isbn : 979-498-467-1 kimia organik, bahan alam, dan...

15
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia 499 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 KAJIAN PARAMETER DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG UDANG BERDASARKAN KARAKTER SPEKTRA INFRA MERAH (IR). Purnawan, C. 1 , Aprilita, N. H. 2 , Kartini, I. 2 , &Sugiharto, E. 2 1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Study of chitin deacetilation parameters from shrimp’s shell based on infra red (IR) spectra has been conducted. This research investigated the effect of NaOH concentration, temperature, time and deacetylation on the degree of deacetylation (DD) and relationship between the degree of deacetylation (DD) and change of infra red spectra of chitin-chitosan. The results showed that the greater NaOH concentration, temperature, time, and re-deacetylation, the greater the degree of deacetylation of the chitosan. Deacetylation process optimal condition of this research was 60% NaOH, 120 ºC, re-deacetylated 3 times with total time of 3 hours. Chitins with DD<50% showed the identical pattern of IR spectra. If chitosan degree of deacetylation between 50-65%, the IR spectra of chitosans were significantly difference whith chitin’s spectra. Infra red (IR) spectra of chitosans with DD 50-65%, peaks at around 3450 cm -1 assigned to –OH stretching became broader. Intensity of peaks at around 3271,0 & 3109,0 cm -1 became lower and then disappeared. Moreover, chitosans with DD>65% showed that peaks at around 3450 cm -1 bacame narrow and moved to higher frequance by increasing degree of deacetylation. Intensity of peaks at around 1596,9 cm -1 (-NH 2 ) significantly increase, while intensity of peaks at around 1658,7 cm -1 (Amide I) decrease and then disappeared by increasing degree of deacetylation. Keywords : deacetylation of chitin, IR spectra, DD of chitin-chitosan PENDAHULUAN Kitin dan kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik, nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat biokompatibel. Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, pengawet, antijamur, kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker, dan antibakteri. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik

Upload: volien

Post on 23-Mar-2018

213 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

499 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

KAJIAN PARAMETER DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG UDANG BERDASARKAN KARAKTER

SPEKTRA INFRA MERAH (IR).

Purnawan, C.1, Aprilita, N. H. 2, Kartini, I. 2, &Sugiharto, E.2

1Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2Jurusan Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Study of chitin deacetilation parameters from shrimp’s shell based on infra red (IR) spectra has been conducted. This research investigated the effect of NaOH concentration, temperature, time and deacetylation on the degree of deacetylation (DD) and relationship between the degree of deacetylation (DD) and change of infra red spectra of chitin-chitosan. The results showed that the greater NaOH concentration, temperature, time, and re-deacetylation, the greater the degree of deacetylation of the chitosan. Deacetylation process optimal condition of this research was 60% NaOH, 120 ºC, re-deacetylated 3 times with total time of 3 hours. Chitins with DD<50% showed the identical pattern of IR spectra. If chitosan degree of deacetylation between 50-65%, the IR spectra of chitosans were significantly difference whith chitin’s spectra. Infra red (IR) spectra of chitosans with DD 50-65%, peaks at around 3450 cm-1 assigned to –OH stretching became broader. Intensity of peaks at around 3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover, chitosans with DD>65% showed that peaks at around 3450 cm-1 bacame narrow and moved to higher frequance by increasing degree of deacetylation. Intensity of peaks at around 1596,9 cm-1(-NH2) significantly increase, while intensity of peaks at around 1658,7 cm-1 (Amide I) decrease and then disappeared by increasing degree of deacetylation. Keywords : deacetylation of chitin, IR spectra, DD of chitin-chitosan

PENDAHULUAN Kitin dan kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik,

nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat biokompatibel.

Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari

misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, pengawet,

antijamur, kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker, dan antibakteri.

Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik

Page 2: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

500 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

polimer yang bermuatan negatif (Lee et al., 1999; Liu et al., 2006;

Prashanth and Tharanathan, 2007; Ramachandran et al., 2003; Stephen,

1995). Sumber kitosan sangat melimpah di alam terutama dari hewan

golongan crustaceans seperti udang dan kepiting.

Indonesia merupakan negara bahari yang sangat melimpah akan

sumber-sumber kitosan seperti udang. Udang cukup banyak dikonsumsi

masyarakat dan dipakai untuk berbagai komoditi pangan olahan seperti

kerupuk, terasi, petis, pakan ikan serta untuk komoditas ekspor sehingga

banyak menghasikan limbah kulit udang dalam jumlah yang sangat

banyak dan kurang termanfaatkan dengan baik. Melimpahnya sumber

kitosan ini dapat dijadikan alternatif untuk bahan dasar produksi bahan

antibakteri yang ramah lingkungan dan tidak toksik sehingga pada

akhirnya dapat memenuhi kebutuhan tekstil antibakteri di dalam negeri

tanpa impor dan mencemari lingkungan.

Kitin diperoleh melalui beberapa tahapan proses yaitu deproteinasi,

demineralisasi, dan depigmentasi dari cangkang udang. Deasetilasi kitin

melalui proses hidrolisis basa menggunakan basa kuat dan pekat akan

menghasilkan kitosan. Salah satu parameter penting yang sangat

mempengaruhi performance sifat-sifat kitosan adalah derajat deasetilasi

(DD). Besarnya DD ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses selama

pembentukan kitosan (Cervera et.al, 2004; Chebotok et al., 2006;

Gildberg et.al, 2001; Liu et al., 2006; No et.al, 2003; Rege et al., 1999;

Shepherd et.al, 1997; Stephen, 1995; Tolaimate et al., 2003;

Tretenichenko et.al, 2006). Metode yang cukup cepat, baik dan banyak

digunakan untuk menentukan DD kitosan adalah metode pellet KBr

menggunakan spektrometer FTIR yang diusulkan oleh Domzy dan Robert

(base line a) serta yang diusulkan oleh Baxter (base line b) (Brugnerotto

et al., 2001; Khan et al., 2002; Ming et al., 2001). Selama proses

deasetilasi kitin, dimungkinkan terjadinya perubahan karakter spektra IR

dan DD kitin-kitosan. Oleh karena itu, perlu adanya kajian perubahan

karakter spektra IR dan DD kitin-kitosan yang dipengaruhi oleh faktor-

faktor di atas sehingga diperoleh kondisi optimum proses deasetilasi kitin

dengan mempelajari perubahan karakter spektra IR kitin-kitosan tersebut.

Page 3: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

501 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

cangkang udang putih (Litophenaeus vannamei) dari Lampung, akuades,

natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), natrium hipoklorit

(NaOCl), kertas saring.

Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut: ayakan 100 mesh (spesifikasi ASTM 11),

penggerus porselin, cawan porselin, termometer, seperangkat alat refluk,

seperangkat penyaring Buchner, pengaduk magnet dan hotplate, pH

indikator, alat – alat gelas, desikator, neraca analitik elektrik (Mettler AE

200), oven (Spectra Digitheit), furnace (Fisher Isotem Muffle Furnace),

spektrometer infra merah (FTIR, Shimadzu 8201 PC).

Prosedur Penelitian. Serbuk cangkang udang yang lolos ayakan 100

mesh (150 µm) dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 60 ºC.

Serbuk cangkang udang sebanyak 25 g dideproteinasi menggunakan 250

mL larutan NaOH 4% (b/v) pada suhu 80 ºC selama 1 jam. Serbuk

cangkang udang hasil deproteinasi sebanyak 10 g didemineralisasi

menggunakan 150 mL larutan HCl 1 M pada suhu kamar selama 3 jam.

Sebanyak 10 g serbuk cangkang udang hasil demineralisasi

didepigmentasi menggunakan 100 mL larutan NaOCl 4% (v/v) selama 1

jam pada suhu kamar. Padatan yang dihasilkan dari setiap proses harus

dicuci sampai netral dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 60 ºC

sampai kering. Serbuk yang peroleh kemudian disebut kitin. Kitin 10 g

dan 150 mL larutan NaOH dengan variasi konsentrasi 20, 30, 40, 50,

60% (b/v) dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 mL dan dipanaskan

pada suhu 80, 100, 120, 140 ºC selama selama 1, 2, 3, 4, 5 jam. Serbuk

yang diperoleh dicuci dengan akuades sampai netral dan dikeringkan

pada suhu 60 ºC sampai kering (± 8 jam). Proses re-deasetilasi dilakukan

2 dan 3 kali menggunakan kondisi optimum (Cervera et al., 2004;

Gildberg et al., 2001; No et al., 2003; Rege et al., 1999; Shepherd et al.,

1997; Tolaimate et al., 2003; Tretenichenko et al., 2006). Kitin dan

kitosan hasil deasetilasi dianalisis menggunakan spektrometer infra

merah (FTIR).

Page 4: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

502 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses deasetilasi terjadi pemutusan ikatan antara karbon

dengan nitrogen pada gugus asetil kitin tersubstitusi menjadi gugus

amina. Reaksi hidrolisis kitin dengan basa kuat yang terjadi diperkirakan

mengikuti reaksi sebagaimana yang disajikan Gambar 1. Deasetilasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi basa kuat, suhu,

waktu, dan jumlah pengulangan deasetilasi. Salah satu parameter utama

sifat kitosan adalah derajat deasetilasi (DD) yang menyatakan ukuran

kuantitatif gugus asetil yang lepas dari molekul kitosan yang ditentukan

berdasarkan karakter spektra IR kitin-kitosan.

HN C CH3

O

+ OHHN C CH3

O

OH

NHNH2 + H3C C

O

O

=

OH

H

H

H

OH

CH2OH

H O

Kitin

Kitosan

H3C C

O

OH+

Gambar 1. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat

(Champagne, 2002)

Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan

disajikan Tabel 1 (Brugnerotto et al., 2001; Gyliene et al., 2003; Khan et

al., 2002; Liu et al., 2006; Ming et al., 2001; Tretenichenko et al., 2006).

Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan Bil. Gelombang (cm-1) sekitar Gugus fungsi kitin dan kitosan

3448,5 O-H stretching dan N-H (-NH2) Amina

3271,0 & 3109,0 N-H (NHCOCH3) Amida II

2931,6 & 2885,3 (doublet) C-H stretching(C-H ring,-CH3 dan –CH2-)

1658,7 & 1630 (doublet-singlet) C=O stretching (NHCOCH3) Amida I

1596 N-H bending (-NH2)

1419 & 1377 C-H bending(C-Hring;–CH2-;-CH3)dan C-C

1558,4 & 1311,5 N-H&C-N (NHCOCH3) Amida II&III

1157,2 Bridge-O-stretching (C-O-C)

1072,3 & 1026,1 C-O asym& C-O symstretching

894,9 Ring stretching (C-H siklo atau ring)

Page 5: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

503Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

Pengaruh konsentrasi. Semakin besar konsentrasi, suatu reaksi akan

berlangsung semakin cepat. Pengaruh konsentrasi natrium hidroksida

(NaOH) dikaji dengan melihat perubahan spektra IR dan DD kitosan.

Spektra IR kitin dan kitosan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 2.

Hubungan konsentrasi NaOH (% b/v) terhadap DD kitosan disajikan oleh

Gambar 3.

Gambar 2. Spektra IR kitin dan kitosan pada variasi konsentrasi

NaOH ( T = 80 ºC, t = 1 jam)

Gambar 3. Hubungan konsentrasi NaOH terhadap DD kitosan

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

0 10 20 30 40 50 60 70

Konsentrasi NaOH (% )

Der

aja

t Dease

tilasi

(%)

base line a base line b

Kitin

20%

30%

40% 50%

60%

% T

Page 6: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

504 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

Berdasarkan Gambar 2, intensitas serapan sekitar 3271,0 & 3109,0

cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3, Amida II); 2931,6 &

2885,3 cm-1 yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 & 1630

cm-1 (doublet-singlet) yang menunjukkan gugus C=O stretching

(NHCOCH3, Amida I); 1558,4 & 1311,5 cm-1 yang menunjukkan gugus

N-H & C-N (NHCOCH3, Amida II & III) dan serapan 1419 & 1377 cm-1

yang menunjukkan gugus C-H bending dan C–C semakin rendah dengan

meningkatnya DD kitosan. Pergeseran ke arah bilangan gelombang yang

lebih kecil terjadi pada serapan sekitar 1658,7 cm-1. Hal ini disebabkan

semakin tinggi DD kitosan, semakin banyak gugus asetil yang hilang

tersubstitusi membentuk gugus amina sehingga energi vibrasi yang

dibutuhkan semakin kecil dan menyebabkan bilangan gelombang

semakin kecil. Serapan sekitar 3448,5 cm-1 terjadi tumpang tindih dengan

serapan -NH2 dan –OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada

serapan gugus hidroksida karena ikatannya lebih lemah. Selain karena

adanya ikatan hidrogen dengan molekul air, adanya tumpang tindih

serapan gugus –OH dan –NH2 tersebut menyebabkan puncak serapan

sekitar 3448,5 cm-1 lebih lebar dan bergeser ke arah bilangan gelombang

lebih kecil.

Spektra kitin (DD<50%, konsentrasi NaOH 20 – 50%) memiliki

spektra yang relatif sama. Spektra kitosan dengan DD di atas 50%

(konsentrasi NaOH 60%) sangat berbeda dengan spektra kitin. Pada

spektra IR kitosan dengan DD di atas 50%, intensitas puncak serapan

sekitar 3271,0 & 3109,0 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (Amida II)

semakin rendah dan hilang. Hal ini diperkirakan karena adanya tumpang

tindih serapan dan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm-1. Jika

gugus asetil yang tersubstitusi menjadi gugus amina (–NH2) semakin

banyak maka kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dengan

molekul air semakin besar sehingga pelebaran puncak serapan sekitar

3448,5 cm-1 semakin besar dan menyebabkan puncak serapan sekitar

3271,0 & 3109,0 cm-1 tidak kelihatan.

Puncak serapan sekitar 1658,7 & 1630 cm-1 yang semula doublet

menjadi puncak singlet dengan hilangnya puncak kecil (shoulder) pada

serapan 1630 cm-1. Puncak doublet menunjukkan adanya 2 tipe ikatan

hidrogen (intramolekuler dan intermolekuler) yang dibentuk C=O gugus

Page 7: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

505 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

amida dalam susunan antiparalel (kitin α) dan menyebabkan C=O

memiliki 2 frekuensi vibrasi (bilangan gelombang) yang berbeda. Puncak

singlet menunjukkan adanya satu tipe ikatan hidrogen dan atau kitin

tersusun dalam bentuk paralel (kitin β). Ikatan hidrogen (intramolekuler

dan intermolekuler) kitin α lebih kuat daripada kitin β sehingga kitin β

lebih mudah terhidrat (Brugnerotto et al., 2001). Perubahan puncak dari

doublet menjadi singlet disebabkan hilangnya salah satu tipe ikatan

hidrogen. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah banyaknya gugus

asetil yang hilang tersubstitusi menjadi amina menyebabkan keteraturan

unit polimer maupun antar unit polimer menurun sehingga salah satu tipe

ikatan hidrogen lemah dan hilang. Kemungkinan lainnya adalah kondisi

percobaan menyebabkan perubahan dominasi susunan kristal dari

antiparalel (α) menjadi paralel (β).

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH

meyebabkan DD kitosan semakin tinggi menunjukkan gugus asetil yang

lepas dari struktur polimer kitin semakin banyak. Berdasarkan perubahan

spektra IR dan DD kitosan di atas, konsentrasi NaOH yang dianggap

optimum adalah 60%. Hal ini karena pada konsentrasi tersebut

memberikan nilai DD tinggi dan perubahan bentuk spektra IR yang

signifikan.

Pengaruh Suhu. Dalam suatu reaksi, frekuensi tumbukan meningkat

dengan meningkatnya suhu sehingga diharapkan suhu dapat mempercepat

suatu reaksi kimia (Petrucci, 1985). Demikian pula dalam reaksi

deasetilasi kitin, semakin tinggi suhu proses deasetilasi, kemungkinan

gugus asetil yang akan tersubstitusi menjadi gugus amina semakin besar

juga. Hubungan antara suhu dan DD kitosan seperti yang terlihat pada

Gambar 4 dan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu semakin tinggi

DD kitosan. Hal tersebut sejalan dengan perubahan spektra IR kitosan

yang diakibatkan oleh variasi suhu sebagaimana tersaji pada Gambar 5.

Berdasarkan Gambar 5,perubahan yang cukup signifikan terjadi

pada puncak serapan sekitar 1654,8 dan 1562,2 cm-1. Intensitas puncak

serapan 1654,8 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O stretching

(NHCOCH3, Amida I) semakin rendah dengan semakin tingginya DD

kitosan. Selain itu, semakin banyak gugus asetil yang lepas menyebabkan

Page 8: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

506 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

terjadinya pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih kecil pada

serapan 1654,8 cm-1 menuju ke arah serapan 1596,9 cm-1 (-NH2, Amina).

Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih besar dari kekuatan ikatan

N-H dari gugus amina sehingga energi vibrasi yang dibutuhkan dan

bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil lebih

besar daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan

oleh adanya gugus amina (hukum Hooke). Oleh karena itu, semakin

banyak gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka serapan

sekitar 1658,7cm-1 akan bergeser ke arah serapan yang lebih kecil yaitu

ke arah sekitar 1596 cm-1. Serapan 1562,2 cm-1 yang menunjukkan gugus

N-H (NHCOCH3, Amida II) bergeser ke bilangan gelombang yang lebih

besar yaitu ke arah 1596,9 cm-1. Hal ini disebabkan karena kekuatan

ikatan N-H dalam amina (-NH2) lebih kuat daripada kekuatan ikatan N-H

dalam amida (NHCOCH3). Dalam gugus amida, struktur molekul lebih

ruah dan menyebabkan halangan sterik lebih besar. Efek sterik ini dapat

dikurangi jika jarak ikatan diperpanjang sehingga panjang ikatan N-H

amida lebih panjang daripada N-H amina dan menyebabkan energi

vibrasi (bilangan gelombang ) yang dibutuhkan lebih kecil daripada

energi vibrasi (bilangan gelombang ) N-H amina. Puncak serapan sekitar

1562,2 cm-1 akan hilang dan tergantikan dengan munculnya puncak baru

pada daerah serapan 1596,9 cm-1 seiring dengan meningkatnya DD

kitosan. Semakin tinggi DD kitosan, semakin banyak gugus N-H (Amida

II) tergantikan menjadi gugus N-H (-NH2).

Gambar 4. Hubungan suhu terhadap DD kitosan

50,00

55,00

60,00

65,00

70,00

75,00

70 80 90 100 110 120 130 140

Temperatur ( C)

Dera

jat D

ease

tilasi

(%) baseline a baseline b

Page 9: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

507 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

Gambar 5. Spektra IR kitosan pada variasi suhu (1 jam, NaOH 60%)

Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa kitosan dengan DD

antara 50-65% (T = 80 – 120 ºC) menunjukkan adanya pelebaran puncak

pada daerah serapan sekitar 3425,3 cm-1. Perubahan spektra IR yang

cukup signifikan terjadi dari suhu 80 ºC ke 120 ºC dengan munculnya

puncak serapan sekitar 1596,9 cm-1 dan hilangnya puncak serapan sekitar

1562,2 cm-1 sedangkan dari 120 ºC ke 134 ºC tidak terjadi perubahan

spektra IR yang signifikan. Oleh karena itu, suhu yang dianggap optimum

adalah 120 ºC.

Pengaruh Waktu. Semakin lama waktu suatu reaksi, intensitas

tumbukan dalam suatu reaksi semakin banyak. Perubahan spektra IR

kitosan yang disebabkan oleh variasi waktu terlihat pada Gambar 6.

Banyaknya noise spektra IR kitosan pada jam ke-4 dan ke-5 disebabkan

karena adanya air yang belum teruapkan sehingga kitosan kelihatan

masih basah (Brugnerotto et al., 2001). Gambar 6 menunjukkan

penurunan intensitas dan pergeseran ke arah bilangan gelombang yang

lebih kecil pada puncak serapan sekitar 1658,7 cm-1 yang menunjukkan

gugus C=O stretching (Amida I). Kenaikan intensitas terjadi pada puncak

serapan sekitar 1596,9 cm-1 (-NH2) seiring dengan meningkatnya DD

kitosan. Serapan sekitar 3433,1 cm-1 terjadi penyempitan puncak dan

pergeseran ke arah bilangan gelombang lebih besar dengan meningkatnya

DD kitosan di atas 65%.

80 ºC

100 ºC

120 ºC

134 ºC

% T

Page 10: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

508 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

Gambar 6. Spektra IR kitosan pada variasi waktu (120 ºC, NaOH 60%)

Gambar 7. Hubungan waktu (jam) terhadap DD kitosan

Hubungan antara waktu dan DD kitosan terlihat pada Gambar 7

dan menunjukkan bahwa semakin lama waktu proses deasetilasi

menyebabkan DD kitosan semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin

lama waktu reaksi hidrolisis kitin, gugus asetil yang tersubstitusi menjadi

gugus amina semakin banyak sehingga DD kitosan semakin tinggi.

Peningkatan DD secara signifikan terjadi dari waktu 1 jam ke 3 jam

sedangkan dari 3 jam ke 5 jam tidak terjadi kenaikan signifikan.

Berdasarkan alasan – alasan di atas, waktu yang dianggap paling

optimum adalah 3 jam.

Efek Re-deasetilasi. Kitosan yang diperoleh dari kondisi optimum

dianggap masih rendah sehingga perlu upaya untuk meningkatkan DD

kitosan yaitu dengan melakukan proses re-deasetilasi. Besarnya pengaruh

60,00

65,00

70,00

75,00

80,00

85,00

1 2 3 4 5

Waktu (jam)

Dera

jat D

ease

tilasi

(%) baseline a baseline b

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

% T

noise

Page 11: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

509Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

re-deastilasi ini dapat dilihat dari perubahan spektra IR dan DD kitosan.

Perubahan spektra IR kitosan yang disebabkan oleh proses re-deasetilasi

terlihat pada Gambar 8. Hubungan antara proses redeasetilasi dan DD

kitosan disajikan oleh Gambar 9 dan menunjukkan bahwa proses re-

deasetilasi sangat signifikan mempengaruhi perubahan spektra IR kitosan

dan meningkatkan DD kitosan. Setelah 3 kali proses re-deasetilasi DD

kitosan menjadi lebih besar dari 95% dan intensitas puncak serapan

sekitar 1654,8 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O stretching

(NHCOCH3, Amida I) hampir hilang seluruhnya.

Gambar 8. Spektra IR kitosan proses re-deasetilasi(T = 120 ºC, NaOH 60%)

Gambar 9. Pengaruh proses re-deasetilasi terhadap DD kitosan (T = 120 ºC,

NaOH 60%)

Adanya gugus –OH, -C=O dalam amida, dan –NH2 (amina) dalam

kitin dan kitosan sangat memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen

intramolekuler dan intermolekuler. Gugus N-H pada amida kemungkinan

kurang dapat membentuk ikatan hidrogen karena faktor sterik dan jarak

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

1x (3 jam) 2x (2x1,5 jam) 3x (3 x 1jam)

Re-deasetilasi

Dera

jat D

ease

tilasi

(%) base line a base line b

1x 2x 3x

% T

Page 12: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

510 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

yang cukup jauh. Selain itu, adanya atom oksigen pada C=O yang lebih

elektronegatif lebih memungkinkan untuk membentuk ikatan hidrogen.

Adanya interaksi ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler

sangat mempengaruhi keteraturan unit polimer dan antar unit polimer

kitosan. Semakin tinggi keteraturan unit polimer dan antar unit polimer

kitosan, semakin kuat ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler

molekul kitosan sehingga interaksi antara gugus –OH, -C=O, gugus

amina kitosan dengan molekul air semakin lemah dan menyebabkan

puncak sekitar 3450 cm-1 semakin tajam, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan Gambar 2 dan 5, dapat dilihat bahwa kitin (DD<50%)

memberikan pola spektra IR yang sama meskipun menunjukkan sedikit

kecenderungan pelebaran puncak pada daerah serapan sekitar 3450 cm-1

yang merupakan serapan –OH stretching dan –NH2. Hal ini

mengindikasikan bahwa keteraturan unit polimer dan antar unit polimer

kitin tidak mengalami perubahan yang signifikan. Interaksi

intramolekuler dan intermolekuler kitin (DD<50%) yang didominasi oleh

gugus amida lebih kuat dibandingkan dominasi gugus amina. Oleh karena

itu, puncak serapan sekitar 3450 cm-1 tidak lebar (sharp) dan puncak

serapan sekitar 3271,0 & 3109,0 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H

(NHCOCH3, Amida II) masih terlihat jelas. Kitosan dengan DD antara

sekitar 50-65% menunjukkan perbedaan spektra IR yang signifikan

dengan kitin dan puncak sekitar 3450 cm-1 semakin lebar (broad) dengan

meningkatnya DD kitosan sampai sekitar 65%. Hal ini mengindikasikan

adanya perubahan dan penurunan keteraturan unit polimer dan antar unit

polimer kitosan yang signifikan jika kitosan terdeasetilasi sekitar 50-65%.

Gugus amida dan amina di dalam kitosan dengan DD sekitar 50-65%

cukup berimbang dan acak sehingga menyebabkan keteraturan unit

polimer dan antar unit polimer kitosan menurun dan interaksi antara

gugus –OH, -C=O, gugus amina kitosan dengan molekul air semakin

meningkat.

Berdasarkan Gambar 6, kitosan dengan DD>65% menunjukkan

kecenderungan terjadinya penyempitan kembali puncak serapan sekitar

3450 cm-1 (semakin tajam) dan pergeseran ke arah bilangan gelombang

yang lebih besar dengan meningkatnya DD kitosan. Hal ini

mengindikasikan meningkatnya keteraturan unit polimer dan antar unit

Page 13: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

511 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

polimer kitosan jika kitosan terdeasetilasi di atas 65%. Interaksi

intramolekuler dan intermolekuler kitosan dengan DD>65% lebih

didominasi oleh gugus amina dibandingkan oleh gugus amida. Dominasi

gugus amina ini sudah cukup untuk membuat keteraturan unit polimer

dan antar unit polimer kitosan lebih tinggi daripada keteraturan unit

polimer dan antar unit polimer kitosan dengan DD sekitar 50-65% tapi

tidak cukup tinggi jika dibandingkan dengan keteraturan unit polimer dan

antar unit polimer kitin yang didominasi oleh gugus amida. Rendemen

kitosan hasil optimasi diperoleh sekitar 62 – 68% jika DD kitosan lebih

tinggi dari 50% dan jika DD lebih rendah dari 50% diperoleh rendemen

sekitar 72 – 89% dari berat kitin.

KESIMPULAN 1. Kondisi yang dianggap optimum dalam proses deasetilasi kitin dari

cangkang udang penelitian ini adalah 60% NaOH, 120 ºC, re-

deasetilasi 3 kali dengan total waktu 3 jam dengan DD>95%.

2. Kitin dengan DD<50% memberikan pola spektra IR yang sama

3. Kitosan dengan DD antara sekitar 50-65% menunjukkan perbedaan

spektra IR yang signifikan dengan kitin dan puncak sekitar 3450 cm-

1 semakin lebar (broad) dengan meningkatnya DD kitosan sampai

sekitar 65%. Pada spektra IR kitosan dengan DD di atas 50%,

intensitas puncak serapan sekitar 3271,0 & 3109,0 cm-1 yang

menunjukkan gugus N-H (Amida II) semakin rendah dan hilang.

Puncak serapan sekitar 1658,7 & 1630 cm-1 yang semula doublet

menjadi puncak singlet dengan hilangnya puncak kecil (shoulder)

pada serapan 1630 cm-1. serapan sekitar 1658,7cm-1 akan bergeser ke

arah serapan yang lebih kecil yaitu ke arah sekitar 1596 cm-1.

Serapan 1562,2 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3,

Amida II) bergeser ke bilangan gelombang yang lebih besar yaitu ke

arah 1596,9 cm-1.

4. Kitosan dengan DD>65% menunjukkan kecenderungan terjadinya

penyempitan kembali puncak serapan sekitar 3450 cm-1 (semakin

tajam) dan pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih besar

dengan meningkatnya DD kitosan. Terjadi penurunan intensitas

yang kemudian hilang dan pergeseran ke arah bilangan gelombang

Page 14: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

512 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

yang lebih kecil pada puncak serapan sekitar 1658,7 cm-1 (Amida I).

Kenaikan signifikan intensitas terjadi pada puncak serapan sekitar

1596,9 cm-1 (-NH2) seiring dengan meningkatnya DD kitosan.

DAFTAR PUSTAKA

Brugnerotto, J., Lizardi, J., Goycoolea, F.M., Arguelles, M.W., Desbrieres, J., and Rinaudo, M., 2001, An infrared Investigation with Chitin and Chitosan Characterization, Polymer, 42: 5369 – 3580.

Cervera, M.F., Heinimaki, J., Rasanen, M., Maunu, S.L., Karjalainen, M., Acosta, O.M.N., Colarte A.I., and Yliruusi, J., 2004, Solid-state characterization of chitosans derived from lobster chitin, Carbohydr. Polym., 58:401-408

Chebotok, E.N., Novikov, V.Y., and Konovalova, I.N., 2006, Depolimeristion of chitin and chitosan in the course of base deacetylation, Russ. J. Appl. Chem., 79(7):1162-1166

Gildberg, A., and Stenberg, E., 2001, A new process for advanced utilisation of shrimp waste, Process Biochem., 36:809-812

Gyliene, O., Razmute, I., Tarozaite, R., and Nivinskiene, O., 2003, Chemical Composition and Sorption Properties of Chitosan Produced from Fly Larva Shell, Chemija (Vilnius), 14(3): 121 – 127

Khan, T.A., Peh, K.K., and Ch’ng, H.S., 2002, Reporting degree of deacetylation values of chitosan: The influence of analytical methods, J. Pharm. Pharmaceut. Sci., 5(3):205-212

Lee, S., Cho, J.S., and Cho, G., 1999, Antimicrobial and Blood repellent Finishes for Cotton and Nonwoven Fabrics Based on Chitosan and Fluoropolymers, Text. Res. J., 69(2): 104 – 112

Liu, N., Chen, X.G., Park, H.J., Liu, C.G., Liu, C.S., Meng, X.H., and Yu, L.J., 2006, Effect of MW and Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity of Escherichia Coli, Carbohydr. Polym., 64: 60 – 65.

Ming, D.Y., Yi X.C., Wei W.J., Mian, W., Song W.Y., and Hong R.Y., 2001, Determination of Degree of Substitution for N-acetylated Chitosan using IR Spectra, Science in China, 44(2): 216 – 224

No, H.K., Lee, S.H., Park, N.Y., and Mayers, S.P., 2003, Comparison of physicochemical binding, and antibacterial properties of

Page 15: ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan …snkpk.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/C-11_Kajian...3271,0 & 3109,0 cm-1 became lower and then disappeared. Moreover,

ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

513 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

chitosans prepared without and with deproteinization process, J. Agric. Food Chem., 51:7659-7663

Prashanth, K.V.H., and Tharanathan, R.N., 2007, Chitin/Chitosan Modifications and Their Unlimited Application Potential-An Overview, Food Sci. Tech., 18:117-131

Ramachandran, T., Rajendrakumar, K., and Rajendran, R., 2003, Antimicrobial Textiles - an Overview, IE(I) Journal-TX, 84: 42-47.

Rege, P.R., and Block, L.H., 1999, Chitosan processing: Influence of process parameters during acidic and alkaline hydrolysis and effect of processing sequence on the resultan chitosan’s properties, Carbohydr. Res., 321:235-245

Shepherd, R., Reader, S., and Falshaw, A., 1997, Chitosan functional properties, Glycoconj. J., 14:535-542

Stephen, A.M., 1995, Food Polysaccharides and Their Application, University of Cape Town, Marcel Dekker, Inc, Rondebosch, 442-450.

Tolaimate, A., Desbrieres, J., Rhazi, M., and Alagui, A., 2003, Contribution to the Preparation of Chitin and Chitosans with Controlled Physico-Chemical Properties, Polymer, 44: 7939 – 7952.

Tretenichenko, E.M., Datsun,. V.M., Ignatyuk, L.N., and Nad’ga, L.A., 2006, Preparation and properties of chitin and chitosan from hydroid polyp, Russ. J. Appl. Chem., 79(8):1341-1346