final laporan 1

Upload: laili-khairani

Post on 09-Jul-2015

555 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1fever and cough

Disusun Oleh: KELOMPOK 3

Editor: NISIA PUTRI RINAYU Kontributor: DENUNA ENJANA ENDA ATHIYAH CAHYANI HUSNUL HIDAYATI I PT MEGA KARTIKA L. YAN HIDAYAT LAILI KHAIRANI NI LUH PT DIAN ASRIANA PUTRI PT LILIANA PRADEVIE RANI SUMARNI YUNILA WIDYA SAPUTRI NITA HERAWATI

tutor: dr. Dian Puspitasari

1

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial pertama sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XII semester IV ini. Pada skenario yang berjudul fever and cough, kami membahas masalah yang terkait dengan infeksi saluran napas atas. Pembahasan kali ini selain mencakup masalah medis juga masalah kesehatan masyarakat terutama terkait penggunaan antibiotika yang rasional. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario pertama ini baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 18 Mei 2009

2

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... 2 Daftar Isi ............................................................................................................. 3 Skenario III........................................................................................................... 4 Concept Map ....................................................................................................... 5 Learning Objective ............................................................................................... 6 Pembahasan. ....................................................................................................... 7 Common Cold. ..................................................................................................... 9 Sinusitis. .............................................................................................................. 12 Epigloititis............................................................................................................ 18 Tonsilitis. ............................................................................................................. 20 Faringitis Akut...................................................................................................... 24 Laringitis. ............................................................................................................. 28 Otitis media. ........................................................................................................ 31 Faktor Resiko ISPA. .............................................................................................. 37 Pencegahan ISPA. ................................................................................................ 38 Prinsip Rasionalitas Penggunaan Antibiotik. ......................................................... 41 Kesimpulan .......................................................................................................... 52 Daftar Pustaka ..................................................................................................... 54

3

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

SKENARIO IA medical intern who is stationed in a Puskesmas is observing an examination in the outpatient clinic. The Puskesmas physician is examining a 4-year-old girl who is brought by her mother with the complaints of fever since two days before, also cough and running nose. Since the last six month, the child has been suffering the same symptoms twice. Mother usually only gives her cough syrup and never bring her to physician. She also shows low appetite and restlessness during sleep. The physician prescribes amoxycillin dry syrup for three days, cough syrup and paracetamol. After the patient leaves, the physician mentions that respiratory disease is the most frequent disease found in the outpatient clinic in that health center, especially among under-five children.

4

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

MAPPING CONCEPT

Paparan Lingkungan

Gangguan Sistem Respirasi

Oleh agen asing non-mikroba

Oleh mikroba

Alergi

Infeksi

Saluran nafas atas

Saluran nafas bawah

komplikasi

Diagnosis Klinis Labolatoris Epidemiologis Prognosis Terapi

5

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

LEARNING OBJECTIVESLO 7 1. Prose Diagnosis penyakit pada skenario 2. Penjelasan masing-masing D, meliputi cara diagnosis dan penatalaksanaannya (serta etiologi, prognosis, komplikasi, dan faktor resiko dan pencegahan) 3. Cara kerja obat pada skenario (amoxixillin, obat batuk, dan parasetamol)

LO 7+ 1. Faktor resiko dan pencegahan infeksi saluran napas atas akut secara umum 2. Rasionalitas terapi antibiotik 3. Dampak sosial penyakit pada pasien 4. Mekanisme komplikasi otitis media

6

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

PEMBAHASAN

Gejala yang ada pada skenario ialah batuk disertai secret hidung dan demam. Untuk dapat mendiagnosa penyakit pada pasien, dapat dilakukan berbagai pendekatan diagnosa, antara lain: Batuk/cough adalah suatu refleks dari saluran napas untuk mengeluarkan benda asing yang ada disaluran napas. Refleks batuk dapat terjadi bila ada yang mensensitisasi reseptor batuk yang banyak terdapat pada trakea (terutama bagian karina), bronkus dan cabang utamanya laring serta faring. Bahkan infeksi pada saluran napas atas dapat menyebabkan batuk bila infeksi menyebar kebawah atau adanya postnasal droplet. Penting diketahui kronisitas penyakit. batuk yang menetap2 bln terjadi karena peradangan kronik. Pada kasus gejala baru muncul selma dua hari, jadi masih masuk kategori akut. Selain kronisitasnya, kekerapan dan hebatnya batuk dapat membantu

pendekatan diagnosis. Batuk sementara/transient cough biasanya disebabkan iritasi pada saluran napas karena benda asing, pada batuk yang muncul mendadak dapat dicurigai adanya infeksi baik oleh virus ataupun bakteri. Beberapa batuk yang sangat hebat daoat menyebabkan komplikasi seperti patah iga, sincope dan lainnya. Selain itu, hal yang lain yang perlu diperhatikan adalah sifat batuk. Umunya penderita mengeluh batuk biasa, tapi ada beberapa kasusu khusus dimana ada sensasi batuk khusus seperti pada kalainan trakea dimana ditemukan brassy cough. Hal penting lain yang harus dievaluasi untuk membantu diagnosis adalah adanya sputum dan sifatnya. Pada infeksi saluran napas atas, batuk dapat disertai sputum yang berasal dari postnasal droplet, karena itu gejala sinus biasanya lebih capat muncul dibanding batuk. Awalnya batuk dapat kering dan sputum baru muncul kemudian. Sedangkan untuk batuk berdahak jangan sampai melupakan infeksi saluran napas bawah yang umumnya memiliki gejala demikian.Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 7

Pemeriksaan sputum dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis bakteri yang menyerang dengan melakukan smear. Untuk membedakan letak infeksi, apakah pada daerah saluran napas atas dan bawah, perlu diperhatikan beberapa hal penting. Pertama, pada batuk yang muncul mendadak biasanya terjadi pada daerah faring dan saluran napas bawah, pada sluran napas yang lebih atas biasanya menyebabkan gejala pada hidung terlebih dhulu. Pada batuk berdahak, bila infeksi pada nasal, akan terasa seperti sensasi sumbatan faring karena postnasal drip. Jadi, pada kasus, dapta yang dibutuhkan masih sangat banyak untuk menegakkan diagnosis. Untuk saat ini kemungkinan etiologi masih umum, tapi kami mendapat indikasi yang cukup kuat bahwa skenario adalah pasien infeksi saluran napas atas akut. Adapun penyakit-penyaitnya meliputi faringitis, sinusitis, rhinorhea, laryngitis dan epiglotitis.

8

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

COMMON COLD

Common cold adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai mancam virus, dan biasanya gejalanya khas atau hamper sama seperti influenza. Penyebab yang tersering dari common cold adalah rinovirus.

ETIOLOGIDisebabkan oleh lebih dari 100 rinovirus berbeda. Kelompok gejala serupa, yaitu rinore, sumbatan hidung, bersin dan batuk, juga mencirikan awitan serangan alergi yang dicetuskan inhalan atau ingestan, atau pa yang disebut alergi fisik. Bebagai gangguan vasomotorik pada hidung yang ditimbulkan sters emosional maupun fisik, atua perubahn tubuh yang diinduksi hormone atau obat-obatan, di samping iritasi kimia, mekanis atau termal langsung pada membrane mukosa. Klasifikasi virus berdasarkan pejamu dan afinitas jaringan serta gejala klinis penyakit, secara bertahap telah diganti oleh klasifikasi berdasarkan komponen biokimia virus, yaitu virus yang terutama memiliki asam ribonukleat 9rna0 dan virus yang terutama memiliki asam deksiribonmukleat (DNA).

MANIFESTASI KLINISGejala-gejala umum yang ditampakkan pada pasien yang menderita common cold adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. sumbatan hidung secret yang berlebihan bersin-bersin sedikit batuk kelemahan umum dengan atau tanpa nyeri kepala suhu tubuh mungkin normal atau sedikit meningkat9

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

Stadium pertama biasanya terbatas tiga sampai lima hari. Secret yang dihasilkan

hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. Dana common cold dapat berakhir pada stadium ini, namun terkadang penyakit ini dapat berlanjut ke fase invasi bakeri sekunder yang dicirikan oleh rinore purulen, demam dan sering kali sakit tenggorokan. Mukosa yang merah, bengkak, dan ditutup secret mudah diamati intranasal. Sensasi kecap dan bau berkurang. Mengendus dan menghembuskan hidung secara berulang menyebabkan

kemerahan lubang hidung dan bibir atas.

TERAPIAntihistamin, desensitisasi dan tindakan antialergi umum berguna dalam

pengobatan gangguan alergi. Natihistamin digunakan untuk mengobati flu, batuk dan alergi adalah penghambat H1.hanya da sedikit bukti bahwa penderita flu mendapat keuntungan klinis dengan pemberian obat ini. Sementara vasokonstriktor tropical seperti fenilefrin atau oksimetazolin melegakan secret hidung yang encer, harus hati-hati apabila digunakan pada anak-anak dan bayi. Dekongestan oral mengurangi secret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan. Bila terdapat indikasi yang tepat untuk terapi antitusif, seperti batuk non-produktif yang sangat mengganggu tidur dan kehadiran di sekolah, maka baik kodein atau dekstrometorfan yang tampaknya sama aktif, dapat dianjurkan. Aspirin sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan bahaya sindrom Reye. Perparat analgetikantipiretik dapat meringankan gejala, di mana antipiretik terpilih adalah

asetamenofen. Terapi terbaik untuk common cold tanpa komplikasi mungkin berupa istirahat baring dan isolasi sekitar dua hari. Hindari yang memadai dipastikan dengan alat pelembab udara dingin, masukkan cairan yang banyak, dan pemberian tetes hidung sakin. Selma afase infeksi bakteri sekunder dimana antibiotic spesifik dapat diberikan.10

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

Perbedaanantara Common cold dengan Influenza Commoc Cold Disebabkan virus oleh berbagai Influenza macam Disebabkan oleh virus influenza sja, yakni A, B dan C

Suhu tubuh meningkat sedikit atau Biasanya ada demam normal Tidak disertai suara serak Kadang-kadang adanya suara serak

11

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus parasanal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis ormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologi, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

12

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mokosiliar (muccociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu seingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentuka polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

KLASIFIKASI DAN MIKROBIOLOGI Konsesus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan dengan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus Pneumonia (30-50%). Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella Catarhallis (4%). Pada anak, M. Catarhallis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob. 13

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

SINUSITIS DENTOGEN Merupakan slah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga sinusmaksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflasi jaringan periodontal muda menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi arus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila.

GEJALA SINUSITIS Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersembut disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai gejalah sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri dan rasa tekanan di daera sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang adalah nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hipossmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosisi. Kadang-kadang anya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawa ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba, Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis) bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. 14

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskoi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold standartd diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karema hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusits kronik yang tidak membaik dengan pengobatan dan pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan suda jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotikyang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi yang menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop, bisa dilihat kodisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

TERAPI Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat pertumbuhan 2) mencegah komplikasi dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan embengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan pinisilin seperti amoksisislin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 15

sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga merupaknan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.

TINDAKAN OPERASI Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tindakan radikal. Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista aau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

KOMPLIKASI Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian sinusitis frontal dan maksila.

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. 16 Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

Komplikasi dapat terjadi pada sinusitis kronis berupa. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral aau fistula pada pipi. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

17

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

EPIGLOTITIS

Epigloititis adalah selulitis jaringan yang terdiri dari jalan masuk laring yang meliputi epiglotis, lipatan ariepiglotis, dan kartilago aritenoid. ETIOLOGI H. Influenza tipe B

MANIFESTASI KLINIS demam tinggi yang mendadak dan beraty nyeri tenggorokan dispnea obstruksi pernapasan yang progresivitasnya cepat pada penderita yang lebih muda dapat tiba-tib terbangun dari tidurnya pada malam hari dengan demam tinggi, afonia, lidah terjulur, kegawatan pernapasan sedang sampai berat dengan stridor pada anak yang lebih besar awalnya mengeluhkan nyeri tenggorokan dan disfagia dan dapat berlanjut dengan kegawatan napas berat dengan stridor inspiratoir, suara parau, batuk kasar dan keras, iritabillitas dan gelisah. Ludah mengalir keluar, leher hiperekstensi Epiglotitis akut dapat memburuk menjadi obstruksi total jalan nafas dan berakhir menjadi kematian dalam waktu hanya beberapa jam.

PEMERIKSAAN FISIK dapat ditemukan kegawatan napas sedang atau berat dengan stridor inspiratoir atau stridor ekspiratoir pelebaran cuping hidung retraksi fossa suprasternal, sela supraklavikuler, dan daerah subkostal peradangan faring ronkhi yang disebabkan mukus dan saliva yang berlebihan Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 18

-

epiglotis besar, mengkilap dan berwarna merah cheri pada pemeriksaan bagian posterior.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laringoskopi : terlihat radang epiglotis yang berat termasuk area sekitarnya seperti aritenoid, lipatan ariepiglotis, plika vokalis, dan daerah subglotis. Roentgenogram lateral nasofaring

PENATALAKSANAAN intubasi nasotrakea selama 2-3 hari bila terdapat bakteremia: terapi antibiotik parenteral dengan sefotaksim, seftriakson, ampisilin dengan sulbaktam

PROGNOSIS Epiglotitis yang tidak diobati mempunyai angka mortalitas sekitar 6%. Tetapi bila penegakan diagnosis dan terapinya tepat sebelum penderita memburuk maka prognosisnya sangat baik.

19

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

TONSILITIS

TONSILITIS AKUTInfiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil yang akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas yang disebut detritus. Detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning dan bentuk ini disebut sebagai tonsillitis folikularis. Jika bercak-bercak detritus ini membentuk alur-alur maka akan menjadi tonsilitis lakunaris. Etiologi Group A Streptococcus beta hemolitikus, pneumococcus, Streptococcus viridian dan piogenes haemofilus influenzae. Gejala dan tanda Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokkan dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri alih di telinga di telinga yang melalui saraf nervus glossofaringeus. Pada pemeriksaan tonsil tampak bengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutuoleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Terapi Antibiotik spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Komplikasi Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Komplikasi tonsilitis akut lainnya adalah abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkitis, nepritis akut, miokarditis serta artritis.

20

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

TONSILITIS MEMBRANOSAYang termasuk dalam tonsilitis membranosa adalah: Tonsilitis difteri Penyakit ini sudah menurun frekuensinya karena keberhasilan program imunisasi pada bayi dan anak. Penyabab penyakit ini adalah kuman Coryne bacterium diphteriae,

kuman yang termasuk gram positif si hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi akan menjadi sakit, keadaanya tergantung pada titer antitoksin dalam darah host titer antitoksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap memberikan imunitas. Prinsip ini yang digunakan untuk tes Schick. Tosilitis difteri sering ditemukan pada anak usia kurang dari 10 tahun dan tertinggi di usia 2-5 tahun. Dan masih mungin menyerang orang dewasa.

Gejala klinis Gejala umum seperti infeksi pada umumnya yaitu suhu tubuh subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Keluha lokal yang tampak berupa tonsil membangkak ditutupi bercak putih kotor yang lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu yang kemungkinan dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring laring, trakea dan bronkus dan dapt pula menumbat saluran pernafasan. Membran semu ini melekat erat sehingga jika diangkat dapat menimbulkan perdarahan. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar linfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher meyerupai leher sapi atau disebut juga Burgemeesters hals. Gejala yang timbul akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan. Jika pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot paernafasan dan jika mengenai ginjal dapat menyebaban albuminuria. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis diatas dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman Coryne bacterium diphteriae. 21

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

Terapi anti dipteri serum segera tanpa menunggu hasil kultur, penisilin atau eritromisin 25-50 mg per kg berat badan dibagi tiga dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular maka pasien harus diisolasi dan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu. Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit ini adalah sumbatan jalan nafas, miokarditis yang mengakibatkan payah jantung atau dekompensasi kordis. Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring dan laring yang mengakibatkan sulit menelan.

Tonsilitas septik Penyebab penyakit iniadalah streptokokkus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi, oleh karena indonesia. Susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.

Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa) Penyebabnya adalah kurangnya higiene mulut, defisiensi vitamin C serta kuman spirilium dan basil fusi form. Gejalanya berupa demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Nyeri mulut, hipesalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Dari pemeriksaan ditemukan mukosa mulut hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibularis membesar. Terapinya adalah dengan memperbaiki higiene mulut, antibiotik spektrum luas selama 1 minggu serta suplemen vitamin C dan B kompleks.

TONSILITIS KRONISFaktor predisposisi dari timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan juga pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Etiologi dari penyakit ini sama dengan tonsilitis akut. Patolofisiologi Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 22

Karena proses radang yang berulang maka selain epitel mukosa juga jaringan linfoid terkikis, sehingga proses penyembuhannya diganti dengan jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripti terlihat melebar. Secara klinik kripti diisi oleh detritus. Jika proses penyakit masih berjalan terus maka aka terjad perlekatan dengan fosa tonsilaris, pada anak proses ini disertai dengan perbesaran kelenjar

submandibularis.

Gejala dan tanda Tampak perbesaran tonsil dengan permukaan tidak rata. Kripts melebar dan beberapa krpti terisi oleh detritus. Rasa yang mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering, dan nafas berbau.

Terapi Terapi ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap. Indikasi tonsilektomi: (1) Sumbatan Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas Sleep apnea Gangguan menelan Gangguan berbicara Cor pulmonale (2) Infeksi Infeksi telinga tengah berulang Rinitis dan sinusitis yang kronis Peritonsiler abses.

Komplikasi Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitanya berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen dan linfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis. Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 23

FARINGITIS AKUT

DEFINISI Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring.

EPIDEMIOLOGI Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 47 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa4. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini. Faringitis akut baik disertai demam atau tidak, pada umumnya disebabkan oleh virus, seperti Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzavirus, Coksakievirus, Coronavirus, Echovirus, EpsteinBar virus (mononukleosis) dan Cytomegalovirus. Dari golongan bakteri seperti streptokokus beta hemolitikus kelompok A, merupakan kelompok bakteri yang sering ditemukan, sedangkan jenis bakteri yang lain seperti Neisseria gonorrhoeae, Corynobacterium diphtheriae, Chlamydia pneumonia, grup C dan G streptokokus. Penyebab faringitis yang lain seperti Candida albicans (Monilia) sering didapatkan pada bayi dan orang dewasa yang dalam keadaan lemah atau terimunosupresi. Hal-hal seperti udara kering, rokok, neoplasia, intubasi endotrakeal, alergi, dan luka akibat zat kimia dapat juga menyebabkan faringitis.

PATOFISIOLOGI Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 24

kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

MANIFESTASI KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJAN Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus atau virus yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun, terdapat banyak tumpang tindih dalam tanda-tanda serta gejala penyakit tersebut dan secara klinis seringkali sukar untuk membedakan satu bentuk faringitis dari bentuk lainnya. Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan yang relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise, penurunan nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan sebagai tanda dini. Rasa nyeri pada tenggorokan dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru mulai terasa satu atau dua hari setelah awitan gejalagejala dan mencapai puncaknya pada hari ke-2-3. Suara serak, batuk, rinitis juga sering ditemukan. Walau pada puncaknya sekalipun, peradangan faring mungkin berlangsung ringan tetapi kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang faring. Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari eksudat-eksudat yang ditemukan pada penyakit yang disebabkan oleh streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan membesar, berbentuk keras dan dapat mengalami nyeri tekan atau tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini tetapi trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit berkisar 6000 hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000) dengan sel-sel polimorfonuklear menonjol merupakan hal yang sering ditemukan pada fase dini penyakit tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya dalam melakukan pembedaan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan bakteri. Seluruh masa sakit dapat berlangsung kurang dari 24 jam dan biasanya tidaka kan bertahan lebih lamna dari 5 hari. Penyulitpenyulit lainnya jarang ditemukan. Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2 tahun, seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala, nyeri abdomen dan muntah-muntah. Gajala-gajala tersebut mungkin berkaitan dengan terjadinya demam yang dapat mencapai suhu 40OC Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough 25

(104O F); kadang-kadang kenaikan suhu tersebut tidak ditemukan selama 12 jam. Berjamjam setelah keluhan-keluhan awal maka tenggorokan penderita mulai terasa sakit dan pada sekitar sepertiga penderita mengalami pembesaran kelenjar-kelenjar tonsil, eksudasi serta eritem faring. Derajat rasa nyeri faring tidak tetap dan dapat bervariasi dari yang sedikit hingga rasa nyeri demikian hebat sehingga membuat para penderita sukar menelan. Dua per tiga dari para penderita mungkin hanya mengalami eritema tanpa pembesaran khusus kelenjar tonsil serta tidak terdapat eksudasi. Limfadenopati servikal anterior biasanya terjadi secara dini dan nodus-nodus kelenjar mengalami nyeri tekan. Demam mungkin berlangsung hingga 1-4 hari; pada kasus-kasus sangat berat penderita tetap dapat sakit hingga 2 minggu. Temuan-temuan fisik yang paling mungkin ditemukan berhubungan dengan penyakit yang disebabkan oleh streptokokus adalah kemerahan pada kelenjar-kelenjar tonsil beserta tiangtiang lunak, terlepas dari ada atau tidaknya limfadenitis dan eksudasi-eksudasi. Gambarangambaran ini walaupun sering ditemukan pada faringitis yang disebabkan oleh streptokokus, tidak bersifat diagnostik dan dengan frekuensi tertentu dapat pula dijumpai pada faringitis yang disebabkan oleh virus. Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak jarang terjadi pada faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah dibuktikan, adanya 2 atau lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-gejala ini memberikan petunjuk pada diagnosis infeksi virus. Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang dapat dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan streptokokus. Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus beta hemolitikus kelompok A adalah kultur tenggorok karena mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi tergantung dari teknik, sample dan media. Bakteri yang lain seperti gonokokus dapat diskrening dengan media Thayer-Martin hangat. Virus dapat dikultur dengan media yang khusus seperti pada Epstein-Bar virus menggunakan monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis.

TERAPI Terapi faringitis virus adalah aspirin atau asetaminofen, cairan dan istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh invasi bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus. Antibiotika dicadangkan untuk komplikasi ini. Faringitis streptokokus paling baik diobati dengan pemberian penisilin oral (200.000-250.000 unit penisilin G,3-4 kali sehari, selama 10 hari). Pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan terjadinya suhu badan dalam 26

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

waktu 24 jam. Eritromisin atau klindamisin merupakan obat lain dengan hasil memuaskan, jika penderita alergi terhadap penisilin. Dengan tambahan untuk mencukupi terapi antibiotik terhadap pasien-pasien yang menderita faringitis, tanpa menghiraukan etiologinya, seharusnya diberikan antipiretik untuk mengatasi nyeri atau demam. Obat yang dianjurkan seperti ibuprofen atau asetaminofen. Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat, selain terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat membantu meringankan nyeri. Berkumurkumur dengan larutan garam hangat dapat pula memberikan sedikit keringanan gejala terhadap nyeri tenggorokan, dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat bekerja sama. Seorang anak dengan infeksi streptokokus tidak akan menularkan lagi kepada orang-orang lain dalam beberapa jam setelah mendapatkan pengobatan antibiotik. Sementara itu anakanak dengan infeksi virus akan tetap dapat menularkan selama beberapa hari.

27

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

LARINGITIS AKUT

Laringitis Ialah peradangan pada mukosa di daerah laring. Pada dewasa umunya

merupakan penyakit ringan, tapi pada anak dapat disertai batuk keras, suaraserak/afoni, sesak nafas, stridor (akibat edema laring dan di sekitar pita suara).

Sering timbul pada anak karena : 1. Rima glotis relatif lebih kecil dari orang dewasa 2. Daerah ini mengandung lebih banyak BV danb pembuluh limfe 3. Mukosa daerah ini lebih renggang ikatannya dengan jaringan di bawahnya

ETIOLOGI

S. haemolyticus, Streptoccocus viridans Pneumococcus Stafilococcus hemolyticus Haemophilus influenza

FAKTOR PREDISPOSISI

trauma bahan kimia iradiasi alergi pemakaian pita suara yang berlebih

MANIFESTASI KLINIS

suhu meningkat, batuk, pilek nyeri menelan suara serak-afoniKelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

28

sesak nafas. Stridor bila berlanjut terus anak tampak gelisah, air hunger, sesak bertambah berat, suprasternal & epigastric retraction

DIAGNOSIS

Laringoskopi indirect Laringoskopi direct : tampak mukosa laring sangat sembab & merah tanpa membran, tampak pembengkakan subglotis (pembengkakan jaringan ikat pada conus elasticus dan di bawah pita suara)

TATALAKSANA

antibiotik kortikostreoid hindari iritasi laring vocal rest pengisapan lendir dan tenggorokan/laring bila cara-cara di atas tak berhasil : trakeostomi

Bahaya dari laringitis ini ialah obstruksi laring Tingkat-tingkat penyumbatan laring : 1. Stadium 1

tampak cekungan sedikit di suprasternal &stridor penderita masih tenang & tak tampak kelihatan takut penderita perlu diobservasi sebaik-baiknya

2. Stadium 2

29

tampak cekungan di fosa suprasternal bertambah dalam, juga tampak cekungan di epigastriumKelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

penderita tampak ketakutan dan stridor pada stadium ini perlu disiapkan trakeostomi

3. Stadium 3

tampak cekungan di fosa suprasternal, sekitar klavikula, interkostal, epigastrium

penderita tampak gelisah sekali & berusaha menghirup udara sebanyakbanyaknya

tindakan : trakesotomi berencana (dibuat setinggi cincin trakea III dan IV, jika mungkin diintubasi dulu dengan bronkoskop serta O2 dialirkan melalui bronkoskop)

4. Stadium 4

cekungan >> penderita sangat ketakutan, mulai sianosis tindakan : intubasi, pemberian O2, jika nampak membaik trakeostomi darurat (dibuat setinggi cincin trakea I & II (karena dangkal dan mudah dicapai)

KOMPLIKASI

Suara serak menetap : vocal nodul , kista plika vocalis

30

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

OTITIS MEDIA

Otitis media adalah peradang pada telinga tengah yang dapat dikarenakan mikroba ataupun proses alergi. Peradangan dapat mengenai struktur manapun pada telinga tengah, yaitu membrane timpani, mukosa telinga tengah atau tuba eustachius. Otitis media diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu otitis media supuratif (akut dan kronik) dan otitis media non-supuratif (disebut juga efusi, serosa, atau mukoid; dibedakan juga menjadi akut dan kronik). Selain itu, terdapat pula otitis media bentuk khusus seperti otitis media tuberkulosis, otitis media adhesive dan otitis media sifilitika.

OTITIS MEDIA AKUTOtitis media akut merujuk pada otitis media supuratif akut. Otitis media akut disebabkan oleh bakteri sehingga secret yang dihasilkan bersifat purulent. Faktor predisposisi terjadinya otitis media akut adalah terganggunya fungsi tuba eustachius dimana pada keadaan normal silia pada mukosa tuba bekerja mencegah mikroba bakteri masuk kedalam telinga tengah lewat tuba. Selain itu, infeksi pada saluran napas atas juga meningkatkan resiko terjadinya otitis media akut. Resiko akan makin tinggi seiring makin meningkatnya frekuensi kejadian infeksi saluran napas. ETIOLOGI Kuman penyebab otitis media akut yaitu bakteri piogenik contohnya yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, pneumokokus, dan selain itu dapat juga terjadi akibat Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Pada anak usia kurang dari 5 tahun sering ditemukan Hemofilus influenza.31

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

PATOLOGI Pada infeksi bakteri di telinga tengah, terjadi proses peradangan yang menyebabkan perubahan pada mukosa telinga tengah. Prose ini dibagi atas beberapa tahapan, yaitu: 1) Stadium oklusi tuba eustachius Tanda terjadinya stadium ini yaitu Gambaran membran timpani akibat terjadi tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Terkadang membran timpani tampak normal ( tidak ada kelainan ) atau berwarna keruh pucat. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. 2) Stadium hiperemis Tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. 3) Stadium supurasi Terjadi edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen dikavum timpani,

menyebabkan membran timpani menonjol kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga luar. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboplebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. 4) Stadium perporasi Diakibatkan karena beberaopa sebab yaitu terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat mengakibatkan ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. 5) Stadium resolusi Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahanlahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan32

Kelompok 3 | laporan Tutorial Skenario 1_Fever and Cough

berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

GEJALA KLINIK Gejala klini bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas yaitu suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 C( pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir keliang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

TERAPI stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Dan dengan itu diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5 dalam larutan fisiologik(anak