hipersensitivitas & autakoid - sayekti
Post on 31-Dec-2014
60 Views
Preview:
TRANSCRIPT
AH 1generasi I
AH 2
AH 3
Etanolamin
Etilendiamin
alkilamin
Piperazin
Lain-lain
Karbinoksamin Difenhidramin Dimenhidrinat
Siklizin Meklizin Hidroksizin
Tripelenamin pirilamin
KlorfeniraminBromfeniramin
Siproheptadin Mebhidrolin
napadisilat
Ranitidin Simetidin Famotidin Nizatidin
AH 1generasi II
Astemizol Feksofenadin Loratadin Setirizin
AH 1
Derivat Fenotiazin Prometazin
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Respons imun spesifik dan nonspesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh.
Repons tersebut berfungsi protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula
menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang disebut reaksi
hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Berdasarkan waktu timbul, reaksi
hipersensitivitas dibagi menjadi :
1. Reaksi tipe cepat
Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam.
Ikatan silang antara allergen dan Ig E pada permukaan sel mast → pelepasan mediator
vasoaktif.
2. Reaksi tipe intermediet
Terjadi setelah beberapa jam, menghilang dalam 24 jam.
Melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi
komplemen atau sel NK/ADCC.
3. Reaksi tipe lambat
Terjadi sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen akibat aktivasi sel
Th.
Sedangkan berdasarkan mekanisme reaksi imunologi yang terjadi, secara umum reaksi
hipersensitifitas dibagi menjadi 4 golongan, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV.
No Jenis HiperSensitivitas
Mek. imun patologik Mekanisme kerusakan jar. dan penyakit
1 Tipe I (HS cepat) IgE Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif,mediator lipid,sitokinin)
2 Tipe II(rx mell Ab)
Ig M,Ig G thd permukaan sel / matrix Ag ekstraselular
Opsonosasi dan fagosito-sis sel Pengerahan leukosit (neutrofil,makrofag) atas pe-ngaruh kom-plemen dan Fc-RKelainan fungsi selular\
3 Tipe III(komplex imun)
Komplex imun (Ag dlm sirkulasi dan Ig M /IgG)
Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R
4 Tipe IV (mell. Sel T)
1. CD 4 : DTH2. CD 8 : CTL
1. Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin.
2. Membu-nuh sel sa-saran di-rek, infla-masi atas pengaruh sitokin
A. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Disebut juga sebagai reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi → timbul
segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen.
Urutan kejadian reaksi Tipe 1:
1. Fase sensitisasi → waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast/basofil.
2. Fase aktivasi → waktu antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel
mast/basofil melepaskan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor → waktu terjadi respons komplek sebagai efek mediator yang dilepas sel
mast/basofil.
Manifestasi reaksi tipe I
1. Reaksi lokal : rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.
2. Reaksi sistemik : anafilaksis.
3. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid.
Gambar 1. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Antigen mengaktifkan TH2 → Sel TH2 merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi IgE. Molekul Ig E → diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil. Pajanan kedua
dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast →
melepas mediator farmakologis aktif → kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.
B. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik.
Dibentuk antibodi jenis IgG dan IgM terhadap antigen.
IgG dan IgM mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R dan sel NK →
menimbulkan kerusakan melalui ADCC.
Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk
membantu sel sitotoksik mengahancurkan sel sasaran yang berukuran terlalu besar untuk
difagositosis.
Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi bermanfaat untuk mengahancurkan sel
patologis, misalnya sel tumor, terutama apabila antibody yang terbentuk justru
melindungi permukaan sel sasaran dari serangan sel T sitotoksik secara langsung.
Tetapi apabila immunoglobulin melapis sel tubuh → reaksi ADCC → sitolisis dalam hal
ini merugikan.
Kepekaan berbagai jenis sel sasaran terhadap aksi pengrusakan oleh sel efektor maupun
oleh aktivasi komplemen berbeda-beda, tergantung jumlah antigen pada permukaan sel
sasaran dan saya tahan sel sasaran terhadap pengrusakan.
Contoh reaksi hipersensitivitas tipe II adalah kerusakan pada eritrosit :
1. Reaksi transfusi.
2. Hemolytic disease of the newborn (HDN).
3. Anemia hemolitik.
Gambar 2. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2
C. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Disebut juga sebagai reaksi kompleks imun.
Kompleks imun terbentuk setiap antibodi bertemu dengan antigen
a. Dalam keadaan normal → disingkirkan secara efektif oleh jaringan
retikuloendotelial.
b. Reaksi hipersensitifitas.
Keadaan imunopatologik:
a. Kombinasi infeksi kronis ringan dengan respon antibodi lemah → pembentukan
kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan.
b. Komplikasi penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibody terus menerus
yang berikatan dengan jaringan (self).
c. Kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh → ex: dalam paru-paru akibat
terhirupnya antigen secara berulang kali.
Komplek imun menyulut berbagai jenis proses inflamasi, karena:
a. Kompleks imun beraksi dengan sistem komplemen → C3a dan C5a → pelepasan
vasoactive amin (termasuk histamine) dan factor kemotaktik dari mastosit dan
basofil. C5a adalah factor kemotaktik bagi basofil, eosinofil dan neutrofil.
b. Makrofag → sitokin (TNF-α dan IL-1) → inflamasi.
c. Kompleks imun berinteraksi dengan basofil dan trombosit melalui reseptor Fc →
vasoactive amine.
Terjadi retraksi sel endotel → ↑permeabilitas vaskuler → pengendapan kompleks imun
pada dinding pembuluh darah → membentuk C3a dan C5a.
Sel PMN ditarik ke tempat tersebut dan seharusnya dapat menelan kompleks imun
tersebut → sulit dilakukan karena kompleks imun melekat pada dinding pembuluh darah
→ pelepasan enzim lisosom oleh PMN dengan cara eksositosis untuk menghancurkan
deposit komplek imun → tetapi karena fagosit menempel pada komplek imun yang
melekat erat pada jaringan pembuluh darah → lisosom merusak jaringan.
Manifestasi reaksi tipe III
a. Reaksi lokal atau fenomena arthus.
b. Reaksi sistemik- serum sickness.
Gambar 3. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3
D. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas granulomatosis
Fase pada respons tipe IV
1. Fase sensitisasi
1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC
melalui MHC II. Berbagai APC (sel langerhans dan makrofag) menangkap antigen
dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan sel T. Sel T
yang diaktifkan umumnya adalah sel CD4+ terutama Th1, tetapi pada beberapa hal
sel CD8+ dapat pula diaktifkan. Pajanan dengan antigen menginduksi sel efektor.
2. Fase efektor
Sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag
dan sel inflamasi non spesifik lain. Makrofag merupakan efektor utama respons DTH.
Sitokin yang dilepas sel Th1 menginduksi monosit menempel ke endotel vaskular dan
bermigrasi dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar.
Influks makrofag yang diaktifkan berperan pada DTH terhadap parasit dan bakteri
intraseluler yang tidak dapat ditemukan antibodi. Enzim litik yang dilepas makrofag
menimbulkan destruksi nonspesifik patogen intraseluler yang hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan.
Pada beberapa hal antigen tidak mudah dibersihkan sehingga respon DTH
memanjang dan merusak jaringan pejamu serta menimbulkan kerusakan granuloma.
Granuloma terbentuk bila makrofag terus menerus diaktifkan dan menempel satu
dengan lainnya yang kadang berfusi membentuk sel datia multinuklear. Sel datia
mendorong jaringan normal dari tempatnya, membentuk nodul yang dapat diraba dan
melepas sejumlah besar enzim litik yang merusak jaringan sekitar. Pembuluh darah
dapat dirusak dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Manifestasi klinis reaksi tipe IV :
1. dermatitis kontak
2. hipersensitivitas tuberkulin
3. reaksi Jones Mote
4. T Cell Mediated Cytolisis.
AUTAKOIDSayekti Asih N – G0009198
• Autos = Sendiri, Akos = Obat
• Yaitu zat aktif yang dibuat oleh tubuh
sendiri
Histamin, serotonin, peptida endogen,
polipeptida, Bradikinin/Kallidin,
Plasmakinin, Angiotensin, Prostaglandin,
As. Arachidonat, ECF-A (Eosinophyl
Chemotacting Factor of Anophylaxis), PAF
(Platelat Activating Factor)
leukotrien disebut juga sebagai autakoid
(self remedy) atau hormon lokal.
FARMAKODINAMIK HISTAMIN
Histamin bekerja dengan berikatan
pada reseptor spesifik yang berada di
permukaan membran. Reseptor histamin
dibagi menjadi reseptor histamin 1 (RH1) ,
RH2, RH3 dan RH.. Reseptor H1 dan H2 akan
mempengaruhi perubahan permeabilitas
membran sel terhadap Ca2+ atau pelepasan
penyimpanannya.
AKTIVASI RESEPTOR HISTAMIN
Berasal dari kata histos (jaringan), karena dapat ditemukan di berbagai jaringan tubuh kita seperti jaringan hati dan paru-paru
Mediator penting reaksi alergi cepat dan reaksi inflamasi.
Berperan dalam sekresi asam lambung.
Neuromodulator dan neurotransmitter
1. Letak : endotel dan otot polos.2. Aktivasi: kontraksi otot polos. ↑ permeabilitas pembuluh darah. Sekresi mukus.
3. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cGMP di dalam sel.
1. Letak : mukosa lambung, sel otot jantung dan sel imun
2. Aktivasi: ↑ sekresi asam lambung ↑ cAMP dan ↓cGMP Vasodilatasi dan flushing
RH1
RH2
RH3
1. Letak : membran prasinaptik.2. Aktivasi: ↓pelepasan transmitter menghambat saraf kolinergik dan
non kolinergik yang merangsang saluran napas.
dibentuk dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase
RH4
3. Letak : eosinofil, neutrofil, CD4 sel T4. Aktivasi: ↑respon imunologis
Sistem Organ Reseptor
Sistem KardiovaskulerOtot polos- Lambung- Bronkhus- Uterus
Glandula Eksokrin- Lambung
Sistem Saraf PeriferSistem Saraf PusatSistem Hematopoetik- Neutrophyl- T. Lymphocyt- B. Lymphocyt- Sel Mast
H1, H2
H1
H1, H2
H2
H2
H1, H2
H1, H2, (H3)
H2
H2
H2
H2
EFEK HISTAMIN
A. Sistem Kardiovaskular
1. Dilatasi kapiler
2. ↑ permeabilitas kapiler
3. Triple response
4. Pembuluh darah besar →kontriksi
5. Jantung → takikardi dan aritmia
6. ↓ Tekanan darah
B. Otot polos non vaskular → kontraksi (H1)
dan relaksasi (H2)
C. Kelenjar eksokrin
1. Kel lambung : ↑ sekresi asam
lambung.
2. Kel lain: ↑ sekresi kelenjar liur,
pankreas, bronkus dan airmata.
D. Ujung saraf sensoris → nyeri dan gatal
E. Medula adrenal dan ganglia.
HISTAMIN EKSOGEN
Histamin terdapat pada hewan antara
lain pada bisa ular, zat beracun,
bakteri dan tanaman.
Hampir semua jaringan mamalia
mengandung prekursor histamin.
Kadar histamin paling tinggi di
temukan pada kulit, mukosa usus dan
paru-paru.
Histamin eksogen bersumber dari
daging à bakteri dilumen usus atau
kolon yang membentuk histamin dan
histidin. Sebagian diserap dan
sebagian besar akan dihancurkan
dalam hati, sebagian kecil masih
ditemukan di arteri dalam jumlah
terlalu rendah untuk merangsang
sekresi asam lambung.
Pada pasien sirosis hepatis, kadar
histamin dalam darah arteri akan
meningkat setelah makan daging,
sehingga meningkatkan kemung-
kinan terjadinya tukak peptik.
FARMAKOKINETIK
Pemberian SK atau IM à Histamin
diserap secara baik. Efeknya tidak
ada karena cepat dimetabolisme dan
mengalami difusi ke jaringan.
dimetabolisme dan mengalami difusi
ke jaringan.
Yang diberikan oral tidak efektif
karena diubah oleh bakteri usus
(E.coli) menjadi N-asetil-histamin
yang tidak aktif. Sedangkan histamin
yang diserap diinaktivasi dalam
dinding usus atau hati.
Pada manusia ada dua jalan utama
dalam metabolisme histamin, yaitu :
(1)Metilasi oleh histamin-N-
metiltranferase menjadi N-
metilhistamin, yang oleh MAO
diubah menjadi N-metil-Imidazol
asetat.
(2) Deaminasi oleh histaminase
atau diaminoksidase yang
nonspesifik menjadi asam
imidazol asetat, dan mungkin juga
dalam bentuk konjugasinya
dengan ribosa.
Metabolit yang terbentuk akan
diekskresi dalam urin. Sebagian kecil
histamine diekskresi tanpa
perubahan.
Histamin stabil dalam asam, seperti
HCL. Histamin dapat dimasak lebih
dari 2 jam tanpa mengurangi
aktifitasnya.
HISTAMIN ENDOGEN
Histamin berperan penting dalam
fenomena fisiologis dan patologis terutama
pada anafilaksis, alergi, trauma dan syok.
Sumber, Distribusi dan Penyimpanannya
Histamine didapatkan pada sebagian
besar jaringan, tetapi distribusinya
tidak merata à Sebagian besar
histamine jaringan dipisahkan dan
diikat pada granula di sel mast atau
basofil, secara biologis tidak aktif
(terikat dalam bentuk kompleks
dengan sulfated polysaccharide,
heparin, atau chondroitin sulfate, dan
suatu protein asam) à Dengan
adanya stimulus, dapat memicu rilis
histamine dari sel mast à amine
bebas terikat pada reseptor jaringan
di sekitarnya.
Pada jaringan yang mempunyai
potensi terjadinya jejas khususnya
kaya akan kandungan sel mast-
hidung, mulut, dan kaki permukaan
di dalam tubuh dan pembuluh darah,
khususnya pada titik tekanan dan
bifurkasio / percabangan.
Histamine yang bukan berasal dari
sel mast ditemukan pada beberapa
jaringan, termasuk otak, berfungsi
sebagai neurotranmiter à diduga
memainkan peran pada berbagai
fungsi otak seperti kontrol
neuroendoktrin, regulasi kardio-
vaskular, pengaturan suhu, dan
pembangkitan gairah (arousal).
Tempat penyimpanan dan rilis
histamine nonneuronal lain yang
penting adalah sel yang menyerupai -
enterokromafin (enterochromaffin -
like, ECL) pada fundus lambung. Sel
tersebut merilis histamine, satu dari
sekretagog asam utama, untuk
mengaktifkan sel parietal yang
menghasilkan asam pada mukosa
lambung.
PERAN HISTAMIN ENDOGEN
1) Rilis imunologis :
Mekanisme patofisiologis
penting dari rilis histamine sel mast
dan basofil adalah imunologis à
Reaksi anafilaksis dan alergi.
Alergi
Alergi (Lat. = berlaku
berlainan) adalah kepekaan berbeda
terhadap suatu antigen exogen atas
dasar proses imunologi. Pada
dasarnya, reaksi imun tersebut
berfungsi melindungi organisme
terhadap zat-zat asing yang
menyerang tubuh. Bila suatu protein
asing (antigen) masuk berulangkali
ke dalam aliran darah seorang yang
berbakat hipersensitif, maka limfosit-
B akan membentuk antibodies dari
tipe IgE (disamping IgG dan IgM).
IgE (reagin), mengikatkan diri pada
membran mast-cells tanpa
menimbulkan gejala.
Apabila kemudian antigen
(alergen) yang sama atau yang mirip
rumus bangunnya memasuki darah
lagi, maka IgE akan mengenali dan
mengikat padanya. Membran mast –
cells pecah (degranulasi). Sejumlah
zat perantara (mediator) dilepaskan,
yakni histamin bersama serotonin,
bradikinin, dan asam arachidonat,
yang kemudian diubah menjadi
prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat
itu menarik makrofag dan neutrofil
ke tempat infeksi untuk
memusnahkan antigen. Di samping
itu juga timbul reaksi tubuh antara
lain broncho konstriksi, vasodilatasi
dan pembengkakan jaringan
Anafilaksis
Dalam keadaan gawat dapat
timbul suatu reaksi anafilaksasi
( Yun. Ana = tanpa, phylaxis =
perlindungan). Pada shock
anafilaktis, masuknya antigen
pertama membuat tubuh tanpa
perlindungan terhadap pemasukan
antigen berikut. Kadar histamin
dapat meningkat dengan drastis,
seperti pada:
- Peristiwa kecelakaan dengan
banyak kehilangan darah
- Cedera bakar hebat
Reaksi anafilaksis hebat
dapat timbul pada kelompok orang
tertentu yang telah disensibilisasi,
terhadap satu atau beberapa jenis
alergen. Misalnya, alergen dalam
makanan (kacang-kacangan, buah
kiwi, arbai dan lain-lain) atau obat-
obat seperti kelompok penisilin.
2) Rilis Mekanis dan Kimiawi :
Banyak obat atau zat kimia bersifat
antigenik sehingga akan
melepaskan histamin dari mast cell
dan basofil. Zat-zat tersebut ialah :
a) Enzim : kimotripsin,
fosfolipase dan tripsin.
b) Beberapa surfaceactive
agents : detergent, garam
empedu dan lisolesitin.
c) Racun dan endotoksin
d) Polipeptida alkali dan ekstrak
jaringan.
e) Zat dengan berat molekul
tinggi : zimosan, ovomukoid,
serum kuda, ekspander plasma
dan polivinilpirolidon.
f) Zat bersifat basa misalnya
morfin, kodein, antibiotik,
meperidin,
stilbamidin,propamidin,dimetllt
ubokurarin, d-tubikurarin, dan
g) Media kontras
Senyawa 48/80, sebuah polymer
diamine eksperimental, secara
spesifik merilis histamine dari
jaringan sel mast dengan proses
degranulasi eksositosis yang
membutuhkan energi dan kalsium.
Proses fisik sepertimekanik, termal
atau radiasi cukup untuk merusak
sel à mast cell melepaskan
histamin. à terjadi pada
cholinergic urticaria, solar urticaria
dan cold urticaria.
(3) Penglepasan Histamin oleh sebab
lain
Pertumbuhan dan Perbaikan Jaringan
à Histamin banyak dibentuk di
jaringan yang sedang bertumbuh
cepat atau sedang dalam proses
perbaikan (jaringan embrio,
regenerasi hati, sumsum tulang, luka,
jaringan granulasi dan
perkembangan keganasan) disebut
nascent histamine, (tidak ditimbun
tetapi berdifusi bebas) à diduga
juga berperan dalam proses anabolik.
INDIKASI
Manfaat histamin untuk tujuan terapeutik
masih kontroversial, klinis digunakan untuk
beberapa prosedural diagnostik :
1) Penetapan kemampuan sekresi asam
lambung.
2) Tes integritas serabut saraf sensoris.
3) Inhalasi histamin juga digunakan
untuk menilai reaktivitas bronkus.
4) Diagnosis feokromositoma.
KONTRAINDIKASI
Asma bronkiale
Hipotensi
EFEK SAMPING
Hipotensi Ortostatik
Pada tes sekresi asam lambung
(diberikan dosis kecil histamin 0,01
mg / kg BB, SC) à menimbulkan
kemerahan di wajah, sakit kepala dan
penurunan tekanan darah yang
biasanya bersifat postural dan pulih
sendiri bila pasien dibaringkan.
Keracunan histamin
Jarang terjadi dan bila terjadi karena
takar lajak. Pengobatan keracunan
dengan memberikan adrenalin.
SEDIAAN
Histamin fosfat tersedia sebagai obat suntik
yang mengandung 0,275 atau 0,55 mg/ml
(sesuai dengan 0,1,0,2 mg dan 2,75 mg/ml
histamin basa).
Agonis Histamin
2- methylhistamine (agonis H1)
4- methilhistamine (agonis H2)
Betazole (Ilistalog) (agonis H2)
Impromidine (agonis H2 dan
antagonis H3)
R-a-methylhistamine (agonis H3)
Imetit dan Imepip ( agonis H3)
Betaserc (agonis H1 dan antagonis
H3) → Telah digunakan di klinik
untuk menurunkan serangan vertigo
dan mencegah timbulnya serangan).
mencega
ANTAGONIS HISTAMIN
Antagonis fisiologis
1. Khususnya epinephrine, digunakan,
karena :
a) Mempunyai efek otot polos
yang berlawanan dengan
histamine,
b) Bekerja pada reseptor yang
berbeda. Secara klinis
penting, dapat menyelamat-
kan jiwa pada anafilaksis
sistemik danm kondisi lain
karena terjadinya rilis
histamine dalam jumlah besar
– dan mediator lain.
2. Rilis Penghambat
Dapat mengurangi degranulasi sel
mast yang dihasilkan dari pemicuan
imunologi oleh interaksi antigen IgE.
à (Cromolyn dan nedocromil).
Menghambat penglepasan histamin
dan autakoid lain termasuk
leukotrien dari paru-paru manusia
pada proses alergi yang diperantarai
IgE à Untuk profilaksis asma
bronkial dan kasus atopik tertentu.
3. Antagonis Reseptor Histamine
Antihistamine ini bekerja secara
kompetitif, yaitu dengan
menghambat interaksi histamin dan
reseptor histamin H1 atau H2.
Antagonis H3 selektif belum tersedia
untuk penggunaan klinis.
top related