artikel kedokteran portal.docx

12
INDIKASI BEDAH KATARAK DI POLIKLINIK MATA RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO Charles Indra Harry J. G. Sumual Laya M. Rares Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado [email protected] Abstract (pendahuluan, metode, hasil, kesimpulan):Indication of Cataract Surgery in Keywords: Abstrak: 1

Upload: charles-indra-

Post on 25-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

TRANSCRIPT

Page 1: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

INDIKASI BEDAH KATARAK DI POLIKLINIK MATA RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

Charles IndraHarry J. G. Sumual

Laya M. Rares

Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi [email protected]

Abstract (pendahuluan, metode, hasil, kesimpulan):Indication of Cataract Surgery inKeywords: Abstrak:

Lensa mata merupakan struktur globular yang transparan, terletak di belakang iris, di depan badan kaca. Bagian depan ditutupi kapsul anterior dan belakang oleh kapsul posterior. Di bagian dalam kapsul terdapat korteks dan nukleus. Posisi lensa tergantung pada zonula Zinn

1

Page 2: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

yang melekat pada prosesus siliaris. Fungsinya yaitu yang pertama adalah sebagai refraksi kemudian sebagai akomodasi.1

Kelainan pada lensa dapat berupa kekeruhan lensa yang disebut katarak, dapat terjadi pada embrio di dalam kandungan yang sudah terlihat sejak bayi lahir yang disebut katarak kongenital. Katarak kongenital dan katarak juvenil disebut juga katarak perkembangan atau pertumbuhan karena secara biologik serat lensa masih dalam perkembangannya. Sedang pada usia lanjut dimana katarak terjadi akibat proses penuaan atau degenerasi maka katarak ini merupakan katarak degeneratif. Katarak pada usia lanjut disebut katarak senil. Kekeruhan pada lensa dapat juga terjadi akibat penyakit lain yang disebut katarak komplikata atau bisa akibat ruda paksa yang disebut katarak trauma.1

Berdasarkan World Health Organization (WHO), katarak adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan didunia. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa katarak yang menyebabkan kebutaan reversibel terjadi pada 17 juta (47,8%) dari 37 juta individu buta di dunia, dan jumlah ini diperkirakan mencapai 40 juta pada tahun 2020. WHO menyatakan bahwa diantara tahun 2000 dan 2020, jumlah bedah katarak yang dilakukan di dunia akan dibutuhkan tiga kali agar mencapai kebutuhan populasi.2

Jumlah buta katarak di Indonesia, terdapat 16% buta katarak pada usia produktif (40-54 tahun), padahal sebagai penyakit degeneratif buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Survei Kesehatan Nasional (SKRT-SURKESNAS) tahun 2001 menunjukkan prevalensi katarak di Indonesia adalah sebesar 4,9%. Prevalensi katarak di Jawa dan Bali adalah sebesar 5,5% lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya. Prevalensi katarak di daerah pedesaan 6,29% lebih tinggi jika dibandingkan daerah perkotaan 4,5%. Prevalensi katarak di Jawa Barat tahun 1993-1996 sebesar 6,2% - 9,7%.3

Oleh karena pembedahan merupakan terapi satu – satunya yang saat ini terdapat opasitas lentikular yang signifikan secara visual, kebutuhan yang meningkat akan pembedahan telah mempengaruhi keadaan sosio – ekonomi pada katarak khususnya dan kebutaan pada umumnya. Masalah terjadi khususnya pada negara berkembang, dimana 1 orang buta membuat 2 orang tidak bekerja, oleh karena orang buta membutuhkan perawatan dari orang dewasa lainnya.2

Indikasi bedah katarak dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu: indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan, indikasi medis, dan indikasi kosmetik. Dari ketiga indikasi tersebut, yang paling banyak dijumpai yaitu bedah katarak berdasarkan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan.4,5

Dengan berbagai pertimbangan – pertimbangan di atas, penulis merasa terdorong untuk mengetahui dan meneliti indikasi apa saja yang mendorong pasien datang ke Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado dan dilakukannya bedah katarak.

METODOLOGI PENELITIAN

SIFAT PENELITIANPenelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif retrospektif dengan mengambil data

yang diambil dari catatan medis di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

2

Page 3: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

BAHAN PENELITIANBahan yang akan digunakan berupa catatan medis penderita katarak yang menjalani

bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

LOKASI PENELITIANPenelitian dilaksanakan Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

WAKTU PENELITIANPenelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 – Juni 2012.

SUBJEK PENELITIANPenderita katarak yang menjalani bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado.

TEKNIK PENELITIANTeknik penelitian yang digunakan adalah mengumpulkan berbagai data penderita secara

retrospektif dari catatan medis penderita di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan data-data tersebut ditabulasikan dalam bentuk tabel dengan persentase menurut : Jumlah penderita katarak yang menjalani bedah katarak dengan indikasi:

a. Rehabilitasi penglihatanb. Medis (terapi, diagnostik)c. Kosmetik

1. Jumlah penderita katarak dengan indikasi rehabilitasi penglihatan, indikasi medis dan indikasi kosmetik berdasarkan:a. Jenis kelaminb. Umur c. Pekerjaan

DEFINISI OPERASIONAL1. Indikasi bedah katarak: indikasi seorang pasien untuk menjalani bedah katarak di

Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou RSUP Manado pada periode Januari 2012-Juni 2012 ditinjau dari indikator rehabilitasi penglihatan, medis (terapi dan diagnostik), kosmetik.

2. Umur: umur pasien pada saat datang ke Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado untuk dilakukan bedah katarak pada periode Januari 2012-Juni 2012. Klasifikasi umur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:a. < 20 tahunb. 20 – 50 tahunc. > 50 tahun

3. Jenis kelamin:a. Laki-lakib. Perempuan

4. Pekerjaan: Profesi yang dijalani oleh pasien yang menjalani bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Januari 2012-Juni 2012.

3

Page 4: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

BAB IVHASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara deskriptif retrospektif didapatkan bahwa jumlah kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari – Juni 2012 adalah 84 kasus. Data-data yang diperoleh ditabulasikan sebagai berikut :

Tabel 1. Kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak berdasarkan indikasi bedah katarak

No. Indikasi Bedah Katarak Jumlah Persentase (%)

1. Rehabilitasi ketajaman penglihatan 81 96,43

2. Medis 3 3,57

3. Kosmetik 0 0,00

TOTAL 84 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penderita katarak yang menjalani bedah katarak dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan paling banyak dilakukan dengan jumlah 81 kasus (96,43%), kemudian diikuti indikasi medis untuk terapi sebanyak 3 kasus (3,57%). Tetapi indikasi bedah katarak berdasarkan kosmetik tidak dijumpai di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Januari – Juni 2012.Tabel 2. Distribusi kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak dengan indikasi bedah katarak berdasarkan umur

Indikasi Bedah KatarakNo. Umur (tahun)

Rehabilitasi ketajaman

penglihatan

Medis Jumlah Persentase (%)

1 < 20 tahun 0 1 1 1,19

2 20 – 50 tahun 7 0 7 8,33

3 > 50 tahun 74 2 76 90,48

4

Page 5: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

TOTAL 81 3 84 100

Tabel 2 didapatkan bahwa penderita berumur > 50 tahun paling banyak menjalani bedah katarak di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan jumlah 76 kasus (90,48%) dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan sebanyak 74 kasus (88,1%) dan indikasi medis sebanyak 2 kasus (2,38%) pada periode Januari – Juni 2012.

Tabel 3. Distribusi kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak dengan indikasi bedah katarak berdasarkan jenis kelamin

Indikasi Bedah Katarak

No. Jenis Kelamin Rehabilitasi ketajaman

penglihatan

Medis Jumlah Persentase (%)

1. Laki - laki 37 2 39 46,43

2. Perempuan 44 1 45 53,57

TOTAL 81 3 84 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa penderita yang menjalani bedah katarak berdasarkan jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dimana, perempuan berjumlah 45 kasus (53,57%) dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan sebanyak 44 kasus (52,38%) dan indikasi medis sebanyak 1 kasus (1,19%) dan laki – laki berjumlah 39 kasus (46,43%) dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan sebanyak 37 kasus (44,05%) dan indikasi medis sebanyak 2 kasus (2,38%).

Tabel 4. Distribusi kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak dengan indikasi bedah katarak berdasarkan pekerjaan

Indikasi Bedah KatarakNo. Jenis Rehabilitasi Medis Jumlah Persentase Pekerjaan Ketajaman (%)

Penglihatan

1. IRT 30 1 31 36,902. Buruh 1 0 1 1,193. PNS 3 0 3 3,574. Pensiunan 14 0 4 16,675. Petani 9 0 9 10,726. Swasta 3 0 3 3,577. Lain – lain 21 2 23 27,38

5

Page 6: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

TOTAL 81 3 84 100Ket : PNS = Pegawai Negeri Sipil; IRT = Ibu Rumah Tangga

Tabel 4 menunjukkan bahwa kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak berdasarkan jenis pekerjaan didominasi oleh penderita dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 31 kasus (36,90%) dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan sebanyak 30 kasus (35,71%) dan indikasi medis sebanyak 1 kasus (1,19%). Namun yang paling sedikit adalah penderita yang bekerja sebagai buruh dengan jumlah 1 kasus (1,19%) dengan indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan.

BAB VPEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian secara deskriptif retrospektif data-data yang didapatkan di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Januari – Juni 2012, jumlah kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak adalah sebanyak 84 kasus.

Berdasarkan data – data dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari jumlah kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak sebanyak 84 kasus terdapat perbedaan yang signifikan dilihat dari indikasi dilakukannya bedah katarak, umur dan pekerjaan. Namun, berdasarkan jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dalam penelitian ini, berdasarkan kepustakaan Wijana N (1989), umur penderita digolongkan atas 3 kategori, yaitu < 20 tahun disebut juga sebagai katarak juvenilis, 20 – 50 tahun disebut juga sebagai katarak presenilis dan > 50 tahun disebut juga sebagai katarak senilis.

Hasil penelitian didapatkan bahwa dari beberapa indikasi bedah katarak, indikasi untuk merehabilitasi ketajaman penglihatan pada penderita adalah yang paling sering ditemukan yaitu sebanyak 81 kasus (96,43%), dengan diagnosis katarak senilis stadium matur (KSSM), diikuti dengan indikasi medis yaitu sebanyak 3 kasus (3,57%), dengan diagnosis katarak traumatik dan nyeri pada mata. Namun pada indikasi bedah katarak berdasarkan kosmetik tidak dijumpai. Banyaknya indikasi bedah katarak berdasarkan rehabilitasi ketajaman penglihatan dapat disebabkan karena kesadaran akan pentingnya penglihatan yang jelas, karena pada katarak penglihatan seseorang akan kabur, sehingga mengganggu kualitas hidup. Penderita dapat mengalami hal – hal yang tidak diinginkan seperti jatuh dari tangga, terpeleset, tidak dapat mengenali orang, dan sebagainya. Dalam kepustakaan Kanski JJ (2007) juga menyatakan bahwa indikasi rehabilitasi ketajaman penglihatan merupakan indikasi yang paling banyak dijumpai dalam bedah katarak.

Delapan puluh empat kasus penderita katarak yang menjalani bedah katarak didaptkan bahwa dari segi umur terjadi perbedaan yang signifikan yang didominasi oleh penderita yang berumur > 50 tahun dengan jumlah 76 kasus (90,48%) dan yang paling sedikit yaitu pada penderita berumur < 20 tahun sebanyak 1 kasus (1,19%). Hal ini juga sesuai dalam kepustakaan American Academy of Ophthalmology (2008) yang menyatakan bahwa penyebab gangguan penglihatan yang sangat sering pada dewasa tua adalah katarak berkaitan umur, yang memiliki patogenesis multifaktorial dan tidak secara penuh diketahui.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari segi jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan, dimana jumlah kasus bedah katarak pada perempuan dan laki – laki tidak jauh berbeda, yaitu perempuan sebanyak 45 kasus (53,57%) dan laki – laki 39 kasus (46,43%). Namun, didominasi oleh perempuan. Dalam hasil penelitian Wahyudi D (2004) tentang Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan Tingkat Kematangan

6

Page 7: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

Katarak Senilis (Studi di Rumah Sakit William Booth Semarang) menyatakan bahwa persentase tertinggi penderita katarak adalah perempuan (61%) dan dalam hasil penelitian Saputra H (2011) tentang Gambaran Kejadian Katarak Ditinjau dari Umur dan Jenis Kelamin Pada Pasien di Ruang Rekam Medik RSUD menyatakan bahwa penderita katarak kebanyakan terjadi pada wanita (58,34%).

84 kasus yang didapatkan dalam penelitian ini, berdasarkan jenis pekerjaan didominasi oleh penderita dengan pekerjaan sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu sebanyak 30 kasus (36,90%) dan yang paling sedikit terdapat pada penderita dengan pekerjaan sebagai buruh yaitu hanya 1 kasus (1,19%).

BAB VIPENUTUP

KESIMPULANHasil penelitian tentang indikasi bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr.

R. D. Kandou Manado pada periode Januari – Juni 2012 maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

Indikasi yang mendorong dilakukannya bedah katarak di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terdiri atas 3 indikasi, yaitu indikasi berdasarkan rehabilitasi ketajaman penglihatan, indikasi medis dan indikasi kosmetik. Dalam hasil penelitian ini, yang terbanyak ditemukan yaitu indikasi bedah katarak berdasarkan rehabilitasi ketajaman penglihatan. Indikasi kosmetik tidak ditemukan dalam penelitian ini.

84 kasus yang didapatkan dari hasil penelitian ini, terdapat perbedaan yang signifikan ditinjau dari segi umur dan pekerjaan, yaitu yang terbanyak adalah > 50 tahun dan pekerjaan sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga). Namun, dari segi jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi dalam hasil penelitian ini indikasi dilakukannya bedah katarak didominasi oleh perempuan.

SARANSetelah melakukan penelitian ini dan dengan melihat hasil yang diperoleh, adapun saran

dari penulis yaitu :1. Tidak terdapat indikasi bedah katarak berdasarkan kosmetik, itu berarti bahwa masyarakat

yang berada di kota Manado lebih mengutamakan ketajaman penglihatan daripada kondisi pupil yang sudah berwarna putih.

2. Tingginya tingkat kesadaran masyarakat di kota Manado untuk memperbaiki ketajaman penglihatan dilihat dari banyaknya jumlah penderita indikasi bedah katarak berdasarkan rehabilitasi ketajaman penglihatan.

7

Page 8: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

Ucapan terima kasih kepada dr. H. J. G. Sumual, SpM selaku dosen penguji I dan dr. HernyPoluan, SpM selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu serta tenaga dalampembuatan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R, Simarmata M, Widodo P. Ilmu penyakit mata. Jakarta: CV. Sagung seto; 2002. h. 143-53

2. American academy of ophthalmology. Lens and cataract. California: American academy of ophthalmology; 2008. p. 71-89

3. Tana L, Mihardja L, Rif’ati L. Merokok dan usia sebagai faktor risiko katarak pada pekerja berusia ≥ 30 tahun di bidang pertanian. 2007 [diakses 18 Oktober 2012]. Dapat diakses di : http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Lusi1.pdf

4. Kanski JJ, Bowling B. In: Clinical ophthalmology. 7th ed. London: Butterworth Heineman; 2007. p. 270-3

5. Wijana N. ilmu penyakit mata. Jakarta: 1989. h. 2026. Ilyas S. ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2009. h. 200-117. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam: Susanto D. Oftalmologi Umum Vaughan &

Asbury. Edisi 17. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 169-1718. The Royal College of Ophthalmologists. Cataract surgery guidelines. 2010 [cited 2012

Oct 18]. Downloaded from : http://www.rcophth.ac.uk/core/core_picker/download.asp?id=544

9. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2008. h. 89-90

10. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2005. h. 128-911. Wangke SC. Indikasi Bedah Katarak di Bagian Mata RSUP Manado Periode Januari

2011-Desember 2011. [skripsi]. [Manado]: FK-UNSRAT; 201212. Canadian Ophthalmological Society. Evidence-based clinical practice guidelines for

cataract surgery in the adult eye. 2008 [cited 2012 Oct 21]. Downloaded from : http://www.eyesite.ca/resources/CPGs/COS_CataractCPGs_Oct08.pdf

13. Soekardi I, Hutauruk JA. Transisi menuju fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit; 2004. h. 414. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. h. 38115. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.

h. 217116. Baughman DC, Hackley JC. Keperawatan medikal-bedah : buku saku untuk Brunner

dan Suddarth. Jakarta: EGC; 2000. h. 31917. Wevill M. Epidemiology, Pathophysiology, Causes, Morphology, and Visual Effects of

Cataract. In: Wiggs JL, Miller D, Azar DT, Goldstein MH, Rosen ES, Duker JS, editors. Myron Yanoff & Jay S. Duker Ophthalmology. 3rd ed. China: Elsevier; 2009. p. 506-508

8

Page 9: ARTIKEL KEDOKTERAN PORTAL.docx

18. Canadian Ophthalmological Society. Cataracts : Clouding the lens of sight. 2007 [cited 2012 Nov 8]. Downloaded from : http://www.eyesite.ca/english/public-information/eye-conditions/pdfs/Cataracts_e.pdf

9