askep hipersensitivitas klp iv

34
Tugas : Sistem Imunitas Dosen : Munawir S. Kep Ns Oleh : KELOMPOK IV 1. SARDI MUDIALLO (NH0215147) 2. SARFINA SAKIRI (NH0215148) 3. RISMAH (NH0215140) 4. RIRIN MAGHFIROH (NH0215138) 5. SAHRIANA SARIFUDDIN (NH0215143) 6. SANDI NOFRIANTO (NH0215146) 7. SALMA USEMAHU (NH0215144) 8. SALMAWATY (NH0215145) 9. RISKA ARIANTI (NH0215139) 10. RISWAN (NH0215141) 11. SELVI NOVIANTY (NH0215149) 12. RICKY OLFENDRA SETIAWAN (NH0215142) STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: ummul

Post on 10-Jul-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hipersensitivitas

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Hipersensitivitas Klp IV

Tugas : Sistem Imunitas

Dosen : Munawir S. Kep Ns

Oleh :

KELOMPOK IV

1. SARDI MUDIALLO (NH0215147)2. SARFINA SAKIRI (NH0215148)3. RISMAH (NH0215140)4. RIRIN MAGHFIROH (NH0215138)5. SAHRIANA SARIFUDDIN (NH0215143)6. SANDI NOFRIANTO (NH0215146)7. SALMA USEMAHU (NH0215144)8. SALMAWATY (NH0215145)9. RISKA ARIANTI (NH0215139)10. RISWAN (NH0215141)11. SELVI NOVIANTY (NH0215149)12. RICKY OLFENDRA SETIAWAN (NH0215142)

STIKES NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

KATA PENGANTAR

Page 2: Askep Hipersensitivitas Klp IV

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan maha sempurna

yang telah memberikan kita angrah akal dan pikiran yang lebih sempurna di

bandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Karena atas ijin, rahmat dan

karunianyalah, kita dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya sadar bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari

berbagai pihak. Karena itu, ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada pihak

yang telah embantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya. Kami sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula

kami. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari keesempurnaan. Saran

dan kritik yang bersifat membangun sangat di harapkan

Makassar, 04 Oktober 2015

Kelompok IV

DAFTAR ISI

Page 3: Askep Hipersensitivitas Klp IV

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangB. Tujuan

BAB. II PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR MEDISA. DevenisiB. EtiologiC. KlasifikasiD. Manifestasi KlinicE. Patofisiologi F. Pemeriksaan penunjangG. Pengobatan

II. KONSEP DASAR KEPERAWATANA. PengkajianB. Diagnose KeperawatanC. Intervensi Keperawatan

BAB. III PENUTUP

A. KesimpulanB. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

Page 4: Askep Hipersensitivitas Klp IV

A. Latar Belakang

Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-

spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral

yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam

imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang

dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu

mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel

lain untuk menghancurkan antigen tersebut.

Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan

respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang

menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana

merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas

atau alergi.

Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu

timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai

alergen, sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi,

walaupun pada orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini

berlangsung sangat berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.

Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma

dan sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna

merah di permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-

ujung serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi

akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa

nyeri akibat perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan

Page 5: Askep Hipersensitivitas Klp IV

perangsangan sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan

diare.

Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum

dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama

makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan

barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi

akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu,

sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.

Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia

relatif, karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi

degranulasi. Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase.

Histaminase yang dihasilkan ini  berperan dalam mekanisme pembatasan atau

regulasi histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah

eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.

B. Tujuan Penulisan1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang

asuhan keperawatan dengan gangguan hipersensitivitas.

2. Tujuan Khusus

Makalah disusun bertujuan agar :

1) Mahasiswa mengetahui pengertian hipersensitivitas

2) Mahasiswa mengetahui Etiologi hipersensitivitas

3) Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala hipersensitivitas

4) Mahasiswa mengetahui Patofisiologi hipersensitivitas

5) Mahasiswa mengetahui klasifikasi hipersensitivitas

6) Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan, penatalaksanaan

hipersensitivitas

7) Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada hipersensitivitas

BAB II

Page 6: Askep Hipersensitivitas Klp IV

PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR MEDIK

A. Defenisi

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana

tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap

bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia

bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh

dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas

tersebut disebut alergen.

B. EtiologiFaktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal

a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam

lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi

imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen

makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi

makanan tertentu.

b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai

janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan

dan norma kehidupan setempat.

c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan

penyerapan alergen bertambah.

2. Fakor Eksternal

a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis

(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).

Page 7: Askep Hipersensitivitas Klp IV

b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut

prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.

c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat

menimbulkan reaksi alergi.

C. Klasifikasi

1. Hipersensitifitas tipe I

Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau

anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan

bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan

gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu

reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga

dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I

diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini

adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping

darah, neutrofil, dan eosinofil.

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe

I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total

dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi)

yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya

alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh

alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-

atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk

mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk

memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG),

hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.

Page 8: Askep Hipersensitivitas Klp IV

2. Hipersensitifitas tipe II

Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G

(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan

matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan

yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi

yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik

dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang)

yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan

jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:

a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel

epidermal),

b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang

dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti

hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan

sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan

c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan

glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitifitas tipe III

Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini

disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut

di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan.

Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah

besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-

kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan

sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis

memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi

Page 9: Askep Hipersensitivitas Klp IV

pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi

pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi

tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil

sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi,

atau dalam bagian koroid pleksus otak.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun

karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan

antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat

memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan

antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen

dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi

timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang

diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang

menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora

Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai

sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan

jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini

untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi

makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh

umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,

hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat

kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori

berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis.

Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 10: Askep Hipersensitivitas Klp IV

TipeWaktu reaksi

Penampakan klinis

Histologi Antigen dan situs

Kontak 48-72 jam Eksim (ekzema)

Limfosit, diikuti

makrofag; edema

epidermidis

Epidermal (senyawa

organik, jelatang atau po

ison ivy, logam berat ,

dll.)

Tuberk

ulin48-72 jam

Pengerasan

(indurasi) lokal

Limfosit, monosit,

makrofag

Intraderma (tuberkulin,

lepromin, dll.)

Granul

oma21-28 hari Pengerasan

Makrofag, epithelo

id dan sel raksaksa,

fibrosis

Antigen persisten atau

senyawa asing dalam

tubuh

(tuberkulosis, kusta,

etc.)

Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara Imunologis

Tipe

Mekanisme Imun Gangguan Prototipe

1 Tipe

Anafilaksis

Alergen mengikat silang

antibody IgE pelepasan

amino vasoaktif dan

mediatorlain dari basofil

dan sel mast rektumen sel

radang lain

Anafilaksis, beberapa

bentuk asma bronchial

2 Antibodi

terhadap

antigen jaringan

tertentu

IgG atau IgM  berikatan

dengan antigen pada

permukaan sel       

fagositosis sel target atau

lisis sel target oleh

komplemen atau

Anemia hemolitik

autoimun, eritroblastosis

fetalis, penyakit

Goodpasture, pemfigus

vulgaris

Page 11: Askep Hipersensitivitas Klp IV

sitotosisitas yang

diperantarai oleh sel yang

bergantung antibodi

3 Penyakit

Kompleks Imun

Kompleks antigen-antibodi  

mengaktifkan 

komplemen  menarik

perhatian nenutrofil

menjadikan pelepasan

enzim lisosom, radikal

bebas oksigen,

dll                     

Reahsi Arthua, serum

sickness, lupus

eritematosus sistemik,

bentuk tertentu

glumerulonefritis akut

4 Hipersensivitas

Selular

(Lambat)

Limfisit T tersensitisasi

pelepasan sitokin dan

sitotoksisitas yang

diperantarai oleh sel T

Tuberkulosis, dermatitis

kontak, penolakan

transplant

D. Manifestasi Klinic

1. Reaksi tipe I

Dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.

Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik

(parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit

setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal,

urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh

kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan

diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat

persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian

atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan

mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi

segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan

Page 12: Askep Hipersensitivitas Klp IV

penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam

beberapa menit.

Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada

tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak,

menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan

diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).

2. Reaksi tipe II

Umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,

trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.

3. Reaksi Hipersensivitas tipe III

1) Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme

dan lain-lain. gejala sering disertai pruritis.

2) Demam

3) Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi

4) Limfadenopati

Kejang perut, mual

Neuritis optic

Glomerulonefritis

Sindrom lupus eritematosus sistemik

Gejala vaskulitis lain

4. Hipersensitivitas tipe IV

Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi

pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin,

nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan

manifestasi reaksi obat.

Adapun Gejala klinis umumnya :

Pada saluran pernafasan : asma

Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

Page 13: Askep Hipersensitivitas Klp IV

Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam,

gatal

Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

E. Patofisiologi

Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang 

yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun

ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama

barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah

tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang 

akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B

untuk  mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini mengakibatkan melekatnya

antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang

mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi

2 hal  yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan

efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang

misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan

yang menyebabkan panas.

2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang

merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang

banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui

pembuluh darah.   Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan

terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan

dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat

mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal

dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah

yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat

menyebabkan kematian

Page 14: Askep Hipersensitivitas Klp IV

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji kulit :

Sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti

tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen

makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

2. Darah tepi:

Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit

5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

3. IgE total dan spesifik:

Harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE

lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah

atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

6. Biopsi usus:

Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge

didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit

intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

G. Pengobatan

Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:

1. Menghindari allergen

2. Terapi farmakologis

a. Adrenergik

Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,

isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin,

albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol

Page 15: Askep Hipersensitivitas Klp IV

dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan

bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat

maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat

hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.

b. Antihistamin

Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada

reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai

antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada

melawan kerja histamine.

c. Kromolin Sodium

Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat

ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat

merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat

bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma

akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.

d. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan

alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah

pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta

limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung

yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus,

permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.

3. Imunoterapi

Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma

yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat

menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan

antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan

pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya

melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka

lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang

diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna

Page 16: Askep Hipersensitivitas Klp IV

dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed

pada kadar berapapun

4. Profilaksis

Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti

traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data Demografi

a. Data dasar

Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa

medis, sumber biaya, dan sumber informasi).

Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status

perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat,

dan hubungan dengan pasien)

b. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien,

meliputi:

Alasan masuk rumah sakit :

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya

bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa

gatal

Keluhan utama

- Pasien mengeluh sesak nafas

- Pasien mengeluh bibirnya bengkak

- Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

- Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

Page 17: Askep Hipersensitivitas Klp IV

- Pasien   mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di

sekujur tubuhnya.

- Pasien mengeluh diare

- Pasien mengeluh demam

Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya

bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa

gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang

sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita.

Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri

perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada

kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan

di RS atau pengobatan tertentu.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami

penyakit yang sama.

4) Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,

dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang

mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi

pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat

ini, dan sistem nilai kepercayaan.

Analisa Data

1) Data Subjektif

a. Sesak nafas

b. Mual, muntah

c. Meringis, gelisah

d. Terdapat nyeri pada bagian perut

Page 18: Askep Hipersensitivitas Klp IV

e. Gatal – gatal

f. Batuk

2) Data objektif

a. Penggunaan O2

b. Adanya kemerahan pada kulit

c. Terlihat pucat

d. Pembengkakan pada bibir

e. Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan  terpajan allergen

2. Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,

intrademal sekunder

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen, ex:

makanan)

C. Intervensi Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan  terpajan allergen

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1.x15 menit. diharapkan

pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi

dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

a. Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per

menit)

b. Pasien tidak merasa sesak lagi

c. Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan

d. Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

Page 19: Askep Hipersensitivitas Klp IV

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya 

pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

Rasional  : Kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi

peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi

tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang

berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti

krekels, mengi, gesekan pleura.

Rasional :  Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi

sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas

kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan

napas/ kegagalan pernapasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari

tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan

pengisian  udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki

difusi gas.

4. Observasi pola batuk dan karakter secret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi.

Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan

atau antikoagulan berlebihan.

5. Berikan oksigen tambahan

Rasional  : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

Rasional: Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu

pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

Page 20: Askep Hipersensitivitas Klp IV

2. Hipertermi berhubungan dengan proses  inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x.24 jam diharapkan suhu

tubuh pasien menurun.

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)

b. Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

Rasional  : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai

indikasi

Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan mendekati normal

3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol

Rasional : Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intrademal

sekunder

Tujuan : Setelah diberikan askep selama  2 x24 jam diharapkan

pasien tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit

lebih parah.

Kriteria hasil :

a. Tidak terdapat kemerahan, bentol-bentol dan odema

b. Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria, pruritus dan

angioderma

c. Kerusakan integritas kulit berkurang.

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

Page 21: Askep Hipersensitivitas Klp IV

Rasional : Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

2. Hindari obat intramaskular

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat

absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit

4. Nyeri akut berhubungan dengan  agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan nyeri pasien teratasi

Kriteria hasil :

a. Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

b. Wajah tidak meringis

c. Skala nyeri 0

Intervensi :

1. Ukur TTV

Rasional  : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2. Kaji tingkat nyeri (PQRST)

Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

Rasional  : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4. Ciptakan suasana yang tenang

Rasional : membantu pasien lebih relaks

5. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri.

6. Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah,

palpitasi, keinginan berkemih.

Rasional  : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami

pasien.

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

Rasional : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Page 22: Askep Hipersensitivitas Klp IV

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipersensitivitas  merupakan suatu  reaksi hipersensitivitas biasanya tidak

akan terjadi sesudah kontak  pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi

pada kotak-ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami

sensitisasi . Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi imunologi

cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah repon berlebihan system imun

yang melibatkan seluruh tubuh. Tipe anfilaksia ada beberapa yaitu : Local, reaksi

anafilaksis local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada tempat kontak

dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang fatal.

Sistemik,  reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah

kontak dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,

gastrointestinal dan integument .

B. Saran

Hal – hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hipersensitivitas.

1. Menghindari zat yang dicurigai sebagai allergen

2. Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi

serangan terjadi.

3. Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara

4. Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu

sekali

5. Konsultasi dengan dokter dan melakukan tes alergi untuk mengetahui

allergen-allergen yang harus dihindari

Page 23: Askep Hipersensitivitas Klp IV

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,

Jakarta:EGC..

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:

EGC.

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol

2.Edisi 6.Jakarta:EGC.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/hipersensitivitas/