respon tanaman jagung terhadap aplikasi...

11
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128 RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP APLIKASI BIOTEKNOLOGI MIKORIZA INDIGEN GULMA DAN PUPUK BOKASHI VEGETASI SEKUNDER PADA TANAH LEVELLING OFF Oleh: La Karimuna 1) dan Halim 2) ABSTRACT Empowering marginal soil using appropriate technology is compulsory in order to support sustainable agriculture development. The research aimed at studying the response of maize on the biotechnology application of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation was conducted in soil leveling off at Sindang Kasih village, held from May to December 2010. Exploration method was applied to find out weed indigenous mycorhyza. Factorial design into randomized block was used to test the role of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation on the growth and yield of maize. First factor was propagule of weed indigenous mycorhyza with four levels: 0, 10, 15 and 20 g per hole, and the second factor was bokashi fertilizer of secondary vegetation with three levels: 0, 100 and 150 g per plot. Every combination was repeated three times as block, so there were 36 experimental units. Variables used were plant height and stem diameter at 14, 28 and 42 DAP, dry grain weight of maize per plot and total dry grain weight in t ha -1 , percentage of maize root infected mycorhyza and relative field mycorhizal dependency (RFMD) to maize, using analyses of variance and Duncan Multiplied Range Test (DMRT) was applied to determine the significant difference among treatments with 95 percent confidence level. The results of research showed that there was a significant different and positive response of maize growth and yield on the biotechnology application of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation in soil leveling off. The combination treatment between 10 g mycorhyza propagule per hole and 150 g bokashi fertilizer per plot gave the best effect of maize yield amounted to 2.79 t ha -1 or additional yield of 1.82 t ha -1 . Key words: bokashi fertilizer, weed indigenous mycorhyza, maize, secondary vegetation PENDAHULUAN Terjadinya gap yang makin melebar antara persediaan dan kebutuhan akibat semakin cepatnya pertambahan jumlah penduduk tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas pangan memaksa perubahan strategi pemanfaatan sumber daya alam lahan dengan input teknologi tepat guna ramah lingkungan, dengan harapan jaminan kuantitas dan kualitas produksi secara berkelanjutan. Fakta lain menunjukkan adanya kebijakan perubahan lahan pertanian menjadi lahan lainnya, sementara lahan yang ada cenderung menurun produktivitasnya (Karimuna et al., 2009). Pengembangan tanaman jagung pada lahan tersebut terus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan makanan pokok kedua setelah beras dan makanan ternak, dimana lebih dari setengah produksi pakan ternak berasal dari jagung. Hal ini mendorong terjadinya upaya peningkatan produksi dengan input tinggi melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Praktek tersebut berdampak pada kesuburan tanah yang menurun, dimana tanah subur menjadi marginal (levelling off) dengan permasalahan utama terjadinya pengurasan hara tanah sehingga stok hara dalam tanah rendah, tanah menjadi padat dan keras, drainase jelek serta miskin bahan organik. Permasalahan ini nampak pada lahan-lahan petani yang dikelola secara terus menerus tanpa supply hara dan menimbulkan ketidakseimbangan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun, akibatnya produktivitas tanah turun dan berdampak pada rendahnya produksi. 1 ) Guru Besar Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 237 2 ) Dosen Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.

Upload: nguyenthuy

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

237

RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP APLIKASI BIOTEKNOLOGI MIKORIZA INDIGEN GULMA DAN PUPUK BOKASHI VEGETASI SEKUNDER

PADA TANAH LEVELLING OFF

Oleh: La Karimuna1) dan Halim2)

ABSTRACT

Empowering marginal soil using appropriate technology is compulsory in order to support sustainable agriculture development. The research aimed at studying the response of maize on the biotechnology application of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation was conducted in soil leveling off at Sindang Kasih village, held from May to December 2010. Exploration method was applied to find out weed indigenous mycorhyza. Factorial design into randomized block was used to test the role of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation on the growth and yield of maize. First factor was propagule of weed indigenous mycorhyza with four levels: 0, 10, 15 and 20 g per hole, and the second factor was bokashi fertilizer of secondary vegetation with three levels: 0, 100 and 150 g per plot. Every combination was repeated three times as block, so there were 36 experimental units. Variables used were plant height and stem diameter at 14, 28 and 42 DAP, dry grain weight of maize per plot and total dry grain weight in t ha-1, percentage of maize root infected mycorhyza and relative field mycorhizal dependency (RFMD) to maize, using analyses of variance and Duncan Multiplied Range Test (DMRT) was applied to determine the significant difference among treatments with 95 percent confidence level. The results of research showed that there was a significant different and positive response of maize growth and yield on the biotechnology application of weed indigenous mycorhyza and bokashi fertilizer derived from secondary vegetation in soil leveling off. The combination treatment between 10 g mycorhyza propagule per hole and 150 g bokashi fertilizer per plot gave the best effect of maize yield amounted to 2.79 t ha-1 or additional yield of 1.82 t ha-1.

Key words: bokashi fertilizer, weed indigenous mycorhyza, maize, secondary vegetation

PENDAHULUAN

Terjadinya gap yang makin melebar antara persediaan dan kebutuhan akibat semakin cepatnya pertambahan jumlah penduduk tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas pangan memaksa perubahan strategi pemanfaatan sumber daya alam lahan dengan input teknologi tepat guna ramah lingkungan, dengan harapan jaminan kuantitas dan kualitas produksi secara berkelanjutan. Fakta lain menunjukkan adanya kebijakan perubahan lahan pertanian menjadi lahan lainnya, sementara lahan yang ada cenderung menurun produktivitasnya(Karimuna et al., 2009). Pengembangan tanaman jagung pada lahan tersebut terus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan makanan pokok kedua setelah beras dan makanan ternak, dimana lebih

dari setengah produksi pakan ternak berasal dari jagung. Hal ini mendorong terjadinya upaya peningkatan produksi dengan input tinggi melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Praktek tersebut berdampak pada kesuburan tanah yang menurun, dimana tanah subur menjadi marginal (levelling off) dengan permasalahan utama terjadinya pengurasan hara tanah sehingga stok hara dalam tanah rendah, tanah menjadi padat dan keras, drainase jelek serta miskin bahan organik. Permasalahan ini nampak pada lahan-lahan petani yang dikelola secara terus menerus tanpa supply hara dan menimbulkan ketidakseimbangan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun, akibatnya produktivitas tanah turun dan berdampak pada rendahnya produksi.

1) Guru Besar Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 2372) Dosen Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

238

Usaha memperoleh produksi tanaman yang tinggi dengan penggunaan pupuk yang lebih tinggi menjadi tidak efisien. Hasil analisis kesuburan tanah pada lahan-lahan marginal yang telah mengalami leveling off yaitu rendahnya bahan organik (C-organik < 2%), P2O5 tersedia (< 10 ppm), N total (<0,2%) serta reaksi tanah masam (pH H2O 6.0) (Abdullah dkk., 2005). Oleh karena itu, perlu usaha konkrit untuk mengatasi lahan-lahan bermasalah tersebut melalui input teknologi tepat guna. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui aplikasi bioteknologi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder terhadap pertumbuhan dan produksi jagung pada tanah leveling off.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon tanaman jagung terhadap aplikasi bioteknologi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder pada tanah leveling off di Desa Sindang Kasih. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengkaji peran mikoriza indigen gulma sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dan cara perbanyakannya. (2) Untuk mengkaji manfaat mikoriza dan bokashi dalam mengatasi lahan-lahan marginal atau lahan-lahan yang telah mengalami levelling off. (3) Untuk mengkaji sifat sinergisme antara mikoriza dan pupuk bokashi dalam meningkatkan produksi tanaman jagung pada tanah levelling off.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai rekomendasi teknologi dalam upaya meningkatkan produksi jagung pada para petani di Desa Sindang Kasih, dimana selama ini produksi jagung yang diperoleh sangat rendah. Selain itu, temuan ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan pengambil kebijakan atau pemerintah daerah dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan lahan marginal yang tersebar luas di Sulawesi Tenggara, serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi pada penelitian selanjutnya.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian uji respon jagung terhadap

mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder pada tanah levelling offdilaksanakan di kebun petani Desa Sindang Kasih, Kabupaten Konawe Selatan, sejak Mei sampai Desember 2010. Lahan ditumbuhi berbagai jenis gulma, didominasi dari species Chromolaena odorata L, Colopogonium mucunoides L., Mimosa pudica L, dan Imperatacylindrica L. Beauv., seperti disajikan pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Vegetasi sekunder

Gambar 2. Pemasangan patok

Bahan dan Alat PenelitianBahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tali rafia, air steril, tanah, perakaran gulma, benih jagung, EM4, dedak, gula merah, polybag (10 cm x 20 cm), air, sukrosa 30 %, formalin acero-alkohol (FAA), kertas saring dan kertas label. Alat yang digunakan yaitu alat pengolahan tanah, parang, pacul, skopang,

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

239

meteran, kamera digital, timbangan analitik, autoklaf, mikroskop, gelas ukur, petridish, pipet, gunting, dan alat tulis menulis.

Metode Pelaksanaan

Perbanyakan mikoriza Perbanyakan mikoriza mengikuti metode

yang dilakukan oleh Brundrett dkk., (1996). Cara perbanyakan mikoriza adalah sebagai berikut : (1) medium tanam yang digunakan diambil dari contoh tanah di lapangan pada daerah rizosfer, (2) benih jagung disterilkan dengan larutan formalin acero-alkohol (FAA), (3) propagul mikoriza diletakkan ke dalam polybag dengan kedalaman lubang tanam ± 5 cm, (4) dilakukan penanaman benih jagung, (5) dilakukan penyiraman dengan air, (6) dibiarkan tanaman sampai pada umur yang diinginkan, (7) bagian atas tanaman dipotong, dibiarkan sampai tanahnya mengering, (8) sisa akar tanaman disimpan dalam kantong plastik yang telah diberi label (9) dilakukan pewarnaan akar, dan (10) dilakukan pengamatan dengan menggunakanmikroskop. Perbanyakan propagul mikoriza indigen gulma disajikan pada Gambar 3 dan 4. Pengamatan infeksi pada akar jagung dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Kehutanan Faperta Unhalu.

Gambar 3. Perbanyakan tanaman jagung

Gambar 4. Propagul yang dihasilkan

Persiapan pupuk bokashiBahan baku untuk pembuatan pupuk

bokashi diperoleh dari bahan organik vegetasi sekunder yang tumbuh pada lahan bekas persawahan. Untuk mempercepat penguraian dalam pembuatan bokashi, maka dibutuhkan bantuan efektif mikroorganisme (EM4). Jumlah pupuk bokashi vegetasi sekunder secara keseluruhan yang dibutuhkan sesuai perlakuan pada ukuran petak 4 m x 6 m adalah sebanyak 39 kg. Secara sederhana proses pembuatannya yakni vegetasi sekunder yang dikumpulkan dipotong-potong sepanjang 5 cm termasuk bagian yang berkayu, lalu dicampur dengan dedak dan gula secukupnya. Untuk mempercepat penguraian dalam pembuatan bokashi, maka dibutuhkan bantuan efektif mikroorganisme (EM4) dalam bentuk cairan. Dalam 10 liter air ditambahkan 2 sendok teh ke dalam air dan diaduk rata. Dengan bantuan sekop, campuran tadi dituangkan kepada bahan organik vegetasi sekunder, dan didiamkan selama 7 hari, bila suhu tinggi dapat dibalik atau diaduk bahan organik, untuk menjaga tetap aktifnya mikroorganisme. Hasil bokashi dan pengangkutannya disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

240

Gambar 5. Bokashi yang dihasilkan

Gambar 6. Pengangkutan bokashi

Persiapan lahan percobaanPersiapan lahan dimulai dengan

pembabatan semua tumbuhan yang terdapat di atas permukaan tanah, kemudian pengolahan tanah dengan menggunakan traktor. Pengolahan tanah dilakukan dua kali, diakhiri dengan perataan tanah. Pembuatan petakan ukuran 4 m x 6 m setelah pengolahan tanah dengan menggunakan pacul. Aplikasi mikoriza indigen gulma pada setiap lubang tanam dan pupuk bokashi sekitar pertanaman masing-masing sesuai perlakuan.

Penanaman dan PemeliharaanPenanaman jagung dilakukan

menggunakan tugal dengan menanam 2-3 biji jagung pada lubang yang telah diberi perlakuan. Setelah tiga hari dilakukan penyulaman pada lubang tanam yang tidak tumbuh. Tujuh hari setelah tanam dilakukan penjarangan, menyisakan satu tanaman. Penyiangan dilakukan setelah ada gulma yang tumbuh mengganggu

tanaman. Kondisi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Pertumbuhan jagung

Gambar 8. Produksi jagung

Metode Penelitian

Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Faktor pertama (A) adalah bobot propagul mikoriza indigenous gulma yang teridiri atas empat taraf yaitu: 0 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram/lubang tanam. Faktor kedua (B) adalah pupuk bokashi vegetasi sekunder yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 gram, 100 gram, dan 150 gram/petak. Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak 4 x 3 = 12 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sebagai kelompok, sehingga keseluruhannya terdapat 4 x 3 x 3 = 36 unit percobaan.

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

241

Variabel yang DiamatiVariabel yang diamati dalam penelitian

ini adalah (1) tinggi tanaman jagung pada umur 14, 28, dan 42 HST, (2) diameter batang tanaman jagung pada umur 14, 28, dan 42 HST, (3) bobot pipilan biji jagung kering, (4) bobot total pipilan biji jagung kering, (5) persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung, serta (6) relative field mycorrhiza dependency (RFMD) atau ketergantungan tanaman terhadap mikoriza.

Rancangan AnalisisVariabel respon dianalisis sesuai dengan

rancangan percobaan yang digunakan. Apabila hasil analisis ragam terdapat pengaruh nyata, maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi TanamanHasil analisis ragam menunjukkan

bahwa aplikasi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada tanah levelling off. Hasil pengamatan rata-rata tinggi tanaman jagung pada umur 14 HST – 42 HST disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza indigen dan pupuk bokashi mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap tinggi tanaman jagung pada umur 14 HST – 42 HST, walaupun terdapat perlakuan yang mempunyai pengaruh yang sama. Pada umur 14 HST, perlakuan A2B2

merupakan perlakuan yang terbaik dengan tinggi tanaman 53.33 cm yang berbeda nyata dengan kontrol dan semua perlakuan lainnya. Sedangkan pada umur 28 HST tinggi tanaman hampir seragam, kecuali pada A0B1, A1B1, dan A2B0 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Begitu pula pada umur 42 HST, perlakuan A2B2 memberikan nilai tertinggi terhadap tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan A0B0, A0B1, A1B0, A1B1, A2B0, A3B0 serta A3B0.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman jagung pada umur 14 HST- 42 HST terhadap aplikasi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder

PerlakuanRata-rata tinggi tanaman (cm)

14 HST 28 HST 42 HSTA0B0 24.67 a 53.33 b 81.40 bA0B1 33.17 c 65.67 d 102.17 cA0B2 33.50 c 71.07 e 115.50 dA1B0 27.00 a 31.33 a 58.67 aA1B1 29.33 b 61.53 d 91.67 bA1B2 38.67 c 75.10 e 117.30 dA2B0 28.83 b 61.03 d 94.17 cA2B1 33.00 c 74.83 e 129.47 dA2B2 52.33 d 86.07 e 141.83 dA3B0 29.67 b 59.27 c 89.33 bA3B1 35.17 c 68.03 e 109.90 cA3B2 42.17 c 79.92 e 141.73 d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0,05.

Efektivitas mikoriza dapat berlangsung secara optimal karena selain ketersediaan eksudat akar dari tanaman, juga karena mikoriza dapat memperoleh eksudat akar dari gulma, dimana gulma-gulma yang tumbuh selama berlangsungnya penelitian tidak dicabut melainkan dikendalikan dengan cara membabat bagian atas gulma sehingga tidak mengganggu aktivitas mikoriza pada sekitar perakaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Corey dkk. (2008), keragaman vegetasi yang tumbuh pada suatu areal akan berpengaruh terhadap komunitas mikroorganisme, khususnya mikoriza indigen yang berada di dalam tanah. Hal tersebut berhubungan dengan kandungan eksudat akar seperti asam amino, gula, serta asam organik yang dimanfaatkan oleh mikoriza sebagai sumber energi (Jones dkk., 2004). Sedangkan penggunaan pupuk bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah serta memperkaya humus tanah, sehingga kebutuhan tanaman menjadi terpenuhi yang berdampak pada tinggi sink berupa tinggi tanaman. Kebutuhan hara yang disuplai dari pupuk bokashi memberikan dampak positif terhadap tinggi tanaman. Hal ini selaras dengan hasil

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

242

penelitian Karimuna, dkk. (2009) pada pemberian pupuk bokashi dan mulsa nyata meningkatkan komponen pertumbuhan dan hasil tumpangsari jagung dengan kacang tanah.

Diameter Batang TanamanHasil analisis ragam menunjukkan

bahwa aplikasi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman jagung.Hasil pengamatan rata-rata diameter batang tanaman jagung pada umur 14 HST – 42 HST disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata diameter batang tanaman jagung umur 14 HST- 42 HST terhadap aplikasi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder

PerlakuanRata-rata diameter batang tanaman

(cm)14 HST 28 HST 42 HST

A0B0 0.77 a 0.93 a 1.13 aA0B1 1.20 d 1.33 d 1.53 cA0B2 0.93 b 1.07 b 1.40 bA1B0 1.67 f 1.80 f 1.90 eA1B1 1.40 f 1.53 f 1.77 eA1B2 1.37 f 1.83 f 1.97 eA2B0 1.53 f 1.63 f 1.87 eA2B1 1.50 f 1.63 f 1.73 eA2B2 2.00 g 2.13 f 2.33 fA3B0 1.03 c 1.17 c 1.37 bA3B1 1.30 e 1.57 f 1.77 eA3B2 1.33 f 1.43 e 1.57 d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0,05.

Ukuran diameter batang tanaman jagung pada Tabel 2, menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza indigen dan pemberian pupuk bokashi vegetasi sekunder secara bersamaan mampu meningkatkan ukuran diameter batang tanaman jagung. Hal ini disebabkan oleh terjadinya efek sinergisme antara mikoriza yang bersimbiosa dengan gulma (Halim, 2009) dan pupuk bokashi yang diberikan, sehingga terjadi keseimbangan unsur hara yang dapat disuplai dari pemberian

pupuk bokashi, sebagaimana dilaporkan Karimuna dkk. (2009), selain itu dapat mengakibatkan perkembangan akar tanaman menjadi pesat sehingga perakaran saling bersentuhan satu sama lainnya yang dapat mempermudah penyebaran infeksi mikoriza pada akar yang berdampak pada pertambahan volume akar. Dengan berkembangnya akar secara sempurna, maka penyerapan unsur hara menjadi optimal yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan organ tanaman seperti ukuran diameter batang. Hal senada dikemukakan Juge (2002), akar yang terinfeksi oleh mikoriza dapat mempermudah tanaman untuk menyerap unsur hara P. Sedangkan keuntungan yang diperoleh mikoriza dari tanaman adalah tersedianya eksudat akar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energinya (Susan dkk., 1998). Eksudat akar tersebut berupa asam amino, vitamin, purin, gula, nukleosida dan enzim (Felix dan Donald, 2002).

Bobot Pipilan KeringHasil analisis ragam menunjukkan

bahwa aplikasi mikoriza indigenous gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji kering/tan, bobot total biji/tan, dan hasil tanaman yang dikonversi ke dalam rata-rata t ha-1. Penampilan hasil jagung antara yang diberi mikoriza dosis rendah dan mikoriza dosis tinggi dengan pupuk bokashi dosis tetap dibandingkan dengan kontrol dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9. Perlakuan mikoriza dosis rendah

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

243

Gambar 10. Perlakuan mikoriza dosis tinggi

Hasil pengamatan terhadap rata-rata bobot pipilan jagung meliputi bobot biji (g), bobot total biji per petak (g) dan hasil tanaman jagung (t ha-1) yang diberi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai bobot 100 bobot biji kering per tanaman dan bobot total biji/tanaman, nampaknya konsisten yaitu terjadi pada perlakuan A2B2, walaupun secara statistik ada juga perlakuan yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2B2. Terlihat bobot 100 biji/tanaman tertinggi pada perlakuan A2B2 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Begitu pula dengan bobot total biji/petak dan hasil ton ha-1. Peningkatan produksi tanaman jagung tertinggi terjadi pada perlakuan A2B2 sebesar 2,79 t ha-1 atau mengalami peningkatan produksi sebesar 1,82 t ha -1.

Tabel 3. Pengaruh aplikasi mikoriza indigen gulma dan pupuk bokashi terhadap rata-rata bobot biji (g), bobot total biji per petak (g) dan hasil tanaman jagung (t ha-1).

Perlakuan

Bobot 100

Biji/petak (g)

Bobot total Biji/petak

(g)

Hasil (t ha-1)

A0B0 10,59 a 30,21 a 0,97 aA0B1 14,93 b 33,77 a 1,61 bA0B2 16,24 b 50,37 b 2,39 bA1B0 15,04 b 37,28 a 1,78 bA1B1 14,73 b 43,46 b 2,07 bA1B2 17,93 b 51,88 b 2,47 cA2B0 14,69 b 48,28 b 2,30 cA2B1 18,37 b 42,99 b 2,05 bA2B2 20,40 c 58,63 c 2,79 cA3B0 15,54 b 40,06 b 1,91 bA3B1 13,12 b 42,37 b 1,99 bA3B2 12,34 b 41,35 b 1,80 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0,05.

Peningkatan hasil sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 diduga disebabkan oleh proses infeksi mikoriza yang berkaitan dengan proses metabolisme tanaman seperti fotosintesis yang berlangsung secara maksimal yang dapat menjamin kelangsungan simbiosis antara tanaman dengan mikoriza (Delvian 2007). Simbiosis antara tanaman dan mikoriza tersebut dapat melindungi akar dari serangan patogen yang menyebabkan penyakit terbawa oleh tanah (soil born deseases) (Perrin, 1990), serta meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Auge dan Stadola, 1990), mampu meningkatkan serapan hara N, P, dan K (Niswati dkk., 1996), serta hara lainnya seperti Cu dan Zn (Newsham dkk., 1995; Cumming dan Ning, 2003), yang berdampak pada hasil fotosintat tanaman (McGonigle dan Miller, 1993). Sedangkan pemberian pupuk bokashi dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

244

Pada Tabel 3, Gambar 9 dan Gambar 10 terlihat bahwa perlakuan A2B2 dan A3B2

memberikan nilai yang tertinggi dan penampilan terbaik terhadap hasil tanaman jagung dan diikuti oleh perlakuan A1B2 dan A2B0. Hal ini diduga disebabkan oleh inokulasi mikoriza indigen gulma yang berbeda pada dosis yang sama mampu mempertahankan hasil tanaman jagung walaupun tumbuh bersama-sama dengan gulma. Berdasarkan hasil tanaman jagung yang dikonversi ke dalam ton/ha, maka semua perlakuan memiliki nilai hasil di atas kontrol. Peningkatan produktivitas jagung sangat erat kaitannya dengan peranan mikoriza dan pupuk bokashi dalam menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Tingginya hasil yang diperoleh pada setiap perlakuan berhubungan dengan berlangsungnya proses fotosintesis tanaman secara penuh (Karimuna dkk, 2009), sehingga gulma yang tumbuh di bawah tanaman jagung tidak berkembang dengan baik. Akibatnya infeksi mikoriza akan lebih banyak terjadi pada perakaran tanaman karena adanya ketersediaan eksudat akar. Ocampo dkk. (1986) mengemukakan bahwa spora-spora mikoriza yang telah berkecambah masih dipengaruhi oleh kecocokan antara mikoriza dengan eksudat akar tanaman untuk dapat mengkolonisasi akar sampai akhirnya membentuk spora baru.

Persentase Infeksi Mikoriza dan Nilai RFMD Tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk bokashi vegetasi sekunder berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi mikoriza dan RFMD tanaman jagung. Hasil pengamatan terhadap rata-rata persentase infeksi dan nilai RFMD tanaman jagung tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata persentase infeksi mikoriza dan nilai RFMD tanaman

Perlakuan

Rata-rata persentase infeksi mikoriza

pada akar tanaman jagung (%)

Nilai RFMD

tanaman jagung

(%)A0B0 0.71 a 0.00 aA0B1 0.71 a 0.00 aA0B2 0.71 a 0.00 aA1B0 30.00 b 48.33 bA1B1 46.67 b 39.22 bA1B2 30.00 b 49.18 bA2B0 50.00 b 42.94 bA2B1 40.00 b 42.94 bA2B2 83.33 c 56.33 cA3B0 50.00 b 20.51 bA3B1 53.33 b 40.76 bA3B2 56.67 c 34.97 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0,05.

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman tertinggi terjadi pada perlakuan A2B2 sebesar 83.33% yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2B2. Nilai RFMD tertinggi terjadi pada perlakuan A2B2 yang berbeda nyata dengan kontrol dan semua perlakuan lainnya. Kemampuan mikoriza dalam menginfeksi perakaran tanaman jagung baik dosis rendah maupun dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pupuk bokashi erat kaitannya dengan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara di dalam tanah. Hal ini sebagai indikasi bahwa antara mikoriza dengan tanaman jagung terjadi kecocokan sehingga membentuk hubungan mutualisme. Menurut Wright dkk. (1998), kesesuaian antara mikoriza dengan tanaman inang dipengaruhi oleh ketersediaan eksudat akar. Terlihat sejak umur 14 HST – 56 HST, efektivitas infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung untuk semua perlakuan berbeda tidak nyata. Efek sinergis antara jenis mikoriza akan terjadi secara optimal ketika populasi mikoriza seimbang dengan ketersediaan nutrisi pada akar tanaman inang

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

245

yang dibutuhkan oleh mikoriza (Newsham dkk.,1995).

Peningkatan infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbohidrat dan ketersediaan eksudat akar yang dapat dimanfaatkan oleh endomikoriza. Hal sejalan dengan pendapat Marschner (2002), mengemukakan bahwa infeksi mikoriza dapat terjadi secara maksimum apabila proses fotosintesis tanaman inang berjalan secara maksimum. Peningkatan proses fotosintesis tanaman inang tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya intensitas dan periodesitas cahaya matahari (Menge, 1984). Pengurangan intensitas cahaya sampai 30% tidak mempengaruhi kolonisasi akar, sebaliknya peningkatan fotoperiodesitas dapat meningkatkan produksi spora dua kali lebih banyak (Johnson dkk.,1982). Selain itu, gulma yang tumbuh pada sekitar tanaman jagung dapat menghasilkan eksudat akar. Dengan demikian, maka eksudat akar yang tersedia pada sekitar rizosfer menjadi tinggi, sehingga eksudat akar yang dihasilkan oleh gulma maupun tanaman jagung dapat mempengaruhi perkembangan hifa mikoriza. Menurut Gagnon dan Ibrahim (1998), setiap jenis tumbuhan mempunyai jumlah exsudat akar yang berbeda-beda. Misalnya kandungan jumlah asam amino dalam eksudat akar tumbuhan leguminosa umumnya lebih tinggi dari pada akar tumbuhan Gramineae (Katsunori dan Yoshio 1998). Selanjutnya dapat diduga pula bahwa perbedaan kandungan asam amino dalam eksudat akar tanaman inang sangat berpengaruh terhadap perkembangan mikororganisme (khususnya mikoriza) yang berasosiasi dengan perakaran tumbuhan (Felix dan Donald, 2002). Douds dan Millner (1999), ketergantungan mikoriza terhadap tanaman inang cukup tinggi, di mana lebih dari 40% senyawa karbon (C) hasil fotosintat dialokasikan ke bagian akar dan sekitar 1/3 di antaranya diberikan kepada mikoriza.

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai RFMD pada setiap perlakuan berada di bawah 50%, kecuali perlakuan A2B2 sebesar 56.33%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jagung memiliki ketergantungan terhadap mikoriza pada

awal fase vegetatif sampai akhir fase generatif. Hasil penelitian Halim (2009), menunjukkan bahwa ketergantungan tanaman terhadap mikoriza secara optimal terjadi pada umur 42 HST. Pada umur tersebut, akar tanaman belum berkembang secara sempurna sehingga akar tersebut tidak dapat menembus daerah penipisan nutrien (zone of nutrient depletion) sebagaimana diuraikan Zulaikha dan Gunawan (2006). Sedangkan penurunan ketergantungan tanaman terhadap endomikoriza pada umur 56 HST dan saat panen karena kolonisasi mikoriza pada akar sudah terbentuk dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik yang ditandai dengan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan unsur hara secara optimal (Halim, 2009). Dengan demikian akar tanaman yang terinfeksi oleh mikoriza mampu menjangkau daerah yang tidak mampu ditembus oleh akar tanaman yang tidak terinfeksi oleh endomikoriza (Bethlenfalvay dan Linderman, 1992).

Ucapan Terima Kasih

Tim peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada DP2M Dikti yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Dikti tahun 2010 dan pihak peer reviewer yang mempercayai kami melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih yang sama kami sampaikan kepada Rektor Universitas Haluoleo, Ketua Lembaga Penelitian, Dekan Fakultas Pertanian, dan Kepala Desa Sindang Kasih serta semua pihak yang telah membantu dalam kesuksesan pelaksanaan penelitian ini, semoga hasil penelitian ini dapat diterapkan masyarakat tani di Desa Sindang Kasih dan sekitarnya dalam memanfaatkan lahan bekas persawahan untuk meningkatkan hasil tanaman, dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniah-Nya kepada kita semua, Amin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan: (1) Penerapan bioteknologi mikoriza indigenous

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

246

gulma dan pupuk bokashi vegetasi sekunder berpengaruh nyata dan mempunyai respon positif terhadap pertumbuhan dan produksi jagung pada tanah levelling off. (2) Kombinasi perlakuan yang memberikan efek terbaik terhadap peningkatan produksi jagung adalah pada perlakuan 10 g propagul mikoriza per lubang tanam dan 150 g pupuk bokashi vegetasi sekunder per petak, dengan produksi sebanyak 2,79 t ha -1 atau terjadi peningkatan sebesar 1,82 t ha -1.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan: (1) Perlu penelitian lanjutan dengan meningkatkan takaran atau pupuk bokashi vegetasi sekunder, sedangkan takaran propagul mikoriza tetap pada tanah levelling off. (2) Perlu penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh residu pupuk bokashi vegetasi sekunder terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tanpa inokulasi mikoriza.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah.S., Musa.Y dan H. Feranita, 2005. Perbanyakan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L.) dan Pemanfaatannya pada Dua Varietas Tebu (Saccharum officanarum L.). J.Sains&Teknologi.Vol 5. No. 1:12-20.

Auge.R.M. and A.J.W.Stadola, 1990. An Apparent Increase in Symplastic in Water Contributes to Greater Turgor in Mycorrhizal Roots of Droughted Rosa Plants. New Pytol. 115:285-295.

Bethlenfalvay.G.J. and R.G.Linderman, 1992. Mycorrhizae in Sustainable Agriculture. American Sociaty of Agronomi. Inc. Madison. Wisconsin. USA.

Brundrett, 2006. Mycorrhizae Mutualistic Plant Fungus Symbioses. Melalui <http://www.mycorrhiza.ag.utk.edu> [24/4/2008].

Brundrett.M., N.Bougher, B.Dell, T.Grove and M.Malajczuk, 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Australian Centre for International Agricultural Research Mohograph.32.374+xp.

Corey.D.B., A.K.Broz, J.Bergelson, D.K.Manter and J.M.Vivanco, 2008. Root Exudate Regulate Soil Fungal Community Composition and Diversity. Applied and Environmental Microbiology. American Society for Microbiology. Melalui <http//www.pubedcentral.nih.gov/picrender.fcgi> [1/11/2008].

Cumming.J.R. and J.Ning, 2003. Arbuscular Mycorrhizal Fungi Enhance Aluminium Resistance of Broomsedge (Andropogon virginicus L.). J.Exp.Bot. 54:1447-1459.

Delvian, 2007. Penggunaan Asam Humik dalam Kultur Trapping Cendawan Mikoriza Arbuskula dari Ekosistem dengan Salinitas Tinggi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 2, Halaman 124-129. Melalui <http://www.library.usu.ac.id/download/fp/06005280.pdfl> [13/3/2007].

Douds.D.D. and P.D.Millner, 1999. Biodiversity Arbuscular Mychorryzae Fungi in Agroecosystem. Elsevier. USA.

Felix.D.D and A.P.Donald, 2002. Root Exudate as Mediators Mineral Acquisition in Low Nutrient. Plant and Soil. 245:35-47. Melalui <http//www. plantstress.com/article/up_deficiency_files/root_exudate.pdf> [1/11/2008].

Gagnon.H. and R.K.Ibrahim, 1998. Aldonic Acid. A Novel Family of Nod Gene Inducers of Mesorhizobium loti, Rhizobium lupine, and Sinorhizobium meliloti. Mol. Plant Microbe Interact. 11: 988-998.

Gardner.F.P., R.B.Pearce and R.L.Mitchell, 1985. Physiology of Crop Plants. Iowa State University Press. Ames.

Halim, 2008. Eksplorasi Jenis-Jenis Mikoriza Indigenous Gulma. Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Halim, 2009. Peran Mikoriza Indigenous Gulma Imperata cylindrica (L.) Beauv dan Eupatorium odorata (L.) terhadap Kompetisi Gulma dan Tanaman Jagung. Disertasi Program Doktor Universitas Padjadjaran Bandung. 45-40 p. (Tidak dipublikasikan).

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN 0854-0128

247

Johnson.C.R., J.A. Menge, S.Schwab and I.P.Ting,1982. Interaction of Photoperiod and Vesicular Arbuscular Mycorrhizae on Growth and Metabolism of Sweet Orange. New Phytol. 90:665.

Jones.D.L., A.Hodge and Y.Kuzyakov, 2004. Plant and Mycorrhizal Regulation of Rhizodeposition. New Phytol.163:459-480.

Juge.C., J.Samson, C.Bestien, H.Vierheilig, A.Coughlan and Y.Pieche, 2002. Breaking Dormancy in Spores of the Arbuscular Mycorrhizal Fungus Glomus intraradies. A Critical Cold Storage Period. Journal of Mycorrhiza. 12:37-42.

Karimuna. L., 2000. Floristic Composition and Biomass of Fallow Vegetation in Abandoned Agricultural Fields of Southeast Sulawesi. Georg-August-University Goettingen. Cuvillier Verlag Goettingen. 207p.

Karimuna, L., S. Leomo, L. Indriyani, 2009. Penerapan Teknologi Mulsa dan Pupuk Bokashi Vegetasi Sekunder terhadap Peningkatan Produksi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Kelurahan Abeli, Penelitian DP2M Dikti, Universitas Haluoleo, kendari.

Katsunori.I. and T.Yoshio, 1998. Relationship between the Amount of Root Exudate and the Infection Rate of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Gramineous and Leguminous Crops. Plant.Prod.Sci.1:37-38. Melalui <http//www.mitochon.gs.dna.affrc.go.jp.81/csdb/PPS/PPS> [1/11/2008].

Marschner.H. and B.Dell, 1994. Nutrient Uptake in Mycorrhiza Symbiosis. Plant Soil. 159:89-102.

Marschner.H., 2002. Mineral Nutrition of Higher Plants. Fifth Printing. Academic Press. London. UK.

Mc Gonigle.T.P.M and M.H.Miller, 1993. Mycorrhizal Development and Phosphorus Absorption in Maize under Conventional and Reduce Tillage. Soil Sci.Soc. Am.J 57.

Menge J.A., 1984. Inoculum Production. Dalam C.L.Powell and D.J.Bagyaraj (eds). VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 187-203.

Newsham.K.K., A.H.Fitter and A.R.Watkinson, 1995. Multifunctionality and Biodiversity in Arbuscular Mycorrhizas. Journal of Trends in Ecology and Evolution. No.10:407- 412.

Niswati.A., S.G.Nugroho, M.Utomo dan Suryadi, 1996. Pemanfaatan Mikoriza Vesikular Arbuskular untuk Mengatasi Pertumbuhan Jagung Akibat Cekaman Kekeringan. Jurnal Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. No.3.

Ocampo.J.A., F.L.Cardona and F.El-Atrach, 1986. Effect of Root Extracts of Non Host Plants on VA Mycorrhizal Infection and Sore Germination. Dalam P.V.Gianinazzi and S. Gianinazzi (eds). Physiological and Genetical Aspect of Mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal.713-716.

Perrin.R., 1990. Interactions between Mycorrhizae and Deseases Caused by Soil Born Fungi. Soil use Manag.6:189-195.

Susan.J.B., D.Tagu and G.Delp, 1998. Regulation of Root and Fungal Morphogenesis in Mycorrhizal Symbioses. Plant Physiol. 116:1201-1207. Melalui <http//www.plantphysiol.org/cgi/reprint/116/4/pdf> [1/11/2008].

Wright.D.P., D.J.Read and J.D.Scholes, 1998. Mycorrhizal Sink Strength Influences whole Plant Carbon Balance of Trifolium repens L. Plant, Cell and Environment. 21:881-891.

Zulaikha.S. dan Gunawan, 2006. Serapan Fosfat dan Respon Fisiologis Tanaman Cabai Merah Cultivar Hot Beauty terhadap Mikoriza dan Pupuk Fosfat pada Tanah Ultisol. Jurnal Bioscientae.Vol.3, No. 2:83-94. Melalui <http://www.bioscintiae.unlam.ac.id/v3n2/v3n2.Zulaikha_g> [13/1/2008].