6.2 dapt - dr. yudi her sp.jp

14
1 Long Term Dual Antiplatelets Treatment After Stent Implantation : Postoperative Yudi Her Oktaviono Departemen/SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskuler RSU Dr. Soetomo FK Unair Surabaya Abstract Whereas the development of coronary stents has been a major breakthrough in the treatment of coronary artery disease, stent thrombosis, associated with myocardial infarction and death, has introduced a new challenge in the care of patients with coronary stents undergoing surgery. Oral antiplatelet therapy with aspirin and clopidogrel is a major strategy to prevent thrombotic events in patientswith acute coronary syndromes and patients undergoing percutaneous coronary interventions.The timing antiplatelets withdrawal and timing of the preoperative and postoperative components of bridge therapy are critical to balancing these risks. If the bleeding risk outweighs the risk of ST, other potential strategies include treatment with aspirin alone, “bridging therapy” with aspirin and a glycoprotein IIb/IIIa inhibitor and/or heparin, and “bridging therapy” without aspirin. Novel antiplatelet therapies are promising and potentially valuable in the perioperative management of patients with drug eluting stents. Keywords: drug eluting stent, stent thrombosis, perioperative, antiplatelet Pendahuluan Sejak dikenalkannya tindakan intervensi koroner perkutan, ada dua faktor yang membatasi tindakan ini yaitu restenosis dan menutupnya pembuluh darah diakibatkan trombosis. Penggunaan stent koroner memiliki dampak yang besar dalam mengurangi terjadinya restenosis. Tetapi trauma pembuluh darah akibat tindakan intervensi koroner perkutan menginduksi terjadinya aktivasi trombosit dan semua stent koroner yang tersedia terbuat dari metal yang trombogenik. Penggunaan drug-eluting stent (DES) dapat menurunkan restenosis dan target vessel revascularization>70% bila dibandingkan dengan bare metal stent (BMS). Lapisan polimer dan aspek yang lain dari DES dapat menyebabkan trombogenitas yang meningkat bila dibandingkan dengan BMS. 1 Agen antiplatelet sangat penting pada pencegahan primer maupun sekunder dari penyakit jantung koroner (PJK) stabil dan tidak stabil terutama setelah tindakan intervensi koroner perkutan. Saat ini sebanyak 2 juta kali tindakan intervensi koroner perkutan dilakukan pertahunnya di daerah Amerika Utara dan Eropa Barat. Kebanyakan dari tindakan intervensi koroner perkutan ini juga dilakukan pemasangan stent yaitu sebanyak kurang lebih 90%. Stent yang dipasang umumnya berupa DES dengan berbagai indikasi. Prevalensi PJK dan Sindroma Koroner Akut diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang dikarenakan semakin banyak populasi dengan usia lanjut. 2,3

Upload: bagirdm10

Post on 13-Jul-2016

232 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

1

Long Term Dual Antiplatelets Treatment After Stent Implantation :

Postoperative

Yudi Her Oktaviono

Departemen/SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskuler

RSU Dr. Soetomo – FK Unair

Surabaya

Abstract Whereas the development of coronary stents has been a major breakthrough in the treatment of

coronary artery disease, stent thrombosis, associated with myocardial infarction and death, has

introduced a new challenge in the care of patients with coronary stents undergoing surgery. Oral

antiplatelet therapy with aspirin and clopidogrel is a major strategy to prevent thrombotic events in

patientswith acute coronary syndromes and patients undergoing percutaneous coronary

interventions.The timing antiplatelets withdrawal and timing of the preoperative and postoperative

components of bridge therapy are critical to balancing these risks. If the bleeding risk outweighs the

risk of ST, other potential strategies include treatment with aspirin alone, “bridging therapy” with

aspirin and a glycoprotein IIb/IIIa inhibitor and/or heparin, and “bridging therapy” without aspirin.

Novel antiplatelet therapies are promising and potentially valuable in the perioperative management

of patients with drug eluting stents.

Keywords: drug eluting stent, stent thrombosis, perioperative, antiplatelet

Pendahuluan

Sejak dikenalkannya tindakan intervensi koroner perkutan, ada dua faktor yang

membatasi tindakan ini yaitu restenosis dan menutupnya pembuluh darah diakibatkan

trombosis. Penggunaan stent koroner memiliki dampak yang besar dalam mengurangi

terjadinya restenosis. Tetapi trauma pembuluh darah akibat tindakan intervensi koroner

perkutan menginduksi terjadinya aktivasi trombosit dan semua stent koroner yang tersedia

terbuat dari metal yang trombogenik. Penggunaan drug-eluting stent (DES) dapat

menurunkan restenosis dan target vessel revascularization>70% bila dibandingkan dengan

bare metal stent (BMS). Lapisan polimer dan aspek yang lain dari DES dapat menyebabkan

trombogenitas yang meningkat bila dibandingkan dengan BMS.1

Agen antiplatelet sangat penting pada pencegahan primer maupun sekunder dari

penyakit jantung koroner (PJK) stabil dan tidak stabil terutama setelah tindakan intervensi

koroner perkutan. Saat ini sebanyak 2 juta kali tindakan intervensi koroner perkutan

dilakukan pertahunnya di daerah Amerika Utara dan Eropa Barat. Kebanyakan dari tindakan

intervensi koroner perkutan ini juga dilakukan pemasangan stent yaitu sebanyak kurang lebih

90%. Stent yang dipasang umumnya berupa DES dengan berbagai indikasi. Prevalensi PJK

dan Sindroma Koroner Akut diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang

dikarenakan semakin banyak populasi dengan usia lanjut.2,3

Page 2: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

2

Dengan meningkatnya jumlah pasien yang menjalani PCI dan pemasangan stent,

maka tidak dapat dihindarkan bahwa pasien-pasien ini akan menjalani pembedahan non

jantung. Dalam suatu studi didapatkan angka 5% pasien yang menjalani PCI akan

memerlukan pembedahan non jantung dalam 1 tahun. Berbagai laporan trombosis stent

perioperatif pada pasien dengan DES telah dilaporkan. Trombosis stent (stent thrombosis

[ST]) merupakan suatu komplikasi yang sangat membahayakan dan tata laksana pada pasien

perioperatif dengan hal ini menjadi suatu isu yang besar. Risiko ST dapat diturunkan dengan

penggunaan dual antiplatelet therapy. Penghentian dual antiplatelet therapy harus

diminimalkan karena akan menempatkan pasien pada risiko tinggi terjadinya perdarahan

perioperatif. Guideline Amerika Serikat dan negara Eropa telah merekomendasikan dual

antiplatelet therapy yaitu aspirin dan tienopiridin pada pasien yang menggunakan DES

setidaknya selama 1 tahun setelah intervensi perkutan untuk mencegah terjadinya ST.2,4,5

Stent Thrombosis (ST) pada Drug-Eluting Stent (DES)

Penggunaan DES pada tindakan intervensi koroner perkutan telah menjadi sukses

besar tetapi sejak diberitakannya kejadian very late stent thrombosis (VLST) maka banyak

yang mempertanyakan keamanan dari penggunaan DES ini. Sebagai respon dari adanya ST

maka Food and Drug Administration Circulatory System Advisory Panel Meeting yang

dilaksanakan pada Desember 2006 menyatakan bahwa DES berkaitan dengan risiko tingkat

rendah tetapi bermakna untuk terjadinya stent thrombosis dibandingkan dengan bare metal

stent (BMS). Namun risiko kematian atau infark miokardium ini hanya meningkat pada

penggunaan off-label yaitu sekitar 60% dari penggunaan DES. American Heart

Association/American College of Cardiology (AHA/ACC) untuk Cardiovascular

Angiography and Interventions/American College of Surgeons/American Dental Association

menerbitkan suatu pertimbangan tentang risiko penghentian dini (prematur) dari terapi

antiplatelet dan pentingnya antiplatelet dalam menurunkan risiko ST serta bahaya

menghentikan antiplatelet secara dini.6,7

Stent thrombosis adalah komplikasi PCI yang mendadak dan berbahaya. Biasanya

muncul dalam bentuk infark miokardium dengan elevasi segmen ST (ST-elevation

myocardial infarction [STEMI]), aritmia maligna atau kematian. Dari data didapatkan angka

kematian yang tinggi pada ST yaitu berkisar antara 9% hingga 45%.6

Stent thrombosis adalah suatu proses dimediasi oleh trombosit yang terjadi melalui

aktivasi dan agregasi trombosit yang progresif sehingga menyebabkan pembentukan trombus.

Intervensi koroner perkutan (percutaneus coronary intervention [PCI]) menyebabkan

Page 3: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

3

kerusakan endotel dan medial yang akan sembuh dengan pembentukan neointima, biasanya

terjadi dalam 2 hingga 6 minggu pada penggunaan BMS. Namun, pada penggunaan DES

reendotelisasi dan penyembuhan neointima ini tertunda, menyebabkan strut stent tetap

terpapar sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus.6

Beberapa faktor risiko terjadinya ST yaitu yang terkait stent, yang terkait prosedur

dan variabel yang terkait kondisi pasien. Beberapa laporan mengatakan adanya

hipersensitivitas pada polimer stent (Tabel 1). Namun, prediktor yang paling penting untuk

terjadinya ST adalah penghentian dini dual antiplatelet therapy.8,9,10

Tabel 1. Faktor risiko terjadinya stent thrombosis pada pasien dengan DES6 Faktor pasien

Sindroma koroner akut Penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri MACE dalam 30 hari setelah PCI Diabetes mellitus Polimorfisme gen Insufisiensi ginjal Keadaan hiperkoagulasi (seperti keganasan, pembedahan, diabetes)

Faktor prosedur Diseksi residu Aposisi stent yang inkomplit Underexpansion stent “Crush” technique Oklusi sisi cabang

Anatomi koroner Ukuran pembuluh Lesi tipe C Stent pada left main coronary artery Panjang lesi yang meningkat Trombus Bifukarsio In-stent restenosis Karakteristik plak Penyakit pembuluh darah multipel Oklusi total Bypass graft

Faktor stent Permukaan stent Hipersensitif pada polimer stent Obat-obatan

Terapi antitrombotik dan antikoagulan Penghentian antiplatelet Resistensi antiplatelet Inhibisi pada agregasi trombosit

Operasi Non Jantung dan Stent thrombosis (ST)

Risiko ST pada perioperatif telah terbukti pada pasien yang menjalani pembedahan

non jantung segera setelah dilakukannya intervensi perkutan. Pada pasien menjalani

pembedahan non jantung akan mengalami peningkatan angka mortalitas bila dilakukan dalam

Page 4: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

4

6 minggu setelah intervensi perkutan dibandingkan dengan CABG. Setelah pembedahan

mayor terdapat peningkatan risiko trombogenik sekunder akibat pelepasan katekolamin,

peningkatan kemampuan agregrasi trombosis dan penurunan fibrinolisis yang menyebabkan

kondisi hiperkoagulasi. Sebagai tambahan, penghentian mendadak dari antiplatelet dapat

memicu efek rebound dan meningkatkan risiko ST. Sehingga, pencegahan trombosis sangat

penting dikarenakan adanya risiko mortalitas yang sangat tinggi.6

Data mengenai pasien perioperatif dengan DES ini masih terbatas. Tetapi sesuai

dengan laporan sebelumnya, data yang ada menunjukkan bahwa angka kejadian

kardiovaskular mayor (MACE) pada pasien dengan DES lebih tinggi pada pembedahan yang

dilakukan lebih awal dibandingkan dengan oprasi yang ditunda dengan tidak adanya

perbedaan jenis DES yang digunakan (sirolimus-eluting stent dengan paclitaxel eluting

stent). Banyak kasus pada laporan ini berkaitan dengan penghentian terapi antiplatelet.2,3,6

Terapi antiplatelet untuk pasien dengan DES

Agen antiplatelet sangat penting dalam pencegahan ST. ST merupakan proses yang

dimediasi oleh trombosit yang bekerja pada berbagai langkah proses pembentukan trombus.

Tetapi ketika digunakan pada perioperatif, agen antiplatelet berkaitan dengan peningkatan

risiko perdarahan. Penambahan tienopiridin selain aspirin (dual antiplatelet terapy)

menghasilkan efek sinergistik dan menjadi terapi baku setelah pemasangan DES untuk

menghindari ST. Ticlopidine mirip dengan clopidogrel tetapi penggunaannya terbatas oleh

adanya efek samping seperti agranulositosis dan purpura trombositopenia trombotik.6,11

Pada guideline ACC/AHA tentang STEMI yang telah diperbarui tahun 2007,

penambahan tienopiridin pada aspirin direkomendasikan tanpa melihat jenis terapi reperfusi

setidaknya selama 14 hari hingga 1 tahun jika tidak ada risiko perdarahan. Dual antiplatelet

therapy telah terbukti mengurangi angka kejadian kardiovaskular pada PCI. Dual antiplatelet

therapy superior dibandingkan pada pemberian aspirin saja atau tienopiridin saja dalam

pencegahan ST dan juga superior terhadap kombinasi aspirin dan warfarin. Pada guideline

ACC/AHA/Society for Cardiovascular Angiography and Interventions on PCI yang

diperbarui tahun 2007 didapatkan bahwa dual antiplatelet therapy direkomendasikan pada

semua pasien PCI yang dipasang DES kecuali ada risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan.

Guideline ini juga menambahkan pada pasien dengan risiko untuk terjadinya ST (seperti

insufisiensi ginjal, diabetes atau karakteristik prosedur seperti stent multipel atau pemasangan

pada lesi bifurkasio) memerlukan dual antiplatelet therapy lebih dari satu tahun.6,11,12

Page 5: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

5

Efikasi dual antiplatelet therapy dalam menurunkan MACE setelah PCI selama 1

tahun dibuktikan oleh studi PCI-CURE (Clopidogrel in Unstable angina to prevent Recurrent

ischemia Events) dan studi CREDO (Clopidogrel for the reduction of Events During

Observation) pada pasien PCI yang menggunakan BMS. Pada studi CHARISMA

(Clopidogrel fot High Atherothrombotic Risk and Ischemic Stabilization, Management and

Avoidance) didapatkan penurunan MACE yang sama yang dicapai pada pencegahan

sekunder pasien tanpa sindroma koroner akut dan tidak menjalani PCI. Terapi clopidogrel

lebih dari satu tahun tidak memiliki keuntungan bermakna bahkan didapatkan adanya risiko

perdarahan yang lebih tinggi.6,12,13

Perdarahan perioperatif dengan terapi antiplatelet

Prediktor tunggal yang paling penting dari terjadinya ST adalah penghentian terapi

antiplatelet. Menyeimbangkan antara risiko ST dan risiko perdarahan berkaitan dengan agen

antiplatelet merupakan hal yang sangat penting. Efek dual antiplatelet therapy pada

perdarahan pembedahan paling banyak diteliti pada pasien dengan pembedahan jantung.

Banyak data yang mengatakan bahwa aspirin dosis rendah hanya menimbulkan risiko

perdarahan berlebihan yang rendah. Tetapi, penambahan tienopiridin pada aspirin akan

menyebabkan meningkatnya perdarahan, dilakukannya transfusi produk darah, pemasangan

ventilator, memanjangnya waktu perawatan dan eksplorasi bedah ulang pada pasien yang

tetap menggunakan tienopiridin. Pada uji klinis CURE disimpulkan bahwa ada peningkatan

1% dari perdarahan yang berlebihan pada pasien dengan penghentian clopidogrel < 5 hari

sebelum dilakukannya operasi coronary artery bypass graft. Dengan alasan ini, Guideline

ACC/AHA merekomendasikan bahwa pasien dengan clopidogrel yang direncanakan operasi

coronary artery bypass graft untuk menghentikan pemberian clopidogrel setidaknya 5 hari

sebelum operasi kecuali bila pada revaskularisasi urgen.6,14

Data mengenai operasi non jantung dan risiko perdarahan pembedahan pada pasien

dengan dual antiplatelet therapy masih terbatas dan hasilnya bertentangan. Pada meta analisis

yang dilakukan oleh Burger dkk pada studi yang melibatkan 49.590 pasien yang menjalani

pembedahan non jantung disimpulkan bahwa pasien dengan aspirin akan menyebabkan

peningkatan perdarahan sebanyak 1,5 kali. Tetapi peningkatan ini tidak menyebabkan

komplikasi perdarahan dengan derajat keparahan yang lebih tinggi atau perdarahan fatal

kecuali pada operasi intrakranial dan mungkin juga pada operasi prostatektomi transuretral.

Penghentian aspirin berkaitan dengan insiden vaskular jantung, otak, dan kejadian vaskular

perifer. Penghentian aspirin juga akan meningkatkan insiden kejadian jantung, otak dan

Page 6: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

6

vaskuler perifer. Pada studi yang dilakukan oleh Payne dkk didapatkan peningkatan

perdarahan sebanyak 3,4 kali pada orang sehat yang diberikan kombinasi aspirin 150 mg dan

clopidogrel 75 mg. Sehingga pemberian dual antiplatelet therapy akan meningkatkan

perdarahan pembedahan.2,3,6

Beberapa laporan kasus menggambarkan perdarahan pasca operasi yang bermakna

dan bahkan fatal dengan penggunaan dual antiplatelet therapy setelah dilakukannya prosedur

vaskuler, ortopedi dan bahkan endoskopi. Tetapi beberapa studi melaporkan bahwa

peningkatan perdarahan pembedahan dan diperlukannya transfusi tidak akan mengubah

keluaran mortalitas dan pembedahan. Sehingga peningkatan risiko perdarahan perioperatif

dengan agen antiplatelet tidak harus berkaitan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas

atau hasil keluaran dari pembedahan. Penghentian antiplatelet pada penggunaan DES akan

meningkatkan risiko ST dan MACE pada perioperatif. Sehingga risiko penghentian terapi

antiplatelet pada pasien dengan DES akan melampui risiko yang didapatkan jika terapi tetap

diberikan. Penghentian rutin antiplatelet perioperatif sebaiknya tidak dilakukan dan tiap

pasien harus diperlakukan secara individual kasus per kasus.3,6

Strategi tata laksana perioperatif pada pasien dengan DES

Studi prospektif dan guideline yang hanya sedikit meyebabkan luas pendekatan yang

dilakukan dalam tata laksana pasien dengan DES dan terapi antiplatelet. Tata laksana

perioperatif pasien dengan DES harus dilakukan kasus per kasus. Pendekatan dilakukan

dengan melibatkan multidisiplin oleh kardiologis, ahli bedah, hematologis, dan ahli anestesia.

Banyak faktor yang harus dipertimbangkan terutama risiko perdarahan akibat pembedahan

(Tabel 2) dan risiko trombotik dari DES (Tabel 1). Kemudian juga harus dilakukan perkiraan

risiko ST dibandingkan dengan risiko perdarahan (Gambar 1).6

Aspirin dan tienopiridin tetap diteruskan selama pembedahan. Sebagai

pendekatan umum, semua prosedur pembedahan harus ditunda minimal 6 bulan dan idealnya

12 bulan setelah pemasangan DES. Bila pembedahan tidak dapat ditunda dikarenakan adanya

urgensi, maka mempertahankan dual antiplatelet therapy dengan aspirin dan tienopiridin

merupakan sangat penting dikarenakan adanya risiko terjadinya ST yang sangat meningkat.

Hal ini juga berlaku pada hampir semua prosedur pembedahan kecuali pada prosedur bedah

yang perdarahan pada tempat tertutup akan menyebabkan bahaya seperti bedah intrakranial,

medula spinalis, dan ruang mata posterior. Risiko perdarahan juga meningkat pada reseksi

prostat transuretral tetapi hal ini dapat dihindari dengan menggunakan laser potassium-

titanyl-phosphate.6

Page 7: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

7

Tabel 2. Risiko Perdarahan pada Pembedahan Non Jantung6

Risiko Perdarahan Bedah Perlu tidaknya transfusi Jenis Pembedahan

Rendah Biasanya tidak perlu Bedah pada perifer, plastik, dan umum; biopsi; bedah ortopedi minor, bedah otolaringologi dan umum; endoskopi; ruang mata anterior; ekstraksi dan bedah dental

Intermediat Sering diperlukan Bedah viseral; bedah kardiovaskuler; ortopedi mayor; otolaringologi, bedah rekonstruksi urologi

Tinggi Kemungkinan terjadi perdarahan dalam ruang tertutup

Bedah saraf intrakranial; bedah kanal spinal; bedah ruang posterior mata

Pasien yang menjalani prosedur bedah 12 bulan setelah PCI berada pada risiko rendah

untuk terjadinya ST dan MACE dibandingkan bila pembedahan dilakukan lebih cepat.

Namun, adanya laporan very late stent thrombosis (VLST) dan terjadinya endotelielisasi yang

tertunda pada pasien dengan DES maka risiko ST ini tetap bermakna. Sehingga,

mempertahankan dual antiplatelet therapy tetap menjadi prioritas jika risiko perdarahan

pembedahan dapat diterima. Berlawanan dengan hal ini jika faktor risiko bersamaan tidak ada

dan risiko perdarahan bermakna maka menghentikan tienopiridin dan meneruskan hanya

aspirin dapat diterima.6,7

Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN) menyatakan bahwa jika

pembedahan bukan jantung emergensi atau urgen diperlukan maka dual antiplatelet tetap

diteruskan jika memungkinkan kecuali jika risiko perdarahan tidak dapat diterima. Pada

kasus ini, terapi antiplatelet harus segera diberikan pasca operasi.6

Penghentian tienopiridin dan mempertahankan aspirin. Bila risiko perdarahan

perioperatif tinggi baik dikarenakan faktor pasien ataupun faktor pembedahan, maka

tienopiridin dapat dihentikan 5 hari sebelum operasi dan aspirin harus tetap diberikan. Namun

dikarenakan ST biasanya timbul segera setelah pasca operasi, maka clopidogrel harus dimulai

begitu risiko perdarahan telah tidak ada (idealnya dalam 24 jam) dengan dosis loading 300

mg hingga 600 mg.5,6

Page 8: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

8

Gambar 1. Algoritme Tatalaksana Pasien dengan DES6

Mempertahankan terapi antiplatelet tunggal dengan aspirin juga berlaku pada pasien

tanpa risiko ST yang konkomitan dan menjalani pembedahan lebih dari 12 bulan setelah PCI.

Pada studi terbaru didapatkan bahwa penghentian jangka pendek terapi antiplatelet dianggap

aman jika aspirin tetap terus diberikan, walau risiko terjadinya ST masih ada. Sehingga, pada

kasus pembedahan yang awal atau adanya faktor risiko ST maka dianjurkan diberikan terapi

jembatan (“bridging”).6,15

“Bridging therapy” dengan aspirin dan heparin. Heparin biasanya digunakan

sebagai pengganti dari aspirin atau tienopiridin dikarenakan efikasinya dalam terapi angina

tidak stabil dan infark miokard non-ST elevasi. Namun, heparin merupakan agen anti trombin

bukan suatu antiplatelet. Penggunaan antitrombotik seperti unfractioned heparin (UFH) dan

low molecular weight heparin (LMWH) telah diajukan pada tata laksana DES perioperatif.

Namun, terapi ini tidak terbukti efektif. Bahkan penggunaan heparin perioperatif berkaitan

dengan angka mortalitas yang tinggi. Heparin dan warfarin tidak efektif dalam mencegah ST

akut dan subakut pada awal penggunaan BMS. Hiperkoagulasi setelah penghentian UFH

yang mendadak harus dipertimbangkan juga. ST merupakan proses yang dimediasi platelet

maka sebagai antitrombotik (UFH dan LMWH) bukan agen yang ideal untuk

“bridging”.6,16,17

“Bridging therapy” menggunakan aspirin dan suatu glycoprotein (GP) IIb/IIIa

inhibitor. GB IIb/IIIa adalah suatu integrin trombosit. Aktivasi trombosit akan mengubah

integrin ke dalam kondisi memiliki afinitas tinggi terhadap fibrinogen yang perlengketan

Page 9: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

9

tahap akhir dari jalar umum dari agregarsi trombosit dan pembentukan bekuan darah (clot).

GP IIb/IIIa inhibitor bekerja dengan cara menghambat perlu yang dimediasi oleh fibrinogen

antara trombosit sehingga menghambat agregasi trombosit. Abxicimab menyebabkan

pemanjangan antagonisme GP IIb/IIIa yang ireversibel yang menyebabkan inhibisi agregasi

trombosit yang berlangsung setidaknya 48 jam hingga 7 hari. Dikarenakan waktu inhibisi

yang memanjang maka abxicimab tidak digunakan untuk perioperatif. Agen sintetis

eptifibatide dan tirofiban merupakan pengikat reseptor GP IIb/IIIa yang reversibel kompetitif

dan berdisosiasi secara cepat dibandingkan abxicimab. Waktu paruh agen ini cukup singkat

dan fungsi trombosit akan kembali sempurna dalam 2 hingga 4 jam setelah penghentian

pemberian secara infus. Sehingga agen ini cukup baik untuk digunakan pada

perioperatif.6,18,19

Walau GP IIb/IIIa inhibitor belum diteliti dalam keadaan perioperatif, tetapi

penggunaannya sebagai terapi jembatan ketika tienopiridin dihentikan sebelum operasi dapat

dipertimbangkan. Idealnya “jembatan” dimulai 2 hingga 4 hari setelah penghentian

antiplatelet oral. Ini berarti pasien harus menjalani rawat inap beberapa hari sebelum

dilakukan operasi. Walau strategi ini tidak begitu praktis tetapi cukup penting dilakukan pada

pasien yang menjalani operasi yang memiliki risiko tinggi terjadinya trombosis DES. Juga

bila pasien terlanjur dimasukkan untuk menjalani operasi urgen, maka terapi ini dapat

dipertimbangkan. Sehingga, pada pasien dengan DES yang memiliki risiko perdarahan

perioperatif yang meningkat dan risiko ST yang bermakna maka terapi jembatan

menggunakan aspirin dan GP IIb/IIIa inhibitor dengan dan tanpa heparin dapat menjadi

pertimbangan. Strategi meliputi dengan penghentian tienopiridin 5 hari sebelum operasi dan

pasien dimasukkan ke dalam rumah sakit beberapa hari sebelum operasi untuk memulai

pemberian tirofiban atau epifibatide dan infus UFH. Keduanya dihentikan 6 jam sebelum

operasi. Dan penting juga untuk mempertimbangkan risiko perdarahan. Strategi ini masih

dalam teori saja. Studi yang melaporkan strategi hanya ada satu yang melibatkan 7 pasien

denga risiko tinggi ST dan perdarahan pembedahan. Pada pasien ini dilakukan terapi

jembatan dengan eptifbatide dengan hasil keluaran pasca operasi yang baik tanpa

peningkatan perdarahan pasca operasi.6,18,19

Penghentian aspirin dan tienopiridin dan pertimbangan terapi lain. Jika risiko

perdarahan operasi akan jadi fatal atau berbahaya, seperti operasi intrakranial, medulla, dan

ruang posterior mata maka penghentian aspirin mungkin diperlukan. Pada kasus ini, aspirin

dan tienopiridin dapat dihentikan 5 hari sebelum operasi. Dikarenakan risiko ST akan

meningkat setelah penghentian agen antiplatelet maka pengawasan perioperatif intensif dan

Page 10: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

10

intervensi dini adalah hal mutlak. Terapi dual antiplatelet harus dimulai begitu risiko

perdarahan sudah tidak ada.6

Pada pasien dengan faktor risiko ST konkomitan, maka terapi "jembatan" dengan GP

IIb/IIIa inhibitor dengan/tanpa heparin dapat dipertimbangkan. Berdasarkan rekomendasi

French Society of Anesthesiology and Intensive Care jika penghentian agen antiplatelet

diperlukan maka substitusi dari agen nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) seperti

flurbiprofen (50 mg x 2 yang dihentikan 24 jam sebelum operasi) atau LMWH (85 – 100 IU

aXa/kgBB per 12 jam) dapat diberikan.6

Penggunaan nonselective cyclooxygenase-1 inhibitor non-steroidal anti-inflammatory

drug seperti flurbiprofen, sulfinpyrozone, indobufen atau triflusal telah diteliti. Keuntungan

utama dari obat-obatan ini adalah efek antiplatelet yang reversibel dan fungsi trombosit

kembali normal dalam 24 jam setelah penghentian. Tetapi, uji klinis acak menunjukkan hasil

yang berlawanan. Walau efeknya pada perioperatif belum diketahui dengan baik, penggunaan

agen ini pada operasi risiko tinggi masih bisa dipertimbangkan.6,17

Pasien yang menjalani prosedur operasi12 bulan setelah PCI memiliki risiko ST

perioperatif yang rendah untuk terjadinya ST dan MACE bila dibandingkan pada operasi

yang dilakukan lebih awal. Tetapi, adanya laporan VLST dan tertundanya endotelialisasi

pada DES maka risiko ini masih bermakna. Sehingga mempertahankan dual antiplatelet

therapy masih lebih penting jika risiko perdarahan perioperatif dapat diterima. Bila faktor

risiko konkomitan tidak ada dan risiko perdarahan bermakna, maka penghentian tienopiridin

dengan tetap mempertahankan aspirin bisa dilakukan. Namun pada pasien dengan faktor

risiko ST menjalani prosedur dengan risiko perdarahan yang bermakna maka terapi

“jembatan” dapat dipertimbangkan.5,6

Tatalaksana Perdarahan Perioperatif

Pasien yang menjalani operasi harus memiliki jumlah trombosit sedikitnya 50.000/ml

untuk meminimalkan risiko perdarahan. Ambang batas jumlah trombosit untuk mengurangi

risiko perdarahan ini menjadi 100.000/ml pada pasien yang menjalani bedah saraf atau bedah

ruang mata posterior. Hemostasis memerlukan setidaknya 50% trombosit yang berfungsi.

Adanya efek antiplatelet ireversibel maka trombosit segar hanya satu-satunya cara untuk

mengembalikan ke kondisi koagulasi normal. Namun, trombosit baru juga dapat terpengaruh

oleh efek dari sisa obat yang bersirkulasi. Clopidogrel memiliki waktu paruh 8 jam.

Sehingga, pada kasus perdarahan mayor hemostasis dapat dikembalikan dengan transfusi

trombosit segar setelah 16 hingga 24 jam dari minum obat terakhir tanpa penghambatan yang

Page 11: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

11

bermakna. Waktu paruh tirofiban dan eptifibatide sekitar 2 jam dan 60% hingga 90% fungsi

platelet akan kembali menjadi normal setelah 6 jam penghentian agen tersebut. Transfusi

trombosit segar sangat jarang diperlukan pada kasus itu.6

Transfusi 1 konsentrat trombosit biasanya meningkatkan jumlah trombosit hingga

5000/ml – 10.000/ml setelah 1 jam transfusi pada dewasa dengan berat badan 70 kg. Namun,

beberapa faktor risiko berperan dalam respon terhadap transfusi trombosit. Tindakan suportif

lainnya adalah penggantian darah yang hilang dengan transfusi sel darah merah atau produk

darah lainnya seperti cryoprecipitate, fresh frozen plasma, recombinant factor VII dan

desmopressin.6

Tatalaksana ST pasca operasi

ST sering terjadi dalam bentuk STEMI maka tindakan yang paling tepat adalah terapi

reperfusi segera. Terapi trombolitik pada pasca operasi tidak mungkin dilakukan, dikarenakan

akan ada risiko perdarahan masif. Terapi trombolitik juga kurang efektif bila dibanding

dengan intervensi perkutan primer dan bisa jadi lebih tidak efektif pada kasus ST yang

merupakan suatu kondisi dimediasi trombosit. Sehingga intervensi perkutan primer

merupakan terapi terpilih untuk ST perioperatif. Pasien dengan risiko tinggi terjadinya ST

baik karena penghentian dual antiplatelet therapy atau adanya faktor risiko konkomitan harus

diawasi secara ketat pasca operasi hingga dual antiplatelet therapy dapat dimulai kembali.6

Antiplatelet baru

Berbagai antiplatelet baru diharapkan akan tersedia dalam waktu dekat ini. Data yang

ada saat ini menunjukkan bahwa obat baru ini dapat memfasilitasi tatalaksana perioperatif

pada pasien dengan DES dan kemungkinan mengubah pendekatan tatalaksana yang ada saat

ini.

Prasugrel merupakan tienopiridin oral baru dalam bentuk prodrug yang

dimetabolisme melalui cytochrome P450 dalam hati. Prasugrel telah disetujui oleh FDA

untuk penggunaannya pada PCI. Prasugrel mirip dengan clopidogrel yang berikatan secara

selektif dan ireversibel dengan reseptor trombosit P2Y12. Namun, prasugrel memiliki

kemampuan inhibisi trombosit yang lebih cepat, poten dan konsisten dengan dosis loading 60

mg. Uji klinis TRITON-TIMI 38 (TRial to Assess Improvement in Therapeutic Outcomes by

Optimizing Platelet InhibitioN with Prasugrel-Thrombolysis In Myocardial Infarction 38)

membandingkan penggunaan clopidogrel dengan dosis loading 300 mg dilanjutkan 75

mg/hari dengan prasugrel dosis loading 60 mg dilanjutkan 10 mg/hari pada sindroma koroner

Page 12: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

12

akut. Pada uji klinisi ini didapatkan penurunan kejadian iskemia yang bermakna. Insidensi ST

menurun dari 2,4% pada clopidogrel menjadi 1,1% pada prasugrel. Namun, terdapat

peningkatan risiko perdarahan termasuk perdarahan yang fatal. Pada uji klinis PRINCIPLE-

TIMI 44 (Prasugrel In Comparison to Clopidogrel for Inhibition of Platelet Activation and

Aggregation-Thrombolysis In Myocardial Infarction 44) penggunaan prasugrel dengan dosis

loading 60 mg dan dosis harian 10 mg didapatkan inhibisi fungsi trombosit yang lebih tinggi

dibandingkan dengan dosis loading clopidogrel yang lebih tinggi yaitu 600 mg dan dosis

harian 150 mg pada pasien yang menjalani PCI. Namun, frekuensi perdarahan cenderung

lebih banyak pada prasugrel. Walau sepertinya prasugrel lebih efektif pada pasien dengan

sindroma koroner akut yang menjalani PCI tetapi penggunaan pada perioperatif terbatas

dikarenakan adanya peningkatan risiko perdarahan dan inhibisi trombosit yang ireversibel.

Prasugrel berpotensial untuk digunakan pasca operasi dikarenakan inhibisi trombositnya

ceoat terjadi dan poten.6,15,20

Ticagrelor (AZD6140) juga merupakan antagonis reseptor P2Y12 adenosine

diphosphate yang diberikan secara oral. Tidak seperti clopidogrel, ticlopidine dan prasugrel,

ticagrelor adalah analog adenosine triphosphate nontienopiridin yang berikatan secara

langsung dengan reseptor P2Y12 dan reversibel tanpa aktivasi metabolik. Pada studi

didapatkan bahwa ticagrelor memiliki inhibisi agregasi trombosit yang lebih tinggi

dibandingkan dengan clopidogrel. Inhibisi puncak diamati pada 2 hingga 4 jam setelah

pemberian satu dosis ticagrelor. Hal ini ditunjukkan pada uji fase 2 DISPERSE-2 (Dose

Confirmation Study assessing anti-Platelet Effects of AZD6140 vs clopidogRel in non-ST-

segment Elevation myocardial infarction) yaitu adanya rerata inhibisi agregasi trombosit yang

lebih tinggi dibanding dengan clopidogrel. Pada uji klinis fase 3PLATO (PLATelt inhibition

and patient Outcomes) didapatkan reduksi bermakna pada kejadian MACE dengan ticagrelor

dibandingkan dengan clopidogrel. Kejadian ST pada pemberian ticagrelor menurun 2,9%

dibandingkan dengan clopidogrel sebesar 3,8%. Dan tidak ada perbedaan bermakna pada

angka kejadian perdarahan mayor pada kedua obat. Keuntungan utama penggunaan ticagrelor

pada perioperatif adalah reversibilatasnya, waktu paruhnya yang singkat (6 hingga 13 jam)

dan waktu onset yang cepat. Pasien dengan DES dapat menghentikan ticagrelor 1 hari

sebelum operasi dan dapat dimulai segera setelah pembedahan selesai sehingga dapat

menghilangkan risiko ST maupun perdarahan.6,19,20

Cangrelor juga merupakan obat baru antagonis reseptor P2Y12 yang reversibel yang

diberikan secara intravena. Sama dengan ticagrelor, cangrelor tidak memerlukan aktivasi

metabolik. Studi fase 2 menunjukkan onset yang cepat dan inhibisi trombosit yang lebih

Page 13: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

13

tinggi dibandingkan dengan clopidogrel. Dibandingkan dengan abxicimad, insidensi

terjadinya kejadian jantung sama pada keduanya dan agregasi trombosit kembali ke normal

lebih cepat setelah penghentian infus cangrelor. Uji klinis CHAMPION (Cangrelor Versus

Standard Therapy to Achieve Optimal Management of Platelet Inhibition) fase 3 dihentikan

akibat gagal untuk mencapai titik akhir dari efikasi. Namun, uji BRIDGE (Maintenance of

Platelet inhiBition With CangRelor After dIscontinuation of ThienopyriDines in Patients

Undergoing surGEry) masih dalam tahap pengerjaan untuk menilai keamanan pada

“jembatan” pada pasien perioperatif. Cangrelor memiliki onset yang cepat, reversibel dan

waktu paruh 3 menit sehingga berpotensi untuk menjadi terapi “jembatan” pada pasien

perioperatif. Namun, sama dengan GP IIb/IIIa inhibitor sebagai “jembatan” maka pasien

memerlukan perawatan di rumah sakit terlebih dahulu sebelum operasi untuk memulai

pemberian obat secara infus. Pada kasus ini, cangrelor dapat dihentikan beberapa menit

sebelum prosedur dan dapat dimulai kembali lebih cepat dibandingkan dengan agen

antiplatelet lain. Bahkan mempertahankan infus cangrelor selama operasi dapat

dimungkinkan bila ada indikasi.6,20

PRT060128 merupakan agen yang masih dalam tahap penelitian, bekerja langsung,

antagonis reseptor P2Y12 yang reversibel yang dapat diberikan secara oral maupun intravena.

Berbagai agen antiplatelet baru lainnya seperti protease-activated receptor-1 antagonist

E5555, thrombin receptor antagonist seperti SCH-530348 dan thromboxane inhibitor baru

seperti NCX-4016 yang kesemuanya masih dalam tahap penelitian. Oleh karena itu,

tatalaksana pasien dengan DES kemungkinan besar akan berubah dengan adanya agen

antiplatelet baru ini.6,8,21

Kesimpulan

Tatalaksana pasien DES pada perioperatif merupakan isu besar. Mempertahankan dual

antiplatelet therapy tetap menjadi usaha dalam mencegah ST. Pada kasus dengan risiko

perdarahan yang tinggi maka mempertahankan terapi antiplatelet tunggal jangka pendek

dengan aspirin berkaitan dengan risiko rendah terjadinya ST. Jika aspirin harus dihentikan

maka ada beberapa strategi tatalaksana dapat dipertimbangkan walau hanya ada sedikit data

yang mendukung strategi ini. Pengawasan intensif pasca operatif dan intervensi segera harus

dilakukan bila terjadi stent thrombosis. Dengan studi-studi terbaru akan memberikan

informasi tambahan sehingga dapat membantu terbentuknya guideline. Dikeluarkannya agen

antiplatelet baru yang reversibel dapat mengubah strategi yang ada saat ini membuat

tatalaksana perioperatif pada pasien dengan DES menjadi tugas yang lebih sederhana.

Page 14: 6.2 Dapt - Dr. Yudi Her Sp.jp

14

Daftar Pustaka

1. Chatriwalla AK, Bhatt DL. Dual Antiplatelet Therapy After Drug-Eluting Stents Should Be

Continued for More Than One Year and Preferably Indefinitely. CircCardiovascIntervent

2008;1:217-225

2. Mollmann H, Nef HM, Hamm CW. Antiplatelet therapy during surgery. Heart 2010;96:986-

991

3. Van de Werf F. Dual antiplatelet therapy in high-risk patients. European Heart Journal

Supplements 2007;9:D3-D9

4. Chen T, Matyal R. The Management of Antiplatelet Therapy in Patients With Coronay Stents

Undergoing Noncardiac Surgery. Seminars in Cardiothoracic and Vascular Anesthesia

2010;14(4) 256-273

5. Albaladejo P, Marret E, Samama C, Collet J, Abhay K, Loutrel O. Non-cardiac Surgery in

Patients With Coronary Stents: The RECO study. Heart 2011;97 (19)1566-72

6. Abualsaud AO, Eisenberg MJ. Perioperative Management of Patients With Drug-Eluting

Stents. J Am CollCardiolIntv 2010;3:131-42

7. Bhatt SH, Hauser TH. Very Late Stent Thrombosis After Dual Antiplatelet Therapy

Discontinuation in a Patient with History of Acute Stent Thrombosis. Ann Pharmacother

2008;42:708-12

8. Wallentin L. Dual antiplatelet therapy in the drug-eluting stent era. European Heart Journal

Supplements 2008;10:D38-D44

9. Kandzari DE, Angiolillo DJ, Price MJ, Teirstein PS. Identifying the “Optimal” Duration of

Dual Antiplatelet Therapy After Drug-Eluting Stent Revascularization. J Am CollCardiolIntv

2009;2:1279-85

10. Desai NR, Bhat DL. The State of Periprocedural Antiplatelet Therapy After Recent Trials. J

Am CollCardiolIntv 2010;3:571-83

11. Raymond C, Menon V. Dual antiplatelet therapy in coronary artery disease: A case-based

approach. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2009;76(11):663-670

12. Bakhru MR, Bhatt DL. What is the role of dual antiplatelet therapy with clopidorel and

aspirin? Cleveland Clinic Journal of Medicine 2008;75(4):289-295

13. Wang TH, Bhatt DL, Fox KAA, Steinhubl SR, Brennan DM, Hacke W, et al. An analysis of

mortality rates with dual-antiplatelet therapy in the primary prevention population of the

CHARISMA trial. European Heart Journal 2007;28:2200-2207

14. Bertrand ME. When and how to discontinue antiplatelet therapy. European Heart Journal

Supplement 2008;10:A35-A41

15. Mahla E, Metzler H, Tantry US, Gurbel PA. Controversies in Oral Antiplatelet Therapy in

Patients Undergoing Aortocoronary Bypass Surgery. Ann ThoracSurg 2010;90:1040-51

16. Jaffer AK. Perioperative management of warfarin and antiplatelet therapy. Cleveland Clinic

Journal of Medicine 2009;76(11):S37-S44

17. Collet JP, Montalescot G. Premature withdrawal and alternative therapies to dual oral

antiplatelet therapy. European Heart Journal Supplements 2006;8:G46-G52

18. Rasoul S et al. A Comparison of Dual vs triple antiplatelet therapy in patients with non-ST

segments elevation acute coronary syndrome: results of the ELISA-2 trial. European Heart

Journal 2006;27:1401-1407

19. O’Riordan JM, Margey RJ, Blake G, O’Connell PR. Antiplatelet Agents in the Perioperative

Period. Arch Surg 2009;144(1):69-76

20. Behan MW, Chew DP, Aylward PE. The role of antiplatelet therapy in the secondary

prevention of coronary artery disease. CurrOpinCardiol 2010;25:321-328

21. Wong YW, Prakash R, Chew DP. Antiplatelet therapy in percutaneous coronary intervention:

Recent advances in oral antiplatelet agents. CurrOpinCardiol 2010;25:305-311