hipersensitivitas grup project

27
PJBL GROUP PROJECT HIPERSENSITIVITAS Kelompok 1 : Alfat Ayu Marga Anggraeni Citra S Anisful Lailil Munawaroh Desak Gede Prema Wahini Dianita Ayu Retnani I Putu Ryan Aristya P Muhammad Hafidl Hasbullah Sabita Normaliya Shindy Anggraeni Titik Tri Ardiani Vina Nur Puspitasari PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

Upload: premawahini

Post on 22-Jul-2015

168 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PJBL GROUP PROJECT HIPERSENSITIVITAS

Kelompok 1 : Alfat Ayu Marga Anggraeni Citra S Anisful Lailil Munawaroh Desak Gede Prema Wahini Dianita Ayu Retnani I Putu Ryan Aristya P Muhammad Hafidl Hasbullah Sabita Normaliya Shindy Anggraeni Titik Tri Ardiani Vina Nur Puspitasari

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

HIPERSENSITIVITAS 1. DEFINISI Respon imun non spesifik maupun spesifik pada umumnya berfungsi protektif, namun jika dapat menimbulkan akibat buruk disebut hipersensitivitas. Jadi dapat diambil kesimpulan hipersensitivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh (Karnen,2005)

2. PENYEBAB Pencetus alergi disebut alergen antara lain adanya faktor : 2.1 Internal Herediter, sistem imun, makanan, sensitivitas obat 2.2 Eksternal Debu, suhu, tekanan, serangga, virus, bakteri (Suzane,2002) 3. JENIS 3.1 Berdasarkan pembagian Gell dan Coombs 3.1.1 Hipersensitivitas tipe I (Reaksi alergi/cepat/anafilaksis) Reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Terjadi karena adanya ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basofil melepas mediator yang memberikan respon alergi. Penyakit yang ditimbulkan antara lain : Asma.rhinitis, sinusitis, urtikaria, angiodema, anafilaksis, reaksi alergi gigitan serangga, dermatitis atopik, alergi makanan, alergi pada kelainan mata, EGID (Eosinophil-Associated GI disorder, alergi obat.

3.1.2 Hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) Terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu (Karnen,2005).

Kerusakan pada tipe ini terbatas pada tipe sel tertentu yang merupakan sasaran spesifik (Price,2006). Daftar penyakit dapat di lihat di lampiran 1 3.1.3 Hipersensitivitas tipe III (Kompleks Imun) Antigen berikatan dengan antibodi di dalam sirkulasi/dinding pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan sistem komplemen (Karnen,2005). Kompleks imun ini berbahaya jika menyebar di dalam jaringan atau organ (Price,2006). Reaksi tipe III ini menghancurkan jaringan atau organ dimana saja tempat kompleks imun mengendap (Karnen,2005). Daftar penyakit dapat di lihat di lampiran 2 3.1.4 Hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity/Selular) Reaksi hipersensitivitas tipe IV ini antara lain Delayed Type Hipersensitivity yang terjadi melalui sel CD4+ dan T Cell Mediated Cytolisis yang terjadi melalui sel CD8+ (Karnen,2005). Daftar Penyakit dapat dilihat di lampiran 3 4. PATOFISIOLOGI 4.1 Hipersensitivitas tipe I Tahapan Hipersensitivitas tipe I : Fase sensitasi Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc) pada permukaan sel mast dan Basofil. Fase aktivasi Waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepaskan granul sehingga menimbulkan reaksi. Fase efektor Respon kompleks (anafilaksis) karena efek mediator yang dilepas oleh sel mast dengan aktivitas farmakologik.

Pajanan pertama dengan alergen

Aktivasi sel Th 2 oleh antigen lalu merangsang sel B untuk membentuk IgE Produksi IgE yang berperan besar pada respon alergi) Spesifitas pengikatan antigen diatur Fab molekul imunoglobulin, lalu diarahkan oleh fragmen yang dikristalkan (fragmen Fc) pada antibodi IgE diikat oleh sel mast atau basofil melalui Fc Tubuh terpajan dengan antigen yang sama Antigen diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil Akibatnya IgE yang berikat itu terkumpul pada sistem pernapasan, saluran cerna, sirkulasi darah dan kulit Pelepasan mediator di atur oleh komponen seluler nukleotida siklik, cAMP, cGMP Meningkatnya cAMP berfungsi mencegah degranulasi, meningkatnya cGMP memacu degranulasi Melepaskan mediator-mediator yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat

Histamin dan ECF-A Reaksi hipersensitivitas cepat (secara klinis ,hasil reaksi segera mencapai puncak intensitasnya Dalam 10-20 menit dan setelah itu menurun)

Reaksi-reaksi yang bergantung pada IgE baru terjadi dalam waktu 4-8 jam setelah antigen diperkenalkan pada jaringan, munculnya kembali mediator-mediator adalah ciri dari respon lambat dan merefleksikan sel yang baru tertarik ke daerah reaksi.

No Mediator A. 1. Respon cepat : Histamin

Mekanisme yang dihasilkan

Kontraksi otot polos visera Meningkatkan permeabilitas kapiler Meningkatkan aktivitas kelenjar mukosa respirasi Sensasi gatal Menarik eosinofil secara spesifik

2.

ECF-A

B. 1.

Respon Lambat : Protease (Triptase,kinase, karboksipeptidase) netral Mencegah komponen jaringan, seperti kolagen dan faktor komplemen yang mungkin dapat membangkitkan kinin Merangsang produksi prostaglandin (dilatasi vaskuler), Leukotrien dan produk lain dari asam arakidonat

2.

Prostaglandin

3.

Prostaglandin D

Kontraksi otot polos,, meningkatkan pelepasan mediator oleh basofil

4.

PAF (Fosfolipid)

Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos, menghasilkan respon kulit lepuh dan merah, menarik neutrofil

5.

Leukotrien/Lipid (C,D,E)

asam Spasme otot polos visera yang lama, dilatasi dan meningkatkan permeabilitas venula Memecah gula dan karbohidrat

6.

Hidrolase asam

(-glukoronidase&arilaulfatase) kompleks&glikoprotein 7. 8. Dismutase superoksida Heparin Merubah O2 menjadi H2O2 Antikoagulan, memodulasi aktivitas mediator lain 9. NCF-A Migrasi neutrofil Pembentukan bradikinin

10. Kalikrem Basofil

4.2 Hipersensitivitas tipe II IgG atau IgM Berikatan dengan epitop di permukaan gen atau antigen MHC yang ada di permukaan sel Aktivasi sistem C Percepatan fagositosis sel sasaran Tubuh sendiri (mis. Eritrosit menjadi anemia hemolitik) Agen Penginvasi (mis. Bakteri maka bermanfaat)

4.3 Hipersensitivitas tipe III (Kompleks imun) KOMPLEKS IMUN Mengaktifkan sejumlah komponen sistem imun Komplemen Melepaskan C3a &C5 (anafilaktosin) Trombosit Amin Vasoaktif Mikrotrombin meningkatkan Makrofag meningkat memakan kompleks

merangsang sel mast&Basofil Mediator Lepas Menimbulkan lisis sel bila kompleks Diendapkan di jaringan Sel mast&basofil membentuk Bahan Vasoaktif

mengaktivasi&melepas sitokin IL-1 & O2 reaktif (48-72 jam setelah pajanan) melepaskan enzim litik

Ruam dan Pustula

Vasoaktif : - vasodilatasi - Meningkatkan permeabilitas Vaskuler - Inflamasi Menarik neutrofil dan mengeliminasi kompleks Granula neutrofil lepas (Angry cell) Menimbulkan lebih banyak kerusakan jaringan

Reaksi yang dihasilkan yaitu Reaksi Arthus/Lokal dan Reaksi sistemik serumsickness. 4.4 Hipersensitivitas Tipe IV (DTH/Seluler) Pada DTHm sel CD4+ Th1 : - Mengaktifkan makrofag sebagai efektor - Melepaskan sitokin IFN- Aktivator makrofag Produk Makrofag : Enzim hidrolitik O2 reaktif Oksida nitrat Sitokin proinflamasi Induksi Inflamasi

Jika menguntungkan maka enzim lisosom & produk makrofag lainnya (peroksid radikal& Superoksid dapat mengahncurkan mikroorganisme. Namun jika DTH menjadi kronis, makrofag akan mensekresikan sitokin dan growth factor. Makrofag meningkat merusak dan mendesak jaringan normal Nekrosis Sitolisis dengan perantara sel T CD8+ langsung membunuh jaringan Jadi kerusakan jaringan bukan semata-mata oleh mikroorganisme yang ,asuk, tetapi oleh karena reaksi DTH, respon imun dalam tubuh yang menghancurkan mikroorganisme.

Sumber Patofisiologi : (Karnen,2005) dan (Price,2006).

5. MANIFESTASI KLINIS o Pada saluran pernapasan : ditandai dengan mata gatal dan pilek encer, terjadi pembengkakan kongestif, kesulitan bernafas akibat kontriksi otot polos bronkioulus yang diinduksi oleh histamin,bauk,bersin-bersin, sampai terjadi asma. o Pada saluran cerna : muntah, mual, diare, nyeri perut o Pada kulit ditandai dengan pembengkakan lokal, gatal, dan kemerahan dalam kulit (Sudiana,2010).

6. Pemeriksaan Diagnostik Uji kulit Uji kulit membantu mendiagnosis suatu alergi, sejumlah kecil alergen yang dicyrigai disuntikkan ke bawah kulit rute intradermal yang dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat yang terpisah dengan mrmberikan beberapa jenis larutan (mis. Tepung sari (polen), tes ini tergantung pada korelasinya dengan riwayat alergi, hasil pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.

Tes Provokasi Pemberian antigen langsung pada mukosa saluran pernafasan dan observasi terhadap reaksi yang timbul dan target organ. Kelemahan tes ini dapat juga menyebabkan reaksi alergi semakin berat pada pasien asma. Darah Tepi Bila eosinophil 5% atau 500 /ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan. Kadar Serum IgE IgE meningkat mendukung diagnosa alergik Paper Radioimmunosarbent Test (PRT) untuk pemeriksaan kadar IgE non spesifik ELISA : pemeriksaan IgE spesifik Indikasi pengukuran IgE mencakup evaluasi,

immunodefisiensi,evaluasi reaksi obatm tes skrining lab. Biopsi usus Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food challenge didapatkan inflamasi/atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit itraepitel dan IgM, IgE (dengan mikroskop imunofluoresen). Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif. Pemeriksaan Dxylose,proktosigmoidoskopi. Diet coba buta ganda (Double Blind Food Chalenge) untuk diagnosa pasti. Pemeriksaan faal paru untuk mengevaluasi alergi pada paru. Pemeriksaan foto paru. Pemeriksaan foto sinus. Pemeriksaan lain seperti fungsi ginjal dan urin, LED, alfa antitripsin, kadar serum IgA, kadar asam klorida. Sumber : (Mahdi,2004) dan (Robert,2008)

7. PENATALAKSANAAN Terapi Ideal Menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Terapi Simptomatis Dengan medikasi : a. Vasopresor Untuk mengembalikan efek dari yang vasodilatasi dilihat sistemik dari dan

meningkatkan

vasopermeability

anafilaksis.

Epinephrine (adrenalin,bronitin,epi pen,twinject) : dapat menghilangkan beberapa gejala dari spasme bronkus dan rhinitis. b. Broncodilator Obat yang melebarkan saluran nafas, dibagi menjadi 2 golongan : Simpatomimetik/Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin) Nama obat : orsiprenalin (alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma). Ada yang berupa semprotan : MDI (Meter Dose Inhaler) Berupa bubuk halus yang dihirup : Ventolin diskhaler dan bricasma turbuhaler Cairan broncodilator : Alupent, Barotec, Brivasma, Ventolin yang oleh Nebolizer yaitu alat khusus yang di ubah menjadi aerosol lalu di hirup (Robert,2008). Santin (Teofilin) Aminofilin (Amicom supp) Aminofilin (Euphilin Retard) ini di drip bersama infus dan pemberiannya tidak boleh pada pasien dengan sistole