kandungan gizi bulu babi (echinoidea) (nutrient contains

8
OPEN ACCES Vol. 12 No. 2: 220-227 Oktober 2019 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.12.2. 220-227 Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) ( Nutrient Contains in Sea Urchin (Echinoidea) ) Anita Padang 1 , Nurlina 2 , Tahir Tuasikal 2 dan Rochman Subiyanto 3 1 STIKES Pasapua Ambon Jl. Suli Raya Waiyari Maluku Tengah, Ambon, Indonesia, Email : [email protected] 2 Universitas Darussalam Ambon Jl. Waehakila Puncak Wara Sirimau, Ambon, Indonesia, Email : - 3 Balai Perikanan Budidaya Laut, Jl. Leo Wattimena Waiheru, Ambon, Indonesia, Email : - Info Artikel: Diterima : 19 Agust. 2019 Disetujui : 21 Okt. 2019 Dipublikasi : 22 Okt. 2019 Artikel Penelitian Keyword: Echinoidea, Bulu babi, Gizi, Tanjung Metiell, Sea Urchin, Nutrient Korespondensi: Anita Padang Univ. 1STIKES Pasapua Ambon, Ambon, Indonesia Email: [email protected] Copyright© Oktober 2019 AGRIKAN Abstrak. Bulu babi (Echinoidea) merupakan kelompok hewan lunak bercangkang, tidak memiliki tulang belakang dan termasuk filum Echinodermata. Bagian tubuh bulu babi yang biasa dimanfaatkan untuk dimakan adalah gonad atau telurnya. Gonad bulu babi merupakan makanan laut yang bergizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi bulu babi di perairan Tanjung Metiella dan dilakukan pada bulan April 2016 dalam 2 tahap yaitu : 1) Koleksi sampel bulu babi di perairan Tanjung Metiella Desa Liang Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, 2) Uji kandungan gizi di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dengan mengacu pada SNI-01-2891-1992. Hasil penelitian diperoleh kandungan gizi bulu babi jenis Diadema setosum yaitu kadar air 77,56%, abu 2,54%, lemak 2,36%, protein 14,57% dan karbohidrat 3,17% sedangkan jenis Echinotrix calamaris yaitu kadar air 79,41%, abu 2,42%, lemak 2,68%, protein 14,07% dan karbohidrat 6,14%. Parameter lingkungan yang terukur selama penelitian yaitu suhu 28-30 C, salinitas 31-32‰, pH 6- 7, kecerahan 100% dan kedalaman perairan 1 m. Kandungan gizi bulu babi Diadema setosum dan Echinotrix calamaris dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan pengganti ikan dan parameter lingkungan mendukung pertumbuhan bulu babi. Abstract. Sea urchins (Echinoidea) are Echinoderms filum that is a group of a soft-shelled animals and lack of the backbone. The part of sea urchins that can be consumed is the gonad or the eggs. The gonads of sea urchins are a nutrient sea food. This research is aimed to investigate the nutrient which contains in sea urchins, especially in Tanjung Metiella coast. This research was hold in April 2016 in 2 steps they are: 1) Collecting the sea urchin samples in Tanjung Metiella coast, Liang Village, Salahutu District, Central Maluku Regency, Maluku Province, 2) Nutrient test which contains in the sea urchin we did the test in Laboratory of Research and Industry Standardization Bureau of Ambon includes waters, ashes, fats, proteins and carbohydrates content with reference to SNI-01-2891-1992. The results of the analysis obtained the nutrient content of the Diadema setosum sea urchins they are 77.56% of waters content, 2.54% of ashes, 2.36% of fats, 14.57% of proteins and 3.17% of carbohydrates while the Echinotrix calamaris sea urchins contains 79.41% of waters content, 2.42% of ashes, 2.68% of fats, 14.07% of proteins and 6.14% of carbohydrates. The environmental parameters which measured during the sample collecting process are the temperature 28-30 C, salinity 31- 32‰, pH 6-7, 100% of brightness and 1 m of coastal depth. The nutrient content of sea urchins Diadema setosum and Echinotrix calamaris can be used as a source of food instead of fish and environmental parameters support the growth of sea urchins. I. PENDAHULUAN Bulu babi merupakan kelompok hewan lunak bercangkang dan termasuk dalam filum Echinodermata serta tidak memiliki tulang belakang (Avertebrata) (Radjab dkk, 2010). Hewan yang memiliki nama internasional sea urchin atau edible sea urchin ini tidak mempunyai lengan. Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola dengan cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi duri-duri (Nontji, 2005). Suwignyo dkk (2005) mengemukakan bahwa secara morfologi, tubuh bulu babi berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan. Semua organ tubuhnya terdapat di dalam tempurung, yang terdiri dari 10 keping pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat keluarnya kaki tabung. Pada permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek yang membulat, tempat menempelnya duri. Kebanyakan bulu babi mempunyai dua duri, duri panjang atau utama dan duri pendek atau sekunder. Kerangka luarnya mengandung zat kapur dan mempunyai duri yang banyak. Duri-duri tersebut hampa dan mudah patah (retak) serta mempunyai lubang sendi yang cekung pada dasarnya. Biasanya ujung duri-duri itu bulat atau runcing dan mempunyai zat perangsang atau bisa. Bentuk duri dapat berubah-ubah sesuai dengan

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

OPEN ACCES

Vol. 12 No. 2: 220-227 Oktober 2019

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.12.2. 220-227

Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea)

(Nutrient Contains in Sea Urchin (Echinoidea))

Anita Padang1, Nurlina2, Tahir Tuasikal2 dan Rochman Subiyanto3

1STIKES Pasapua Ambon Jl. Suli Raya Waiyari Maluku Tengah, Ambon, Indonesia, Email : [email protected]

2Universitas Darussalam Ambon Jl. Waehakila Puncak Wara Sirimau, Ambon, Indonesia, Email : - 3Balai Perikanan Budidaya Laut, Jl. Leo Wattimena Waiheru, Ambon, Indonesia, Email : -

Info Artikel:

Diterima : 19 Agust. 2019

Disetujui : 21 Okt. 2019

Dipublikasi : 22 Okt. 2019

Artikel Penelitian

Keyword:

Echinoidea, Bulu babi, Gizi,

Tanjung Metiell, Sea Urchin,

Nutrient

Korespondensi:

Anita Padang

Univ. 1STIKES Pasapua

Ambon, Ambon, Indonesia

Email: [email protected]

Copyright© Oktober 2019

AGRIKAN

Abstrak. Bulu babi (Echinoidea) merupakan kelompok hewan lunak bercangkang, tidak memiliki tulang

belakang dan termasuk filum Echinodermata. Bagian tubuh bulu babi yang biasa dimanfaatkan untuk dimakan

adalah gonad atau telurnya. Gonad bulu babi merupakan makanan laut yang bergizi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kandungan gizi bulu babi di perairan Tanjung Metiella dan dilakukan pada bulan April

2016 dalam 2 tahap yaitu : 1) Koleksi sampel bulu babi di perairan Tanjung Metiella Desa Liang Kecamatan

Salahutu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, 2) Uji kandungan gizi di Laboratorium Balai Riset

dan Standarisasi Industri Ambon meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat dengan mengacu

pada SNI-01-2891-1992. Hasil penelitian diperoleh kandungan gizi bulu babi jenis Diadema setosum yaitu

kadar air 77,56%, abu 2,54%, lemak 2,36%, protein 14,57% dan karbohidrat 3,17% sedangkan jenis

Echinotrix calamaris yaitu kadar air 79,41%, abu 2,42%, lemak 2,68%, protein 14,07% dan karbohidrat

6,14%. Parameter lingkungan yang terukur selama penelitian yaitu suhu 28-30 C, salinitas 31-32‰, pH 6-

7, kecerahan 100% dan kedalaman perairan 1 m. Kandungan gizi bulu babi Diadema setosum dan Echinotrix

calamaris dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan pengganti ikan dan parameter lingkungan mendukung

pertumbuhan bulu babi.

Abstract. Sea urchins (Echinoidea) are Echinoderms filum that is a group of a soft-shelled animals and lack of

the backbone. The part of sea urchins that can be consumed is the gonad or the eggs. The gonads of sea urchins

are a nutrient sea food. This research is aimed to investigate the nutrient which contains in sea urchins,

especially in Tanjung Metiella coast. This research was hold in April 2016 in 2 steps they are: 1) Collecting the

sea urchin samples in Tanjung Metiella coast, Liang Village, Salahutu District, Central Maluku Regency,

Maluku Province, 2) Nutrient test which contains in the sea urchin we did the test in Laboratory of Research

and Industry Standardization Bureau of Ambon includes waters, ashes, fats, proteins and carbohydrates

content with reference to SNI-01-2891-1992. The results of the analysis obtained the nutrient content of the

Diadema setosum sea urchins they are 77.56% of waters content, 2.54% of ashes, 2.36% of fats, 14.57% of

proteins and 3.17% of carbohydrates while the Echinotrix calamaris sea urchins contains 79.41% of waters

content, 2.42% of ashes, 2.68% of fats, 14.07% of proteins and 6.14% of carbohydrates. The environmental

parameters which measured during the sample collecting process are the temperature 28-30 C, salinity 31-

32‰, pH 6-7, 100% of brightness and 1 m of coastal depth. The nutrient content of sea urchins Diadema

setosum and Echinotrix calamaris can be used as a source of food instead of fish and environmental parameters

support the growth of sea urchins.

I. PENDAHULUAN

Bulu babi merupakan kelompok hewan

lunak bercangkang dan termasuk dalam filum

Echinodermata serta tidak memiliki tulang

belakang (Avertebrata) (Radjab dkk, 2010). Hewan

yang memiliki nama internasional sea urchin atau

edible sea urchin ini tidak mempunyai lengan.

Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola

dengan cangkang yang keras berkapur dan

dipenuhi duri-duri (Nontji, 2005).

Suwignyo dkk (2005) mengemukakan

bahwa secara morfologi, tubuh bulu babi

berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak

bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang

dapat digerakkan. Semua organ tubuhnya terdapat

di dalam tempurung, yang terdiri dari 10 keping

pelat ganda, biasanya bersambung dengan erat,

yaitu pelat ambulakral yang berlubang-lubang

tempat keluarnya kaki tabung. Pada permukaan

tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek

yang membulat, tempat menempelnya duri.

Kebanyakan bulu babi mempunyai dua duri, duri

panjang atau utama dan duri pendek atau

sekunder.

Kerangka luarnya mengandung zat kapur

dan mempunyai duri yang banyak. Duri-duri

tersebut hampa dan mudah patah (retak) serta

mempunyai lubang sendi yang cekung pada

dasarnya. Biasanya ujung duri-duri itu bulat atau

runcing dan mempunyai zat perangsang atau bisa.

Bentuk duri dapat berubah-ubah sesuai dengan

Page 2: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

221

kondisi lingkungan hidupnya (Suwignyo dkk,

2005) .

Bulu babi banyak ditemukan di daerah

padang lamun dan terumbu karang, daerah yang

berpasir atau pasir berlumpur biasa juga

didapatkan di atas pecahan karang, serta

menyukai perairan yang jernih dan tenang (Aziz,

1994). Aziz dan Sugiarto (1994) menjelaskan bahwa

bulu babi menyukai substrat yang agak keras

terutama substrat di padang lamun campuran yang

terdiri dari pasir dan pecahan karang.

Bagian dari bulu babi yang biasa

dimanfaatkan untuk dimakan adalah gonad atau

telurnya, baik gonad jantan maupun gonad betina

(Aziz, 1993). Bulu babi beraturan mempunyai lima

gonad yang tergantung sepanjang bagian dalam

inter ambulakral pada daerah aboral (Hyman,

1955).

Gonad atau telur bulu babi dimanfaatkan

sebagai bahan makanan karena mempunyai nilai

gizi yang tinggi (Chasanah dan Andamari, 1998

dalam Radjab, 2001). Selanjutnya Hasan (2002)

megemukakan bahwa gonad bulu babi dapat

dimanfaatkan sebagai bahan makanan yaitu

berupa produk fermentasi penggaraman

(unishiokara).

LIPI (2003) dalam Toha (2006)

menyebutkan bahwa gonad bulu babi

mengandung 13 jenis asam amino, delapan di

antaranya asam amino esensial (lisin, metionin,

treonin, valin, arginin, histidin, triptofan dan

fenilalanin), sisanya adalah asam amino non

esensial (serin, sistein, aspartat, glutamat dan

glisin). Sedangkan Lee dan Hard (1982) dalam Aziz

(1995) mengemukakan bahwa gonad bulu babi

jenis Psammechinus mengandung sekitar 28

macam asam amino. Selain itu gonad bulu babi

juga kaya akan vitamin B kompleks, vitamin A

dan mineral (Kato dan Schoeroter, 1985 dalam

Aziz, 1995). Sebagai bahan pangan, gonad

memiliki kandungan gizi yang baik. Gonad

mengandung protein, lipid dan glikogen, juga

kalsium, fosfor, vitamin A, B, B2, B12, asam

nikotinik, asam pantotenik, asam folik dan karotin

(Kato dan Schroeter, 1985 dalam Toha, 2006).

Perairan Tanjung Metiella merupakan

perairan yang produktif serta memiliki banyak

sumberdaya hayati laut salah satunya bulu babi.

Sebagaimana yang ditemukan oleh Nurlina (2015)

ada 5 jenis bulu babi yaitu Diadema setosum,

Echinothrix calamaris, Tripneustes gratilla,

Echinometra mathaei, dan Clypeaster reticulatus.

Penelitian ini dilakukan pada musim timur

dimana hanya ditemukan 2 jenis bulu babi pada

lokasi penelitian yaitu Diadema setosum dan

Echinotrix calamaris.

Tujuan dari penelitian adalah untuk

mengetahui kandungan gizi bulu babi perairan

Pantai Tanjung Metiella desa Liang Kecamatan

Salahutu Kabupaten Maluku Tengah dan

diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan serta

menjadikan bulu babi sebagai bahan makanan

alternatif yang bergizi tinggi.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan April

2016 dalam 2 tahap yaitu 1). Koleksi sampel bulu

babi di perairan pantai Tanjung Metiella Desa

Liang Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku

Tengah Provinsi Maluku, 2). Uji kandungan gizi

bulu babi di Laboratorium Balai Riset dan

Standarisasi Industri Ambon.

Sampel bulu babi dikoleksi secara bebas di

perairan Pantai Tanjung Metiella Desa Liang

Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah

pada daerah yang tidak ada lamun dengan substrat

berbatu. Bulu babi yang ditemukan langsung

dimasukkan ke dalam kotak sampel kemudian

dibawa ke Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon

untuk diberikan oksigen guna menjaga kelulusan

hidup bulu babi sebelum dilakukan pembedahan

untuk pengambilan gonad.

Gambar 1. Lokasi Penelitian (Sumber : LIPI, 2015)

Gonad diambil dengan cara cangkang bulu

babi dibelah menjadi dua bagian dengan

menggunakan pisau, kemudian mengambil gonad

dengan menggunakan pinset. Selanjutnya gonad

dimasukan ke dalam wadah untuk dibawa ke

Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon

untuk dianalisa kandungan gizinya. Analisa

kandungan gizi meliputi kadar air, abu, lemak,

LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL

Page 3: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

222

Standar

Acuan

Air

(%)

Abu

(%)

Lemak

(%)

Protein

(%)

Karbohidrat

(%)

Diadema setosum 77, 56 2,54 2, 36 14, 57 3, 17

Echinotrix calamaris 79, 41 2,42 2, 68 14, 07 6, 14

Parameter

SNI-01-

2891-

1992

Jenis Bulu Babi

protein dan karbohidrat dengan mengacu pada

SNI-01-2891-1992.

Pengukuran parameter kualitas air meliputi

suhu, salinitas, pH, kedalaman, kecerahan dan

pengamatan substrat dilakukan bersamaan pada

saat pengambilan sampel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kandungan Gizi

Hasil analisa kandungan gizi bulu babi,

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Analisa Gizi Bulu Babi

(Sumber : Data Primer, 2016)

McAlister dan Moran (2012) menyatakan

bulu babi memiliki tiga komponen biokimia yang

penting yaitu protein, lemak dan karbohidrat.

Ketiga komponen ini merupakan penyedia energi

bagi bulu babi dan penyusun struktur elemen

dalam proses pembentukan dan perkembangan

telur.

Walker et al (2007) menyatakan gonad bulu

babi terdiri atas 2 bagian yakni sel-sel germinal

(sel-sel reproduksi) dan sel-sel nutrisi. Protein,

lemak dan karbohidrat (glikogen) merupakan

bagian dari sel-sel nutrisi gonad bulu babi. Dalam

proses pematangan gonad, protein, lemak dan

karbohidrat (glikogen) akan mengalami

penurunan sedangkan kadar air akan mengalami

peningkatan, karena ketiga zat gizi ini yang

dipakai selama proses pematangan gonad. Setelah

proses pematangan, maka gonad siap untuk

melakukan proses pemijahan. Gonad yang telah

matang atau dewasa akan ditandai dengan volume

gonad yang memenuhi bagian dalam cangkang

dan ukurannya yang berkisar antara 80-100 μm.222

a. Kadar Air222

Kadar air gonad bulu babi perairan pantai

Tanjung Meteilla yaitu Diadema setosum sebesar

77,56% dan Echinotrix calamaris 79,41%. Kadar air

kedua jenis bulu babi ini memiliki nilai yang

berbeda dengan hasil penelitian Afifudin dkk

(2014) yaitu kadar air gonad bulu babi Diadema

setosum 66,86% dan Echinotrix calamaris 76,27%.

Kadar air bulu babi Diadema setosum yang

ditemukan juga berbeda dengan yang ditemukan

oleh Hadinoto dkk (2016) di beberapa perairan

Maluku sebesar 71,95%-77,31% ; Tupan dan

Silaban (2017) di perairan Martafons (79,73%),

Sopapei (73,76%) dan Waai (84,13%) ; Zlatanos et

al, 2009 sebesar 64,9%,

Perbedaan kadar air tersebut dapat terjadi

karena beberapa faktor. Menurut Irianto dan

Soesilo (2007) komposisi kimia bulu babi

tergantung pada spesies, umur, jenis kelamin,

musim penangkapan, ketersediaan pakan di air,

habitat dan kondisi lingkungan.

Darsono (1986) menyatakan bahwa gonad

bulu babi berkualitas baik memiliki tekstur

kompak dan padat, namun pada saat telah

mencapai fase matang (dewasa) tekstur gonad

lebih lunak dan berlendir ini diduga disebabkan

karena tingginya kadar air pada gonad.

Tingginya kadar air gonad bulu babi juga

disebabkan habitat bulu babi yang seluruh fase

hidupnya berada dalam perairan. Kadar air bulu

babi sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan

gonad. Gonad dalam kondisi matang, kurang

disukai karena teksturnya lembek dan kandungan

airnya tinggi sedangkan gonad pada proses

pertumbuhan lanjut (recovery) lebih disukai

karena tekstur gonad pada saat itu padat dan

kompak. Fungsi air sangat khas yakni

mempengaruhi kenampakan tekstur dan cita rasa

pada bulu babi (Darsono, 1986).

b. Kadar Abu

Kadar abu gonad bulu babi Diadema

setosum sebesar 2,54% dan Echinotrix calamaris

sebesar 2,42%. Kadar abu bulu babi di Tanjung

Metiella lebih rendah jika dibandingkan dengan

yang ditemukan oleh Zlatanos et al (2009) yakni

Diadema setosum 2,72%, namun lebih besar dari

hasil penelitian Afifudin dkk (2014) yaitu Diadema

setosum 2,09% dan Echinotrix calamaris 1,74%.

Hasil penelitian lainnya tentang kadar abu

gonad Diadema setosum yang ditemukan juga

berbeda dengan yang ditemukan Hadinoto dkk

(2016) di perairan Maluku yaitu perairan Liang

(3,26%), Waai (2,06%) dan perairan Sila (2,74%) ;

Tupan dan Silaban (2017) di perairan Martafons

(0,20%) Sopapei (0,53%) dan Waai sebesar (2,12%) ;

Akerina dkk (2015) sebesar 2,72%.

Kadar abu dari masing-masing spesies

berbeda-beda, tergantung dari lokasi dan

ketersediaan mineral pada habitat bulu babi

tersebut. Walaupun diperlukan dalam jumlah

sedikit, mineral juga diperlukan untuk proses

metabolisme dan pertumbuhan (Hammer et al

2006). Kadar abu merupakan akumulasi dari

semua jenis mineral dan komponen anorganik

yang ada pada suatu bahan pangan, salah satunya

Page 4: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

223

adalah bulu babi yakni untuk fungsi fisiologis

(Irawan, 2007).

Menurut Purwaningsih (2012) adanya

perbedaan kadar abu pada setiap spesies diduga

karena setiap organisme mempunyai kemampuan

yang berbeda dalam mengabsorpsi logam,

sehingga logam yang berasal dari makanan dan

lingkungan akan terakumulasi di dalam tubuh

dalam kadar yang berbeda pula. Kondisi

lingkungan, misalnya kualitas air dan

ketersediaan makanan juga dapat berpengaruh

terhadap kandungan mineral pada organisme yang

hidup di dalamnya.

c. Kadar Lemak

Kadar lemak gonad bulu babi pada

penelitian ini yaitu Diadema setosum sebesar

2,36% dan Echinotrix calamaris sebesar 2,68%.

Kadar lemak yang ditemukan lebih rendah dari

Afifudin dkk (2014) yaitu kadar lemak bulu babi

Diadema setosum 6,89% dan Echinotrix calamaris

5,71%, dan Akerina dkk (2015) yaitu Diadema

setosum 19,73%.

Kadar lemak gonad Diadema setosum yang

ditemukan juga berbeda dengan yang ditemukan

oleh Hadinoto dkk (2016) di perairan Liang (0,89%),

Waai (0,98%) dan perairan Sila (2,28%); Tupan dan

Silaban (2017) di perairan Martafons (3,47%),

Sopapei (5,81%) dan Waai (0,85%).

Perbedaan kadar lemak pada gonad bulu

babi diduga karena fase gametogenesis pada

setiap spesies tidak sama, selain itu juga

dipengaruhi oleh pola makan dari organisme itu

sendiri. Purwaningsih (2012) menyatakan bahwa

perbedaan kadar lemak dapat dipengaruhi oleh

tingkat kematangan gonad dan umur suatu

spesies.

Faktor yang mempengaruhi kandungan

lemak dalam gonad bulu babi salah satunya

adalah makanan.McAlister dan Moran (2012)

menyatakan bahwa terdapat 2 jenis sumber bahan

makanan bulu babi yaitu non-planktonik yang

bukan berasal dari plankton tapi berasal dari

kuning telur induknya dan planktotrofik yang

berasal dari fitoplankton maupun zooplankton.

Faktor lain yang juga mempengaruhi

tingginya kadar lemak yaitu ukuran gonad, gonad

bulu babi yang berukuran besar secara

proporsional mengandung lemak yang lebih

banyak (Tupan dan Silaban, 2017). Kandungan

lemak yang tinggi cenderung menghasilkan

volume gonad yang besar, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk

proses perkembangannya (Byrne et al, 2008).

d. Kadar Protein

Kadar protein bulu babi yang ditemukan

yaitu Diadema setosum sebesar 14,57% dan

Echinotrix calamaris sebesar 14,07%. Kadar protein

Diadema setosum berbeda dengan yang ditemukan

oleh Hadinoto dkk (2016) di beberapa perairan

Maluku yaitu perairan Liang (12,43%), Waai

(13,37%) dan perairan Sila (14,78%); Tupan dan

Silaban (2017) di perairan Martafons (12,80%),

Sopapei (17,69%) dan Waai (5,40%) serta Afifudin

dkk (2014) yaitu Diadema setosum 12,60% dan

Echinotrix calamaris 11,40%.

Perbedaan kadar protein yang ditemukan

dengan hasil penelitian yang lain diduga karena

jenis bulu babi dan habitat yang berbeda. Menurut

Tupan dan Silaban (2017) perbedaan kadar protein

dikarenakan tingkat kematangan gonad, dimana

gonad yang berukuran besar dan berwana kuning

secara proporsional mengandung protein yang

lebih banyak. Sedangkan menurut Afifudin, dkk

(2014) faktor jenis, umur, ukuran, dan kondisi

lingkungan atau habitat juga berpengaruh

terhadap kandungan protein.

Bulu babi diketahui merupakan salah satu

produk perikanan yang memiliki kandungan

protein tinggi. Fungsi protein sangat khas yakni

membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan

tubuh makhluk hidup, fungsi ini tidak dapat

digantikan oleh zat gizi yang lain (Afifudin, 2014).

e. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat bulu babi di Tanjung

Metiella yaitu Diadema setosum sebesar 3,17% dan

Echinotrix calamaris sebesar 6,14%. Kadar

karbohidrat yang ditemukan berbeda dengan

Afifudin dkk (2014) yaitu Diadema setosum sebesar

11,58% dan Echinotrix calamaris sebesar 4,90%.

Sedangkan Tupan dan Silaban (2017)

mendapatakan kadar karbohidrat gonad bulu

Diadema setosum di perairan Martafons (3,80%),

Sopapei (2,11%) dan Waai (7,50%).

Karbohidrat merupakan salah satu

komponen biokimia yang penting bagi bulu babi

karena berfungsi sebagai penyedia energi dan

penyusun struktur elemen dalam proses

pembentukan dan perkembangan telur (Afifudin,

2014).

2. Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan Tanjung Metiella

yang terukur selama penelitian dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Page 5: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

224

Tabel 2. Parameter Lingkungan

No Parameter Perairan Kisaran

1 Suhu (C) 28-30

2 Salinitas (‰) 31-32

3 pH 6-7

4 Kecerahan (%) 100

5 Kedalaman (m) 1

(Sumber : Data Primer, 2016)

Gonad bulu babi berbeda kandungan gizi

antara suatu tempat dengan tempat lainnya, hal ini

disebabkan adanya perbedaan parameter

lingkungan, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Siikavuopio et al. (2006) dalam Nasrullah dkk

(2018) bahwa Indeks Kematangan Gonad (IKG)

bulu babi bervariasi dari suatu tempat ke tempat

lainnya oleh karena siklus reproduksi bulu babi

dipengaruhi oleh musim, suhu dan photoperiode

dan kondisi geografis.

a. Suhu

Suhu Tanjung Meteilla selama penelitian

berkisar antara 28-30C. Kodisi yang sama juga

ditemukan Lubis dkk (2016) di pulau Panjang

Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka

berkisar antara 28-31C; Suryanti dan Ruswahyuni

(2014) di Pancuran Belakang Karimunjawa Jepara

sebesar 27-31C; Tupan dan Silaban (2017)

disekitar Pulau Ambon sebesar 26-29C; Nasrullah

dkk (2018) di pantai Pantai Ahmad Rhangmayang

sebesar 26,5°C – 31°C; Noviana dkk (2019) di Pulau

Pasir Putih sebesar 30,46-30,9°C.

Suhu perairan Tanjung Meteilla masih

berada pada kisaran yang baik untuk kehidupan

bulu babi (Echinoidea). Sebagaimana pernyataan

Aziz (1994) bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh

organisme bulu babi berkisar antara 25-35C, dan

pada kisaran suhu 36-40C bulu babi akan

mengalami kematian massal, selanjutnya

Budiman dkk (2014) dalam Lubis dkk (2016)

menyatakan bahwa suhu 28-32C termasuk

kondisi baik bagi bulu babi.

Suhu perairan sangat mempengaruhi

pertumbuhan bulu babi (Mos et al, 2012). Suhu

perairan juga dapat mempengaruhi proses

metabolisme dan siklus reproduksi bulu babi

(Nasrullah dkk, 2018). Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Vaitilingon et al (2005) bahwa

keragaman atau variabilitas kematangan gonad

dan siklus reproduksi diakibatkan oleh faktor-

faktor lingkungan seperti temperatur, fotoperiode,

ketersediaan makanan dan hidrodinamis.

Kesemua faktor-faktor berpengaruh terhadap

silkus periode dan tergantung pada lokasi

geografis.

b. Salinitas

Salinitas terukur pada lokasi penelitian

yaitu 31-32‰, sedangkan yang ditemukan oleh

Lubis dkk (2016) di pulau Panjang Kabupaten

Bangka Tengah Provinsi Bangka berkisar antara

34-35‰; Suryanti dan Ruswahyuni (2014) di

Pancuran Belakang Karimunjawa Jepara sebesar

30-32‰; Tupan dan Silaban (2017) disekitar Pulau

Ambon sebesar 31-39 ‰; Nasrullah dkk (2018) di

pantai Pantai Ahmad Rhangmayang sebesar 28-

30‰; Noviana dkk (2019) di Pulau Pasir Putih

sebesar 31,58-32,25‰.

Salinitas Tanjung Meteilla selama penelitian

mendukung kehidupan bulu babi, sebagaimana

pernyataan Aziz (1987) bahwa kisaran salintas

yang dapat ditolerir oleh bulu babi adalah 30-34‰.

Selanjutnya Tana (1983) dalam Aslan dkk (1997)

mengemukakan bahwa bulu babi hidup pada

kisaran salinitas 32-35‰. Hutauruk (2009) dalam

Lubis dkk (2016) menyatakan nilai salinitas 34-35‰

masih tergolong normal untuk kehidupan bulu

babi. Menurut Zakaria (2013) dalam Lubis dkk

(2016) bahwa salinitas perairan sebesar

34-35‰ masih layak untuk kehidupan bulu babi

(Echinoidea). Salinitas merupakan salah satu

faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan larva bulu babi (Aziz, 1994).

c. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman yang ditemukan di

Tanjung Metiella sebesar 6-7. Sedangkan

penelitian Lubis dkk (2016) di pulau Panjang

Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka

sebesar 8,0; Suryanti dan Ruswahyuni (2014) di

Pancuran Belakang Karimunjawa Jepara sebesar

7-8; Tupan dan Silaban (2017) disekitar Pulau

Ambon sebesar 7; Nasrullah dkk (2018) di pantai

Pantai Ahmad Rhangmayang sebesar 7-7.3;

Noviana dkk (2019) di Pulau Pasir Putih sebesar

7,48-7,74.

Nilai pH yang ditemukan di Tanjung

Meteilla lebih rendah dari kisaran nilai yang

dapat ditoleransi oleh bulu babi. Hal yang sama

juga ditemukan oleh Afifa dkk (2017) di perairan

Pulau Menjangan Kecil Kepulauan Karimunjawa

Jepara yaitu sebesar 6 dan 8. pH yang baik bagi

bulu babi sebagaimana yang dikemukakan oleh

Aziz (1987), yaitu berkisar antara 7-9. Selanjutnya

Zakaria (2013) dalam Lubis dkk (2016) menyatakan

bahwa pH 7,0-8,5 merupakan taraf toleransi hidup

yang baik bagi bulu babi; Wibowo et. al. (1997)

Page 6: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

225

dalam Firmandana dkk (2014) menyatakan nilai pH

yang baik bagi bulu babi adalah 7-8.

d. Kedalaman

Pengambilan sampel bulu babi di Tanjung

Meteilla mulai dari daerah intertidal sampai

kedalaman 1 meter sedangkan Noviana dkk (2019)

di Pulau Pasir Putih berkiasr antara 42-75,5cm.

Menurut Aziz (1994) bulu babi dapat ditemui

mulai dari daerah pasang surut sampai kedalaman

10 m, sedangkan (Strorer dan Usinger, 1957 dalam

Manik, 1987) mengemukakan bahwa habitat bulu

babi adalah perairan dangkal mulai dari zona

intertidal sampai ke ujung paparan benua dengan

kedalaman rata-rata 200 meter, tetapi ada beberapa

yang hidup pada kedalaman 2000-8000 meter.

e. Kecerahan

Kecerahan pada lokasi penelitian

didapatkan sebesar 100% hingga ke dasar perairan.

Kecerahan sangat berhubungan dengan penetrasi

cahaya, kecerahan yang tinggi membuat penetrasi

cahaya juga menjadi tinggi Suryanti dan

Ruswahyuni (2014).

Kecerahan perairan dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain kedalaman, cuaca serta

zat-zat yang terlarut yang berada di perairan

tersebut. Aziz (1995) mengemukakan bahwa

kecerahan sangat berpengaruh terhadap

kehidupan bulu babi, karena sinar matahari

dibutuhkan untuk proses pertumbuhannya.

Selanjutnya De Ridder dkk. (1989) dalam Lubis

dkk (2016) menyatakan bahwa kecerahan perairan

antara 0-20 m, merupakan kondisi yang baik bagi

bulu babi, sedangkan Budiman dkk (2014) dalam

Lubis dkk (2016) menyatakan kecerahan 3-5 m

sudah termasuk kondisi yang mendukung

pertumbuhan bulu babi.

f. Kondisi Substrat

Tipe substrat pada lokasi penelitian adalah

substrat berbatu (tidak ada lamun) pecahan karang

mati yang ditumbuhi alga. Hal yang sama juga

ditemukan Yudasmara (2013) yaitu tipe substrat

yang dihuni oleh sebagian besar bulu babi di

perairan Pulau Menjangan Kawasan Taman

Nasional Bali Barat adalah karang dan terdapat

alga, sedangkan tipe substrat pasir hanya sebagian

kecil bulu babi yang ditemukan. Juga penelitian

Huda dkk (2017) di pantai Jeding Taman Nasional

Baluran bahwa sebagian besar Echinoidea

ditemukan pada daerah yang memiliki substrat

batu dan batu karang.

Hal ini sesuai dengan pendapat Barnes

(1987) yang mengemukakan bahwa beberapa jenis

bulu babi cenderung mencari karang di daerah

yang dalam atau bahan-bahan lain untuk digali.

Sidik (2001) dalam Huda dkk (2017) menyatakan

bahwa sebagian besar Echinoidea hidup di daerah

dengan substrat berbatu, terumbu karang dan

sebagian kecil pada daerah perairan dengan

substrat dasar berupa pasir dan lumpur.

Selanjutnya Suryanti dan Ruswahyuni

(2014) dalam Lubis dkk (2016) menyatakan bahwa

bulu babi (Echinoidea) secara umum ditemukan

pada habitat rataan terumbu karang, pasir berbatu,

batu berpasir dan daerah lamun, sedangkan

Budiman dkk (2014) dalam Lubis dkk (2016)

menyatakan bahwa pada daerah terumbu karang

memiliki kepadatan bulu babi yang tinggi.

IV. PENUTUP

Hasil analias kandungan gizi bulu babi

Diadema setosum dan Echinotrix calamaris

Tanjung Metiella, dapat dimanfaatkan sebagai

sumber makanan pengganti ikan dan parameter

lingkungan mendukung pertumbuhan bulu babi.

Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap

bulu babi jenis Tripneustes gratilla dan

Echinometra mathaei pada musim barat agar dapat

dijadikan data pembanding dan penelitian tentang

reproduksi dan dinamika populasi bulu babi di

Tanjung Metiella.

DAFTAR PUSTAKA

Afifa, F.H., Supriharyono dan Purnomo, P.W. 2017. Penyebaran Bulu Babi (Sea Urchins) di Perairan Pulau

Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa Jepara. Journal of Maquares Volume 6, Nomor 3,

Tahun 2017, Halaman 230-238.

Afifudin. I.K. 2014. Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad Bulu Babi. Skripsi Departemen

Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Afifudin I.K, Suseno S.H, dan Jacoeb A.M. 2014. Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad Bulu Babi.

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17 (1): 60-70.

Akerina F.O, Nurhayati T, Suwandy R. 2015.

Page 7: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

226

Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri dari Bulu Babi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan

Indonesia 18 (1):61-73

Aslan, Derlen, Fatmawati. 1997. Komparative Morfhological AndEcological Studies Of Sympatric Sea

Urchin Genus Echinometra in Okinawa Coral Reefs. Tesis Doktor. Tohoku University. Japan.

Aziz, A., 1987. Makanan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi. Oceana Majalah Ilmiah Semi

Populer.Vol.XII, No. 4.

Aziz, A., 1993. Beberapa Catatan Tentang Perikanan Bulu Babi. Oseana, Volume XVIII, Nomor 2: 65-75

Aziz, A., 1994. Tingkah Laku Bulu Babi Di Padang Lamun Oseana XIX No. 4: 35-43

Aziz, A. dan H. Sugiarto. 1994. Fauna Ekhinodermata Padang Lamun di Pantai Lombok Selatan. Dalam :

W. Kiswara, M.K. Moosa dan M. Hutomo (eds.), Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun di

Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta:

52 – 63.

Aziz, A., 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Meliang. Oseana Vol. XX No. 3,1995. Balai Penelitian

Dan pengembangan Bologi, LIPI. Jakarta. Hal 11-19.

Barnes, R. D., 1987. (5 th Edt). Invertebrata Zoology. W. B. Sauders Philadelphia. 632 p.

Byrne M., Sewell, M.A., Prowse, T.A.A. 2008. Nutritional Ecology of Sea Urchin Larvae: Influence of

Endogenous and Exogenous Nutrition on Echinopluteal Growth and Phenotypic Plasticity in

Tripneustes gratilla. Functional Ecology 22(4):643–648.

Darsono P. 1986. Gonad Bulu Babi. Oseana. 11(4): 151-162.

Firmandana,T.C., Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) Pada Ekosistem

Karang dan Lamun di Perairan Pantai Sundak, Yogyakarta. Diponegoro Journal Of Maquares

Management Of Aquatic Resources Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 41-50

Hadinoto,S., Ignacius, D., Sukaryono dan Yessy. S. 2016. Kandungan Gizi Bulu Babi (Diadema setosum)

dan Potensi Cangkangnya Sebagai Antibakteri . Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah

Tahun 2016 Jilid 1: 260-265. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,

Universitas Lambung Mangkurat

Hammer, H., Hammer B., Watts S, Lawrence A, Lawrence J. 2006. The effect of Dietary Protein and

Carbohydrate Concentration on the Biochemical Composition and Gametogenic Condition of

the Sea Urchin Lytechinus variegatus. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology

334(1):109-121. doi:10.1016/j. jembe.2006.01.015.

Hasan F. 2002. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Mutu Produk Fermentasi Gonad Bulu Babi Jenis

Tripneustes gratilla (L) [skripsi].Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan.

Huda, M.A.I., Sudarmadji dan Susantin, F. 2017. Keanekaragaman Jenis Echinoidea di Zona Intertidal

Pantai Jeding Taman Nasional Baluran. Jurnal Berkala SAINSTEK 2017, V (2): 61-65

Hyman, L. H. 1955. The Invertebrates : Echinodermata the Coelamata Bilateria. Vol. IV. Mc Graw – Hill

Book Company. New York. 763 hal.

Irawan, M.A. 2007. Nutrisi, Energi dan Perfoma Olahraga. Sports Science Brief 1(4):1–12.

Irianto, H.E dan Soesilo I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Seminar Nasional

Hari Pangan Sedunia; 2007, Nov 21; Cimanggu, Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan

Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 1-20.

LIPI. 2015. Lokasi Penelitian. UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon. Pusat Penelitian Oseanografi.

LIPI.

Lubis,S.A., Arief, A. P Dan Rofiza, Y. 2016. Spesies Bulu Babi (Echinoidea) Di Perairan Pulau Panjang

Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka Belitung

Manik,N. 1983. Sekilas Mengenai Landak Laut. Oseana, Volume 20 (3). 37 – 46.

Manik,N. 1987. Sekelumit Tentang Landak Laut (Bulu Babi). Lonawarta. Tahun XI. No 31. Lembaga

Oseanologi Nasional – LIPI. Stasion Penelitian Ambon. Hal 31-41.

McAlister, J.S and Moran, A.L. 2012. Relationships among Egg Size, Composition, and Energy: a

comparative study of geminate sea urchins. Journal of

Mos, B., Cowden, K.L., dan Dworjanyn, S.A. 2012. Potential for the commercial culture of the tropical sea

urchin Tripneustes gratilla in Australia. RIRDC

publication No. 12/052 RIRDC project No. PRJ-006543.Pone 7(7):1-9.

Mukayat.D., 1990. Zoology Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. 349 Hal.

Page 8: Kandungan Gizi Bulu Babi (Echinoidea) (Nutrient Contains

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)

227

Nasrullah, R., Widya, S., Siska, M. 2018. Tingkat Kematangan Gonad Bulu Babi (Tripneustes gratilla) di

Pantai Ahmad Rhangmayang Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 3, Nomor 1: 23-32 Februari 2018 ISSN.

2527-6395

Nontji, A. 1978. Variasi Musiman Beberapa Faktor Ekologi di Perairan Teluk Jakarta. Oseanologi di

Indonesia. 11: 27-36.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta :Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal. 201 - 209.

Noviana, N.P.E., Pande, G. S. J., Dewa. A.A. 2019. Distribusi dan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) Di

Perairan Pulau Pasir Putih, Desa Sumberkima, Buleleng, Bali. Current Trends in Aquatic

Science II (1), 22-29

Nurlina. 2015. Inventarisasi Jenis-Jenis Bulu Babi di Perairan Tanjung Metiella. Laporan Praktek Kerja

Lapangan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Darussalam Ambon.

Purwaningsih S. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komposisi Kimia Keong Mata Merah (Cerithidea

obtusa). Jurnal Ilmu Kelautan 17(1): 39–38.

Radjab, A.W. 2001. Reproduksi dan Siklus Bulu Babi (Echinoidea) Oseana, Volume XXVI, Nomor 3, 2001

: 25 -36

Radjab, A.W., Khouw, A.S., Mosse, J.W., Uneputty, P.A. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Terhadap

Pertumbuhan dan Reproduksi Bulu Babi (Tripneustes gratilla L) di Laboratorium.

Sumitro, S. B., U. Wijarni, A. Pramana, A. Soewondo, dan S. Samino. 1992. Inventarisasi Jenis, Habitat

dan Tingkah Laku Hewan Bulu Babi (Sea Urchin) di Jawa Timur serta Usaha Pemijahan dan

Pengembangan Teknik Kultur Embrio. Jurnal Universitas Brawijaya Volume 4 No. 2 Agustus

1992.

Suryanti dan Ruswahyuni. 2014. Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) Pada Ekosistem Karang

dan Lamun di Pancuran Belakang, Karimunjawa Jepara Jurnal Saintek Perikanan Vol. 10 No.1 :

62-67, Agustus 2014.

Suwignyo S., Bambang, W., Yusli, W dan Majariana, K. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya

Jakarta

Toha, A.H.A. 2006. Manfaat Bulu Babi (Echinoidea), Dari Sumber Pangan Sampai Organisme

Hias(Function Of Sea Urchin (Echinoidea), from Food to Decoration Animal). Jurnal Ilmu-Ilmu

Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2006, Jilid 13, Nomor 1: 77-82

Tupan,J dan Silaban,B. 2017. Karakteristik Fisik-Kimia Bulu Babi Diadema setosum

Dari Beberapa Perairan Pulau Ambon Jurnal Triton Volume 13, Nomor 2, Oktober 2017, Hal. 71 – 78

Vaitilingon, D. R. Rasolofonirina and M. Jangoux. 2005. Reproductive Cycle of Edible Echinoderms from

the Southwestern Indian Ocean. Western Indian Ocean J. Mar. Sci. 4(1): 47-60

Walker CW, Unuma T, Lessera MP. 2007. Edible sea urchin: Biology and ecology. Florida, USA: Elsevier

Yudasmara,G.A.2013. Keanekaragaman Dan Dominansi Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) Di Perairan

Pulau Menjangan Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol 2, No 2

Oktober 2013 Hal 213-220

Zlatanos S, Laskaridis K, Sagredos A. 2009. Determination of proximate Composition, Fatty Acid Content

and Amino Acid Profile of Five Lesser-Common Sea Organisms From the Mediterranean Sea.

International Journal of Food Science and Technology 44(8):1590-1594.doi:10.1111/j.1365-

2621.2008.01870 .