peran dewan perwakilan daerah dalam proses pemberhentian

17
Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian Presiden di Indonesia Oleh: Catur Alfath Satriya dan Fitra Arsil Fakultas Hukum Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstrak Sebagai kamar kedua, DPD seharusnya memiliki peran yang fundamental dalam proses demokrasi yang ada di Indonesia. Lahir dari semangat reformasi, DPD seharusnya mampu menyuarakan aspirasi daerah di tingkat pusat. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan desain kelembagaan DPD di dalam UUD 1945 yang tidak mencerminkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari kewenangan yang dimiliki DPD hanya bersifat subordinatif terhadap DPR. Permasalahan ketimpangan kewenangan tersebut tidak hanya terjadi dalam legislasi dan pengawasan, namun juga terhadap keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden. Di dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden di dalam UUD 1945 Role of Regional Representatives Council in the Presidential Impeachment Process in Indonesia Abstract As a second chamber, DPD should have fundamental role in the democratic process in Indonesia. Born from spirit of reform, DPD should be able to voice the aspirations, as a regional representation, at the center level. However, it is contrary due to the institutional design of DPD in the 1945 Constitution that does not reflect it. Based on the authority of DPD in 1945 Constitution, DPD is merely subordinate to DPR. The Problem is not only in legislation and supervision authority, but also in the involvement of DPD in the process of presidential impeachment. In this study, the author will explain how the involvement of DPD in the process of presidential impeachment in 1945 Constitution. Keywords: DPD, impeachment, 1945 Constitution Pendahuluan Amandemen UUD 1945 memberikan warna baru dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Munculnya lembaga negara baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) memberikan perubahan yang Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian Presiden di Indonesia

Oleh:

Catur Alfath Satriya dan Fitra Arsil

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

E-­‐mail:  [email protected]  

Abstrak

Sebagai kamar kedua, DPD seharusnya memiliki peran yang fundamental dalam proses demokrasi yang ada di Indonesia. Lahir dari semangat reformasi, DPD seharusnya mampu menyuarakan aspirasi daerah di tingkat pusat. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan desain kelembagaan DPD di dalam UUD 1945 yang tidak mencerminkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari kewenangan yang dimiliki DPD hanya bersifat subordinatif terhadap DPR. Permasalahan ketimpangan kewenangan tersebut tidak hanya terjadi dalam legislasi dan pengawasan, namun juga terhadap keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden. Di dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden di dalam UUD 1945

 

Role of Regional Representatives Council in the Presidential Impeachment Process in Indonesia

Abstract As a second chamber, DPD should have fundamental role in the democratic process in Indonesia. Born

from spirit of reform, DPD should be able to voice the aspirations, as a regional representation, at the center level. However, it is contrary due to the institutional design of DPD in the 1945 Constitution that does not reflect it. Based on the authority of DPD in 1945 Constitution, DPD is merely subordinate to DPR. The Problem is not only in legislation and supervision authority, but also in the involvement of DPD in the process of presidential impeachment. In this study, the author will explain how the involvement of DPD in the process of presidential impeachment in 1945 Constitution.

Keywords: DPD, impeachment, 1945 Constitution

 

 

Pendahuluan

  Amandemen UUD 1945 memberikan warna baru dalam struktur ketatanegaraan Republik

Indonesia. Munculnya lembaga negara baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD),

Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) memberikan perubahan yang

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 2: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

fundamental dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Ada lima poin besar yang perlu

menjadi perhatian dari hasil amandemen UUD 1945. Pertama, adanya pergeseran kekuasaan

legislatif dari tangan Presiden ke DPR. Kedua, diadopsinya sistem pengujian konstitusional

(judicial review) suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 oleh Mahkamah

Konstitusi. Ketiga, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara namun hanya sebagai

lembaga tinggi negara yang sederajat dengan lembaga tinggi negara yang lain. Keempat, MPR

tidak lagi menjadi lembaga pengejawantahan kedaulatan rakyat. Kelima, hubungan antar

lembaga tinggi negara bersifat saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks

and balances.1

Salah satu lembaga yang diharapkan dapat memperkuat prinsip checks and balances

adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPD sebagai lembaga yang diciptakan dari semangat

reformasi diharapkan dapat membuka ruang aspirasi daerah dalam pengambilan keputusan

politik di tingkat pusat. Munculnya DPD sebagai lembaga tersendiri merupakan bentuk

institusionalisasi utusan daerah yang merupakan salah satu kelompok di dalam Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ada 5 alasan mengapa DPD perlu dibentuk. Pertama,

memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperteguh persatuan kebangsaan

seluruh daerah. Kedua, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi kepentingan daerah

dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan pusat dan daerah. Ketiga, meningkatkan

percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.

Keempat, mekanisme kontrol dan keseimbangan antar cabang kekuasaan negara dalam dalam

lembaga legislatif itu sendiri. Kelima, menjamin dan menampung perwakilan daerah yang

memadai untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentinangan daerah dalam lembaga legislatif.2

Namun, kehadiran DPD sebagai lembaga yang mempunyai legitimasi yang tinggi karena

dipilih langsung oleh rakyat tidak sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. DPD tidak

memiliki kewenangan yang powerful apabila dibandingkan dengan DPR. Padahal, sebagai kamar

kedua seharusnya DPD memiliki kewenangan untuk melakukan second review terhadap tindakan

yang dilakukan oleh DPR. Secara teoritis, DPD seharusnya berfungsi sebagai kamar

                                                                                                                         1  Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. 4, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 291-

292    2  Efriza dan Syafuan Rozi, Parlemen Indonesia Geliat Volksraad hingga DPD: Menembus Lorong Waktu

Doeloe, Kini, dan Nanti, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 252    

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 3: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

penyeimbang sehingga dapat mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh kamar lain. House

mewakili rakyat kebanyakan sedangkan senate mewakili orang yang lebih mapan sebagai

pelaksanan checks and balances terhadap tekanan yang mungkin muncul dari opini publik.3

Permasalahan eksistensi dan peran DPD tidak hanya terdapat di dalam fungsi legislasi dan

pengawasan namun juga terdapat di komposisi antara DPR dan DPD di dalam MPR yang akan

sangat berkaitan dengan proses pemberhentian Presiden ditengah masa jabatan atau yang lebih

dikenal dengan istilah pemakzulan Presiden. Adanya ketidakseimbangan jumlah anggota DPD di

dalam MPR membuat ketidakseimbangan peran DPD dalam proses pemberhentian Presiden. 4

Tinjauan teoritis

 

Teori Pemberhentian Presiden

Istilah pemberhentian Presiden secara terminologi mempunyai banyak arti dan

klasifikasi. Harun Alrasyid mengungkapkan bahwa pemberhentian Presiden merupakan salah

satu dari syarat pergantian Presiden. Harun Alrasyid berpendapat bahwa terdapat 3 unsur dalam

pergantian Presiden yaitu: (1). Presiden berhenti tetap; (2). Presiden berhenti di tengah masa

jabatannya; dan (3). Pejabat pengganti Presiden menjabat selama sisa masa jabatan Presiden

yang digantikan.5 Menurut Harun Alrasyid pergantian jabatan Presiden dapat terjadi dengan 4

syarat, yaitu: (1) Meninggal dunia; (2) Mengundurkan diri (berhenti); (3) Dilepaskan dari

jabatannya (diberhentikan); (4) Menderita gangguan kesehatan.6 Dalam hal ini, Harun Alrasyid

membedakan antara berhenti dengan diberhentikan. Menurut Harun Alrasyid yang membedakan

berhenti dengan diberhentikan adalah faktor pendorongnya. Berhenti faktor pendorong lebih

dominan berasal dari diri sang Presiden. Sedangkan, diberhentikan faktor pendorong lebih                                                                                                                          

3  Aunur Rofiq, Peran & Kewenangan DPD Koran Sindo, (23 Maret 2016), dapat diakses di http://www.koran-sindo.com/news.php?r=1&n=0&date=2016-03-23 (diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 08.00 WIB)  

4  Dewan Perwakilan Daerah, Untuk Apa DPD RI, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah, 2006), hal. 67-68    

5  Fajri  Nursyamsi,  Pergantian  Presiden  Republik  Indonesia  Dengan  Dasar  “Tidak  Dapat  Melakukan  Kewajibannya”  dalam  Pasal  8  ayat  (1)  Undang-­‐Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  1945,  (Tesis  Magister,  Jakarta,  2016),  hal.  26  6  Ibid.,  hal.  43-­‐44  

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 4: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

dominan berasal dari pihak luar diri Presiden.7 Sementara itu, Jimly Asshiddiqie berpendapat

bahwa syarat berhenti dapat diartikan sebagai pengunduran diri secara sepihak dan juga dapat

diartikan sebagai diberhentikan.8

Selain itu, Hamdan Zoelva juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

pemberhentian Presiden adalah impeachment dalam arti sempit. Dia menggunakan istilah

Pemakzulan Presiden dibandingkan dengan pemberhentian Presiden dikarenakan istilah

pemberhentian Presiden lebih luas yang berarti bisa karena mengundurkan diri atau tidak dapat

lagi melaksanakan tugas dalam jabatannya. Hamdan Zoelva berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan impeachment adalah pengawasan legislatif yang luar biasa (an extraordinary legislative

check) baik terhadap eksekutif maupun yudikatif yang dapat berupa hukuman berhenti dari

jabatan sebagai tindakan politik akibat telah melakukan kesalahan berat terhadap negara.9 Di

dalam konteks sistem pemerintahan, penggunaan istilah impeachment dikaitkan dengan proses

pemberhentian Presiden di negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini

berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer yang menggunakan istilah mosi tidak percaya

atau vote of no confidence untuk memberhentikan kepala pemerintahannya.

Teori Sistem Bikameral

Secara umum, pembagian struktur parlemen di dunia dibagi menjadi dua yaitu unikameral

dan bikameral. Unikameral yaitu hanya mempunyai satu lembaga perwakilan sedangkan

bikameral yaitu mempunyai dua lembaga perwakilan. Menurut Fatmawati kriteria untuk

menetukan kamar dalam suatu parlemen adalah sebagai berikut: (1). Memiliki kewenangan

sesuai dengan fungsi dari parlemen; (2). Memiliki anggota tersendiri yang merupakan wakil dari

warga negara dengan kategori dan metode seleksi tertentu; (3). Memiliki struktur kelembagaan

tersendiri dan aturan-aturan tersendiri tentang prosedur dalam lembaga tersebut.10 Selain itu,

Arend Lijphart membuat 4 kategori struktur kamar yang terdiri dari: (1) Strong bicameralism;

(2) Medium-strenght bicameralism; (3) Weak bicameralism; dan (4) Unicameral legislatures.

                                                                                                                         7  Ibid.,  hal.  81-­‐82  8  Ibid.,  hal.  43-­‐44  9  Kamarudin,  Struktur  Wewenang  Pemberhentian  Presiden  dalam  Sistem  Ketatanegaraan  Indonesia,  (Disertasi  Doktor,  Makasar),  hal.  47-­‐48  10  Fatmawati,  Struktur  dan  Fungsi  Legislasi  Parlemen  dengan  Sistem  Multikameral,  (Disertasi  doctor  Universitas  Indonesia,  Jakarta,  2009),  hal.  51  

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 5: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Terdapat 3 ciri dari sistem bikameral yang menjelaskan apakah bikameralisme kuat atau

bikameralisme lemah, yaitu: 11

a. Kekuatan kedua kamar berdasarkan kewenangan formal yang diatur di dalam Undang-

Undang Dasar, dalam hal ini kamar kedua (second chambers) cenderung subordinat

terhadap kamar pertama (first chambers)

b. Kepentingan politik yang sesungguhnya dari kamar kedua (second chambers) tidak hanya

tergantung dari kewenangan formal yang diatur dalam Undang-Undang Dasar tetapi juga

metode seleksinya. Dalam hal kewenangan formal dan legitimasi demokrasi, sistem

bikameral dapa dibagi menjadi 2 yaitu simetris dan asimetris bikameral. Kamar yang

simetris adalah kamar dengan kekuatan konstitusional yang setara dan memiliki

legitimasi demokrasi, sedangkan kamar yang asimetris adalah kamar yang tidak setara

dalam hal kewenangan formal dan legitimasi demokrasi.

c. Perbedaan lainnya terletak pada komposisi anggota yang mana kamar kedua (second

chambers) dapat dipilih dengan metode yang berbeda untuk memberikan tempat yang

lebih kepada minoritas tertentu. Jika demikian, maka kedua kamar tersebut berbeda

komposisinya dan disebut sebagai incongruent.

Dari penjelasan di atas, maka: (a) Strong bicameralism memiliki karakteristik simetris

dan incongruence; (b) Medium-strength bicameralism memiliki karakteristik tidak

adanya salah satu dari simetris dan incongruence; (c) Weak bicameralism memiliki

karakteristik asimetris dan congruent.

Menurut Tsebelis dan Money, terdapat dua karakteristik khusus dalam sistem

bikameral yaitu: 12 (a) Keanggotaan dari kedua kamar berdasarkan pada metode seleksi

dan kategori dari warga negara yang diwakili. Sebagian besar, majelis rendah dipilih

secara langsung oleh warga negara, sedangkan majelis tinggi dipilih melalui metode

seleksi atau perwakilan golongan; (b) Kewenangan formal kedua kamar yang tercermin

dalam mekanisme penyelesaian jika terjadi perbedaan.

                                                                                                                         11  Ibid.,  hal.  31-­‐32  12  Ibid.,  hal.  39-­‐40  

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 6: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

 

Metode Penelitian

Secara garis besar, penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif.

Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

mencakup: (1) Penelitian terhadap azas-azas hukum; (2) Penelitian terhadap sistematika hukum;

(3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; (4) Penelitian sejarah hukum; dan (5) Penelitian

perbandingan hukum.13 Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau

data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tertier.14 Di dalam penelitian

ini penulis meneliti mengenai asas-asas hukum dengan pendekatan komparatif (comparative

approach). Dalam hal ini peneliti melakukan perbandingan proses pemberhentian Presiden di

Indonesia dengan di negara lain dengan menggunakan konstitusi sebagai acuannya. Negara yang

digunakan oleh peneliti sebagai pembanding adalah sebagian besar negara-negara di Amerika

Latin dan beberapa negara di Amerika tengah dan Afrika. Hal ini dikarenakan negara-negara di

Amerika Latin memiliki kesamaan dalam sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan

presidensial. Dari sudut sifatnya, penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Hal

tersebut dikarenakan peneliti akan mencoba menggambarkan bagaimana peran DPD dalam

proses pemberhentian Presiden di Indonesia secara komperhensif. Apabila dilihat dari sudut

bentuknya, penelitian ini adalah penelitian evaluatif. Hal ini dikarenakan peneliti mencoba

memberikan penilaian apakah selama ini pengaturan mengenai impeachment di Indonesia sudah

ideal dengan teori-teori hukum yang berkembang saat ini. Dilihat dari sudut penerapannya,

penelitian yang dilakukan adalah penelitian murni. Hal ini dikarenakan tujuan dari penelitian ini

adalah untuk pengembangan ilmu atau teori. Dilihat dari sudut ilmu yang dipergunakan,

penelitian yang dilakukan adalah penelitian mono disipliner yaitu hanya satu disiplin ilmu yang

digunakan yaitu ilmu hukum.15

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data

yang diperoleh dari kepustakaan yaitu buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan lain sebagainya

                                                                                                                         13  Soerjono  Soekanto,  Pengantar  Penelitian  Hukum,  cet.3,  (Jakarta:  UI-­‐Press,  2012),  hal.  51  14  Ibid.,  hal.  52    15  Sri  Mamuji,  et.al.,  Metode  Penelitian  dan  Penulisan  Hukum  (Jakarta:  Badan  Penerbit  Fakultas  Hukum  Universitas  Indonesia,  2005),    hal.  4-­‐5  

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 7: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

yang digunakan untuk mendukung penelitian ini.16Alat pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti dalam penelitian ini adalah dengan cara studi dokumen atau bahan pustaka. Dalam hal

ini, melalui bacaan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dan penelitian yang

pernah dilakukan di masa lampau. Selain itu, peneliti juga akan melakukan wawancara apabila

data yang diperoleh dari studi dokumen belum mencukupi.17

Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah metode analisis kualitatif yaitu apa

yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan

perilaku nyata dan yang diteliti adalah objek penelitian yang utuh.

Pembahasan dan Hasil Penelitian

Di dalam penelitian ini, penulis akan membandingkan bagaimana proses pemberhentian

Presiden di Indonesia dengan di negara lain dan lembaga apa saja yang berperan dalam proses

pemberhentian Presiden tersebut. Di dalam penelitian ini, ada lima kriteria negara yang dijadikan

dasar sebagai pembanding. Pertama, yaitu negara dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua, negara dengan struktur parlemen bikameral. Ketiga, kamar kedua yang merupakan

keterwakilan daerah (regional representation). Keempat, bentuk negara yaitu federasi atau

kesatuan. Kelima, tipe bikameral simetris atau asimetris. Dalam penelitian ini, kategori simetris

dan asimetris yang digunakan berdasarkan teori dari Arend Ljiphart yang melihat simetris atau

asimetris sebuah kamar dilihat dari kewenangan formal dan legitimasi demokrasi antar 2 kamar.

Apabila kewenangan formal dan legitimasi demokrasi antar 2 kamar setara berarti bikameral

simetris. Namun, apabila kewenangan formal dan legitimasi demokrasi antar 2 kamar tidak

setara berarti bikameral asimetris. Berikut penjabaran negara yang penulis lakukan berdasarkan

tipe bikameral dan lembaga yang berperan dalam proses pemberhentian Presiden

                                                                                                                         16  Ibid.,  hal.  22  17  Ibid.,  hal.  6  

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 8: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Tabel 4.1 Tipe bikameral dan lembaga yang berperan dalam proses pemberhentian

Presiden

No Nama negara (bentuk negara) Tipe bikameral Lembaga yang berperan

1. Amerika Serikat (federasi) Bikameral

Simetris

House of Representatives

(FC), Senate (SC), dan Ketua

Mahkamah Agung

2. Filipina (kesatuan) Bikameral

Simetris

House of Representatives

(FC), Senate (SC), dan Ketua

Mahkamah Agung

3. Argentina (federasi) Bikameral

Simetris

House of Representatives

(FC), Senates (SC), dan

Ketua Mahkamah Agung

4. Brazil (federasi) Bikameral

Simetris

Chamber of Deputies (FC),

Federal Senate (SC), dan

Mahkamah Agung

5. Bolivia (kesatuan) Bikameral

Simetris

Jaksa Agung, Pluri-National

Legislative Assembly (JS),

dan Mahkamah Agung

6. Chili (kesatuan) Bikameral

Simetris

Chamber of Deputies (FC)

dan Senate (SC)

7. Kolombia (kesatuan) Bikameral

Simetris

House of Representatives

(FC), Senate (SC), dan

Mahkamah Agung

8. Republik Dominika (kesatuan) Bikameral

Simetris

Chamber of Deputies (FC),

Senate (SC), dan Mahkamah

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 9: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Agung

9. Meksiko (federasi) Bikameral

Simetris

House of Representatives

(FC) dan Senate (SC)

10. Paraguay (kesatuan) Bikameral

Simetris

Chamber of Deputies (FC)

dan Chamber of Senators

(SC)

11. Uruguay (kesatuan) Bikameral

Simetris

Chamber of Representatives

(FC) dan Chamber of

Senators (SC)

12. Afrika Selatan (kesatuan) Bikameral

Asimetris

National Assembly (FC)

13. Kenya (kesatuan) Bikameral

Asimetris

National Assembly (FC) dan

Senate (SC)

Ket: FC= first chamber, SC= second chamber, JS= Joint Session

Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa hampir setiap negara melibatkan kamar kedua

dalam proses pemberhentian Presiden. Di negara yang merupakan tipe bikameral simetris

menempatkan kamar kedua secara tersendiri dalam proses pemberhentian Presiden. Hanya

Bolivia yang menempatkan peran kamar keduanya dalam bentuk joint session dengan kamar

pertama dalam proses pemberhentian Presiden. Sementara itu, di negara yang merupakan tipe

bikameral asimetris ada yang menempatkan kamar keduanya sebagai pemutus dalam proses

pemberhentian Presiden yaitu Kenya namun ada juga yang tidak melibatkan kamar kedua dalam

proses pemberhentian Presiden seperti Afrika Selatan. Selain itu, berdasarkan bentuk negara,

negara yang bebentuk federasi selalu melibatkan kamar kedua dalam proses pemberhentian

Presiden yaitu dalam hal memutuskan apakah Presiden patut diberhentikan atau tidak. Sementara

itu, negara yang berbentuk kesatuan ada beberapa negara yang melibatkan kamar kedua dalam

proses pemberhentian Presiden yaitu Filipina, Bolivia, Chili, Kolombia, Republik Dominika,

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 10: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Paraguay, Uruguay, dan Kenya. Namun, ada juga yang tidak melibatkan kamar kedua dalam

proses pemberhentian Presiden yaitu Afrika Selatan.

Di Indonesia sendiri, proses pemberhentian Presiden melibatkan 3 lembaga tinggi negara

yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. DPR sebagai lembaga yang mengajukan usul

pemberhentian Presiden, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang memutuskan apakah

Presiden bersalah atau tidak, dan MPR sebagai lembaga yang memutuskan apakah Presiden patut

diberhentikan atau tidak.

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam proses Pemberhentian Presiden

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap 13 negara yang lain, kewenangan

kamar kedua dalam proses pemberhentian Presiden dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi. Pertama,

kamar kedua mempunyai kewenangan dalam memberikan putusan akhir apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak. Kedua, kamar kedua mempunyai kewenangan untuk melakukan

investigasi sebelum memutus apakah Presiden dapat diberhentikan atau tidak. Ketiga, kamar

kedua dengan kamar pertama bertemu dalam joint session memutuskan apakah Presiden dapat

disidangkan atas kesalahan yang dilakukannya atau tidak. Keempat, kamar kedua tidak

mempunyai kewenangan apapun dalam proses pemberhentian Presiden. Berikut penjabaran yang

penulis lakukan berdasarkan kewenangan kamar kedua dalam proses pemberhentian Presiden:

Tabel 4.2 Kewenangan kamar kedua (second chamber) dalam proses pemberhentian

Presiden

No. Nama negara Kewenangan kamar kedua

(second chamber) dalam proses

pemberhentian Presiden

1.   Amerika Serikat (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

2. Filipina (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 11: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

3. Argentina (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

4. Brazil (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

5, Bolivia (BS) Bersama kamar pertama dalam

bentuk joint session memberikan

persetujuan apakah Presiden

dapat disidangkan di depan

Mahkamah Agung atau tidak

6. Chili (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

7. Kolombia (BS) Melakukan investigasi dan

memutuskan apakah Presiden

dapat diberhentikan atau tidak

8. Republik Dominika (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

9. Mexico (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

10. Paraguay (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

11. Uruguay (BS) Memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

12. Kenya (BA) Melakukan investigasi dan

memutus apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 12: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

13. Afrika Selatan (BA) Tidak memiliki kewenangan

dalam proses pemberhentian

Presiden

Ket: BS= Bikameral Simetris; BA= Bikameral Asimetris

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas negara dengan sistem

pemerintahan presidensial dan struktur parlemen bikameral melibatkan kamar kedua (second

chamber) dalam proses pemberhentian Presiden. Hanya Afrika Selatan yang tidak melibatkan

kamar kedua dalam proses pemberhentian Presiden. Dari penjelasan di atas dapat juga kita lihat

bahwa negara dengan tipe bikameral simetris pada umumnya menempatkan kamar kedua sebagai

pemutus akhir apakah Presiden dapat diberhentikan atau tidak. Hanya kolombia yang kamar

keduanya selain diberi kewenangan untuk memutus juga diberikan kewenangan untuk

melakukan investigasi dan hanya Bolivia yang kewenangan kamar keduanya bersama dengan

kamar pertama dalam bentuk joint session memberikan persetujuan apakah Presiden dapat

disidangkan di depan Mahkamah Agung atau tidak terhadap kesalahan yang telah dilakukan.

Sementara itu, terdapat juga negara dengan tipe bikameral asimetris yang melibatkan kamar

keduanya dalam proses pemberhentian Presiden yaitu Kenya namun ada juga yang tidak yaitu

Afrika Selatan.

Kuorum Pengambilan Keputusan dalam Proses Pemberhentian Presiden

Dalam proses pemberhentian Presiden, dibutuhkan suara minimal di masing-masing

kamar agar proses pemberhentian Presiden dapat berjalan. Pembahasan mengenai kuorum

menjadi penting hal ini dikarenakan proses pemberhentian Presiden dapat berjalan dari satu

proses ke proses yang lain memerlukan persetujuan yang harus sesusai dengan kuorum yang

diatur di dalam peraturan perundang-undangan maupun tata tertib lembaga masing-masing.

Berikut penjabaran yang penulis lakukan berdasarkan kuorum dalam proses pemberhentian

Presiden:

Tabel 4.3 Kuorum dalam proses pemberhentian Presiden

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 13: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

No. Nama negara Kuorum kamar

pertama

Kuorum kamar

kedua

1. Amerika Serikat ½ N+1 2/3

2. Filipina 1/3 2/3

3. Argentina 2/3 2/3

4. Brazil 2/3 2/3

5. Bolivia 2/3 (JS) 2/3 (JS

6. Chili ½ N+1 2/3

7. Kolombia ½ N+1 2/3

8. Republik Dominika ¾ 2/3

9. Mexico ½ N+1 2/3

10. Paraguay 2/3 2/3

11. Uruguay ½ N+1 2/3

12. Kenya 2/3 2/3

13. Afrika Selatan 2/3 -

Ket: JS=Joint Session, N= Jumlah berdasarkan kuorum kehadiran

Dari pemaparan jumlah kuorum di atas dapat dilihat bahwa kuorum yang dibutuhkan di

kamar pertama berbeda-beda, namun kuorum yang dibutuhkan di kamar kedua adalah 2/3. Dari

13 negara yang penulis teliti, hanya 1 negara yang tidak memiliki pengaturan mengenai kuorum

di kamar kedua yaitu Afrika Selatan

Di Indonesia kuorum kehadiran yang dibutuhkan dalam pengajuan usul pemberhentian

Presiden oleh DPR adalah 2/3 dari jumlah anggota DPR dan kuorum pengambilan keputusan

adalah 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir. Pengaturan ini sebagaimana yang ditulis di

dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 setelah amandemen yang berbunyi: “Pengajuan permintaan

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 14: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan

dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir

dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan

Perwakilan Rakyat.” Sementara itu, dalam pengambilan keputusan apakah Presiden dapat

diberhentikan atau tidak oleh MPR, kuorum kehadiran yang dibutuhkan adalah ¾ dari jumlah

anggota MPR dan kuorum pengambilan keputusan yang dibutuhkan adalah 2/3 dari jumlah

anggota MPR yang hadir. Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa permasalahan dapat muncul di

kuorum MPR. Di dalam kuorum MPR, persidangan mengenai pemberhentian Presiden dapat

dimulai apabila dihadiri oleh ¾ dari jumlah anggota MPR. Hal ini sesungguhnya dapat

menegasikan kehadiran DPD dalam proses pemberhentian Presiden mengingat jumlah anggota

DPD yang hanya berjumlah 132 dan anggota DPR yang berjumlah 560. Sehingga kehadiran ¾

jumlah anggota MPR yaitu 519 anggota bisa dipenuhi hanya dengan anggota DPR saja yang

hadir tidak harus ada anggota DPD/kelompok DPD. Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun

DPD terlibat secara keanggotaan dalam proses pemberhentian Presiden namun keterlibatan

tersebut tidak berdampak secara signifikan mengingat ketidakhadiran anggota DPD dalam MPR

tidak mempengaruhi jumlah kuorum yang ada.

Kewenangan Kamar Kedua dalam Proses Pemberhentian Presiden

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mencoba merangkum bahwa proses

pemberhentian Presiden di Indonesia berbeda dari negara-negara yang lain. Perbedaan yang

paling terlihat adalah tidak terlibatnya kamar kedua secara kelembagaan dalam proses

pemberhentian Presiden. Keputusan pemberhentian Presiden di Indonesia berada di MPR yang

merupakan kamar tersendiri tidak seperti negara yang lain yang pada umumnya meletakan

kewenangan untuk memberhentikan Presiden pada kamar kedua. Hal ini menurut penulis juga

disebabkan karena desain konstitusional lembaga perwakilan di Indonesia tidak menggunakan

prinsip bikameral yang kuat. DPD hanya lahir untuk memenuhi aspirasi politik daerah namun

kewenangannya tidak disejajarkan dengan kamar pertama yaitu DPR. Bentuk kamar kedua yang

tidak terlalu kuat selain di Indonesia terdapat juga di Kenya dan Afrika Selatan. Walaupun di

Kenya, proses pemberhentian Presiden juga melibatkan kamar kedua sebagai pemutus apakah

Presiden dapat diberhentikan atau tidak. Sementara itu, di Afrika Selatan yang struktur

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 15: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

parlemennya bikameral asimetris, proses pemberhentian Presiden hanya berada di National

Assembly sebagai kamar pertama yang memutuskan apakah Presiden dapat diberhentikan atau

tidak.

Secara umum, penulis melihat terdapat kekurangan dalam proses pemberhentian Presiden

di Indonesia. Pertama, penuntut dalam proses pemberhentian Presiden juga berperan dalam

pemutus apakah Presiden dapat diberhentikan atau tidak. Hal ini terlihat secara kelembagaan,

DPR berperan dalam pengajuan usul pemberhentian Presiden dan secara keanggotaan DPR juga

berperan dalam memutuskan apakah Presiden dapat diberhentikan atau tidak. Menurut penulis,

hal ini tidak sesuai dengan prinsip checks and balances yang dianut di dalam sistem

pemerintahan presidensial. Seharusnya ada pemisahan peran antara penuntut dan pemutus dalam

proses pemberhentian Presiden baik secara kelembagaan maupun secara keanggotaan. Kedua,

DPD sebagai kamar kedua harus terlibat secara kelembagaan dalam proses pemberhentian

Presiden. Hal ini bertujuan agar DPD mempunyai posisi tawar (bargaining position) dalam

proses pemberhentian Presiden. Dalam hal ini, penulis mengusulkan bahwa DPD harus menjadi

pemutus akhir dalam proses pemberhentian Presiden seperti di negara lain yang menganut sistem

pemerintahan presidensial dengan struktur parlemen bikameral.

Kesimpulan

Dari hasil pemaparan penelitian ini, penulis ingin menyampaikan beberapa poin yang dapat

disimpulkan, yaitu:

1. Proses pemberhentian Presiden di negara dengan sistem pemerintahan presidensial dan

struktur parlemen bikameral pada umumnya melibatkan dua kamar. Pada umumnya,

Kamar pertama sebagai pihak yang melakukan penuntutan dan kamar kedua sebagai

pihak yang memutuskan. Walaupun terdapat perbedaan antara negara yang bikameral

simetris dan bikameral asimetris. Di negara yang menggunakan bikameral simetris kamar

kedua terlibat secara kelembagaan dalam proses pemberhentian Presiden dalam hal

memutus ataupun bersama dengan kamar pertama dalam bentuk joint session. .Hal ini

bertujuan agar di dalam proses pemberhentian Presiden terjadi checks and balances

sehingga Presiden tidak secara mudah diberhentikan. Sementara itu, di negara yang

menggunakan bikameral asimetris terdapat negara yang melibatkan kamar kedua dalam

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 16: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

proses pemberhentian Presiden namun ada juga yang tidak melibatkan kamar kedua

dalam proses pemberhentian Presiden.

2. Secara garis besar proses pemberhentian Presiden di Indonesia melibatkan 3 lembaga

tinggi negara yaitu DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. DPR berperan dalam proses

penuntutan lalu Mahkamah Konstitusi berperan sebagai lembaga yang memberikan

pendapat apakah terdapat pelanggara hukum atau tidak dan apakah Presiden dan/atau

Wakil Presiden masih memenuhi syarat atau tidak, lalu MPR berperan sebagai lembaga

yang memberikan keputusan politik apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden layak

untuk dimakzulkan. DPD di dalam proses pemberhentian Presiden tidak berperan secara

kelembagaan namun berperan secara keanggotaan di dalam MPR.

Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis ingin memberikan saran berkaitan dengan

proses pemberhentian Presiden di Indonesia:

1. Proses pemberhentian Presiden di Indonesia belum menunjukan mekanisme checks and

balances secara murni. Hal ini terlihat bahwa tidak adanya peran DPD secara

kelembagaan. Padahal, DPD merupakan lembaga perwakilan yang merupakan

representasi daerah yang kedudukannya harus disamakan dengan lembaga perwakilan

yang lain yaitu DPR. Selain itu, proses pemberhentian Presiden di Indonesia

menempatkan penuntut dalam hal ini DPR berperan juga dalam proses pemutusan di

dalam MPR sebagai bagian dari anggota MPR. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip checks

and balances yang menempatkan kedudukan yang berbeda antara penuntut dan pemutus

baik secara kelembagaan maupun keanggotaan.

2. DPD sebagai lembaga perwakilan harus diperkuat fungsi dan kewenangannya agar checks

and balances antar lembaga tinggi negara semakin baik.

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016

Page 17: Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Proses Pemberhentian

Daftar referensi:

Arsil, Fitra. 2015. Koalisi partai politik di Indonesia: kajian terhadap pengaturan dan praktik

terkait koalisi partai politik di Indonesia periode 1945-1959 dan 1998-2014. Disertasi

Doktor Universitas Indonesia. Jakarta, 2015.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

____. Pengantar ilmu hukum tata negara, jilid 2. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi RI, 2006

____. Pengantar ilmu hukum tata negara, cet. 4. Jakarta: Rajawali Pers, 2012

Fatmawati. Struktur dan fungsi legislasi parlemen dengan sistem multikameral. Disertasi Doktor

Universitas Indonesia. Jakarta, 2009.

Linan, Anibal Perez. Presidential impeachment and the new political

iInstability in Latin America. New York: Cambridge University Press, 2007.

Mamuji, Sri, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Manan, Bagir. Lembaga Kepresidenan, cet.2. Jakarta: FH UII Press, 2003.

Nursyamsi, Fajri. Pergantian Presiden Republik Indonesia Dengan Dasar “Tidak Dapat

Melakukan Kewajibannya” dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945. Tesis Magister Universitas Indonesia. Jakarta, 2016.

Soekanto Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. Jakarta: UI-Press, 2012.

Wasito, Wiwik Budi. Mekanisme, wewenang, dan akibat hukum pemberhentian presiden

dan/atau wakil presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Tesis Magister

Universitas Indonesia. Jakarta, 2009.

Zoelva, Hamdan. Impeachment presiden: alasan tindak pidana pemberhentian presiden menurut

uud 1945. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

Peran Dewan ..., Catur Alfath Satriya, FH UI, 2016