federalisasidan demokratisasi indonesia .)

9
Federalisasidan Demokratisasi Indonesia.) Samsu Rizal Panggabean"J Abstracts This artide, the 8m of two artides, maintains that federalism is a demo- cratic solution to problems of governance in contemporary Indonesia, despite its present abuse as a term. Four reasons are introduced as to why "federalization" should be induded in the process of democrati- zation in Indonesia. They are: (1) federalism unveils power; (2) respcects sodal and political pluralism, (3) fadlitates a just and participatory development, and (4) avoids disintegration. Pembicaraanmengenainegara federal akhir-akhir ini menghangat,Hal ini dilatari berbagaiperkembanganbaru dalampolitik Indonesiasetelah rejim Soehano longsor. Salah satu di antaranyaadalah meluasnyapembicaraan mengenaidemokratisasikehidupanpolitikIndonesia.Selainitu, perbedaan pendapat mengenai negara federal dan kesatuan berjalan seiring dengan kontroversi demokratisasi lainnya seperti sistem parlementarismeversus presidensialisme,sistem pemilihan distrik versus proporsional, dan lain- 0) Thlisanini pcmah di 'nt h" pada Seminar Nasional"Mcmbangun IndonesiaDana:Suatu Pendebtan Konstitusional clan Politilc" yang diadakan Fakultas Hukum UDivcnitas Gadjah Mada bekajasama dengan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Lembaga DiM Kesadaran Hukum Indonesia (LBKHI), clan Augustinus Hutajulu, S.H., C.N. &: Associate di Gedung Pertcmuan UGM, Yogyakarta, 31 Agustus 1998. -) Star pengajar pada Jurusan Dmu Hubungan Intemasional, Fakultas Umu Sosial clan IImu Politik, Universitas Gadjah Mada. JSP. Vol. 1,No.3 - Maret 1998

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

FederalisasidanDemokratisasi Indonesia.)

Samsu Rizal Panggabean"J

Abstracts

This artide, the 8m of two artides, maintains that federalism is a demo-

cratic solution to problems of governance in contemporary Indonesia,despite its present abuse as a term. Four reasons are introduced as towhy "federalization" should be induded in the process of democrati-

zation in Indonesia. They are: (1) federalism unveils power; (2) respcectssodal and political pluralism, (3) fadlitates a just and participatorydevelopment, and (4) avoids disintegration.

Pembicaraanmengenainegara federalakhir-akhir ini menghangat,Hal inidilatari berbagaiperkembanganbaru dalampolitik Indonesiasetelah rejimSoehano longsor. Salah satu di antaranyaadalah meluasnyapembicaraanmengenaidemokratisasikehidupanpolitikIndonesia.Selainitu, perbedaanpendapat mengenai negara federal dan kesatuan berjalan seiring dengankontroversi demokratisasilainnya seperti sistem parlementarismeversuspresidensialisme,sistem pemilihandistrik versus proporsional, dan lain-

0) Thlisanini pcmah di 'nt h" pada SeminarNasional"Mcmbangun IndonesiaDana:Suatu PendebtanKonstitusional clanPolitilc" yang diadakan Fakultas Hukum UDivcnitas Gadjah Mada bekajasama denganKonsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Lembaga DiM Kesadaran Hukum Indonesia (LBKHI),clan Augustinus Hutajulu, S.H., C.N. &:Associate di Gedung Pertcmuan UGM, Yogyakarta, 31 Agustus1998.

-) Star pengajarpada Jurusan Dmu Hubungan Intemasional, Fakultas Umu Sosial clan IImu Politik,

Universitas Gadjah Mada.

JSP. Vol. 1,No.3 - Maret 1998

Page 2: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi IndonesiaSamsu Rizal Pangga~aJDSU Rizal Panggabean

Federalisasi don Demokratisasi Indonesia

lain. Perbincangantentang federalismejuga dilatari aspirasi otonomi dankemandirianyang muncul di berbagaidaerah seperti Timor Timur, Aceh,IrianJaya, danlain-lain.Selainitu, tokohsepertiRomoY.B. Mangunwijayadan partai politik seperti Partai AmanatNasionalpimpinanM..AmienRaisturut pula meramaikan perbincangan mengenai negara federal dan kesatuan. J

Tulisan ini - bagianpertamadari dua tulisan yang direncanakan-ingin mengemukakan informasi mengenai federalisme sebagai sebuahpemecahandan jalan keluar yang demokratisterhadapberbagaipersoalandalam pengurusannegara di Indonesia. Di balik uraian ini ada anggapanbahwa federalisme,baik sebagaimodel maupun, pada umumnya, sebagaipraktik, amat layakdipertimbangkan.Lebih-IebihapabilabangsaIndonesiasudah jera dan tobat setelah mengalamidan menyaksikancara-cara OrdeBaruyanglalimdansewenang-wenangdalammenjalankankekuasaanpolitikdan ekonomi.

AIB FEDERALISME

Akan tetapi, ada satu persoalandalam diskusimengenaifederalismedi Indonesia:Kataini seringdisalahgunakan.Misalnya,federalismediartikansebagai disintegrasi atau perpecahan negara. Selaras dengan ini adalahpenyalahgunaan lain yang menganggap federalisme sebagai penyebabpemisahan-dirisuatuunit atausatuanpemerintahan(misalnya,provinsiataunegarabagian)dari induktempatnyaberada.Ini penyalahgunaanbahasayangpalingseringterdengardalamperdebatanmengenaifederalismedi Indonesiasekarang.Dampaknyaterasa sekali: federalismeibaratnajis, aib.

Selain itu, ada kecenderunganBAHWA "federalisme" digunakansebagai senjatamenyerangmusuhatau mempertahankandiri. Artinya, adapihak-pihakyang satu sama laintidakcocokatau selaras.Malahan,merekamungkinbertarungdalampermainanpolitik.Dalampertarunganitu, mereka

Y.B. Mangunwijaya, "Indonesian Problems and Prospects, " makalah untuk seminar Toward Structural .

Reforms for DemocratizDlton in Indonesia: Problems and Prospects, yang diadakan LlPI dan the FordFoundation di Jakarta, 12-14 Agustus 1998; "Paharni Secara Utuh Negara Federal" Pikiran Rakya/ 30Agustus 1998. Lihatjuga platfonn Partai Amanat NasionaJ (PAN).

32. JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

menggunakanisu federalismesebagaibagian dari arsenal masing-masing.Dalam kondisi seperti ini, kontroversi mengenai negara federal, yangdihadapkandengannegarakesatuan,sulitberlangsungdalambatas-batasyangkonstruktif.Federalismeberubahmenjadisenjata.Bukanpilihanyangperludan harus dipertimbangkan masak-masakdalam rangka menyelesaikanmasalahyangdihadapipolitikIndonesiakontemporer. .

Penyalahgunaan bahasa di atas berjalan seiring dengan kekacauan jalanpikiran. Umpamanya, tuntutan partisipasidan otonomi daerah yang sebenarnyasah dan masuk akal ditanggapi Jakarta dengan sinis. Kalau tidak dicap sebagaiusaha memisahkan diri, tututan itu akan dituding sebagai perlawanan terhadap

pemerintah pusat. Aspirasi lokal dan otonomi daerah dicurigai, dibungkam,atau ditindas. Biasanya dengan menggunakan alasan persatuan atau kesatuannasional. Seolah-olah, kita dapat bersatu dengan menindas otonomi danaspirasi daerah. Seolah-olah, persatuan nasional berarti ketaklukan terhadappusat dan pemasungan kebebasan daerahllokal.

Akhirnya, diskusi federalisme juga terkait dengan apa yang disebutnegative learning.2 GagasanfederalismeseringkalidikaitkandenganpenjajahanBelanda, dan perbincangan mengenai federalisme dianggap sebagaipengulangan gagasan Belanda. Dalam hal ini, yang terjadi sebenarnya adalahproses belajar negatif. Maksudnya, oleh karena Belanda dahulu pernahmemaksakanbentuk negara serikat kepada Indonesia, dan oleh karena penjajahmendesakkaninstitusi federal dalam rangka mengadu-dombadan politik pecah-belah,makagagasanini ditolakkarena "pelajaran"dari masalalu tersebut.

Dari manadatangnyapenyalahgunaandan kekacauanjalan pikiran diatas?Jawabannyasangatjelas, yaknidari penyarnaan persatuan nasionaldengan pemusatan atau sentralisasi kekuasaan. Sentralisme, biasanya,adalahbuahdominasiseseorangatausuatugolongandalampolitik.Dominasidansentralismeadalahpasanganyangserasi. Tetapi,keduanyatidakselarasdengankebebasandan otonomidaerah. Pada masa Orde Barn, sentralisasiitu dijalankandan ditopang dengan rangka-bajabirokrasi, sipill maupunmiliter. Supaya Indonesiabersatu, maka Indonesiaharus menjadi negara

Donald L. Horowitz, "Constitutional Design: An Oxymoron?" makalah yang disampaikan dalampcrtcmuan tahunan Tho AmericanSociety for Political and Lcgal Philosophy,San Francisco, 5-6 Januari1998, hal18.

33jSP. Vol. 1,No.3 - Maret 1998

Page 3: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Denwkratisasi Indonesia Samsu Riza1 Pangga

kesatuanyangsentralis.Persatuannasionallantasmenjadialasanpentingnyanegarakesatuanyangsentralis;dannegarakesatuanmenjadialasanpentingnyapersatuannasional.Seolah-olah,persatuannasionalmustahildicapaidalamkerangka negara serikat, dan negara serikat tidak memerlukanpersatuannasional.

Ketigagejaladi atas,yaitupenyalahguilaan(abuse)bahasa,alurpikiranyang simpangsiur, dan belajarnegatif,sangatmenggangguperdebatandandialog tentang federalisme dan relevansinya terhadap masaJah-masalahkontemporerIndonesia.Ketiganyadapatmenjadirintanganbagipemecahanmasalahsecaraakurat dan pencarianjalan keluaryangtepat bagi persoalanpengurusankenegaraandi Indonesia.Kemungkinanbahwalembagafederallebihsesuaisebagaikerangabagikemajenmkandanotonomidaerahdibandingnegarakesatuanyang sentralistidakmendapatperhatianyang semestinya.3

FEDERAL vs KESATUAN

Serupa kata-kata teknis lain dalam ilmu politik, "federasi,""federalisme" memiliki definisi yang beraneka ragam. Definisi yang beranekaragarn ini kadang-kadang menimbulkan frustrasi. Demikianlah William H.Riker, yang pen13hmenulis betapa sulitnyamembedakan federasi dari bentuk-bentuk pernerintahan lainnya sehingga ia rnengatakan bahwa federasi adalahsuatu rnitos. Pada unmrnnya, federalisme rnerujuk kepada suatu bentuk sisternpernerintahan. Tetapi, banyak pula yang mengartikan federalisme sebagaisistern sosial-budaya. Federalisme juga digunakan dalarn konteks ekonomi,rnisalnyafederalismefiska!. .

Dilihat dari asal-usulnya, kata "federal" berasal dari bahasa Latin,foedus, yang artinya liga. Liga negara-negara kota yang otonom pada zamanYunani kuno dapat dipandang sebagai negara federal yang mula-nmla. Bentuk

) Lihat Hans AntIov, "Fcderation-of.IntaJt in Indonesia, 1945-49," makaIah yang disampaikan dabm semi.

nar intemasional Towards Stluctural Reforms for Democratization in Indonesia: Problems and Prospects"yang diadakan UPI dan the Ford Foundation, Jakarta 12.14 Agustus 1998.

34JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

Federalisasi dan Denwkratisasi Indonesia

IDOderenpemerintahan federal berasal dari pengalamankonstitusional AmerikaSerikat.Dapatdikatakanbahwapemerintahanfederalmerupakansalah satusurnbangansejarahketatanegaraanAmerikaSerikatterhadapduniamoderen.4

Sebagaitatanankonstitusionaldankelernbagaanpolitik, federasilebihdesentralisdibanding"devolusi"ataupendelegasiantugasdanfungsikepadapemerintahanpedesaan, perkotaan, metropolitan,atau daerah. Selain itu,desentralisasidalarn tatanan federal berbeda dari devolusi karena badan-badan pemerintahan memperoleh kekuasaannnyatidak dari pemerintahnasional (seperti dalarn negara kesatuan), tetapi dari konstitusi yang jugamenjadisumber ketentuanyurisdiksipemerintahanpusat. Dalarn hal ini,keduanya, yaitu pemerintahanpusat atau federal dan satuan-satuanyangtercakupdi dalarnnyabersifatko-ordinatdan independensatu sarnalain.'

Dalamtatanansemacarnini, pemerintahpusat lebih sulit (dibandingnegarakesatuan)mengganggukekuasaandan statuspemerintahanregionalatau daerah.6Banyakaturanyang sengajadibuatdan dirumuskanke dalamkonstitusi supaya pemerintah nasional kesulitan mengubah kekuasaan,perbatasan, dan bentuk pemerintahansatuan-satuanyang mernbentuknya.Olehsebabitu, federalismeadalahsuatujawabanterhadaprnasalahbagairnanamemungkinkanotonomilokal yang memadai,dalamarti mernilikiotoritasdi wilayahatauteritoritertentu,danpolitikdi dalamteritoritersebutterbebasdari carnpurtangankekuatanyangberasaldari luar teritori. Jalankeluar ini,dengankatalain, memberikanjaminankepadategaknyaprinsipteritorialitasdanotonorni(territorialityandautonomy)yangsangatdihargaidalarnsistemketatanegaraanmoderen.'

Di bawahini akandipaparkanbeberapapengertiannegarafederaldannegarakesatuan.Maksudnyasupayavariasipengertianyang disebutkandiatas kelihatan, demikianpula penekananyang diberikan pemberi definisidalamdefinisirnasing-rnasing.

Lihat Joseph R. Rudolph. Jr. "Federations," dalam International Encyclopedia of Government andPolitics Vol I yang diedit Frank N. Magill (Singapura: Tappan, 1996), hal. 467.

B.C. Smith, Decentralization. The Territorial Dimension of the State (London: Allen Unwin, 1985) haI.12.

Ibid., haI. IS.

Kjell-Ake Nordquist, "Autonomy ~ Conflict Resolution," makalah yang tidak diterbitkan, hat I.

JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998 35

Page 4: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia Samsu Rizal Pangga

Negara Federal:

· [Federalprinciple] Dividessovereigntybetweenthe constituentstatesand the federationas a whole. The constitutionhas the form of atreaty between a certain nUmberof states where they defme theattributions of the state and the federaltevel. Constitutional changescannot be made unilaterally by thefederal government, but have tobe accepted by the states concerned. The principle behind a federalconstitutionis that eachstatedelegatesa certainamountof powersupwards to the federal government. In a loose federation(confederation) the constituent s~tes may have the right to withdrawthe powers they have delegated upwards and resume completeindependence. In a tighter federation this can also not be doneunilaterally, but has to be negotiated and accepted by all partiesconcerned.s .

· Federalism divides.political pow~r territorially in a specificconstitutional way. But, in addition, each of the constituent partsof a feredration, suc,has the fIfty states of the USA or the nineteenstates of Nigeria, may be regarded as unitary state each with itsown internal system of local government. Local governmentsthemselves may employ various kinds of administrative decentrali-zation within the internal organization of their administrativedepaI1IIlents.9

· A system in which some matters are exclusively within thecompetenceof certaiillocal units, cantons, states, p~ovincesandare constitutionallybeyondthescopeoftheauthorityof thenationalgovernmentand where certain other matters are constitutionallyoutsidethe'scopeof the authorityof the smallerunits.10

8 Anl1ov, op. cit., hal. 3.

9 B. C. Smith, op. cit.., ha1. 1-2.

10 Robert A. Dahl, "Fedcnlismandthe Democratic Process," da1amR.A. Dahl, Democracy. Liberty, Equality(Bergin: Norwegian University Press, 1986), halo 114-126, dikutip dalam Juan J. Linz & Alfred Stepan."Some Thoughts on Decentralization, Devolution and the Many Varieties of Demoaatic FederalArrangements, " makalah dalam seminar LlPI dan Ford Foundation, Toward Structural Reforms for

Democratization in Indonesia: Problam and Prospects. Jakarta, 12-14 Agustus 1998.

36 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998..

SalDSURizal Panggabean Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia

· Federations are political systemsbased on the flexible federal model,in whichpoliticalauthorityis dividedbetweentwo or more levelsof governmentso that each is independentof the other in the areaassigned to it. 11

· A federalconstitutionmaythereforebe seenas a politicalcompactthat expliitlyadmitsof the existenceof conflictinginterestsamongthe componentterritorial communitiesand commits them all toseekaccomodationwithoutoutvotingthe minorityand withouttheuse of force. 12

Seringkali, federasi atau negara federal sebagai suatu tipepemerintahan dibedakan dari "federalisme" dalam kontekspembicaraanfilsafatpolitik.Dalamhal ini,federalismedidefinisikansebagai a system that divides the powers and responsibilitiesofgovernmentbetweena nationalgovernmentandsmallerautonomousunits containedwith that nation.13

· Administrative federalism: dalam hal ini fungsi-fungsi tertentudialokasikan kepada satuan subnasional karena desentralisasidipandangsebagaimetodeyangtepatuntukmenerapkankebijakanatau karena kebijakan tertentu lebih tepat dilaksanakandenganmemperhatikanciri-cirikhas lokaldanetnis. Ketikapemerintahannegara kesatuan menerapkanfederalisme,biasanya yang terjadiadalahadministrativefederalisme.14

· Confederation:arrangementamongsovereignpoliticalunitsin whichall legal power remains in the handsof the constituentunits, andwhose central governmentlacks the ability to make and enforcebinding decisions on the member states. 15

II Rudolph, op. cit., ha1. 467.

12 J.D. Duchacek, Comparative Federqlism. The Te"itorial Dimension of Politics (New York: Hoh,Rinehart & Winston, 1970), hal. 192, dikutip dalam B.C. Smith, Decentralization. The TerritorialDimension of the State (London: Allen & Unwin, 1985), halo 14-15.

13 Marcia Weiss, "Federalism in the United States," dalam International Encyclopedia of Governmentand Politics Vol. I yang diedit Frank N. Magill (Singapura: Toppan, 1996), hal. 462.

14 Hannon Zeigler, The Political Community (New York & London: Longman, 1990), hal. 68.

15 Rudolph, op. cit., ha1. 467.

JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998 37

Page 5: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia Samsu Rizal Panggabeal SaJIlSURizal panggabeanFederalisasi dan Demokratisasi Indonesia

. Confederation: government that states or other units may join,surrendering certain powers, or withdraw from, retaining theirauthority. 16

. Cooperativefederation: federal association in which the central(federal) government and the constutuent units collaborate inproblemsolving.17 .

. Cultural federation: federation in which there are cultural differences

separatingthe constituentunits fromone another.18

. Dual federation: form of federal government in which each of thedifferent levels of government is rigidly restricted to the powersexplicitly assigned to it; also known as competitive federalism.19

. Dual federalism: states and national governments functioning asequals, each having individual and concurrent authority to act incertain matters.20

Negara Kesatuan:

. The unitary principle grounds sovereignty in the nation as a whole.A government representing a unitary nation has the right to delegatepowers downward to regional and local institutions, throughlegislation, but the regions have no right to any of these powers. Aunitary state can be highly centralised (like France) or it can bedecentralised, with a substantial degree of autonomy for provincesor communes (like Britain or the Netherlands). At any rate, it is aunitary s.tate. The powers held by local and regional organs havebeen received from above, and can be withdrawn ~hrough newlegislation, without any need for consent from the communes orprovincesconcerned.21 .

16 Weiss, op. cit., halo 462.

17 Rudolph, op. cit., halo 467.

18 Loc. cit.

19 Loc. cit.

20 Weiss, op. cit., hal 462.

21 Antlov, 'op. cit, halo 3.

38 JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

. A term generally applied to a state in which executive and legislativepowers are centrally concentrated and not shared to any substantialextent with institutions below the national level.n

. Form of governmentin whichultimatepoliticalpoweris vestedinthe central government. 23

. System of government in which nonautonomousinstitutionsarecreatedby a controllingcentralgovernment.24

FEDERALISASI DAN INDONESIA

Bagi Indonesia,konsep negara federal sangatpenting dipelajari dandiperdebatkansecara publik. Konsepini dapat dihadapkandengan konsepnegara kesatuansehinggapengertianmasing-masingdapat kelihatanlebihjelas. Selain itu, penyelewengan-penyelewengankekuasaan di masa lalu dapatdisoroti lebihjelas denganmenggunakanlampu sorot federalisme.Dengandemikian,masyarakatdihadapkankepada kemungkinan-kemungkinandanpilihan-pilihanbarupengelolaandanpengurusankenegaraandi Indonesiadimasa mendatang.Dengan maksud itu pulalah, di bawah ini akan dibahasbeberapaalasanbagi pentingnya"federalisasi"dalamrangkademokratisasiIndonesia.

1. Membuka Kekuasaan

Federalisasi adalah sebuah strategi yang paling tepat untukmembukakekuasaanyang pada masa lalu amat tertutup. Masyarakatpada umumnya mendambakanketerbukaankekuasaan. Maksudnya,dalam kehidupanbersamasuatu masyarakat,baik di bidangekonomi,politik, maupunsosial,kekuasaanitu diharapkanterbuka, tampak,ataukelihatan.Sebaliknya,masyarakatmenolakdanmenentangketertutupan

22 Gaven Drewry, "Unitary State," dalam The Encyclopedia of Democracy Vol. IV, ed. Seymour Martin

Upset (Washington, D.C.: Congressional Quarterly Inc., 1995), 1302.

23 Rudolph, op. cit., halo 467.

24 Weiss, op. cit., hal 462.

39JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

Page 6: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia Samsu Rizal Panggabea!l 5aJDSURizal Panggabean Federalis~"</i dan Demokratisasi Indonesia

kekuasaan. Sejarah pemikiran dan praktik politik demokratis dapatdipahami sebagai rangkaian usaha-usaha merealisasikan kekuasaan yangterbuka dalam kehidupan sosial dan politik dan bagaimanamengembangkan tatanan kelembagaanyang dapat menghindari terjadinyaketertutupanatau obskurantismekekuasaan.

Banyakmekanismedan lembagadeinokrasiyang dikembangkandalam rangka membukakekuasaanitu. Contohnyaadalahperwakilanpolitik. Melalui pemilihanumum, wakil-wakilrakyat dipilih supayarakyat di daerah-daerahmemiliki orang-orangyang dapat mewakilimereka di pusat. Wakil-wakilini, melaluiproses legislatif, ikut sertamembuataturanperundangan.Selainitu, merekamengawasikekuasaanyangdipegangeksekutif.Dalamkontekspolitikperwakilanini, mewakili(torepresent)berarti"menyebabkansesuatuyangtadinyatidakkelihatanmenjadikelihatan.» Dengankata lain, perwakilanpolitik.adalahsalahsatumekanismemembukakekuasaanpusat80payatidaktertutup,minimalbagi wakil-wakilrakyat yang dipilihsecarademokratis.

Ilustrasi lain mengenai semangat membuka kekuasaan adalahlembagapemerintahanlokalyangotonomidankemandiriannyadihargaidalam federalisme.Pemerintahanlokal atau daerah dibendukkarenaalasanyangsederhana:Yanglokalitulebihdekatdibandingpemerintahanpusat di ibukota. Pemerintahanlokal juga memudahkanwarganegaraberpartisipasi dalam kehidupan publik dan mengawasi jalannyapemerintahan mereka. Di balik itu ada asumsi yang mengatakankekuasaanyang dekat lebih mudah kelihatan dan diawasi dibandingkekuasaanyang jauh di ibukota. Semakindekat kekuasaan, semakinmudahdiawasi; semakinjauh, semakin8Olit.Jika bangsaIndonesiadimasayangakandatanginginmenghindarikekuasaanyangtertutupdanjauh dari jangkauan, maka federalisasimenawarkanjalan keluar yanglayakdipertimbangkan.

2. Menghormati Pluralisme

Salah satu pengertianfederalismemenekankanbudaya sebagaikerangka bagi sistem politik. Dalam hal ini, federalismedipandangsebagai usaha menyeimbangkankekuatan budaya daerah, suku, atau

40 JSP · Vol. I, No.3 - Maret 1998

etnis yang ada dalam suatu negara. Tujuannya adeahirokratisasi.

pemerintahan dapat berjalan secara konsisten dan dapat diandalkAioandangfederalisme merupakan respons kelembagaan terhadap heterogelngitasbudaya. Dalam pelembagaan ini, ada pemisahan legal terhadap tanggung~ijawab antara pemerintah nasional dan satuan-satuanbawahannya, disebutnegara bagian di Amerika Serikat dan Australia, Lander di Jerman,canton di Swiss, atau provinsi di Kanada.25

Pada sisi lain, Carl Friedrich menganggapfederalismesaling terkaitdengan nasionalismedalam arti perasaan menjadibagian dari 80atutempatatau komunitas wilayah tertentu di dalam 80atu negara bangsa. Menurutilmuwan politik yang turnt menyiapkan konstitusi federal Jerman pascaPerang Dunia II,

Federal relationships may be utilized to provide a political orderfor a nation to be united out of separate and distinct entities, as wasthe case in Germany in the nineteenth century, that of India in thetwentieth. Or federalism may serve as a means of combining sev-eral nations or nationalities into one political order, as is the case inSwitzerland and Belgium.26

Federalisme juga terkait dengan tingkat heterogenitas masyarakatsuatu negara. Sistem federal menghargai otonomi regional dankeanekaragaman masyarakat. Seperti disebutkan Duchacek,

A federal constitution may therefore be seen as a political compactthat explicitly admits of the existence of conflicting interests amongthe component territorial communities and commits them all to seekaccomodation without outvoting the minority and without the useof force.27

2S Hannon Zeigla, The Political Community (New York" London: Longman, 1990), haI. 65.

26 Carl Friedrich, Tnmds ofFederalinn in Theory and Practice (New York.: Praeger, 1968), haI. 30, dikutipdalam Zeigler, op. cil., 65.

27 Duchacek da1am B.C. Smith, op. cil., haI. 14-15.

JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998 41

Page 7: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia Samsu Rizal PanggabeaJ SaDlSURizal Panggabean Federalisasi don Demokratisasi Indonesia

Dalam kaitannya dengan pluralisme ini, Y.B. Mangunwijayamengatakan, "Bhineka Tunggal Ika adalah definisi negara federal, satu-satunya kemungkinan mempersatukanIndonesiasecara adil, damai, salingmemekarkan di abad ke-21, yang sudah lain sarna sekali dari situasiabad ke-20" .28Di masa lalu, ada pandangan negatif terhadap artikulasipolitik ciri.dri etnis dan kebudayaanmasyarakat. Artikulasi ini dipandangsebagai sesuatu yang mengancam "persatuan nasional." Usaha-usahamenegaskan identitas kultural dipandang sebagai "primordialisme" ,"provinsialisme", "parokialisme", "komunalisme", atau "tribalisme".Dalam konteks ini, keanekaragaman etnis dan budaya dipandang sebagaicacat serius, ancaman bagi pembangunan, dan ancaman bagi integritasnasional.

Di balik ini semua, ada anggapan bahwa warganegara terikatkepada organisasi negara nasional yang hirarkis, dan bahwa unsur-unsurmasyarakat lokal yang terdiri dari berbagai macam latar belakang budayabukanlah komponen pembentuk konsensus sosial dan politik. Mungkin,sebagian besar kesenian daerah yang memiliki kebudayaan beranekaragam ditampilkan dan dipertontonkan sebagai bukti kebhinekaan. Akantetapi, hanya sampai di situ saja. Kebhinekaan tersebut tidak tercermindalam otonomi dan otoritas daerah. Dalam hubungan pusat dan daerah,begitu pula halnya dalam prinsip pengorganisasian, sebenamya tidakada kebhinekaan. Yang ada adalah kesatuan birokrasi yang sentralis.29

3. Pembangunan yang Adil dan Partisipatif

Dalam tatanan pemerintahan negara kesatuan yang sentralis,bentuk-bentukorganisasi masyarakatpada tingkat lokal dan regionalmelemahatau rusak. Ini disebabkanoleh konsolidasibirokrasi negaradan dominasielit nasional.Gagasan"bina bangsa"dan "bina negara,"yang dahulu pernah populer di kalangan para peneliti modemisasi,

28 Y.B. Mangunwijaya, "Mengapa Republik Indonesia Serikat" D&R 1 Agustus 1998, halo 25.

29 Dirk G~cs, Democracy in Centralist and Federalist States. A Comparative Analysis of the Federal

Republic of Germany and France (Bonn: Friedrich-Ebert Stiftung, 1991), halo 75.

42 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

merupakan bungkus bagi homogenisasi kultural dan birokratisasi.Pembentukanlembaga-lembagabirokratisyang terpusatkan'dipandanglebih penting dari partisipasidemokratis. Jika melemaooyakapasitasmasyarakat di daerah dapat dapat menjadi sumber potensial bagikerawanan dan ketegangan, maka hal lni dapat dinisbatkan kepadasentralisme.

Lebih lanjut, ketika ekonomi negara-negara berkembangterintegrasike dalamperekonomianpasarinternasional,kecenderungansentralismesemakinmenguat.SepertidisebutkanGerdes,

Bersamaan dengan erosi dan kehancuran unit-unit partisipasi yang"tradisional , .. integrasi tersebut memusnahlcan struktur ekonomipra-industri. Dalam peristilahan ekonomi, menguatnya pusat berjalanseiring dengan meningkatnya marginalisasi dan pemis1cinandaerah-daerah pinggiran. Pada gilirannya, hal ini mempercepatpembentukan agglomerasi perkotaan, dengan pemukiman-pemukiman imigran dari pelosok yang mengalami proletarisasi.30

Kecenderungan sentralisme tersebut juga berakibat kepadapemiskinandaerah. SepertidisebutkanMubyarto, "Jika sebelummasapembangunanrata-ratakemakmuranpendudukJawa35persendi bawahrata-rata kemakmuranpenduduk luar jawa, kini (1992) keadaannyaterbalik, kemakmuran penduduk luar Jawa 24 persen di bawahkemakmuranrata-ratapenduduklawa. "31 Sehubungan dengan ibukotaJakarta, ProfesorMubyartomenulis,"DKI Jakartayang menunjukkan'pendapatan' lebih lebih dari dua kali pendapatanrata-rata Indonesiamenjadipusatpertumbuhanyangmenarik,yangpadagilirannyasemakinmenarikpara investorke sana. Dan akibatnya,ketimpanganekonomiyanglebihseriuslagi."32 BeberapakesimpulanlainpenelitianMubyartodkk yang menyangkut efek sentralisasi kekuasaan dan sumberdayaekonomiterhadapperekonomiandaerah,khususnyadi luar pulauJawa.

JO Gerdes hal. 77.

]I Dikutip dalam Y.B. Mangunwijaya, "Mengapa Rcpublik Indonesia Scrikat," D&R 1 Agustus 1998, hal.25.32 Loc. cit.

JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998 43

Page 8: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi IndonesiaSamsu Rizal Panggabeaql $a1J1511rozal Panggabean

Federalisasi dan Demokratisasi Indonesia

Mubyarto menulis, "kecepatan peningkatan jumlah penduduk kaya diJawa sangatcepat sedangkandi luar Jawa lebih lambat."33

Kadang-kadang, pembangunanyang sentralis itujuga menghinakandaerah. Contohnya pengalaman Irian.34Pembangunan rnasyarakat yangdilaksanakandengan konsep kebijaksanaandan dana yang ditetapkandari atashampirselalumenimbulkanreakSiyangnegatif,karenadalamprosesnya adat dan kebiasaanyang telah menjadipegangandan polahidup rakyat sudah pasti akan berubah. Penelitian antropologisKoentjaraningratdankawan-kawannyamengatakanadanyaketidakpuasanterhadap pemerintah Indonesia dan pendatang karena "perilaku danketamakanparapendatangdanbanyakoknumyangditugaskanke daerahitu.":USelain itu adajuga cara pandang yang stereotipmengenaipendudukasli Irian. Parapendatangyangmerasalebihpandaidan lebihberadab,memandangpendudukasliprimitif,bodoh,pemabuk,pemalas,dan lain-lain. Karenanya,ada ketidaksenangandari rnasyarakatsetempatyangmenilaipara pendatangamberiatau "tidak ramah."

Di dalamsistemfederal, ada unsur-unsuryang dapat membantumenghindarikecenderunganke arabintensifikasiketimpanganekonomidan konflik-konflikpolitik dan budayayang menyertainya.Selainitu,federalisme memungkinkanadalnya usaha mengevaluasiperbedaanbudaya internal di negara-negaraberkembangyang masih memilikistruktur tradisonal di pedesaan. "Sebagai ganti diskriminasi danpenindasanterhadap cara hidup yang 'pra-moderen' dan/atau berbedasecarakultural,potensiperbedaaninidijadikansebagaisumbermotivasimenggerakkanbentuk-bentukpembangunanyangmandiri indepe~dent("self-reliance")harnsdiakuidandigunakan.Mengaktifkansumberdayaini, padasaatyangsarna,menghindari"Balkanisasi"sistemnegarayangada hanya dapat dicapai dalam konteks suatu sistem federal. "36

33 Mubyarto, "Perilalcu Ekonomi Orang Kaya Periu Dikcndalikan," ProspektifVol. 4 No. 2-3, 1992, 139.

)4 Koentjaraningrat dan D. Ajamiseba, "Rcaksi Penduduk Asli terhadap Pembangwwt dan Perubahan, ..Koentjaraningrat dkk.Irian Jaya. Membangun MasyarakatMajemuk(Jakarta: Jambatan, 1994). hal.433.

3S Sebagai contOh, antara 1963 dan 1969 merdta mempergunakan perbedaan nilai tokar rupiah Irian dannilai tokar rupiah Indonesia untuk manbeli barang-barang yang tenedia di Irian Jaya untuk dijual didaerah lain dengan keuntungan yang sangat besar. Libat ibid. ba1. 434.

36 Gerdes, op. elt.. ba1. 80-81.

44 JSP ·Vol. I, No.3 - Maret 1998

Acknowledgement and support for internal cultural differentia tinas a motivation resource must be stabilized by decentralization andby organizational safeguards in order to ensure the consensus-oriented arbitration of group conflicts. That means the relinquishmentof prominent principles of the unitarian-central~st model ofdevelopment.37

Selanjutnya,ketika kita memikirkanalternatifmodel pembangunan,bentuk negara federal lebih memudahkan implementasi pembangunantersebut. Sebuah strategi pembangunan yang partisipatif akan mencakupbeberapa postulat berikut. Pertama, partisipasi politik juga dapatditerjernahkan menjadi kontrol atau pengendalian kekuasaan birokratis.Kedua, ketimpangan ekonomi diselesaikan secara pertahap dankeanekaragamanbudaya dihormati. Ketiga, unsur-unsur masyarakat yangtadinya terkesampingkan sekarang digabungkan dalam kegiatanpembangunan yang secara langsung terkait dengan kepentingan mereka.Ketiga postulat ini menuntut diversifikasi dan desentralisasi proyek-proyek pembangaunan. Ketiganya dapat diterjemahkan ke dalamkenyataan melalui mobilisasi sumberdaya motivasi budaya. Inimengharuskan penolakan terhadap model pembangunanyang unitarian.38

4. MenghindariDisintegrasiSejarah politik dan ketatanegaraan moderen memberikan suatu

pelajaran berharga yang perlu disimak: Jika suatu negara dihadapkankepada kemungkinan disintegrasi, negara itu dihadapkan kepada tigapilihan. Pilihan pertama adalah pemisahan diri. Dalam hal ini, loyalitassubnasional diperkenankan untuk menang. Contohnya adalah pemisahanBangladesh dari Pakistan. Pilihan kedua adalah memenghapuskanloyalitas subnasional, yaitu denganpembantaian rnassal (genodde) sepertidi Burundi, Rwanda, dan Bosnia-Herzegovina. Akhirnya, pilihan ketiga,adalah hidup berdampingan dengan secara damai dengan unit atau

37 Ibid., halo 81.

J8 Ibid., hat 83.

45JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998

Page 9: Federalisasidan Demokratisasi Indonesia .)

Federalisasi dan Demokratisasi IndonesiaSamsu Rizal Pangga~

loyalitas subnasional tersebut. Pilihan ketiga ini juga dinamakanfederalisme.3!I

Bagi Indonesiayang sudah mengalaminegara kesatuandengansentralismeyangbikin-frustrasidanotoriterismeyangmenyesakkandada,federalisme adalah pilihan yang jauh lebih lunak dan menghormatipersatuan nasional dibandingkan dengan pemisahan-diri. Apalagidibandingkandengan genocide. Pemerintahpusat dan m,asyarakatdiberbagaidaerahdi Indonesiatidakmelirikpemisahan-dirisebagaijalankeluar. Bahkan,sebaiknyapilihanini diwaspadaidan dihindari.Sebab,sepertidikatakanHorowitz,dalampraktiknya,mengizinkanpemisahandiri atau secession tidak memenuhiaspirasi untuk mendapatkanhakmenentukannasib sendiri tetapi memperkenankansebagiankelompokmenentukan masa depan kelompok-kelompok lain. 40

39 Zeigler, op. cit., halo 66.

40 Horowitz, "Constitutiooal Design: An Oxymoron?".

46 J5P ·Vol. I, No.3 - Maret 1998