sampul vol 2 no 2 - pppptk...

57

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul
Page 2: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul
Page 3: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

81

PEMAHAMAN KONSEP JARAK PADA TOPIK

DIMENSI TIGA KELAS X MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

BERBANTUAN GOOGLE SKETCHUP

Syaiful Hamzah Nasution1)

, Cholis Sa’dijah2)

1)Universitas Negeri Malang, Jl Semarang no 5 Malang, email: [email protected]

2)Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang no 5 Malang, email: [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model pembelajaran langsung

menggunakan Google SkecthUp untuk memahamkan konsep jarak pada topik dimensi

3 kelas X dan mengkaji apakah dengan pembelajaran tersebut, ketuntasan belajar

klasikal dapat ditingkatkan. Sumber data dalam penelitian ini 39 siswa kelas X di SMA

Negeri 1 Turen pada tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian tindakan partisipan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, tes, angket, catatan lapangan dan

wawancara. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian

menunjukkan model pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp dapat

meningkatkan pemahaman siswa dan ketuntasan klasikal tentang konsep jarak pada

topik dimensi 3 kelas X

Kata Kunci: pembelajaran langsung, Google SketchUp, jarak, dimensi tiga.

1. Pendahuluan

Banyak siswa di SMA Negeri 1 Turen belum memahami konsep jarak pada topik dimensi

tiga kelas X. Hal ini terungkap dari hasil diskusi peneliti dengan salah satu guru matematika

yang mengajar kelas X SMA Negeri 1 Turen. Dari diskusi diperoleh informasi bahwa

kesulitan siswa dalam belajar dimensi tiga meliputi; (1) kesulitan dalam menentukan

kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang, (2) kesulitan untuk menentukan

jarak dan besar sudut dalam bangun ruang, (3) kesulitan untuk membayangkan objek

geometri dimensi tiga yang disajikan dalam gambar dua dimensi. Kesulitan tersebut terlihat

pada proses pembelajaran dan pada hasil ulangan harian siswa yang sering mengalami

ketidaktuntasan. Guru matematika tersebut juga mengatakan bahwa metode yang digunakan

dalam pembelajaran dimensi tiga adalah ceramah, guru menjelaskan konsep dimensi tiga

dengan menggambar di papan tulis, memberikan contoh dan soal.

Berdasarkan hasil diskusi dengan salah satu guru matematika, peneliti ingin melihat sejauh

mana kemampuan keruangan siswa. Peneliti membuat tes tentang kemampuan keruangan

siswa yang terdiri dari 4 soal dan diberikan pada observasi awal. Tujuan dari tes kemampuan

keruangan ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa tentang keruangan.

Tes diikuiti oleh 39 siswa kelas X SMA Negeri 1 Turen. Gambar 1 berikut menyajikan dua

hasil scan jawaban siswa pada observasi awal penelitian.

Page 4: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

82

Gambar 1. Jawaban hasil tes kemampuan keruangan

Hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal

No Butir Soal

Jumlah

jawaban

benar

Jumlah

jawaban

salah

Persentase

jawaban

benar

Persentase

jawaban

salah

1 a 27 12 69% 31%

2 b 24 15 62% 38%

3 c 15 24 38% 62%

4 d 13 26 33% 67%

Rerata 51% 49%

Dari hasil tes kemampuan keruangan pada observasi awal disimpulkan bahwa penguasaan

keruangan siswa masih lemah. Siswa masih sulit membayangkan model tiga dimensi yang

disajikan pada bidang dua dimensi. Siswa membutuhkan media untuk membantu

memodelkan objek tiga dimensi.

Apabila dikaitkan dengan teori belajar Piaget, Resnick (1981:168) menyimpulkan sebagai

berikut.

According to Piaget, there is a stage of intellectual development beyond concrete

operations, in which people able to reason hypothetically and to take into account

all logical possibilities. Called the period of formal operations, this stage typically

develops with the onset of adolescence, and it involves the kind of thinking

characteristic of the most advanced forms of mathematical and scientific reasoning.

Page 5: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

83

Anak berusia 12 tahun ke atas berada pada tahap operasi formal. Dalam tahap ini intelektual

berkembang melebihi tahap operasi konkret, dimana anak mampu memberi alasan secara

hipotesis dan telah melihat semua kemungkinan logis. Pada tahap operasi formal, anak

mampu mengembangkan suatu pernyataan untuk menegaskan atau menyangkal suatu

hipotesis kemudian membuktikan hipotesis itu melalui perbandingan antara akibat-akibat

deduktifnya dengan fakta-fakta dalam cara berpikirnya. Berdasarkan uraian di atas

seharusnya siswa sekolah menengah atas sudah mampu melakukan penalaran dengan hal-hal

yang bersifat abstrak. Namun pada kenyataannya siswa membutuhkan bantuan benda

konkret (media) terlebih dahulu. Hal ini berarti siswa mengalami kesulitan dalam

mempelajari dimensi tiga.

Untuk mengatasi masalah tersebut dalam penelitian ini digunakan Google SketchUp sebagai

media dalam mempelajari dimensi tiga. Google SketchUp dikembangkan oleh Startup

Company, Colorado pada tahun 1999 oleh Brad Schell. Pada awalnya Google SketchUp

digunakan sebagai alat untuk menciptakan konten tiga dimensi yang memungkinkan para

professional desain untuk membuat objek tiga dimensi dengan mudah (Wikipedia.org).

Adapun alasan pemilihan Google SketchUp sebagai media dalam mempelajari dimensi tiga

adalah: (1) Google SketchUp mudah digunakan, (2) Google SketchUp memberi visualisasi

yang baik tentang objek dimensi tiga, (3) Objek dimensi tiga yang dibuat dengan Google

SketchUp dapat diputar, sehingga memudahkan untuk mengamati objek dimensi tiga, (4)

Google SketchUp mempunyai beragam tool yang dapat digunakan untuk menciptakan objek

dimensi tiga.

Penggunaan media dalam pembelajaran mempunyai arti yang cukup penting. Menurut

Djamarah (2010: 120) dalam pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat

dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan

disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media. Hal ini juga sejalan

dengan hasil penelitian Petrus Harjanto (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Pembelajaran

dengan Pendekatan Kontekstual Berbantu Program Wingeom untuk Membangun

pemahaman Konsep Jarak Siswa Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang” yang

menyatakan bahwa penggunaan media dapat membantu pemahaman siswa tentang jarak

pada dimensi tiga.

Untuk menggunakan Google SketchUp dalam pembelajaran, tentunya siswa perlu

mendapatkan keterampilan menggunakan software tersebut. Melalui demonstrasi yang

dilakukan oleh guru, siswa diberi keterampilan untuk menggunakan Google SkecthUp 8

sehingga diharapkan siswa dengan mudah memahami konsep jarak pada dimensi tiga.

Kemudian guru memberi latihan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk

menyelesaikan latihan dengan menggunakan Google SketchUp. Dengan alasan tersebut,

peneliti memilih model pembelajaran langsung dalam penelitian ini.

Arends (2009) menyatakan “direct instruction was designed to promote mastery of skills

(procedural knowledge) and factual knowledge that can be taught in a step-by-step fashion”.

Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa

tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan

dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menurut Arends, sintaks dalam pembelajaran

langsung ada lima, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)

Page 6: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

84

mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, (3) membimbing latihan, (4) mengecek

pemahaman dan memberikan umpan balik, dan (5) memberikan latihan tambahan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah

penelitian ini adalah: (1) Bagaimana model pembelajaran langsung menggunakan Google

SketchUp untuk memahamkan konsep jarak pada topik dimensi tiga kelas X? (2) Apakah

model pembelajaran langsung dengan menggunakan Google SketchUp dapat meningkatkan

ketuntasan belajar klasikal pada materi menentukan jarak dalam dimensi tiga?

2. Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan partisipan karena peneliti terlibat langsung

mulai dari awal penelitian sampai akhir penelitian. Peneliti membuat perencanaan,

menerapkan pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp, mengobservasi,

mengumpulkan data, dan menganalisis data serta melaporkan hasil penelitian. Sebagai

perencana, peneliti merancang desain dan perangkat pembelajaran langsung, membuat media

dengan Google SketchUp, membuat lembar kerja dan instrumen penelitian. Langkah-

langkah penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yang

terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan, (4) refleksi.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan model

pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Data tersebut berupa data hasil

pengamatan dalam proses pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, tes, angket, catatan lapangan dan

wawancara.

Pengamatan (observasi) dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses

pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati segala aktivitas siswa dengan lembar

observasi yang telah dirancang berdasarkan aspek-aspek yang mengacu pada aktivitas siswa

dalam pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp. Indikatornya adalah

menggali pengetahuan awal siswa, membimbing dan mendorong siswa mengenal konsep

jarak berbantuan Google SketchUp, mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan

melakukan penilaian kepada siswa terkait dengan pemahaman jarak pada dimensi tiga.

Data hasil kuis dan tes siswa digunakan untuk melihat apakah pembelajaran langsung

menggunakan Google SketchUp dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang jarak pada

dimensi 3. Indikator siswa paham berdasarkan tes dalam penelitian ini adalah: (1) Siswa

mampu mengidentifikasi data-data yang terkait dengan jarak pada dimensi tiga, (2) Siswa

mampu menentukan apa yang ditanyakan dalam soal, (3) Siswa mampu membuat strategi

yang tepat untuk menentukan jarak pada dimensi tiga, dan (4) Siswa mampu

mengaplikasikan konsep jarak dalam memecahkan masalah. Kuis diberikan pada akhir

tindakan, sedangkan tes dilaksanakan pada akhir siklus. Sumber data pada penelitian ini 39

siswa kelas X di SMA Negeri 1 Turen pada tahun 2012. Agar data yang diperoleh tidak bias,

peneliti menekankan kepada siswa untuk mengerjakan tes secara mandiri dan tidak boleh

bekerjasama.

Page 7: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

85

Data hasil wawancara digunakan untuk menelusuri dan mengetahui sejauh mana pemahaman

siswa dalam menentukan jarak pada pembelajaran langsung menggunakan Google

SketchUp. Selain itu data hasil wawancara digunakan untuk mengetahui respon siswa

terhadap pembelajaran langsung menggunakan Google SketchUp.

Catatan lapangan disediakan untuk melengkapi data yang mungkin tidak terekam dalam

lembar observasi dan bersifat penting sehubungan dengan kegiatan selama proses

pembelajaran berlangsung. Selain itu catatan langsung digunakan untuk mencatat refleksi

memuat pendapat peneliti yang mengarah pada tujuan penelitian ini.

Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Data dianalisis dengan langkah-langkah: mendeskripsikan data, menganalisis secara

kuantitatif untuk data berupa skor, dan menyimpulkan data. Data hasil pengamatan,

wawancara dan catatan lapangan dilakukan analisis kualitatif. Sedangkan data hasil kuis dan

tes dilakukan analisis kuantitatif.

Pada akhir tindakan untuk setiap siklus diberi tes akhir tindakan. Hasil tes akhir tindakan ini

dikaji untuk melihat pemahaman siswa dan ketuntasan klasikalnya. Ketuntasan klasikal

dalam penelitian ini dirumuskan

100%St

KkSb

Dengan

Kk : Persentase Ketuntasan klasikal

St : Jumlah siswa yang memperoleh nilai 75 (minimal KKM)

Sb : Jumlah siswa yang memperoleh nilai 75 (di bawah KKM)

Dalam penelitian ini, tindakan dihentikan apabila rerata persentase indikator pemahaman

minimal 85% dan persentase ketuntasan klasikal minimal 85%. Namun apabila dalam suatu

siklus rerata persentase indikator pemahaman dan ketuntasan klasikal sudah tercapai, siklus

selanjutnya tetap dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengkaji peningkatan pemahaman

dan ketuntasan klasikal.

3. Hasil dan Pembahasan

Berikut ini dibahas tentang pelaksanaan tindakan, serta analisis pembelajaran langsung

menggunakan Google SketchUp.

3.1 Sebelum Tindakan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti melakukan tes kemampuan prasyarat. Tes

kemampuan prasyarat ini meliputi pemahaman siswa tentang konsep teorema Pythagoras

dan menentukan jarak pada segitiga siku-siku. Tes kemampuan prasyarat ini dimaksudkan

untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa tentang konsep yang melandasi

menentukan jarak pada dimensi tiga. Berikut scan hasil tes kemampuan prasyarat salah satu

siswa

Page 8: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

86

Gambar 2. Hasil scan lembar jawaban tes prasyarat siswa

Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada tes kemampuan prasyarat, peneliti menyimpulkan

bahwa siswa kurang menguasai kemampuan prasyarat. Setelah melakukan diskusi dengan

Bapak Ahmadi selaku guru matematika, peneliti memutuskan untuk menyampaikan kembali

materi prasyarat ke dalam remedial teaching.

Setelah remedial teaching dilaksanakan, peneliti memberikan file installer Google SketchUp

untuk diinstal ke laptop siswa. Peneliti memandu siswa untuk menginstal Google SkethUp.

3.2 Siklus I

Siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 45 menit untuk setiap

pertemuan. Pertemuan pertama adalah menerapkan model pembelajaran langsung

menggunakan Google SketchUp pada materi menentukan jarak titik ke titik dan titik ke

garis. Pertemuan kedua adalah menerapkan model pembelajaran langsung menggunakan

Google SketchUp pada materi menentukan jarak titik ke bidang dan memberikan tes akhir

tindakan I. Perencanaan siklus I meliputi : (1) menyiapkan rencana pelaksanaan (RPP) dan

lembar kerja siswa (LKS) yang telah disusun, (2) menyiapkan materi untuk presentasi kelas,

(3) menyiapkan media Google SketchUp, (4) menyiapkan lembar pengamatan, catatan

lapangan lembar penilaian skor kelompok, (5) menyiapkan tes akhir tindakan 1 dan (6)

melakukan koordinasi antara peneliti dengan guru.

Siklus I Pertemuan ke-1

Pada saat pembelajaran, disampaikan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak titik ke

titik dan titik ke garis. Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran siswa diminta untuk

membuka file Google SketchUp yang telah diberikan. Kemudian guru mendemonstrasikan

penggunaan file Google SketchUp tersebut. Setelah mendemonstrasikan, siswa diberi LKS.

Siswa menggunakan Google SketchUp untuk memvisualisasikan masalah pada LKS.

Page 9: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

87

Gambar 3. Visualisasi jarak titik dengan Google SketchUp

Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru memantau siswa, berkeliling untuk mengecek

jawaban siswa dan memberikan umpan balik. Siswa diberi kesempatan untuk memaparkan

hasil pekerjaannya. Di akhir pembelajaran guru memberikan kuis dan memberikan soal

latihan tambahan.

Siklus I Pertemuan Ke-2

Pada pertemuan ke-2, siswa dijelaskan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak dari

titik ke bidang. Guru mengajak siswa mereview materi menentukan jarak titik ke titik

sebelum melanjutkan ke materi menentukan jarak titik ke bidang. Guru memberikan file

Google SketchUp kepada siswa dan mendemonstrasikan penggunaannya. Kemudian guru

memberi siswa LKS. Pada pertemuan ke-2 siswa terlihat lebih mahir menggunakan Google

SketchUp. Pemahaman siswa tentang jarak titik ke bidang rata-rata baik. Hal ini terlihat dari

jawaban pada LKS yang dikerjakan oleh siswa. Setelah mengerjakan LKS, siswa diberi

kesempatan untuk menyampaikan hasil pekerjaannya. Di akhir pembelajaran, siswa diberi

tes akhir tindakan.

Analisis dan Refleksi Siklus I

Berdasarkan hasil analisis pekerjaan 39 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan siklus I

diperoleh data: (1) sebanyak 34 siswa mendapat nilai 75, (2) rata-rata tes akhir tindakan

90,64, dan (3) ketuntasan klasikal 87%. Adapun data hasil analisis indikator pemahaman tes

tindakan siklus I disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data hasil analisis tes tindakan siklus I

No Indikator Pemahaman Frekuensi Siswa Persentase

1 Siswa mampu mengidentifikasi data

data yang terkait dengan jarak pada

dimensi tiga

35 90

2 Siswa mampu menentukan apa yang

ditanyakan dalam soal

35 90

Page 10: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

88

3 Siswa mampu membuat strategi yang

tepat untuk menentukan jarak pada

dimensi tiga

34 87

4 Siswa mampu mengaplikasikan konsep

jarak dalam memecahkan masalah

34 87

Rerata persentase indikator pemahaman 88

Berdasarkan data hasil analisis tes tindakan siklus I diperoleh bahwa rerata persentase

indikator pemahaman 88% dan ketuntasan klasikalnya 87%. Hal ini berarti bahwa tindakan

pada siklus I berhasil karena persentase indikator pemahaman diatas 85% dan ketuntasan

klasikal di atas 85%. Meski demikian tindakan tetap dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Hal

ini dimaksudkan untuk mengkaji, apakah ketuntasan klasikalnya dapat ditingkatkan.

3.3 Siklus II

Siklus II terdiri dari tiga kali pertemuan, yakni pertemuan ketiga, keempat dan kelima

dengan alokasi waktu 2 45 menit untuk setiap pertemuan. Tindakan yang dilakukan pada

pertemuan ketiga adalah menerapkan model pembelajaran langsung dengan Google

SketchUp untuk menentukan jarak garis ke garis dan garis ke bidang. Pada pertemuan

keempat, menerapkan model pembelajaran langsung dengan Google Sketchup untuk

menentukan jarak bidang ke bidang. Tes akhir tindakan II diberikan pada pertemuan kelima.

Siklus II Pertemuan ke-3

Pada saat pembelajaran, disampaikan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak garis ke

garis dan garis ke bidang. Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran siswa diminta untuk

membuka file Google SketchUp yang telah diberikan. Kemudian guru mendemonstrasikan

penggunaan file Google SketchUp tersebut. Setelah mendemonstrasikan, siswa diberi LKS.

Berdasarkan refleksi pada siklus I, siswa diberi sejumlah file Google SketchUp terkait

dengan soal pada LKS dan tidak membuat sendiri visualisasi dengan Google SketchUp.

Pemberian file ini untuk mengefisiensikan waktu dan mengoptimalkan eksplorasi siswa. Saat

pembelajaran berlangsung, siswa diperkenankan diskusi dengan siswa lain. Guru berkeliling

memeriksa pekerjaan siswa dan memberikan bantuan jika ada siswa yang kesulitan. Setelah

siswa mengerjakan LKS, beberapa siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil

pekerjaannya. Di akhir pembelajaran, guru memberikan latihan tambahan.

Siklus II Pertemuan Ke-4

Pada pertemuan ke-4, siswa dijelaskan tujuan pembelajaran, yaitu menentukan jarak bidang

ke bidang. Guru mengajak siswa mereview materi menentukan jarak garis ke garis dan jarak

garis ke bidang kemudian memberikan file Google SketchUp kepada siswa dan

mendemonstrasikan penggunaannya. Pada pertemuaan ke-4, terlihat siswa sudah terbiasa

dengan Google SketchUp. Secara umum, pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ke-4

sama dengan pertemuan ke-3.

Siklus II Pertemuan Ke-5

Page 11: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

89

Pada pertemuan kelima, diberikan tes akhir tindakan siklus II. Tes diikuti oleh 39 siswa dan

dikerjakan secara individu.

Analisis dan Refleksi Siklus II

Berdasarkan hasil analisis pekerjaan 39 siswa yang mengikuti tes akhir tindakan siklus II

diperoleh data: (1) sebanyak 36 siswa mendapat nilai 75, (2) rata-rata tes akhir tindakan

93,3, dan (3) ketuntasan klasikal 92%. Adapun data hasil analisis indikator pemahaman tes

tindakan siklus II disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Data hasil analisis tes tindakan siklus II

No Indikator Pemahaman Frekuensi Siswa Persentase

1 Siswa mampu mengidentifikasi data

data yang terkait dengan jarak pada

dimensi tiga

39 100

2 Siswa mampu menentukan apa yang

ditanyakan dalam soal

39 100

3 Siswa mampu membuat strategi yang

tepat untuk menentukan jarak pada

dimensi tiga

37 95

4 Siswa mampu mengaplikasikan konsep

jarak dalam memecahkan masalah

36 92

Rerata persentase indikator pemahaman 97

Berdasarkan data hasil analisis tes tindakan siklus II diperoleh bahwa rerata persentase

indikator pemahaman 97% dan ketuntasan klasikalnya 92%. Hal ini berarti bahwa tindakan

pada siklus II berhasil karena persentase indikator pemahaman di atas 85% dan ketuntasan

klasikal di atas 85%. Ketuntasan klasikal mengalami kenaikan sebesar 5% dari 87% pada

siklus I menjadi 92% pada siklus II. Hal ini berarti ketuntasan klasikal dapat ditingkatkan.

Berdasarkan hal tersebut tindakan dihentikan.

Dari hasil wawancara diperoleh informasi: (1) siswa lebih memahami jarak pada dimensi

tiga dengan menggunakan Google SketchUp, (2) demonstrasi yang dilakukan guru dalam

pembelajaran langsung sangat membantu siswa untuk menggunakan Google SketchUp, (3)

visualisasi objek tiga dimensi pada Google SketchUp sangat membantu siswa, (4) siswa

merasa terpacu untuk mengungkapkan ide atau gagasan.

4. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Model pembelajaran langsung

menggunakan Google SketchUp memiliki sintaks: (a) menyiapkan bahan belajar siswa

berupa LKS dan file pendukung dengan Google SketchUp, (b) menyampaikan tujuan

pembelajaran dan mempersiapkan siswa, (c) mendemonstrasikan pengetahuan dan

keterampilan, (d) memberikan dan membimbing latihan, (e) mengecek dan memberikan

umpan balik, (f) memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan pendapat, dan (g)

memberikan latihan tambahan. (2) Model pembelajaran langsung menggunakan Google

Page 12: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

90

SketchUp 8 dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang jarak pada dimensi tiga dan

dapat meningkatkan ketuntasan klasikal.

Daftar Pustaka

Arends, Richard. 2009. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.

Djamarah, S dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harjanto, Petrus. 2012. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Berbantu Program Wingeom

untuk Membangun pemahaman Konsep Jarak Siswa kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang.

Tesis: tidak diterbitkan.

Krismanto, A. 2004. Dimensi Tiga Pembelajaran Jarak. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Resnick, Lauren dan Ford, Wendy W. 1981. The Psychology of Mathematics for Instruction. New

Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Smaldino, L dan Deborah, L. 2008. Instructional Technology & Media for Learning. Jakarta: Kencana

Prenada Media

Page 13: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

91

PEMANFAATAN GEOGEBRA

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN

KARAKTERISTIK GRAFIK FUNGSI KUADRAT

PADA SISWA KELAS X MIA7

SMA NEGERI 1 SINGARAJA

Gede Alit Narohita

SMA Negeri 1 Singaraja, Jalan PramukaNo 4 Singaraja, Bali;[email protected]

Abstrak. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja pada siswa

kelas XMIA7 tahun pelajaran 2013/2014 dengan memanfaatkan aplikasi GeoGebra.

Tujuan penelitian untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik

fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk aljabarnya. Data dalam penelitian ini dikumpulkan

melalui metode tes dan observasi dengan instrumen yang dipergunakan adalah tes dan

lembar observasi. Data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis

dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat. Pada

siklus I, rata-rata kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat adalah sebesar 83,9 dan berdasarkan kriteria penggolongan termasuk kategori

sangat baik, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 88,8 dengan kategori sangat

baik. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa aplikasi

GeoGebradapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat siswa kelas XMIA7 tahun pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci.GeoGebra, pemahamansiswa, grafikfungsikuadrat

Abstract. This study was conducted in SMA Negeri 1 Singaraja in class XMIA7

2013/2014 school year by utilizing GeoGebra applications. This research purposed to

improve students' understanding of the characteristics of the graph a quadratic function

in terms of its algebraic form. The data in this study were collected through a method of

testing and observation with the instruments used were a test and an observation sheet.

The data collected in this study was analyzed with descriptive statistics. The results

showed that there was an increase in the ability of students' understanding of the

characteristics of graphs of quadratic functions. In the first cycle, the average ability of

students'understanding of the characteristics of the graph of a quadratic function

was 83.9 and based on the classification criteria included invery good category, while

the second cycle increased to 88.8 with very good category. Based on these results, it

was concluded that the application GeoGebracould increase the students' understanding

of the characteristics of graphs of quadratic functions of students in class XMIA7

2013/2014 school year.

Key words.GeoGebra, students' understanding,graphsof quadratic functions

Page 14: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

92

1. Pendahuluan

Salah satu upaya dalam mengoptimalkan proses pembelajaran adalah penggunaan media

pembelajaran secara tepat. Dalam upaya untuk menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan, diperlukan adanya media pembelajaran yang representatif dalam proses

pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran. Penggunaan

media yang memadai dalam proses pembelajaran didasarkan atas asumsi bahwa guru

berhadapan dengan siswa yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan

tersebut bisa dilihat dari segi minat, bakat, tingkat kecerdasan, termasuk kemampuan dalam

mengonstruksi atau membangun pengetahuan sendiri melalui pengetahuan yang telah

dimiliki sebelumnya. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan

pembelajaran, khususnya bidang matematika, penggunaan media pembelajaran masih sangat

terbatas. Penggunaan media pembelajaran yang sangat terbatas berdampak pada rendahnya

motivasi belajar dan kreativitas siswa dan pada akhirnya sangat berpengaruh pada hasil

belajar siswa. Menyikapi hal tersebut, pembelajaran matematika di sekolah perlu adanya

media yang representatif.

Perkembangan pesat teknologi informasi kini telah menjadi tantangan bagi dunia pendidikan

dan para pendidik padakhususnya agar dapat bekerja maksimal. Teknologi informasi dapat

digunakan sebagai salah satu bagian dari teknologi pendidikan yang mendukung proses

pembelajaran. Penggunaan teknologi informasi ini akan bermanfaat bagi anak didik karena

dengan teknologi informasi, karakteristik, minat, dan bakat peserta didik dapat

dikembangkan. Keuntungan lain yang mencolok adalah bahwa dengan penggunaan

teknologi informasi dapat mengatasi permasalahan ruang, waktu, dan jarak dalam proses

belajar.

Pada abad 21 ini, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan sebuah

keharusan baik menjadi sumber belajar, sebagai media belajar, maupun menjadi media

komunikasi dan kolaborasi. Bahkan pada Kurikulum 2013, TIK tidak lagi menjadi mata

pelajaran terpisah melainkan terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, sehingga setiap

pendidik mau tidak mau harus menguasai TIK terutama dalam rangka mendukung

pembelajaran. Dengan kata lain, kompetensi pemanfaatan TIK menjadi salah satu

kompetensi wajib yang harus dikuasai setiap pendidik.

Kurikulum 2013 bertujuan memberikan bekal kepada siswa agar mempunyai kompetensi

yang dibutuhkan untuk bersaing di era global abad 21. Untuk itu, pembelajaran diarahkan

berpusat ke siswa dengan menggunakan pendekatan sains dan guru sebagai fasilitator bisa

mendorong peserta didiknya agar lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dalam

pembelajaran matematika, pemanfaatan teknologi dapat membantu meningkatkan kualitas

pembelajaran. GeoGebra sebagai salah satu perangkat lunak matematika dapat dimanfaatkan

untuk membantu guru dalam membuat lembar kerja interaktif yang akan mempermudah

siswa memahami beberapa konsep, relasi, dan prinsip tertentu di matematika. GeoGebra

dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk demonstrasi, abstraksi, dan

visualisasi. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai alat bantu konstruksi, eksplorasi, dan

penemuan matematika, sebagai perangkat lunak pembangun bahan ajar (authoring tools),

Page 15: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

93

dan sebagai alat untuk mengecek jawaban soal. Dengan demikian, penggunaan GeoGebra

dalam pembelajaran matematika akan sangat membantu pembelajaran di kelas.

Sehubungan dengan penggunaan media dalam pembelajaran, ada beberapa hasil penelitian

yang membahas tentang penggunaan berbagai jenis media. Badung (2000) mengatakan

bahwa peningkatan motivasi belajar terjadi disebabkan guru lebih memvariasikan media

dalam pembelajaran. Senada dengan itu adalah hasil penelitian Yusufhadi Miarso (dalam

Aryati, 2000) yang menyatakan bahwa pemanfaatan media secara tepat berguna untuk

menumbuhkan sikap positif anak didik dalam belajar, menimbulkan kegairahan belajar,

memungkinkan interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan, serta memungkinkan

belajar sendiri menurut kemampuan dan minat anak didik. Aryati (2000) menemukan bahwa

dengan penerapan multimedia dalam pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami apa

yang diajarkan oleh guru. Hasil tersebut sejalan dengan temuan Suroso (2008) bahwa

penggunaan teknologi informasi dan multimedia dalam pembelajaran memiliki beberapa

kelebihan, yaitu: (1) sistem pembelajaran dengan multimedia lebih inovatif dan interaktif;

(2) multimedia mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar,

atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan

pembelajaran; (3) mampu menimbulkan rasa senang selama proses belajar-mengajar

berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama proses belajar-mengajar

sehingga didapatkan tujuan pembelajaran yang optimal; (4) mampu memvisualisasikan

materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat

peraga yang konvensional; dan (5) media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel.

Pada materi grafik fungsi kuadrat, siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja mengalami

kesulitan. Apalagi jika grafik fungsi tersebut dibuat atau disajikan secara manual. Akibatnya,

pemahaman siswa pada kompetensi tersebut kurang maksimal. Dari hasil kajian beberapa

referensi, penggunaan GeoGebra dalam pembelajaran di samping dapat mengefektifkan

waktu yang tersedia, juga dapat memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi sesuai

dengan kreativitas mereka masing-masing. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep akan

tertanam lebih baik karena siswa mencoba dan mengalami langsung. Di samping itu,

penggunaan GeoGebra akan meningkatkan minat dan konsentrasi siswa dalam belajar dan

menjauhkan rasa jenuh karena tayangan yang disajikan cukup menarik dalam bentuk visual

yang dinamis. Untuk itu dalam membelajarkan materi grafik fungsi kuadrat khususnya

dalam mengidentifikasi karakteristik fungsi kuadrat yang terdiri dari beberapa komponen

pada siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014, digunakan

GeoGebra sebagai alat bantu pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan yang

muncul yaitu siswa

kelas X MIA7 kesulitandalammempelajarigrafikfungsisehinggapemahaman yang

diperolehkurangmaksimal. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

apakah pemanfaatan aplikasi GeoGebradapat meningkatkan pemahaman terhadap

karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siswa kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun

pelajaran 2013/2014?.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan aplikasi

GeoGebradalam meningkatkan pemahaman karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siswa

kelas X MIA7 SMA Negeri 1 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014. Adapun manfaat yang

Page 16: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

94

diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dengan pemanfaatan GeoGebra dalam

pembelajaran diharapkan dapat membantu: 1) siswa, dalam bereksplorasi lebih mendalam

dan meningkatkan pemahaman terhadap materi karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau

dari bentuk aljabarnya; 2) guru, dalam menjelaskan materi karakteristik grafik fungsi kuadrat

ditinjau dari bentuk aljabarnya, dan dalam menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa

dalam belajar matematika.

2. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

research). Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas XMIA7 semester 2SMA Negeri 1

Singaraja tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 34 orang, yang terdiri dari 18 siswa

perempuan dan 16 siswa laki-laki. Objek dari penelitian ini adalah pemahaman siswa

terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat ditinjau dari bentuk-bentuk aljabarnya.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian model Kemmis dan Taggart (dalam

Arikunto, 2006) yang dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari empat

tahapan yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi

dan evaluasi, serta (4) tahap refleksi.

Metode dan instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

ditunjukkan oleh tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Metode dan instrumen pengumpulan data

No. Jenis Data Metode Instrumen Waktu

1. Pemahaman siswa

terhadap

karakteristik grafik

fungsi kuadrat.

Tes Tes Di akhirsetiapsiklus

2. Aktivitas siswa Observasi Lembar

observasi

Padasaatpembelajaranberlangsung

Data pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat diperoleh dengan

memberikan tes kemampuan pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada

setiap akhir siklus dan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menentukan skor masing-

masing siswa, rata-rata kelas ( ), mean ideal (Mi), dan standar deviasi ideal (Sdi). Rata-rata

kelas ( ) dari skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat kemudian dikategorikan dengan pedoman sebagai berikut.

Tabel 2. Kriteria Penggolongan Pemahaman Siswa

No. RentangSkor Kriteria

1 ≥ Mi+ 1,5 Sdi SangatBaik

2 Mi+ 0,5 Sdi ≤ <Mi+ 1,5 Sdi Baik

x

x

x

x

Page 17: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

95

3 Mi- 0,5 Sdi ≤ <Mi+ 1,5 Sdi CukupBaik

4 Mi- 1,5 Sdi ≤ <Mi- 0,5 Sdi KurangBaik

5 <Mi– 1,5 Sdi SangatKurangBaik

Indikator untuk menentukan keberhasilan penelitian ini adalah apabila rata-rata pemahaman

siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat tergolong sangat baik.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini terlaksana sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah

disusun sebagaipemanfaatan aplikasi GeoGebradalam memahamani karakteristik grafik

fungsi kuadrat. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus dilaksanakan dalam 2

kali pertemuan, yaitu 1 kali pertemuan untuk pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes.

Dari tes kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat yang

dilakukan pada akhir siklus I diketahui skor yang diperoleh siswa bervariasi dengan skor

tertinggi sebesar 98 dan skor terendah 71. Rata-rata skor kemampuan pemahaman siswa

terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus ini sebesar 83,9 dan secara kualitatif

rata-rata skor yang diperoleh siswa pada siklus ini tergolong dalam kriteria sangatbaik.

Dengan melihat skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat pada siklus I, peneliti menggolongkan siswa berdasarkan kriteria penggolongan

kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat, menentukan

banyaknya siswa pada masing-masing kriteria, dan persentase mengenai kemampuan

pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus I.Persentase

kemampuan siswa pada akhir siklus I disajikan pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Persentase kemampuan pemahaman siswa pada siklus I

SangatKurangBaik KurangBaik CukupBaik Baik SangatBaik

BanyakSiswa 0 0 0 6 28

Persentase 0% 0% 0% 17,65% 82,35%

Berdasarkan analisis data pada siklus I, kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik

grafik fungsi kuadrat sudah tercapai.Namun, masih terdapat beberapa kekurangan pada

pelaksanaan tindakan siklus I. Kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi pada

pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut: 1)program aplikasi ini banyak tidak

jalan pada laptop masing-masing kelompok karena sebelumnya tidak pernah dicoba di

rumah; 2)masalah teknis di kelas, yaitu kurangnya sarana untuk tempat colokan setrum ke

laptop siswa sehingga sangat menggangu dalam proses penggunaan laptop pada masing-

masing kelompok; 3)Lamanya waktu yang digunakan setiap kelompok untuk melakukan

latihan menggunakan program aplikasi GeoGebraini sehingga berpengaruh terhadap waktu

tersisa yang digunakan untuk mengerjakan LKS; 4)kerjasama antarkelompok belum

dilakukan dengan optimal; beberapa anggota kelompok masih bekerja secara sendiri-sendiri

x

x

x

Page 18: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

96

tanpa berdiskusi dengan teman sekelompoknya; dan 5) terdapat beberapa siswa membuka

aplikasi lain pada sisa waktu pelajaran..

Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I, peneliti merencanakan

perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus II. Perbaikan tindakan yang

dilakukan adalah sebagai berikut: 1)mempersiapkan dengan matang segala sarana dan

prasarana yang diperlukan di kelas sehingga pada saat tindakan semuanya sudah siap;

2)mempersilakan kepada siswa untuk berlatih menggunakan aplikasi tersebut di rumah

sehingga untuk pertemuan selanjutnya mereka lebih siap;dan 3)mengawasi dengan cara

mendatangi setiap kelompok sesering mungkin untuk mengawasi diskusi kelompok yang

sedang berlangsung.

Siklus II ini dilaksanakan berdasarkan penyempurnaan tindakan pada siklus I. Dari tes

kemampuan pemahaman grafik fungsi kuadrat yang dilakukan pada akhir siklus II diketahui

skor yang diperoleh siswa bervariasi dengan skor tertinggi sebesar 100 dan skor terendah

adalah 76. Rata-rata skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat pada siklus II sebesar 88,8. Secara kuantitatif, rata-rata skor kemampuan

pemahaman grafik fungsi kuadrat pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus I yaitu

dari 83,9 menjadi 88,8. Secara kualitatif, kemampuan pemahaman siswa terhadap

karakteristik grafik fungsi kuadrat pada siklus II tergolong sangat baik. Jika dibandingkan

dengan kriteria yang ditetapkan pada penelitian ini, secara klasikal kemampuan pemahaman

siswa terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat siswa pada siklus II sudah memenuhi

kriteria yang ditetapkan.

Dengan melihat skor kemampuan pemahaman siswa terhadap karakteristik grafik fungsi

kuadrat pada siklus II, peneliti menggolongkan siswa berdasarkan kriteria penggolongan

pemahaman terhadap karakteristik grafik fungsi kuadrat, menentukan banyaknya siswa pada

masing-masing kriteria, dan persentase mengenai pemahaman siswa terhadap karakteristik

grafik fungsi kuadrat pada siklus II. Persentase pemahaman siswa pada siklus II disajikan

pada tabel4 berikut ini.

Tabel 4. Persentase pemahaman siswa pada siklus II

SangatKurangBaik KurangBaik CukupBaik Baik SangatBaik

BanyakSiswa 0 0 0 0 34

Persentase 0% 0% 0% 0% 100%

4. Penutup

Berdasarkan hasil analisis data, kesimpulan dalam penelitian ini adalah penerapan aplikasi

GeoGebramampu meningkatkan kemampuan pemahaman terhadap karakteristik grafik

fungsi kuadrat pada siswa kelas X MIA7SMA Negeri 1 Singarajatahun pelajaran 2013/2014

baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Adapun saran-saran yang ingin diajukan peneliti sesuai dengan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut. 1)Guru-guru mata pelajaran matematika, khususnya di SMA,dapat

memanfaatkan aplikasi GeoGebrauntuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap

Page 19: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

97

karakteristik grafik fungsi kuadrat. 2)Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan,diharapkan

membantu sekolah dalam melengkapi sarana dan prasarana TIK.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Aryati. 2000. Pemanfaatan Multimedia untuk Meningkatan Moivasi dan Hasil Belajar Siswa. Tesis

Singaraja: Undiksha Singaraja

Badung. 2000. Kontribusi Media untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. Skripsi. Singaraja:

Undiksha Singaraja.

Suroso. 2008. Kontribusi Multimedia dalam Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa.

Skripsi. Singaraja: Undiksha Singaraja.

Page 20: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

98

PENERAPAN METODE RESTU

MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS XI.6 SMK NEGERI 1 KUBU

I Wayan Laba

SMK Negeri 1 Kubu, Karangasem, Bali; [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) untuk meningkatkan hasil belajar siswa,

(2) meningkatkan aktivitas siswa, (3) mengetahui hambatan yang dialami selama

pembelajaran,dan (4) mendeskripsikan fenomena belajar.Penelitian ini dilaksanakan di

SMK Negeri 1 Kubu dengan melibatkan siswa kelas XI.6 tahun pelajaran 2011/2012

sebanyak 26 orang sebagai subyek penelitian. Tindakan yang dilakukan berupa

penerapan metode restu melalui pembelajaran kooperatif. Penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Data tentang hasil belajar

dikumpulkan dengan tes hasil belajar, sedangkan data tentang aktivitas belajar siswa

dikumpulkan dengan observasi. Adapun hambatan dan fenomena belajar siswa

dikumpulkan dengan catatan harian dan tes prestasi belajar siswa. Selanjutnya, data-data

yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI.6 SMK Negeri 1

Kubu. Penerapan metode restu melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

aktivitas belajar kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubusampai pada tingkat kategori sangat

aktif. Hambatan-hambatan yang terjadi pada tiap siklus secara umum yaitu pemanfaatan

waktu yang kurang efisien oleh guru, kurang lugasnya siswa dalam mengemukakan

gagasan/pendapat, diskusi kelompok kurang optimal, dan persiapan diri siswa kurang

optimal. Hal ini diatasi pada masing-masing siklus. Fenomena belajar siswa yang

ditemui adalah: pertama, pada saat awal pembelajaran siswa selalu berisik; kedua,materi

prasyarat masih belum dikuasai dengan baik.

Kata Kunci: metode restu, pembelajaran kooperatif

1. Pendahuluan

Hingga saat ini matematika masih dicitrakan sebagai mata pelajaran sukar dan terkesan

ditakuti para siswayang menyebabkan hasil belajar matematika belum memperlihatkan hasil

yang memuaskan. Salah satu preseden menunjukkan bahwa para siswa umumnya kurang

tertarik dan termotivasi untuk mempelajari matematika. Hal ini terjadi di kelas XI.6SMK

Negeri 1 Kubu. Para siswa mempelajari matematika karena kewajiban kurikulum saja.

Kenyataannya, hasil belajar matematika dari hasil ulangan umum masih rendah.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan: (1) sebagian

besar siswa tidak belajar (tidak menyiapkan diri) sebelum mengikuti pelajaran

disekolah,misalnya apabila siswa diberikan tugas mengerjakan soal, siswa yang hanya

menyontek pekerjaantemannya tidak bisa mempertanggung jawabkan tugas yang dikerjakan

tersebut;(2) motivasi dan aktivitas belajar siswa yang rendah berakibat pada hasil belajar

matematika siswa yang rendah pula dan siswa kurang termotivasi untuk bertanya walaupun

Page 21: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

99

ada materi pelajaran yang kurang dimengerti;(3) siswa cenderung belajar secara individu dan

kurang memanfaatkan siswa lain yang mempunyai kemampuan lebihyang berakibat

interaksi antarsiswa kurang baik;(4) kurangnya respon dari siswa terhadap jawaban yang

diberikan oleh siswa lainnya. Siswa merasa belajar matematika di kelas hanya

memperhatikan penjelasan guru tanpa berusaha untuk memberi respon terhadap materi

tersebutyang menyebabkan kurang bergairahnya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran

yang akhirnya berakibatpada rendahnya hasil belajar siswa. Hal senada juga dikemukakan

oleh Nuratin (Mardini, 2002), bahwa kegiatan belajar- mengajarsiswa dimana siswa hanya

duduk, mendengar, mencatat, dan menghafal tidak akan mengantarkan kita menuju

peningkatan mutu pendidikan.

Proses pembelajaran merupakan komponen yang perlu perhatiansebab perilaku belajar siswa

yang terbentuk sangat memengaruhi hasil belajar siswa. Keberhasilan dan kegagalan dalam

belajar sangat tergantung pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Kompetisi

yang kurang sehat telah mengakibatkan siswa pada umumnya tidak mausalingmembantu

dalam belajarkarena banyak siswa yang ingin memperlihatkan kemampuan dan

kehebatannya serta ingin menang dalam kompetisi. Untuk mengurangi kompetisi yang

kurang sehat tersebut diperlukan adanya komunikasi yang baik antarsiswa.

Penggunaan kelompok kooperatifdapat menciptakan komunikasi aktif dalam

pemecahanmasalah secara optimalsehingga siswa lebih aktif dan produktif dalam bekerja,

lebih percaya diri, serta tertarik terhadap matematika. Pembelajaran kooperatif merupakan

suatu strategi untuk mengomunikasikan secara aktif suatupemecahan masalahdimana siswa

belajar dalam kelompok yang heterogen, siswa dapat memberikan dan memperoleh

pertolongan serta setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap apa yang dibahas atau

didiskusikan untuk meningkatkan pencapaian yang lebih tinggi dalam matematika dan

mengurangi kecemasan serta meningkatkan harga diri sehubungan dengan matematika.

Pembelajaran kooperatif melalui metode restu dirancang untuk meningkatkan kebersamaan

dalam belajar daripada pengalaman-pengalaman individu atau kompetitifdalam mengerjakan

danmempertanggungjawabkantugas, diharapkan sumbangan pikirannya untuk

menyelesaikan dan memecahkan tugas tersebutsehingga menimbulkan sikap positif dari

siswaseperti meningkatkan keberanian mengungkapkan pendapat, meningkatkan kerjasama

dan rasa kebersamaan antarteman, dan dapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa.

Pembelajaran dengan metode restu terkait dengan guru memberikan tugas, siswa

mengerjakan tugas, dan siswa mempertanggungjawabkan tugas yang diberikanyang

dilaksanakan dalamkelompok kooperatifsehingga ada suatucurah pendapat yang dilakukan

dalam kelompoknya dengan guru sebagai fasilitator serta menimbulkan sikap positif dan

motivasi untuk siswa berprestasiyang bermuara pada peningkatan hasil belajar.

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan hasil

belajar matematika siswa, (2) meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa,

(3) mengetahui hambatan yang dialami selama pembelajaran, dan(4) mendeskripsikan

fenomena belajar siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: (1) bagi siswa, dapat

membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan lebih baik dan menumbuhkan

kerjasama dalam belajar, demokrasi, dan sikap tanggungjawab terhadap tugas individu

maupun kelompok yang diperlukan dalam belajar matematika; (2) bagi guru, sebagai umpan

Page 22: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

100

balik bagi perbaikan kualitas proses pembelajaransehingga dapat diharapkan terjadinya

peningkatan kualitas hasil belajar siswa; (3) bagi sekolah, hasil penelitian ini merupakan

kontribusi positif terhadap pengembangan metode pembelajaran di sekolah bersangkutan.

2. Landasan Teori

Hatfield (Harun, 2000) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan unsur yangterpadu

dalam belajar, komunikasi membantu siswa untuk berpikir keras, berinteraksi dengan siswa

lain, dan memikirkan ide, pertanyaan, dan jawaban. Dalam pembelajaran matematika yang

didasarkan atas pemecahan masalah, komunikasi sangat diperlukan guna menyelesaikan

permasalahan tersebut. Dengan penggunaan kelompok kooperatifdapat menciptakan

komunikasi aktif dalam pemecahan masalah secara optimalsehingga siswa lebih aktif dan

produktif dalam bekerja dan lebih percaya diri serta tertarik dalam belajar terhadap

matematika.Morton Deutrech (Widiarsa, 1997) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah suatu pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa

bekerjasama dan mengoptimalkan keterlibatan diri dan anggota kelompoknya dalam belajar.

Terdapat beberapa kontribusi positif dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) meningkatkan

hubungan antarindividu yakni pembelajaran ini memberi peluang kepada siswa untuk terlibat

lebih aktif, meningkatkan interaksi untuk mencapai tujuan belajar, berbagi tanggungjawab,

saling mengisi dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan hubungan yang positif

antarsiswa; (2) memberikan dukungan pada interaksi sosial yakni mendorong siswa untuk

menghargai sesama siswa, menambah ketekunan dalam usaha mencapai tujuan belajar, serta

menjadi tabah dan ulet khususnya dalam menghadapi tugas-tugas dan situasi yang

menimbulkan ketidaksenangan atau kekecewaan;(3) meningkatkan rasa harga diri, rasa

percaya diri terhadap kemampuan, dan kesanggupan untuk meningkatkan pencapaian

akademik akan terbentuk pada diri siswa;(4) meningkatkan produktivitas akademik dengan

adanya keterkaitan antaranggota dalam kelompok, peningkatan pola-pola interaksi, rasa

tanggungjawab, dan dorongan untuk kreatif, maka semua ini akan meningkatkan

produktivitas belajar (Mardini, 2002).

Metode restu,yang berasal dari singkatan Resitasi Tugas,adalah cara penyampaian bahan

pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan diluar jadwal

sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada

guru (Slameto, 1990). Alipandie (1984) mengemukakan bahwa metode resitasi adalah cara

untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk

mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa di rumah, di

perpustakaan,atau di laboratorium dan hasilnya dipertanggungjawabkan.Sudjana

(1989) menjabarkan metode resitasi tugas menjadi tiga fase, yaitu: (1) fase pemberian tugas;

(2) fase pelaksanaan tugas,(3) fase mempertanggungjawabkan tugas. Adapuntujuan

penggunaan metode resitasi yaitu: (1) memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran

yang telah diterima; (2) melatih siswa ke arah belajar mandiri; (3) siswa dapat membagi

waktu secara teratur;(4) siswa dapat memanfaatkan waktu luang untuk menyelesaikan

tugas;(5) melatih siswa untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk

menyelesaikan;(6) memperkaya pengalaman-pengalaman di sekolah melalui kegiatan-

kegiatan diluar kelas.

Page 23: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

101

Pembelajaran kooperatif melalui metode restu dirancang untuk meningkatkan kebersamaan

dalam belajar daripada pengalaman-pengalaman individu atau kompetitif.Dalam

mengerjakan dan mempertanggungjawabkan tugas, diharapkan sumbangan pikirannya untuk

menyelesaikan dan memecahkan tugas tersebut sehingga menimbulkan sikap positif dari

siswa seperti meningkatkan keberanian mengungkapkan pendapat, meningkatkan kerjasama

dan rasa kebersamaan antarteman,sertadapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar

siswa.Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh: (1) Rahayu (2007) yang

menyatakan bahwa penggunaan metode resitasi menggunakan LKS berpengaruh terhadap

hasil belajar matematika pada pokok bahasan himpunan dibanding menggunakan metode

ekspositori ditinjau dari kemampuan awal siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 13

Semarang tahun pelajaran 2006/2007 dan (2) Masruroh (2006) yang menyatakan bahwa ada

pengaruh dan hubungan yang berarti antara penggunaan metode tugas dan resitasi dengan

hasil belajar matematika.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dibagi dalam 3 siklus yang

terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi,

evaluasi, dan refleksi (Kemmis & Taggart, 1998). Penelitian ini dilaksanakan dengan 6 kali

pertemuan. Siklus I meliputi subpokok bahasan keliling bangun datar, siklus II dengan

subpokok bahasan luas daerah bangun datar, dan siklus III dengan subpokok bahasan

transformasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah: (1) data hasil belajar siswa;(2) data

aktivitas siswa;(3) hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pembelajaran;

dan(4) fenomena belajar siswa.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI.6 SMK Negeri 1 Kubu Karangasem semester

genap tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 26 orang. Penelitiandilaksanakan antara

bulan Maret-Mei 2012. Obyek penelitian adalahhasil belajar matematika khususnya pada

materi Dimensi Dua.

Adapun perencanaan tindakan siklus I, sebagai berikut: (1) merekap jumlah siswa di

kelas XI.6 sebagai partisipan penelitian;(2) menjajagi materi dimensi dua dari silabus dan

program semester, mengidentifikasi pokok bahasan yang akan diajarkan, lalu dilanjutkan

dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);(3) menyiapkan tugas-

tugasyang akan dikerjakan oleh kelompok siswa;(4) menyusun instrumen penelitian dan tes

hasil belajar;(5) membentuk kelompok kecil berdasarkan urutan absen yang terdiri dari 4

sampai dengan 6 orang.

Selanjutnya, pelaksanaan tindakansiklus I, sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran di

kelas, meliputi: (a) kegiatan awal: (i) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi

siswa supaya terlibat aktif dalam aktivitas pembelajaran, (ii) siswa menyiapkan buku-buku

pegangan atau buku penunjang, (iii) guru menginformasikan pendekatan pembelajaran

menggunakan kooperatif dengan restu, (iv) guru mengingatkan kembali materi prasyarat

dengan tanya jawab; (5) guru membentuk kelompok yang sudah ditentukan;(b) kegiatan

inti: (i) guru mengondisikan siswa belajar melalui tanya jawab sebagai orientasi awal

menyangkut materi yang sudah dipelajari di rumah, dilanjutkan memberikan tugas kelompok

minimal 2 (dua) permasalahan yang berkaitan dengan dimensi dua(pemberian tugas),

Page 24: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

102

(ii) siswa berdiskusi dengan kelompoknya dan membahas permasalahan yang diberikan

(mengerjakan tugas)dengan cara saling memeriksa, mengoreksi, dan memberikan

masukan,setiap siswa menyelesaikan tugas dalam kelompoknya,guru mengamati kerja setiap

siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan, (iii) setelah diskusi

kelompok, guru menunjuk secara acakseorang siswa untuk mempresentasikan dan

mengerjakan hasil diskusinya di depan kelas,sedangkan siswa kelompok lainnya mencermati

pemecahan masalahnya dan memberikan evaluasi terhadap hasil presentasi kelompok

presenter (mempertanggungjawabkan tugas); c) kegiatan akhir: pada akhir diskusi,guru

mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dan menjelang akhir pertemuan, guru

memberikan pemantapan konsep;(2) kegiatan penilaian, penilaian hasil belajar siswa

mencakup nilai proses dan nilai akhir hasil belajar.

Tahap observasi dan evaluasi siklus I, meliputi: (1) observasi terhadap aktivitas kegiatan

belajar siswa di kelas;(2) observasi terhadap hambatan-hambatan yang dialami;dan

(3) observasi terhadap fenomena belajar siswa.Tahap evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir

siklus yaitu: (1) evaluasi terhadap tugas yang dikerjakan siswa dan(2) evaluasi terhadap hasil

belajar. Tahap refleksi siklus I, bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan melihat

kelemahan-kelemahan pada siklus I. Jadi, hasil pembahasan pada siklus I digunakan sebagai

refleksi untuk tindakan pada siklus II.

Siklus IIpada dasarnya sama dengan siklus I. Metode pembelajaran yang dilakukan masih

dengan metode restu, namun corak pelaksanaannya berpedoman pada hasil refleksi pada

siklus I dan dilakukan tindakan yang serupa dengan tindakan pada siklus I berdasarkan

perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang

ada.Siklus IIImerupakan penyempurnaan dari langkah-langkah yang ditempuh pada siklus II

dengan materi transformasi.

Data yang dikumpulkan meliputi data aktivitas siswa selama pembelajaran, data tentang

hasil belajar siswa, dan data tentang kesulitan/hambatan dalam melaksanakan metode

pembelajaran sertafenomena belajar siswa yang terjadi.Data tentang hasil belajar siswa, yang

meliputi nilai rata-rata hasil belajar siswa ( X ), daya serap (DS), ketuntasan belajar (KB),

dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar, sedangkan data aktivitas belajar siswa

dengan teknik observasi (checklist). Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi

yang berisikan indikator-indikator perilaku siswa yang akan diamati selama berlangsungnya

pembelajaran.

Analisis data hasil belajar siswa diawali dengan terlebih dahulu dihitung nilai rata-rata hasil

belajar siswa ( dengan rumus:

; X=nilai hasil belajar siswa,N= banyaknya siswa.

Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya siswa menguasai materi, data hasil belajar siswa

yang diperoleh dihitung ketuntasan belajarnya(KB) dengan rumus:

dan

daya serap (DS) siswa dengan rumus: XDS x 1%;N1= banyaknya siswa yang

memperoleh skor 70. Adapun perilaku aktivitas siswa diamati dan dicatat dengan

menggunakan lembar observasi selama proses pembelajaran di kelas. Data yang diperoleh

selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas disusun berdasarkan

Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI). Perhitungan skor rata-rata aktivitas siswa

Page 25: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

103

dihitung dengan rumus ( A ) =N

X , dengan X = skor aktivitas siswa. Skor rata-rata

aktivitas siswa dari hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria penggolongan yang

ditetapkan. Selanjutnya, data aktivitas siswa yang diperoleh dari masing-masing siklus

dibandingkan antara satu dengan yang lainnya guna mengetahui peningkatan atau penurunan

aktivitasnya.

Ukuran keberhasilan dalam penelitian ini yaitu penerapan metode restu melalui

pembelajaran kooperatif dianggap berhasil jika: (1) hasil belajar siswa mencapai rata-rata 70

dan ketuntasan klasikal 85% dan(2) nilai afektif/aktivitas siswa dalam kegiatan belajar

mengalami peningkatan dibanding saat siklus sebelumnya dan minimal masuk dalam

kategori cukup aktif.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 63,2;daya serap

siswa (DS) = 63,2% 63%;ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 50%;

sertajumlah skor aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-

turut adalah sebesar 61 dan 68. Skor rata-rata aktivitas belajar siswa ( A ) adalah

2,48sehingga termasuk dalam kategori cukup aktif. Hambatan pada siklus Iadalah: (1) guru

masih terlihat kaku dalam melaksanakan metode restu melalui pembelajaran kooperatif,

disebabkan karena guru belum terbiasa dalam metode restusehingga guru perlu

memantapkan diri;(2) guru kurang menguasai indikator aktivitas belajar siswa sehingga

pengamatan terhadap aktivitas kurang optimal; solusinya,guru mempelajari kembali lembar

observasi tersebut;(3) diskusi internal kelompok kurang berjalan secara optimal karena

masih banyak siswa yang malu-malu mengemukakan pendapat dan gagasannya; dalam hal

ini perlu dipertimbangkan untuk pembentukan kelompok sekerabat;(4) siswa belum biasa

menyiapkan diri mengikuti pelajaran yang terlihat dari kurang lugasnya siswa

mengemukakan gagasannya, siswa tidak mempelajari tugas belajar yang diberikan baik

materi atau contoh soal sehingga siswa kelihatan bingung walaupun pekerjaan mereka benar,

dan sebagian besar siswa tidak yakin dalam mempertanggungjawabkan tugas yang mereka

kerjakan;(5) dalam diskusi kelompok, terlihat hanya yang berkemampuan lebih yang

mengerjakan tugas tersebut yang berakibat hasil yang diperoleh (tes evaluasi I) tidak

mencapai hasil yang memuaskan; untuk itu, guru perlu mengoptimalkan pendekatan kepada

siswa untuk memotivasi mereka lebih baik lagi.

Beberapa fenomena belajar siswa pada siklus I yaitu: (1) diawal pembelajaran, siswa

cenderung berisik sehingga membuat guru harus dapat menenangkan siswa agar dapat

memfokuskan diri pada pembelajaran yang akan diajarkan; suasana kelas seperti itu

membuat daya serap siswa terhadap materi kurang baik yang berakibat pada hasil belajar

yang kurang maksimal, terlihat dari hasil belajar siswa pada tes ke-1;(2) ada dua kelompok

yang sebagian besar anggotanya tidak serius dan cenderung tidak memperhatikan pelajaran

yang terlihat dari keterlibatan anggotanya rendah dan dari catatan peneliti dan guru, nilai

tes ke-1 mereka jauh dari nilai siswa lainnya;(3) kelompok lainnya cukup aktif, serius,

interaksi dalam kelompok bagus, dan rasa ingin tahunya besar yangterlihat dari kemauan

Page 26: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

104

siswa bertanya untuk baik kepada teman maupun guru; anggota kelompok ini cenderung

ingin mengerjakan tugasnya kedepan saat guru meminta agar siswa menyelesaikan tugas.

Pada siklus II, skor rata-rata hasil belajar adalah 67,6dan daya serap siswa (DS) = 67,6%

68%.Adapun ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 61,5% dengan jumlah

skor aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-turut adalah

sebesar 76 dan 81 serta skor rata-rata aktivitas belajar siswa ( A ) adalah 3,02sehingga

termasuk dalam kategori aktif.Padasiklus II,guru terlihat semakin mantap dalam

melaksanakan model pembelajaran disebabkan guru telah lebih mencermati dan memahami

kembali tindakan-tindakan yang telah ditetapkan yang disesuaikan dengan karakteristik dari

pembelajaran kooperatif dengan restu.Guru semakin menguasai indikator aktivitas belajar

siswa sehingga mampu mengaktifkan belajar siswa di kelas dan pengamatan terhadap

aktivitas belajar siswa semakin lancar.Diskusi internal kelompok sudah berjalan secara

optimal.Siswa semakin lugas mengungkapkan gagasan-gagasannya.Dari pembahasan tugas-

tugas, siswa terlihat semakin yakin dalam mempertanggungjawabkan tugas yang mereka

kerjakan.Pada akhir pembelajaran, siswa sudah mampu menyimpulkan tugas diskusi.Dalam

diskusi kelompok, terlihat tidak hanya yang berkemampuan lebih yang mengerjakan tugas

tersebut tetapi hampir semua anggota kelompok yang mampu mengerjakan sehingga

hasilbelajarnya (tes ke-2) mencapai hasil yang memuaskan walaupun belum sesuai dengan

kriteria keberhasilan yang ditetapkan.Siswa yang berkemampuan rendah belum bisa

berperan aktif secara maksimal.

Beberapa fenomena belajar siswa pada siklus II yaitu: (1) diawal pembelajaran,

kecenderungan siswa ribut (berisik) semakin jarang terjadi sehingga siswa dapat

memfokuskan diri pada materi pembelajaran yang diajarkan yang terlihat dari semakin

meningkatnya daya serap siswa terhadap materidan meningkatnya ketuntasan belajar

siswa;(2) pada siklus II,banyak kelompok yang sebagian besar anggotanya tidak serius dan

cenderung tidak memperhatikan pelajaran semakin berkurang dan keterlibatan anggotanya

semakin meningkat;Hal itu terlihat dari nilai tes evaluasi II dimana nilai mereka tidak

berbeda jauh dari siswa lainnya;(3) kelompok lainnya semakin aktif, serius, interaksi dalam

kelompok semakin bagus, rasa ingin tahunya semakin besar yang terlihat dari kemauan siswa

untuk bertanya baik kepada teman maupun kepada guru semakin tinggi; anggota kelompok

ini semakin berani mengerjakan tugasnya kedepan saat guru meminta agar siswa

menyelesaikan permasalahan atau tugas.

Pada siklus III, skor rata-rata hasil belajar adalah 72,3dan daya serap siswa (DS) = 72,3%

72%.Adapun ketuntasan belajar (KB) siswa secara klasikal adalah 88,5% denganjumlah skor

aktivitas belajar siswa pada pembelajaran-1 dan pembelajaran-2 berturut-turut adalah sebesar

91 dan 97 serta skor rata-rata aktivitas belajar siswa ( A ) adalah 3,79 sehingga termasuk

dalam kategori sangat aktif.Pada siklus III,guru semakin mantap dalam melaksanakan model

pembelajaran dengan menerapkan metode restu melalui pembelajaran kooperatif karena guru

sudah menguasai dan memahami arah dan tujuan model pembelajaran.Guru semakin

menguasai indikator aktivitas belajar siswa dan menyadari bahwa lembar observasi sangat

bermanfaat dalam melaksanakan proses belajar-mengajar di kelas sehingga guru mampu

mengaktifkan belajar siswa di kelas, baik yang menyangkut kemampuan dalam bertanya,

memotivasi siswa dalam mengajukan pendapat atau gagasan-gagasan, dan memotivasi siswa

Page 27: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

105

dalam mengerjakan tugas dalam kelompok.Guru semakin efektif dan efesien dalam

memanfaatkan waktu yang tersedia selama proses pembelajaran.Siswa sudah mampu

menindaklanjuti tugas yang diberikan guru.Diskusi internal kelompok sudah berjalan

semakin optimal yang disebabkan kelompok sekerabat memberikan mereka peluang untuk

dapat berkomunikasi aktif dengan temannya walaupun mereka berlainan jenis

kelamin.Penyiapan diri siswa untuk mengikuti pelajaran semakin optimal sehingga siswa

tidak lagi canggung mengemukakan gagasannya.Keyakinan diri siswa dalam

mempertanggungjawabkan tugas semakin mantap yang terlihat dari pembahasan tugas-tugas

yang dilakukan sehingga tanpa petunjuk dari guru mereka sudah mampu menyimpulkan

tugas diskusi mereka sendiri.Dalam diskusi kelompok, semua anggota kelompok mau

mengerjakan tugas diskusi dengan baik yang berakibat hasil tes yang diperoleh memuaskan

dan memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.

Beberapa fenomena belajar siswa pada siklus III yaitu: (1) ketidakseriusan dan

kecenderungan tidak memperhatikan pelajaran yang dimiliki sebagian besar anggota pada

dua kelompok merupakan karakter mereka dalam menyerap suatu materi yang diberikan dan

hal itu tidak perlu terlalu dipermasalahkan karena pada hakekatnya otak akan bekerja jika

ada aktivitas dari tubuh (tubuh dan otak adalah satu kesatuan);(2) tidak jauh berbeda dari

siklus II, kelompok lainnya semakin aktif, serius, interaksi dalam kelompok semakin bagus,

dan rasa ingin tahunya semakin besar.Hal ini teramati dari kemauan siswa untuk bertanya

baik kepada teman maupun kepada guru semakin tinggi.Anggota kelompok ini semakin

berani mengerjakan tugasnya kedepan saat guru meminta agar siswa menyelesaikan

permasalahan atau tugas.

Dari hasil analisis diperoleh data hasil belajar dan data aktivitas belajar siswa seperti berikut.

Tabel 1. Hasil Analisis Data Hasil Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa

Jenis data Siklus I Siklus II Siklus III

Data Hasil

Belajar

Siswa

Rata-rata Kelas 63,2 67,6 72,3

Daya Serap (%) 63 68 72

Ketuntasan Belajar (%) 50,0 61,5 88,5

Rata-rata Jumlah Skor Aktivitas Siswa 2,48 3,02 3,79

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, peneliti melakukan perbaikan sebagai

berikut: (1) sesuaikarakteristik dari pembelajaran kooperatif dengan restu yaitu proses

pembelajaran yang berfokus pada siswa, guru bertindak sebagai fasilitator dan pemotivator

yang baik yang mampu memotivasi belajar siswa sehingga memahami topik pelajaran

dengan baik; penekanan kembali pada indikator aktivitas belajar siswa dapat membantu guru

dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas;(2) menekankan kembali tugas belajar

yang diberikan berupa membaca materi dan mencoba beberapa soal yang berhubungan

dengan materi yang akan diajarkan;(3) diskusi internal kelompok diupayakan perbaikannya

dengan membiarkan mereka mencari kelompok sekerabat.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, peneliti melakukan perbaikansebagai berikut: (1)

guru, sebagai praktisi, lebih mendekatkan diri kepada siswa yang belum menguasai materi

prasyarat terutama siswa yang berkemampuan rendah,menjelaskan materi secara khusus, dan

menyuruh siswa dengan kemampuan lebih dalam anggota kelompoknya untuk membimbing

Page 28: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

106

sehingga mereka termotivasi untuk belajar lebih giatagar dapat berperan lebih aktif dan

optimal dalam proses pembelajaran;(2) masih canggungnya siswa dalam mengungkapkan

atau menjelaskan pemecahan masalah yang diperoleh dari hasil diskusi ditindaklanjuti

dengan cara memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk menjelaskan

pemecahan masalah/simpulan yang diperoleh.Di samping perbaikan di atas, diskusi dengan

guru masih tetap dilakukan untuk memantapkan pelaksanaan pembelajaran pada siklus III

sehingga implementasi rancangan tindakan pada siklus III menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil refleksi terhadap tindakan pada siklus III, kendala atau kekurangan yang

masih muncul pada siklus III antara lain: (a) siswa dengan kemampuan rendah belum

sepenuhnya bisa dibangkitkan motivasinya untuk belajar sehingga kurang bisa berperan

secara optimal dalam proses pembelajaran dan (b) siswa terkadang kurang lugas dalam

mengungkapkan gagasan-gagasan atau pertanyaan-pertanyaan. Kendala ini sudah

terlihatsejak siklus I dan siklus II, namun ternyata masih juga terjadi pada siklus III.

Walaupun demikian, proses yang terjadi pada siklus III sudah lebih baik dari dua siklus

sebelumnya.

5. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan: (1) penerapan metode restu melalui

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa;(2) penerapan metode restu

melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas belajar kelas XI.6 SMK

Negeri 1 Kubu tahun pelajaran 2011/2012;(3) hambatan-hambatan yang terjadi pada tiap

siklus secara umum yaitu pemanfaatan waktu yang kurang efisien oleh guru, kurang

lugasnya siswa dalam mengemukakan gagasan/pendapat, diskusi kelompok kurang optimal,

dan persiapan diri siswa kurang optimal;namun hal ini dapat diatasi sedikit demi sedikit pada

masing-masing siklus;(4) fenomena belajar siswa yang ditemui, walaupun fenomena

sederhana tapi akan berakibat tidak baik bagi pengetahuan siswa tersebut dikemudian hari

dimana hal-hal seperti itu pasti akan terbawa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; secara

umum, fenomena belajar siswa yang teramati adalah: pertama, di awal pembelajaran siswa

selalu berisik;kedua,materi prasyarat masih belum dikuasai dengan baik.

Saran-saran yang disampaikan: (1) dianjurkan kepada guru matematika agar menerapkan

pembelajaran dengan metode restu melalui pembelajaran kooperatif sebagai metode

alternatif untuk meningkatkan hasil belajar matematika dan aktivitas belajar siswa seperti

yang terjadi pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Kubu Karangasem semester genap tahun

pelajaran 2011/2012 khususnya pada pembelajaran dengan materi Dimensi Dua;(2) guru

matematika hendaknya melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana guru

sebagai fasilitator dan dinamisator.

Daftar Pustaka

Alipandie, I. 1984. Ditaktik Metodik Pendidikan. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Kemmis, S & Taggart, R. Mc. 1998. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press. Harun, M. 2000. Belajar Kooperatif untuk Meningkatkan Respon Siswa dalam Pembelajaran

Matematika di Sekolah Dasar (Action Research di SD PT. Semen Padang). Forum Pendidikan

UNP, No. 02 Tahun XXV-2000.

Page 29: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

107

Mardini, K. 2002. Intensifikasi Tes Formatif dan Umpan Balik Terstruktur melalui Pembelajaran

Kooperatif dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dan Hasil Belajar Matematika Siswa

Kelas IB SLTP Negeri 2 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika,

IKIP N Singaraja. Sudjana, N.1989. Dasar Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru Algesindo. Masruroh, S. 2006. Pengaruh Penggunaan Tugas dan Resitasi terhadap Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas 2 Semester 2 Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel SMP Islam

Sultan Agung 1 Semarang tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi(tidak diterbitkan). Universitas

Negeri Semarang. Slameto. 1990. Proses Belajar-Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS). Jakarta: Bumi Aksara. Widiarsa. 1997. Peningkatan Interaksi Belajar Mengajar Melalui Pembelajaran Kooperatif. Makalah.

STKIP Singaraja. Rahayu, Y. K. 2007. Pengaruh Metode Resitasi dengan Menggunakan Lembar Kerja Siswa terhadap

Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa pada Pokok Bahasan

Himpunan Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.

Skripsi(tidak diterbitkan). Universitas Negeri Semarang.

Page 30: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

108

PEMANFAATAN KAP ES KRIM UNTUK LUAS

SELIMUT KERUCUT TERPANCUNG

Lailatul Masfufah1)

, Supriyatno Widodo2)

1)MTs N Grabag, Jl KH Syiroj, Magelang; [email protected]

2)MTs N Ngablak, Jl Ngablak-mangli km 0; [email protected]

Abstrak. Kesebangunan dalam segitiga dengan garis sejajar adalah pendekatan yang

paling sering digunakan sebagailangkah dasar dalam menyelesaikan masalah bangun

ruang sisi lengkung khususnya luas selimut kerucutterpancung. Pendekatan lain yang

dapat digunakan adalahsecara geometris. Dalam aplikasinya, pendekatan ini

menggunakan media kap es krim sebagai visualisasi pengantar penemuan rumus luas

selimut terpancung. Pendekatan ini menyarankan memodifikasi bentuk selimut kerucut

terpancung dari hasil pemotongan kap es krimkedalam bangun datar dengan bentuk

persegi panjang sebagai dasar menyelesaikan luas selimut terpotong. Rumus yang

dihasilkan dari pendekatan ini lebih sederhana dan praktis. Cukup menggunakan jari-

jari alas dan atas kerucut terpancung serta panjang garis pelukis kerucut luas selimut

kerucut terpancung dapat langsung diselesaikan.

Kata Kunci. luas selimut, kerucut terpancung, dan persegi panjang

1. Pendahuluan

Kerucut terpancungadalah salah satu penerapan materi bangun ruang sisi lengkung yang

terkait dengan kehidupan sehari-hari. Banyak benda disekitar kita yang memiliki bentuk

menyerupai kerucut terpancung, beberapa diantaranya adalah gelas, ember, pot bunga,kap

lampu,tempat sampah, kap es krim, dll. Kerucut terpancung merupakan bagian dari materi

matematika kelas sembilan pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung,terkait dengan

penerapan bangun ruang sisi lengkung dalam kehidupan sehari–hari. Salah satu

penerapankerucut terpancung yang dibahas adalah menentukan luas selimut kerucut

terpancung.

Kesebangunan dalam segitiga merupakanpendekatan yang sering digunakan untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Pendekatan ini merupakan langkah dasar dalam

menyelesaikan luaskerucut terpancung. Melalui perbandingan sisi–sisi yang bersesuaian

pada segitiga dengan garis sejajar, panjang sisi dari unsur kerucut terpancung yang belum

diketahuidapat dicari. Pendekatan lain yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk

menyelesaikan luas selimut kerucut terpancung adalah secara geometris. Pendekatan ini

memodifikasibentuk selimut kerucut terpancungyang berbentuk sisi lengkung kedalam

bangun datar dengan bentuk persegi panjang. Pada prakteknya, penulis menggunakan media

kap es krim sebagai visualisasi bentuk kerucut terpancung.

Page 31: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

109

Gambar 1. Kap es krimsebagai media kerucut terpancung

Bagian sisi lengkung dari kap es krim digunting kecil kecil secara melintang kemudian

ditempel–tempelkan sehingga terbentuk bidang persegi panjang. Melalui pendekatan ini,

diharapkan siswa dapat menemukan rumus luas selimut kerucut terpancung yang telah

dimodifikasi kedalam bentuk persegi panjang yang terbentuk dari hasil pemotongan selimut

kap es krim tersebut. Rumus yang dihasilkan dari pendekatan ini pun lebih sederhana dan

praktis karena hanya membutuhkan jari-jari lingkaran atas dan alas serta panjang garis

pelukis kerucut terpancung.Jika ketiga hal tersebut telah diketahui maka luas selimut kerucut

dapat langsung diselesaikan. Selain itu jika selisih jari-jari atas dan alas kerucut terpancung,

tinggi kerucut terpancung serta garis pelukis selimut kerucut terpancung bukan merupakan

triple pythagoras, pendekatan rumus yang dihasilkan akan lebih mempermudah siswa dalam

menghitung luas selimut kerucut terpancung tersebut.

Pendekatan kesebangunan pada segitiga dengan garis sejajar merupakan aplikasi dasar

penyelesaian luas selimut kerucut terpancung yang paling umum digunakan. Namun secara

geometris ditemukan tampilan rumus berkaitan luas selimut kerucut terpancung yang lebih

sederhana. Dalam pendekatan ini, penentuan luas selimut kerucut terpancung tidak lagi

tergantung pada panjang garis pelukis kerucut yang diasumsi sebagai bentuk awal dari

kerucut terpancung yang dipotong secara sejajar pada bagian puncaknya,tetapi hanya

bergantung pada garis pelukis selimut kerucut terpancung tersebut serta jari-jari kedua

lingkaran atas dan alas kerucut terpancung.

Pendekatan yang dimaksud adalah menghubungkan antara model selimut kerucut yang

berupa bidang lengkung dengan model persegi panjang yang lebih dikenal siswa. Kami

percaya bahwa pendekatan ini, khususnya dalam menentukan luas selimut kerucut

terpancung dengan pendekatan luas persegi panjang yang dibahas dibawah ini telah banyak

dikenal oleh para guru maupun matematikawan bahkan siswa,namun kami berharap

tulisanini dapat digunakan sebagai terapan dalam kehidupan dan pada prakteknya

bermanfaat.

2. Landasan Teori

2.1. Luas Selimut

Tabung, kerucut, dan kerucut terpancung adalah beberapa contoh dari bangun ruang sisi

lengkung. Dinamakan bangun ruang sisi lengkung karena pada bangun tersebut memiliki sisi

Page 32: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

110

yang lengkung. Sisi lengkung pada bangun ruang sisi lengkung sering dinamakan sebagai

selimut. Selimut pada tabung, kerucut dan kerucut terpancung pada dasarnya berupa bidang

datar. Selimut tabung apabila dipotong sejajar dengan garis tinggi akan terbentuk pola

persegi panjang, selimut kerucut apabila dipotong menurut garis pelukisnya akan terbentuk

bangun datar yang berupa juring lingkaran, sedangkan selimut kerucut terpancung apabila

dipotong menurut garis pelukisnya berupa bidang lengkung.

Luas selimut adalah luas daerah dari selimut atau sisi lengkung yang menyelimuti bangun

ruang tersebut. Luas selimut tabung dapat dihitung melalui pendekatan luas persegi panjang,

sedang luas selimut kerucut dapat dihitung melalui pendekatan luas juring lingkaran. Namun

apabila bagian selimut kerucut terpancungdipotong pada salah sutu garis pelukisnya maka

luasan yang didapat dari selimut kerucut terpancung masih berupa bangun datar sisi

lengkung. Untuk itulah penulis menggunakan media kapes krim sebagai visualisasi

pendekatan yang memodifikasi sisi lengkung tersebut kedalam bentuk persegi panjang.

2.2. Kerucut Terpancung

Kerucut terpancung bukan merupakan suatu tabung ataupun kerucut. Hal ini dikarenakan

pada tabung memiliki sisi alas yang kongruen dengan sisi atas. Begitu pula kerucut hanya

memiliki dua sisi yaitu sisi lengkung yang disebut sebagai selimut dan sisi alas yang berupa

lingkaran. Bagian atas kerucut berupa titik yang sering dinamakan sebagai titik puncak

kerucut. Sedangkan pada kerucut terpancung memiliki tiga sisi yaitu sisi alas, sisi atas dan

sisi lengkung yang disebut sebagai selimut. Perbedaan yang nampak antara tabung dan

kerucut terpancung adalah bagian sisi alas dan atas kerucut terpancung tidak kongruen atau

tidak sama besar.

Apabila dua buah garis pelukis yang saling berhadapan pada bagian sisi lengkung kerucut

terpancung diperpanjang maka kedua garis pelukis itu akan berpotongan disebuah titik.

Kerucut akan terbentuk dari sisi alas kerucut terpancung dengan titik potong dari

perpanjangan kedua garis pelukis kerucut terpancung.Dengan demikian

kerucutterpancungadalahkerucut yang dipotongbagianatasnyaolehbidang yang

sejajardenganalasnya.

2.3. Persegi Panjang

Persegi panjang adalah bangun segi empat yang memiliki dua pasang sisi sejajar dan sama

panjang serta sisi–sisi yang berpotongan membentuk sudut siku-siku.Sifat-sifat dari persegi

panjang adalah:

a. Sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang.

b. Setiap sudut sama besar dan merupakan sudut siku-siku.

c. Diagonal-diagonalnya sama panjang.

d. Diagonal-diagonalnya berpotongan dan saling membagi dua sama panjang.

e. Mempunyai simetri putar tingkat dua.

f. Dapat menempati bingkainya dengan empat cara.

g. Memiliki dua sumbu simetri.

Page 33: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

111

Misalkan panjang persegi panjang p, lebar persegi panjang l, luas persegi panjang L dan

keliling persegi panjang k , maka luas dan keliling persegi panjang dapat dinyatakansebagai

berikut:

3. Luas Selimut Kerucut Terpancung

3.1. Luas Selimut Kerucut Terpancung dengan Pendekatan Kesebangunan

pada Segitiga dan Garis Sejajar

Kerucut terpancung dapat dipandang sebagai pemotongan sisi lengkung suatu kerucut

padabagian puncak kerucut secara sejajar dengan sisi alas kerucut.Berdasarkan pandangan

tersebut maka luas selimut kerucut dapat dilihat sebagai:

dengan luas selimut kerucut terpancung, luas selimut kerucut, dan luas selimut

kerucut yang dipotong.

Gambar 2. Kerucut terpancung(i) sebagai bagian dari kerucut (ii) yang dipotong bagian

puncak secara sejajar dengan sisi alas (iii)

Penyelesaian luas selimut terpancung ini dapat dilakukan dengan mengaitkan kesebangunan

pada segitiga dengan garis sejajar sebagai langkah dasar menyelesaikan masalah tersebut.

Langkah dasar ini sering digunakan untuk mencari panjang dari garis pelukis apabila belum

diketahui melalui perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian pada gambar 2 (ii) yaitu:

denganr jari jari lingkaran kecil, R jari jari lingkaran besar, tinggi kerucut kecil, tinggi

kerucut besar, garis pelukis kerucut kecil dan garis pelukis kerucut besar, dimana:

(1)

s

r

R

t s

r

R

t

i ii iii

(2)

Page 34: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

112

dan

dengan t tinggi kerucut terpancung dan s garis pelukis kerucut terpancung.

Garis pelukis yang diperoleh dari perhitungan melalui perbandingan sisi-sisi yang

bersesuaian itu kemudian digunakan untuk menghitung luas selimut kerucut terpancung.

Penyelesaian kerucut terpancung dilakukan dengan cara mencari selisih luas selimut kerucut

dengan luas selimut bagian yang dipotong secara sejajar dengan sisi alas. Menggunakan

persamaan (1) diperoleh:

3.2. Luas Selimut Kerucut TerpancungSecara Geometris

Pendekatan kesebangunan pada segitiga dengan garis sejajar bukanlah satu-satunya

pendekatan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah luas selimut kerucut

terpancung. Pendekatan lain yang dapat digunakan yaitu pendekatan secara geometris.

Dalam pendekatan ini penemuan rumus dapat dilakukan oleh siswa sendiri melalui

pengamatan dan analisa hasil praktek yang dilakukan bersama kelompoknya. Penemuan

rumus yang dilakukan oleh siswa ini diharapkan lebih mudah diingat dan dapat diterapkan

dalam penyelesaian masalah luas selimut kerucut terpancung. Dalam prakteknya, penemuan

luas selimut kerucut terpancung ini menggunakan media kap es krim sebagai visualisasi

model kerucut terpancung.

Adapun langkah langkah penemuan rumus luas selimut kerucut terpancung menggunakan

media kap es krim adalah sebagai berikut:

1. Siswa menggunting bagian sisi lengkung dari kap es krim yang merupakan selimut dari

kerucut terpancung.

Gambar 3. Kap es krim yang sudah digunting

Terlihat bahwa sisi lengkung atas guntingan kap es krim merupakan keliling lingkaran

kap bagian atas dengan jari - jari R dan sisi lengkung bawah adalah keliling lingkaran

kap bagian alas dengan jari - jari r, sedangkan lebar guntingan kap es krim adalah garis

pelukis kerucut terpancungs.

2. Bagian sisi lengkung kap es krim kemudian digunting secara melintang menyerupai

trapesium kecil-kecil, karena keliling lingkaran atas yang merupakan bagian dari

selimut lebih panjang dari keliling bagian alas. Guntingan yang telah terpotong

(3)

Page 35: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

113

menyerupai trapesium kecil-kecil itu kemudian disusun secara berseling, maksudnya

agar susunan yang tertempel dapat membentuk luasananberupa bidang persegi panjang.

Gambar 4. Guntingan kap es krim berbentuk persegi panjang

Persegi panjang diatas memiliki lebar sama dengan garis pelukis s dan panjang sama

dengan setengah dari jumlah dua sisi lengkung kap es krim (keliling lingkaran dengan

jari jari R dan keliling lingkaran dengan jari jari r). Secara matematis dapat ditulis:

dan

(5)

3. Melalui pendekatan luas persegi panjang dan dengan substitusi (4) dan (5), diperoleh

luas selimut kerucut terpancung ( sebagai berikut:

Terlihat bahwa rumus yang dihasilkan ini lebih sederhana dan praktis,karena hanya

membutuhkan tiga unsur dari kerucut terpancung yaitu jari-jari lingkaran atas, jari-jari

lingkaran alas dan garis pelukis kerucut terpancung.Jika ketiga unsur terpenuhi maka

siswa dapat dengan mudah mengerjakan soal terkait luas selimut terpotong,bahkan

meskipun panjang garis pelukis belum diketahui, garis pelukis dapat dicari

menggunakan teorema pythagoras, yaitu antara selisih jari– jari alas dan atas, tinggi dan

garis pelukis kerucut terpancung.

4. Kesimpulan dan Saran

Pendekatan kesebangunan pada segitiga dengan garis sejajar merupakan aplikasi dasar

penyelesaian luas selimut kerucut terpancung yang paling umum digunakan. Namun secara

geometris dapat ditemukan tampilan rumus berkaitan luas selimut kerucut terpancung yang

(4)

(6)

Page 36: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

114

lebih sederhana. Dalam pendekatan ini penentuan luas selimut kerucut terpancung tidak lagi

tergantung pada panjang garis pelukis kerucut tetapi cukup pada jari–jari alas dan atas serta

garis pelukis selimut kerucut terpancung tersebut. Rumus yang dihasilkan ini lebih sederhana

dan praktis.

Daftar Pustaka

Cholik Adinawan M.,Sugiyono.2007. Matematika 3B untuk SMP Kelas IX Semester1.Jakarta:

Erlangga.

Untung Trisna Suaji dan Agus Dwi Wibawa.2011.Pemanfaatan Matematika Rekreasi dalam

Pembelajaran Matematika di SMP.Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Matematika: buku guru / Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan . Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 37: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

115

KAJIAN MATERI ALJABAR DAN KOMUNIKASI

MATEMATIS

Agus Prianto

SMP Negeri 1 Jepara, Jl. Sersan Sumirat No.3 Jepara; [email protected]

Abstrak. Tulisan ini menyajikan kajian tentang materi aljabar kelas VIII tingkat

SMP/MTs dengan standar komunikasi matematis sesuai standar NCTM (National

Council of Teachers of Mathenatics). Kajian ini lebih menekankan tentang proses

pengenalan konsep aljabar yang memungkinkan siswa mampu memunculkan dan

meningkatkan komunikasi matematis secara tertulis maupun secara lisan. Langkah-

langkah yang dapat dilakukan untuk memunculkan dan meningkatkan komunikasi

matematis siswa dalam pembelajaran materi aljabar yaitu dengan menyajikan masalah

secara nyata (contextual problems) yang dapat dikembangkan dalam bentuk Lembar

Kerja dan menyusun tahapan-tahapan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas

siswa.

Kata Kunci: Materi Aljabar, Komunikasi Matematis dan Lembar Kerja

1. Pendahuluan

Berdasarkan perkembangan paradigma pembelajaran saat ini, bahwa proses pembelajaran matematika

merupakan proses dan aktivitas siswa untuk membangun konsep dan pengetahuan baru dengan

pengalaman yang telah dimilikinya, sedangkan tugas guru sebagai fasilitator membantu siswa agar

pembelajaran berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan NCTM (National Council of Teachers of

Mathenatics)(2000:19-20) yang menyatakan bahwa “The students must learn mathematics with

understanding, actively building new knowledge from experience and prior knowledge. Effective

mathematics teaching requires understanding what students know and need to learn and then

challenging and supporting them to learn it well“. Salah satu kemampuan yang sangat

penting dalam matematika dan pembelajaran matematika adalah komunikasi. Hal ini

sesuai dengan rekomendasi NCTM (2000: 60) yang menyatakan bahwa “The

communication is an essential part of mathematics and mathematics education. It is

a way of sharing ideas and clarifying understanding. Through communication, ideas

become objects of reflection, refinement,discussion and amendment”.

Pengembangan kemampuan matematis siswa sejalan dengan pembelajaran matematika

pada Kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk lebih aktif ketika proses

pembelajaran berlangsung. Melalui pendekatan pembelajaran saintifik dan model

pembelajaran (misalnya: Discovery Learning) serta metode (misalnya: tanya jawab,

diskusi kelompok, dan penugasan), pembelajaran matematika menekankan pada

aktivitas mental siswa untuk mampu berkomunikasi secara tertulis dan lisan dalam

memahami materi matematika yang penuh dengan berbagai ide dasar, simbol,

konsep, materi abstrak, serta persoalan dan cara penyelesaiannya secara matematis.

Materi aljabar sarat dengan berbagai unsur dan simbol matematis yang mempunyai

nama, makna, dan definisi yang berbeda-beda. Menurut Cooney, et al dalam Fajar

Hidayati (2010:16-19), kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah pada

pengetahuan konsep dan pengetahuan prinsip. Konsep dan prinsip merupakan

Page 38: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

116

pengetahuan dasar matematika yang harus dikuasai siswa agar siswa mampu

menyelesaikan persoalan dan permasalahan matematika dengan baik dan benar.

Dengan demikian untuk mengetahui kesulitan siswa dalam belajar aljabar dapat

ditinjau dari pengetahuannya tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam

aljabar.

2. Materi Aljabar

Tujuan pembelajaran materi aljabar berdasarkan Kurikulum 2013 pelajaran

matematika tingkat SMP/MTs kelas VIII di antaranya: (1) aspek sikap; melalui

pengamatan, tanya jawab, diskusi kelompok, siswa mampu menunjukkan rasa ingin

tahu, percaya diri, dan ketertarikan dalam memahami materi aljabar; (2) aspek

pengetahuan; melalui tes lisan dan tulis uraian singkat siswa dapat menyelesaikan

materi aljabar; (3) aspek ketrampilan; melalui penugasan mandiri dan kelompok,

siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi aljabar. Adapun

pengalaman belajar siswa yang diharapkan setelah mempelajari aljabar (Buku Guru

Matematika VIII, 2014:29): (1) Siswa mampu menerapkan operasi aljabar yang

melibatkan bilangan rasional pada masalah yang berbentuk simbolik; (2) Siswa

mampu menerapkan operasi aljabar yang melibatkan bilangan rasional pada masalah

verbal. Sedangkan cakupan materi aljabar (Buku Guru Matematika VIII,2014:40)

yaitu: (1) Bentuk dan Unsur Aljabar, meliputi: bentuk dan definisi suku aljabar,

unsur-unsur aljabar (variabel, koefisien, konstanta, pangkat) dan suku sejenis; (2)

Operasi Aljabar, meliputi: penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan

perpangkatan; (3) Penyederhaan Bentuk aljabar, dan (4) Pemecahan masalah

Aljabar merupakan salah satu cabang penting dari matematika yang sering dianggap

sulit dan abstrak (Laila Hayati, 2013: 398). Untuk berpikir aljabar, seorang siswa

harus mampu memahami pola, hubungan dan fungsi, mewakili dan menganalisis

situasi matematika dan struktur menggunakan simbol-simbol aljabar, menggunakan

model matematika untuk mewakili dan memahami hubungan kuantitatif, dan

menganalisis perubahan dalam berbagai konteks. Salah satu hambatan dalam aljabar

adalah menyatakan ekspresi menggunakan simbol-simbol. Standar aljabar

menekankan hubungan antara kuantitas, termasuk fungsi, cara untuk mewakili

hubungan matematika dan analisis perubahan. Hubungan fungsional dapat

dinyatakan dengan menggunakan notasi simbolis. Berpikir aljabar merupakan

elemen penting dan mendasar dari kemampuan berpikir matematika dan penalaran.

Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan

mengembangkan kemampuan berpikir aljabar siswa, dengan membiasakan siswa

menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Aspek penting berpikir aljabar adalah

kemampuan untuk mempertimbangkan keterkaitan dan generalisasi dari situasi

masalah di mana jika generalisasi bisa dipahami maka kemampuan siswa dapat

berkembang. Berpikir aljabar didasarkan pada ide-ide dan konsep matematika dasar

dan pada gilirannya ide-ide tersebut digunakan untuk memecahkan masalah yang

semakin canggih.

Unsur-unsur dalam bentuk aljabar adalah suku (term). Suku dapat berupa sebuah

konstanta, sebuah variabel atau hasil kali/pangkat, penarikan akar konstanta maupun

variabel, tetapi bukan penjumlahannya. Jadi, masing-masing suku merupakan bentuk

aljabar yang lebih sederhana dari bentuk aljabar yang lebih kompleks. Misalkan

Page 39: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

117

bentuk aljabar 2p merupakan satu suku aljabar yang terdiri atas unsur variabel p,

koefisien 2 dan pangkat 1. Untuk bentuk aljabar 4x2 + 3, merupakan dua suku aljabar

yang terdiri atas unsur variabel x, koefisien 4, pangkat 2 dan konstanta 3.

Menurut Al Krismanto (2009: 15-20) konstanta adalah lambang yang mewakili

(menunjuk pada) anggota tertentu pada suatu semesta pembicaran. Variabel (peubah)

adalah lambang yang mewakili (menunjuk pada) anggota sebarang pada suatu

semesta pembicaraan. Pangkat/derajat adalah angka/pangkat pada sebuah variabel.

Bagian konstanta dari suku-suku yang memuat (menyatakan banyaknya) variabel

disebut koefisien variabel yang bersangkutan. “Banyaknya variabel” di sini bukan

bermakna banyaknya objek (yang bermakna penjumlahan), melainkan bermakna

“banyaknya bilangan” dari variabel tersebut yang juga lambang bilangan, sehingga

koefisien dan variabel yang bersangkutan berada dalam konteks operasi perkalian.

Koefisien dapat berupa sebuah atau lebih lambang, yang masing-masing menyatakan

konstanta. Jika tidak satupun angka atau konstanta yang muncul dan terkait langsung

dengan variabel pada suatu suku, maka koefisiennya adalah 1 atau –1.

Bentuk suku-suku aljabar 5xy, –7xy, dan 15xy adalah contoh dari suku sejenis. Ketiga

suku tersebut mempunyai variabel yang sama yaitu xy dan pangkat/derajat dari setiap

variabel yaitu 1. Suku sejenis bentuk aljabar yaitu suku aljabar yang lambang

variabelnya sama baik bentuk maupun pangkatnya. Adapun bentuk suku aljabar xy

dan x2y bukanlah suku sejenis, karena pangkatnya tidak sama, meskipun variabelnya

sama xy. Demikian juga suku aljabar pq2 dan xy

2, karena variabelnya dan pangkatnya

berbeda, sehingga pq2 dengan xy

2 bukanlah suku sejenis.

Beberapa contoh sederhana persoalan verbal “ukuran panjang bertambah 5 cm”.

Alternatif jawaban dengan bentuk aljabar: tulis x sebagai ukuran panjang semula,

jadi ukuran panjang sekarang adalah (x+5) cm. Misalkan permasalahan : “Misal l

adalah lebar sebuah persegi panjang yang ukuran panjangnya 8 cm lebih dari dua

kali lebarnya”, maka beberapa alternatif model matematika, (1) Tulis l: ukuran lebar

persegipanjang dan 2l= dua kali lebar persegi panjang, jadi ukuran panjang persegi

panjang, p=(2l+8)cm; (2) Lebar persegi panjang semula l cm. Panjangnya 8cm lebih

dari dua kali lebarnya, sehingga ukuran panjang persegi panjang adalah p= 2l+8.

Al Krismanto (2009: 30-31) menjelaskan beberapa langkah penyelesaian soal cerita:

(1) Langkah awal adalah menentukan/memilih sebuah variabel. Pembelajaran yang

memuat kompetensi siswa tentang dasar operasi aljabar, perlu dilakukan adanya

kegiatan pendahuluan mengingatkan operasi yang berlaku dalam aritmetika. Guru

perlu mencari alternatif untuk mengembangkan keingintahuan itu, misalnya dengan

model permainan yang banyak memuat pemecahan masalah dan komunikasi; (2)

Alternatif menyusun bentuk aljabar dari masalah verbal, masalah verbal yang banyak

dikeluhkan menjadi kesulitan siswa yaitu masalah yang sering muncul pada soal-soal

terapan di bagian akhir soal-soal suatu pokok bahasan. Namun jika diperhatikan

lebih cermat, kesulitan tersebut disebabkan kurangnya latihan menyelesaikan soal

yang memuat kalimat verbal yang cukup sederhana. Karena itu, siswa perlu

diberikan pengalaman belajar mengubah kalimat sederhana menjadi model

matematika, baik bentuk aljabar maupun kalimat terbuka.

3. Standar Komunikasi Matematis

Page 40: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

118

Pengertian yang lebih luas tentang komunikasi matematis sebagaimana yang

dikemukakan Romberg dan Chair (Abdul Qohar, 46-47) yaitu: (1) menghubungkan

benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (2) menjelaskan ide,

situasi dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar,

grafik, dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol

matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika; (5)

membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat dugaan,

menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; (6) menjelaskan dan

membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Adapun standar komunikasi pembelajaran matematika yang diharapkan mulai kelas

TK sampai kelas 12 berdasarkan NCTM (2000: 60, 268 dan 348) yaitu: (K1)

organize and consolidate their mathematical thinking though communication; (K2)

communicate their mathematical thinking coherently and clearly to peers, teachers,

and others; (K3) analyze and evaluate the mathematical thinking and strategies of

others; (K4) use the language of mathematicsto express mathematical ideas

precisely.

Ali Mahmudi (2009:3) menjelaskan bahwa komunikasi matematika mencakup

komunikasi secara tertulis maupun lisan. Komunikasi secara tertulis dapat berupa

kata-kata, gambar, tabel dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa.

Komunikasi tertulis dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian

matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi

berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat

berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika. Komunikasi

lisan dapat terjadi melalui interaksi antarsiswa misalnya dalam pembelajaran dengan

seting diskusi kelompok. Komunikasi matematika melibatkan tiga aspek, yaitu: (1)

menggunakan bahasa matematika secara akurat dan menggunakannya untuk

mengkomunikasikan berbagai aspek penyelesaian masalah; (2) menggunakan

representasi matematika secara tepat dan akurat untuk mengkomunikasikan

penyelesaian masalah; (3) mempresentasikan penyelesaian masalah yang

terorganisasi dan terstruktur dengan baik.

4. Pembahasan Materi Aljabar Dan Komunikasi Matematis

Upaya pengembangan kemampuan matematis siswa sesuai dengan standar

komunikasi pada pembelajaran materi aljabar bukanlah perkara mudah. Menurut

Jaworski (Marsigit, ... :3) mengajarkan matematika saja juga tidaklah mudah karena

fakta menunjukkan bahwa para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari

matematika. Karakteristik matematika dengan konsep dan ide abstrak dan aktivitas

guru dalam proses pembelajaran serta sikap siswa itu sendiri sangat mempengaruhi

proses dan hasil belajar matematika. Peran guru sangat penting dalam mendukung

komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam

diskusi. Pertama adalah mengenai cara membangun norma diskusi yang mendukung

pembelajaran untuk semua siswa. Kedua adalah tentang memilih dan menggunakan

bahasa matematika dalam komunikasi untuk penyelesaian tugas. Dan ketiga

mengenai cara membimbing diskusi kelas berdasarkan apa yang dipelajari dan

dihasilkan (NCTM, 2000: 268).

Page 41: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

119

Langkah-langkah pembelajaran yang dapat dilakukan dan diharapkan mampu

memunculkan standar komunikasi matematis dalam pembelajaran materi aljabar: (1)

Guru menjelaskan tujuan, metode dan teknik pembelajaran yang akan berlangsung;

(2) Guru menyiapkan Lembar Kerja (LK) sesuai dengan materi; (3) Guru

membentuk dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil heterogen antara

(3-4 siswa) untuk berdiskusi menyelesaian LK tersebut dengan alokasi yang cukup;

(4) Guru memantau kerja dan diskusi kelompok tanpa harus mengintervensi hasil

jawaban; (5) Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan memberi

pertanyaan-pertanyaan pancingan dan dapat melempar pertanyaan tersebut

antarsiswa dalam kelompok tersebut atau ke kelompok lainnya untuk memperoleh

informasi dan ide; (Langkah ini untuk memunculkan K1: Mengorganisasi &

mengkonsolidasi pemikiran matematika melalui komunikasi dan K4: Menggunakan

bahasa matematika untuk menyatakan ide dasar matematika); (6) Guru menunjuk

perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya secara tertulis maupun

menjelaskannya secara lisan kepada semua siswa; (7) Guru meminta kelompok lain

menanggapi dan menganalisis hasil diskusi kelompok tersebut secara tertulis dan

menjelaskannya secara lisan; (8) Guru memberi kesempatan kelompok untuk

menyajikan penyelasaian yang berbeda (jika ada) dan meminta menjelaskan kepada

yang lainnya; (9) Guru memberi penjelasan hasil diskusi LK dan memberi

kesempatan kepada setiap siswa pada masing-masing kelompok untuk menanyakan

hal yang kurang paham; (10) Bersama-sama siswa menyimpulkan hasil

pembelajaran. (Langkah ini untuk memunculkan K2: Mengkomunikasikan pemikiran

matematika secara koheren dan jelas pada teman dan guru dan K3: Menganalisis

dan mengevaluasi pemikiran matematika dan strategi yang lain); (11) Guru

memberikan tugas untuk pendalaman materi yang telah dipelajari.

Langkah awal dalam pembelajaran untuk mengenalkan bentuk aljabar dapat dilakukan

dengan menghubungan materi dengan berbagai permasalahan nyata (contextual

problems) yang sederhana dan sering dijumpai oleh siswa. Guru dapat memulai

dengan menggunakan media/benda konkrit dan mengembangkan dengan soal-soal

dan pertanyaan terbuka (open-ended question) dalam bentuk Lembar Kerja.

“Danu membeli tiga permen Kopiko dengan empat apel. Setelah sampai di

rumah satu permen dan dua apel diberikan pada adiknya. Berapa sisa permen

dan apel yang dimiliki Danu?”

..................................................................................................................................

..................................................................................................................................

Page 42: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

120

Contoh soal cerita pertama tersebut mengambil konsep operasi pengurangan dengan

menggunakan model permen Kopiko dan buah apel, yang sebenarnya dapat diganti

dengan suatu bentuk variabel. Contoh soal kedua tersebut digunakan konsep operasi

perkalian dengan menggunakan model Vitamin C dan minum obat pada botol obat

dalam sehari digunakan untuk model situasi tersebut.

Dengan dua contoh soal cerita tersebut siswa diharapkan: (1) Mampu

mengomunikasiakan ide-ide dasar matematika yang ada dipikirannya secara tertulis,

meskipun dengan cara dan aturan yang belum (tentu) sesuai dengan konsep aljabar

dan matematis, misalnya siswa menuliskan jawabannya yaitu dua permen Kopiko dan

dua buah apel (2) Mampu menjelaskan secara lisan dengan bahasa sendiri kepada

teman-temannya. Hal ini akan semakin menguatkan pemahaman siswa itu sendiri

dan mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Siswa

mungkin belum mampu menulis secara matematis, tetapi bisa jadi siswa mampu

menjelaskan dengan penalarannya sendiri dalam menjawab soal tersebut. Ketika ide

dijelaskan di depan kelas, siswa dapat keuntungan dari diskusi dan guru dapat

memantau pembelajaran siswa (Lampert, 1990) (NCTM. 2000: 61); (3) Adanya

solusi dan pandangan yang berbeda antarsiswa dalam penyelesaian permasalahan

tersebut, hal ini untuk membedakan tentang konsep aljabar tersebut. Jawaban yang

berbeda mungkin terjadi pada soal cerita kedua, (4) Munculnya proses matematisasi

horisontal (horizontal mathematication), yang lebih menekankan berdasarkan

pengalaman siswa dan proses berpikir siswa dalam menemukan penyelesaiannya (Sri

Wardhani, 2004: 7)

No Gambar Bentuk Aljabar Keterangan

1.

2 2 apel

2.

x 1 kardus

3.

......

..........

“Kita semua tentunya pernah sakit? Bila kita memeriksakan diri atau berobat ke

dokter biasanya dokter akan memberikan resep. Obat yang dibeli dengan resep

dokter pada botol Vitamin C tertulis sehari 3 × 1 dan Pada botol obat tersebut

tertulis sehari 3 × 2 sendok teh”. Apa arti “3 ×1” atau “3 × 2” itu?

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 43: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

121

No Gambar Bentuk Aljabar Keterangan

4.

......

1 kardus

1 kaleng

5.

......

..........

Pada tabel tersebut siswa mulai diperkenalkan konsep aljabar secara nyata tentang

bentuk aljabar dan unsur-unsur aljabar seperti variabel, koefisien, pangkat dan

konstanta dalam bentuk pemodelan sesuai konteksnya yang disebut proses

matematisasi vertikal (Vertical Mathematication) yang lebih menekankan tentang

cara penyelesaian masalah sesuai dengan kaidah matematika. (Sri Wardhani, 2004:

7).

Hal yang diharapkan pada tabel dengan model tersebut, yaitu: (1) siswa dapat

menyatakan dan mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika,

dalam hal ini siswa mampu mengilustrasikan dan mengenali bentuk dan suku aljabar;

(2) siswa mampu mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model

matematika, dalam hal ini siswa mengenali, mendefinisikan berbagai unsur aljabar

dan mampu membedakan unsur-unsur tersebut. Langkah guru selanjutnya dapat

memperdalam pemahaman siswa secara formal tentang unsur-unsur aljabar

(koefisien, variabel, pangkat, dan konstanta) dan berbagai operasi bentuk aljabar

(penjumlahan, pengurangan, pembagian, perpangkatan) dengan penjelasan bentuk

baku dalam bentuk mengembangkan lembar kerja yang lebih komplek dan variatif

dengan penekanan kemampuan matematis melalui diskusi dengan tujuan siswa

mampu menuliskan idenya, menjelaskan dan memberi argumen secara matematis

kepada siswa lain serta mau mendengarkan ide atau pendapat siswa lain.

Daftar Pustaka

Qohar, A., Jurnal: Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis untuk Siswa SMP. LSM XIX;

Lomba dan Seminar Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978-979-17763-3-2

Al Krismanto. 2009. Modul Matematika SMP Program BERMUTU: Kapita Selekta Pembelajaran

Aljabar di Kelas VII SMP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal

Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.

Mahmudi, A., 2009. Jurnal: Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIP MIPA

UNHULU. Volume 8, Nomor 1, Februari 2009, ISSN 1412-2318.

Hidayati, F., 2010. Skripsi: Kajian Kesulitan Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Yogyakarta

dalam Mempelajari Aljabar. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Kemdikbud. 2014. Buku Guru: Matematika Kelas VIII, Kurikulum Tahun 2013. Jakarta: Pusat

Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

Kemdikbud. 2014. Buku Siswa: Matematika Kelas VIII, Kurikulum Tahun 2013. Jakarta: Pusat

Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

Page 44: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

122

Hayati, L., 2013. Makalah: Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Mengembangkan

Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika

FMIPA UNY Yogyakarta, 9 November 2013. ISBN : 978 – 979 – 16353 – 9 – 4

Marsigit. Makalah : Asumsi Dasar Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar Matematika

Sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi di SMP. FMIPA

Universitas Negeri Yogyakarta

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM.

Wardhani, S., 2004: Permasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar di SMP. Yogyakarta:

Departemen Pendidikan, Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kependidikan

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK)

Matematika Yogyakarta.

_____________, 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan

dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika.

Page 45: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

123

PENGGUNAAN ALPEN (ALAT PERMAINAN

PECAHAN) DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MATERI BILANGAN PECAHAN

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS IV SEMESTER GENAP

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

DI SDN 28 TIBAWA KAB. GORONTALO

Suparman Pilomonu, S.Pd.

SDN 28 Tibawa, Desa Ilomata, Kec. Tibawa, Kab. Gorontalo; [email protected]

Abstrak. Penelitian ini sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi

bilangan pecahan pada mata pelajaran matematika semester genap tahun pelajaran

2014/2015 di kelas IV SDN 28 Tibawa. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa,

peneliti menggunakan media ALPEN (Alat Permainan Pecahan) dalam

pembelajaran.Dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan hasil observasi awal, hasil belajar

siswa sangatlah rendah. Hal ini ditunjukkan nilai rata-rata siswa yang hanya mencapai

55 dengan ketuntasan klasikal 0%. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus 1 terjadi

peningkatan yang signifikan yaitu nilai rata-rata siswa naik menjadi 86 dengan

ketuntasan klasikal mencapai 82%. Meskipun telah berhasil, namun untuk lebih

meyakinkan lagi, maka tetap dilaksanakan tindakan siklus 2. Setelah dilaksanakan

tindakan siklus 2, maka terjadi peningkatan hasil belajar siswa yakni, nilai rata-rata

siswa mencapai 94 dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%. Dari hasil tersebut, dapat

disimpulkan bahwa penggunaan ALPEN (Alat Permainan Pecahan) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pada

materi bilangan pecahan di kelas IV SDN 28 Tibawa semester genap tahun pelajaran

2014/2015.

Kata Kunci. ALPEN, Hasil Belajar Siswa

1. Pendahuluan

Perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar yaitu antara 6 – 11 tahun adalah pada tahap

operasional konkret. Pada tahap ini anak belajar melalui pengalaman langsung dan manipulasi benda-

benda. Memperhatikan hal itu, tentu pembelajaran di sekolah dasar harus dilaksanakan secara konkret

bukan secara verbal dan simbolis. Khususnya pada mata pelajaran matematika, siswa tak dapat

memahami angka (simbol) dan sebutan angkanya (verbal) secara langsung, akan tetapi harus

dikenalkan melalui benda-benda nyata.

Pada materi pecahan sederhana yang diajarkan pada kelas IV semester genap biasanya guru langsung

mengenalkan pecahan

dan menuliskannya di papan tulis, kemudian membandingkan pecahan

dengan menggunakan rumus kali silang, bahkan langsung mengajarkan penjumlahan dan pengurangan

pecahan dengan rumus menyamakan penyebut tanpa memperhatikan penggunaan media-media yang

konkret. Hal ini akan berakibat siswa tidak memahami dengan benar konsep pecahan, mengapa

disebut pecahan, bagaimana perbandingan pecahan, bagasiswaimana mengurutkan pecahan,

bagaimana penjumlahan dan pengurangan pecahan dalam bentuk yang nyata.

Pemahaman yang kurang baik terhadap konsep pecahan akan menyebabkan siswa tidak memiliki

bekal yang memadai dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pecahan yang akan mereka

dapatkan di kelas yang lebih tinggi.

Page 46: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

124

Gambar 2. Pembilang dan Penyebut pada ALPEN

Untuk membantu penanaman konsep pecahan penulis membuat satu alat permainan pecahan yang

kemudian disingkat menjadi ALPEN sebagai sarana belajar peserta didik. Dengan menggunakan

ALPEN ini siswa dapat melihat dengan langsung bagaimana pecahan itu, bagaimana perbandingan

pecahan, bagaimana penjumlahan dan pengurangan pecahan dalam bentuk yang nyata. Dengan

ALPEN ini pula penanaman konsep pecahan pada mata pelajaran matematika kelas IV semester genap

dapat dipenuhi.

Keterangan gambar:

1. Kotak PENadalah kotak tempat meletakkan PEN

2. PEN adalah batangan yang menggambarkan berbagai nilai pecahan

Adapun tujuan inovasi pembelajaran ini adalah: 1) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan

bermakna bagi siswa, dan 2) Meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi bilangan pecahan pada

mata pelajaran matematika semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di kelas IV SDN 28 Tibawa.

2. Landasan Teori

Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu

daerah, bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan (ST.Negoro, B.Harahap, 1998: 260).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Sunardi dan Heryanto (1997:57) ......pada pecahan

, a disebut

pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut, yang masing-masing mempunyai nilai yang

berbeda. Pada ALPEN, pembilang dan penyebut dapat dijelaskan melalui gambar 2.

Keterangan gambar:

1. Jumlah PEN yang terletak di Kotak PEN menunjukkan pembilang.

Contoh: jika terdapat 1 PEN pada Kotak PEN, maka pembilangnya adalah 1.

Kotak PEN

Gambar 1. ALPEN

PEN

Kotak ALPEN

1

2

Page 47: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

125

2. Jumlah Kotak PEN seluruhnya menunjukkan penyebut.

Contoh: jika Kotak PEN seluruhnya berjumlah 3, maka penyebutnya adalah 3.

Pada gambar 2 di atas, satubuah PEN diletakkan pada Kotak PEN yang keseluruhan berjumlah 3

(PEN yang diletakkan harus sesuai warna dan ukuran Kotak PEN). Satubuah PEN menunjukkan

pembilang dan tigaKotak PEN menunjukkan penyebut, maka nilai pecahan yang dibentuk adalah

.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan yang mewakili

suatu bagian tak utuhatau gabungan dari bagian utuh dan tak utuh. Bagian tak utuh adalah bagian yang

tidak terpisah dari bagian lainnya secara keseluruhan, sehingga dalam penyebutan pecahan,

keseluruhan bagian harus tetap disebutkan. Contoh:

adalah sebutan pecahan untuk mewakili 1 bagian

dari 2 bagian seluruhnya.

adalah sebutan pecahan untuk menggambarkan 1 bagian dari 3 bagian

seluruhnya. Pecahan juga bisa dalam bentuk gabungan bagian utuh dan tak utuh. Contoh: 1

, adalah

pecahan yang mewakili 1 bagian utuh ditambah dengan 1 bagian tak utuh dari 2 bagian seluruhnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa permainan adalah sesuatu yang

digunakan untuk bermain; barang atau sesuatu yang dipermainkan. Selaras dengan itu, menurut

Bettelheim seperti yang dikutip oleh Tedjasaputra (2001:60) bahwa permainan adalah kegiatan yang

ditandai oleh aturan serta persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar

untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan. Sementara menurut Zulkifli (1995:38)

permainan merupakan kesibukan yang dipilih sendiri tanpa ada unsure paksaan, tanpa didesak rasa

tanggungjawab dan tidak mempunyai tujuan tertentu melainkan permainan itu sendiri.

Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa pengertian permainan adalahsuatu kegiatan yang

menyenangkan dan membangkitkan rasa keingintahuan dan motivasi melakukan kegiatan tertentu.

Adapun pengertian alat adalah benda yang dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Jadi alat

permainan yang dimaksud adalah alat yang digunakan sebagai sarana untuk bermain dalam

pendidikan. Alat permainan yang tersedia dapat dijadikan media pengajaran dan dapat dijadikan

sarana untuk menarik perhatian, pemahaman, serta perkembangan dan pertumbuhan siswa.

3. ALPEN (Alat Permainan Pecahan)

ALPEN adalah sebuah alat yang terdiri dari Kotak ALPEN (di dalamnya terdapat Kotak PEN) dan

PEN. Kotak PEN adalah tempat meletakkan PEN (lihat gambar 1). PEN terdiri dari PEN 1, PEN

,

PEN

, PEN

, PEN

, PEN

, PEN

, dan PEN

.

Dengan alat ini, siswa dapat melihat secara langsung bahwa pecahan itu berasal dari satu bagian yang

utuh, kemudian dipecah menjadi beberapa bagian yang sama besar. Mereka juga dapat melihat dengan

jelas konsep pecahan senilai dan membandingkan pecahan. Alat ini juga dapat memberikan gambaran

yang konkret tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan. Dari penjumlahan atau pengurangan

pecahan berpenyebut sama dan berpenyebut beda, sampai dengan penjumlahan atau pengurangan

Gambar 3. PEN

Page 48: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

126

pecahan biasa dan campuran. Oleh karenanya alat ini memiliki banyak kelebihan dibanding media

ataualat peraga yang sudah ada selama ini seperti blok pecahan, roda pecahan dan sebagainya. Alat

ini pun sangat mudah dibuat oleh guru dengan bahan yang sangat murah dan mudah didapat.

Aturan penggunaan ALPEN: 1). PEN harus diletakkan pada kotak ALPEN sesuai dengan nilai

pecahannya, 2). Banyak PEN yang terdapat pada Kotak ALPEN menunjukkan nilai pecahannya, 3).

Untuk menentukan pecahan senilai langsung dapat dilihat pada bagian yang sama besar, 4). Untuk

menentukan perbandingan pecahan dapat dilihat langsung pada besar kecilnya bagian pecahan, dan 5).

Untuk penjumlahan maka PEN harus disambung, dan pengurangan menimpa bagian PEN yang

pertama.

Contoh penjumlahan pecahan penyebut sama.

Soal :

=

Contoh penjumlahan pecahan penyebut beda.

Soal :

=

Letakkan 2 PEN

pada

Kotak PEN

Letakkan 1 PEN

pada

Kotak PEN untuk

menyambung 2PEN

sebelumnya

Jumlah PEN = 3 (pembilang)

yang terletak pada Kotak

PEN 4 (penyebut). Nilai

pecahan yang dibentuk

adalah

Gambar 4. Penjumlahan pecahan penyebut sama

1. Letakkan 1 PEN

pada Kotak PEN

2. Letakkan 1 PEN

pada Kotak PEN untuk

menyambungPEN

sebelumnya

3. Perhatikan panjang PEN

yang terbentuk oleh PEN

sama dengan

panjang PEN

Gambar 5. Penjumlahan pecahan penyebut beda

Page 49: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

127

Contoh pengurangan pecahan penyebut sama.

Soal :

=

Contoh pengurangan pecahan penyebut beda

Soal :

=

4. Letakkan 3 PEN

pada

Kotak PEN

5. Keluarkan 1 PEN

pada

Kotak PEN

6. Yang tersisa adalah 2

PEN (pembilang) pada

Kotak PEN 4 (penyebut).

Nilai pecahan yang

dibentuk adalah

Gambar 6. Pengurangan pecahan penyebut sama

7. Letakkan 2 PEN

pada Kotak PEN

8. Timpakan 1 PEN

pada ujung paling

kanan daerah

.

9. Perhatikan sisa daerah

PEN

setelah tertutup

PEN

. Sisa daerah

yang terbentuk adalah

sama dengan

daerah

(senilai).

Gambar 7. Pengurangan pecahan penyebut beda

Page 50: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

128

Untuk tutorial lengkap cara penggunaan ALPEN dapat dilihat pada url: gg.gg/tutorialalpenatau di

youtube.com/watch?v=csxoC2C72O8

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1 Observasi Awal

Untuk memperoleh data tentang kemampuan awal siswaterhadap konsep pecahan, dilakukan

observasi dengan memberikan soal pretest. Siswa diminta menjawab 7 nomor soal yang berisi

pertanyaan tentang konsep pecahan dan perbandingan pecahan (soal terlampir).

Setelah jawaban siswa dikumpulkan dan dianalisis, diperoleh hasil seperti tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Pretes (Observasi Awal)

NO. NAMA SISWA JUMLAH

BENAR SKOR NILAI KET

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

ABDUL RIZAL MAHMUD

ALDI ANTUTA

ALHAM A. MOHI

APDAL HASAN

EPAN DJ. PIYO

FEMAS R. TUNTULA

MOH. ABDUL RAFI MOODUTO

NURAIN S. AHMAD

RIKAL RAMADHANI PIYO

SULEMAN R. SOMAN

TIARA THAMRIN

5

5

4

4

4

4

3

3

4

4

2

10

10

8

8

8

8

6

6

8

8

4

71

71

57

57

57

57

43

43

57

57

29

TT

TT

TT

TT

TT

TT

TT

TT

TT

TT

TT

RATA-RATA 55

JUMLAH TUNTAS 0

KETUNTASAN KLASIKAL (%) 0

Keterangan: T = Tuntas TT = Tidak Tuntas

4.2 Siklus 1

Padasiklus 1, kegiatan pembelajaran materi pecahan dilakukan berbantukan alat peraga ALPEN,

dengan cara penggunaan seperti tertulis sebelumnya. Hasil belajar siswa pada siklus ini tersaji dalam

tabel 2.

Page 51: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

129

Tabel 2. Data Hasil Belajar Siklus 1

NO. NAMA SISWA JUMLAH

BENAR SKOR NILAI KET

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

ABDUL RIZAL MAHMUD

ALDI ANTUTA

ALHAM A. MOHI

APDAL HASAN

EPAN DJ. PIYO

FEMAS R. TUNTULA

MOH. ABDUL RAFI MOODUTO

NURAIN S. AHMAD

RIKAL RAMADHANI PIYO

SULEMAN R. SOMAN

TIARA THAMRIN

7

6

6

6

5

6

5

6

7

6

6

14

12

12

12

10

12

10

12

14

12

12

100

86

86

86

71

86

71

86

100

86

86

T

T

T

T

TT

T

TT

T

T

T

T

RATA-RATA 86

JUMLAH TUNTAS 9

KETUNTASAN KLASIKAL (%) 82

Keterangan: T = Tuntas, TT = Tidak Tuntas

4.3 Siklus 2

Untuk lebih meyakinkan hasil belajar yang diperoleh pada siklus 1, dilakukan lagi kegiatan yang

serupa pada siklus 2. Hasil belajar siswa pada siklus 2 tersaji dalam tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Belajar Siklus 2

NO. NAMA SISWA JUMLAH

BENAR SKOR NILAI KET

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

ABDUL RIZAL MAHMUD

ALDI ANTUTA

ALHAM A. MOHI

APDAL HASAN

EPAN DJ. PIYO

FEMAS R. TUNTULA

MOH. ABDUL RAFI MOODUTO

NURAIN S. AHMAD

RIKAL RAMADHANI PIYO

SULEMAN R. SOMAN

TIARA THAMRIN

7

7

7

7

6

7

6

6

7

6

6

14

14

14

14

12

14

12

12

14

12

12

100

100

100

100

86

100

86

86

100

86

86

T

T

T

T

T

T

T

T

T

T

T

RATA-RATA 94

JUMLAH TUNTAS 11

KETUNTASAN KLASIKAL (%) 100

Keterangan: T = Tuntas, TT = Tidak Tuntas

Page 52: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

130

5. Analisis Data/Informasi Hasil Penggunaan dalam Pembelajaran

Berdasarkan data yang diperoleh pada kegiatan observasi awal, diperoleh hasil belajar yang sangat

rendah yaitu; nilai rata-rata siswasebesar 55; jumlah siswa yang tuntas 0 dari 11 orang; dan ketuntasan

klasikal sebesar 0%.

Kemudian setelah dilakukan pembelajaran pada siklus 1, terjadi peningkatan hasil belajar yaitu; nilai

rata-rata siswasebesar 86; jumlah siswayang tuntas 9 dari 11 orang; dan ketuntasan klasikal sebesar

82%. Dari data ini maka diperoleh gambaran bahwa pembelajaran siklus 1 sudah berhasil. Namun,

untuk lebih meyakinkan lagi maka dilakukan pembelajaran pada siklus 2 dengan asumsi bahwa

apabila hasil belajar yang diperoleh pada siklus 2 tidak mengalami penurunan dan cenderung

meningkat, maka penelitian dianggap berhasil. Namun apabila hasilnya menurun, maka perlu

dilakukan perbaikan pada hal-hal yang dianggap perlu dan dilaksanakan pada siklus selanjutnya.

Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus 2, diperoleh hasil belajar siswa cenderung meningkat

yaitu; nilai rata-rata siswanaik menjadi 94; jumlah siswa yang tuntas naik menjadi 11 orang; dan

ketuntasan klasikal sebesar 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dianggap

berhasil.

6. Kesimpulan dan Saran

Penanaman konsep yang tepat pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi pecahan

sangatlah penting. Kegagalan memahami konsep pecahan akan membuat anak sulit memahami

pengembangan materi pecahan pada kelas yang lebih tinggi. Alat Permainan Pecahan (ALPEN) pada

pembelajaran matematika dapat membantu anak dalam memahami konsep pecahan, pecahan senilai,

perbandingan pecahan, serta penjumlahan dan pengurangan pecahan. Dengan pemahaman konsep

yang baik maka akan meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat memudahkan mereka memahami

pelajaran-pelajaran selanjutnya.

Dengan melihat keberhasilan yang telah dicapai pada penelitian ini, maka penulis dapat menyarankan

hal-hal berikut: 1). Guru dapat menggunakan media ALPEN dalam pembelajaran matematika kelas

III, IV, V dan VI; 2). ALPEN dapat dibuat oleh guru ataupun siswa; 3). ALPEN adalah alat

permainan, dalam pembelajaran penggunaan paling baik dalam suasana lomba atau bermain. 4). Guru

harus selalu kreatif dalam membuat media yang memudahkan siswauntuk belajar; dan 5). Sebaiknya

pembelajaran matematika senantiasa disajikan dalam suasana yang menyenangkan agar

membangkitkan motivasi belajar siswa.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.

Elizabeth Hurlock. 1997. Perkembangan Anak. Erlangga. Jakarta.

Negoro, ST dan Harahap, B. 1998. Ensiklopedia Matematika. Galia Indonesia. Jakarta.

Ruseffendi, E.T. 1997. Pengajaran Matematika Moderen Untuk Orang Tua dan Anak, Guru dan SPG.

Tarsito. Bandung.

Syamsuddin M. , Tasyrifin Karim, Mamsudi AR. 1998. Panduan Kurikulum dan Pengajaran TKA

dan TPA. LPPTKA BKPRMI Pusat. Jakarta.

Soemiarti Patmanodewo. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Rineka Cipta. Jakarta.

Sunardi dan Heriyanto. 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. UNS. Surakarta.

Tedjasaputra, Mayke. S. 2001. Bermain. Mainan, dan Permainan. Grasindo. Jakarta.

Zulkifli. 1995. Psikologi Perkembangan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Page 53: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

131

Lampiran 1

Page 54: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

132

Lampiran 2

Page 55: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

133

Lampiran 3

Page 56: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul
Page 57: sampul vol 2 no 2 - PPPPTK Matematikaidealmathedu.p4tkmatematika.org/wp-content/uploads/IdealMatheduVol2-2.pdf · Pemanfaatan Kap Es Krim Untuk Luas Selimut Kerucut Terpancung Lailatul