cardiac arrest

Upload: heru-elfasiry

Post on 30-Oct-2015

238 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 1 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    CARDIAC ARREST

    Arif Heru Tripana* Published June 11, 2013 Amrullah* Muchlis Alhadi* Cecep Hendryanto* Email: [email protected] * Student of Medical Faculty of Abdurrab University Pekanbaru

    BAB I

    PENDAHULUAN 1.1.Kasus

    Hasan seoran mahasiswa kedokteran sedang menuju ruang ganti

    pakaian di dekat lapangan tenis. Tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki usia

    50 tahun sedang terkapar dan tangan kanannya mendengar dada kiri. Saat itu

    ruang ganti dalam keadaan sepi. Hasan berteriak meminta bantuan lalu

    memeriksa pria tersebut: bibirnya biru, apneu, nadi tidak teraba. Ia segera

    melakukan napas buatan dan pijat jantung sambil sesekali berteriak minta

    tolong.

    Tampaknya tidak ada yang mendengar dan tidak seorang pun datang

    menolong sehingga ia menghubungi 911 dan meneruskan napas buatan dan

    pijat jantung. Pertolongan akhirnya tiba ketika ia sudah merasa sangat

    kelelahan dan hampir menghentikan pertolongannya.

    Saat di IGD, pasien dipasang elektrokardiograf dan dditemukan adanya

    ventrikel fibrilasi. Dokter yang bertugas segera melakukan defibrilasi pada

    pasien.

    1.2.1. Kata Sulit

    Ventrikel fibrilasi: suatu keadaan yang ditandai dengan denyutan

    jantung cepat dan tidak teratur yang terjadi karena impuls yang sangat

    cepat.

    Defibrilasi: suatu tindakan memberikan renjatan arus listrik untuk

    penghentian fibrilasi atrium/ventrikel melalui elektroda yang

    diletakkan pada dinding dada.

    Apneu: henti napas.

    Article and Case Report of Medical Emergency

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 2 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    EKG: suatu alat yang dipasang pada pasien untuk penyadapan aktivitas

    listrik jantung yang dituangkan dalam gelombang P,QRS dan T.

    1.2.2. Kata Kunci

    Laki-laki 50 tahun

    Terkapar dan tangan kanan memegang dada kiri

    Bibir biru, apneu, nadi tak teraba

    Diberikan napas buatan, kompresi jantung.

    IGD EKG defibrilasi

    Minta tolong penolong kelelahan bantuan datang.

    1.3.Problem

    1. Apa yang menyebabkan laki-laki ini terkapar?

    2. Apa yang menyebabkan bibir tampak biru, apneu, nadi tidak teraba?

    3. Kapan dilakukan pertolongan pertama dan dihentikan pertolongan pada

    pasien?

    4. Apa yang terjadi jika pertolongan dihentikan sebeblum pasien sadar?

    5. Apa indikasi dan tujuan dipasang EKG?

    6. Bagaimana pertologan pertama pada kasus ini?

    7. Apa indikasi dilakukan defibrilasi?

    8. Bagaimana mekanisme terjadinya pingsan?

    9. Bagaimana mekanisme terjadinya VF?

    10. Gambaran EKG pada kasus ini dan penyebab VF?

    11. Gambaran penatalaksanaan pada orang yang tidak sadarkan diri?

    12. Apakah orang yang mengalami VF akan mengalami pingsan?

    13. Apa saja komplikasi VF?

    14. Apa saja faktor resiko VF?

    15. Apa tanda dan gejala VF?

    16. Apa saja penyakit jantung yang bisa menyebabkan pingsan?

    17. Bagaimana penatalaksanaan VF saat di RS?

    1.4.Brainstroming

    1. Penatalaksanaan pada orang pingsan adalah cek kesadaran, periksa ABC

    (airway, breathing, circulation).

    2. Pingsan terjadi ketika otak mengalami kekurang oksigen.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 3 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    3. Etiologi VF adalah SKA, VT stabil dll.

    4. Kompresi dada dilakukan sebanyak 30: 2, 30 kompresi dan diikuti oleh 2 x

    napas buatan.

    5. Defibrilator terbagi menjadi 2 yaitu: defibrilator monofasik dan

    defibrilator bifasik.

    6. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk VF adalah efinefrin, vasopresin,

    sulfa atropin, dll.

    1.5.Spider Web

    Gambar 1.1. Skema Spider Web

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 4 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Henti Jantung (Cardiac Arrest)

    2.1.1. Pendahuluan

    Henti jantung (cardiac arrest) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi

    darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk kontraksi secara efektif. Secara

    klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda

    sirkulasi lainya. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama:1

    1. Takikardi Ventrikular tanpa nadi/Pulseless Ventrikular Tachycardia

    (VT).

    2. Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VF).

    3. Pulseless Electrical Activity (PEA).

    4. Asystol.

    2.1.2. Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VT)

    Definisi

    Ventrikel Fibrilasi (VT) dikenali dengan bentuk gambaran

    gelombang yang naik turun dengan berbagai bentuk dan aplitudo

    gelombang yang berbeda-beda, menimbulkan gambaran seperti cacing

    yang bergerak naik turun dan tidak teratur. Tidak tampak komplek QRS

    atau segmen ST ataupun gelombang T. fibrilasi halus ditandai dengan

    amplitudo gelombang kurang dari 0,2 mv yang sering ditemukan pada

    kasus VF yang sudah lama dan gambaran ini mirip atau menyerupai

    gambaran asistol.1

    Etiologi1

    - Sindrom koroner akut (SKA) yang menimbulkan daerah iskemik pada

    miokard.

    - VT stabil hingga tidak stabil, tidak diobati.

    - Komplek ventrikel prematur/premature ventricular compleks (PVCs)

    dengan fenomena R-pada-T (R-on-T).

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 5 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    - Beberapa obat, imbalans elektrolit, atau ketidak normalan asam-basa

    yang memperpanjang periode refrakter relatif.

    - Perpanjangan QT primer atau sekunder.

    - Kematian karena listrik (electrocution), hipoksia, dll.

    Patofisiologi1

    Gambar 2.1. Skema Patofisiologi pada VF1

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 6 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Manifestasi Klinis1

    - Denyut nadi menghilang dengan dimulainya VF. Denyut dapat

    menghilang sebelum dimulainya VF bila suatu pertanda lazim bagi VF

    (VT yang cepat) terjadi sebelum VF.

    - Jatuh pingsan, tidak memberi respon.

    - Mulai terjadi kematian yang tidak dapat balik/irreversibel.

    Kriteria Penentu Berdasarkan EKG1

    - Nilai/komplek QRS: tidak dapat ditentukan; tidak ada gelombang

    P,QRS, atau T yang dapat dikenali. Gelombang pada garis dasar terjadi

    antara 150 dan 500 per menit.

    - Irama: tidak dapat ditentukan; pola naik (puncak) dan turun (palung)

    yang tajam.

    - Amplitudo: diukur dari puncak ke palung; biasa digunakan secara

    subyektif untuk menggambarkan VF sebagi halus (puncak ke palung 2

    sampai

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 7 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    henti napas. Sebenarnya pada keadaan ini ventrikel masih berkontraksi

    tetapi tidak cukup kuat menimbulkan pulsasi sampai ke pembuluh darah.1

    Etiologi

    - Hipovolemia

    - Hipoksia

    - Asidosis

    - Hipo/hiperkalemia

    - Hipotermia

    - Toksin (over dosis obat, salah cerna)

    - Tamponade jantung

    - Tension pneumotorak

    - Trombosis (koroner SKA) atau paru (emboli paru)

    - Trauma

    Patofisiologi

    Aktifitas listrik tanpa denyut/Pulseless Electrical Activity (PEA)

    bukanlah suatu gambaran irama, melainkan suatu keadaan klinis tidak ada

    nadi sedangkan impuls konduksi jantung masih ada dan dalam pola yang

    seharusnyadapat mengahasilkan nadi. PEA disebabkan aktivitas listrik

    jantung tidak menghasilkan kontraksi mikardium (dahulu kondisi ini

    disebut disosiasi elektromekanis); atau pengisian ventrikel yang tidak

    memadai saat diastol; atau kontraksi yang tidak efektif.

    Manifestasi Klinis

    - Jatuh pingsan, tidak dapat memberi respon.

    - Megap-megap, sangat sulit bernafas, lalu berhenti bernafas.

    - Tidak ada denyut yang dapat dideteksi melalui palpasi (adanya tekanan

    darah yang sangat rendah masih mungkin terjadi pada kasus yang

    disebut pseudo-PEA).

    Kriteria Penentu Berdasarkan EKG

    - Irama menunjukkan aktivitas listrik/depolarisasi ventrikel (tapi bukan

    VF/VT tanpa denyut).

    - Umumnya tidak seteratur irama sinus normal.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 8 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    - Dapat sempit (QRS 0,12 mm); cepat

    (>100 per menit) atau lambat (

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 9 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Manifestasi Klinis

    Asistol atau leih tepat asistol ventrikel secara klinis ditampilkan

    sebagai suatu garis datar; secara virtual tidak ada kriteria penentu.

    - Kecepatan: tidak terlihat adanya aktivitas ventrikel atau 6 komplek

    per menit; apa yang dinamakan asistol gemlombang P terjadi

    dengan hanya terdapat impuls atrium (gelombang P).

    - Irama: tidak terlihat adanya aktivitas ventrikel atau 6 komplek QRS

    per menit.

    - PR: tidak dapat ditetapkan; terkadang terlihat adanya gelombang P,

    tetapi berdasarkan definisinya gelombang R harus tidak tampak.

    - Komplek QRS: tidak terlihat defleksi yang konsisten dengan suatu

    komplek QRS.

    Gambar 2.4. EKG pada asistol; Kecepatan: tidak ada; Irama: tidak ada; Gel. P:

    tidak ada; Interval PR: tidak ada; Komplek QRS: tidak ada.2

    2.2. Penatalaksanaan Primary Survey

    Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang dikeluarkan oleh

    American Heart Association dan Europan Society of Resuseitation, pelaksanaan

    bantuan hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivitas layanan

    gawat darurat dan diteruskan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan

    CABD (Circulation Airway Breathing Defibrilation).1

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 10 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    2.2.1. Penilaian Respons

    Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan

    menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita. Hal yang perlu

    diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita:1

    - Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang

    diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti

    pada saat ditemukan atau usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi

    mantap.

    - Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau

    bernafas tidak normal (gapsing) maka penderita dianggap mengalami

    kejadian henti jantung, maka langkah selanjutnya yang dilakukan

    adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat darurat.

    2.2.2. Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat1

    - Penolongan meminta bantuan orang terdekat/menelepon sistem

    layanan gawat darurat.

    - Menjelaskan kepada petugas gawat darurat lokasi, kondisi korban,

    bantuan yang telah diberikan.

    2.2.3. Kompresi Jantung (Circulation)

    Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan

    aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung.

    Dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama dibagian setengah bawah

    sternum. Tekanan tersebut diharapkan menciptakan aliran darah serta

    menghantarkan oksigen terutama untuk otot miokardium serta otak.1

    Melakukan pemeriksaan denyut nadi maksimal 10 detik:

    - Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong

    awam dan langsung mengasumsikan terjadi henti jantung.

    - Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien

    dan mencari trakea dengan 2 3 jari kemudian geser ke lateral sampai

    menemukan otot samping leher (arteri karotis terletak diantara itu).

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 11 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Pelaksanaan kompresi dada

    - Penderita dibaringkan di temapat yang datar dan keras.

    - Tentukan lokasi kompresi di dada (2 jari di atas proc. Xymphoideus).

    - Berikan kompresi dada dengan frekuensi 100 x/menit.

    - Untuk dewasa, kompresi dada dengan kedalaman 2 inci (5 cm).

    - Kompresi dada 30:2 (setiap 30 x kompresi, beri 2 x napas bantuan).

    - Evaluasi dengan memeriksa arteri karotis.

    Gambar 2.5. Letak tangan penolong pada kompresi dada.4

    2.2.4. Buka Jalan Napas (Airway)

    Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan

    melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

    lidah dan epiglotis terjatuh ke belakangdan menyumbat jalan napas. Berikut

    metode-metode membuka jalan napas:1

    - Head tilt chin lift manuver (dorong kepala ke belakang sambil

    mengangkat dagu.

    - Jaw thrust (menekan rahang bawah ke arah belakang), hal ini

    dilakukan bila curiga terdapat trauma leher.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 12 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Gambar 2.6. Head tilt-chin lift dan Jaw Thrust.2

    2.2.5. Bantuan Napas Buatan (Breathing)

    Pemberian napas buatan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman.

    Pemberian napas bantuan bisa dilakukan dengan metode:1

    - Mulut ke mulut metode pertolongan ini merupakan metode yang

    paling mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang

    dikeluarkan oleh penolong.

    - Mulut ke hidung napas buatan ini dilakukan bila pernapasan mulut

    ke mulut sulit dilakukan misalnya karena trismu, caranya adalah

    katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian tiupkan udara

    seperti pernapasan mulut ke mulut.

    - Mulut ke sungkup penolong meniupka udara melalui sungkup yang

    diletakkan di atas dan melingkupi mulut dan hidung pasien.

    - Dengan kantung pernapasan alat ini terdiri dari kantung yang

    berbentuk balon katup satu arah yang menempel pada sungkup muka.

    Volume dari kantung napas ini 1600 ml. Alat ini bisa digunakan untuk

    pemberian napas buatan dengan atau disambungkan dengan sumber

    oksigen. Bila alat tersebut disambungkan oksigen, maka kecepatan

    aliran oksigennya bisa sampai 12 L/menit.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 13 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    2.2.6. Indikasi Stop BHD

    - Kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan.

    - Pasien dialih rawatkan kepada yagn lebih berwenang.

    - Baru diketahui tanda-tanda kematian yang irreversibel.

    - Penolong lelah atau keselamatan penolong terancam.

    - Hika dalam 30 menit setelah ACLS yang adekuat tidak didapatkan

    tanda-tanda kembalinya sirkulasi spontan (asistol yang menetap),

    bukan intoksikasi obat atau hipotermia.

    2.2.7. Transportasi Pasien

    Transportasi penderita gawat darurat prarumah sakit adalah memindahkan

    dari lokasi/tempat kejadian sampai ke rumah sakit, termasuk antara lain:5

    Cara mengangkat Penderita5

    - Jalan napas tetap terbuka (posisi kepala harus benar).

    - Perdarahan aktif telah dihentikan (misalnya dengan balut tekan).

    - Bila terdapat patah tulang telah dilakukan imobilisasi (misalnya

    dengan pemasangan badai).

    - Tidak memperberat keadaan penderita (terutama pada lokasi/medan

    yang sulit).

    - Sebaiknya disertai catatan keadaan penderita bila penolong pada

    pertolongan pertama berbeda dengan penolong yang akan melakukan

    transportsi penderita.

    Alat Transportasi

    Penggunaan alat transportsi untuk membawa penderita gawat darurat

    memerlukan persyaratan khusus yang berlaku baik pada penggunaan alat

    transportsi darat, udara maupun laut. Persyartan tersebut antara lain:

    1. Tidak memperberat keadaan penderita, antara lain:

    - Suspensinya

    - Kebisingan minimal

    - Getaran minimal

    - Kecepatan tertentu

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 14 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    2. Mempunyai peralatan bantu untuk mempertahankan penderita selama

    perjalanan, antara lain:

    - Memiliki tabung oksigen

    - Memiliki suction

    - Memiliki ambu-bag

    - Cairan infus dan perlengkapannya

    3. Memiliki ruang dimana tenaga medis/para medis dapat bekerja di

    dalamnya

    - Untuk ambulan mobil, karoserinya harus tinggi sehingga petugas

    bisa berdiri di dalamnya.

    4. Kendaraannya mudah dikenali masyarakat

    Penyerahan Penderita ke RS

    Sebaiknya petugas yang membawa penderita memberikan catatan

    lengkap tentang keadaan dan tindakan yang telah dilakukan pada

    penderita. Bila tidak ada catatan maka semua keterangan yang diketahui

    diberikan secara lisan.

    2.3. Penatalaksanaan Scondary Survey

    2.3.1. Defibrilasi

    Defibrilasi awal merupakan suatu tindakan sangat penting dalam

    penanganan pasien dengan henti jantung. Irama paling sering yang terdeteksi pada

    pasien henti jantung adalah ventricular fibrillation (VF), dan terapi penting adalah

    defibrilasi elektrik.1

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 15 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Klasifikasi Defibrilasi2

    1. Defibrilasi monofasik adalah yang pertama kali muncul,

    menghantarkan gelombang listrik/energi dengan satu polaritas.

    Gelombang monofasik sinusoidal kembali ke energi nol secara

    bertahap. Energi yang digunakan 360 joule.

    2. Defibrilasi bifasik menggunakan energi sebesar 150 200 joule,

    diketahui bahwa gelombang bifasik lebih aman dan efektif untuk

    menghilangkan VF. Satu kejutan defibrilasi bifasik setara bahkan labih

    baik dengan tiga kali kejut difibrilasi monofasik.

    Prosedur Defibrilasi5

    1. Nyalakan defibrilasi.

    2. Tentukan energi yang dibutuhkan.

    3. Padel diberi jeli secukupnya.

    Gambar 2.6. Letak elektroda pada defibrilasi2

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 16 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    4. Letakkan dengan posisi padel apeks pada apeks jantung dan padel

    sternum pada garis sternal kanan di bawah klafikula.

    5. Isi energi, tunggu sampai energi terisi penuh.

    6. Jika energi sudah terisi penuh, beri aba-aba dengan suara keras dan

    jelas agar tidak ada lagi anggota tim yang masih kontak dengan pasien

    atai koban.

    7. Kaji ulang layar monitor defibrilasi, pastikan irama masih VF/VT

    tanpa nadi dan pastikan modus yang dipakai adalah asinkron, jika

    semua benar, beri energi tersebut dengan cara menekan kedua tombol

    dicharger pada kedua padel. Pastikan padel menempel dengan baik

    pada dada pasien.

    8. Kaji ulang di layar monitor defibrilasi apakah irama berubah atau tetap

    masih seperti sebelum dilakukan defibrilasi, jika berubah efek nadi

    untuk menentukan perlu dilakukan RJP, jika tidak berubah lakukan

    RJP untuk selanjutnya dilakukan suvei ke dua.

    Komplikasi Dilakukannya Defibrilasi

    - Henti jantung, napas + kematian.

    - Anoxia serebral kematian otak.

    - Gagal napas.

    - Asistol.

    - Luka bakar.

    - Hipotensi.

    - Disfungsi facemaker.

    2.3.2. Pemberian Suplementasi Oksigen

    Pada Kegawatan kardiopulmonal, pemberian oksigen harus dilakukan

    secepatnya. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk menghasilkan

    energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja, sehingga pada

    keadaaan kegawatan kardiopulmonal yang mengakibatkan hipoksemia dan hiposia

    jaringan perlu diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi

    (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi (PO2).6

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 17 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Perjalanan oksigen dari udara luar sampai pemanfaatan di dalam sel untuk

    metabolisme di dalam tubuh harus melalui tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan

    perfusi. Difusi yaitu perpindahan oksigen melewati membran alveoli kapiler ini

    terjadi kerana adanya perbedaan tekanan O2 di alveoli (PAO2). Dan di darah arteri

    (PaO2). PAO2 dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen, dengan demikian

    peningkatan perbedaan tekanan sepanjang membran akan memperbaiki PaO2.6

    Oleh karena itu, pemberian oksigen yang diinspirasi setinggi 100% (fraksi

    oksigen inspirasi = FiO2:1,0) dianjurkan untuk kegawatan kardiopulmonal. Hal ini

    ditunjukan untuk mengoptimalkan tekanan oksigen inspirasi yang akan

    memaksimalkan saturasi oksigen dalam darah arteri dan akhirnya memaksimalkan

    pengangkutan oksigen sistemik (DO2). Pengangkutan oksigen yang dibawa dalam

    tubuh (ke jaringan) dinyatakan dalam DO2 (Oxygen Delivery) yang nilainya

    dipengaruhi oleh kadar hemoglobin, saturasi oksigen dalam arteri (SaO2) dan

    curah jantung. Berikut adalah alat-alat suplementasi oksigen:6

    Kanul Nasal

    Melaui kanul nasal, oksigen (100%) yang dialirkan dapat diatur

    dengan kecepatan aliran antara 1 6 L/menit untuk menambah oksigen

    dari udara kamar yang diinspirasi pasien.6

    Sungkup Muka sederhana

    Sungkup muka sederhana atau dikenal dengan sungkup muka

    Hudson. Sungkup muka ini mempunyai lubang tempat pipa saluran masuk

    O2 di dasarnya dan lubang-lubang kecil disekeliling sungkup muka.

    Oksigen dapat dialirkan dengan kecepatan 6 10 L/menit dengan FiO2

    yang dicapai sekitar 0,35 0,6. Bila kecepatan aliran oksigen kurang dari

    6 L/menit akan terjadi penumpukan CO2 akibatnya terjadi dead space

    mekanik.6

    Sungkup Muka Non-rebreathing

    Sungkup muka ini terdiri atas sungkup muka sederhana yang

    dilengkapi dengan kantong reservoir oksigen pada dasar sungkup muka

    dan satu katup satu arah yang terletak pada lubang disamping sungkup dan

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 18 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    satu lagi katup satu arah terletak diantara kantong reservoir dan sungkup

    muka.6

    Sungkup Muka partial rebreathing

    Sungkup muka ini terdiri dari sungkup muka sederhana dengan

    kantong resevoir pada dasar sungkup. Oksigen mengalir ke kantong

    reservoir terus-menerus. Ketika ekspirasi, sepertiga awal gas ekspirasi

    masuk ke kantong reservoir bercampur oksigen yang ada. Jadi saat

    inspirasi pasien menghisap kembali sepertiga gas ekspirasinya.6

    Sungkup muka yang dilengkapi dengan kantong reservoir

    merupakan alat sistem oksigen tinggi, aliran-tinggi. Sungkup muka dengan

    reservoir O2 digunakan pada pasien-pasien:6

    - Sakit kritis, kesadaran masih baik, ventilasi adekuat tetapi

    membutuhkan oksigen dengan konsentrasi tinggi.

    - Sebelum ada indikasi intubasi trakea, seperti pada edema paru akut,

    asma akut, PPOK, atau pasien tidak sadar tetapi ventilasi adekuat

    dengan refleks masih ada.

    Sungkup Muka Venturi

    Sungkup muka venturi terdiri dari sungkup muka dan mixing jet. Dengan

    alat ini FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan. Okigen yang diberikan

    dapat diatur berkisar 24%, 28%, 35% dan 40% dengan kecepatan aliran 4

    8 L/menit, dan 45 50 % dengan kecepatan aliran 10 12 L/menit.6

    2.3.3. Pemasangan Alat EKG

    Persiapan

    Sebelum dilakukan perekaman sebaiknya korban gawat darurat

    diberitahu terlebih dahulu, dan ditidurkan dalam posisi terlentang dan

    rileks, benda-benda yang mengandung elektro magnetik sebaiknya di

    lepaskan atau dijauhkan dari tubuh korban gawat darurat. Bagian dada

    harus terbuka dan dalam keadaan kering (jika basah atau berkeringat

    terlebih dahulu).5

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 19 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Sadapan EKG5

    - Sadapan Bipolar

    1. Lead I : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

    kanan (Right Arm/RA) dan lengan kiri (Left Arm/LA), dimana

    lengan kanan bermuatan (-) dan lengan kiri bermuatan (+).

    2. Lead II : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

    kanan (RA) dan kaki kiri (LF), dimana lengan kanan bermuatan (-)

    dan kaki kiri bermuatan (+).

    3. Lead III : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

    kiri (LA) dan kaki kiri (LF), dimana lengan kiri bermuatan (-) dan

    kaki kiri bermuatan (+).

    - Sadapan Unipolar Ekstremitas

    1. Lead aVR : Merekam potensial listrik pada lengan kanan (RA),

    dimana lengan kanan bermuatan (+), lengan kiri (LA) dan kaki kiri

    (LF) membentuk elektroda indiferen.

    2. Lead aVL : Merekam potensial listrik pada lengan kiri (LA),

    dimana lengan kiri bermuatan (+), lengan kanan (RA) dan kaki kiri

    (LF) membentuk elektroda indiferen.

    3. Lead aVF : Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana

    kaki kiri bermuatan (+), lengan kanan dan lengan kiri membentuk

    elektroda indiferen.

    - Sadapan Unipolar Prekondrial

    1. Lead V1: Elekrtoda ditempatkan pada interkostal IV, garis sternum

    kanan.

    2. lead V2: Elektroda ditempatkan pada interkostal IV, garis sternum

    kiri.

    3. Lead V3: Elektroda ditempatkan pada pertengahan antara V2 dan

    V4.

    4. Lead V4: Elektroda ditempatkan pada interkostal V, garis

    midklavikula kiri.

    5. Lead V5: Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila

    depan.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 20 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    6. Lead V6: Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila

    tengah.

    Kurva EKG5

    Aktifitas bioelektrik jantung yang terekam dalam EKG merupakan

    bentuk-bentuk gelombang, pada keadaan normal bentuk atau

    konfigurasinya akan berbeda-beda disetiap sadapan. Terdapat tiga

    gelombang, dua segmen dan tiga interval dalam EKG yang perlu

    diperhatikan karena mempunyai atri klinis yang penting.

    Gambar 2.7. Hubungan depolarisasi dan repolarisasi ventikel berdasarkan

    gelombang yang dibentuk pada EKG.2

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 21 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Gambar 2.8. Gelombang-gelombang yang terbentuk dari sadapan EKG.2

    - Gelombang P

    SA Node secara otomatis menghantarkan impuls melalui internodal

    pathway diatrium kanan dan melalui bachman bundle ke atrium kiri

    yang akan menghasilkan depolarisasi pada kedua atrium, dan

    menghasilkan gelombang kecil yang dinamakan gelombang P.

    Gelombang P dikatakan normal apabila:

    1. Tinggi 0,25 mv

    2. Lebar 0,11 detik

    3. Selalu positif di lead II dan negatif di lead aVR

    Saat arus listrik sampai di AV Node, depolarisasi akan tertunda

    beberapa saat, dalam rekaman EKG akan terlihat garis isoelektrik yang

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 22 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    disebut juga PR segment. Hal ini terjadi untuk memberikan

    kesempatan pengisian pada ventrikel.

    Interval PR merupakan gambaran dari waktu yang dibutuhkan untuk

    depolarisasi atrium dan jalannya arus listrik melalui berkas His sampai

    permulaan depolarisasi ventrikel. Interval PR diukur dari awal

    gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Normalnya intrval

    PR adalah 0,12 sampai 0,20 detik.

    - Gelombang QRS

    1. Gelombang Q, yaitu defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif.

    Nilai gelombang Q adalah: lebar < 0,04 detik dan dalamnya < 1/3

    tinggi gelombang R.

    2. Gelombang R, yaitu defleksi positif yang pertama, disertai atau

    ridak disertai gelombang Q. Gelombang R akan berdefleksi positif

    di semua lead kecuali di lead aVR.

    3. Gelombang S, yaitu defleksi negatif setelah gelombang R.

    Nilai normal gelombang QRS: lebar 0,06 sampai 0,12 detik dan

    tingginya tergantung lead yang direkam.

    - Segment ST

    Segment ST merupakan gambaran repolarisasi ventrikel yang

    berbentuk garis horzontal atau kadang-kadang akan sedikit deviasi ke

    atas atau ke bawah dari garis isoelektrik. Segment ST diukur dari akhir

    gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. Segment ST yang

    naik di atas 1 mm dari titik J disebut ST segment elvasi dan yang turun

    lebih dari 1 mm disebut ST segment depresi.

    - Gelombang T

    gelombang T merupakan repolarisasi ventrikel, gelombang T ini

    muncul setelah berakhirnya segment ST. Tinggi gelombang T minimal

    1 mm, bila kurang dari 1 mm disebut gelombang T datar/flat,

    maksimal tinggi gelombang T tidak boleh lebih dari 10 mm di lead

    precordial dan tidak lebih dari 5 mm di lead ekstremitas.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 23 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    - Interval QT

    Interval QT adalah gambaran dari waktu yang dibutuhkan saat

    depolarisasi venrikel sampai repolarisasi ventrikel, diukur dari

    permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Semakin cepat

    jantung berdenyut samakin capat waktu untuk repolarisasi maka

    semakin pendek interval QT. Sebaliknya bila denyut jantung lambat

    maka waktu untuk repolarisasi jadi panjang dan QT interval juga

    menjadi panjang.

    2.4. Penetalaksanaan Farmakologi

    1. Epinefrin

    Mekanisme kerja

    Epinefrin HCL merangsang reseptor dan adrenergik. Dominasi

    reseptor di pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi

    perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Epinefrin

    mengaktifasi reseptor 1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan

    konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif

    epinefrin pada jantung.6

    Dosis

    Cardiac arrest. Einefrin HCL 1 mg (10 ml dari 1:10.000) bolus IV,

    diberikan setiap 3 5 menit, dibilas (flush) dengan 20 ml cairan IV.

    Dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1 mg dalam 250 ml NaCl

    0,9% atau D5W, diberikan mulai 1 g/menit IV, dinaikkan 3 4

    g/menit.6

    2. Vasopresi

    Mekanisme kerja

    Secara alami terdapat sebagai hormon anti-diuretik. Obat ini

    mempengaruhi reseptor V1 otot polos yang mangakibatkan

    vasokontriksi di kulit, otot serat lintang, organ pencernaan, lemak,

    menimbulkan sedikit vasokontriksi di arteri koroner dan arteri renalis,

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 24 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    dan mengakibatkan vasodilatasi arteri serebral. Vasopresin

    mempengaruhi katekolamin, sehingga konsumsi oksigen berkurang.6

    Dosis

    40 UI IV/IO sekali pemberian sebagai alternatif terhadap epinefrin.6

    3. Lidokain

    Indikasi

    Diberikan pada henti jantung dengan irama VF/VT tanpa nadi. Bisa

    juga diberikan pada VT stabil, dengan kompleks QRS lebar dengan tipe

    yang tidak jelas. Dapat diberikan melalui selang endotrakeal.6

    Efeksamping6

    - Jika pemberian berlebihan dapat menimbulkan tanda-tanda

    toksisitas.

    - Dosis dikurangi pada pasien dengan fungsi hati yang menurun,

    maupun fungsi ventrikel kiri yang menurun.

    - Pemberian pencegahan pada infark miokard akut tidak dianjurkan.

    Cara pemberian6

    - Dosis awal 1 1,5 mg/kgBB IV bolus.

    - Untuk VF refrakter: 0,5 0,75 mg/kg IV diulangi 5 10 menit

    kemudian, dengan dosis maksimal 3 ml/kgBB.

    - Dosi tunggal 1,5 mg/kg BB IV pada henti jantung.

    - Pemberian melalui trakea 2 4 mg/kgBB.

    Pada aritmia6

    - VT stabil, QRS kompleks lebar dengan tipe yang tidak jelas, ektopi

    yang signifikan: dosisnya adalah 0,5 0,75 mg/kgBB IV sampai 1

    1,5 mg/kgBB IV diulangi setiap 5 10 menit dengan total dosis 3

    mg/kg.

    - Dosis pemeliharaan 1 4 mg/menit IV (30 50 g/kg/menit)

    diencerkan dalam D5W, D10W atau saline normal.

    4. Amiodaron

    Indikasi

    Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrial dan takiaritmia ventrikular.

    Selain itu untuk mengontrol kecepatan nadi pada aritmia atrial dan pada

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 25 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun jika pemberian

    digoksin sudah tidak efektif. Pemberian direkomendasikan pada

    keadaan-keadaan berikut ini:6

    - Pengobatan VF yang refrakter, atau VT tanpa nadi.

    - Pengobatan VT yang polimorfik dan takikardi dengan QRS lebar

    yang tidak jelas sumbernya.

    - Sebagai obat pendukung pada kardioversi elektrik kasus-kasus

    SVT dan PSVT.

    - Takikardia atrial multifokal dengan fungsi ventrikel kiri yang baik.

    - Mengontrol kecepatan nadi pada fibrilasi atrial.

    Efek samping6

    - Vasodilatasi dan hipotensi.

    - Memiliki efek inotropik negatif.

    - Memiliki efek memperpanjang interval QT.

    Dosis

    Pada henti jantung 300 mg IV capat (dalam panduan AHA tahun 2000,

    dianjurkan untuk diencerkan dengan 20 30 ml dekstrose 5%).

    Pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV dalam 3 5

    menit. Dosis kumulatif maksimum 2,2 gram IV/24 jam.6

    5. Sulfas Atropin

    Indikasi

    Obat utama pada sinus bradikardi (kelas 1). Mungkin memiliki efek

    pada AV blok pada level nodal (kelas 2A) atau asistol ventrikular.

    Tidak efektif pada tingkat blok infranodal (mobitz tipe 2B).6

    Efek samping dan perhatian khusus6

    - Hati-hati pemberian pada hipoksia dan iskemia karena iskemia

    dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miopkard.

    - Hindari pada bradikardi hipotermi.

    - Tidak efektif untuk infra nodal AV blok, dan AV blok tipe 3

    dengan QRS kompleks yang lebar.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 26 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    Cara pemberian

    Pada bradikardi diberikan 0,5 1 mg IV setiap 3 5 menit sesuai

    kebutuhan tidak melebihi 0,04 mg/kgBB. Penggunaan dengan interval

    jangka pendek (3 menit) dan dosis yang lebih tinggi (0,04 mg/kgBB)

    diberikan pada kondisi klinis yang berat. Pemberian melalui trakea

    dengan dosis 2 3 x dosis IV diencerkan dalam 10 ml salin normal.6

    Gambar 2.9. Alagaritma penatalaksanaan pada henti jantung.1

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 27 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpula

    1. Henti jantung (cardiac arrest) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi

    darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk kontraksi secara efektif.

    2. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama:

    - Takikardi Ventrikular tanpa nadi/Pulseless Ventrikular Tachycardia

    (VT).

    - Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VF).

    - Pulseless Electrical Activity (PEA).

    - Asystol.

    3. Penatalaksanaan primary survey adalah CABD (Circulation Airway

    Breathing Defibrilation).

    4. Prinsip dasar tranportasi pasien adalah tidak mempeburuk keadaan

    penderita.

    5. Defibrilasi harus diberikan secepat mungkin pada kasus henti jantung, ada

    dua jenis yaitu monofasik dan bifasik.

    6. Obat-obatan yang dapat diberikan pada kasusu henti jantung adalah

    epinefrin, vasopresi, lidokain, amiodaron dan sulfas atripon.

    3.2. Saran dan Kritik

    Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini

    masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

    membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-

    makalah dimasa-masa yang akan datang.

  • Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 28 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru Riau

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Subagyo A, Achyar, Ratnaningsing E, Sugiman T, Kosasih A, Agustinus R. Bantuan Hidup Jantung Dasar. Edisi 2011. Jakarta: Perhimpunan

    Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2011.

    2. Jones SA. ECG success : exercises in ECG interpretation. Philadelphia: F. A. Davis Company. 2008.

    3. O'Beirne P, Robotis DA, Rosenthal L. Pulseless Electrical Activity. Artikel Emedicine [Internet] 2 September 2011. Available from:

    www.emedicine.com

    4. Chest Compressions. [Internet] 26 November 2011. Available from: http://www.google.co.id/imgres?q=chest+compressions+cpr&um.

    5. Sudiharjo, Sartono. Basic Trauma Cardiac Life Suport. Jakarta: Sagung Seto. 2011.

    6. Karo-karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Cetakan ketiga. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis

    Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011.