thypi typus

d. virus polio

e. entamoeba histolitica disentri amoeba

f. virus hepatiti A

g. balantidium coli balantidiasis

h. leptospira

i. eryptospira

j. giardia lamblia

k. tainea capitis, pedis

3. emergence dan re-emergence (SB)

4. mekanisme penularan penyakit

a. Saluran napas (dengan cara inhalasi atau terhirup). Ditularkan oleh

penderita melalui semburan cairan yang keluar saat penderita batuk

atau bersin.

b. Saluran cerna (dengan cara tertelan). Patogen yang keluar melalui

tinja bisa mencemari makanan dan minuman yang kemudian dimakan.

Penularan ini disebut fecal-oral atau dari tinja ke mulut.

c. Kontak langsung. Patogen ditularkan melalui jabatan tangan atau

ciuman.

d. Kulit, selaput lendir (inokulasi). Kuman-kuman jahat bisa masuk ke

dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir yang koyak. Misalnya

karena luka operasi, transfusi, tato, tindik dan lain-lain.

Page 5: Kasus 3

5

e. Plasenta. Beberapa penyakit menular ibu dapat ditularkan melalui

plasenta ke janin. Umpamanya, Hepatitis B, HIV, Rubella dan lain-

lain.

7. kondisi air yang tercemar

Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar adalah

sebagai berikut:

a. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung

dibuang ke lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan

mikroorganisme lainnya.

b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. Air normal

yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai berkisar

pH berkisar antara 6,5 – 7,5.

c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan

normal dan bersih pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga

tampak bening dan jernih, tetapi hal itu tidak berlaku mutlak,

seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan

industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air.

Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai

sebagai salah satu tanda terjadinya pencemaran. Apabila air

memiliki rasa berarti telah terjadi penambahan material pada air

dan mengubah konsentrasi ion Hidrogen dan pH air.

d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. Bahan buangan yang

berbentuk padat, sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di

dalam air besama koloidal, sehingga menghalangi masuknya sinar

matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat

diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan fotosintesis.

e. Adanya mikroorganisme. Mikroorganisme sangat berperan dalam

proses degradasi bahan buangan dari limbah industri ataupun

domestik. Bila bahan buangan yang harus didegradasi cukup

banyak, maka mikroorganisme akan ikut berkembangbiak. Pada

perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan

bahwa mikroba patogen ikut berkembangbiak pula.

Page 6: Kasus 3

6

f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari

berbagai kegiatan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan

biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik efek langsung

maupun efek tertunda.

Penanggulangan pencemaran air

a. Gunakan air dengan bijaksana. Kurangi penggunaan air untuk

kegiatan yang kurang berguna dan gunakan dalam jumlah yang

tepat.

b. Kurangi penggunaan detergen. Sebisa mungkin pilihlah detergen

yang ramah lingkungan dan dapat terurai di alam secara cepat.

c. Kurangi konsumsi obat-obatan kimia berbahaya. Obat-obatan

kimia yang berbahaya seperti pestisida, dan obat nyamuk cair

merupakan salah satu penyebab rusaknya ekosistem air.

d. Tidak menggunakan sungai untuk mencuci mobil, truk, dan sepeda

motor.

e. Tidak menggunakan sungai untuk wahana memandikan hewan

ternak dan sebagai tempat kakus.

f. Jangan membuang sampah rumah tangga di sungai/danau. Kelola

sampah rumah tangga dengan baik dan usahakan menanam pohon

di pinggiran sungai/danau.

g. Sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak

atau mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar. 

h. Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis yang

bertujuan untuk meningkatkan konservasi air bawah tanah .

i. Menanggulangi kerusakan lahan bekas pembuangan limbah B3.

j. Penanaman pohon

Page 7: Kasus 3

7

STEP V

1. Mekanisme penularan penyakit ?

2. Jelaskan patogenesis, gambaran klinis, mikroorganisme, morfologi,

keluhan utama, anamnesis, pemefiksaan fisik, pemeriksaan penunjang,

edukasi penyakit waterborne dan zoonotis !

STEP VI

Belajar mandiri

STEP VII

1. Mekanisme penularan penyakit

a. Penularan amubiasis

Amuba termasuk penyakit zoonosis yang umumnya hanya

menyerang manusia, namun juga dapat menimbulkan penyakit pada

kera dan primata lainnya. Hewan lain yang dapat bertindak sebagai

Page 8: Kasus 3

8

hospes definitif, jadi bertindak sebagai reservoir host, adalah kucing,

anjing, tikus, hamster dan marmot (guinea pig).

Penularan terjadi dengan masuknya kista infektif melalui mulut,

bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau

karier amubiasis. Penularan di laboratorium dapat terjadi karena tertelan

kista infektif amuba hewan coba ptimata. Pencemaran makanan atau

minuman dapat disebabkan oleh serangga misalnya lalat dan lipas

(famili blattidae) yang membawa tinja penderita atau karier yang

mengandung kista infektif amuba.

b. Penularan giardiasis

Parasit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang

tercemar dangan tinja yang mengandung kista infektif parasit yang

dibawa oleh lalat atau lipas. Dalam waktu setengah jam kista berubah

menjadi bentuk trofozoit.

Di dalam duodenum trofozoit memperbanyak diri. Jika suasana

dalam duodenum tidak sesuai bagi kehidupannya, trofozoit masuk ke

dalam saluran empedu, dan berubah bentuk menjadi kista.

c. Penularan demam tifoid

Penularan demam tifoid terjadi melalui makanan atau minuman

yang tercemar salmonella thyposa atau salmonella parathyposa yang

terdapat di dalam air, es, debu maupun benda lainnya. Kuman tifoid

dapat berasal dari karier demam tifoid yang merupakan sumber

penularan yang sukar diketahui karena mereka tidak menunjukan

gejala-gajala sakit.

d. Penularan leptospirosis

Infeksi leptospirosis pada manusia terjadi memalui makanan dan

minuman tercemar bahan infektif mengandung leptospira atau melalui

luka pada kulit dan selaput lendir. Bahan penular utama adalah air

kencing penderita, baik manusia maupun hewan yang sakit, terutama

pada minggu kedua dan ketiga dari perjalanan penyakit. Berbagai jenis

hewan mamlaia yaitu sapi, kambing, bomba, babi, kuda, anjing dan

kucing peka terhadap leptospira dari berbagai serovairan. Anjing

Page 9: Kasus 3

9

umumnya menjadi sumber infeksi serovairan canicola dan

icterohemorrhagica, sedangkan babi serovairan pomona dan tarrasovi.

Sedangkan pada sapi terutama disebabkan oleh serovairan pomona dan

harjo.

Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini

adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, pekerja

tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang – orang yang

mengadakan perkemahan di hutan dan dokter hewan.

e. Penularan kolera

Kuman vibrio ditularkan secara langsung melalui tinja atau

muntahn penderita, atau secara tidak langsung ditularkan oleh serangga,

misalnya lalat dan lipas.

f. Penularan disentri basiler

Penularan disentri basiler terjadi karena faktor kebersihan dan

higiene yang buruk, adanya tinja penderita yang menjadi sumber

infeksi, dan adanya lalatdan serangga sebagai vektor penular penyakit

ini. Penularan terjadi dari manusia penderita ke orang lain, dan jarang

terjadi penularan infeksi dari primata yang sakit ke manusia.

g. Penularan polio

Polio merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, umumnya

bersifat tanpa gejala (asimtomatis) karena terjadinya kekebalan aktif

pada populasi penduduk. Paralisis yang terjadi pada penderita polio

terutama disebabkan oleh polio virus tipe 1. Epidemi polio di masa lalu

banyak menyebabkan kematian penderita dan kelumpuhan akibat

kerusakan saraf.

2. Waterborne diseases dan zoonosis

a. Demam tifoid

a) Patogenesis

Masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella parathypi ke

dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi

kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian

Page 10: Kasus 3

10

lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila

respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik maka

kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan

selanjutnya ke lamina propria. Dilamina propria kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan

kemudian ke kelnjar getah bening mesenterika. Selanjutnya

melalui duktus torakikus kuman yang terdapat di dalam makrofag

ini masuk ke dakam sirkulasi darah (mengtakibatkan bakteremia

pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di organ-organ

ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemuadian

berkembang biak di luar sel atau sinusoid dan selanjutnya masuk

ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang

keduakalinya dengan disertai tanda- tanda gejala penyakit infeksi

sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,

berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara

intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan

melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah

menembus usus.Proses yang sama terulang kembali, berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis

kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi

sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi

hiperplasia jaringan (S. Thypi intra makrofag menginduksi reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis

organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami

Page 11: Kasus 3

11

nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di

dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat

berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat

mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan

neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ

lainnya.

Gambaran klinis Mikroorganisme

Dan morfologinya

Keterangan

Demam

Nyeri kepala

Pusing

Nyeri otot

Anoreksia

Mual

Muntah

Obstipasi atau diare

Perasaan tidak enak

diperut

Batuk

Epitaksis

(Salmonella thypi)

- berbentuk batang

- bersifat gram negatif

- panjang 1-3,5 mikron

- tidak membentuk spora

-mempunyai flagel

peritrikh

Re – emerging

b) Keluhan utama

Demam lebih dari 7 hari . pagi sore- malam

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

d) Pemeriksaan fisik

- Bradikardi

- Suhu badan meningkat

Page 12: Kasus 3

12

- Lidah berselaput

- Nyeri tekan pada perut

- Hepatomegali

- splenomegali

e) Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan Rutin

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering

ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal

atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa

disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia

ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis

leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap

darah pada demam tifoid dapat meningkat.

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan

SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan

kultur organisme. Sampai sekarang, kultur masih menjadi

standar baku dalam penegakkan diagnostik. Selain uji widal,

terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat

dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas

dan spesifisitas lebih baik dari antara lain uji TUBEXa, Typhidot

dan dipstik.

- Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman 5.

typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen

kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen

yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang

sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal

adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita

tersarigka demam tifoid yaitu:

Page 13: Kasus 3

13

a). Aglutinin O (dari jtubuh kuman), b). Aglutinin H (flagela

kuman),dan c). AgutininVi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinintersebut hanya aglutinin 0 dan H yang

digunakan untuk diagnosis demanvfjfoid, Semakin tinggi

titernya%makin besar kemungkirian terinfeksi kumanini.

Pembentukan aglutinin mulaiterjadipadaakhirminggu

pertama demam, kemudian menirigkat secara cepat dan'

mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama

beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul Aglutinin O,

kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada prang yang telah

sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,

sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.

Oleh karena ituuji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan

penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu:

1). Pengobatan dini dengan antibiotik, 2). Gangguan pembentukan

antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3). Waktu pengambilan

darah, 4). Daerah endemik atau non-endemik, 5). Riwayat

vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer

aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam

tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7). Faktor teknik pemeriksaan

antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain

Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen,

Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer

aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas

titer yang sering dipakai hanya kesep'akatan saja, hanya

berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di

berbagai laboratorium setempat.

- Uji Typhidot

Uji typhidot dapat mendetejcsi antibodi IgM dan IgG yang '

terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil

positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan

Page 14: Kasus 3

14

dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG

terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada

strip nitroselulosa.

Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas

sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang

dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang dilakiikan

pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang

dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesfisitas

uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu 79% dan 89% dengan

78% dan 89%.

Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG)

teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG

dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja

tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut

dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi

primer. Untuk mengatasi inasalah tersebut, uji ini kemudian

dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum.

Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M,

memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang

ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo

KE dkk pada tahun 1997 terhadap uji Typhidot-M menunjukkan

bahwa uji ini bahkan lobih sensitif (sensitivitas mencapai 100%)

dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan

kultur.

- Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid,

akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid,

karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 1).

Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan

kultur darah telah mendapat antibiotic pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; 2).

Volume darah yang kurang cl. (diperlukan kurang lebih 5 cc

Page 15: Kasus 3

15

darah). Bila darah yang djbiak . terlalu sedikit hasil biakan bisa

negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung

dimasukkan ke dalam media cair empedu (pxgall) untuk

pertumbuhan kuman; 3). Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di

masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien.

Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga

biakan . darah dapat negatif; 4). Saat pengambilan darah setelah

minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

f) Edukasi

- Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi

dan mempercepat penyembuhan.

- Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) dengan

tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara

optimal.

- Pemberia anti mikroba, dengan tujuan menghentikan dan

mencegah penyebaran kuman.

- Istirahat dan perawatan

- Diet dan terapi penunjang

- Pemberian antimikroba ( kloramfenikol, tiamfenikol,

kotrimoksazol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi

ketiga, golongan fluorokuinolon).

b. Disentri basiler

a) Patogenesis

Shigella memasuki host melalui mulut. Karena secara

genetik shigella bertahan pada PH yang rendah, mereka dapat

melewati barier asam lambung. Ditularkan secara oral ,melalui air,

makanan, lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Secara endemik

pada daerah tropis penyebaran melalui air yang tercemar oleh tinja

pasien, maknan yang tercemar oleh lalat dan pembawa hama

(carier). Untuk menemukan carier diperlukan pemeriksaan biakan

Page 16: Kasus 3

16

tinja dengan teliti karena basil shigella mudah mati, untuk itu

diperlukan tinja yang baru.

Gambaran klinis Mikroorganisme

Dan morfologinya

Keterangan

- sakit perut dengan

rasa kolik dan mejan

- muntah-muntah

- sakit kepala

- demam

-berak lendir dan

darah

- dehidrasi

(shigella)

- batalangsing

- bersifat gram (-)

- mungkin berkapsul

- tidak membentuk

spora

- tidak bergerak

- aerobik, anaerobik

fakultatif

Re – emerging

b) Keluhan utama

Diare tapi sedikit-sedikit

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

Page 17: Kasus 3

17

d) Pemeriksaan fisik

Peristaltik usus

e) Pemeriksaan penunjang

Gejala klinis yang terjadi pada disentri basiler berbeda

dengan gejala klinis amubiasis. Pemeriksaan proktoskopi

menunjukan adanya radang mukosa usus yang difus, membengkak

dan tertutup eksudat. Tampak ulkus dangkal, bentuk dan ukuran

tak teratur, tertutup eksudat purulen.

Biakan tinja penderita (dari hapusan rektum) pada media

biakan selektif misalnya MacConkeyy atau Agar EMB dan

Thiosulfate-citrat-bile-agar diikuti uji fermentasi dan pemeriksaan

mikroskopismenentukan diagnosis shigelosis.

Pemeriksaan serologis dengan mengukur kenaikan titer

antibodi spesies shigella dapat membantu menentukan diagnosis

shigelosis.

f) Edukasi

- Istirahat

- rnencegah atau memperbaiki dehidrasi (diberikan cairan melalui

infus untuk menggantikan cairan yang hilang)

- pada kasus yang berat diberikan antibiotika

c. Kolera

a) Patogenesis

Kolera ditularkan melalui jalur oral . bila virbio berhasil lolos

dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini aka

cepat terbunu dalam asam lambung yang tidak diencerkan. Bila

vibrio dapat selamat melalui asam lambung, maka ia akan

berkembang di dalam usus halus.

Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan medium

yang menguntungka baginya untuk hidup dan memperbanyak diri.

Jumlahnya bisa mencapai sekitar 10 pwe ml cairan tinja. Langkah

awal dari patogenesis terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio

Page 18: Kasus 3

18

pada mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena

adanya membran protein terluar dan adhesin flagella.

Vibrio cholera merupakan bakteri non invasif, patogenesis

yang mendasari terjadinya penyakit ini disebabkan oleh

enterotoksin yang dihasilkan v.cholerae yang menyebabkan

hilangnya cairan dan elektrolit yang masif yang disebabkan oleh

kerja toksin pada sel epitel usus halus, terutama pada duodenum

dan yeyenum.

Enterto toksin adalah suatu protein dengan berat molekul

84.000 dalton, tahan panas dan tak tahan asam, resisten terhadap

tripsin tapi dirusak oleh protease. Toksin kolera mengandung 2 sub

unit yaitu B(binding) dan A (active). Sub unit B mengandung 5

polipetida, dimana masing-masing molekul memiliki berat 11500

dan terikat pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor

GMI, yang terdapat pada sel epitel usus halus. Sub unit A

kemudian dapat masuk menembus membran sel epitel . sub unit ini

memiliki aktivitas adenosine diphospate (ADP) ribosyltransferase

dan menyebabkan transfer ADPribose dari nicotinamide-adenine

dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine triphospate (GTP)

binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase.

Gambaran klinis Mikroorganisme

Dan morfologinya

Keterangan

- demam

- nyeri kepala

- pusing

- nyeri otot

- anoreksia

- mual

- muntah

- obstipasi atau diare

- perasaan tidak enak

(vibrio cholera)

- kuman berukuran kecil

Antata 2-4 mikron

-Berbentuk seperti koma

- mempunyai flagel

panjang sehingga aktif

bergerak

- bersifat gram negatif.

- tidak membentuk spora

Re-

emerging

Page 19: Kasus 3

19

diperut

- batuk

- epitaksis

- ruam

-

- tidak berkapsul.

- aerobik – anaerobik

fakultatif.

- terdapat tunggal dan

rantai berpilin.

b) Keluhan utama

Buang air besar seperti air cucian beras

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

d) Pemeriksaan fisik

- Nadi cepat

- Nafas cepat

- Kelopak mata cekung

- Kulit keriput

- Bibir kering

- Perut cekung

- Suara peristaltik jarang sekali

- Bunyi jantung melemah

e) Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan labolatorium

Jika tinja segar pasien kolera yang tanpa pewarnaan diamati di

bawah mikroskop lapangan gelap, akan tampak mikroorganisme

berbentuk spiral yang memiliki pola motilitas. seperti shooting

star. Untuk pemeriksaan biakan, cara pengambilan bahan

pemeriksaan tinja yang tepat adalah apus rektal (rectal swab)

yang diawetkan dalam media transport carry-blair atau

pepton alkali, atau langsung ditanam dalam agar TCBS, akan

memberikan persentase hasil positif yang tinggi. V. cholerae

Page 20: Kasus 3

20

01 menghasilkankoloni yang oksidase-positif yang berwarna

kuning, yang dapat dikonfirmasi dengan slide aglutinasi

spesifik dengan antiserum.

- Pemeriksaan serum darah memberi gambaran hipokalemia

(kurang dari 3,5 meq / I)

f) Edukasi

- Sumber air minum harus dilindungi dari pencemaran.

- Semua makanan dan minuman harus dimasak terlebih dahulu.

- Menjaga kebersihan lingkungan

d. Leptospirosis

a) Patogenesis

Leptospira masuk ke dalm tubuh melalui kulit atau selaput

lendir, memasuki aliran daran dan berkembang, lalu menyebar

secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respo imun baik

secara humoral maupun seliler sehingga infeksi ini dapat ditekan

dan terbentuk antibodi yang spesifik.walaupun demikian beberapa

organisme ini masihbertahan pada daerah yang terisolasi secara

imunologi sepeertidi dalam ginjal di mana sebagian

mikroorganisme akan mencapai convuluted tubules. Bertahan di

sana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat di temui dalam

airkemih sekitar sampai beberapa minggu setelah infeksi dan

sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.

Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme

humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah

terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,

mikroorganisme hanya dapat di temukan dalam jaringan ginjal dan

okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.

Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis :

invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi

imunologi.

Gambaran klinis Mikroorganisme Keterangan

Page 21: Kasus 3

21

Dan morfologinya

Fase imun

-peningkatan titer antibodi

-demam mencapai suhu 40° C

- menggigil

-kelemahan

-sakitleher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis

-perdarahan berupa epistaksis

-gejala kerusakan pada ginjal dan hati

- uremia

-ikterik

-Conjunctiva injection

-conjungtival suffusion

(leptospira)

-genus leptospira

-famili

treptonemataceae

-berbelit

-tipis

-fleksibel

-spiral yang sngat

halus

-spiral lebih banyak

dibanding

spirochaeta lainnya

- salah satu ujung

organisme terlihat

membengkok seperti

kait.

Emergence

b) Keluhan utama

Demam, mual, muntah ikterus

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan,

pekerjaan”kelompok resiko tinggi’’)

d) Pemeriksaan fisik

- bradikardi

- Nyeri tekan otot

- hematomegali

- sklera ikterus

- suhu 40

Page 22: Kasus 3

22

e) Pemeriksaan penunjang

- laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau

sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap

darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein uria,

leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin

direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, Ureum

dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada

ginjaLTrombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti

dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

- Kultur: dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera

pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan

mengambil spesimen pada fase leptospiremia serta belum diberi

antibiotik. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset

penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi

hewan dapat digunakan.

- Serologi. Jenis uji serologi dapat dilihat pada Tabel 3.

Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat

adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction

(PCR), silver stain atau fluroscent antibodiy stain, dan

mikroskop lapangan gelap.

f) Edukasi

- Bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi untuk tertular

leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian

khusus yang dapat melindunginya dari kontak bahan-bahan yang

telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoar.

e. Amebiasis

a) Patogenesis

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di

dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi patogen,

menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang

Page 23: Kasus 3

23

menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini

belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh

pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya

mempunyai peran.faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan

tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-

obat imunosupresif, dan kortikosteroid.

Sifat keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain

amoeba di daerah tropis ternyata lebih ganas daripada starin di

daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil ,

dapat berubah apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Beberapa

faktor lingkungan yang di duga berpengaruh , misalnya suasana

anaerob dan asam (PH 0,6 – 6,5), adanya bakteri, virus , dan diet

tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Amoeba

yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan

dinding usus. Bentuk ulkus sangat khas yaitu di lapisan mukosa

berbentuk kecil , dilapisan submukosa dan muskularis melebar

(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus

menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa

usus antara unlus-ulkus terlihat normal. Gambaran ini sangat

berbeda dengan disentri basiler, dimana mukosa usus antar ulkus

meradang.

Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus tampah

leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih sedikit jika

dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kista charcot

leyden dan kadang-kadang ditemuka trofozoit. Ulkus yang terjadi

dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan

muskularis akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat

terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan

frekwensinya dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon

asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis. Infeksi

kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya masa jaringan

Page 24: Kasus 3

24

granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di daerah

sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba

dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan

menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau

pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa

dan menimbulkan sbses disana, akan tetapi peristiwa ini jarang

terjadi.

Gambaran klinis Mikroorganisme

Dan morfologinya

Keterangan

Amoebiasis ringan

-demam subfebris -

perut kembung

- nyeri perut ringan

-tinjabau busuk,diare

ringan 4-5 x seahri)

Amebiasis sedang

-tinja disertai darah

dan lendir

- perut kram

-lemah badan

Amebiais berat

-diare disertai darah

lebih dari 15x sehari

- demam 40- 40,5°C

(entamoeba histolytica)

- ukuran 20-40 mikron

-mempunyai ini

entamoeba yang

terdapat di endoploasma

-ektoplasma bening

homogen di bagian tepi

sel

-pseudopodium yang

dibentuk dari

ektoplasma besar dan

lebar seperti daun

-gerakan cepat

-endoplasma berbutir

halus, tidak

mengandung bakteri

atau sisa makanan tetapi

mengandung sel darah.

Re- emerging

b) Keluhan utama

Tinja disertai darah dan lendir

Page 25: Kasus 3

25

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

d) Pemeriksaan fisik

- Hepatomegali

- hiperperistaltik

e) Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan tinja

Untuk pemeriksaan mikroskopik , perlu tinja yang masih

baru. Apabila direncanakan akan di buat foto kolon dengan

barium eneme, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya

atau minimal 3 hari sesudahnya. Pada pemeriksaan tinja yang

berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentiik kista, karena

bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat, berkilau seperti mutiara.

Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk

batang, dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk

dapat melihat intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol.

Sebaliknya badan-badan kromatoid tidak tampak pada sediaan

dengan lugol ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan

pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu dengan larutan

seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat, kista

akan terapung di permukaan, sedang dengan larutan

eterformalin kista akan mengendap.

Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk

itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila pemeriksaan

ditunda untuk beberapa jam, maka tinja dapat disimpan di lemari

pendingin (4°C) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol.

Sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung

darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit

Page 26: Kasus 3

26

yang masih bergerak aktif seperti keong, dengan

menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika

tinjaberdarah, akan nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya:

Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan

larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit (makrofag),

perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, misalnya buffered

methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer, dapat

disingkirkan kemungkinan E. hartmanni.

- Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi

berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala

disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan

ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Tampak

ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak

normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan

biopsi jaringan usus akan ditemukan trofozoit.

Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering

ulkus tidak tampak. Kadang-kadang pada amebiasis kronik, foto

rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai

spasme otot. Pada ameboma numpakfiUing defect yang mirip

karsinoma.

Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus,

misalnya media Boeck Dr. Bohlav. Tetapi tidak semua strain

dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini tidak dikerj

akan rutin.

- Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu

diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologi

positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Oleh

karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

ameba, dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum

tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan

amebiasis. Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan

Page 27: Kasus 3

27

enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji

yang paling sensitif. Juga up indirect fluorescent anti-body (IFA)

dan agar gel diffusion precipitin. Sedang uji serologi yang cepat

hasilnya adalah latex aglutination test dan cellulosa acetate

diffusion. Oleh karena antibodi yang terbentuk lama sekali

menghilang, maka nilai diagnostiknya di daerah endemis rendah.

f) Edukasi

- Memasak makanan dan minuman dengan baik

- Menjaga kebersihan lingkungan

- Berhati-hati pada waktu bekerja menangani hewan coba

(terutama primata) di laboratorium.

f. giardiasis

a) Patogenesis

Setiap kista melepaskan dua tropozoit dalam usus bagian

atas yang melekat ke mukosa dan multiplikasi dengan pembelahan

biner. Tropozit berubah menjadi kista dalam kolon dan kemudian

disekresi. pada penderita yang asimtomatik, secara histologi dapat

ditemukan kelainan mukosaduodenum dan yeyenum. Pada

penderita simtomatik, dapat ditemukan atrofi vili, hyperplasia

kripta, kerusakan sel epitel, dan infiltrasi sel plasma. Limfosit dan

leukosit polimorfonuklear padalamina propia yang ekstensif.

Kemungkinan obstruksi mekanik oleh stadium tropozoit yang

menutupi mukosa usus, sehingga terjadi hambatan absorpsi lemak

dan vitamin yang larut lemak. Selain itu, kemungkinan beberapa

straisn g.lamblia menghasilkan enterotoksin dan menimbulkan

gejala kerusakan mukosa usus halus juga dilaporkan menyebabkan

defisiensienzim pencernaan seperti lactase, silase, dan sukrase. Ada

juga kemungkinan peran bakteri dan jamur sebagai florausus dalam

infeksi dan gejala klinis. Karena bakteri atau flora usus akan

berkompetisi dengan g.lamblia baik untuk ruang gerak maupun

Page 28: Kasus 3

28

nutrisi yang diperlukan. Lebih jauh lagi, reaksi hospes terhadap

bakteri dapat merangsang timbulnya resistensi terhadap infeksi

giardia lamblia.

Gambaran klinis Mikroorganisme dan

morfologinya

Keterangan

Fase akut

-rasa tidak enak di perut

-mual dan tidak nafsu

makan

-demam ringan.

-diare cair yang berbau

busuk

-perut terasa kembung

--kram perut

-Pada tinja biasanya

jarang ditemukan lendir

dan dan darah.

Fase kronis

-merasa lemah

- sakit kepala dan sakit

otot.

-penurunan berat badan

dan malabsorpsi.

-diare karena gangguan

absorpsi lemak

- gangguan absorpsi

glukosa, laktosa, silosa,

karoten, folat dan

vitamin B12.

(Giardia lamblia )

- berbentuk simestris

bilateral seperti buah

jambu monyet.

- bagian anteriornya

membulat dan bagian

posteriornya

meruncing.

- Permukaan dorsal

cembung dan pipih di

sebelah ventral dan

terdapat batil isap

berbentuk seperti

cakram yang cekung

dan menempati

setengah bagian

anterior badan parasit.

- Ukuran stadium

parasit ini 12-15

mikron.

- sepasang intiyang

letaknya dobagian

anterior, bentuknya

oval dengan kariosom

ditengah atau butir-

butir kromatin yang

Re-emerging

Page 29: Kasus 3

29

- urtikaria

- kolesistitis

-pancreatitis

-dyspepsia.

tersebar di plasma inti.

-Tropozoit

mempunyai 4 pasan’g

flagel yang berasal

dari 4 pasang

blefaropas.

- Tropozoit

mempunyai 4 pasang

flagel yang berasal

dari 4 pasang

blefaropas

b) Keluah utama

- Diare, tinja lembek

- Mual dan muntah

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

d) Pemeriksaan fisik

Nyeri tekan daerah perut

e) Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

Pada infeksi giardia, dianjurkan pemeriksaan tinja selama 3

hari berturut-turut atau setiap 2 hari sekali dalam kurun waktu

10 hari. Karena stadium kista dan trofozoit G. lamblia

dikeluarkan dalam tinja secara periodic, maka hasil negative

tidak dapat dipakai sebagai pegangan bahwa G. lamblia bukan

sebagai penyebab penyakit. Untuk menemukan trofozoit yang

masih bergerak diperlukan tinja yang segar. Pemeriksaan tinja

merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan lain

dilakukan. Penderita harus bebas obat-obat tertentu misalnya,

antibiotic, antacid, dan kaolin.

Page 30: Kasus 3

30

f) Edukasi

- Memasak makan dan minuman dengan baik

- Mencegah pencemaran air oleh tinja

- Menja kebersihan makanan

g. Bruselosis

a) Patogenesis

Bruselosis adalah penyakit sistemik, Dapat melibatkan banyak

organ. Penetrasi bakteri lewat epitel akan dtangkap. Neutrofil dan

makrofag jaringan, dibawa ke limfonodus. Bakteremia akan terjadi

1-3 minggu setelah terpapar bakteri. Bakteri kemudian mengambil

tempat di jaringan retikuloendotelial sistem (RES) terutama pada

hati, limfa dan sumsum tulang. Di organ ini kemudian membentuk

jaringan granuloma. Jaringan granuloma yang besar dapat menjadi

sumber bakteremia menetap. Vaktor utama virulensi brucella

terdapat pada dinding sel lipopolisakarida yang licin pada

B.melitensis dan B. Abortus. Brucella dapat bertahan intra seluler

dalam fagosom sel fagosit karena produksi adenin dan guanin

monofosfat yang menghambat fagolisosom, produksi TNF dan

aktifasi oksidatif. Daya tahan dalam intra sel fagotit berbeda-beda

tiap spesies.

Gambaran klinis Mikroorganisme dan

morfologinya

Keterangan

- Demam intermitten

- relatif bradikardi

- anoreksia

-astenia

-fatique

-kelemahan

- malaise

-atralgia

genus (brucella)

- bakteri aerob gram negatif intraseluler dengan pertumbuhan yang lambat

-tidak bergerak

- tidak membentuk

Re-emerging

Page 31: Kasus 3

31

-nyeri punggung

-nyeri spina dan

sendi tulang

belakang

- bengkak sendi

-batuk dan sesak

-nyeri.

-sakit kepala

-depresi dan fatique.

-nyeri abdomen

- mual

-konstipasi dan diare

spora

- tidak berkapsul.

-Bakteri ini dapat bertahan ditempat kering.

b) Keluhan utama

Demam intermiten

c) Anamnesis

- Gejala khas (pola demam, bab, bak)

- Faktor resiko (gaya hidup, pola makan, kebersihan, lingkungan)

d) Pemeriksaan fisik

- Hepatomegali

- Splenomegali

- Osteoartikuler

- Gangguan kulit dijumpai eritema nodosum, abses, erupsi

papulonoduler, impetigo, psoriasis, eksim, lesi mirip pitiriasis

rosea, erupsi berupa makular, makulopapular, dan

skarlantinifomis, lesi vaskulitis sepeti ptekie, purpura,

tromboplebitis.

- Ganggguan pada mata berupa uveitis, keratokonjungtivitis,

iridosiklitis, keratitis numularis, koroiditis, neuritis optika,

endoptalmitis, metastase, dan katarak.

Page 32: Kasus 3

32

e) Pemeriksaan penunjang

- Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopenia dengan

relatif limfositosis, pansitopeni ditemukan 20% kasus. Pada

sebagian besar penderita fungsi hati dijumpai peningkatan

transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis pasti bila pada

kultur ditemukan brucellae. Dengan menggunakan teknik

radiometric blood culturing, lamanya isolasi kuman dengan

teknik kultur yang standar 30 hari menjadi kurang dari 10 hari.

Sensitifitas kultur darah berkisar 17-85% bergantung strain yang

terlibat, B. Meltensis dan B. Swiss sering ditemukan sebagai

penyebab bakteriemi. Sensitifitas akan menurun dengan

lamanya perjalanan penyakit. Pemeriksaan kultur sumsum

tulang lebih sensitif daripada kultur darah, sering memeberikan

hasil positif walaupun pada pemeriksaan kultur darah

memberikan hasil negatif. Hasil biopsi sumsum tulang

memberikan gambaran granuloma. Pada pemeriksaan kultur

sputum jarang memberikan hasil positif walaupun terjadi

komplikasi pada paru. Pemeriksaan kultur cairan pleura sering

memberi hasil positif, terutama bila dilakukan kultur sesuai

masa inkubasi khususnya strain B. Melitensis. Dari analisis

cairan pleura dijumpai proses eksudasi dijumpai peningkatan

enzim LDH dan protein sedangkan untuk glukosa bervariasi.

Sel-sel yang ditemukan terutama limfosit dan neutrofil. Pada

cairan serebro spinal, isolasi bakteri jarang diperoleh tetapi

dijumpai limfositosis dan peningkatan protein sedangkan kadar

glukosa normal.

Page 33: Kasus 3

33

Tes serum aglutinasi beruna untuk brucella dengan dinding

lipopolisakarida licin (B. Melitensis, B. Abortus, B. Swiss),

tetapi tidak untuk strain B.Canis yang mempunyai dinding

lipopolisakarida. Pemeriksaan enzim imunoassay adalah yang

paling sensitif dari semua test khususnya test ELISA dapat

mendeteksi neurobrucellosis.

- Pemeriksaan radiologi

Photo thorax

f) Edukasi

- Memasak makan dan minuman dengan baik

- Mencegah pencemaran air oleh tinja

- Menja kebersihan makanan

Page 34: Kasus 3

34

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Mandal B, dkk. 2009. Penyakit Infeksi Edisi 6. Erlangga. Jakarta.

Michael, J. 2008. Dasar –dasar Mikrobiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.

Setiawa, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Soedarto. 2009. Penyakit menular di indonesia. Sagung seto. Jakarta.

Sunanto, inge. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi ke 4. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.