translate fix dsm v - gender dysphoria
DESCRIPTION
tesTRANSCRIPT
Textbook Reading
DSM V : GENDER DYSPHORIA &
INTRODUCTION GANGGUAN KEPRIBADIAN
OLEH:
ARENTA MANTASARI
H1A 008 009
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT JIWA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
GENDER DYSPHORIA
Pada bab ini, terdapat satu diagnosis menyeluruh dari gender dysphoria (gender = jenis
kelamin), dengan kriteria terpisah yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak-anak, remaja
dan orang dewasa. Ruang lingkup jenis kelamin dan gender sangat kontroversial dan telah
menyebabkan berkembangnya istilah-istilah dengan makna yang berbeda-beda dari waktu ke
waktu dan di dalam atau antar disiplin ilmu. Sumber kerancuan lainnya adalah istilah “sex”
dalam bahasa Inggris yang sama-sama bermakna laki-laki atau perempuan dan seksualitas. Bab
ini menggunakan kerangka dan istilah-istilah seperti yang lazim digunakan oleh para dokter dari
berbagai disiplin ilmu dengan spesialisasi di bidang ini. Dalam bab ini, kata sex dan sexual
merujuk pada indikator biologis laki-laki dan perempuan (yang dipahami dalam konteks bidang
reproduksi), seperti tentang kromosom seksual, gonad, hormon seksual, serta genitalia internal
dan eksternal yang tidak ambigu. Gangguan perkembangan seks menunjukkan kondisi
penyimpangan somatik bawaan pada saluran reproduksi bila dibandingkan dengan yang normal
dan atau adanya perbedaan antara indikator biologis laki-laki dan perempuan. Terapi hormon
cross-sex menunjukkan penggunaan hormon feminisasi pada seseorang yang lahir sebagai laki-
laki berdasarkan indikator biologis tradisional atau penggunaan hormon maskulinisasi pada
seseorang yang lahir sebagai perempuan.
Kebutuhan untuk memperkenalkan istilah gender (jenis kelamin) muncul dengan adanya
kesadaran bahwa untuk seorang individu dengan indikator biologis jenis kelamin yang
bermasalah atau ambigu (yaitu "interseks"), peran kehidupan dalam masyarakat dan atau
identifikasi mereka sebagai laki-laki atau perempuan tidak bisa terkait secara bersamaan atau
diperkirakan dari indikator biologis dan, di kemudian hari, beberapa individu menunjukkan
identitas sebagai perempuan atau laki-laki yang berbeda dengan indikator biologis klasik yang
mereka miliki. Dengan demikian, istilah gender (jenis kelamin) digunakan untuk menunjukkan
peran kehidupan publik (dan biasanya diakui secara hukum) sebagai anak laki-laki atau
perempuan, pria atau wanita; akan tetapi berbeda dengan teori-teori konstruksionis sosial
tertentu, faktor biologis dianggap berkontribusi dalam interaksi dengan faktor-faktor sosial dan
psikologis , untuk perkembangan jenis kelamin. Gender assignment (penentuan jenis kelamin)
merujuk pada penentuan awal sebagai pria atau wanita. Hal ini biasanya terjadi pada saat lahir
dan, dengan demikian disebut sebagai "gender lahir." Gender- atypical (jenis kelamin atipikal)
1
merujuk pada gambaran somatik atau perilaku yang tidak khas pada tiap individu (yang sesuai
dengan fakta) dengan jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya oleh masayarakat; untuk
perilaku, gender-nonconforming merupakan istilah alternatif. Gender reassignment (pergantian
jenis kelamin) menunjukkan perubahan jenis kelamin yang sah (dan biasanya legal secara
hukum). Gender identity (identitas jenis kelamin) merupakan kategori identitas sosial dan
merujuk pada identifikasi perorangan sebagai laki-laki, perempuan, atau kadang-kadang
beberapa kategori lain selain laki-laki atau perempuan. Gender dysphoria sebagai istilah
deskriptif umum merujuk pada ketidakpuasan afektif / kognitif seorang individu terhadap jenis
kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya, namun didefinisikan secara lebih khusus bila
digunakan sebagai kategori diagnostik. Transgender merujuk pada spektrum luas individu-
individu yang secara sementara atau terus-menerus mengidentifikasi jenis kelamin yang berbeda
dari jenis kelamin lahir mereka. Transsexual menunjukkan seorang individu yang mencari atau
telah mengalami transisi sosial dari laki-laki ke perempuan atau perempuan ke laki-laki, yang
pada kebanyakan kasus juga melibatkan transisi somatik dengan terapi hormon cross-sex dan
operasi kelamin (operasi penggantian kelamin).
Gender dysphoria merujuk tekanan yang mungkin menyertai ketidaksesuaian antara
pengalaman atau ekspresi jenis kelamin seseorang dengan jenis kelamin yang sudah ditentukan
sebelumnya. Meskipun tidak semua orang akan mengalami tekanan sebagai akibat dari
ketidaksesuaian tersebut, banyak yang merasa tertekan bila intervensi fisik yang diinginkan
dengan cara hormonal dan atau operasi tidak tersedia. Istilah ini lebih deskriptif bila
dibandingkan dengan istilah gender identity disorder (gangguan identitas seksual) pada DSM-IV
sebelumnya, dan lebih fokus pada dysphoria sebagai masalah klinis, bukan identitas secara
terminologis.
2
GENDER DYSPHORIA
Kriteria Diagnostik
Gender Dysphoria pada Anak-anak 302.6 (F64.2)
A. Adanya inkongruensi yang jelas antara jenis kelamin yang dirasakan dan diekspresikan
dengan jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan durasi minimal selama 6
bulan, dan bermanifestasi dalam setidaknya enam dari kriteria berikut (salah satunya harus
kriteria A1) :
1. Keinginan kuat untuk menjadi jenis kelamin yang lain atau desakan bahwa ia berjenis
kelamin yang lain (atau beberapa alternatif jenis kelamin yang berbeda dari jenis
kelaminnya sebelumnya).
2. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang telah ditetapkan), preferensi yang kuat untuk
berpakaian atau meniru pakaian perempuan; atau pada anak perempuan (jenis kelamin
yang ditetapkan), preferensi yang kuat untuk hanya mengenakan pakaian maskulin dan
penolakan yang kuat untuk mengenakan pakaian feminin.
3. Preferensi yang kuat untuk peran jenis kelamin lain (cross-gender) dalam permainan
pura-pura atau permainan fantasi.
4. Preferensi yang kuat untuk mainan, permainan, atau kegiatan yang digunakan atau terikat
secara stereotipik pada jenis kelamin lain.
5. Preferensi yang kuat untuk teman bermain dari jenis kelamin lainnya.
6. Pada anak laki-laki (jenis kelamin yang telah ditetapkan), penolakan yang kuat terhadap
mainan, permainan, dan kegiatan yang maskulin serta penghindaran yang kuat terhadap
permainan kasar; atau pada anak perempuan (jenis kelamin yang telah ditetapkan),
penolakan yang kuat terhadap mainan, permainan, dan kegiatan yang feminin.
7. Rasa tidak suka yang kuat terhadap anatomi kelaminnya.
8. Keinginan yang kuat terhadap ciri seks primer dan atau sekunder yang sesuai dengan
jenis kelamin yang ia rasakan.
B. Kondisi ini berkaitan dengan tekanan yang signifikan secara klinis atau adanya gangguan
fungsi sosial, sekolah, atau area-area fungsional penting lainnya.
3
Dikhusukan bila :
Disertai dengan gangguan perkembangan seksual (misalnya berupa gangguan androgenital
congenital seperti pada 255.2 [E25.0] hiperplasia adrenal kongenital atau 259.50 [E34.50]
sindrom insensitivitas androgen.
Coding note : kode gangguan perkembangan seksual sama halnya dengan gender dysphoria.
Gender Dysphoria pada Remaja dan Orang Dewasa 302.85 (F64.1)
A. Adanya inkongruensi yang jelas pengalaman atau ekspresi jenis kelamin seseorang dengan
jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan durasi minimal selama 6 bulan, dan
bermanifestasi dalam setidaknya dua dari kriteria berikut :
1. Inkongruensi yang jelas antara jenis kelamin yang dirasakan/diekspresikan dengan ciri
seks primer dan atau sekunder (atau ciri seks sekunder yang akan muncul pada remaja
muda).
2. Keinginan yang kuat untuk terbebas dari ciri seks primer dan atau sekundernya karena
terdapat ketidaksesuaian yang jelas dengan pengalaman/ekspresi jenis kelaminnya (atau
keinginan untuk mencegah perkembangan ciri seks sekunder yang akan muncul pada
remaja muda).
3. Keinginan yang kuat terhadap ciri seks primer dan atau sekunder dari jenis kelamin
lainnya.
4. Keinginan yang kuat untuk menjadi jenis kelamin lain (atau beberapa alternatif jenis
kelamin lainnya yang berbeda dari jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya).
5. Keinginan yang kuat untuk diperlakukan sebagai jenis kelamin lainnya (atau beberapa
alternatif jenis kelamin lainnya yang berbeda dari jenis kelamin yang telah ditetapkan
sebelumnya).
6. Keyakinan yang kuat bahwa ia memiliki perasaan dan reaksi yang khas dari jenis kelamin
lainnya (atau beberapa alternatif jenis kelamin lainnya yang berbeda dari jenis kelamin
yang telah ditetapkan sebelumnya).
B. Kondisi ini berkaitan dengan tekanan yang signifikan secara klinis atau adanya gangguan
fungsi sosial, sekolah, atau area-area fungsional penting lainnya.
4
Dikhususkan bila :
Disertai dengan gangguan perkembangan seksual (misalnya berupa gangguan androgenital
congenital seperti pada 255.2 [E25.0] hiperplasia adrenal kongenital atau 259.50 [E34.50]
sindrom insensitivitas androgen.
Coding note : kode gangguan perkembangan seksual sama halnya dengan gender dysphoria.
Dikhususkan bila :
Posttransttion: individu tersebut telah beralih secara penuh ke jenis kelamin yang diinginkan
(dengan atau tanpa legalisasi perubahan jenis kelamin) dan telah mengalami (atau sedang
bersiap-siap untuk menjalani) setidaknya satu prosedur medis cross-sex atau pengobatan –
yaitu, terapi hormone cross-sex atau operasi pergantian kelamin ke jenis kelamin yang
diinginkan (misalnya penectomy, vaginoplasty pada individu yang terlahir sebagai laki-laki;
mastektomi atau phalloplasty dalam individu yang terlahir sebagai perempuan).
Specifier
Posttransition specifier dapat digunakan dalam konteks melanjutkan prosedur pengobatan yang
berfungsi untuk mendukung penetapan jenis kelamin yang baru.
GAMBARAN DIAGNOSIS
Individu dengan gender dysphoria memiliki inkongruensi yang nyata antara jenis
kelamin mereka (biasanya ditetapkan saat lahir, disebut sebagai natal gender) dan jenis kelamin
yang mereka rasakan/ekspresikan. Perbedaan ini merupakan komponen inti dari diagnosis. Juga
harus ada bukti adanya distress (tekanan) akibat inkongruensi ini. Jenis kelamin yang dirasakan
dapat berupa jenis kelamin alternatif di luar stereotip biner. Akibatnya, tekanan ini tidak terbatas
pada keinginan untuk menjadi jenis kelamin lain, tetapi termasuk juga keinginan untuk menjadi
alternatif jenis kelamin lainnya, asalkan hal itu berbeda dari jenis kelamin individu tersebut
sebelumnya.
Gender dysphoria menunjukkan manifestasi yang berbeda dalam tiap kelompok usia.
Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai perempuan dengan gender dysphoria dapat
mengungkapkan keinginan untuk menjadi anak laki-laki, menegaskan bahwa mereka adalah
anak laki-laki, atau menegaskan bahwa mereka akan tumbuh menjadi seorang pria. Mereka lebih
5
memilih pakaian dan gaya rambut anak laki-laki, sehingga sering dianggap sebagai anak laki-laki
oleh orang asing, dan bisa saja meminta untuk dipanggil dengan nama anak laki-laki. Biasanya,
mereka menampilkan reaksi negatif yang kuat terhadap upaya orang tua mereka untuk
memakaikan gaun atau pakaian feminin lainnya. Beberapa mungkin menolak untuk datang ke
sekolah sekolah atau menghadiri acara sosial di mana pakaian-pakaian tersebut digunakan.
Anak-anak perempuan ini mungkin menunjukkan identifikasi cross-gender yang nyata dalam
bermain peran, mimpi, dan hayalan. Olahraga dengan kontak fisik, permainan kasar, permainan
tradisional yang biasa dimainkan anak laki-laki, dan memilih anak laki-laki sebagai teman
bermain yang biasanya paling disukai. Mereka menunjukkan minat yang kurang dalam mainan
yang merupakan cirri khas feminin (misalnya boneka) atau kegiatan (misalnya, saling
mendandadni atu bermain peran). Terkadang mereka menolak untuk buang air kecil dalam posisi
duduk. Beberapa anak yang terlahir sebagai perempuan menunjukkan keinginan untuk memiliki
penis atau menyatakan keinginan untuk memiliki penis atau bahwa mereka akan memilikinya
bila sudah bertambah usia. Mereka juga mungkin menyatakan bahwa mereka tidak ingin
mengalami payudara atau menstruasi.
Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai laki-laki dengan gender dysphoria
dapat mengungkapkan keinginan untuk menjadi seorang anak perempuan atau menegaskan
bahwa mereka adalah seorang anak perempuan atau bahwa mereka akan tumbuh menjadi
seorang wanita. Mereka memiliki kecenderungan untuk memakai pakaian anak perempuan atau
wanita atau mungkin berimprovisasi dengan berbagai bahan yang tersedia (misalnya,
menggunakan handuk, celemek, dan syal untuk rambut panjang atau rok). Anak-anak ini juga
mungkin bermain peran sebagai sosok perempuan (misalnya, sebagai "ibu") dan sering sangat
tertarik pada tokoh fantasi perempuan. Kegiatan tradisional yang feminin, permainan stereotipik
anak perempuan, dan hiburan (misalnya, "bermain rumah"; menggambar gambar feminin,
menonton televisi atau video dari karakter wanita favorit) biasanya paling disukai. Boneka yang
merupakan ciri khas perempuan (misalnya Barbie) biasanya lebih seringdisukai, dan mereka
lebih memilih untuk bermain dengan anak perempuan. Mereka menghindari permainan kasar dan
olahraga kompetitif dan memiliki minat yang kurang dalam mainan khas maskulin (misalnya,
mobil, truk). Beberapa di antaranya mungkin berpura-pura tidak memiliki penis dan bersikeras
untuk duduk ketika buang air kecil. Dan meskipun jarang ditemukan, mereka juga mungkin
6
merasa bahwa penis atau testis mereka menjijikkan, bahwa mereka berharap hal tersebut
dihilangkan, atau bahwa mereka memiliki atau berharap memiliki vagina.
Pada remaja muda dengan gender dysphoria, gambaran klinis mungkin menunjukkan
kondisi yang mirip dengan anak-anak atau orang dewasa, tergantung pada tingkat
perkembangannya. Karena ciri seks sekunder remaja muda belum sepenuhnya berkembang,
orang-orang ini mungkin tidak menyatakan ketidaksukaan mereka, tetapi mereka khawatir akan
perubahan fisik yang akan terjadi.
Pada orang dewasa dengan gender dysphoria, perbedaan antara jenis kelamin yang
dirasakan dengan karakteristik jenis kelamin secara fisik sering, namun tidak selalu, disertai
dengan keinginan untuk menyingkirkan ciri seks primer dan atau sekunder dan atau keinginan
yang kuat untuk mendapatkan beberapa karakteristik seks primer dan atau sekunder dari jenis
kelamin lainnya. Secara bervariasi, orang dewasa dengan gender dysphoria mungkin
mengadopsi perilaku, pakaian, dan tingkah laku dari jenis kelamin yang ia rasakan. Mereka
merasa tidak nyaman dengan anggapan orang lain atau berinteraksi di dalam masyarakat, sebagai
individu dengan jenis kelamin yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa orang dewasa
mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi jenis kelamin yang berbeda dan ingin
diperlakukan seperti itu, dan mereka mungkin memiliki dorongan batin untuk merasakan dan
merespon sebagai jenis kelamin yang ia rasakan tersebut tanpa berusaha mencari penanganan
medis untuk mengubah karakteristik tubuhnya. Mereka mungkin menemukan cara lain untuk
mengatasi ketidaksesuaian antara jenis kelamin yang ia rasakan/ekspresikan dengan hidup dalam
peran sebagai jenis kelamin yang ia inginkan secara parsial, atau dengan mengadopsi peran jenis
kelamin yang bukan perempuan secara konvensional juga bukan laki-laki secara konvensional.
Gambaran yang Mendukung Diagnosis
Ketika tanda-tanda pubertas mulai muncul, anak laki-laki mencukur rambut kaki mereka pada
tanda-tanda pertama dari pertumbuhan rambut. Mereka kadang-kadang menjepit (bind) alat
kelamin mereka agar ereksi tidak terlihat jelas. Perempuan dapat membebat payudara mereka,
berjalan dengan membungkuk, atau menggunakan sweater longgar untuk membuat payudara
kurang terlihat. Semakin lama, remaja-remaja tersebut meminta atau dapat memperoleh penekan
hormon steroid gonad (misalnya, analog gonadotropin-releasing hormone [GnRH],
spironolactone) tanpa resep dokter dan tanpa pengawasan. Remaja tersebut juga sering
7
menginginkan terapi hormon dan banyak juga yang berharap untuk mendapatkan operasi
pergantian kelamin. Remaja yang tinggal di lingkungan yang menerima kondisinya tersebut
dapat secara terbuka mengungkapkan keinginan untuk menjadi dan diperlakukan sebagai jenis
kelamin yang ia rasakan, dan berpakaian sebagai jenis kelamin tersebut baik sebagian atau secara
keseluruhan, memiliki gaya rambut yang khas dari jenis kelamin tersebut, mencari persahabatan
dengan teman sebaya dari jenis kelamin lainnya, dan atau menggunakan nama baru yang sesuai
dengan jenis kelamin itu. Remaja yang lebih tua, ketika ia aktif secara seksual biasanya tidak
menunjukkan atau mengizinkan pasangannya untuk menyentuh organ seksual mereka. Pada
orang dewasa dengan keengganan terhadap alat kelamin mereka, aktivitas seksual dibatasi oleh
pilihan untuk tidak memperlihatkan dan tidak mengizinkan pasangan mereka menyentuh alat
kelamin mereka. Beberapa orang dewasa mungkin mencari terapi hormon (kadang-kadang tanpa
resep dokter dan pengawasan) dan operasi pergantian kelamin. Beberapa lainnya puas dengan
terapi hormon atau pembedahan saja.
Remaja dan orang dewasa dengan gender dysphoria sebelum terjadi pergantian kelamin
beresiko untuk memiliki pemikiran bunuh diri, melakukan percobaan bunuh diri, dan bunuh diri.
Setelah pergantian kelamin, penyesuaian dapat bervariasi, dan risiko bunuh diri bisa saja
menetap.
PREVALENSI
Untuk laki-laki dewasa (natal gender), prevalensi berkisar antara 0,005% hingga 0,014%,
dan untuk wanita (natal gender) berkisar dari 0,002% hingga 0,003%. Karena tidak semua orang
dewasa mencari pengobatan hormon dan tindakan bedah di klinik spesialis, maka angka ini bisa
jadi lebih kecil daripada kenyataan. Rerata kunjungan ke klinik spesialis menurut perbedaan
jeniskelamin bervariasi menurut kelompok umur. Pada anak-anak, rasio jenis kelamin anak laki-
laki dan anak perempuan (natal gender) berkisar dari 2:1 sampai 4,5:1. Pada remaja, rasio jenis
kelamin cukup seimbang; pada orang dewasa, rasio jenis kelamin lebih kepada laki-laki (natal
gender) dengan rasio berkisar 1:1 sampai 6,1:1. Di dua negara, rasio jenis kelamin lebih
mendukung pada perempuan (natal gender), yaitu di Jepang sebesar 2,2:1; dan di Polandia
sebesar 3,4:1.
8
PERKEMBANGAN DAN PERJALANAN PENYAKIT
Karena ekspresi gender dysphoria bervariasi sesuai usia, terdapat kriteria yang terpisah
untuk anak-anak dengan remaja dan dewasa. Kriteria untuk anak-anak didefinisikan secara lebih
konkret dari yang untuk remaja dan dewasa. Banyak kriteria inti tergambar dalam perbedaan
perilaku gender yang terdokumentasi dengan baik antara anak laki-laki dan perempuan. Anak-
anak yang lebih muda kurang mengekspresikan dysphoria anatomi yang berlebihan dan gigih
seperti pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Pada remaja dan dewasa, ketidaksesuaian antara
jenis kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara somatik adalah gambaran utama dari
diagnosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan dan gangguan juga bervariasi
menurut usia. Seorang anak yang sangat muda mungkin menunjukkan tanda-tanda tertekan
(misalnya menangis keras) hanya ketika orang tua mereka memberitahu bahwa ia adalah "benar-
benar" bukan merupakan dari jenis kelamin yang lain, namun hanyalah "keinginan" mereka saja.
Tekanan bisa jadi tidak muncul pada lingkungan yang mendukung keinginan anak tersebut untuk
hidup sesuai peran dari jenis kelamin lainnya dan mungkin muncul hanya jika ada gangguan
terhadap keinginan tersebut. Pada remaja dan orang dewasa, tekanan dapat bermanifestasi karena
ketidaksesuaian yang kuat antara jenis kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara
somatik. Tekanan tersebut bagaimanapun juga akan teratasi dengan lingkungan yang mendukung
dan pengetahuan akan adanya terapi medis untuk mengurangi ketidaksesuaian. Gangguan
(misalnya, penolakan sekolah, munculnya depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat) bisa
timbul sebagai konsekuensi dari gender dysphoria.
Gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan jenis kelamin. Pada anak-anak yang
dirujuk ke klinik, onset timbulnya perilaku cross-gender biasanya antara usia 2 dan 4 tahun. Ini
sesuai dengan jangka waktu perkembangan yang mana biasanya anak-anak mulai
mengekspresikan perilaku sesuai jenis kelamin dan ketertarikan. Pada beberapa anak usia
prasekolah, baik perilaku cross-gender yang meresap dan menyatakan keinginan untuk menjadi
jenis kelamin lain mungkin ada, atau lebih jarang, mungkin terjadi pelabelan diri sebagai jenis
kelamin yang lain. Pada beberapa kasus, penyataan akan keinginan sebagai jenis kelamin yang
lain muncul lebih akhir, biasanya saat masuk ke sekolah dasar. Pada sekelompok kecil anak-anak
menunjukkan ketidaknyamanan dengan anatomi jenis kelamin mereka atau akan menyatakan
keinginan untuk memiliki anatomi jenis kelamin yang sesuai dengan jenis kelamin yang mereka
9
rasakan ("dysphoria anatomi"). Pernyataan tentang dysphoria anatomi menjadi lebih sering
ketika seorang anak dengan gender dysphoria mencapai dan akan mengalami pubertas.
Derajat persistensi gender dysphoria dari masa kanak-kanak ke masa remaja atau dewasa
bervariasi. Pada laki-laki (natal gender), persistensi berkisar dari 2,2% sampai 30%. Pada wanita
(natal gender), persistensi berkisar dari 12% menjadi 50%. Persistensi gender dysphoria secara
sederhana berkorelasi dengan penilaian dimensi akan keparahan pada saat penilaian awal masa
kanak-kanak. Dalam satu sampel laki-laki (natal gender), latar belakang sosial ekonomi rendah
juga berkorelasi dengan persistensi. Belum jelas apakah adanya pendekatan terapi khusus untuk
gender dysphoria pada anak-anak berkaitan dengan tingkat persistensi jangka panjang. Follow-
up sampel yang ada terdiri dari anak-anak yang tidak menerima intervensi terapeutik formal atau
menerima berbagai jenis intervensi terapeutik, mulai dari upaya aktif untuk mengurangi gender
dysphoria hingga yang lebih netral berupa pendekatan "watchfull waiting". Tidak jelas apakah
anak-anak yang didorong atau didukung untuk hidup secara sosial dalam jenis kelamin yang
diinginkan akan menunjukkan tingkat persistensi yang lebih tinggi, karena anak-anak tersebut
belum diikuti secara longitudinal dan sistematis. Baik pada anak laki-laki dan perempuan (natal
gender) yang menunjukkan ketekunan, hampir semuanya tertarik secara seksual kepada individu
yang sesuai dengan jenis kelamin (natal gender) mereka. Untuk anak-anak laki-laki (natal
gender) yang gender dysphoria-nya tidak bertahan, mayoritas di antara mereka adalah
androphilic (tertarik secara seksual dengan laki-laki) dan sering mengidentifikasi diri sebagai
gay atau homoseksual (berkisar antara 63% sampai 100%). Pada anak-anak perempuan (natal
gender) yang gender dysphoria-nya tidak bertahan, persentase yang gynephilic (tertarik secara
seksual pada perempuan) dan mengidentifikasi diri sebagai lesbian lebih rendah (berkisar antara
32% sampai 50%).
Baik pada laki-laki remaja dan dewasa (natal gender), terdapat dua jalur yang luas untuk
perkembangan gender dysphoria: onset dini dan onset lambat. Gender dysphoria onset dini
dimulai pada masa kanak-kanak dan berlanjut sampai masa remaja dan dewasa; atau terdapat
periode intermiten di mana gender dysphoria menghilang dan individu-individu ini
mengidentifikasi diri sebagai gay atau homoseksual, kemudian diikuti dengan terulangnya
gender dysphoria. Gender dysphoria onset lambat terjadi sekitar pubertas atau lebih lambat lagi.
Beberapa individu ini mengatakan bahwa ia telah memiliki keinginan untuk menjadi jenis
kelamin lainnya di masa kanak-kanak yang tidak diungkapkan secara verbal kepada orang lain.
10
Lainnya tidak merasa memiliki tanda-tanda gender dysphoria pada masa anak-anak. Pada remaja
laki-laki dengan gender dysphoria onset lambat, orang tua sering mengatakan terkejut kejutan
karena mereka tidak melihat adanya tanda-tanda gender dysphoria selama masa kanak-kanak.
Eksprsesi dysphoria anatomi lebih umum dan menonjol pada remaja dan orang dewasa saat ciri
seks sekunder telah berkembang.
Laki-laki remaja dan dewasa (natal gender) dengan gender dysphoria onset dini hampir
selalu tertarik secara seksual dengan laki-laki (androphilic). Remaja dan orang dewasa dengan
gender dysphoria onset lambat lebih sering terlibat dalam perilaku transvestic dengan gairah
seksual. Mayoritas individu ini adalah gynephilic atau tertarik secara seksual pada laki-laki
(natal gender) posttransition lainnya dengan gender dysphoria onset lambat. Sebagian besar
laki-laki dewasa dengan gender dysphoria onset lambat hidup bersama atau menikah dengan
perempuan (natal gender). Setelah terjadi transisi, banyak yang mengidentifikasi diri sebagai
lesbian. Di antara laki-laki dewasa (natal gender) dengan gender dysphoria, kelompok onset dini
berusaha mencari pengobatan hormon dan operasi pergantian kelamin pada usia yang lebih dini
daripada kelompok onset lambat. Kelompok onset lambat mungkin lebih berfluktuasi dalam
derajat gender dysphoria dan cenderung puas setelah operasi pergantian kelamin.
Baik pada perempuan remaja dan dewasa (natal gender), perjalanan yang paling umum
adalah gender dysphoria onset dini. Bentuk onset lambat cenderung kurang pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Seperti pada laki-laki dengan gender dysphoria, dapat terjadi suatu
periode di mana gender dysphoria terhenti dan orang-orang tersebut mengidentifikasi diri
sebagai lesbian; namun ketika terjadi kekambuhan gender dysphoria, mereka biasanya mencari
konsultasi klinis untuk mendapatkan terapi hormon dan operasi pergantian kelamin. Orang tua
dari remaja perempuan (natal gender) dengan bentuk onset lambat juga melaporkan terkejut,
karena tidak ada tanda-tanda gender dysphoria yang nyata saat masa anak-anak. Pernyataan
dysphoria anatomi jauh lebih umum dan menonjol pada remaja dan orang dewasa dibandingkan
pada anak-anak.
Perempuan remaja dan dewasa (natal gender) dengan gender dysphoria onset dini
hampir selalu gynephilic. Sedangkan yang mengalami onset lambat biasanya androphilic dan
setelah transisi jenis kelamin akan mengidentifikasi diri sebagai laki-laki gay. Perempuan (natal
gender) dengan onset lambat tidak memiliki kekambuhan perilaku transvestic dengan gairah
seksual.
11
Gender dysphoria yang berhubunganan dengan gangguan perkembangan jenis kelamin.
Kebanyakan individu dengan gangguan perkembangan jenis kelamin yang mengalami gender
dysphoria datang ke pelayanan medis pada usia dini. Kebanyakan dari mereka, mulai dari lahir,
masalah penetapan jenis kelamin sudah diwacanakan oleh dokter dan orang tua. Selain itu,
karena umumnya terjadi infertilitas pada kelompok ini, dokter lebih bersedia untuk melakukan
terapi hormon cross-sex dan operasi kelamin sebelum dewasa.
Gangguan perkembangan seks pada umumnya sering dikaitkan dengan perilaku gender
atipikal yang dimulai pada anak usia dini. Namun, dalam sebagian besar kasus, hal ini tidak
mengakibatkan gender dysphoria. Pada individu dengan gangguan perkembangan seksual
menyadari riwayat medis dan kondisi mereka, kebanyakan mereka merasakan ketidakpastian
akan jenis kelamin mereka, berlawanan dengan timbulnya keyakinan bahwa mereka adalah jenis
kelamin lain. Namun, sebagian besar tidak berlanjut hingga transisi jenis kelamin. Gender
dysphoria dan transisi jenis kelamin dapat bervariasi sesuai dengan fungsi gangguan
perkembangan seks, tingkat keparahan, dan jenis kelamin yang ditetapkan sebelumnya.
FAKTOR RESIKO DAN PROGNOSIS
Temperamental. Bagi individu dengan gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan
seksual, perilaku gender atipikal pada individu dengan gender dysphoria onset dini berkembang
di usia prasekolah awal, dan tingkat tatipikal yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya
perkembangan gender dysphoria dan persistensinya pada remaja dan dewasa.
Lingkungan. Di antara individu dengan gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan
seksual, laki-laki (baik masa kecil dan remaja) lebih sering memiliki kakak laki-laki dengan
kondisi serupa dibandingkan yang tidak. Faktor predisposisi lain yang dapat dipertimbangkan,
terutama pada individu dengan gender dysphoria onset lambat (remaja dan dewasa), termasuk
kebiasaan transvestisme fetihistik yang berkembang menjadi autogynephilia (yaitu gairah
seksual yang berhubungan dengan pikiran atau citra dirinya sebagai seorang wanita) dan bentuk-
bentuk masalah sosial, psikologis, atau perkembangan yang lebih umum.
Genetik dan fisiologis. Pada individu dengan gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan
seksual, beberapa kontribusi genetik yang didukung oleh bukti (lemah) adanya transseksualisme
dalam keluarga, antara saudara kandung yang tidak kembar, peningkatan kesesuaian untuk
transseksualisme pada monozigot dibandingkan dengan kembar dizigot yang berjenis kelamis
12
sama, dan beberapa derajat heritabilitas gender dysphoria. Berdasarkan temuan endokrin, tidak
ada kelainan sistemik endogen pada kadar hormon seks yang ditemukan di individu 46, XY,
sedangkan tampaknya terdapat peningkatan kadar androgen (dalam kisaran ditemukan pada
wanita hirsutisme tetapi jauh di bawah tingkat laki-laki normal) pada individu 46, XX. Secara
keseluruhan, bukti saat ini tidak memadai untuk menyatakan adanya gender dysphoria tanpa
adanya gangguan perkembangan seksual sebagai bentuk interseks yang terbatas pada sistem
saraf pusat.
Pada gender dysphoria yang terkait dengan gangguan perkembangan seksual,
kemungkinan terjadinya gender dysphoria di kemudian hari meningkat jika produksi dan
pemanfaatan androgen prenatal (melalui sensitivitas reseptor) yang lebih atipikal secara relatif
terhadap apa yang biasanya terlihat pada individu dengan jenis kelamin yang sama. Contohnya
individu 46, XY dengan riwayat hormone prenatal yang normal tapi terjadi cacat bawaan pada
genital non-hormonal (seperti pada ekstrofia buli-buli atau agenesis penis) dan pada yang telah
ditetapkan sebagai jenis kelamin perempuan. Kemungkinan gender dysphoria lebih meningkat
lagi dengan adanya tambahan berupa, paparan berkepanjangan androgen atipikal postnatal
dengan virilisasi somatik yang mungkin terjadi pada individu 46, XY yang dibesarkan sebagai
perempuan dengan defisiensi 5-alpha reductase-2 atau defisiensi 17-beta-hidroksisteroid
dehidrogenase-3, atau individu 46, XX yang dibesarkan sebagai perempuan dengan hiperplasia
adrenal kongenital klasik dengan tidak adanya terapi pengganti glukokortikoid dalam jangka
waktu lama. Namun, lingkungan androgen prenatal lebih erat kaitannya dengan perilaku gender
daripada identitas gender. Banyak orang dengan gangguan perkembangan seksual dan perilaku
gender atipikal yang nyata tidak berkembang menjadi gender dypshoria. Dengan demikian,
perilaku gender atipikal dengan sendirinya tidak boleh diinterretasikan sebagai indikator
terjadinya gender dysphoria di masa yang akan datang. Nampak adanya derajat yang lebih tinggi
untuk terjadi gender dysphoria dan inisiasi perubahan jenis kelamin oleh pasien pada individu
dengan jenis kelamin perempuan (natal gender) ke laki-laki daripada seballiknya pada individu
46, XY dengan gangguan perkembangan seks.
Permasalahan Diagnostik Terkait Budaya
Individu dengan gender dysphoria telah dilaporkan di banyak negara dan budaya. Setara dengan
gender dysphoria juga telah dilaporkan pada orang yang hidup dalam budaya dengan kategori
13
jenis kelamin institusional selain dari laki-laki atau perempuan. Tidak jelas apakah orang-orang
ini dapat memenuhi kriteria diagnostik gender dysphoria.
Penanda Diagnostik
Individu dengan gangguan somatik perkembangan seksual menunjukkan beberapa korelasi hasil
identitas gender dengan tingkat produksi dan pemanfaatn androgen prenatal. Namun, korelasinya
tidak cukup kuat untuk menggantikan evaluasi wawancara diagnostik rinci dan komprehensif
pada gender dysphoria.
Konsekuensi Fungsional dari Gender Dysphoria
Preokupasi akan keinginan cross-gender dapat berkembang di segala usia setelah 2-3
tahun pertama masa kanak-kanak dan seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada anak-
anak, kegagalan untuk mengembangkan hubungan dan keterampilan dengan teman sebaya
sesama jenis dapat menyebabkan isolasi dari kelompok sebaya dan tekanan. Beberapa anak
mungkin menolak untuk menghadiri sekolah karena tekanan yang godaan dan pelecehan atau
tekanan untuk berpakaian dalam pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin yang telah
ditentukan. Juga pada remaja dan orang dewasa, preokupasi harapan cross-gender sering
mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesulitan dalam hubungan, termasuk masalah hubungan
seksual umumnya terjadi, dan fungsi di sekolah atau di tempat kerja mungkin terganggu. Gender
dysphoria, bersama dengan ekspresi gender atipikal, berhubungan aerat dengan tingginya tingkat
stigmatisasi, diskriminasi, dan korban, yang mengarah ke konsep diri yang negatif, peningkatan
tingkat komorbiditas gangguan mental, putus sekolah, dan marginalisasi ekonomi, termasuk
pengangguran, yang disertai masalah sosial dan risiko kesehatan mental, terutama pada individu
dari latar belakang keluarga miskin. Selain itu, akses orang-orang ini terhadap layanan kesehatan
dan layanan kesehatan mental mungkin akan terhambat oleh hambatan struktural, seperti
ketidaknyamanan institusional atau pengalaman dalam bekerja dengan populasi pasien ini.
DIAGNOSIS BANDING
Ketidaksesuaian peran gender. Gender dysphoria harus dibedakan dari ketidaksesuaian
sederhana untuk peran gender yang khas dengan keinginan yang kuat untuk menjadi jenis
kelamin lain daripada yang ditetapkan sebelumnya, dan dengan tingkat variasi kegiatan dan
14
ketertarikan berdasar gender. Diagnosis tidak dimaksudkan untuk hanya menjelaskan
ketidaksesuaian dengan stereotip perilaku peran gender (misalnya, "tomboyism" pada anak
perempuan, "girly-boy" pada anak laki-laki, sesekali cross-dressing pada pria dewasa).
Mengingat adanya peningkatan keterbukaan ekspresi gender atipikal pada seluruh individu
dalam spektrum transgender, penting untuk diketahui bahwa diagnosis klinis terbatas pada
individu-individu yang mengalami tekanan dan gangguan yang memenuhi kriteria yang
ditentukan.
Gangguan transvestisme. Gangguan transvestisme terjadi pada heteroseksual (atau biseksual)
remaja dan dewasa laki-laki (jarang pada wanita) yang memiliki perilaku cross-dressing untuk
menimbulkan gairah seksual dan menyebabkan penderitaan dan atau gangguan tanpa
mempertanyakan jenis kelamin primer mereka. Hal ini kadang-kadang disertai dengan gender
dysphoria. Seorang individu dengan gangguan transvestisisme yang juga memiliki gender
dysphoria signifikan dapat diagnosa untuk keduanya. Dalam banyak kasus gender dysphoria
onset lambat pada laki-laki gynephilic, perilaku transvestisisme dengan gairah seksual adalah
prekursor.
Gangguan dismorfik tubuh. Seseorang dengan gangguan dismorfik tubuh berfokus pada
perubahan atau penghilangan bagian tubuh tertentu karena dianggap sebagai bentuk yang
abnormal, bukan karena menolak jenis kelaminnya. Ketika tampakan individu memenuhi criteria
baik untuk gender dysphoria dan gangguan dismorfik tubuh, diagnosa dapat dibuat untuk
keduanya. Individu yang menginginkan anggota badan yang sehat diamputasi (disebut sebagai
gangguan identitas integritas tubuh) karena membuat mereka merasa lebih "lengkap" dan
biasanya tidak ingin mengubah jenis kelamin, melainkan keinginan untuk hidup sebagai orang
yang diamputasi atau orang cacat.
Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Pada skizofrenia, jarang terjadi delusi memiliki
jenis kelamin lainnya. Dengan tidak adanya gejala psikotik, desakan oleh seorang individu
dengan gender dysphoria bahwa ia adalah jenis kelamin yang lain tidak dianggap sebagai delusi.
Skizofrenia (atau gangguan psikotik lainnya) dan gender dysphoria dapat terjadi bersamaan.
Presentasi klinis lain. Beberapa individu dengan keinginan maskulinisasi yang mengalami
identitas gender alternatif, bukan laki-laki maupun perempua memiliki presentasi yang
memenuhi kriteria untuk gender dysphoria. Namun, beberapa laki-laki mencari pengebirian dan
15
atau penectomy untuk alasan estetika atau untuk menghilangkan efek psikologis androgen tanpa
mengubah identitas laki-laki; dalam kasus ini, kriteria untuk gender dysphoria tidak terpenuhi.
KOMORBIDITAS
Anak-anak yang dirujuk ke klinik dengan gender dysphoria menunjukkan peningkatan masalah
emosional dan perilaku, paling sering berupa kecemasan, disruptive and impulse-control, dan
gangguan depresi. Pada anak-anak prapubertas, bertambahnya usia dikaitkan dengan memiliki
lebih banyak masalah perilaku atau emosional; ini terkait dengan meningkatnya rasa tidak terima
terhadap variasi perilaku gender oleh orang lain. Pada anak-anak yang lebih tua, variasi perilaku
gender sering menyebabkan pengucilan teman sebaya, yang dapat menyebabkan lebih banyak
masalah perilaku. Prevalensi masalah kesehatan mental berbeda ada setiap budaya; perbedaan-
perbedaan ini juga mungkin berkaitan dengan perbedaan sikap terhadap variasi gender pada
anak-anak. Namun, juga dalam beberapa budaya non-Barat, relative umum ditemukan
kecemasan pada orang dengan gender dysphoria, bahkan dalam budaya yang menerima variasi
sikap berdasar gender. Gangguan spektrum autisme lebih menonjol pada anak-anak dengan
gender dysphoria daripada pada populasi umum. Remaja dengan gender dysphoria tampaknya
memiliki komorbid gangguan mental, dengan gangguan kecemasan dan depresi yang paling
umum terjadi. Seperti pada anak-anak, gangguan spektrum autisme menonjol pada remaja
dengan gender dysphoria daripada pada populasi umum. Orang dewasa dengan gender
dysphoria mungkin memiliki masalah kesehatan mental, yang paling umum terjadi adalah
gangguan kecemasan dan gangguan depresi.
GENDER DYSPHORIA LAINNYA
302,6 (F64.8)
Kategori ini berlaku untuk presentasi dimana karakteristik gejala gender dysphoria yang
menyebabkan distress signifikan atau dominannya gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lain, tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk gender dysphoria. Kategori
gender dysphoria lainnya digunakan dalam situasi di mana dokter memilih untuk
mengkomunikasikan alasan tertentu bahwa presentasi tidak memenuhi kriteria untuk gender
dysphoria. Hal ini ditulis sebagai " gender dysphoria lainnya " diikuti dengan alasan tertentu
(misalnya, " gender dysphoria singkat").
16
Sebuah contoh dari presentasi yang dapat ditentukan sebagai " gender dysphoria lainnya"
adalah sebagai berikut: gangguan saat memenuhi kriteria gejala untuk gender dysphoria , tapi
durasinya kurang dari 6 bulan.
GENDER DYSPHORIA YANG TIDAK TERGOLONGKAN
302,6 (F64.9)
Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana karakteristik gejala gender dysphoria yang
menyebabkan distress signifikan atau dominannya gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lain, tetapi tidak memenuhi kriteria penuh untuk gender dysphoria. Gender
dysphoria yang tidak tergolongkan digunakan dalam situasi di mana dokter memilih untuk tidak
menentukan alasan bahwa kriteria gender dysphoria tidak terpenuhi, termasuk tidak adanya
informasi yang cukup untuk membuat diagnosis yang lebih spesifik.
17
GANGGUAN KEPRIBADIAN
Bab ini dimulai dengan definisi umum dari gangguan kepribadian yang berlaku untuk
masing-masing dari 10 gangguan kepribadian. Sebuah gangguan kepribadian adalah pola kronis
pengalaman batin dan perilaku yang menyimpang secara nyata dari ekspektasi budaya individu
tersebut, meresap dan tidak fleksibel, memiliki onset pada masa remaja atau awal masa dewasa,
yang stabil dari waktu ke waktu, dan menyebabkan tekanan atau gangguan.
Dengan proses review yang sedang berlangsung terutama salah satu dari kompleksitas ini,
sudut pandang yang berbeda muncul dan dibuat usaha untuk mengakomodir mereka. Dengan
demikian, gangguan kepribadian termasuk Bagian II dan sekaligus bagian III. Materi dalam
Bagian II merupakan update dari teks yang terkait dengan kriteria yang sama yang ditemukan
dalam DSM-IV-TR, sedangkan Bagian III meliputi model penelitian yang diusulkan untuk
diagnosis gangguan kepribadian dan konseptualisasi yang dikembangkan oleh DSM-5
Kepribadian dan Gangguan Kepribadian Kelompok Kerja. Dengan perkembangan di bidang ini,
diharapkan kedua versi akan membantu praktek klinis dan inisiasi penelitian.
Gangguan kepribadian berikut ini disertakan dalam bab ini.
• Gangguan kepribadian paranoid adalah pola ketidakpercayaan dan kecurigaan sehingga
motif orang lain ditafsirkan sebagai niat jahat.
• Gangguan kepribadian skizoid adalah pola pelepasan dari hubungan sosial dan berbagai
batasan ekspresi emosional.
• Gangguan kepribadian Schizotypal adalah pola ketidaknyamanan akut dalam hubungan
dekat, distorsi kognitif atau persepsi, dan perilaku eksentrik.
• Gangguan kepribadian antisosial adalah pola mengabaikan dan pelanggaran terhadap hak
orang lain.
• Gangguan kepribadian borderline adalah pola ketidakstabilan dalam hubungan
interpersonal, citra diri, dan mempengaruhi, dan ditandai impulsivitas.
• Gangguan kepribadian Histrionic adalah pola emosionalitas yang berlebihan dan mencari
perhatian.
• Gangguan kepribadian narsisistik adalah grandiousitas, kebutuhan untuk dikagumi, dan
kurangnya empati.
18
• Gangguan kepribadian Avoidant adalah pola inhibisi sosial, perasaan tidak mampu, dan
hipersensitivitas terhadap evaluasi negatif.
• Gangguan kepribadian dependen adalah pola perilaku tunduk dan menempel terkait
dengan kebutuhan yang berlebihan untuk diperhatikan.
• Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif adalah pola preokupasi dengan keteraturan,
perfeksionisme, dan kontrol.
• Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain adalah gangguan kepribadian persisten
yang dinilai disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari kondisi medis (misalnya lesi lobus
frontalis).
• Gangguan kepribadian lainnya dan gangguan kepribadian yang tidak tergolongkan
adalah kategori yang disediakan untuk dua situasi: 1) pola kepribadian individu yang
memenuhi kriteria umum untuk gangguan kepribadian, dan munculnya beberapa sifat
gangguan kepribadian yang berbeda, tetapi kriteria untuk gangguan kepribadian tertentu
tidak terpenuhi; atau 2) pola kepribadian individu memenuhi kriteria umum untuk gangguan
kepribadian, tetapi individu dianggap memiliki gangguan kepribadian yang tidak termasuk
dalam klasifikasi DSM-5 (misalnya, gangguan kepribadian pasif-agresif).
Gangguan kepribadian dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kesamaan
deskriptif. Cluster A meliputi gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal. Individu
dengan gangguan ini sering terlihat aneh atau eksentrik. Cluster B meliputi antisosial, borderline,
histrionik, dan gangguan kepribadian narsistik. Individu dengan gangguan ini sering terlihat
muncul dramatis, emosional, atau tidak menentu. Cluster C meliputi gangguan kepribadian
avoidant, dependent, dan obsessive-compulsive. Individu dengan gangguan ini sering nampak
cemas atau takut. Perlu dicatat bahwa sistem pengelompokan ini, meskipun berguna dalam
beberapa situasi penelitian dan pendidikan, memiliki keterbatasan yang serius dan belum
divalidasi secara konsisten. Selain itu, beberapa individu sering memperlihatkan gangguan
kepribadian yang terjadi bersamaan dari cluster yang berbeda. Estimasi prevalensi untuk
kelompok yang berbeda menunjukkan 5,7% untuk gangguan di Cluster A, 1,5% untuk gangguan
di Cluster B, 6,0% untuk gangguan di Cluster C, dan 9,1% untuk gangguan kepribadian apapun,
menunjukkan sering terjadi gangguan bersamaan dari berbagai cluster. Data dari 2001-2002 dari
19
Survei Epidemiologi Nasional pada Alkohol dan Kondisi Terkait menunjukkan bahwa sekitar
15% orang dewasa AS memiliki setidaknya satu gangguan kepribadian.
Dimensi Gangguan Kepribadian
Pendekatan diagnostik yang digunakan dalam manual ini merupakan perspektif kategoris
bahwa gangguan kepribadian berbeda secara kualitatif dengan sindrom klinis. Sebuah alternatif
untuk pendekatan kategoris adalah perspektif dimensional bahwa gangguan kepribadian yang
muncul merupakan variasi maladaptif dari ciri-ciri kepribadian yang menggabungkan hal yang
tidak diketahui ke normalitas satu sama lain. Lihat Bagian III untuk penjelasan lengkap dari
model dimensional untuk gangguan kepribadian. Cluster gangguan kepribadian pada DSM-IV
(yaitu, aneh-eksentrik, dramatis emosional, dan cemas-takut) juga dapat dipandang sebagai
dimensi yang mewakili spektrum disfungsi kepribadian berkelanjutan dengan gangguan mental
lainnya. Model dimensi alternatif memiliki banyak kesamaan dan muncul bersamaan untuk
menutupi area penting dari disfungsi kepribadian. Integrasi mereka, utilitas klinis, dan hubungan
dengan kategori diagnostik gangguan kepribadian dan berbagai aspek disfungsi kepribadian
berada di bawah penelitian aktif.
GENERAL PERSONALITY DISORDER
Kriteria
A. Pola kronis pengalaman batin dan perilaku yang menyimpang secara nyata dari ekspektasi
budaya individu tersebut. Pola ini diwujudkan dalam dua (atau lebih) dari bidang-bidang
berikut:
1. Kognisi (yaitu, cara memahami dan menafsirkan diri, orang lain, dan peristiwa).
2. Afektif (yaitu, jangkauan, intensitas, labilitas, dan kesesuaian respons emosional).
3. Fungsi Interpersonal.
4. Impulse control.
B. Pola kronis yang tidak fleksibel dan meluas di berbagai situasi pribadi dan sosial.
C. Pola kronis yang menyebabkan distress signifikan atau gangguan dalam bidang sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Pola ini bersifat stabil dan dalam durasi yang panjang, dan onsetnya dapat ditelusuri kembali
setidaknya hingga remaja atau dewasa awal.
20
E. Pola kronis tidak dapat dijelaskan sebagai manifestasi atau konsekuensi dari gangguan
mental lainnya.
F. Pola kronis tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya, penyalahgunaan
zat, pengobatan) atau kondisi medis lain (misalnya, trauma kepala).
GAMBARAN DIAGNOSTIK
Ciri-ciri kepribadian adalah pola kronis, yang berkaitan dan berpikir tentang lingkungan
dan diri yang dipamerkan dalam berbagai konteks sosial dan pribadi. Hanya ketika ciri-ciri
kepribadian yang tidak fleksibel dan maladaptif dan menyebabkan gangguan fungsional yang
signifikan atau tekanan subjektif, barulah mereka dikatakan menderita gangguan kepribadian.
Gambaran penting dari gangguan kepribadian adalah pola kronis pengalaman batin dan perilaku
yang menyimpang secara nyata dari ekspektasi budaya individu tersebut dan dimanifestasikan
dalam setidaknya dua dari bidang-bidang berikut: kognisi, efektivitas, fungsi interpersonal, atau
kontrol impuls (Kriteria A). Pola kronis ini tidak fleksibel dan meluas di berbagai situasi pribadi
dan sosial (Kriteria B) dan menyebabkan distress klinis signifikan atau gangguan dalam bidang
sosial, pekerjaan, atau penting lainnya berfungsi (Kriteria C). Pola ini stabil dan durasi panjang,
dan onset yang dapat ditelusuri kembali setidaknya hingga remaja atau dewasa awal (Kriteria D).
Pola ini tidak lebih baik dijelaskan sebagai manifestasi atau konsekuensi dari gangguan jiwa lain
(Kriteria E) dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya, penyalahgunaan
obat, obat, paparan racun) atau kondisi medis lain (misalnya, trauma kepala) (Kriteria F).
Kriteria diagnostik yang spesifik juga disediakan untuk masing-masing gangguan kepribadian
termasuk dalam bab ini.
Diagnosis gangguan kepribadian membutuhkan pola evaluasi jangka panjang terhadap
fungsi individu, dan gambaran kepribadian tertentu harus terbukti sejak awal masa dewasa. Ciri-
ciri kepribadian yang mendefinisikan gangguan ini juga harus dibedakan dari karakteristik yang
muncul sebagai respon terhadap stres situasional tertentu atau gangguan jiwa lainnya (misalnya,
bipolar, depresi, atau gangguan kecemasan, keracunan zat). Dokter harus menilai stabilitas ciri-
ciri kepribadian dari waktu ke waktu dan di situasi yang berbeda. Meskipun wawancara tunggal
dengan individu kadang-kadang cukup untuk membuat diagnosis, itu sering perlu untuk
melakukan lebih dari satu wawancara dan ruang tersebut dari waktu ke waktu. Penilaian juga
dapat menjadi rumit oleh fakta bahwa karakteristik yang mendefinisikan gangguan kepribadian
21
tidak dapat dianggap bermasalah oleh individu (yaitu, ciri-ciri sering ego-syntonic). Untuk
membantu mengatasi kesulitan ini, informasi tambahan dari informan lain dapat membantu.
PERKEMBANGAN DAN PERJALANAN PENYAKIT
Gambaran dari gangguan kepribadian biasanya menjadi dikenali selama masa remaja atau
dewasa awal. Menurut definisi, gangguan kepribadian adalah pola kronis berpikir, merasa, dan
berperilaku yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Beberapa jenis gangguan kepribadian
(terutama, gangguan kepribadian antisosial dan borderline) cenderung menjadi kurang jelas atau
tidak sesuai usia, sedangkan ini tampaknya kurang benar untuk beberapa jenis lain (misalnya,
obsesif kompulsif dan gangguan kepribadian schizotypal).
Kategori gangguan kepribadian dapat diterapkan pada anak-anak atau remaja dalam
contoh-contoh yang relatif tidak biasa di mana ciri-ciri kepribadian maladaptif tertentu pada
individu tampaknya meluas, menetap, dan tidak mungkin terbatas pada tahap perkembangan
tertentu atau gangguan mental lainnya. Harus diakui bahwa ciri-ciri gangguan kepribadian yang
muncul di masa kecil akan sering menetap tidak berubah ke dalam kehidupan dewasa. Untuk
gangguan kepribadian yang didiagnosis pada individu lebih muda dari 18 tahun, gambaran pasti
hadir selama minimal 1 tahun. Satu-satunya pengecualian untuk ini adalah gangguan kepribadian
antisosial, yang tidak dapat didiagnosis pada individu lebih muda dari 18 tahun. Meskipun,
menurut definisi, gangguan kepribadian membutuhkan onset lambat pada awal masa dewasa,
individu mungkin tidak menjadi perhatian klinis sampai relatif terlambat dalam hidupnya.
Sebuah gangguan kepribadian dapat diperburuk setelah kehilangan orang dekat yang signifikan
(misalnya, pasangan) atau sebelum menstabilkan situasi sosial (misalnya, pekerjaan). Namun,
perkembangan dari perubahan kepribadian di masa dewasa atau kemudian hari membutuhkan
evaluasi menyeluruh untuk menentukan kemungkinan adanya perubahan kepribadian karena
kondisi medis lain atau gangguan penggunaan zat yang belum diakui.
Permasalahan Diagnostik Terkait Budaya
Penilaian tentang fungsi kepribadian harus memperhitungkan latar belakang etnis,
budaya, dan sosial individu. Gangguan kepribadian tidak harus dicampuradukkan dengan
masalah yang terkait dengan akulturasi berikut imigrasi atau dengan ekspresi kebiasaan, adat
istiadat, atau nilai-nilai agama dan politik yang dianut oleh budaya asal individu. Hal ini berguna
22
bagi dokter, terutama ketika mengevaluasi seseorang dari latar belakang yang berbeda, untuk
mendapatkan informasi tambahan dari informan yang akrab dengan latar belakang budaya
seseorang.
Masalah Diagnostik Terkait Gender
Gangguan kepribadian tertentu (misalnya, gangguan kepribadian antisosial) didiagnosis
lebih sering pada laki-laki. Lain-lain (misalnya, gangguan kerpribadian borderline, dramatis, dan
dependent) didiagnosis lebih sering pada wanita. Meskipun perbedaan-perbedaan dalam
prevalensi mungkin mencerminkan perbedaan gender yang nyata di hadapan pola tersebut,
dokter harus berhati-hati untuk tidak overdiagnose atau underdiagnose terhadap gangguan
kepribadian tertentu pada wanita atau pada pria karena stereotip sosial tentang peran gender.
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan mental lainnya dan cirri kepribadian. Banyak kriteria khusus untuk
menggambarkan gangguan kepribadian (misalnya, kecurigaan, ketergantungan, ketidakpekaan)
yang juga merupakan karakteristik episode gangguan mental lainnya. Sebuah gangguan
kepribadian harus didiagnosis hanya bila karakteristik pendefinisan muncul sebelum awal masa
dewasa, yang khas dari fungsi jangka panjang individu, dan tidak terjadi secara eksklusif selama
episode gangguan mental lainnya. Ini mungkin sangat sulit (dan tidak berguna) untuk
membedakan gangguan kepribadian dengan gangguan mental menetap seperti gangguan depresi
menetap yang memiliki onset awal dan kronis, dan tentu saja relatif stabil. Beberapa gangguan
kepribadian mungkin memiliki "spektrum" yang hubungan dengan gangguan mental lain
(misalnya, gangguan kepribadian schizotypal dengan skizofrenia, gangguan kepribadian avoidant
dengan gangguan kecemasan sosial [fobia sosial]) berdasarkan fenomenologis atau biologis
kesamaan atau agregasi familial.
Gangguan kepribadian harus dibedakan dari ciri-ciri kepribadian yang tidak mencapai ambang
batas untuk gangguan kepribadian. Ciri-ciri kepribadian yang didiagnosis sebagai gangguan
kepribadian hanya ketika mereka tidak fleksibel, maladaptif, dan bertahan dan menyebabkan
gangguan fungsional yang signifikan atau penderitaan subyektif.
Gangguan psikotik. Selama tiga gangguan kepribadian yang mungkin berhubungan dengan
gangguan psikotik (yaitu, paranoid, skizoid, dan schizotypal), terdapat kriteria eksklusi yang
23
menyatakan bahwa pola perilaku tidak harus terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, bipolar
atau depresi gangguan dengan fitur psikotik, atau gangguan psikotik lainnya. Ketika seseorang
memiliki gangguan mental yang terus-menerus (misalnya, skizofrenia) yang didahului oleh
gangguan kepribadian yang sudah ada sebelumnya, gangguan kepribadian harus juga dicatat,
diikuti dengan "premorbid" dalam tanda kurung.
Kecemasan dan gangguan depresi. Klinisi harus berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan
kepribadian selama episode gangguan depresi atau gangguan kecemasan, karena kondisi ini
mungkin memiliki gambaran gejala yang serupa yang meniru sifat-sifat kepribadian dan dapat
membuat lebih sulit untuk mengevaluasi secara retrospektif pola jangka panjang individu
berfungsi.
Gangguan stress pasca trauma. Ketika perubahan kepribadian muncul dan bertahan setelah
seseorang telah terkena stress yang ekstrim, diagnosis gangguan stress pasca trauma harus
dipertimbangkan.
Gangguan penggunaan zat. Ketika seseorang memiliki gangguan penggunaan zat, adalah
penting untuk tidak membuat diagnosis gangguan kepribadian didasarkan pada perilaku yang
merupakan konsekuensi dari keracunan zat atau yang terkait dengan kegiatan akibat
mempertahankan penggunaan narkoba (misalnya perilaku antisosial) .
Perubahan kepribadian karena kondisi medis lain. Ketika perubahan kronis dalam
kepribadian timbul sebagai akibat dari efek fisiologis dari kondisi lain medis (misalnya, tumor
otak), diagnosis perubahan kepribadian karena kondisi medis lain harus dipertimbangkan.
24