laporan problem based learning 4 tropmed
TRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 3
MALARIA SEREBRAL
BLOK TROPICAL MEDICINE
Tutor : dr. Octavia Permata Sari
Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Marisa Rosa Bella G1A008020
2. Venny Tiursani S G1A008026
3. Muhammad Ali M. G1A008044
4. Aprilia Christi S. G1A008061
5. Novita Widia A G1A008075
6. Agustika Nur S. G1A008101
7. Faridz Albam W. G1A008105
8. Dimas Bagus C. P. G1A008110
9. Dini Arika Sari G1A008114
10. Novania Indriasari G1A008117
11. Rijal Maulana M. G1A008119
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di
dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati
kemudian menginfeksi sel darah merah.Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan
menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati
maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana
parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor
nyamuk Anopheles. Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania
merupakan tempat-tempat dengan angka kejadian malaria tertinggi.
Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik.
Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena
penyakit ini setiap tahunnya. 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-
anak.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. ISI
INFO I :
Tn. Reno (36 th) datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan demam terus
menerus sejak 10 hari yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa 6 jam
sebelum datang ke IGD Rumah Sakit pasien tidak sadar dan kejang.
INFO II :
Dari anamnesis lanjutan sebelum tidak sadarkan diri, Tn. Reno mengeluh panas
yang didahului dengan menggigil. Suhu naik turun, napas menjadi cepat, dan
kemudian berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada
tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. BAK tidak
ada keluhan. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan
anggo gerak yang lemah sesisi. Tidak ada anggota keluarga maupun tetangga
yang sakit serupa. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke Papua dan
pulang ke Purwokerto akibat sakitnya. Tidak ada riwayat transfusi sebelumnya.
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N. Konjuctiva palpebra anemis,
Sklera ikterik, Kaku kudik (-), Thorax dbn, Abdomen: H/L tidak teraba, Reflex
patela (+/+) N dan reflex babinsky.
INFO 3:
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg/dl,
darah malaria tebal dan tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) dengan
kepadatan 13.800 parasit/uL. Pemeriksaan penunjang yang lain belum
dikerjakan karena tidak ada fasilitas. Tn. Reno didiagnosis sebagai malaria
berat dengan komplikasi: malaria serebral dan anemia berat.
B. PEMBAHASAN
Langkah 1. Klarifikasi Istilah
1. Apakah yang dimaksud dengan kejang?
Kejang adalah gangguan sistem saraf pusat dan sistemik dimana gerakan
otot tidak disadari bisa berupa tonik klonik, disertai hilang kesadaran.
2. Kedaan tidak sadar
Kondisi ini dapat dinilai melalui pemeriksaan kesadaran menggunakan skor
Glasglow.
Langkah 2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan anamnesis:
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. Reno
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 36 tahun
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluhan Utama : pingsan
Onset : 6 jam yang lalu
Kuantitas : -
Faktor memperingan : -
Gejala penyerta : demam suhu naik turun sejak 10 hari yang lalu,
kejang, lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman
pada perut serta diare ringan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
e. Riwayat Sosial-Ekonomi (RSE)
Riwayat berpergian ke Papua
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Keadaan Umum : lesu dan lemah, tampak anemis
b. Pemeriksaan fisik mata : Pupil isokor RC (+/+) N, Konjunctiva
palpebra anemis, Skera ikterik.
c. Pemeriksaan fisik abdomen : Hepar dan Lien tidak teraba
d. Pemeriksaan fisik thorax : dalam batas normal
e. Pemeriksaan syaraf :
Reflex fisiologis : Reflex patela (+/+) N
Reflex patologis : Reflex babinsky (-), kaku kudik (-)
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan:
Hb : 4,6 g%
GDS : 145 mg %
Sediaan darah tebal/tipis: Ditemukan P. falciparum (+), kepadatan 13.800
Parasit/uL
Langkah 3. Batasan Masalah
Permasalahan pada kasus di atas dibatasi pada keadaan-keadaan abnormal
yang dialami pasien, baik yang ditemukan pada anamnesis seperti mengeluh
panas yang didahului dengan menggigil. Suhu naik turun, napas menjadi cepat,
dan kemudian berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada
tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan serta kejang
dan penurunan kesadaran. Sebelumnya didapatkan riwayat berpergian ke
Papua dan pulang ke Purwokerto akibat sakitnya. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya anemia dan sklera ikterik. Pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan hemoglobin dan P.
falciparum pada apusan darah
Langkah 4. Analisis Masalah
Terdapat beberapa pertanyaan yang timbul pada analisis masalah, seperti:
1. Bagaimanakah mekanisme terjadinya kejang dan faktor-faktor yang
menyebabkan kejang?
2. Apakah hipotesis yang muncul dari info 1 dan 2?
3. Bagaimana mekanisme mengigil?
4. Apa jenis demam yang menyebabkan mengigil?
Jawaban pertanyaan:
1. Mekanisme terjadinya kejang
Kejang merupakan suatu tanda adanya gangguan neurologis. Mekanisme
dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan
pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron
lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh (Kania, 2007) :
1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan
muatan listrik yang berlebihan
2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat
[GABA]
3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan
aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang
Kejang yang terjadi pada malaria serebral merupakan suatu hal yang
sering ditemukan. Banyak pasien kejang mengalami hipoksia dan
hiperkarbia karena adanya hipoventilasi dan risiko terjadinya aspirasi.
Penyebab kejang sendiri belum ditangani secara baik, dan banyak yang
menghubungan dengan demam saat kejang. Gambaran
electroenchephalography yang terlihat pada pasien kejang yaitu adanya
kerusakan pada daerah temporoparietal yang diduga karena iskemik dan
hipoksia. Kejang terjadi karena adanya infeksi eritrosis dan toksin yang
dikeluarkan oleh parasit (Idro et al., 2005).
2. Hipotesis sementara
a. Anamnesis:
i. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)1. Gejala memperberat?
2. Gejala memperingan?
3. Progresifitas?
4. Kronologis?
5. Type demamnya seperti apa?
6. Kejangnya seperti apa? Berapa lama?? Kejang dulu baru
penurunan kesadaran atau bagaimana?
7. Gejala penyerta lainnya?
ii. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
1. Punya Hipertensi?
2. Alergi?
3. Pengobatan yang sedang di jalani?
4. Riwayat transfuse darah?
5. Pernah mengalami hal yang sama atau tidak?
iii. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
1. Ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama atau tidak? Ada
keluarga yang memiliki hipertensi? Stroke?
iv. Riwayat Sosial dan Ekonomi (RSE)
1. Pekerjaan?
2. Hobbi?
3. Sanitasi Lingkungan rumah dan sekitarnya?
4. Ada tetangga atau anggota yang satu rumah yang mengalami hal
yang sama?
5. Ada riwayat bepergian ke daeran endemic (malaria misalnya)?
3. Mekanisme mengigil
Gigitan nyamuk Anopheles sporozoit ada di dalam sirkulasi
mekanisme pertahanan tubuh demam sporozoit plasmodium
menginfeksi sel hepar berkembang biak di dalam sel hepar keluar
dari sel hepar dalam bentuk merozoit parasitemia mekanisme
pertahanan tubuh demam sudah sampai fase menggigil parasit
didalam darah hancur karena pertahanan tubuh parasit yang lolos
menginvasi sel darah merah berkembang biak di dalam sel darah merah
tidak menimbulkan mekanisme pertahanan tubuh demam turun
parasitemia panas kembali
4. Jenis demam yang menyebabkan menggigil
Demam yang peningkatan suhunya tidak terlalu signifikan seperti pada
infeksi bakteri
Langkah 5. Sasaran Belajar
1. Ikterik
Penyebab ikterik
a. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau
intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik
menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih.
Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp.,
dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2006), bilirubin yang
tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi
peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses
menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus
pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira
grippotyphosa.
b. Ikterus hepatic
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan
dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin
terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel
hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang
berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan
konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2006).
c. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya
penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di
dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui
ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses
terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat
berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang
disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan
inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
2. Anemia normositik normokromik
Pada Malaria ditemukan adanya anemia normositik normokromik. Yang
merupakan bagian dari anemia hemolitik yaitu anemia defisiensi jumlah sel
darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah.
BAB III
DIAGNOSIS KERJA
MALARIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI MALARIA SEREBRAL
DAN ANEMIA BERAT
A. DEFINISI
Malaria cerebral adalah sudatu akut ensefalopati yang menurut WHO,
mendefinisikan malaria serebral menuhi 3 kriteria, yaitu koma yang tidak dapat
dibangunkan atau koma yang menetap lebih dari 30 menit setelah kejang,
disertai adanya P.falsifarum yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari
akut enselalopati telah disingkirkan.
B. ETIOLOGI
Malaria disebabkan oleh Protozoa (parasit darah) [bukan bakteri atau virus]
bernama Plasmodium sp. (P. Falciparum, P. Vivax, P. Ovale, and P. Malariae) ,
yang dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan
menghancurkan sel-sel darah merah. Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk
Anopheles, yang kalau menghisap darah orang sakit, dapat menularkannya
ketika menghisap darah orang lain. Di dalam badan si nyamuk, parasitnya
berkembang selama seminggu. Jadi kalau keluarga kita ada yang terkena
malaria, dan si nyamuk masih di berkeliaran di situ, bisa jadi kita digigit oleh
nyamuk yang sama, kita bisa kena Malaria juga (Hadidjaja, 2008).
Inkubasi penyakit
Gejala penyakit ini (flu, menggigil, demam, pusing, pegel-pegel, lemas) bisa
muncul 10 hari sampai 4 minggu kemudian. Periode panas-menggigil sesuai
dengan siklus hidup parasit malarianya.Demam malaria khas sekali, mula-mula
menggigil 20 – 60 menit (cold stage), diikuti dengan hot stage, panas dengan
suhu 40°C - 41.7°C selama 3 - 8 jam, lalu wet stage atau berkeringat. Masa
tunas / inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
Setelah masa tunas, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan
menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak,
pusing, mual, kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita
merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala
seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang.
Penghancuran sel-sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi anemis,
hati dan limpa membesar, sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah
dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang sangat sensitif terhadap
kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya (Natadisastra, 2009).
C. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, sekitar 2 juta kematian per tahun di seluruh dunia karena infeksi
Plasmodium. Sebagian besar terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun di negara-
negara Afrika sub-Sahara. Ada sekitar 400 juta kasus baru per tahun di seluruh
dunia. Di Amerika, kebanyakan orang didiagnosis terinfeksi malaria yang
diperoleh dari luar negeri, biasanya ketika tinggal atau melakukan perjalanan
melalui daerah dimana merupakan kawasam endemik penyakit malaria.
Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan utama di banyak daerah tropis
dan subtropis. Diperkirakan bahwa ada 300-500 juta kasus malaria setiap
tahun, dan lebih dari 1 juta orang meninggal. Ini menyajikan bahaya penyakit
utama bagi wisatawan untuk iklim hangat. Di beberapa wilayah di dunia,
nyamuk yang membawa malaria telah mengembangkan resistensi terhadap
insektisida, sedangkan parasit telah mengembangkan resistensi terhadap
antibiotik. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan baik tingkat
infeksi dan penyebaran penyakit malaria ini
Survei kesehatan rumah tangga ( 2001)
1. Insiden : 15 juta kasus
2. mortalitas : 38 ribu
3. Endemisitas : 338 / 484 kabupaten/kota, 70 % populasi
D.
MORFOLOGI
TAHUNAPI (%)
AMI (%)
MR (%)
2005 0,95 24,75 0,922006 0,19 23,98 0,422007 19,67 0,22008 0,16 17,7
Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae
dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu
hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.
Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.
Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
1. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah
bervariasi. Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.
2. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar),
bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.
b. Stadium Sizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :
1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi)
singkat sekali.
2. Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah
dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).
Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak
mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu
jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon.
3. Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari
darah organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.
4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus
dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum
pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling
lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya
gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien
terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung
gametosit.
2. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat
dibedakan demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan
species Falciparum (Biggs, 2001)
E. SIKLUS HIDUP
Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang
mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Penting disadari
bahwa bagi sebagian spesies vektornya mungkin bukan nyamuk.
Nyamuk dalam genus Culex, Anopheles, Culiceta, Mansonia dan
Aedes mungkin bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi
malaria manusia (>100 spesies) semuanya tergolong dalam genus Anopheles.
Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus
hidup Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari
genus Culex.
Sporozoit berpindah ke hati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi
sporozoit Plasmodium dalam hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit,
parasit berkembang biak menjadi ribuan merozoit, yang kemudian
menyerang sel darah merah.
Di sini parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk trofozoit dewasa. Pada
tahap skizon, parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru,
yang meninggalkan sel darah merah dan bergerak melalui saluran darah untuk
menembus sel darah merah baru. Kebanyakan merozoit mengulangi siklus ini
secara terus-menerus, tetapi sebagian merozoit berubah menjadi bentuk jantan
atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang kemudiannya diambil oleh
nyamuk betina.
Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan
satu sama lain, membentuk zigot motil yang dikenal sebagaiookinet. Ookinet
menembus dan lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada
membran perut luar. Di sini mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan
sejumlah besar sporozoit halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke kelenjar
liur nyamuk, di mana ia dicucuk masuk ke dalam darah inang kedua yang
digigit nyamuk. Sporozoit bergerak ke hati di mana mereka mengulangi siklus
ini.
Dalam beberapa spesies jaringan selain hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini
tidak berlaku pada spesies yang menyerang manusia.
F. PATOGENESIS
Patogenesis dari penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum :
1. Cytoadherence
Parasit dalam eritrosit mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24
jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan P-RBC stadium
cincin akan menampilkan antigen Ring-Erytrocyte Surface Antigen
(RESA) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur.
Permukaan membran P-RBC stadium matur akan mengalami penonjolan
dan membentuk knob dengan Histidin Rich- Protein-1 (HRP-1). Molekul
adhesif pada permukaan knob P-RBC yaitu Plasmodium falciparum
Erythrocyte Membran Protein-1 (PfEMP-1) akan melekat dengan molekul
adhesif pada permukaan endotel vaskular yang berupa CD36,
trombospondin, intercellular-adhesion molecule -1 (ICAM-1), vascular
cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), endothel leucocyte adhesion
molecule-1 (ELAM-1) danglycosaminoglycan chondroitin sulfate A.
Perlekatan P-RBC pada permukaan endotel vaskuler inilah yang disebut
cytoadherence. PfEMP merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik
oleh sekelompok gen yang berada dipermukaan knob. Kelompok gen ini
disebut gen VAR. Gen ini mempunyai kapasitas variasi antigenik yang
sangat besar.
Gambar. Perlekatan P-RBC pada permukaan endotel vaskuler
(cytodherence)
2. Sekuestrasi
Cytoadherence menyebabkan P-RBC matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. P-RBC yang berada di jaringan mikrovaskular ini disebut P-RBC
yang mengalami sekuestrasi. Hanya Plasmodium falciparum yang
mengalami sekuestrasi. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terjadi di otak,
diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus dan kulit.
3. Rosetting
Rosetting adalah berkelompoknya P-RBC matur yang diselubungi 10 atau
lebih eritrosit non-parasit. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah
lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya
cytoadherence.
4. Sitokin
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain
TNF-α, IL-1, IL-6, IL-3, LT, dan INF-γ. TNF-α
menyebabkan peningkatan molekul adhesi endotel ICAM-1, VCAM- 1, dll
dan juga meningkatkan IL-1 dan IL-6. Selain itu, aktivasi TNF-α juga
dapat meningkatkan jumlah TNF-α itu sendiri (Harijanto, 2007).
G. KLASIFIKASI
1. Malaria tropika (Plasmodium falcifarum)Malaria tropikal/falcifarum merupakan bentuk yang pling berat, ditandai
dengan panas ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi menacapi 9-14. Malaria tropika menyerang
semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh plasmodium falciparum.
Palsmodium ini berupa ring/cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter
eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memilik 2
kromatin inti (double cromatin).
Malaria falcifarum dikelompokkan atas dua kelompok yaitu malaria
falciparum tanpa komplikasi yang digolongkan sebagai malaria ringan
adalah penyakit malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum
dengan tanda klinis demam,sakit kepala, mengigil dan mual tanpa disertai
kelainan fungsi organ. Sedangkan malaria dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat menurut WHO didefinisikan sebagai
plasmodium falciparum stadium asekasual dengan satu atau lebih
komplikasi.
Plasmodium falciparum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
plasmodium falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
banyak mengandung parsit yang banayak menghasilkan tonjolan untuk
melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi
trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering lebih berat dari infeksi
lainnya dengan angka komplikasi tinggi (malaria serebral ,gangguan
gastrointestinal,algid malaria, black water fever)
2. Malaria kwartana ( Plasmodium malariae)
Plasmodium malarie mempunyai topozoit yang serupa dengan vivax lebih
kecil dan sitoplasmanya lebih/lebih biru. Tropozoit matur mempunyai
granul coklat dan sampai hitam dan kadang-kadangmengumpul sampai
bentuk pita. Skizon plasmodium malaria mepunyai 8-10 yang tersusun
seperti kelopak bunga/rossete. Bentuka gametosit sangat mirip dengan
plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri
pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa dan malaise umum.
Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi sindrom nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lain. Pada pemeriksaan dapata ditemukan
edem, asites, proteinuria,hipoproteinemia tanpa uremia dan hipertensi.
3. Malaria ovale (Plasmodium ovale)
Malaria ovale (plasmodium ovale) miprip dengan plasmodium malaria,
skizonnya mempunyai 8 merozit dengan masa hitam ditengah.
Karakterisitiknya dapat dipakai untuk identifikasi eritrosit yang terinfeksi
plasmodium ovale biasnya oval,ireguler dan febriated. Malaria ovale
merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria yang disebabkan
plasmodium ovale. Masa inkubasinya 11-16 hari walaupun periode laten
sampai 4 tahun.serangan paroksismal sampai 3-4 hari dan jarang terjadi 10
kali walaupun tanpa terapi dan terjadi malam hari.
4. Malaria Tersiana (plasmodium vivax)
Malaria tersiana (plasmodium vivax) biasnya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip
dengan plasmodin falcifarum namun seiring dengan maturasi, Tropozoit
vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri 12-24 meozoit dan pigmen
kuning. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit ,
kromatinin eksentris,pigmen kuning. Gejala malaria ini secara periodik 48
jam dan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4
hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam (Soedarmo, dkk. 2009).
H. PENCEGAHAN
1. Berbasis Masyarakat
a. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu
ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan,
diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal untuk
mengurangitempat sarang nyamuk (pembertantasan sarang
nyamuk,PSN). Kegiatan ini meliputi menghilangkangenangan air
kotor, di antaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau
mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagai
tempat air tergenang.
b. Menemukan dan mngobati penderita sendiri mungkin akan sangat
membantu mencegah penularan.
c. Melakukan penyemprotan melaluikajian mendalam tentang bionomik
anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang, dan
resistensi terhadap insektisida.
2. Berbasis Pribadi
a. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain
i. Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa
keluar, sebaiknya mengenakan kemeja dan celana panjang
berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap.
ii. Mengggunakan repelan yang mengandung dimetiftalat atau zat
antinyamuk lainnya.
iii. Membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan
memasang kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela.
iv. Menggunakan kelambu yang mengandung insektisida obat
nyamuk atau menggunakan obat nyamuk bakar.
b. Pengobatan profilaksisbila akan memasuki daerah endemik
meliputi:
i. Pada daerah di mana plasmodiumnya masih senstif teradap
klorokuin, diberikan klorokuin 300 m basa atau 500 mg
klorokuin fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1
tablet,dimulai 1 minggu sebelum masuk daerah sampai 4
minggu setelah meninggalkan tempat tersebut.
ii. Pada daerah dengan resistensi klorokuin, pasien memerlukan
pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5
mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 100 mg/hari atau
sulfadoksin 500 mg/pirimetamin 25 mg (suldox®) , 3 tablet
sekali minum.
c. Pencegahan dan pengobatan malariapada wanita hamil, meliputi:
i. Klorokuin, bukan kontraindikasi.
ii. Profilaksis dnegan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan
proguanil 3 mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitif
klorokuin.
iii. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan keempat
kehamilan untuk daerah di mana plasmodiumnya resisten
terhadap klorokuin.
iv. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.
d. Informasi tentang donor darah.
Calon donor yang datang ke daerah endemik dan berasal dari
daerah nonendemik serta tidak menunjukkan keluhan dan gejala
klinis malaria, boleh mendonorkan darahnya selama 6 bulan sejak
dia malaria dan telat menetapkan di daerah itu 6 bulan atau lebih
serta tidak menunjukkan gejala klinis, maka diperbolehkan menjadi
donor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa donor
dari daerah endemik malaria merupakan sumber infeksi.
I. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Apabila didapatkan;
1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau
tanpa gejala neurologis lain, sedangkan kemunkinan penyebab lain telah
disingkirikan
4. Sakit kepala, gangguan mental, nyeri tengkuk, kaku otot dan kejang
umum.
5. Sering dijumpai hepatosplenomegali
6. Ditemukan P. Falcifarum pada pemeriksaan darah tebal maupun tipis.
7. Tidak ditemukan infeksi lain.
8. Hipoglikemi, hiponatremia, dan hipofosfatemia.
9. Pemeriksaan CT-scan dan MRI didapatkan edema cerebri
Pada penyakit malaria ini, mempunyai trias malaria, yaitu:
1. Demam
2. Menggigil
3. Berkeringat.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Mikroskopis.
Pemeriksaan ini melipuit pemeriksaan darah yang menurut teknis
pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah)
tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit
malaria dalam darah.Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis
plasmodium dan stadiumnya (P.falciparum, P.vivax, P.ovale,
tropozoit, skizon, dan gametosit) serta kepadatan parasitnya.
Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kualitatif
dan kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit
dalam LPB (lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai berikut:
(-) : SDr negative (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++): SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)
b. Tes diagnostic cepat (RDT, rapid diagnostic test)
Seringkali pada KLB, diperlukan tes yang cepat untuk dapat
menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini
mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara
imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai
kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi
lemah dalam hal spesifisitas dan sensitivitasnya.
c. Pungsi LCS bilamana perlu.
d. Analisis Gas Darah
Untuk menilai adanya komplikasi terutama berkaitan dengan
pernafasan, paru, ginjal, academia.
2. Pemeriksaan Penunjang lainnya
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,
eritrosit, dan trombosit. Bias juga dilakukan pemeriksaan kimia darah
(gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto
toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.
K. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Malaria berat terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Pengobatan suportif
1. Pemberian cairan dan elektrolit seta oksigenasi
2. Bila suhu 40 derajat celcius diberikan komplres dingin intensif,
antipirekrik seperti parasetamol setiap 4 jam.
3. Jika tedapat kejang diberikan diazepam 10-20mg iv diberiakan secara
berlahan atau phenoforital 100mg um/ kali diberikan 2 kali sehari.
b. Pengobatan spesifik dengan anti malaria
1. Artemisin
Golongan artemisin merupakan pilihan pertama malaria berat. Sedian
yang digunakan diantaranya Artemether dosis 3,2mg/kgbb/hari im
pada hari pertama. Kemudian dilanjutkan dengan dosis 160
mg/kgbb/hari selama 4 hari. Dilanjutkan dengan kombinasi peroral.
Selain itu, artesunate 2,4 mg/Kgbb IV pada waktu masuk, jam ke-12,
dan jam ke-24. Selanjutnya setiap hari sekali sampai penderita dapat
minum obat secara oral. Pilihan obat peroral diantanya Artesunate
dengan amodiaquin selama 3 hari atau Kuinin dengan
Tetrasiklin/doksisiklin/Klindamisin selama 7 hari.
2. Transfusi ganti
Transfusi ganti dapat menurunkan secara cepat keadaan parasitemia.
Tindakan ini berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit,
menurunkan toksin hasil parasit dan metabolismenya serta
memperbaiki keadaan anemia. Indikasi transfusi parasitemia > 30%
tanpa komplikasi berat, Parasitemia >10% dengan komplikasi berat
(malaria serebral, ikterik, GGA, dan anemia berat), Parasitemia >10%
dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam setelah pemebrian
antimalaria yang optimal.
c. Pengobatan komplikasi
1. Hemodialisa dilakukan pada pasien gagal ginjal akut
2. Bila terjadi hipoglkemi berikan suntik 50 ml dekstrose 40% iv
dipantau setiap 4-6 jam
3. Jaga jalan nafas pada penderita koma
4. Posisikan pasien setengah duduk, berikan oksigen, diuretic
5. Jangan menggunakan kortikostreoid, heparin, dan adrenalin pada
pasien koma
L. KOMPLIKASI
Komplikasi Malaria Berat
1. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut disebabkan oleh anoksia yang disebabkan penurunan
aliran darah ke ginjalakibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular akibat
sekuestrasi, sitoadheren, dan resetting.
2. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Kelainan hati disebabkan oleh sekuestrasi dan sidoadheren yang
menyebabkan obstruksi mikrovaskular.
3. Edema paru
Peningkatan TNF alpha dapat menyebabkan hiperpermeabilitas kapiler
dan atau kelebihan cairan
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi terjadi dikarenakan malnutrisi, gangguan aliran darah ke
splanicus, meningkatnya metabolism glukosa di jaringan, sitokin yang
mengganggu glukoneogenesis, dan hiperinsulinemia yang terjadi karena
pengobatan quinine (Zulkarnain & Setiawan, 2006)
M. PROGNOSIS
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosis, ketepatan dan
kecepatan pengobatan. Pada malaria berat yang penangganannya tidak cepat
dan tepat, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20%
dan pada kehamilan meningkat 50%. Pada malaria berat kegagalan fungsi
organ dapat terjadi terutama organ-organ vital. Prognosis malaria berat dengan
kegagalan satu fungsi organ lebih baik dari pada kegagalan 2 fungsi organ.
Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ aadalah >50% dan mortalitas pada
kegagalan 4 fungsi organ adalah >75%. (Zulkarnain, 2006)
BAB IV
KESIMPULAN
Diagnosis kerja dari pasien yang dijelaskan pada kasus PBL 4 kali ini adalah
malaria berat dengan komplikasi malaria serebral dan anemia berat. Hal ini dilihat
dari informasi yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada malaria berat memerlukan kecepatan, ketepatan diagnosis dan
penatalaksanaan. Jika tidak cepat dan tepat dalam penanganan sehingga tejadi
kerusakan system organ-organ vital maka prognosisnya menjadi buruk dan dapat
menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, B. A. dan Brown, G. V.,2001. Malaria. Dalam: Principles and Practice
of Clinical Parasitology. New York, John Wiley & Son.
Hadidjaja, Pinardi. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI
Harijanto, P. N. 2007. Malaria. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat .
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp: 1732- 1744.
Idro, Richard; Neil E Jenkins; Charles R J C Newton. 2005. Pathogenesis,
Clinical Features and Neurological Outcome of Cerebral Malaria.
Diakses dari
http://www.anteroperalta.info/contenidos/Infecciosas/Pathogenesis_clinica
l%20features_neurological_outcome_cerebral_malaria.pdf pada tanggal 7
Oktober 2011
Kania, Nia. 2007.Kejang pada Anak. Diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.
pdf pada tanggal 5 Oktober 2011
Natadisastra, Djaenudiin. 2009. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ
tubuh yang diserang. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Silbernagl, Stefan. 2000.Color Atlas Pathophysiology. Thieme :New York
Soedarmo, dkk. 2009. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Widoyono.2008.Penyakit Tropis.Epidemiologi, Penulran, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta.
Zulkarnain, Iskandar. 2006. Malaria Berat dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : FKUI.