kelompok 7

47
SKENARIO A BLOK 18 Mrs. Lestari’s Baby A male baby was born at Moh. Hoesin Hospital from a 16 years old women. Her mother, Mrs. Lestari was hospitalized at Moh. Hoesin Hospital due to uterine contraction. It was her first pregnancy. She forgot when her first day of last period, but she thought that her pregnancy was about 8 months. Six hours after admitted, she delivered her baby spontaneously. The labor process was 30 minutes, and ruptured of membrane was one hour before delivery. The baby was not cried spontaneously after birth, but grunting and his whole body was cyanosis. APGAR scoreat 1 minutes was 4 and 5 minutes was 8. On physical examination: Body weight was 1300 grams, body length was 40 cm, and head circumference was 30 sm. The muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lanugo over the body and plantar creases 1/3 anterior. At 10 minutesof age, he still had grunting, chest indrawing and cyanosis of the whole body. I. KLARIFIKASI ISTILAH 1.Uterine contraction : kontraksi uterus saat melahirkan 2.APGAR score : ungkapan tentang keadaan bayi dalam angka (biasanya dinilai 6 menit pertama setelah lahir 3.Lanugo : rambut halus pada tubuh fetus 4.Grunting : merintih/ merengek

Upload: kmardhiyah

Post on 07-Dec-2014

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tutorial

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 7

SKENARIO A BLOK 18

Mrs. Lestari’s Baby

A male baby was born at Moh. Hoesin Hospital from a 16 years old women. Her mother, Mrs.

Lestari was hospitalized at Moh. Hoesin Hospital due to uterine contraction. It was her first

pregnancy. She forgot when her first day of last period, but she thought that her pregnancy was

about 8 months. Six hours after admitted, she delivered her baby spontaneously. The labor

process was 30 minutes, and ruptured of membrane was one hour before delivery. The baby was

not cried spontaneously after birth, but grunting and his whole body was cyanosis. APGAR

scoreat 1 minutes was 4 and 5 minutes was 8.

On physical examination:

Body weight was 1300 grams, body length was 40 cm, and head circumference was 30 sm. The

muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lanugo over

the body and plantar creases 1/3 anterior. At 10 minutesof age, he still had grunting, chest

indrawing and cyanosis of the whole body.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Uterine contraction : kontraksi uterus saat melahirkan

2. APGAR score : ungkapan tentang keadaan bayi dalam angka (biasanya

dinilai 6 menit pertama setelah lahir

3. Lanugo : rambut halus pada tubuh fetus

4. Grunting : merintih/ merengek

5. Cyanosis : diskolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa

akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi yang berlebihan

dalam darah.

6. Chest indrawing : retraksi otot dada

7. Plantar creases 1/3 anterior : garis atau cekungan pada 1/3 kaki anterior

8. Cried spontaneously : menangis langsung setelah lahir

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mrs. Lestari (16 tahun) melahirkan anak pertamanya yaitu laki-laki, dia lupa HPHTnya

namun dia memperkirakan usia kehamilannya adalah 8 bulan

2. Riwayat persalinan:

Setelah 6 jam masuk rumah RMSH: melahirkan secara spontan

Page 2: Kelompok 7

Proses kelahiran : 30 menit

Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan

3. Bayinya tidak menangis spontan setelah lahir, tetapi merintih dan sianosis pada

tubuhnya

4. APGAR score 1 menit pertama 4, 5 menit setelahnya 8

5. Pemeriksaan fisik

BB 1300 grams, PB 40cm, lingklar kepala 30 cm. tonus otot menurun, sedikit flexi pada

tungkai, kulit tipis,banyak lanugo pada tubuhnya, garis pada plantar 1/3 dari anterior. 10

menit setelah kelahiran, bayi tersebut merintih, ada retraksi pada dada dan sianosis pada

seluruh tubuh.

III. ANALISIS MASALAH

1. Apa resiko dari melahirkan pada usia 16 tahun dan primigravida terhadap ibu dan anak?

Dampak primigravida dengan usia muda <20 tahun: komplikasi persalinan dan

prenatal, antaralain peningkatan kejadian BBLR, asfiksia, persalinan preterm, lahir

mati, persalinan pervaginam dengan bantuan instrument

Dampak primigravida dengan usia tua >35 tahun: komplikasi maternal dan

perinatal, antara lain perdarahan postpartum, persalinan dengan bedah sesar,

kelahiran premature, BBLR, kelahiran mati, malformasi congenital, dan nilai

APGAR skor rendah

Umur ibu < 20 tahun Umur ibu 20-34 tahun Umur ibu >35 tahun

BBLR

Lahir pervaginam

Asfiksia neonatorum

Kematian perinatal

Cara persalinan bedah

sesar, ekstraksi vacuum,

spontan

Perdarahan post partum

Disproporsi sepalopelvik

Preeklamsi

Kematian maternal

Diabetes gestational

Asfiksia neonatorum

2. Bagaimana menghitung usia gestasi jika tidak diketahui HPHTnya?

Dibedakan berdasarkan kondisinya, yaitu:

Belum lahir:

a. Hari pertama haid terakhir

Dihitung berdasarkan rumus Naegele, yakni (hari+7), (bulan–3), (tahun+1).

Catatan:

Page 3: Kelompok 7

Rumus ini hanya bisa diterapkan pada wanita yang daur haidnya teratur, yakni

antara 28-30 hari.

Perkiraan tanggal persalinan sering meleset antara 7 hari sebelum atau

setelahnya. Hanya sekitar 5% bayi yang akan lahir sesuai perhitungan ini.

Untuk mengurangi kemungkinan terlalu melesetnya perhitungan pada wanita

yang daur haidnya pendek, akan ditambahkan beberapa hari dari hari-H. Sedang

yang daur haidnya panjang, akan dikurangi beberapa hari.

Untuk bulan yang tidak bisa dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret,

maka bulannya ditambah 9, tapi tahunnya tetap.

b. Gerakan janin

Pada kehamilan pertama, gerakan janin mulai terasa sesudah usia kehamilan 18-

20 minggu.

Pada kehamilan ke-2 dan seterusnya, gerakan janin sudah terasa pada usia

kehamilan 16-18 minggu.

Memasuki trimester ke-3 usia kehamilan, gerakan janin akan semakin kuat dan

sering. Namun, tak jarang janin justru kurang aktif bergerak.

Catatan: Perkiraan ini dilakukan bila lupa hari pertama haid terakhir.

c. Tinggi fundus uteri

Di sini, usia kehamilan dihitung dengan 3 cara yang dimulai dari simfisis pubis.

Memakai satuan cm

Bila jarak dari simfisis pubis sampai fundus uteri sekitar 28 cm berarti usia

kehamilan sudah mencapai 28 minggu.

Tinggi maksimal fundus uteri adalah 36 cm, dan ini menunjukkan usia kehamilan

36 minggu.

Catatan: Ukuran ini tidak akan bertambah lagi, meski usia kehamilan mencapai

40 minggu. Kalaupun tingginya bertambah, kemungkinan bayi besar, kembar,

atau cairan tubuh berlebih.

d. Menggunakan 2 jari tangan

Jika jarak antara simfisis pubis dengan fundus uteri masih di bawah umbilikus,

setiap penambahan 2 jari berarti penambahan usia kehamilan sebanyak 2

minggu.

Bila jarak tadi sudah di atas umbilikus, setiap penambahan 2 jari sama dengan

bertambahnya usia kehamilan 4 minggu.

Membandingkan tinggi fundus uteri dan tinggi umbilikus

Page 4: Kelompok 7

Bila tingginya sama, ini berarti usia kehamilan mencapai 5 bulan.

Tinggi fundus uteri yang melewati umbilikus dan hampir di tengah-tengah dada

menunjukkan usia kehamilan sudah sekitar 7 bulan.

Jika tinggi fundus uteri sudah mencapai dada, dapat dipastikan usia kehamilan 9

bulan.

Catatan: Cara ini agak sulit dilakukan pada wanita yang bertubuh gemuk.

e. Ultrasonografi

USG dapat menentukan usia kehamilan dan memperkirakan waktu kelahiran. USG

sering digunakan untuk melengkapi kepastian usia kehamilan dengan tingkat

akurasinya tinggi, yakni sekitar 95%.

Setelah lahir:

penilaian ukuran antropometri

1. BB lahir

2. “crown heel length”, lingkar kepala, diameter oksipito-frontal, diameter

biparietal dan panjang badan

rumus :

Y : masa gestasi

X : lingkar kepala

Pada kasus: Y = 11,03 + 7,75 (30cm) = 243,53 = kurang lebih 34 minggu

pemeriksaan radiologis : dengan meneliti pusat epifisis

“motor conduction velocity” : dengan mengukur “motor conduction velocity” dari

nervus ulnaris

pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)

Ballard’s score

Pada kasus: jika diperkirakan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34

minggu maka skor yang diperoleh berdasarkan Ballard’s score adalah 26

Y = 11,03 + 7,75X

Page 5: Kelompok 7

penilaian karakteristik fisik.

Kriteria eksternal : bentuk puting susu, ukuran mammae, lingkar kepala,

transparansi kulit, membran pupil, genitalia eksterna, kuku dan tulang rawan

telinga.

3. Apa dampak dari preterm?

Dampak pada janin: kematian janin, gawat janin

Page 6: Kelompok 7

Neonatus: RDS, perdarahan intracranial, trauma persalinan, sepsis, gangguan

neurologis, kelainan kongenital

4. Bagaimana interpretasi dari riwayat persalinan Mrs. Lestari?

Setelah 6 jam masuk rumah RMSH: melahirkan secara spontan (melahirkan secara

normal)

Usia kehamilan tidak diketahui secara pasti, Mrs. Lestari memperkirakan usia

kehamilannya sekitar 8 bulan, berdasarkan rumus

Didapatkan perkiraan usia kehamilan mrs. Lestari adalah 34 minggu, maka

persalinan yang berlangsung adalah preterm (<37 minggu)

Proses kelahiran : 30 menit

Pada primigravida normalnya berlangsung 1-2 jam, pada kasus proses persalinan

berlangsung lebih cepat dari fisiologisnya

Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan: normal

5. Apa saja penyebab dan mekanisme bayi tidak menangis spontan?

Bayi tidak menangis spontan mengindikasikan terjadinya kegagalan pengembangan

paru untuk melakukan respirasi pertama kali setelah lahir, hal ini disebabkan karena

bayi lahir premature.

Fisiologisnya, ketika bayi bernafas untuk pertama kali setelah lahir, bayi merasakan

sakit sehingga bayi nangis spontan

6. Apa saja penyebab dan mekanisme bayi merintih?

Bayi premature surfactant <<< tegangan permukaan tinggi dan gagalnya

pertahanan stabilitas alveolar alveolar kolaps dan volume residu menurun

butuh tekanan pada dinding dada yang lebih tinggi meningkatkan usaha

untuk bernafas grunting

7. Apa saja penyebab dan mekanisme sianosis?

Sianosis adalah suatu keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna kebiruan

akibat penumpukan deoksihemoglobin pada pembuluh darah kecil pada area tersebut.

Beberapa kelainan jantung kongenital yang dapat menyebabkan sianosis yaitu:

Koartasio aorta

Stenosis katup pulmonal

Y = 11,03 + 7,75X

Page 7: Kelompok 7

Anomali Ebstein

Sindrim jantung kiri hipoplastik

Kelainan pada lengkung aorta

Atresia pulmonal

Stenosis pulmonal dengan ASD/VSD

Tetralogi Fallot

TGA (transposition of the great vessels)

Atresia katup trikuspid

Trunkus arteriosus

Penyebab lain dari sianosis selain akibat kelainan katup jantung yaitu:

Pajanan terhadap bahan kimia

Penyakit genetik, seperti sindrom Down, trisomi 13, sindrom Turner, sindrom

Marfan, sindrom Noonan, dan sindrom Ellis-van Creveld

Infeksi selama masa kehamilan

Penyakit diabetes tidak terkontrol selama masa kehamilan

Penggunaan obat-obatan selama masa kehamilan

Penyakit paru

Abnormalitas hemoglobin (methemoglobin atau sulfhemoglobin)

Dehidrasi

Hipoglisemi

Mekanisme :

<<surfaktan kolaps paru-paru dispnea << saturasi O2 deoksihemoglobin

sianosis

8. Apa interpretasi APGAR score dan bagaimana cara menilainya?

Makna klinis skor APGAR

APGAR Score

Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel

(pernafasan, frek. Jantung, warna kulit, tonus otot & iritabilitas reflek)

Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)

Dilakukan pada :

Page 8: Kelompok 7

1 menit kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi terhadap

perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine atau untuk menilai

keadaan fisiologis bayi baru lahir.

Menit ke-5, untuk menilai keberhasilan tindakan resusitasi yang dilakukan serta

sebagai penentu prognosis.

Menit ke-10. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa

mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis. Penilaian dapat

dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi

Skor APGAR pada Kasus :

APGAR score 1 menit 4

APGAR score 5 menit 8

Berikut keterangan mengenai skor APGAR dan interpretasinya secara umum:

Kriteria 0 1 2

Activity

(tonus otot)

Lumpuh Fleksi tungkai atas

dan bawah

Gerakan aktif

Pulse

(denyut

jantung)

Tidak ada < 100x/min > 100x/min

Grimace

(refleks

iritabilitas)

Tidak ada respon Meringis Bersin atau

batuk, menjauh

saat saluran

napas

distimulasi

Appearance

(warna kulit)

Biru - abu-abu

atau pucat di

seluruh tubuh

Badan merah, kaki

dan tangan biru

Seluruh tubuh

dan anggota

gerak merah

Respiration

(pernapasan)

Tidak bernapas Menangis lemah;

terdengar seperti

merengek atau

mendengkur; Lambat,

ireguler

Baik, menangis

kuat

Asfiksia Sedang

Page 9: Kelompok 7

*Penilaian pada satu menit pertama:

a. total nilai 7 - 10 : bayi dalam kondisi baik (bugar)

b. total nilai 4-6 : bayi mengalami sesak nafas (asfiksia) ringan - sedang

c. total nilai < 4 : bayi asfiksia berat.

*Penilaian 5 menit kemudian gunanya untuk menilai keberhasilan resusitasi terhadap

bayi dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi

dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian

skor Apgar). Nilai APGAR yang jelek pada lima menit akan menghasilkan kematian

bayi atau komplikasi syaraf pada bayi seperti cerebral palsy.

9. Apa saja diagnosis banding untuk kasus ini?

Hialin

membrane

disease

TTN PDA Pneumonia

aspiration

Meconium

aspiration

Grunting + + - - (wheezing) -

Cyanosis + - + + +

Breathing

problem

+ + + + +

Premature

baby

+ -/+ + - -

10. Apa interpretasi pemeriksaan fisik?

BB 1300 grams, PB 40cm, lingklar kepala 30 cm.

Perkiraan usia kehamilan Mrs. Lestari 34 minggu

BB, PB, dan Lingkar kepala pada kasus dinilai menggunakan kurva, sbb:

- BB : < 10th sentil

- PB : < 10th sentil

- Lingkar kepala : 25th sentil

Interpretasinya: small for gestational age (SGA) / KMK

tonus otot menurun, sedikit flexi pada tungkai, kulit tipis

1. Tonus otot lemah

Page 10: Kelompok 7

normal: mampu melakukan gerakan aktif

interpretasi: terdapat keterbatasan gerakan

mekanisme: preterm paru belum sempurna bayi berusaha memenuhi

kebutuhan oksigennya energy yg dibutuhkan banyak cadangan energy

bayi akan makin berkurang tonus otot melemah.

2. Flexi ekstremitas kurang

normal: mampu memflexikan sampai mencapai sudut terkecilnya

interpretasi: menunjukan bahwa makin aterm, makin kecil sudut yang bisa

dibentuk.

mekanisme: perkembangan motorik terjadi dari proksimal ke distal karena

bayi masih preterm Flexi extrimitas kurang

3. Kulit tipis

normal: kulit halus, licin (pada usia 37-38 minggu)

interpretasi: tanda bayi premature

banyak lanugo pada tubuhnya, garis pada plantar 1/3 dari anterior kaki

banyaknya lanugo pada tubuh dan garis pada plantar 1/3 dari kaki merupakan standar

yang dapat dinilai untuk mengetahui usia bayi berdasarkan physical maturity

Ballard’s score.

Pada kasus ini, berdasarkan kondisi bayi Mrs. Lestari adalah belum cukup bulan

untuk lahir (preterm) berdasarkan penilaian Ballard’s score

Interpretasi 10 menit setelah kelahiran : manifestasi klinis dari respiratory distress

syndrome.

Bayi merintih : merupakan upaya dari bayi untuk bernafas (tertutupnya glottis

selama ekspirasi).

Retraksi pada dada : terjadi akibat adanya upaya dari bayi untuk bernafas. Selain itu,

restriksi otot dada juga disebabkan oleh karena adanya kolaps dari paru-paru, serta

tekanan negatif dalam rongga toraks yang menyebabkan otot dada tertarik

Sianosis: kurangnya suplai oksigen .

Mekanisme : <<surfaktan kolaps paru-paru dispnea << saturasi O2

deoksihemoglobin sianosis

11. Apa working diagnosis dan bagaimana cara diagnosis kasus ini?

WD : Bayi Mrs. Lestari laki-laki lahir premature dan BBLSR mengalami Respiratory

Distress Syndrome dengan Asphyxia

Page 11: Kelompok 7

HTD

Preterm: dari anamnesis Mrs. Lestari lupa HPHT, namun dia memperkirakan usia

kehamilannya adalah 8 bulan, berdasarkan rumus

didapatkan kemungkinan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34 minggu (<37

minggu), dan dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan tonus otot, flexi tungkai

yang sedikit, kulit tipis, lanugo diseluruh badan, garis pada 1/3 anterior plantar,

keseluruhan ini mengindikasikan bahwa bayi Mrs. Lestari lahir Preterm

BBLSR: diperkirakan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34 minggu. BB bayi pada

kasus 1300 g (< 1500) dengan perkiraan usia kehamilan tersebut maka

diinterpretasikan sebagai BBLSR

SGA/ KMK

Kemungkinan usia kehamilan : 34 minggu

BB dan PB < 10th sentil dan lingkar kepala 25th sentil

Asfiksia

APGAR score menit pertama adalah 4 : asfiksia sedang

APGAR score menit ke 5 adalah 8 : normal (mengalami perbaikan)

RDS

Pada pemeriksaan fisik, pada 10 menit kelahiran bayi masih grunting, chest

indrawing, dan sianosis (derajat ditentukan dengan menggunakan down score)

Pemeriksaan Penunjang: Glukosa darah, Hb, Diff.count, Ht, pemeriksaan atas indikasi

(foto thorak, ECG, USG)

12. Apa etiologi, faktor resiko dan epidemiologi kasus ini? sintesis

13. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi kasus ini?

Y = 11,03 + 7,75X

Page 12: Kelompok 7

Poorly flexes at limbsThin skinMore lanugoPlantar creases 1/3 anterior

lahir prematur

Saturasi oksigen darah ↓

Paru-paru kollaps

Kuantitas dan kualitas surfaktan belum adekuat Absorbsi cairan paru-paru belum maksimal

sianosis

Sulit bernapas

chest indrawing; grunting

BB 1300g; PB 40cm; lingkar kepala 30cm

14. Apa saja manifestasi klinis pada kasus ini? sintesis

15. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

Pencegahan

Pencegahan prematuritas, termasuk menghindarkan seksio sesaria yang tidakk

perlu atau kurang sesuai waktu

Manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran beresiko tinggi

Ramalan serta kemungkinan pengobatan imaturitas paru dalam uterus

Pemantauan intrauteri pada masa antenatal dan pemantauan intrapartum

Terapi kortikosteroid IM (menunda 48 jam atau lebih kelahiran)

Terapi glukokortikoid prenatal: mengurangi keparahan RDS dan komplikasi

premature lainnya

Pemberian 1 dosis surfactant ke dalam trakea bayi premature segera setelah lahir

atau selama umur 24 jam mengurangi mortalitas RDS.

Page 13: Kelompok 7

Penatalaksanaan

a. Perawatan awal

Kontrol suhu tubuh (Cegah hipotermia)

- Keringkan bayi terlebih dahulu

- Ganti segera handuk yang telah basah dengan handuk kering

- Pasang topi pada kepala bayi

- Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi

dalam inkubator antara 70 – 80%.

Nutrisi dan cairan

- Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari

glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari.

- Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40

kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi.

- Monitor kadar glukosa serum dan segera koreksi jika menurun

Atasi asidosis jika terjadi asidosis

- cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan

natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1

- Jumlah bikarbonat = B.E X BB (kg) X 0,3

b. Tindakan khusus Oksigen : Intra nasal, head box, continous positive airway pressure (CPAV) atau

bisa dengan ventilator

- Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk

mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg

- Oksigen intranasal 1-2 liter/menit dan rangsangan taktil dengan menepuk

telapak kaki atau memijit tendo achilles atau mengusap punggung bayi

- Pada PMH yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan

respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation

(I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan

konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap

menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan

masih sering terjadi asphyxial attact

Pemberian surfaktan

- Dulu dapat diberikan Aminofilin dan kortikosteroid IV pada bayi untuk

membantu pematangan paru.

Page 14: Kelompok 7

- Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan

fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3

- Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan

menyemprotkan ke dalam trakea penderita.

- Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan

amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea. Beberapa jenis

surfaktan endogen yang dapat digunakan yaitu :

ALEC (Pumactant) : 100 mg (1,2 ml) diulang setelah 1 dan 24 jam

Curosurf (Poractant) : 100 mg/kg (1,25 ml/kg) bisa diulang setelah 12

dan 24 jam

Exosurf (Colfosceril) : 67,5 mg/kg (5 ml/kg) diulang setelah 12 dan 24

jam

Survanta (Beractant) : 100 mg/kg (4 ml/kg) diulang tiap 6 jam

c. Pencegahan perdarahan intracranial: Pemberian vitamin K

d. Pemberian antibiotik Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya

infeksi sekunder.

Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-

100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin

(3-5 mg/KgBB/hari).

Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala

gangguan nafas tidak ditemukan lagi.

e. Perawatan bayi BBLR & Prematur: Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu 36,5-37,5°C

Bila bayi <1500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM

Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam setelah

lahir)

Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia

Jenis cairan

BB <2000 gr : dekstrose 7,5% 500cc dan NaCl 15% 6cc

Hari ketiga diberi protein 1gr/kgBB/hari

Dinaikkan perlahan-lahan 1,5gr, 2gr, 2,5gr, 3gr.

Page 15: Kelompok 7

Pemberian ASI tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB<1500gr secara sonde dan

dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1x/hari

dilanjutkan 2-3x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi

dipulangkan.

16. Bagaimana prognosis kasus ini? Dubia

Prognosis baik bergantung pada adanya personel yang berpengalaman dan terampilunit

rumah sakit regional yang dirancang bagian dan disorganisasi secara khusus, peralatan

yang tepat dan tidak ada komplikasi (asfiksia janin dan bayi lahir berat, perdarahan

intracraninial, malformasi congenital yang tidak tepat diperbaiki). Harapan yang ada

pada bayi yang beratnya >1500 gram adalah jauh lebih baik. 80 % dari yang beratnya

<1500 garm tidak mengalami sekuele neurologis atau mental

Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan

bayi RDS yang bertahan hidup adalah sangat baik. Namun, bayi yang berhasil berhasil

bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami

gangguan paru dan perkembangan saraf yang bearti.

17. Apa saja komplikasi kasus ini? sintesis

18. Apa KDU kasus ini? 3 B

IV. HIPOTESIS

“Bayi Mrs. Lestari laki-laki lahir premature dan BBLSR mengalami Respiratory Distress

Syndrome dengan Asphyxia”

V. KERANGKA KONSEP

Bayi laki-laki Mrs. Lestari

Anamnesis

Usia mrs.lestari:16 th Kontraksi uterus : his Lupa HPHT, perkiraan usia kehamilan 8 bulan Primigravida Lahir spontan (30mnt) Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan Bayi tidak menangis spontan Grunting, sianosis

Page 16: Kelompok 7

VI. SINTESIS

BAYI PREMATUR

Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dalam usia gestasi kurang dari 37 minggu. Secara

fisiologis, kondisi bayi prematur adalah sebagian masih sebagai janin dan sebagai bayi baru

lahir. Bayi pematur yang dilahirkan dalam usia gestasi <37 minggu mempunyai resiko tinggi

terhadap pernyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas, antara lain sindroma

gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membran hialin), aspirasi pneumonia karena refleksi

menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat

anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia, karena fungsi hati

belum matang), hipotermia.

Klasifikasi berat badan bayi baru lahir

< 2500 g : low birthweight (LBW)

< 1500 g : very birthweight (VLBW)

< 1000 g : extremely birthweight (ELBW)

Klasifikasi umur kehamilan berdasarkan ukuran

Berat antara 90th dan 10th sentil untuk gestasi : AGA

Berat < 10th sentil untuk gestasi : SGA

BB : 1300 g PB : 40 cm LK : 30 cm Perkiraan usia

kehamilan : 34 minggu

Tonus otot menurun Flexi tungkai sedikit Kulit tipis Lanugo diseluruh

badan Plantar creases 1/3

anterior

Anamnesis

Usia mrs.lestari:16 th Kontraksi uterus : his Lupa HPHT, perkiraan usia kehamilan 8 bulan Primigravida Lahir spontan (30mnt) Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan Bayi tidak menangis spontan Grunting, sianosis

Grunting Chest indrawing Sianosis APGAR score menit

pertama: 4 APGAR score menit ke

5: 8

RDS dengan Asfiksia prematurBBLSR, SGA

Page 17: Kelompok 7

Berat > 90th dan 10th sentil untuk gestasi : LGA

Komplikasi prematur

a. Paru-paru

Produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan

atelektasis, yang dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome.

b. SSP ( Susunan syaraf pusat)

Disebabkan tidak memadainya koordinasi refleks menghisap dan menelan, bayi yang

lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus diberi makanan secara intravena atau melalui

sonde lambung. Immaturitas pusat pernafasan di batang otak mengakibatkan apneic

spells (apnea sentral).

c. Infeksi

Sepsis atau meningitis kira-kira 4X lebih berisiko pada bayi premature dari pada bayi

normal.

d. Pengaturan suhu

Bayi prematur mempunyai luas permukaan tubuh yang besar dibanding rasio masa tubuh,

oleh karena itu ketika terpapar dengan suhu lingkungan di bawah netral, dengan cepat

akan kehilangan panas dan sulit untuk mempertahankan suhu tubuhnya karena efek

shivering pada prematur tidak ada

e. Saluran pencernaan (Gastrointestinal tract).

f. Volume perut yang kecil dan reflek menghisap dan menelan yang masih

immatur pada bayi prematur, pemberian makanan melalui nasogastrik tube dapat terjadi

risiko aspirasi.

g. Ginja

Fungsi ginjal pada bayi prematur masih immatur, sehingga batas konsentrasi dan dilusi

cairan urine kurang memadai seperti pada bayi normal.

h. Hiperbilirubinemia

Pada bayi prematur bisa berkembang hiperbilirubinemia lebih sering daripada pada bayi

aterm, dan kernicterus bisa terjadi pada level bilirubin serum paling sedikit 10mg/dl (170

umol/L) pada bayi kecil, bayi prematur yang sakit.

i. Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan penyebab utama kerusakan otak pada periode perinatal. Kadar

glukosa darah kurang dari 20 mg/100cc pada bayi kurang bulan atau bayi prematur

dianggap menderita hipoglikemia.

j. Mata

Page 18: Kelompok 7

Retrolental fibroplasia, kelainan ini timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang

berlebihan pada bayi prematur yang umur kehamilannya kurang dari 34 minggu.

Tekanan oksigen yang tinggi dalam arteri akan merusak pembuluh darah retina yang

masih belum matang (immatur).

Mekanisme imunologi kelahiran prematur

Telah disebutkan bahwa banyak faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur, yaitu :

nutrisi yang buruk, pecandu alkohol, perokok, infeksi, ketuban pecah prematur, multipel gestasi,

gangguan koagulasi, solusio plasenta. Faktor-faktor tersebut terjadi karena adanya inflamasi

pada plasenta yang diinduksi oleh proinflamatory cytokines sehingga terjadi gangguan pada

fetus yang disebabkan innate immune system

Suatu mekanisme imunologi yang menjaga agar fetus dalam keadaan aman adalah dengan

meregulasi kadar cytokine pada plasenta. Beberapa literatur menyebutkan bahwa produksi

proinflamatory cytokines yang berlebihan pada plasenta , seperti Interleukin (IL)-1ß , Tumor

Necrosis Factor (TNF)-a , dan Interferon (IFN)-g sangat berbahaya pada kehamilan. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa IL-10 yang terdapat pada plasenta merupakan cytokine yang

penting karena dapat menekan produksi proinflamatory cytokines yang diproduksi sel lain.

Imunomodulator yang berperan pada pertahanan fetus adalah progesterone yang terdapat pada

plasenta dengan cara menghambat mitogen-stimulated lymphocyte proliferation , meningkatkan

survival time, mengatur produksi antibodi, menurunkan produksi monosit yang berlebihan,

mengurangi produksi proinflamatory cytokines oleh makrofag yang merupakan hasil produksi

bakteri dan perubahan sekresi cytokines dari T-cell ke IL-10. Mekanisme tentang peran

progesterone sebagai imunomodulator pada jaringan reproduksi masih belum jelas tapi terlibat

secara langsung dan tidak langsung pada proses immune cell.

Page 19: Kelompok 7

Gambar.1. Alur biokimia terjadinya kelahiran prematur. ( Dikutip dari Peltier.RM. Immunology

of term and preterm labor. In: Reproductive Biology and Endocrinology 2003)

Perkembangan Paru Normal

Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap. Selama tahap awal

embryonik paru-paru berkembang diluar dinding ventral dari primitive foregut endoderm. Sel

epithel dari foregut endoderm bergerak di sekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas

dari saluran napas. Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16 dan 26 minggu di uterus,

terjadi perkembangan lanjut dari saluran napas bagian bawah dan terjadi pembentukan acini

primer. Struktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli

rudimenter. Perkembangan intracinar capillaries yang berada disekeliling mesenchyme,

bergabung dengan perkembangan acinus. Lamellar bodies mengandung protein surfaktan dan

fosfolipid dalam pneumocyte type II ,dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini.

Perbedaan antara pneumocyte tipe I terjadi bersama dengan barier alveolar-capillary.

Fase saccular dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan napas perifer yang

merupakan dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan

pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II meningkat dan maturasi

lebih lanjut terjadi dalam sel tipe I. Kapiler-kapiler sangat berhubungan dengan sel tipe I ,

sehingga akan terjadi penurunan jarak antara permukaan darah dan udara. Selama tahap alveolar

Page 20: Kelompok 7

dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi dari gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah

lahir. Septa sekunder terdiri dari penonjolan jaringan penghubung dan double capillary loop.

Terjadi perubahan bentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan penebalan dinding alveoli

dan dengan cara apoptosis mengubah bentuk dari double capillary loop menjadi single capillary

loop . Selama fase ini terjadi proliferasi pada semua tipe sel . Sel-sel mesenchym berproliferasi

dan menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel sel epithel khususnya pneumocytes

tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dinding alveoli dan sel-sel endothel tumbuh dengan

cepat dalam septa sekunder dengan cara pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double

capillary loop menjadi single capillary loop. Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir dengan

menggunakan rentang antara 20 juta – 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasa jumlahnya akan

bertambah sampai sekitar 300 juta

ASFIKSIA NEONATORUM

Defenisi Asfiksia

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara

pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia), menurunnya perfusi darah ke

organ (iskemia) dan disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Secara klinis

keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.

Etiologi Asfiksia

Hipoksia janin

Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,

penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan karbon monoksida

Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi

anestesi spinal atau akibat kompresi vena kava dan aorta pada uterus gravid

Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani uterus,

yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan

Pemisahan plasenta premature

Sirkulasi darah melalui talipusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan

simpul pada talipusat

Vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain

Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas

Hipoksia yang terjadi sesudah lahir

Page 21: Kelompok 7

Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah ke tingkat

kritis, akibat perdarahan berat atau hemolitik

Syok cukup berat, yang sampai menganggu pengangkutan oksigen ke sel-sel vital, akibat

perdarahan adrenal perdarahan intraventikuler, infeksi yang berlebihan, atau kehilangan

darah massif

Kurangnya sturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya pernapasan yang adekuat

pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau jejas pada otak

Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit

jantung congenital sianosis, atau defisiensi fungsi paru yang berat.

Stadium Pada Asfiksia

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 stadium,

yaitu:

1. Stadium Dispnea

Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan merangsang pusat

pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) bertambah dalam dan cepat disertai

bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol,

denyut nadi dan tekanan darah meningkat. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke stadium

kejang.

2. Stadium Kejang

Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran hilang dengan

cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat keluar spontan. Denyut nadi

dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila kekurangan O2ini terus berlanjut,

maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.

3. Stadium Apnea

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah, hilangnya refleks,

dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya

berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti

dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut

beberapa saat lagi.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar

antara 3-5 menit.

Tanda Kardinal Asfiksia

a. Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)

Page 22: Kelompok 7

Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan

overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti

kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin,

konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan

otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus,

mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.

b. Kongesti dan Oedema

Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah

terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang

diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang

terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong

darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan

cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela

jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).

c. Sianosis

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi

akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini

tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml

darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total

hemoglobin.

Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan

persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat

sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang

kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut

dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan

terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak

teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak

tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu

periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi

akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.

Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam

Page 23: Kelompok 7

periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan

tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan

keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin

hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama

pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan

menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan

kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen

dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan

mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan

jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya

resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain

akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh

berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau

gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

Manifestasi klinis

Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:

DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur

Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

Apnea

Pucat '

Sianosis

penurunan terhadap stimulus.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH

Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Gambaran patologi

Penatalaksanaan

a. Tindakan Umum

Page 24: Kelompok 7

Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir,

bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas

ayang lebih dalam.

Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan

bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.

Mempertahankan suhu tubuh.

b. Tindakan khusus

Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat

dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang

diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message

jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.

Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal

lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi

maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung

serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Definisi

Penyakit membran hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (respiratory distress

syndrome / RDS). Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi premature.

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat

(dyspnea ), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi

oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata

pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya

hyaline membran pada saat otopsi.

Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara

langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat

dan adanya disfungsi organ non pulmonar.

Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak,

tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium

kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya

Page 25: Kelompok 7

sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong

suatu RDS .

Epidemiologi

30% kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasinya.

RDS terutama terjadi pada bayi premature, 60-80 % pada usia kehamilan <28 minggu,

15-30 % pada usia kehamilan antara 32-36 minggu, 5% pada usia kehamilan > 37

minggu.

Jarang terjadi pada bayi a’term

Frekuensinya meningkat pada ibu yang DM, persalinan cepat,persalinan sebelum umur

kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesaria, asfiksia, stress

dingin

Etiologi dan Faktor Risiko

Risiko meningkat apabila ada:

Prematuritas

Jenis kelamin laki-laki

Neonatus dari ibu dengan diabetes

Risiko berkurang apabila ada:

Stres intrauterin kronis

Ketuban Pecah Dini dalam waktu lama

Hipertensi ibu

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK)

Kortikosteroid – Prenatal

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal,

maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline

Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi

surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada

paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan

berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang

menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala

tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,

Page 26: Kelompok 7

Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran

airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi

bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

Stadium 3. Kumpulan

alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan

bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

Stadium 4.

Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat

Gejala Klinis :

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan

selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat

fungsi surfaktan. Kesulitan bernapas yang terlihat mencakup:

Takipnea yang meningkat (> 60/menit)

Retraksi dada

Sianosis pada udara kamar yang menetap atau progresif, lebih dari 24-48 jam pertama

kehidupan

Foto rontgen yang khas menunjukkan adanya pola retikulogranular seragam dan

bronkogram udara.

Menurunnya udara yang masuk

Grunting

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut

apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak

kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36

jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72

jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama

Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome

Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli

masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax

masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.

Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi

kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru

(compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal

meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

Page 27: Kelompok 7

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini

berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.

Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan

seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk

mengembang.

Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal

menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi

dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena

adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma

atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial

sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari

darah.

Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.

Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses

penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan

bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi

Bronchopulmonal Displasia (BPD).

Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air

bronchogram

.

Surfaktan

Suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Surfaktan pada paru manusia

merupakan senyawa lipoprotein dengan komposisi yang kompleks dengan variasi berbeda

sedikit diantara spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian),

berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan

sebagai SPA, SPB, SPC dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan baik

sebagai

surfaktan pada suhu normal badan 37°C, diperlukan fosfolipid lain (mis. fosfatidilgliserol)

dan juga memerlukan protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk

penyebarannya keseluruh permukaan.

Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan

mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa

gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor

kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini

Page 28: Kelompok 7

dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh

pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan

defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah

fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur

kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion.

Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru-paru.

Jumlah lesitin meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya

menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35

minggu.

Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah

50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius

alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus, dengan demikian

mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab

terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres pernafasan pada

24-48 jam pasca lahir.

Fungsi Surfaktan

Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru lebih rendah dari

cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan elastisitas pada paru-paru yang

terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ). Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan

adalah lebih penting dari kekuatan elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat

mengembang.

Tegangan permukaan antara air-udara alveoli memberikan kekuatan penarikan melawan

pengembangan paru. Hukum Laplace menyatakan bahwa perbedaan tekanan antara ruang udara

dan lapisan (D P) tergantung hanya pada tegangan permukaan (T) dan jarak dari alveoli (D P =

2T /r). Kekuatan sebesar 70 dynes/cm2menghasilkan hubungan antara cairan – udara dalam

alveoli dan dengan cepat akan menyebabkan kolapsnya alveoli dan kegagalan nafas jika tidak

berlawanan.

Pada tahun 1950, Clements dan Pattle secara independen mendemonstrasikan adanya ekstrak

paru yang dapat menurunkan atau mengurangi tegangan permukaan fosfolipid paru. Beberapa

tahun berikutnya yaitu pada tahun 1959 Avery dan Mead menyatakan bahwa RDS pada bayi

prematur disebabkan adanya defisiensi bahan aktif permukaan paru yang disebut surfaktan paru.

Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli paru, yang

mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid cair, yang dapat

Page 29: Kelompok 7

menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan

bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan volume residual

paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan permukaan juga memastikan bahwa jaringan

aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan

akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens

mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulate dari paru.

Setelah beberapa percobaan dengan pemberian surfaktan aerosol pada bayi-bayi RDS tidak

berhasil , dilakukan percobaan pemberian surfaktan secara intratrakeal pada bayi hewan

prematur. Pada tahun 1980 Fujiwara dkk melakukan uji klinik pemberian preparat surfaktan dari

ekstrak paru sapi (Surfaktan TA) pada 10 bayi dengan RDS berat. Penelitian secara randomized

controlled trials dengan sampel kecil pada tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan

dari lavas alveoli sapi atau cairan amnion manusia memberikan hasil yang signifikan terhadap

penurunan angka kejadian pneumothorax dan angka kematian . Penelitian-penelitian yang

dilakukan di berbagai pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan tentang keberhasilan tentang

menurunnya angka kematian dan komplikasi dari RDS di amerika. Pada tahun 1990 telah

disetujui penggunaan surfaktan sintetik untukterapi RDS di amerika, dan tahun 1991 disetujui

penggunaan terapi surfaktan daribinatang.

Komposisi Surfaktan Paru

Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel alveolar

tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel.

Surfaktan paru merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan

10% protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari

bermacam-macam spesies binatang yang komposisinya hampir sama. Pada manusia

phosphatidylcholine mengandung hampir 80% total lipid, yang separuhnya adalah

dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), 8% lipid netral, dan 12% protein dimana sekitar

separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari plasma atau jaringan

paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated phosphatidylcholine yang 80%

mengandung dipalmitoylphosphatidylcholine, 25% campuran unsaturated phosphatidylcholine,

dan 15% phosphatidylglycerol dan phosphatidylinositol dan sejumlah kecil phosphatidylserine,

phosphatidylethanolamine ,sphingomyeline, dan glycolipid.(dikutip dari Dobbs, 1989; Van

Golde, 1988; Wright and Clements, 1987).

Fosfolipid saturasi ini merupakan komponen penting untuk menurunkan tegangan permukaan

antara udara dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu

Page 30: Kelompok 7

ekspirasi. Pada tahun 1973 menurut King dkk,dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein

spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein tersebut

adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D. Protein tersebut didapat dari cairan lavage bronkoalveoli

( BALF) dan dengan tehnik ultrasentrifugasi serta pemberian pelarut organik kaya lemak, dapat

dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu hydrofobik dengan berat molekul rendah

SPB dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D merupakan hidrofilik dengan berat molekul

tinggi.

Sintesa dan Sekresi Surfaktan

Surfaktan paru disintesa dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam

epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B dan C dalam lamelar

bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan cara eksositosis. Secara ekstraseluler,

fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan kalsium untuk membentuk tubular

myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang

terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda yang dihasilkan antara permukaan udaraair.

Lapisan tipis monomolekuler menurunkan kekuatan tegangan permukaan yang cenderung

mambuat kolapnya paru. Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga

alveoli yang merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar ( large aggregates (LA),

dengan sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil

(small aggregrates (LA) yang mengandung bahan degradasi. Surfaktan dibersihkan dengan

pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami degradasi oleh

marofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan dan melintasi barier epithel

endothel.

Gejala defisiensi surfaktan ditandai adanya atelektasis, kolaps alveoli, dan hipoksemia.

Pemberian secara intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan

fosfolipid merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS . Campuran surfaktan ini

bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan hasil

menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positip.

Keefektifan terapi surfaktan kemungkinan disebabkan karena menurunnya tegangan

permukaan dan pengambilan kembali partikel surfaktan dari epitel saluran napas. Penggunaan

terapi surfaktan dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian

tetapi kurang signifikan untuk barotrauma dan penyakit paru kronik.

Jenis Surfaktan

Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu :

Page 31: Kelompok 7

1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion

sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan

2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik

Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine

(DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat

dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama

di pasarkan di amerika dan eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang

dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute), belum pernah ada

penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature

Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi

dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya

Surfactant TA, Survanta

Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau

babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi

adalah Curosurf

Saat ini ada 2 jenis surfaktan di indonesia yaitu :

1. Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol.

2. Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi

dibanding sintetik terletak di protein.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium:

Gas darah: mengungkap adanya hipoksia, hiperkarbia, asidosis

Gambaran darah lengkap dan biakan darah diperlukan untuk menyisihkan

kemungkinan infeksi

Kadar glukosa darah biasanya rendah

Pemeriksaan rontgen dada:

Adanya penampilan seperti ground glass appearance, infiltrat halus dengan

bronkogram udara

Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :

Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS

Page 32: Kelompok 7

yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya

asidosis yang menetap.

Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan

invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.

Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler

terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan

ventilasi mekanik.

PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan

RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam

paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan

tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi

mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat

dengan menurunnya masa gestasi.

Retinopathy premature

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa

gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.