wwf anrep 05-06 final.fh11

36

Upload: letu

Post on 11-Jan-2017

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Annual Report 2005 - 2006

LeveragingCorporate

SustainabilityPracticesMendorong

PraktikRamah Lingkungandi Dunia Korporasi

Page 2: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Board of Trustees

The Advisory Board

Pia Alisyahbana ( Chairperson)

Arifin Siregar (Vice Chairperson)

D. Ashari

Didin Sastrapradja

Djamaludin Suryohadikusumo

A.R. Ramly

Erna Witoelar

The Supervisory Board

Tati Darsoyo (Chairperson)

Martha Tilaar (Vice Chairperson)

Jhon A. Prasetio

The Executive Board

Kemal Stamboel (Chairperson)

Arief Surowidjojo (Vice Chairperson)

Sjakon Tahija

Rizal Malik

Shinta Widjaja Kamdani

Chairman of Emeritus

Haroen Al Rasjid

CEO and Direstors

Mubariq Ahmad, Executive Director

Klaas Jan Teule, Conservation Director

Ahmad Setiadi, Director of Services and Resources

Ahmad Dian Kosasih, Director of Forest Program

Lida Pet-Soede, Director of Marine Program

Nazir Foead, Director of Species Program

Eka Melisa, Director of Climate and Energy Program

Benja V. Mambai, Director of Sahul Program

Contributors (in Alphabetical order)

Mubariq AHMADFitrian ARDIANSYAHIsrar ARDIANSYAHRina ARYANTIRini ANDRIANIUtari DARMASTUTIRusyda DELINana FIRMANRia FITRIANANazir FOEADIrwan GUNAWANMarius GUNAWANIan KOSASIHArmely MEIVIANAEka MELISADesmarita MURNIFazedah NASUTIONLida PET-SOEDEVerena PUSPAWARDANIHermayani PUTERADewi SATRIANIAhmad SETIADIElshinta SUYOSO-MARSDENDian TARIKlaas Jan TEULEChristopher THERIOTHanna TOBINGDinda TRISNADIIrza RINALDIIwan WIBISONOMaitra WIDIANTINIImam Musthofa ZAINUDDINPRIMAYUNTA

Photos Credit :

© WWF-Canon :Marc ACRENAZAndre BAERTSCHIAlain COMPOSTJürgen FREUNDMichele GUNTHEREdward PARKERMauri RAUTKARI

© WWF-Indonesia :Christina EGHENTERMarius GUNAWANIrwan GUNAWANSri MARIATIGeoffrey MCKELLDesmarita MURNIFazedah NASUTIONDewi SATRIANISaiful SIAGIANPurwo SUSANTOElshinta SUYOSO-MARSDENNatalie J. TANGKEPAYUNGAndri / UJUNG KULONPRIMAYUNTASAMSUARDIRiau / Tesso Nillo ProgramMarketing & Membership TeamMerchandise Team

© KWS

Page 3: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Message from The Chairman of

the Board of Trustees

Report from the Executive Director

Leveraging Corporate Sustainability Practices

Forest Program

Marine Program

Species Program

Climate & Energy Program

Communications & Outreach

Environmental Education,

Marketing & Merchandise

Statement of Financial Report

Institutional Development

Partners in Conservation

04

Contents

06

07

12

16

24

27

30

32

02

01

33

Page 4: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

02

Message from the Board of Trustees

In this 2006 fiscal year, WWF-Indonesia continued toregister significant progress and achievements in itsconservation program and institutional development.Through a coherent programmatic approach on forest,marine, climate and energy, and endangered speciesconservation, we have achieved some majorconservation successes and have been able to raiseincreased awareness and support from partners, publicand various donors. During this fiscal year WWF-Indonesia continued to assist Aceh with tsunamirecovery. Under the Green Reconstruction Guidelines(GRG) and Timber for Aceh initiative, a network oflocal NGOs has been developed to monitor illegallogging activities in the pristine natural forests of Aceh.

Through various engagements with corporations, �integrated with our work with government institutions,communities, and NGO partners � WWF has openednew and promising opportunities to deliver conservationresults. WWF is partnering with retailer chains andconsumers in major consumer countries in order tolobby for change on corporate practices in producercountries like Indonesia. WWF acts more and moreas a truly global network when it comes to influencingcorporate sustainability practices, i.e. in persuadingproducers to adopt best practices that will minimizetheir and their consumer�s footprints on the earth�snatural resources and environmental quality. Anencouraging trend that WWF also observes is thatlarge corporations around the world are moving towardvaluing environment, social cohesiveness andsustainability, and making efforts to understand theinterests and demands of their key stakeholders.

The Board of Trustees is particularly impressed withthe support from WWF International and other NationalOrganizations in the WWF Global Network during theHeart of Borneo campaign. This was especiallynoticeable during the global efforts to influence thegovernment of Indonesia to halt the plan to develop1.8 million hectares of oil palm plantations on theKalimantan border between Indonesia and Malaysia.Coordinating this international advocacy, WWF-Indonesia has managed to show the government andthe palm-oil industry a win-win solution that benefitsthe economy and the island�s water and forest resource.We are also pleased that WWF Indonesia hasdeveloped stronger relations with WWF Malaysia andWWF Philippines on marine, forest and wildlifeconservation.

Kemal Stamboel

(Chairperson)

Pada Tahun Anggaran 2006, WWF-Indonesia terusmenorehkan kemajuan dan pencapaian dalampembangunan program dan kelembagaan. Dengan operasiprogram yang lebih terkait antara kehutanan, kelautan, iklimdan energi serta konservasi satwa langka, WWF telahmencapai beberapa sukses besar upaya konservasi dantelah meningkatkan kesadaran dan dukungan dari berbagaidonor dan pemangku kepentingan. Pada tahun fiskal ini,WWF-Indonesia terus membantu Aceh dalam programpemulihan tsunami. Dalam kerangka GRG dan programKayu untuk Aceh (Timber for Aceh � TFA), sebuah jaringanLSM lokal telah dikembangkan untuk memantau pembalakanliar di hutan alam perawan Aceh.

Dengan berbagai pendekatan dengan perusahaan � yangdiintegrasikan dengan pekerjaan kita bersama lembagapemerintah, masyarakat dan LSM � telah membuka peluangbaru yang menjanjikan dalam mencapai tujuan konservasi.WWF bermitra dengan jaringan pedagang dan konsumendi negara-negara konsumer terbesar untuk melobi perubahanpraktik perusahaan di negara penghasil seperti Indonesia.WWF bertindak lebih dan lebih lagi sebagai jaringan duniaketika harus mempengaruhi praktik korporat agar ramahlingkungan. Sebagai contoh mendorong perusahaanpenghasil untuk mengadopsi praktik terbaik (best practices)yang akan meminimalkan jejak (footprint) - dampak ekologismanusia terhadap sumberdaya alam dan kualitas lingkungan.Suatu kecenderungan yang diamati WWF adalahperusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia sedangmengarah untuk menilai lingkungan, kepaduan dankeberlanjutan sosial dan berupaya untuk memahamikepentingan dan permintaan para pemangku kepentingankunci mereka.

Dewan Penyantun terkesan dengan dukungan dari WWFInternasional dan organisasi nasional lain dalam JaringanGlobal WWF untuk kampanye Jantung Kalimantan (HoB -Heart of Borneo). Hal ini sangat berarti terutama saat duniaberupaya mempengaruhi pemerintah Indonesia untukmenghentikan rencana pembangunan 1,8 juta hektarperkebunan kelapa sawit di perbatasan antara Indonesiadan Malaysia di Kalimantan. Bersamaan dengan pengaruhinternasional, WWF-Indonesia berhasil menunjukkan padapemerintah dan industri minyak sawit suatu solusi terbaik(win-win solution) yang menguntungkan sumberdayaekonomi dan air serta hutan di Pulau Kalimantan. Kamijuga berbahagia karena WWF-Indonesia telah membangunhubungan yang lebih kuat dengan WWF-Malaysia danWWF-Filipina dalam konservasi laut, hutan dan satwa liar.

Pesan dari Dewan Penyantun

Page 5: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

We applaud the establishment of a new marineprotected area (MPA) of 1.2 million hectares in BerauDistrict, East Kalimantan. Another collaborativemanagement effort got underway in Tesso Nilo whereWWF, along with central and local governments,stakeholders, and universities, established acollaborative management foundation for thestakeholders of Tesso Nilo National Park (TNNP).

The Board of Trustees is very pleased with the roleof the Climate and Energy Program in its partnershipwith the Indonesian government to provide technicaland political capacity-building support for national andinternational level climate negotiations.

Institutional development focused on the integrationacross divisions under the Communication & OutreachUnit. The unit has implemented well-designed nationalprofiling communication strategies. As a result WWFhas received increased media coverage and thenumber of visits to WWF websites has also increasedsignificantly. During this financial year, threeconservation program priorities received full supportfrom the Communication & Outreach team: the Heartof Borneo initiative, the PowerSwitch Campaign, andthe Sustainable Seafood Campaign.

WWF-Indonesia has also improved the systems andmanagement of Finance and Accounting, HumanResources, Marketing and Membership, CorporateEngagement, and Policy, and strengthened thedirectors and senior management team. Preparationfor the new membership program is well underwayand this program is expected to be launched in October2006.

On behalf of the Board of Trustees, I would like toexpress our highest appreciation to all staff of WWF-Indonesia for their dedication, passion, and hard workthat underscores these many conservation andorganizational achievements. I would also like to thankthe WWF Network and our many partners and sponsorsfor their continuous support and kind assistance toWWF-Indonesia.

03

Kami berbahagia dengan pembentukan kawasan konservasilaut (KKL) baru seluas 1,2 juta hektar di Kabupaten Berau,Kalimantan Timur. Manajemen kolaboratif lain tengahberlangsung di Tesso Nilo, di mana WWF bersama pemerintahpusat dan daerah, pemangku kepentingan setempat danuniversitas bersepakat untuk membentuk yayasanmanajemen kolaboratif untuk para pemangku kepentingandi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Dewan Penyantun sangat berbahagia dengan peran ProgramIklim dan Energi sebagai mitra penting dalam kemitraandengan pemerintah Indonesia untuk membantu meningkatkankapasitas tehnik dan politis pada negosiasi iklim tingkatnasional dan internasional.

Pengembangankelembagaan difokuskan pada integrasi antardivisi dalam Unit Komunikasi dan Penjangkauan (Outreach).Unit tersebut telah berhasil melaksanakan profil strategikomunikasi nasional yang dirancang dengan baik.Dampaknya adalah WWF mendapatkan peningkatanpeliputan media dan juga peningkatan jumlah kunjungan kesitus WWF-Indonesia secara signifikan. Selama tahunanggaran ini, tiga prioritas program konservasi menadapatkandukungan penuh tim Komunikasi dan penjangkauan: inisiatifHoB, kampanye PowerSwitch, dan kampanye seafood yangberkelanjutan.

WWF-Indonesia juga telah meningkatkan sistem danmanajemen Keuangan dan Akunting, Sumberdaya Manusia,serta memperkuat tim direktur dan manajemen senior.Periapan untuk program keanggotaan yang baru juga tengahberjalan dengan baik dan program ini diharapkan dapat diluncurkan pada Oktober 2006.

Atas nama Dewan Penyantun, saya ingin menyatakanpenghargaan yang sedalam-dalamnya kepada seluruh stafWWF-Indonesia untuk dedikasi, semangat, dan kerja kerasmereka yang menciptakan banyak prestasi konservasi danorganisasi. Juga, saya ingin menyatakan terima kasih kepadaseluruh anggota Jaringan WWF dan para mitra sertasponsoratas dukungan yang terus-menerus dan bantuan yang baikkepada WWF-Indonesia. Kami bangga menjadi bagian darikeluarga WWF.

Page 6: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Government policies, corporate behavior and community livelihoodshave great relevance for biodiversity conservation. With our long historyin field conservation in Indonesia WWF recognizes the need to integratethe field conservation with a systematic approach to influence policies,markets, drivers and institutions. For this purpose WWF-Indonesia createda new cross cutting department Governance, Community and CorporateEngagement in April 2006.

Strong support was obtained from the WWF Network on the Heart ofBorneo and elephant conservation in Sumatra. The offices of WWFworldwide have proven to us the real value of a global network in thecollective lobbying of Indonesian ambassadors throughout the worldagainst the proposed development of a 1.8 million ha oil palm plantationin the Heart of Borneo. Furthermore, a petition urging the GOI to betterhandle elephant-human conflicts on Sumatra was supported by morethen 40,000 people around the world.

On 27 March 2006, the governments of Indonesia, Malaysia and BruneiDarussalam committed to fully support the �Heart of Borneo� conservationinitiative at a high profile side event at CBD, COP 8 in Brazil, hosted bythe Indonesian government. Following this successful launch, theIndonesian delegation expressed their strong desire to accelerate andensure finalization of the tri-country declaration.

Report from the Executive Director

04

Dr. Mubariq AhmadExecutive Director, WWF-Indonesia

Kebijakan pemerintah, perilaku korporat dan kehidupan masyarakat memilikihubungan erat dengan konservasi keanekaragaman hayati. Dengan pengalamanpanjang WWF-Indonesia dalam bidang konservasi di seluruh Indonesia, WWF-Indonesia memandang perlunya integrasi antara bidang konservasi, melaluipendekatan yang sistematik, untuk mempengaruhi kebijakan, pasar, unsur-unsurpendorong dan kelembagaan. Untuk tujuan ini, WWF-Indonesia telah membentukdepartemen lintas baru yaitu Tata Kelola, dan Penyertaan Masyarakat sertaKorporat pada April 2006.

Dukungan yang kuat diperoleh dari Jaringan WWF untuk kampanye Heart ofBorneo (HoB) � Jantung Kalimantan dan konservasi gajah di Sumatera. Kantor-kantor WWF di seluruh dunia telah secara nyata membuktikan kepada WWF-Indonesia nilai sesungguhnya jaringan global dalam melakukan lobi kolektifkepada para duta besar Indonesia untuk mencegah pembangunan 1,8 juta hektarperkebunan kelapa sawit di HoB. Selanjutnya, sebuah petisi yang mendesakPemerintah Indonesia untuk melakukan penanganan yang lebih baik konflikgajah-manusia di Sumatera yang didukung oleh lebih 40.000 orang dari seluruhdunia.

Pada 27 Maret 2006, pemerintah Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalammenyatakan komitmennya untuk mendukung penuh inisiatif konservasi �Heartof Borneo� dalam suatu acara sisipan bergengsi yang diselenggarakan olehIndonesia pada COP 8 CBD di Brazil. Menyusul peluncuran yang berhasil ini,delegasi Indonesia menyatakan keinginan kuat mereka untuk mempercepat danmemastikan finalisasi deklarasi tiga-negara tersebut.

Pembentukan sebuah Kawasan Konservasi Laut (KKL) di Kepulauan Derawanseluas 1,27 juta hektar yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati lautdan pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan oleh masyarakat lokal

Laporan Direktur Eksekutif

Page 7: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

The establishment of a, 1.27 million hectares, MarineConservation Area in Derawan Islands that aims toprotect marine biodiversity and sustainable use ofmarine resources by local communities, was anothermajor success. This was achieved in a joint projectwith The Nature Conservancy (TNC) and throughpartnership with the local government and local NGOs.FY06 saw both the public celebration of this new parkand following this, the commitment by the Beraudistrict government to stop turtle egg concessions.This achievement in the southwest corner of the SuluSulawesi Marine Ecoregion (SSME) has become amajor inspiration for the development of the �CoralTriangle� initiative. The initiative will focus on crossboundary conservation and sustainable marineresource use in an area that encompasses the SuluSulawesi Seas (shared with the Philippines andMalaysia), the Bismarck-Solomon Seas (shared withPapua New Guinea and Solomon Islands), and theIndonesia�s Banda-Flores Seas. The development ofthe initiative will be completed in the next financialyear when it will be ready for WWF network recognition.

Another success was recorded in March 2006 whenWWF and government partners successfully defineda common conservation vision and targets for theTransfly region in the south of Papua and Papua NewGuinea. The vision includes the recognition ofimportant clan areas that will now be included in futuredistrict spatial plans.

Some important relations were developed with foreign

05

adalah satu lagi keberhasilan besar WWF-Indonesia. Halini dicapai melalui proyek bersama The Nature Conservancydan kemitraan dengan pemerintah daerah dan LSM-LSMlain. Tahun Anggaran 2006 menjadi saksi perayaan publikdari deklarasi taman nasional baru ini dan selanjutnya,pemerintah Berau berhasil menghentikan konsesi-konsesitelur penyu. Kisah sukses dari belahan barat daya EkoregionKelautan Sulu-Sulawesi ini menjadi tambahan semangatyang sangat baik dalam pembangunan Coral Triangle -Segitiga Terumbu Karang sebagai suatu konservasi kelautanberskala besar dan pemanfaatan wilayah berkelanjutanyang meliputi Laut Sulu-Sulawesi, Laut Bismarck-Solomon,dan Laut Banda-Flores. Pengembangan konsep inidiharapkan akan berlanjut hingga tahun anggaran depanyakni sampai dengan konsep ini siap diakui jaringan olehWWF.

Kisah sukses lain terjadi pada Maret 2006 saat WWF danmitra pemerintah berhasil mendefinisikan visi dan targetkonservasi bersama untuk wilayah Transfly di bagian selatanPapua dan Papua Nugini. Visi tersebut mencakuppengakuan pentingnya wilayah milik suku-suku yangsekarang akan dimasukkan dalam rencana tata ruangkabupaten yang akan datang.

Sebuah kemitraan penting telah dikembangkan denganbadan pemerintah asing. Sebagai contoh adalah kemitraanyang signifikan dengan DGIS (Program KerjasamaInternasional Pemerintah Belanda) untuk konservasi rawagambut di Kalimantan Tengah dengan fokus pada TamanNasional Sebangau dan Mawas. Setelah melobi parlemenBelanda dan melakukan sejumlah negosiasi dengan paramitra (BOS, Wetlands International Indonesia Program dan

government agencies. For example a significantpartnership was developed with DGIS on peat swampconservation in Central Kalimantan focusing onSebangau National park and Mawas. After lobbyingDutch parliament and negotiations with the partners(BOS, Wetlands International Indonesia Program andCare Indonesia), the partnership program was agreedupon for an initial two year period. Another majorcommitment came from Danida to invest in marineand coastal conservation in Alor-Solor in EasternIndonesia. Through a partnership with a consultancyfirm, WWF Indonesia obtained support from theEuropean Union to implement the FLEGT (ForestLaw Enforcement Governance and Trade) programin West Kalimantan.

WWF was able to develop a partnership with theIndonesian Tuna association that allowed an observerprogram to start and allowed for the preparation ofalternative gear trials for Tuna long liners. SeveralMOU�s have been developed with companies in theprocess towards certification and application of HCVFin oil palm and forest concessions. In addition anMOU has been signed with a state owned plantationcompany that will adopt a step wise approach towardsteak certification

WWF-Indonesia�s budget in FY06 totaled USD 12.68million. All program funding was spent towardsachieving the goals of the four thematic programs.Of these Forests collected the highest funding portfolio,followed by Marine, Species, and Climate Change.

Care Indonesia), program kemitraan tersebut kemudiandisepakati dengan awalan periode dua tahun. Komitmenbesar lain datang dari Danida yang berinvestasi dalamkonservasi laut dan pesisir di Alor-Solor di bagian TimurIndonesia. Melalui kemitraan dengan sebuah kantorkonsultan, WWF-Indonesia memperoleh dukungan dari UniEropa untuk melaksanakan program Penegakan Hukumdi Bidang Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan (ForestLaw Enforcement, Governance and Trade - FLEGT) diKalimantan Barat.

WWF telah mampu membangun kemitraan dengan AsosiasiTuna Indonesia (ASTUIN dan ATLI) untuk mulaimelaksanakan program observer dan melaksanakan ujicoba alat tangkap alternatif untuk Tuna long-line. Beberapanota kesepahaman (MoU) telah dibangun denganperusahaan-perusahaan yang sedang dalam proses menujusertifikasi dan aplikasi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi(High Conservation Value Forest - HCVF) di konsesi kelapasawit dan hutan. Selain itu, sebuah MoU telah ditandatanganibersama sebuah perusahaan perkebunan milik negarayang akan mengadopsi pendekatan bertahap menujusertifikasi jati.

Anggaran WWF-Indonesia untuk Tahun Anggaran 2006mencapai USD12,68 juta. Seluruh dana program digunakanuntuk mencapai tujuan-tujuan yang terbagi dalam empatprogram tematik. Dari keseluruhan dana tersebut, ProgramKehutanan mendapatkan porto folio pendanaan tertinggidisusul oleh Program Kelautan, Spesies kemudian Iklimdan Energi.

Page 8: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Many governments, including in Indonesia,have changed their traditional roles, allowing

privatization programs to take over manysectors which were once dominated by thestate. At the same time, globalization hascreated corporations whose power oftenseems greater than the governments of

many countries in which they operate. Ofthe 100 largest economies in the world, 57

of them are corporations while 43 arecountries (based on a comparison of

corporate sales to country GNPs for 2001data).

The private sector is facing increasingpressures from consumers, employees,

shareholders and investors to achieve higherstandards, not only in terms of financial

performance and best product quality, butalso in terms of ethical, environmental and

social performance. Hence, corporationsare moving to value environmental, socialand sustainability responsibility, and making

efforts to understand the interests anddemands of their key stakeholders.

Working at the global level with corporationsis essential if there is to be real progress intackling conservation challenges like global

warming, moving to renewable energysystems and clean technologies, phasing

out toxic chemicals and ensuring thesustainable use of natural resources such

as timber, fish and agricultural products.

06

WWF is more and more reaching out tothe private sector for engagement on

conservation and sustainabledevelopment. WWF engages in

challenging and innovative partnershipswith progressive elements in the fisheries,forestry, agriculture and energy sector to

work together on best managementpractices, conservation financing

mechanisms and collaborativemanagement initiatives.

Leveraging CorporateSustainability Practices

Banyak pemerintah, termasuk Indonesia,telah merubah peran tradisional mereka,melakukan privatisasi di banyak sektor yangsebelumnya didominasi oleh Negara. Padasaat yang bersamaan, globalisasi telahmenciptakan perusahaan-perusahaan yangkadang lkekuatannya melebihi daripadapemerintah di banyak negara tempatperusahaan tersebut beroperasi. Padaanalisis 100 kekuatan ekonomi terbesar didunia, terdapat 57 perusahaan dalam daftar,sedangkan hanya 43 negara yang tercantumdalam daftar tersebut.

Sektor swasta menghadapi tekanan yangterus meningkat dari konsumen, pegawai,pemegang saham dan penanam modal untukmencapai standar yang lebih tinggi, bukanhanya dalam hal kinerja finansial dan kualitasproduk terbaik, tetapi juga dalam hal kinerjaetika, lingkungan dan sosial. Sehinggaperusahaan mulai menilai lingkungan, sosialdan tanggung jawab yang berkelanjutan danberupaya untuk memahami kepentingan dantuntutan pemangku kepentingan kuncimereka.

Bekerja pada tingkat global bersama paraperusahaan sangatlah penting jika inginmencapai kemajuan nyata dalammenghadapi tantangan konservasi sepertipemanasan global, beralih pada sistem energiyang terbaharui dan teknologi bersih,membersihkan limbah kimia dan memastikanpenggunaan secara berkelanjutansumberdaya alam seperti kayu, ikan danproduk pertanian.

Mendorong Praktik RamahLingkungan di dunia Korporasi

WWF semakin menjangkau sektorswasta untuk mengajak mereka terlibatdalam konservasi dan pembangunanyang berkelanjutan. WWF terlibat dalamkemitraan yang menantang dan inovatifdengan element progresif di bidangperikanan, kehutanan, pertanian danenergi untuk bekerjasama dalam praktikpengelolaan terbaik, mekanismepembiayaan konservasi, dan inisiatifmanajemen kolaboratif.

Page 9: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

The Forest Program saw majorchallenges coming its way whichcalled for coordinated responses fromWWF and stakeholders in Indonesiaand abroad.Heart of Borneo: the road todeclaration and the threat ofconversion

In the spirit of the Heart of Borneo (HoB) conservationvision and visioning action plan which resulted froma multi-stakeholder meeting in Brunei Darussalam inApril 2005, the governments of Malaysia, Brunei andIndonesia, as well as other stakeholders, met theircommitments in preparing the official tri-nationaldeclaration.

From December 6-8, 2005, the Indonesian Ministryof Forestry hosted the national HoB workshop whichwas attended by many regional and nationalstakeholders, and also aimed to consolidate variousstakeholders from Kalimantan. Soon after theworkshop, the Ministry of Forestry has sent theproceedings which included the draft of the HOBdeclaration to 38 government officials includingcounterparts in Brunei and Malaysia.

The Heart of Borneo (HoB) gained significantmomentum at the 11th ASEAN Summit in KualaLumpur in December 2005. There, the heads ofgovernment�in a statement read by Malaysian PrimeMinister Abdullah Badawi-- acknowledged theimportance of the Heart of Borneo initiative to conservethe 220,000 square kilometers of biodiversity-richtropical rain forests and guaranteed the protection ofthe island�s vital water catchments. The conservationmessage gained further momentum following thepublication of WWF�s book, Biodiscoveries: Borneo�sBotanical Secret, in early 2006. This book exposedthe biodiversity-rich island where 422 plant specieshave been discovered between 1980 and 2005.

Furthermore, the three governments successfullypresented the Heart of Borneo during the Conferenceof Parties of the Convention of Biological Diversity(COP 8-CBD) in Curitiba, Brazil in March 2006. Thisevent has helped spread the message of Heart ofBorneo forest conservation to the wider internationalcommunity, including ministers from several countries,European Union, Worldbank and others.

However, the HoB initiative was almost derailed byplans to develop an enormous oil palm plantation. InJuly 2005, the Indonesian Minister of Agriculture andother high ranking officials revealed that thegovernment was considering the development of a1.8 million hectares of oil palm plantation along theIndonesia-Malaysia border. Touted as �the world�slargest oil palm plantation,� this plan threatened thethree-country shared vision of the Heart of Borneo.Acting as a united front, WWF along with other

07

Program Kehutanan WWF-Indonesia telahmelalui tahun yang penting dengantantangan-tantangan besar yangmemerlukan respon terkoordinasi dari WWFdan para pemangku kepentingan diIndonesia dan luar negeri.

Heart of Borneo: kisah sukses dan ancaman konversi

Dengan semangat visi dan rencana aksi konservasi JantungKalimantan yang merupakan hasil pertemuan parapemangku kepentingan di Brunei Darussalam pada April2005, pemerintah ketiga negara serta para pemangkukepentingan lainnya, berkomitmen untuk menyiapkandeklarasi resmi tiga-negara.

Pada tanggal 6 sampai 8 Desember 2005, DepartemenKehutanan Indonesia menggelar lokakarya nasional HoByang dihadiri oleh sejumlah besar pemangku kepentinganregional dan nasional, dan juga bertujuan untukmemperkuat para pemangku kepentingan dari Kalimantan.Segera setelah lokakarya tersebut, Menteri Kehutananmengirimkan prosiding lokakarya tersebut yangmenyertakan draft deklarasi HoB kepada 38 pejabatpemerintah termasuk para mitra pendamping dari Bruneidan Malaysia.

Wacana HoB mendapatkan momentum penting padaPertemuan Puncak ASEAN ke-11 di Kuala Lumpur padaDesember 2005. Pada acara tersebut, para kepalapemerintahan�dalam sebuah pernyataan yang dibacakanoleh Perdana Menteri Abdullah Badawi�mengakuikepentingan inisiatif konservasi HoB untuk melestarikanhutan hujan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayatiyang meliputi area seluas 220.000 kilomenter persegi danmenjamin perlindungan daerah-daerah tangkapan air yangvital di Kalimantan. Pesan konservasi tersebut memperolehmomentum lebih lanjut menyusul publikasi buku WWF,Biodiscoveries: Borneo�s Botanical Secret � Temuan Alam:Rahasia Botani Kalimantan, pada awal tahun 2006. Bukuini secara gamblang mengekspos pulau yang kaya akankeanekaragaman hayati tersebut di mana 422 spesiestumbuhan telah ditemukan antara 1980 dan 2005.

Selanjutnya, ketiga pemerintah Brunei, Indonesia danMalaysia berhasil menjadi pusat perhatian pada Conferenceof the Parties of the Convention of Biological Diversity(COP 8-CBD) di Curitiba, Brazil pada Maret 2006. Acaraini membantu menyebarkan pesan konservasi hutan Heartof Borneo pada masyarakat internasional yang lebih luas,termasuk beberapa menteri dari beberapa negara, UniEropa, Bank Dunia, dan lain sebagainya.

Namun demikian, keberhasilan inisiatif HoB hampirtersingkirkan oleh rencana pembangunan perkebunankelapa sawit yang sangat luas. Pada Juli 2005, MenteriPertanian Indonesia dan pejabat tinggi lainnyanengungkapkan bahwa pemer intah sedangmempertimbangan pembangunan 1,8 juta hektarperkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasanIndonesia-Malaysia. Dengan digembar-gemborkan sebagai�perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia,� rencana inimengancam visi bersama Heart of Borneo.

ProgramKehutanan

ForestProgram

Page 10: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Acting as a united front, WWF along with otherstakeholders convinced the government andprospective investors that the proposal, which washeralded as one solution to unemployment and theprolonged economic problems in the region, wasunsustainable and would have caused irreparabledamages to the Heart of Borneo and neighboringlands.

08

Dengan bertindak sebagai suatu kesatuan kekuatan, WWFbersama para pemangku kepentingan lainnya meyakinkanpemerintah dan para calon investor bahwa proposal tersebut,yang telah digembar-gemborkan sebagai sebuah solusi bagipengangguran dan masalah-masalah ekonomi yang telahlama di derita daerah tersebut, Heart of Borneo dan wilayahsekitarnya tidak berkelanjutan dan akan mengakibatkankerusakan yang tak dapat diperbaiki.

WWF Network at its best: Saving The Heart of Borneofrom Conversion to Oilpalm

In July 2005, a plan was announced by the Governmentof Indonesia to create the world�s largest oil palm

plantation in Kalimantan along Indonesia-Malaysiaborder. The proposed scheme was expected to coveran area of 1.8 million hectares (equivalent to about

half the size of the Netherlands). The total investmentpledged was US$8 billion, to be provided by the Bankof China and to be implemented by the CITIC Group,

China�s state owned company that implements China�soverseas investment.

This plan would overlap with the proposed conservationand sustainable initiative for the Heart of Borneo. To

counter this plan WWF Indonesia coordinated a globaleffort.

Using scientific arguments (through extensive land useanalysis) and working with other credible partners, WWF

provided concrete suggestions to the government toincrease the level of productivity in existing estates and

use only existing available �idle lands� in Kalimantan.The analysis found that in Kalimantan there are more

than 4 million hectares of cleared land that were alreadygazetted for palm oil but were never planted.

WWF advocated and publicly disseminated associatedenvironmental and economic consequences of planting

palm oil on high altitude, with infertile soils and steepslopes. With further help from other NGOs and the

media, the team succeeded in getting substantial supportfor the Heart of Borneo including from some ministriesin Indonesia, Indonesian Palm Oil Commission (IPOC),

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO),governments outside Indonesia, UN agencies, multi-and bilateral agencies, other NGOs and community

groups. At the international stage, 22 WWF NationalOrganizations wrote letters of appeal to the Indonesian

government and followed up with IndonesianAmbassadors in their respective countries. WWF alsoengaged in direct talks with The Bank of China and the

CITIC management.

With this strong support the Government of Indonesiaturned down the oil palm plan and continued promoting

the Heart of Borneo initiative. Important commitmentwas obtained from the President of the Republic ofIndonesia during a meeting with James Leape, the

Director General of WWF International when giving his"assurance" that oil palm plantations will not interfere

with the HoB. The Minister of Agriculture backed thePresident�s statement by mentioning that the availabilityof land for oil palm plantation in the border area is only

10 percent of the original plan and the HoB would bedesignated for conservation.

Kerjasama terbaik Jaringan WWF: Menyelamatkan Heartof Borneo dari konversi Kelapa Sawit

Pada Juli 2005, suatu rencana diumumkan oleh PemerintahIndonesia untuk membangun perkebunan kelapa sawit terbesardi dunia di Kalimantan pada perbatasan Indonesia-Malaysia.Rencana tersebut akan meliputi area seluas 1,8 juta hektar(setara dengan setengah wilayah Belanda). Total investasiyang dibutuhkan adalah 8 miliar USD, yang akan disediakanoleh Bank of China dan dilaksanakan oleh grup CITIC,perusahaan pemerintah Cina yang melakukan investasi diluar Cina.

Rencana ini akan tumpang tindih dengan usulan platformkonservasi dan pembangunan berkelanjutan di hutan HoB.Untuk mementahkan rencana ini WWF-Indonesiamengkoordinasikan suatu upaya global.

Dengan menggunakan argumentasi ilmiah (menggunakananalisis penggunaan lahan yang ekstensif) dan bekerjabersama mitra kredibel lain, tim tersebut menyediakan saran-saran kongkrit kepada pemerintah untuk meningkatkanproduktifitas perkebunan yang telah ada dan hanyamenggunakan lahan kosong yang ada di Kalimantan. Analisistersebut menemukan bahwa terdapat lebih dari 4 juta ha lahanyang dikosongkan mendapatkan pengakuan untuk perkebunankelapa sawit tetapi belum ditanami.

WWF melakukan advokasi dan melakukan penyebaraninformasi tentang konsekuensi lingkungan dan ekonomipenanaman kelapa sawit pada ketinggian, kesuburan tanah,dan lereng curam. Dengan bantuan lebih jauh dari LSM laindan media, tim berhasil mendapatkan dukungan penting untukHoB, termasuk beberapa Menteri Indonesia, Komisi KelapaSawit Indonesia (Indonesian Palm Oil Commission � IPOC),meja bundar kelapa sawit yang berkelanjutan (Roundtable onSustainable Palm Oil � RSPO), pemerintah luar negeri, badanPBB, badan multinegara dan bilateral, LSM lain dan kelompok-kelompok masyarakat. Pada panggung internasional, 22organisasi WWF mengirimkan surat pada pemerintah Indonesiadan diikuti oleh para duta besar Indonesia di negara sahabat.Pada barisan bisnis, bantuan WWF-Amerika, WWF-Kanadadan WWF-Cina telah membuka akses WWF International danWWF-Indonesia untuk berdialog langsung dengan Bank ofChina dan manajemen CITIC.

Dengan dukungan kuat ini, Pemerintah Indonesia menolakrencana minyak sawit tersebut dan terus mempromosikaninisiatif HoB. Komitmen penting didapatkan dari PresidenRepublik Indonesia saat pertemuan dengan James Leape,Direktur Jenderal WWF International saat memberikan�jaminannya� bahwa perkebunan kelapa sawit tidak akanmengganggu HoB. Menteri Pertanian mendukung pernyataanPresiden tersebut dengan menyebutkan bahwa ketersediaanlahan yang cocok untuk perkebunan kelapa sawit di daerahperbatasan hanya sekitar 10 persen dari rencana semula danHoB akan di tetapkan untuk tu juan konservasi

Page 11: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

09

Though this victory was one, threats of conversion ofthe rich tropical rainforests in the Heart of Borneoremains due to the increasing global demand of naturalresource-based products such as timber and oil palm

RSPO and Nusa Hijau: Engaging the privatesectors

Since the establishment of the Roundtable onSustainable Palm Oil (RSPO) in 2003, WWF-Indonesiahas been actively engaging private sector actors tojointly achieve the criteria for greening the productionchain of palm oil.

The members of the RSPO formally ratified andadopted the Principles and Criteria (P&C) onSustainable Palm Oil in November 2005. The globalmulti-stakeholder platform has been moving ever sincetowards the identification and protection andmaintenance of High Conservation Value Forests(HCVF) and endangered wildlife.

In February 2006, the RSPO�s Criteria Working Group(CWG) successfully completed the Guidance on thePrinciples and Criteria (P&C) on Sustainable PalmOil. Meanwhile, RSPO membership increased to about140 in June 2006, consisting of about 100 ordinarymembers and 40 affiliate members (a significant risefrom around 90 in the previous year). 14 out of the100 ordinary members are from Indonesia and WWF-Indonesia played a significant role persuading thesemembers to join.

Also on the positive side, Indonesian oil palm plantationcompanies have begun to formally adopt the HighConservation Value Forest (HCVF) toolkit which hasbeen advocated by WWF-Indonesia since 2000. Inearly 2006, two Memorandum of Understanding(MoUs) have been signed with two plantationcompanies: PT SMART Tbk-Sinar Mas Group (in thedistricts of Ketapang, West Kalimantan and Seruyan,Central Kalimantan) as well as PT. Astra Agro LestariTbk-Astra Group (in Kutai Timur, East Kalimantan).Under the MOU WWF-Indonesia will assist thecompanies in meeting the standards and inimplementing best management practices.

WWF-Indonesia is steadily making progress ongreening the production chain of forest products. In2003, WWF Indonesia introduced the Indonesia ForestTrade Network (IFTN) to stakeholders. Up until June2006, there were 16 members: 8 trade participantsand 8 forest concession holders who collectively

Walaupun kemenangan ini merupakan sesuatu yang berarti,ancaman konversi hutan hujan tropis yang kaya di HoBtetap ada karena meningkatnya permintaan dunia akanproduk-produk berbasis sumberdaya alam seperti kelapasawit dan kayu.

RSPO dan Nusa Hijau: Memikat sektor swasta

Sejak pembentukan Meja Bundar Kelapa SawitBerkelanjutan (Roundtable on Sustainable Palm Oil - RSPO)pada 2003, WWF-Indonesia telah secara aktif menarikaktor-aktor sektor swasta untuk bersama-sama mencapaikriteria untuk menghijaukan rantai produksi kelapa sawit.

Para anggota RSPO secara formal telah meratifikasi danmengadopsi Prinsip dan Kriteria (P&K) Kelapa Sawitberkelanjutan pada November 2005. Platform parapemangku kepentingan global sejak saat itu telah bergerakmenuju perlindungan dan pemeliharaan Hutan BernilaiKonservasi Tinggi (High Conservation Value Forest - HCVF)dan satwaliar langka.

Pada Februari 2006, Kelompok Kerja Kriteria RSPO berhasilmenyelesaikan Panduan Prinsip dan Kriteria (P&K) KelapaSawit Berkelanjutan. Bersamaan dengan itu, keanggotaanRSPO meningkat sekitar 140 pada Juni 2006, yang terdiridari 100 anggota biasa dan 40 anggota afiliasi (peningkatannyata dari sekitar 90 anggota pada tahun sebelumnya). Halyang menarik bahwa 14 dari 100 anggota biasa adalahdari Indonesia dan WWF-Indonesia memainkan suatu peranpenting dalam membujuk para anggora ini untuk bergabung.

Secara positif, perusahaan-perusahaan perkebunan kelapasawit telah mulai secara formal mengadopsi toolkit HCVFyang telah diperjuangkan oleh WWF sejak awal 2000-an.Pada awal 2006, dua MoU telah ditandatangani oleh duaperusahaan perkebunan: PT SMART Tbk-Sinar Mas Group(di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dan KabupatenSeruyan, Kalimantan Timur), serta PT Astra Agro LestariTbk-Astra Group (di Kabupaten Kutai Timur, kalimantanTimur). Dengan MoU tersebut, WWF-Indonesia akanmendampingi perusahaan-perusahaan tersebut untukmemenuhi standar dan melaksanakan praktik pengelolaanterbaik (best management practices).

WWF-Indonesia membuat kemajuan yang mantap dalamhal penghijauan rantai produksi hasil hutan. Pada 2003,WWF-Indonesia memperkenalkan Nusa Hijau (IndonesianForest Trades Network - IFTN) kepada para pemangkukepentingan. Hingga Juni 2006, hanya terdapat 16 anggota:8 peserta perdagangan dan 8 peserta pemegang HPHyang secara kolektif menguasai lahan seluas 644.660hektar. Pada periode ini, lusinan anggota potensial dari

Page 12: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

10

control 644,660 hectares. In this year dozens ofpotential members from the wood sector and forestmanagement units are in the process to becomeIndonesia-FTN members. Some of these membersproduce garden and indoor furniture, floorings, windowand doors.

WWF-Indonesia�s IFTN and other WWF nationaloffices have facilitated tours of buyer groups fromEurope and USA to visit companies and concessionholders in Indonesia in a bid to develop market links,such as Hornbach (with WWF-Germany) and BlueLinx (with North America-FTN). Meanwhile, twoIndonesian companies have visited potentialinternational buyers in Japan. The growing numbersof the IFTN members shows the willingness ofcompanies to apply sustainable sourcing principlesfor Indonesia forest products.

Partnering with local governments in achievingconservation success

A Merauke-based WWF staff was appointed to beone of the members of the Steering Committee forthe revision of the Merauke District Spatial Plan.Meanwhile, in March 2006 communities, civil societygroups, conservation experts and governments fromPapua, Indonesia and Papua New Guinea successfullydefined a common conservation vision and a set ofconservation targets for the Transfly region in thesouth of Papua and Papua New Guinea. The visionincludes the recognition of important clan areas thatwill now be included in future district spatial plans.

In the province of West Nusa Tenggara, WWF-Indonesia has been member in the multi-stakeholderprocess of drafting local regulations for a Paymentfor Environmental Services (PES) program, which willbe implemented in the district of West Lombok andMataram municipality. With this concept, which isexpected to be approved and adopted in the nextfiscal year, local people living in the surrounding areaof forest resources or protected areas in West Lombok,will receive incentives for their efforts in conservingthe forest and water sources within the forest. Theseincentives come from additional taxex on the waterbil ls of water consumers in Mataram city.

sektor sektor perkayuan dan unit-unit pengelolaan hutandalam proses untuk menjadi anggota nusa hijau. Lokasi-lokasi pabrik para peserta tersebar di seluruh provinsi diPulau Jawa. Pabrik-pabrik tersebut memproduksi furniturkebun dan ruangan, lantai, jendela dan pintu.

Nusa Hijau WWF-Indonesia dan kantor-kantor nasionalWWF lain telah memfasilitasi tur kelompok-kelompok pembelidari Eropa dan Amerika untuk mengunjungi perusahaan-perusahaan dan pemegang konsesi di Indonesia dalamsuatu lelang untuk membangun jaringan pasar potensial,seperti Hornbach (dengan WWF-Jerman), Blue Linx (denganNorth America-FTN). Sementara itu, dua perusahaanIndonesia telah mengunjungi pembeli potensial internasionaldi Jepang. Jumlah anggota Nusa Hijau yang meningkatmenunjukkan kemauan perusahaan-perusahaan tersebutuntuk menerapkan prinsip-prinsip penyediaan sumberdayayang berkelanjutan bagi hasil hutan Indonesia.

Bermitra dengan pemerintah lokal dalam mencapaikeberhasilan konservasi

Pada 2005, seorang staf WWF wilayah Program Meraukeditunjuk menjadi salah satu anggota Komite Pengarah revisiRencana Tata Ruang Kabupaten Merauke. Sementara itu,Maret 2006, masyarakat, kelompok masyarakat, ahlikonservasi dan pemerintah dari Papua, Indonesia danPapua Nugini berhasil menetapkan visi konservasi bersamadan target-target konservasi untuk wilayah Transfly di bagianselatan Papua dan Papua Nugini. Visi tersebut termasukpengakuan pentingnya wilayah suku yang sekarang akandimasukkan dalam rencana tata ruang kabupatenmendatang.

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, WWF-Indonesia telahmenjadi anggota dalam proses pembuatan peraturan daerahuntuk program Pembayaran bagi Jasa Lingkungan (Paymentfor Environmental Services - PES) yang akan dilaksanakandi Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram. Dengankonsep ini, yang diharapkan akan di setujui dan di adopsipada TA07, masyarakat lokal yang hidup di sekitar areasumberdaya hutan atau kawasan lindung di Lombok Barat,akan menerima insentif atas upaya mereka dalammelestarikan hutan dan sumber-sumber air yang ada didalam hutan. Insentif ini berasal dari pajak tambahan dalamrancangan peraturan air untuk konsumen air di KotaMataram.

Page 13: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

In response to the reconstruction efforts in Acehfollowing the tsunami of 2004 WWF and partnersworldwide launched the Timber for Aceh initiative. TheTFA�s unprecedented U.S. alliance between the non-profit community and the private sector seeks to supplyIndonesia�s Aceh province with responsibly-sourcedwood products for reconstruction. In the United States,WWF, Conservation International and the AmericanForest & Paper Association have joined forces tosupport the larger, international TFA effort based inIndonesia.

Timber for Aceh initiative is one of the first two practicalimplementations of WWF-Indonesia�s GreenReconstruction Guidelines (GRG). �Rebuilding Right!�is TFA initiative�s call for those involved in reconstructionto procure timber from well managed forests andplantations with donated funds. We have seen someearly success with this initiative. The WWF pilotshipment to Aceh � the first seven containers of woodproducts from USA were successfully procured andshipped to Aceh. Overall, with collaboration from manyagencies, more than 30,000 m3 of donated timberfrom overseas has been successfully brought in toAceh and Nias.

The reconstruction and rehabilitation activities incoastal areas are coordinated under the Green Coastproject. The Green Coast project is implemented inSri-lanka, India, Indonesia, Thailand and Malaysiaand offers a unique approach towards livelihoodrecovery through ecosystem restoration. By May 2006,44 rehabilitation initiatives were underway, benefitingmore than 10,000 people directly. Through the provisionof fishing gear, fish processing, sewing machines orgoat farming, people are recovering lost livelihoods.In Indonesia, the project is being implemented incollaboration with the (WIIP), WWF-Indonesia andGEF-Small Grants Programme.

11

Dalam menjawab upaya rekonstruksi Aceh pascabencana tsunami pada 2004, WWF dan mitrainternasional meluncurkan inisiatif Kayu untukAceh (Timber for Aceh - TFA). Inisiatif inibertujuan untuk menyediakan produk kayu darisumber yang bertanggung jawab untuk upayarekonstruksi di Aceh. Di Amerika, WWF,Conservation Internasional, dan The AmericanForest and Paper Associat ion te lahmenggabungkan kekuatan untuk mendukungprogram TFA dan memicu dukungan duniainternasional yang lebih besar terhadap TFA.Setelah pengiriman perdana dengan tujuhkontainer bahan-bahan bangunan kayu dariAmerika, inisiatif ini telah memfasilitasi lebih dari30.000 m3 kayu donasi dari luar negeri yangberhasil dibawa ke Aceh dan Nias.

Kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasidi daerah pesisir di koordinasikan dalam proyekpantai hijau (Green Coast). Proyek inidilaksanakan di Srilanka, India, Indonesia,Thailand dan Malaysia serta menawarkanpendekatan yang unik untuk memulihkan matapencaharian masyarakat melalui restorasiekosistem. Pada Mei 2006, sebanyak 44 inisiatifrehabilitasi tengah dilakukan, memberikankeuntungan langsung pada lebih dari 10.000orang. Melalui pemberian peralatan memancing,pengolahan ikan, mesin jahit atau ternakkambing, masyarakat memulihkan kembali matapencahariannya. Di Indonesia, proyek tersebuttengah dilaksanakan bersama antara WetlandsInternational Indonesia Program (WIIP), WWF-Indonesia dan GEF-Small Grants Programme.

Kayu untuk Aceh

Page 14: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

12

WWF-Indonesia has strengthened its engagementwith the tuna long-line fishing industry in preventingby-catch of sea turtles and in promoting the use ofmore environmental friendly fishing gear. The newfishing gear � the circle hook � was trialed by severaltuna long-line vessels in the Indian Ocean. The resultsof this initiative will be supportive to the industry intheir endeavor to win global market access whichincreasingly demands products of sustainable andenvironmentally friendly processes. On the policyfront, WWF and the tuna industry lobbied theIndonesian government to apply for membership tothe regional fishery management organization (RFMO)in the Western Pacific.

The Indonesia - Malaysia - The NetherlandsPartnership on Shrimp

The Trilateral Partnership on Safeguarding Shrimpand Seafood (PPP) is a collaborative program ofIndonesia, Malaysia and The Netherlands. ThePartnership is aimed to improve market access ofshrimp products from Indonesia and Malaysia intoThe Netherlands/EU or other developed marketsbased on improved marketing efficiency andapplication of improved food safety practices in thisindustry.

WWF-Indonesia is a member of the Private PublicPartnership (PPP) that is led by a tri-nationalcoordination committee (TCC). WWF-Indonesia leadsthe Road Show to raise awareness at the grass rootlevel among shrimp farmers, middlemen and feedsuppliers on sustainable production, chain of custodyand product safety (chemical and microbiological) at14 key locations in Indonesia.

Intensive cooperation over recent years has not onlyled to actual working programs but also to bettermutual understanding of motives, objectives andconcerns. Governments, industries and non-governmental organizations meet in the NationalCommittees of each of the partner countries. Thusthe partnership provides a platform for dialogue andconstructive cooperation in the effort towards greaterfood safety and better environmental and socialstandards.

Wakatobi National Park

In its work on marine protected areas, WWF inpartnership with The Nature Conservancy supportedthe participatory re-zoning process in WakatobiNational Park. Through an extensive outreach programto local communities and other stakeholders includinglocal and national governments, the plan consists ofNo Take Zones endorsed by local community groupsbased on traditional knowledge and their long

MarineProgram

WWF-Indonesia memperkuat hubungannya dengan industriperikanan tuna long-line untuk mencegah tangkapansampingan penyu laut dan mendorong penggunaanperalatan kail lingkar (circle hook) yang lebih ramahlingkungan dan tidak menurunkan hasil tangkapan utama. Peralatan pancing baru � kail lingkar- diujicobakan dibeberapa kapal tuna long-line di Samudera Hindia (IndianOcean). Hasil dari inisiatif ini akan mendukung industridalam upaya mereka untuk memenangkan pasar globalyang menuntut produk perikanan yang berkelanjutan danbertanggungjawab. Dalam bidang kebijakan, WWF danindustri tuna bekerjasama untuk mendorong pemerintahIndonesia untuk bergabung dengan Organisasi PengelolaPerikanan Regional (Regional Fishery ManagementOrganization - RFMO)

Kemitraan Udang Indonesia � Malaysia � Belanda

Kerjasama tiga pihak tersebut dalam upaya melindungikomoditi udang dan ikan konsumsi lainnya (PPP) adalahmerupakan program kerjasama antara Indonesia, Malaysiadan Belanda. Kerjasama tersebut bertujuan untukmeningkatkan akses pasar produk udang dari Indonesiake belanda/EU maupun pasar-pasar negara maju lainyaberdasarkan pada peningkatan efisiensi pemasaran sertapeningkatan aplikasi keamanan pangan pada industri ini.

WWF-Indonesia merupakan salah satu anggota dari PrivatePublic Partnership (PPP) yang dipimpin oleh komitekoordinasi tiga Negara (TCC). Dalam program kerjasamaini, WWF-Indonesia bertanggungjawab menyelenggarakankegiatan road show yang bertujuan untuk meningkatkankesadartahuan masyarakat di tingkat bawah, mulai daripetambak udang, pengepul, serta pemasok pakan, tentangkeberlanjutan produksi, rantai perdagangan serta keamanankomoditi (penggunaan bahan-bahan kimia dan mikrobiologi)di 14 lokasi utama di Indonesia.

Kerjasama yang intensif dalam tahun-tahun terakhir tidakhanya mengacu pada program kerjanyata, namun jugapada peningkatan kesepahaman terhadap maksud, tujuanserta perhatian terhadap program kerjasama tersebut.Perwakilan dari pemerintah, industri maupun LSMbergabung dalam komite nasional dimasing-masing negara.Dengan demikian, kerjasama ini dapat dijadikan sebagailandasan bagi peningkatan dialog serta kerjasama yangmembangun, dalam rangka mencapai keamanan pangandi tingkat global serta pencapaian standar sosial danlingkungan yang lebih baik.

Taman Nasional Wakatobi

Dalam upayanya pada Kawasan Perlindungan Laut, WWFbekerjasama dengan The Nature Conservancy (TNC)mendukung proses penataan ulang kawasan TamanNasional Wakatobi berdasarkan inisiatif dan partisipatifmasyarakat. Melalui program penjangkauan yang luaspada masyarakat lokal dan para pemangku kepentingan

ProgramKelautan

Page 15: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

13

experience of fishing in the area.The principles of MPA management and planning aswell as Standard Operation Procedure of Surveillancehave been socialized to the Wakatobi CommunityForum members and Local Facilitators of the JoinedWWF-TNC project through training. Monitoringprotocols � including Reef Health, Resource Use,Spawning Aggregation and Additional OccasionalObservations � have been developed in collaborationwith other MPAs (Raja Ampat, Komodo and Derawan).Community members are actively involved insurveillance and have sent reports to the park authorityof destructive fishing practices in Wakatobi. A recentsuccess was the seizure of 15 blast fishers based ona report from people in Runduma Island. Thesurveillance system has reduced blast fishing in theareas by 50%.

In the re-zoning process, through intensiveconsultations with local people, No-Take Zones weredesignated on turtle nesting areas in Anano Island,and on three Spawning Aggregation Sites near TomiaIsland, which are voluntarily protected by local people.

Berau Marine Protected Area Established

In December 2005, the Berau District of EastKalimantan issued a decree declaring theestablishment of a 1.27 millionhectares marine protectedarea (MPA). The Berau MPAencompasses the coastal areaand the Derawan Archipelago.The Berau MPA is animportant part of the Sulu-Sulawesi Marine Eco-region(SSME) and is the largestgreen turtle rookery within theSSME. A celebration wasconducted during the Tri-National Committee Sulu-Sulawesi Marine Eco-regionmeeting in Bal ikpapan.

It is timely now for the BerauDistrict to implement a modern(non-conventional) coastal and marine areamanagement plan through the establishment of amarine conservation area to ensure sustainablefisheries and tourism. Preparations towards theestablishment of the marine conservation area includethe creation of a Cross Sectoral Steering Committee,the establishment of Kakaban Island as a conservationarea, the establishment of Derawan, Sangalaki andSemama as sea turtle conservation areas, along withthe establishment of the Turtle Monitoring andSurveillance Teams.

A total of 21 local people from Derawan Island andanother 11 people from Tanjung Batu village havebeen trained in turtle monitoring and in implementingturtle-based ecotourism. They are our first line adoptersto secure the Bupati�s (head of district) instruction toprotect all nesting islands as well as protecting turtlefeeding grounds.

To commemorate the World Environmental Day 2006,the WWF-TNC Joint Marine Program has granted the�Leaders for a Living Planet certificates� to Mr. H.Makmur (Regent of Berau District), Mr. Iramsyah(Head of Derawan Island Sub-district) and Mr. H.Masdjuni (Berau community leader) for their initiativeand leadership in the protection and area management

lain termasuk pemerintah lokal dan nasional, rencanatersebut mencakup zona larangan tangkap (No-Take Zone)yang diusulkan oleh kelompok masyarakat lokal berdasarkanpengetahuan tradisional dan pengalaman panjang merekamemancing di wilayah tersebut.

Prinsip-prinsip pengelolaan dan perencanaan kawasankonservasi laut (KKL) serta prosedur operasional standaruntuk pengawasan telah disosialisasikan kepada paraanggota Forum Masyarakat Wakatobi dan para fasilitatorlokal dari Program Bersama WWF-TNC melalui pelatihan-pelatihan. Pelatihan-pelatihan tersebut meliputi protokolpemantauan kesehatan terumbu karang, pemanfaatansumberdaya, tempat pemijahan ikan dan berbagaipemantauan lainnya. Hal ini penting karena Wakatobi sangatterkait dengan kawasan konservasi laut lainnya (Raja Ampat,Komodo dan Derawan).

Para anggota masyarakat secara aktif ikut serta dalampengawasan dan telah mengirimkan laporan kepada balaitaman nasional mengenai praktik-praktik perikanan yangmerusak di Wakatobi. Sebuah keberhasilan yang baru terjadiadalah penangkapan 15 nelayan yang menggunakan bahanpeledak berdasarkan laporan dari masyarakat PulauRunduma. Sistem pengawasan telah mengurangipenggunaan bahan peledak dalam mencari ikan di wilayahtersebut hingga 50%.

Dalam proses re-zonasi, melaluikonsultasi intensif dengan masyarakatlokal, sebuah zona larangan tangkap(No-Take Zone) telah ditetapkan padadaerah peneluran penyu di PulauAnano, dan pada t iga lokasipemijahan ikan dekat Pulau Tomia,yang secara sukarela dilindungi olehmasyarakat lokal.

Terbentuknya Kawasan KonservasiLaut BerauPada Desember 2005, KabupatenBerau d i Ka l imantan T imurmengeluarkan sebuah sura tkeputusan yang menyatakanpembentukan 1,27 juta hektarkawasan konservasi laut (KKL). KKL

Berau meliputi wilayah pesisir dan Kepulauan Derawan yangmerupakan bagian penting dari Eko-region Laut Sulu Sulawesi(Sulu-Sulawesi Marine Eco-region - SSME) dan merupakandaerah sarang penyu hijau yang terbesar di kawasan SSME.Sebuah peresmian dilaksanakan pada saat pertemuanKomite SSME Tiga-negara di Balikpapan.

Momen tersebut merupakan saat yang tepat bagi KabupatenBerau untuk melaksanakan suatu pengelolaan wilayah lautdan pesisir secara modern melalui pembentukan sebuahkawasan konservasi laut untuk memastikan perikanan danpariwisata yang berkelanjutan. Persiapan-persiapan menujupembentukan KKL mencakup pembentukan Tim PengarahLintas Sektoral, pembentukan Pulau Kakaban sebagaikawasan konservasi, pembentukan Derawan, Sangalaki danSemama sebagai kawasan-kawasan konservasi penyu laut,bersamaan dengan pembentukan Tim Pemantauan danPengawasan Penyu.

Sejumlah 21 orang anggota masyarakat lokal dari PulauDerawan dan 11 orang lainnya dari desa Tanjung Batu telahdilatih untuk pemantauan penyu dan pelaksanaan ekowisataberbasis penyu. Mereka adalah barisan terdepan dalammenjamin pelaksanaan instruksi Bupati untuk melindungisemua pulau tempat penyu bertelur dan melindungi daerah-daerah tempat penyu mencari makanan.

Page 16: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

14

of Berau marine area. At the same time, a monitoringpost in Panjang Island, seven communications radiounits and two glass bottom boats were also donatedto the district government and the communities tosupport monitoring, surveillance and community basedecotourism activities.

Cendrawasih Bay National Park

A VIP trip was held in collaboration with the localgovernment of Teluk Wondama Regency andCenderawasih Bay National Park Authority to promotetourism and sustainable fisheries in the CenderawasihBay National park, as well as to build commonunderstanding of area management and developmentin Teluk Wondama and Nabire regencies. The tripinvolved representatives of the regencies of TelukWondama and Nabire, WWF, members of MarineTourism Association (Gahawisri) and the Embassy ofNew Zealand.

A decree by local authorities to revise the zoningsystem and parkp l a n n i n g w i t hstakeholders wassigned. Since then,surveys have beenc o n d u c t e d t oindicate areas thatare important forturtle conservation.A rapid ecologicala s s e s s m e n tc o n d u c t e d b yC o n s e r v a t i o nInternational as partof the joint programfor ecosys tem-based managementof the Birdshead seascape shows some highlysignificant biodiversity patterns and a rich marinebiodiversity. WWF will use the findings to inform futurezoning discussions.

Turtle Trade Reduction, Bali

Collaborative efforts between WWF, the IndonesianHindu Faith Council, the Government of Bali Province,and the Customary Leader of Serangan village led tothe establishment of the Turtle Conservation andEducation Centre (TCEC). Surveillance and trademonitoring carried out by local people have reducedthe turtle trade significantly. During a six month period(January � June 2006), the total number of tradedturtles was 200, a number significantly lower than thesix month period before which saw up to 750 turtlestraded. During its first semester operation (January� June 2006), 1700 visitors to the TCEC wererecorded, bringing a revenue from entrance fee ofalmost 600 dollar. From turtle nests found on Bali,70% of the hatchlings were released and the restwere kept in special ponds at TCEC until they reachthe size (curve carapace length) of 40 cm. Theseturtles will then be used in ceremonies and efforts arein place to persuade the users to release the turtlesafter being used in a particular ceremony.

Untuk merayakan Hari Lingkungan Hidup Dunia 2006,Program Kelautan Bersama WWF-TNC te lahmenganugerahkan sertifikat �Leaders for a Living Planet�pada Bapak H. Makmur (Bupati Berau), Bapak Iramsyah(Camat Pulau Derawan) dan Bapak H. Masdjuni (Pemimpinmasyarakat Berau) atas inisiatif dan kepemimpinan merekadalam pengelolaan dan perlindungan wilayah laut Berau.Pada saat yang sama, sebuah pos pemantauan di PulauPanjang, tujuh unit radio komunikasi dan dua perahu wisata(glass bottom boats) juga disumbangkan kepada pemerintahkabupaten dan masyarakat untuk mendukung kegiatanpemantauan, pengawasan dan ekowisata berbasismasyarakat.

Taman Nasional Teluk Cendrawasih

Sebuah perjalanan VIP telah dilakukan dengan kolaborasibersama pemerintah lokal Kecamatan Teluk Wondana danBalai Taman Nasional Teluk Cendrawasih untukmempromosikan pariwisata dan perikanan di wilayah TNTeluk Cendrawasih, serta untuk membangun pemahamanyang sama atas pengelolaan dan pembangunan wilayah di

Kecamatan-kecamatan Teluk Wondamadan Nabire. Perjalanan tersebut melibatkanwakil-wakil dari Kecamatan TelukWondama dan Kecamatan Nabire, WWF,para anggota Asosiasi Pariwisata LautGahawisri dan Kedutaan Besar NewZealand.

Sebuah surat keputusan pemerintahdaerah untuk merevisi sistem zonasi danperencanaan proyek dengan parap e m a n g k u k e p e n t i n g a n t e l a hditandatangani. Sejak itu, berbagai surveitelah dilakukan untuk menandai wilayah-wilayah penting bagi konservasi penyu.Sebuah rapid ecological assessment yangdilakukan oleh Conservation International

sebagai bagian dari program bersama untuk pengelolaanberbasis ekosistem (ecosystem-based management) daribentang laut Kepala Burung-Papua menunjukkan beberapapola keanekaragaman hayati yang sangat penting dankeanekaragaman hayati laut yang kaya. WWF akanmenggunakan temuan-temuan ini sebagai bahan diskusizonasi di masa mendatang.

Penurunan Perdagangan Penyu, Bali

Upaya-upaya kolaboratif antara WWF, Parisada HinduDharma Indonesia, Pemerintah Provinsi Bali, dan PemimpinAdat Desa Serangan dalam pembentukan Pusat Konservasidan Pendidikan Penyu (Turtle Conservation and EducationCentre � TCEC). pengawasan dan pemantauan yangdilakukan oleh masyarakat lokal telah mengurangiperdagangan penyu secara signifikan. Dalam tempo enambulan (Januari � Juni 2006) tercatat jumlah perdaganganpenyu adalah 200 ekor, suatu jumlah yang jauh lebih rendahdibandingkan periode enam bulan sebelumnya yangmencapai 750 ekor. Selama semester pertama berjalannyaTCEC tersebut (Januari � Juni 2006), tercatat 1700 orangmengunjungi TCEC, yang telah menyumbangkanpendapatandari karcis tanda masuk sebesar Rp 4.851.000 (setaradengan USD 606). Dari sejumlah sarang penyu yangditemukan di Bali, 70% penyu yang menetas dilepaskan dansisanya dipelihara dalam kolam-kolam khusus di TCEChingga mencapai ukuran 40 cm (panjang lengkung karapaspenyu). Penyu-penyu tersebut akan digunakan dalamperayaan-perayaan adat dan keagamaan serta diupayakanagar pengguna penyu melepaskan penyu-penyu tersebutsetelah perayaan berakhir.

Page 17: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

15

Call for Network Action:

The Coral Triangle - the epicentre of marine biodiversity � is unrivalled in capturing the imagination of scientists, naturalists anddivers alike, but most importantly, it is supplying food and income to at least one billion people. For the past two decades, WWFhas led initiatives generating massive change in governance and resource exploitation in critical areas for biodiversity acrossthe region. Through WWF�s advocacy and action, three million hectares of globally outstanding marine biodiversity are nowunder full protection and some of the largest rookeries of Green turtles and the highly endangered Leatherback turtles are nowsafe from exploitation. WWF led multi-country planning and conservation visioning processes, resulting in the governments ofIndonesia, Malaysia and the Philippines signing onto collaborative actions for conservation of shared resources in the apex ofthe coral triangle - the Sulu-Sulawesi Seas Marine Ecoregion (SSME). A second conservation vision was developed withgovernments of Solomon Islands, Papua New Guinea and Indonesia (Papua) for the conservation priorities in the BismarckSolomon Seas Ecoregion.

The Coral Triangle is also where the Pacific and Indian Oceans come together, their currents colliding and providing an up-welling of nutrients that are eagerly consumed by some of the world�s largest marine mammals and the highly valuable tunastocks. Up-wellings also support natural resilience against impacts from climate change and allow dispersal of fish and corallarvae to replenish the unparalleled diversity and richness of the reef ecosystems in the region. Referred to by Indonesian Long-line Industry members as the Tuna Highway, and exploited for a large variety of fish and other organisms by coastal fishers,the Coral Triangle provides the ecological foundation in the Asia-Pacific for the global demand for seafood.

The Coral Triangle however, is now experiencing unprecedented marine resource depletion due to the explosive growth of Asianmarkets and insatiable demand for tuna and shrimp in the US, Europe and Japan. Global pressure from marine tourism drivescountries to sacrifice long-term benefits from intact ecosystems for short term economic gains. Local demand for food and spacecompetes with these global pressures enhancing the risk of instability and insecurity.

For over twenty years, WWF has been working across the Coral Triangle to address these challenges at multiple levels, includingsite-based work with communities, local and national policy reform, facilitation of cross boundary cooperation, promotion of bestmanagement practices for the private sector, consumer campaigns, and support for the ratification of regional and internationaltreaties and reform of fisheries.

WWF believes that now is the time to build on this foundation of success and develop an exciting action agenda for the future.WWF in the region (Indonesia, Philippines, Malaysia, Indonesia, Papua New Guinea, Solomon Islands) plans a program thatwill both strengthen regional collaboration on critical cross-cutting issues and excite new partners to help us save this uniqueglobal treasure. The program will focus on three main long-term objectives:

· Regulate regional fisheries to stop overfishing· Develop a network of MPAs as a sustainable fisheries tool· Ensure the sustainable use of marine resources to reduce poverty and provide food security, which underlies social stabilityfor the region

The Coral Triangle - Segitiga Terumbu Karang

Seruan Aksi untuk Jaringan WWF

Segitiga terumbu karang (the coral triangle) � merupakan pusat keanekaragaman hayati laut � tidak terkalahkan dalam menarik perhatianpara ilmuwan, naturalis, dan penyelam. Akan tetapi hal yang terpenting dari wilayah tersebut adalah menyediakan sumber makanan danpendapatan untuk setidaknya satu miliar orang. Selama dua dekade terakhir, WWF telah memimpin beberapa inisiatif yang menghasilkanberbagai perubahan dalam tata kelola dan eksploitasi sumberdaya di daerah-daerah keanekaragaman hayati yang kritis di seluruh Indonesia.

Melalui advokasi dan aksi WWF, 3 juta hektar keanekaragaman hayati laut global yang luar biasa berhasil mendapat perlindungan penuhdan sebagian besar tempat peneluran jenis penyu hijau dan penyu belimbing yang sangat terancam punah sekarang selamat dari eksploitasi.WWF memimpin proses perencanaan dan pembentukan visi multi-negara yang menghasilkan penandatangan kerjasama antara Indonesia,Malaysia dan Philipina dalam konservasi sumberdaya bersama di dalam jantung kawasan Segitiga Terumbu Karang (Sulu-Sulawesi MarineEcoregion-SSME). Visi konservasi kedua telah dibangun bersama pemerintah Kepulauan Solomon, Papua Nugini dan Indonesia (Papua)untuk prioritas konservasi di dalam Ekoregion Laut Bismarck-Solomon (Bismarck-Solomon Seas Ecoregion-BSSE).

Wilayah Segitiga Terurmbu Karang merupakan pertemuan Samudera Pasifik dan Hindia, arus dari kedua samudera bertemu dan membentukup-welling (pergerakan air dari dasar laut ke permukaan) yang membawa nutrisi makanan melimpah yang dikonsumsi beberapa mamalialaut terbesar di dunia dan cadangan tuna yang sangat berharga. Up-welling juga mendukung ketahanan alami terhadap dampak perubahaniklim dan membantu penyebaran ikan dan larva karang yang akan memperkaya keragaman dan kekayaan ekosistem terumbu karang diwilayah tersebut. Oleh anggota Industri Tuna Long-Line Indonesia, kawasan tersebut disebut sebagai Jalur Tuna dan dieksploitasi untukmenangkap berbagai macam ikan dan organisme lain oleh nelayan pantai. Segitiga Terumbu Karang menyediakan dasar ekologis di Asia-Pasifik untuk kebutuhan makanan laut dunia.

Coral Triangle, sayangnya, saat ini sedang mengalami penurunan sumberdaya laut karena peningkatan pesat pasar makanan laut Asia danpermintaan tuna dan udang, yang seperti tidak ada habisnya, dari Amerika, Eropa dan Jepang. Tekanan global dari ekowisata bahari mendorongnegara-negara maritim untuk mengorbankan keuntungan jangka panjang dari ekosistem yang utuh hanya untuk mendapatkan keuntunganjangka pendek. Permintaan lokal untuk makanan dan ruang bersaing dengan tekanan global inilah yang meningkatkan resiko ketidakstabilandan ketidakamanan.

Selama 20 tahun, WWF telah bekerja di seluruh kawasan Segitiga Terurmbu Karang untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut padaberbagai tingkat, termasuk kerja di lapangan bersama masyarakat, reformasi kebijakan lokal dan nasional, memfasilitasi kerjasama lintasbatas, mempromosikan praktik-praktik pengelolaan terbaik untuk sektor swasta, kampanye terhadap konsumen, dan memberikan dukunganuntuk ratifikasi pakta-pakta internasional dan reformasi perikanan.

WWF yakin bahwa, sekarang adalah saat yang tepat untuk membangun agenda aksi ke depan yang lebih baik berdasarkan pondasi kesuksesanyang telah di raih. Di tingkat regional (Indonesia, Filipina, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon) merencanakan programyang akan menguatkan kolaborasi regional terhadap isu-isu kritis lintas sektor dan mengajak mitra-mitra baru untuk membantu WWFmenyelamatkan harta karun dunia yang unik ini. Program Kelautan akan berfokus pada tiga tujuan jangka panjang utama:- Mengatur perikanan regional untuk menghentikan pengambilan ikan yang berlebih (overfishing)- Mengembangkan jejaring Kawasan Konservasi Laut sebagai perangkat perikanan yang berkelanjutan- Memastikan pemanfaatan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan untuk mengurangi kemiskinan dan mengamankan cadangan makanan,yang bergantung pada stabilitas regional

Page 18: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

SpeciesProgram

16

Collaborative management in Tesso Nilo NationalPark

Collaborative management of Tesso Nilo NationalPark (TNNP) in Riau Province of Sumatra was givena boost by the official launching of the Tesso NiloNational Park Foundation on 30 May 2006. Theestablishment of the foundation was supported andendorsed by representation of 17 institutions, includingdistrict, provincial, and central government, communityforum, local NGOs, academicians and researchinstitutes, and companies operating around the nationalpark. During the launching event, US$120,000 wasraised to support conservation.

The foundation aims to maximize support andparticipation of all stakeholders in the managementof the national park. Through this collaborativemanagement, it is hoped that the protection of thepark can be ensured and the sustainable livelihoodof people living around the park can be achieved.

In his inauguration speech, the Minister of Forestryand the Governor of Riau announced their supportfor the Tesso Nilo National Park Foundation and theexpansion of the TNNP by 100,000 ha. The Ministerof Forestry called upon concession holders whoseconcessions extended into the park to voluntarilyreturn the concessions to the Ministry of Forestry.

On 29 May 2006, a day before attending the launchingevent, the Minister of Forestry visited the Tesso NiloNational Park and met the community members fromthe surrounding area. Greeted by the WWF�s ElephantFlying Squad members, the minister and his teamrode on elephants and carried out a short patrol nearthe park camping ground. During his visit, the ministeropened a public dialog session with the Tesso NiloCommunity Forum and media. In this session, theminister reiterated hiscommitment to theprotection of TessoNilo National Park andi ts ex tens ion o f100,000 ha.

Lahirnya manajemen kolaboratif di Taman NasionalTesso Nilo

Manajemen kolaboratif Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN)di Provinsi Riau, Sumatera ditandai dengan peluncuranYayasan Taman Nasional Tesso Nilo secara resmi padatanggal 30 Mei 2006. Pembentukan Yayasan didukung dandirestui oleh perwakilan dari 17 lembaga, termasukpemerintah daerah tingkat kabupaten, provinsi dan pusat,forum masyarakat, LSM-LSM setempat, para akademisidan lembaga penelitian, serta perusahaan-perusahaanyang beroperasi di sekitar taman nasional. Dalam peluncurantersebut, USD120.000 berhasil dikumpulkan untukmendukung kegiatan konservasi di TN tersebut.

Yayasan ini bertujuan untuk memaksimalkan dukungan danpartisipasi seluruh pemangku kepentingan dalampengelolaan taman nasional. Melalui manajemen kolaboratifini diharapkan perlindungan taman nasional dapat terjamindan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakatdi sekitar taman dapat tercapai.

Dalam pidato peresmiannya, Gubernur Riau dan MenteriKehutanan menyatakan dukungannya terhadap YayasanTaman Nasional Tesso Nilo dan perluasan TNTN menjadiseluas 100.000 ha. Menteri Kehutanan menghimbau parapemilik HPH yang wilayah konsesinya mencakup kawasantaman nasional untuk secara sukarela mengembalikankonses inya kepada Depar temen Kehutanan.

Pada tanggal 29 Mei 2006, sehari sebelum menghadiripeluncuran, Menteri Kehutanan mengunjungi TamanNasional Tesso Nilo dan bertemu dengan anggotamasyarakat di daerah sekitarnya. Disambut oleh anggotaElephant Flying Squad WWF, menteri dan rombonganmenunggangi gajah dan melakukan patroli singkat di dekatareal berkemah dalam taman nasional. Selamakunjungannya, menteri membuka sesi dialog publik denganForum Masyarakat Tesso Nilo dan media. Pada kesempatan

t e r s e b u t m e n t e r imenegaskan kembalikomitmennya terhadapperlindungan TamanNasional Tesso Nilo danperluasan wilayahnyamenjadi 100.000 ha.

ProgramSpesies

Riau Governor Rusli Zainal and Minister of Forestry MSKaban along with WWF�s elephant Flying Squad team during

their visit to the Tesso Nilo National Park in May 2006

Page 19: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

�This orangutan subspecies

deserves a very special

attention now to make sure

it doesn't go extinct,� said

Albertus Tjiu, Species

Officer of WWF-Indonesia�s

Putussibau Office,

West KalimantanThere are only 4,800 total populations

of the subspecies P. p. pygmaeus left

throughout Borneo

17

Expedition:Orangutan Population & Habitat Survey in BetungKerihun National Park

Of the three Bornean orangutan subspecies, theWestern Bornean orangutan (Pongo pygmaeuspygmaeus) is by far the most endangered. It is foundonly in Sarawak, Malaysia and West Kalimantan,mainly in Betung Kerihun and Danau SentarumNational Park.

In 2005, WWF-Indonesia and its partners undertookan orangutan survey within and around the forests ofBetung Kerihun National Park (BKNP) in order todocument the status of this species in the area.

The survey revealed that approximately 1,030 WesternBornean orangutans are found within and aroundBetung Kerihun National Park, out of an estimated4,800 throughout Borneo.

The survey also indicates that the orangutan populationin West Kalimantan offers the best chance of long-term survival, which has also been recognizedinternationally as a �high priority population� in theGreat Ape Survival Programme, led by UNESCO andUNEP. Therefore the study recommends specificactions to boost protection of this population, whichinclude the enforcement of a zero-hunting policy insidethe park, increasing the size of protected forests inthe Embaloh River watershed area and the creationof a transborder protected area. WWF and partnersalso call for the establishment of a forest corridorlinking the two populations within Betung Kerihun andthe neighboring park, Danau Sentarum, as a crucialaction to secure the long-term survival of thissubspecies in Borneo.

Ekspedisi:Survei Populasi Orang utan dan Habitatnya di TamanNasional Betung Kerihun

Dari tiga subspesies orangutan Kalimantan yang saat inidiketahui, orangutan Kalimantan Barat (Pongo pygmaeuspygmaeus) adalah yang paling terancam kepunahan.Orangutan ini hanya dijumpai di Sarawak, Malaysia, danKalimantan Barat, terutama di Taman Nasional BetungKerihun dan Danau Sentarum.

Pada tahun 2005 WWF-Indonesia bersama para mitramelakukan survei orangutan di dalam dan di sekitar hutanTaman Nasional Betung Kerihun untuk mendokumentasikanstatus spesies ini di wilayah tersebut.

Survei tersebut mengungkap bahwa sekitar 1.030 orangutanKalimantan Barat di temukan di dalam dan sekitar TamanNasional Betung Kerihun dari perkiraan total populasi 4.080orangutan sub spesies Pongo pygmaeus pygmaeus diseluruh Kalimantan.

Survey tersebut juga memberikan indikasi bahwa populasiorangutan di Kalimantan Barat menawarkan peluang terbaikuntuk kelestarian jangka panjang bagi takson ini di seluruhBorneo, yang juga telah diakui secara internasional sebagai�populasi dengan prioritas tinggi� dalam Program PelestarianKera Besar yang dipimpin oleh UNESCO dan UNEP. Olehkarenanya studi tersebut merekomendasikan aksi-aksispesifik untuk mendorong perlindungan terhadap populasiini, yang meliputi penegakan kebijakan pelaranganperburuan (zero hunting) di dalam Taman Nasional,meningkatkan luas hutan lindung di DAS Sungai Empalohdan penetapan suatu kawasan lindung lintas batas. WWFdan para mitra juga meminta pembuatan koridor hutan yangmenghubungkan dua populasi di Betung Kerihun dan tamannasional yang berdekatan, Danau Sentarum, sebagailangkah penting untuk menjamin kelestarian jangka panjangsub spesies ini di Borneo.

WWF Indonesia staffduring survey in the

jungle of BetungKerihun National Park

Page 20: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

18

Pendahuluan:Delapan gajah Sumatra yang langka dilepaskan di hutanTesso Nilo pada 14 Mei 2006, tujuh minggu setelah merekaditemukan terantai di pohon tanpa makanan atau air diBalai Raja, Riau, Sumatera. Setelah mendapatkanperawatan intensif oleh WWF, kedelapan gajah, yangmengalami trauma berat serta luka termasuk rahang kakuyang disebabkan oleh tetanus, telah sehat kembali sebelumdilepaskan.

Segera setelah mereka diturunkan dari truk pengangkut,gajah-gajah tersebut lari ke dalam hutan dan menghilang.�Saat rombongan gajah dilepaskan, salah satu di antaranya--yang sakitnya terparah�melihat ke arah saya danmelambaikan belalainya mengucapkan selamat tinggalkepada saya. Saya berdiri di sebelah truk, menangis,� tuturdrh. Wisnu Wardana, konsultan kesehatan hewan WWFyang melakukan perawatan sehari-hari dan melakukanpengobatan bagi para gajah setelah ditemukan. Ikatanantara dokter dan pasien gajahnya telah terjalin selama

t u j u h m i n g g uperawatan.

�Saya sangat sedihketika menemukangajah-gajah tersebutdalam kondisi kritisdan teranta i d ipohon�, kata Wisnu.Semangatnya untukm e n y e l a m a t k a nspesies ini sertamengubah praktik-praktik penanganankonflik gajah di Riaumembawanya dariklinik yang jauh diB u k i t T i n g g i ,Sumatera Barat keBalai Raja, Riau.Sejak awal Maret2006 ia bekerjaseca ra i n tens i fdengan tim WWF

untuk mendirikan �klinik darurat lapangan� bagi kelompokgajah di Balai Raja. Kegiatan timnya berkisar dari melakukanpembedahan sampai ke merawat luka infeksi yang dialamikelompok gajah tersebut, menyediakan makanan, air, obat-obatan dan vitamin, sampai gajah-gajah tersebut mampumakan sendiri. �Ada saat-saat di mana kami harusmelakukan pembedahan darurat sampai larut malam�kenang Wisnu.

Kelompok gajah tersebut berjumlah 10 ketika ditangkapoleh pegawai Kehutanan Riau setelah menyerbu tanamanpertanian di Balai Raja, Riau, satu mati karena tetanus dansatu lainnya kabur hampir empat minggu setelah ditemukan.

�Penangkapan terhadap gajah liar harus merupakan langkahterakhir yang dilakukan ketika menangani konflik.Penangkapan juga seharusnya dilakukan oleh tim profesionalyang terlatih dengan dukungan dokter hewan setelahdipertimbangkan dengan masak� kata drh. Wisnu.Menurutnya, gajah yang telah terkena luka infeksi akibatpenangkapan yang tidak benar hanya memiliki peluang25% untuk hidup. �Tidak adanya perawatan segera setelahpenangkapan adalah faktor utama kemat ian�

Champions in ConservationVet. Wisnu Wardana: Defender of Wild Elephants

Juara KonservasiDrh Wisnu Wardana: Pelestari Gajah Liar

Intro:Eight endangered Sumatran elephants were releasedinto the Tesso Nilo Forest on 14 May 2006, sevenweeks after they were found chained to trees withoutfood or water in Balai Raja, Riau, Sumatra. Afterintensive care by WWF, the eight elephants, whichendured severe trauma and wounds caused bytetanus, were healthy before the released.

As soon as they were released from the transporttrucks, the elephants ran into the forest anddisappeared. �The moment the herd was released,one of them --the sickest one--she saw me and hertrunk waved goodbye to me. I was standing by thetruck, crying,� told Vet. Wisnu Wardhana, WWF�sveterinary consultant who provided daily care andmedical treatment for the elephants after theirdiscovery. The doctor and his elephant patients bondedduring the seven weeks of treatment.

� I w a s s osaddened whenwe found theseelephants in criticalcond i t i on andchained to trees,�said Wisnu. Hispassion to savethese species andchange the currentp r a c t i c e s i nhandling elephantconflict in Riauprompted him tocome all the wayfrom his clinic inBukit Tinggi, WestSumatra to BalaiRaja, Riau. Sinceearly March untilmid of May 2006,h e w o r k e dintensively with theWWF team to setup an �emergency field clinic� for the elephant herdin Balai Raja. His team�s activities ranging fromconducting surgery to cure the herd�s infected wounds,providing food, water, medicines and vitamins, untilthe elephants could eat on their own again. �Therewere times when we had to conduct emergencysurgery until late at night,� Vet. Wisnu recalled.

The herd numbered 10 when they were captured byRiau Forestry Officials after raiding crops in BalaiRaja of Riau, one died of tetanus and one escapednearly four weeks after being discovered.

�Capture of wild elephants has to remain the verylast tool when mitigating conflict. It should only bedone by a well trained professional team withveterinary support following a well thought throughstrategy,� said Vet. Wisnu. According to him, elephantswhich have developed infected wounds due to un-proper capture only have a 25% chance to survive.

Page 21: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Specialist on Big Mammals

Vet. Wisnu is one of a few veterinarians in Indonesiawho specializes in wildlife care management. Heworks as a veterinary at the Bukit Tinggi Zoo, WestSumatra, where he often takes care of big mammalssuch as horses, orangutans, camels, and elephants.Besides his job at the zoo, he also runs his privateanimal clinic and is a very active member of theAssociat ion of Indonesian Veter inar ians.

After graduating from the Veterinary Faculty of BogorAgriculture Institute in 1985, Vet. Wisnu continued togain expert ise in veter inary and wi ldl i femedicine/surgery through various courses and relevantfield work in Germany, the United States, and Asia.In 2003, he took a special course on Wildlife Handling,Medicine, and Surgery in Arkansas, USA. He oncesuccessfully performed surgery on an orangutandiagnosed with cancer and brought the animal backto health.

Elephant handling and medicine is his passion. �I amalways fascinated with how intelligent elephants areand the important role they play in forest regeneration.At the same time I am also really concerned with thethreats facing Indonesia�s elephants and their habitat.�His engagement with WWF started in 2004 as he wasvery concerned with the dramatic decline in numbersof elephants in Riau over the past years and theincreased number of conflicts between humans andelephants. �Taking part in saving elephants hasbecome my main reason to be a WWF consultantand join the organization�s work on elephantconservation in Riau, we must take action now toprevent extinction of the Sumatran elephants now!�Wisnu said.

19

Spesialis Mamalia Besar

Drh. Wisnu adalah satu di antara sedikit dokter hewanIndonesia yang memiliki spesialisasi dalam pengelolaanperawatan satwaliar. Sehari-harinya ia bekerja sebagaidokter hewan di Kebun Binatang Bukit Tinggi, SumateraBarat, di mana ia sering merawat mamalia besar sepertikuda, orangutan, onta dan gajah. Di luar pekerjaannya dikebun binatang, ia juga menjalankan klinik hewan swastadan sangat aktif sebagai anggota Asosiasi VeterinerIndonesia.

Setelah lulus dari Fakutas Kedokteran Hewan InstitutPertanian Bogor pada tahun 1985 drh. Wisnu terusmeningkatkan keahliannya di bidang veteriner danpengobatan/pembedahan satwaliar melalui berbagaipelatihan dan kegiatan lapangan yang relevan di Jerman,Amerika Serikat dan Asia. Pada 2003 ia mengambil kelaskhusus dalam bidang Penanganan, Pengobatan danOperasi Satwa Liar di Arkansas, Amerika. Ia pernahberhasil melakukan pembedahan terhadap seekororangutan yang didiagnosa kanker dan membantu satwatersebut kembali sehat.

Penanganan dan pengobatan gajah adalah sesuatu yangsangat disukainya. �Saya selalu terpesona dengan betapapandainya gajah dan peran pentingnya dalam regenerasihutan. Sekaligus saya juga sangat prihatin dengan ancamanyang dihadapi oleh gajah Indonesia dan habitatnya�.Keterlibatannya dengan WWF dimulai pada 2004 karenadia Sangay peduli dengan pengurangan drastis jumlahgajah di Riau selama beberapa tahun terakhir danmeningkatnya konflik antara manusia dengan gajah. � Turutserta dalam menyelamatkan gajah merupakan alasanutama saya untuk menjadi konsultan WWF dan bergabungdengan kegiatan organisasi tersebut untuk konservasigajah di Riau, kita harus mengambil tindakan untukmencegah kepunahan gajah Sumatera sekarang!�, tuturnya.

After intensive care by the WWFteam, the eight elephants which

had been without food and waterand had suffered from severe

wounds were released healthy.

Setelah mendapatkan perawatan intensifdari tim WWF, kedelapan gajah yangpernah kelaparan dan kehausan sertamengalami luka parah dilepaskan dalamkondisi sehat

Page 22: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

A New Coalition to Protect Riau Forest:Eyes on the Forest

On 27 July 2005, Eyes on the Forest (EoF), a newcoalition of three environmental organizations in Riau,Sumatra was launched. The coalition consists of WWFIndonesia, Jikalahari ("Forest Rescue Network Riau",an alliance of 28 NGOs) and Walhi Riau (�Friends ofthe Earth Indonesia� Riau Office, alliance of 8 NGOs).EoF aims to monitor the status of the remaining naturalforests in eight major forest blocks in Riau, known asthe Tesso Nilo Bukit-Tigapuluh Landscape. Thecoalition will investigate forest fires, forest conversions,and logging of natural forests and disseminate theinformation through their website .

The EoF activities will include engagement withselected violating companies, their respective businesspartners, and the responsible regulatory governmentagencies. Through its website, email alerts, and mediaengagement, EoF will provide information for local,national and international NGOs, as well as domesticand international buyers, sothey are better able to takeaction to conserve forests andprotect the rights of the localpeople who rely on them.

In April 2006, EoF published anew Interactive Map as a toolfor people to visualize forestloss since 1982, to identify thelocation of protected areas, andto understand the distributionof elephants and their conflictwith humans in relation to forestloss.

Information from the EoF website has been used bylocal, national and international media (more than 70agencies), including media coverage from Jikalahari,Walhi and WWF. In April-May 2006, the JapaneseNHK TV network made two short news documentarieson forest certification, forest loss, and the crisis ofSumatran elephants in Riau. Later in July 2006, WWFfacilitated a visit by the Al Jazeera Internationaltelevision network to visit Riau to make a newsdocumentary on forest loss in Riau.

Since its launch, the EoF website published 12investigative reports, 56 news bulletins, 8 pressreleases, hosted one press conference, and issued2 special reports. In its first year, the EoF websitewas visited by nearly 30,000 visitors from at least 19countries. The most frequent web traffic comes fromIndonesia, Japan, the United States, England,Malaysia, Canada, and Finland.

20

Koalisi baru untuk melindungi Riau:Eyes on the Forest

Pada 27 Juli 2005, Eyes on the Forest (EoF), sebuah koalisibaru terdiri atas tiga organisasi lingkungan di Riau, Sumateradiluncurkan kepada publik. Koalisi ini terdiri atas WWF-Indonesia, Jikalahari (suatu koalisi yang terdiri atas 28 LSM)dan Walhi Riau (aliansi 8 LSM). EoF bertujuan untukmemantau status hutan alam yang tersisa di delapan blokhutan utama di Riau, yang dikenal sebagai Bentang AlamTesso Nilo-Bukit Tigapuluh. Koalisi ini akan menyelidikikebakaran hutan, konversi hutan, serta pembalakan terhadaphutan alam dan menyebarkan informasi melalui situs web

Didanai oleh WWF-Jepang, kegiatan-kegiatan EoF meliputipendekatan pada perusahaan-perusahan pelanggar yangterpilih, mitra usahanya serta badan-badan pemerintahyang berwenang. Melalui situs web, email dan media, EoFmenyediakan informasi bagi LSM-LSM lokal daninternasional serta pembeli dalam dan luar negeri, supayamereka mengambil tindakan untuk mengkonservasi hutan

d a n m e l i n d u n g i h a k - h a kmasyarakat lokal yang tergantungpadanya.

Pada bulan April 2006, EoFmenerbitkan sebuah Peta Interaktifyang baru sebagai suatu alat untukmemvisualisasi kehilangan hutansejak 1982, untuk mengidentifikasilokasi wilayah-wilayah lindung, danuntuk memahami penyebarangajah serta konflik dengan manusiadalam hubungannya denganhilangnya hutan.

Informasi dari situs web EoF telahdigunakan oleh media lokal, nasional dan internasional(lebih dari 70 lembaga), termasuk liputan media dariJikalahari, Walhi dan WWF. Pada bulan April-Mei 2006,sebuah jaringan televisi Jepang yaitu NHK membuat duaberita dokumenter tentang sertifikasi hutan, hilangnya hutan,serta krisis gajah Sumatera di Riau. Belakangan dalambulan Juli 2006 WWF memfasilitasi kunjungan jaringantelevisi internasional Al Jazeera untuk membuat dokumenterbaru tentang hilangnya hutan di Riau dengan menggunakandata EoF.

Sejak peluncurannya, situs web EoF telah menerbitkan 12laporan penyelidikan, 56 buletin berita, 8 press release,menyelenggarakan sebuah konferensi pers dan menerbitkandua laporan khusus. Dalam tahun pertamanya, situs EoFtelah dikunjungi oleh hampir 30.000 pengunjung darisedikitnya 19 negara. Lalu lintas web yang paling seringberasal dari Indonesia, Jepang, Amerika Serikat, Inggris,Malaysia dan Finlandia.

Eyes on the Forest memfasilitasikunjungan pers internasional kesuatu areal pembalakan liar diDesa Kuala Cenaku, Riau.Seorang juru kamera dari TVInternasional Al Jazeera tengahmemfilmkan pengangkutan kayubulat yang sedang dipindahkanke tongkang untuk diantarkan kepenggergajian milik Asia Pulpand Paper di Perawang.

Page 23: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Mysterious Red Carnivore from Heart of Borneo

At least four major international press agencies:Reuters, the Associated Press, the Agance FrancePress, Deutsche Presse Agentur, and three majorinternational TVs/Radios: BBC,CNN, as well CBC reportedWWF�s d i scove ry o f amyster ious Bornean redcarnivore from the Heart ofBorneo. A new WWF report �The Bornean Red Carnivorefrom Kayan Mentarang �launched on 5 December 2005reveals two photographs of anunidentified animal that wascaptured by a camera trap duringnight time in Kayan MentarangNational Park. The reporthighlights the urgent need toconserve the Heart of Borneo,a haven for many undiscoveredspecies.

A Second Habitat for the Javan Rhino

In March 2006, the Indonesian news agency ANTARAalong with other international news outlets such asAFP, Mail, and the Guardian UK, reported on anexperts� plan to secure a second habitat for the Javanrhino. The plan was discussed and agreed upon bythe Indonesian government and dozens of ecologicalexperts during a two day international workshop onrhino conservation in Jakarta, 27-28 February 2006.

WWF Tracks Leatherback Turtlewith Satellite Transmitter

From June to July2005, some majorn e w s o u t l e t s i nIndonesia reported onWWF�s satellite taggingof the leatherback turtle( D e r m o c h e l y scoriacea) and the turtlevoyage from JamursbaM e d i , P a p u a t oM o n t e r e y B a y ,California on the westcoast of the USA.Some turtles travelmore then 6,000 miles,beginning the journeyin July 2003 in Papuaand arriving a year laterin the USA. KOMPAS,a prestigious nationalnewspaper in Indonesia

21

Raising public awareness ofenvironmental issues is crucial for

success in conservation. This piecehighlights news outlets that covered

WWF stories related to speciesconservation in Indonesia during

FY 05-06.

Menumbuhkan kepedulian publik terhadapisu-isu lingkungan merupakan hal yangkritis untuk keberhasilan konservasi. Bagianini menyoroti berita yang meliput cerita-cerita WWF yang berkaitan dengankonservasi spesies di Indonesia selamaTA 05-06.

Karnivora Merah Misterius dari Jantung Kalimantan(HoB)

Sedikitnya empat agen pers internasional: Reuters,Associated Press, Agance France Press, Deutsche Presse

Agentur, dan tiga stasiun TV/Radiointernasional yang terkemuka: BBC,CNN, dan CBC melaporkanpenemuan WWF akan karnivoramerah Kalimantan yang misteriusdari Heart of Borneo. Sebuah laporanWWF yang baru � The Bornean RedCarnivore from Kayan Mentarang �diluncurkan 5 Desember 2005mengungkapkan penemuan dua fotodari seekor binatang tidak dikenalyang ditangkap dengan camera trappada saat malam hari di TamanNasional Kayan Mentarang. Laporanini menekankan pentingnya untukmelestarikan Jantung Kalimantan,surga bagi berbagai jenis yang belumditemukan.

Habitat Kedua bagi Badak Jawa

Pada Maret 2006 kantor berita Indonesia, ANTARA, bersamadengan agen berita lainnya seperti AFP, Mail dan TheGuardian, Inggris, melaporkan rencana para ahli untukmenyediakan sebuah habitat kedua bagi Badak Jawa.Rencana ini didiskusikan selama dua hari dan disetujui olehPemerintah Indoenesia dan lusinan ahli ekologi dalamlokakarya internasional selama dua hari di Jakarta pada 27-28 Februari 2006.

WWF mengikuti pergerakan Penyu Belimbingdengan Transmiter Satelit.

Dari Juni hingga Juli 2005,beberapa agen beritau tama d i Indones iamelaporkan pemasanganpelacak satelit pada penyubelimbing (Dermochelyscoriacea) oleh WWF danpengembaraan penyutersebut dari JamursbaMedi, Papua ke MontereyBay, California di pantaiBarat Amerika. Penyutersebut menempuhperjalanan sejauh lebihdari 6000 mil, memulaiperjalanannya di Papuapada Juli 2003 dan tibasetahun kemudian diAmerika. KOMPAS, suratkabar bergengs i d i

Page 24: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Indonesia menerbitkan setengah halaman cerita tentanghal tersebut dalam segmen IPTEK pada tanggal 17 Juni2005, menyoroti aspek-aspek ilmiah dari programpenandaan satelit dan pentingnya memahami wilayahmigrasi penyu sebagai salah satu cara untukmengembangkan startegi-strategi konservasi. Artikeltersebut juga menyoroti ancaman-ancaman yang dihadapioleh penyu belimbing yang meliputi praktik-praktikpenangkapan ikan yang tidak lestari serta tangkapansampingan. Proyek penandaan satelit pada penyumerupakan kerja sama antara WWF-Indonesia ProyekJamursba Medi dengan NOAA (National Oceanic andAtmospheric Administration).

Kampanye Media mengenai Gajah Sumatera

Antara Maret dan Juni 2006, lebih dari 200 liputan mediatentang konflik manusia-gajah dan cara-cara penanganankonflik disiarkan. Peristiwa media tersebut diproduksi denganfasilitasi WWF-Indonesia. Kampanye dimaksudkan untukmenumbuhkan kepedulian masyarakat tentang konflik yangterjadi dan membangun dukungan publik untuk melindungigajah Sumatera dan habitatnya di Riau, Sumatera. Liputanmedia secara luas menyoroti isu-isu dan menyampaikanpesan yang kuat dari WWF mengenai pemecahannya.Laporan media bergengsi telah diterbitkan oleh Reuters,Associated Press, AFP, DPA, The Guardian (UK), TheAustralian Daily, Kyodo News, Yomiuri Shinbun, Kompasdan Jakarta Post. Beberapa stasiun televisi jugamenayangkan cerita-cerita untuk membangkitkan kepedulianakan isu-isu tersebut kepada khalayak luas. Stasiun-stasiuntersebut meliputi Associated Press Television Network,NHK Japan, Metro TV, Trans TV, RCTI, Indosiar, dan TV7.Kampanye media�disertai dengan upaya-upayapendekatan (lobi) dengan target berbagai tingkatan pejabatpemerintahan�menghasilkan kunjungan oleh MenteriKehutanan ke Taman Nasional Tesso Nilo di mana secaraterbuka beliau mengumumkan rencana perluasan tamanmenjadi seluas 100.000 ha dan mengumumkan berlakunyaKeputusan Menteri Kehutanan No. 54/2006 tentangPenetapan Riau sebagai Pusat Gajah Sumatera.

Pelibatan perusahaan untuk menyelamatkan hutanmilik gajah di Sumatera

Kerja HCVF bersama APRIL

WWF-Indonesia telah secara aktif mendorong penggunaanperangkat HCVF. Pada Juli 2005, sebagai hasil dari lobiintensif WWF, APRIL�salah satu perusahaan pulp globaldi Provinsi Riau� telah setuju untuk mengadopsi penuhHCVF perlindungan untuk seluruh unit pengelolaan hutannyayang dikembangkan setelah 1 Januari 2005. Perusahaantersebut juga setuju untuk melakukan beberapa penilaianHCVF pada tingkat konsesi dan tingkat lansekap serta

22

published a half page of the story in its �Science andTechnology� segment on June 17, 2005, highlighting the scientific aspects of the satellite tagging programand the importance of understanding the migrationrange of the turtles as a way to develop conservationstrategies. The article also highlighted the threatsfacing the leatherback turtle which includeunsustainable fishing practices and bycatch. Theturtle satellite tagging project is a collaborationbetween WWF-Indonesia and NOAA-USA (NationalOceanic and Atmospheric Administration).

Media Campaign on Sumatran Elephant

Between March and June 2006, more than 200 mediacoverage was generated on the human-elephantconflict in Riau and ways to mitigate the conflict.These media events were produced in facilitationwith WWF-Indonesia. The campaign was aimed toraise public awareness about the conflict and to buildpublic support to protect Sumatran elephants andtheir habitat in Riau, Sumatra. High profile mediareports have been published by Reuters, AssociatedPress, AFP, DPA, The Guardian (UK), The AustralianDaily, Kyodo News, Yomiuri Shinbun, Kompas andthe Jakarta Post. Several TV stations also airedstories. These stations included the Associated PressTelevision Network, NHK Japan, Metro TV, Trans TV,RCTI, Indosiar, and TV7. The media campaign �accompanied with several lobbying efforts targetedto many levels of government officials � resulted ina visit by the Minister of Forestry to Tesso Nilo NationalPark where he publicly announced a plan to enlargethe park by 100,000 ha and to announce theenactment of Minister of Forestry Decree No.54/2006on the Establishment of Riau as a Center for SumatranElephant conservation.

Engaging companies to save elephants�forest in Sumatra

HCVF work with APRIL

WWF-Indonesia has actively encouraged the use ofthe High Conservation Value (HCVF) toolkit. On July2005, as a result of WWF�s intense lobbying, APRIL� one of the global pulp companies in Sumatra�s RiauProvince � has agreed to adopt full HCVF protectionfor all of its Forest Management Units (FMUs)developed after 1 January 2005. The company alsoagreed to undertake several HCVF assessments atthe concession and landscape level and abide by theresults. The objective of the assessment is to identifyhigh conservation values at the company�s forestconcessions and the measures needed to protectthese values.

Leatherback turtle satelite tracking inJamursba Medi, Papua

Page 25: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

mematuhi hasilnya. Tujuan dari penilaian adalah untukmengidentifikasi nilai-nilai konservasi tinggi yang terdapatdalam konsesi hutan perusahaan tersebut dan mengukurhal-hal yang diperlukan untuk melindungi nilai-nilai tersebutsebelum melakukan konversi.

Tahun ini, beberapa jalan di dalam kawasan TNTN, danarea yang diajukan sebagai area perluasan taman nasionaltersebut, telah di tutup. Seluruh jalan tersebut digunakanoleh pembalak liar dan menyebabkan ancaman besarpada TNTN. Akibat dari penutupan jalan ini, pada 20Januari 2006, lebih dari 100 pembalak liar berdemonstrasidi depan camp lapangan WWF di Desa Lubuk KembangBunga (dekat dengan TN Tesso Nilo), mengancam duaorang staf WWF dan delapan mahout gajah untukmeninggalkan daerah tersebut. Insiden-insiden serupapernah terjadi selama lima tahun terakhir, dan WWF harusmenghadapi ancaman-ancaman seperti itu pada waktuyang lalu, tetapi beruntung tidak pernah berakhir dengankerusakan. Demonstrasi tersebut berakhir dengan aman.

23

This year several roads have been closed that ledinto Tesso Nilo and the proposed extension of thepark. These roads were all used by illegal loggersand were causing major threats to the park. As aresult of these road closures, on 20 January 2006,over 100 illegal loggers demonstrated in front of aWWF field camp in Lubuk Kembang Bunga Village(near Tesso Nilo NP), threatened two WWF staff andeight elephant mahouts to leave the area. Similarincidents have happened over the past five years,and WWF has had to face such threats on previousoccasions, but luckily this has never resulted indamages. This demonstration ended peacefully.

Page 26: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

24

The Climate & Energy program is focusing onthree main components.

International climate negotiations and nationalEnergy policies.

In collaboration with the Ministry of Environment (MoE)and Ministry of Foreign Affairs (MoFA) � the two focalpoints of UNFCCC in the country � the program hasidentified personnel as key climate negotiators fromrelated Ministries and Government Agencies. This listhas been used to form the current National Committeeon Climate Change (NCCC), which is the group ofnegotiators. The program played a leading role infacilitating a strategy session pre COP 11/COPMOPin Montreal, and helped the focal points to preparepolitical briefings for the Indonesian Delegation onselected key issues.

WWF-Indonesia has played this role of facilitator andsubstance advisor for the Delegation of Indonesia(DELRI) since 2003 and has helped to develop aworking mechanism for DELRI in support ofinternational climate negotiations.

Energy consumption in Indonesia.

Through its PowerSwitch! campaign WWF hasestablished a new civil society coalition to participatein the energy and electricity law reform process inIndonesia. The coalition members include consumerorganizations, policy analysts, and environmentalorganizations. The Coalition is active working togetherwith some of the members of Commission VIII of theHouse of Representatives of the Republic of Indonesia,as well as Indonesia's Parliament members and theDirectorate General for Electricity and EnergyUtilization.

To inform the GOI in developing this new law the NGOCoalition released a white paper entitled, �EnergyReform Policy Paper on Draft of New Energy Law.�It responds to the GOI�s Blue Print for National EnergyUtilization. Key issues addressed in the White Paperare:(1) Increasing public consultation and including new

Program Iklim dan Energi memfokuskan kepada tigakomponen:

Negosiasi Iklim Internasional dan Kebijakan EnergiNasional:

Berkolaborasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup danDepartement Luar Negeri � dua focal point UNFCCC dariIndonesia � Program Iklim dan Energi telah mengidentifikasiorang-orang untuk menjadi negosiator iklim kunci dariKementerian dan Dinas Pemerintah terkait. Daftar ini telahdigunakan untuk membentuk Komite Nasional PerubahanIklim yang merupakan kelompok negosiator. Program Iklimdan Energi berperan penting dalam memfasilitasi sesistrategi pra COP 11/COPMOP di Montreal dan telahmembantu para focal point untuk menyiapkan briefing politikuntuk delegasi Indonesia dalam isu-isu kunci terpilih.

WWF-Indonesia telah memainkan peran sebagai fasilitatordan penasehat substansi untuk Delegasi Indonesia (DELRI)sejak 2003 dan telah membantu membangun mekanismekerja untuk DELRI dalam mendukung negosiasi ikliminternasional.

Konsumsi Energi di Indonesia

Melalui kampanye PowerSwitch, WWF-Indonesia telahmembangun koalisi masyarakat madani baru untukberpartisipasi dalam proses reformasi undang-undangenergi dan kelistrikan di Indonesia. Anggota koalisi termasukorganisasi konsumen, analis kebijakan, dan organisasilingkungan. Koalisi ini bekerja aktif bersama dengansejumlah anggota komisi VIII DPR serta anggota DPR danDirjen Penggunaan Listrik dan Energi.

Untuk menginformasikan pada Pemerintah Indonesia dalampembuatan undang-undang baru ini, koalisi LSM tersebutmenerbitkan buku putih berjudul �Makalah KebijakanReformasi Energi dalam Draf Undang-undang Energi Baru.�Buku ini merupakan respon atas Cetak Biru PemanfaatanEnergi Nasional Pemerintah Indonesia. Isu kunci dalamBuku Putih tersebut antara lain:(1) Meningkatkan konsultasi publik dan mencakup perangkatdan jalur-jalur baru;(2) Meningkatkan proporsi dari energi terbaharukan dalamcampuran energi dalam negeri;

Climate & EnergyProgram

ProgramIklim dan Energi

Page 27: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

25

tools and channels;(2) Increasing the total share of renewable in thecountry�s energy mix;(3) Indigenous resources and energy security(4) Rural electrification.

WWF expects that the new electricity bill will besubmitted to Parliament in October 2006.

Also under its Powerswitch!Campaign WWF is activelyengaging with the public. It hascreated an independentcommunity that functions as anemerging civil society networkto deliver messages to thepublic. This community, calledthe Energy Troops, is comprisedof three sub-groups: students, young professionals,and independent family members. They have tailoredmessages about electricity efficiency to their targetaudience. They play an active and important role indesigning public outreach events on energy issuesin Indonesia. The group proudly refers to themselvesas a think-tank group of common people that careabout the environment. The group has produced anddisseminated campaign materials on energy efficiencyand were present at public events. More then 5000people have been participating in these events sofarand these people have all signed a petition callingon the government and parliament to put energyefficiency on their agenda.

Climate change impacts and adaptation.

Through the Friends of the Reef (FoR) project WWFis developing strategies that are aimed to improvereefs� resistance and resilience against ClimateChange in certain areas in Asia Pacif ic.

Friends of the Reef has successfully conducted aregular coral bleaching monitoring program in ninesites throughout Asia Pacific. Six of these sites arein Indonesia, two are in the Philippines, and one isin Fiji. The objective of this activity is to monitor theimpact of coral bleaching events to understand theresistance and resilience of the reefs. The findingsof these studies will be applied to the managementof these marine protected areas (MPA�s).

Reef Check Indonesia has adopted the coral bleachingprotocol, which was published by the Friends of theReef team last year, in their monitoring protocol. Thisprotocol provides several additions on coral bleachingfactors to the general coral monitoring protocol. Along-term partnership with Reef Check Indonesia hasbeen established on coral bleaching monitoringprogram.

Conducting and Adaptation Strategy to ImproveReefs and Coastal Community�s Resilienceagainst Climate Change

Bali Barat National Park plays a significant role indemonstrating the implementation of a comprehensiveadaptation strategy. In order to improve corals capacityto adapt to climate change, it is vital to ensure thatreefs biodiversity is well-maintained. Therefore, WWF-Indonesia has been working with FKMPP (local forum)and the national park authority to promote coral

(3) Sumberdaya khas yang dilindungi secara turun temurunoleh masyarakat setempat dan keamanan energi;(4) Listrik masuk desa.

WWF berharap bahwa rancangan undang-undang barukelistrikan tersebut dapat di ajukan pada DPR pada Oktober2006.

Dalam kampanye PowerSwitch, WWF secara aktifmelibatkan masyarakat. Kampanyeini telah menciptakan masyarakatmandiri yang berfungsi sebagaijaringan masyarakat madani yangtumbuh untuk menyebarkan pesanpada publik. Masyarakat ini, yangdisebut Pasukan Energi, terdiri atast iga sub kelompok: siswa,profesional muda, dan anggota

keluarga mandiri. Kelompok ini telah merancang pesantentang efisiensi kelistrikan pada khalayak target mereka.Mereka memainkan peran aktif dan penting dalammerancang acara penjangkauan publik tentang isu energidi Indonesia. Kelompok ini dengan bangga menganggapdiri mereka sebagai kelompok think-tank dari warga biasayang peduli terhadap lingkungan hidup. Kelompok inimemproduksi dan menyebarkan materi kampanye tentangefisiensi energi dan mengadakan pertemuan dan hadirdalam berbagai acara publik. Lebih dari 5.000 orangberpartisipasi dalam acara-acara tersebut dan mereka yanghadir tersebut telah menandatangani petisi himbauan padapemerintah dan DPR untuk memasukkan efisiensi energidalam agenda mereka.

Dampak Perubahan Iklim dan Adaptasi

Melalui proyek Sahabat Terumbu Karang (Friends of theReef � FoR), WWF memuat strategi-strategi yang bertujuanuntuk meningkatkan ketahanan dan daya pulih terumbukarang terhadap perubahan iklim di beberapa wilayah diAsia Pasifik.

Proyek FoR mengadakan program pemantauan pemutihankarang reguler di sembilan lokasi di Asia Pasifik denganberhasll. Enam dari sembilan lokasi ini berada di Indonesia,dua di Filipina dan satu di Fiji. Tujuan kegiatan ini adalahuntuk memantau dampak pemutihan karang untukmemahami ketahanan dan daya pulih terumbu. Temuan-temuan kajian ini akan diaplikasikan dalam pengelolaankawasan konservasi laut (KKL).

Reef Check Indonesia mengadopsi protokol pemutihankarang yang diterbitkan oleh tim FoR tahun lalu dalamprotokol pemantauan mereka. Protokol ini memberikanbeberapa tambahan pada faktor-faktor pemutihan karangkepada protokol pemantauan karang umum yang umum.Sebuah kemitraan jangka panjang dengan Reef CheckIndonesia telah dibentuk dalam program pemantauanpemutihan karang.

Melaksanakan suatu Strategi Adaptasi untukMeningkatkan Ketahanan Terumbu Karang danKomunitas Pesisir terhadap Perubahan Iklim

Taman Nasional Bali Barat memainkan peran yang sangatpenting dalam mendemonstrasikan strategi adaptasikomprehensif. Untuk meningkatkan kapasitas karang untukberadaptasi terhadap perubahan iklim, adalah penting untukmemastikan bahwa keanekaragaman hayati terumbuterpelihara dengan baik. Karenanya, WWF-Indonesia telahbekerja sama dengan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli

Page 28: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

26

conservation by reducing coral destruction causedby human activities.

In 2005, an agreement between the national parkauthority and the provincial and district police on theenforcement of environmental laws in Bali BaratNational Park was established. Then, in April 2006,WWF-Indonesia facilitated the first-ever trial of threemen that were caught in Bali Barat NP while stealing170 pieces of corals.

To minimize the negative effects of marine tourismactivities WWF facilitated the development of a setof principles, called Code of Conduct (CoC), to protectcoral destruction from tourism activities. In April 2006,a CoC board was installed at Banyu Wedang at oneof the exit/entry points to Menjangan Island (marinetourism area in Bali Barat) to oversee theimplementation of the CoC.

The FKMPP, the community based forum for coastalmanagement in Bali Barat joint coastal patrols,monitored the implementation of Code of Conduct,carried out regular coral monitoring, and cleaned partsof the park during a Crown of Thorns outbreak. Inorder to improve the local community�s livelihoodsWWF-Indonesia promoted efforts to reduce coastalcommunity�s dependency on coral reefs through theseaweed farming program. Under this program WWF-Indonesia has facilitated a series of trainings forseaweed farmers to increase their capacity onseaweed cultivation, maintenance, and post harvesthandling. In June 2006, one local community held acelebration of collective seaweed harvesting whichtotaled nearly 50 tons of seaweed (in the previousyear the total seaweed harvested was only 5 tons).

WWF also facilitated seaweed farmers to engagewith IFC Pensa Makasar on financial and technicalsupport for seaweed cultivation. This partnershipsupports the continued implementation of the farmers�plans that were funded previously by the BRF AccessAusAid Grants, which ended in November 2005.

Several trainings were also held for local womengroups (112 members from 3 villages) to create moretypes of seaweed food products, to improve the qualityof packaging, and to help the women market theirproducts. FKMPP, with help from Friends of the Reefteam, has engaged IFC Pensa Makassar on apartnership to develop a business plan on seaweedproducts (crackers, seaweed, soft candy and sweets).In the mid of 2005, these women groups began tosell seaweed food products outside Bali Barat.Seaweed products are now soldin a souvenir food store inDenpasar. In June 2006, thewomen groups enjoyed a 100percent increase of seaweedsales from a Green and FairProducts, EnvironmentalExhibition in Jakarta.

Pesisir (FKMPP) dan balai taman nasional untukmempromosikan konservasi karang dengan mengurangiperusakan karang ak ibat kegiatan manusia.

Pada 2005, sebuah perjanjian antara balai taman nasionaldan kepolisian tingkat provinsi dan kebupaten mengenaiundang-undang lingkungan di TN Bali Barat telah dibuat.Maka, pada April 2006, WWF-Indonesia memfasilitasipengadilan pertama terhadap tiga orang yang tertangkapdi TN Bali Barat saat mencuri 170 buah karang.

Untuk meminimalkan efek negatif kegiatan wisata laut,WWF memfasilitasi pengembangan sejumlah prinsip yangdi sebut Kode Etik (Code of Conduct - CoC) untuk melindungikarang dari kerusakan akibat kegiatan wisata. Pada April2006, dewan Kode Etik dibentuk di Banyu Wedang padasatu dari beberapa pintu keluar Pulau Menjangan (wilayahwisata laut di Bali Barat) untuk memantau pelaksanaanCoC.

FKMPP, forum berbasis masyarakat untuk pengelolaanwilayah pesisir di Bali Barat bergabung dalam patroli pesisir,memantau pelaksanaan CoC, melakukan pemantauankarang reguler, dan membersihkan taman saat terjadiledakan jumlah bulu babi. Untuk meningkatkan matapencaharian masyarakat lokal, WWF-Indonesiamempromosikan upaya-upaya untuk mengurangiketergantungan masyarakat pesisir terhadap terumbu karangmelalui program pembudidayaan rumput laut.

WWF-Indonesia telah memfasilitasi seri pelatihan budidayarumput laut untuk meningkatkan kapasitas mereka dalammetode budidaya rumput laut, pemeliharaan dan penangananpasca panen. Pada Juni 2006, masyarakat lokal melakukanperayaan panen rumput laut dengan total hampir mencapai50 ton rumput laut (pada tahun sebelumnya panen rumputlaut hanya mencapai 5 ton).

WWF juga memfasilitasi petani rumput laut untuk bergabungdengan IFC Pensa Makasar untuk dukungan finansial danteknik budidaya rumput laut. Kemitraan ini mendukungkelanjutan pelaksanaan rencana petani yang sebelumnyadidanai oleh BRF Access AusAid Grants yang berakhir padaNovember 2005.

Beberapa pelatihan juga telah diselenggarakan untukkelompok perempuan lokal (112 anggota dari 3 desa) untukmenciptakan lebih banyak produk makanan dari rumput laut,untuk meningkatkan kualitas pengemasan, dan membantupara perempuan tersebut untuk memasarkan produk mereka.FKMPP, dengan bantuan tim FoR telah merangkul IFC PensaMakasar dalam sebuah kemitraan untuk membuat rencanausaha produk dari rumput laut (krupuk, rumput laut, permendan kembang gula). Pada pertengahan 2005, kelompok

masyarakat ini mulai menjualproduk makanan dari rumput lautdi luar Bali Barat. Pada Juni 2006,ke lompok pe rempuan i n imendapatkan 100% peningkatanpenjualan rumput laut dari produk-produk yang adil dan ramahlingkungan dalam PameranLingkungan di Jakarta.

Page 29: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Communications & OutreachEnvironmental Education,

Membership & Merchandise

27

M3 Campaign for Natural Resource Governancein Sulawesi

WWF-Indonesia and Yayasan Lestari � supported byCIDA Canada � are using a multi-media approach(print, radio and TV) and village level campaigns todisseminate information to a wide range ofstakeholders to widen and deepen the understandingof environmental issues as the basis for a broad,participatory public dialogue. Natural resourcegovernance processes are being strengthened byhelping local government agencies and civil societyorganizations organize public hearings and otherconsultative processes on key issues.

In North Sulawesi, the M3 (Multimedia Machine)Campaign has successfully raised awareness on fishstock management, leading to community andgovernment support for protection of fish spawningaggregation sites in Bunaken National Park. While inSouth East Sulawesi, the program is supported bylocal media and NGO groups addressing eightenvironmental issues in both urban and ruralcommunities.

Learning About Our Natural Environment

Effective participation of key stakeholders in anyWWF-Indonesia field programming is essential. WWFactively promotes environmental education to helppeople better understand the importance of conservingthe country�s natural biodiversity. Our approaches areto work together with local governments to preparematerials for schools, with school institutions inintroducing children to nature during the schoolholidays, and with partners in organizing events intandem with WWF-Indonesia member andmerchandise events. This includes, for example,commemorating Earth Day on the 22nd April andEnvironment Day on 5th June.

WWF is building itsgallery of environmentaleducation materials, -for school children, theirteachers and for peopleconcerned with theunique species ofIndonesia �I am aS u m a t r a n T i g e r � ,�Pongo, the Orangutanfrom Kalimantan�, �Theadventures of Ghazu,t h e S u m a t r a nElephant�, �Andalas, theS u m a t r a n R h i n o ,missing his home� and,�Tuto, the green turtleexplorer�, are only someof them, including ani n f a m o u s W W F -Indonesia �Endangered Species of Indonesia� book.

Kampanye M3 untuk Tata Kelola Sumberdaya Alam diSulawesi

WWF-Indonesia dan Yayasan Lestari - didukung oleh CIDACanada - menggunakan pendekatan multi-media (cetak,radio dan TV) dan berbagai kampanye di tingkat desa untukmenyebarkan informasi kepada berbagai pihak untukmemperluas dan memperdalam pemahaman atas isu-isulingkungan sebagai dasar suatu dialog publik yang luas danpartisipatif. Kampanye ini penting karena proses-proses tatakelola sumberdaya alam dapat diperkuat antara lain denganmembantu badan-badan pemerintah lokal dan organisasi-organisasi masyarakat madani mengadakan dengar pendapatumum dan proses-proses konsultatif lain mengenai isu-isukunci.

Di Sulawesi Utara, Kampanye M3 (Mesin Multimedia) telahberhasil meningkatkan kesadaran pengelolaan cadanganikan, yang selanjutnya mengarah kepada dukunganmasyarakat dan pemerintah bagi perlindungan tempat-tempatpemijahan ikan di Taman Nasional Bunaken. Sementara diSulawesi Tenggara, program tersebut didukung oleh medialokal dan kelompok-kelompok LSM yang menangani delapanisu lingkungan baik di perkotaan maupun perdesaan.

Belajar tentang Lingkungan Alam Kita

Partisipasi yang efektif dari para pemangku kepentingankunci di setiap program lapangan WWF-Indonesia sangatpenting. WWF secara aktif memajukan pendidikan lingkunganuntuk membantu masyarakat memahami lebih baikkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati diIndonesia. Pendekatan yang dilakukan WWF adalah bekerjabersama pemerintah setempat dalam penyiapan bahan-bahan pendidikan untuk sekolah-sekolah; bekerjasamadengan lembaga-lembaga sekolah dalam memperkenalkanalam pada para siswa sewaktu libur panjang sekolah, danbersama mitra dalam melaksanakan acara bersamaan denganacara para supporter WWF-Indonesia. Hal ini mencakup,sebagai contoh, merayakan Hari Bumi pada 22 April dan

Hari Lingkungan Hidup pada5 Juni dengan cara yangmenghibur.

WWF membangun galerim a t e r i p e n d i d i k a nlingkungan �untuk anaksekolah, para guru, danorang-orang yang pedulidengan spesies unik yangdimiliki Indonesia. �Akuadalah Harimau Sumatera�,�Pongo, Orang Utan dariKalimantan�, �PetualanganGhazu, si Gajah Sumatera�,�Andalas, Badak Sumatera,kehilangan rumahnya�, dan� Tu t o , p e n y u h i j a up e n j e l a j a h � , a d a l a hbeberapa contoh, termasuk

sebuah buku WWF-Indonesia terkenal �Spesies-spesiesLangka Indonesia�.

Komunikasi & PenjangkauanPendidikan Lingkungan,Membership & Merchandise

Page 30: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

28

Assisting the Development of EnvironmentalEducation System in Katingan

Currently, the local government of Katingan District,central Kalimantan with support from WWF - Indonesiahas completed a local curriculum module that includesenvironmental content. It is arranged by a team ofselected teachers from each sub district in KatinganDistrict. A training has been organized for theElementary School teachers on the region. With theavailability of trained teachers, they are well preparedto transform their knowledge and attitude to thestudents.

Membership

A new WWF Membership Program was launched inApril 2006 named �Supporter WWF-Indonesia� withdifferent activities for each group of supporters.Supporters receive quarterly printed and electronicspublication materials and WWF is setting up aSupporters website that will be online by the beginningof f/y 2007.

Supporters are recruited by a variety of activities thatare linked to: the Healthy Sea Healthy Seafoodcampaign, PowerSwitch Campaign, and thefundraising campaign for Flying Squad on Tesso Nilonational park. WWF also visit schools to campaignabout saving electricity and global warming.

Through a fundraisingcampaign for Flying Squad,WWF is working with printand radio partners. WWF isdistributing 20,000 elephantpostcards in several mallsin Jakarta and partneringwith five radio stations inJaka r ta , Bandung &Jogjakarta to hold regularbroadcasting events and aprogram of SMS quizzes.Through the qu izzesprogram, WWF got morethan 5,000 sms from theparticipants. The grand prizefor the quizzes was a trip to Tesso Nilo national parkfor 3 winners.

WWF has found many public figures interested inworking with WWF. By June 2006, Nugie, SuryaSaputra, Nirina Zubir, Charles Bonar Sirait, SamuelAFI Junior, The Chandrawinata (Nadine, Marcel,Mischa), Ramon, and others joined WWF as HonoraryMembers. Their participation in activities and publicevents has helped WWF gain more media coveragefor the key conservation messages and encouragedpeople to support conservation programs and becomeSupporter of WWF-Indonesia.

By June 2006, Supporter WWF-Indonesia has reached150 members and WWF will target 10,000 newmembers in next fiscal year when the membershipprogram is operating at full capacity..

Mendukung Pengembangan Sistem PendidikanLingkungan di Kabupaten Katingan

Saat ini, pemerintah Kabupaten Katingan, KalimantanTengah, dengan dukungan WWF-Indonesia ProgramJantung Kalimantan (HoB) telah menyelesaikan modulpendidikan muatan lokal. Modul ini disusun oleh tim yangterdiri atas beberapa guru terpilih dari tiap Kecamatan diKabupaten Katingan. Sebuah pelatihan telah dilaksanakanuntuk para guru sekolah dasar di kabupaten ini. Dengantersedianya guru-guru terlatih, mereka siap untukmenularkan pengetahuan dan perilaku mereka pada parasiswa.

Keanggotaan

Program Keanggotaan WWF-Indonesia diluncurkan pada2006 bernama �Suporter WWF-Indonesia� dengan berbagaikegiatan yang berbeda-beda tergantung pada kelompoksuporter. Para Suporter menerima bahan-bahan publikasicetak setiap kwartal dan materi publikasi elektroniksementara WWF mempersiapkan sebuah situs web Suporteryang rencananya onl ine pada awal TA2007.

Para Suporter direkrut dengan berbagai program: kampanyeLaut Sehat Seafood Sehat, kampanye PowerSwitch, dankampanye penggalangan dana untuk Flying Squad di TamanNasional Tesso Nilo. WWF juga melakukan kunjungan kesekolah-sekolah untuk mengkampanyekan hemat listrikuntuk mengurangi dampak pemanasan global.

D a l a m k a m p a n y epenggalangan dana untukFlying Squad, WWF bekerjadengan mitra media cetak danradio. WWF menyebarkan20.000 kartu pos gajah dibeberapa pusat perbelanjaandi Jakarta dan bekerjasamadengan lima stasiun radio diJakarta, Bandung & Yogyakartauntuk mengadakan siaranreguler dan program kuismelalui SMS. Dari program kuistersebut, WWF menerima lebihdari 5.000 sms dari peserta.Hadiah utama untuk quiztersebut adalah perjalanan ke

Taman Nasional Tesso Nilo untuk 3 pemenang.

WWF mendapati bahwa banyak tokoh masyarakat tertarikdengan isu-isu yang ditangani oleh WWF. Pada Juni 2006,Nugie, Surya Saputra, Nirina Zubir, Charles Bonar Sirait,Samuel AFI Junior, The Chandrawinata (Nadine, Marcel,Mischa), Ramon, dan yang lainnya bergabung denganWWF sebagai anggota kehormatan. Partisipasi merekadalam kegiatan dan acara-acara publik membantu WWFmemperoleh liputan media massa untuk pesan-pesankonservasi kunci dan mendorong masyarakat mendukungprogram-program konservasi dan menjadi Suporter WWF-Indonesia.

Pada bulan Juni 2006, Supporter WWF-Indonesia telahmencapai 150 anggota dan WWF mentargetkan 10.000anggota baru pada tahun anggaran depan ketika programmembership beroperasi secara penuh.

Page 31: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Institutional Development

29

Green Ethical Living

The merchandise unit builds on its generated incomefrom an earlier internal loan. The Merchandise programhas continued to develop from an initial investmentof 275 million IDR. It achieved a steady level of salesof about 20 million IDR per month in the past year.The unit is planned to have a mobile sales booth thatwill be used at events and exhibitions at strategiclocations. Sponsorship of space will be sought after.Furthermore the unit is playing an active role in themarketing of Green & Fair products (products thatare produced by communities all over Indonesia inareas of priority of WWF Indonesia). Membership andmerchandise are now linked and on line buying andcredit card purchases are currently available at allour outreach events, direct marketing events andexhibitions..The unit has developed a partnership with Frank &Co Jewelry who buys our classic t-shirts for theircustomer as direct gift ; Also the Mercantile Club buysour greeting cards for their members; Plaza Senayan& PI Mal has provided us with free space for WWFExhibitions.

The products currently for sale include: various shirts,bags, coffee mugs, pins, watches, carvings, honey,hats, greeting cards, stickers, pencils etc.

Awalnya, unit merchandise menghasilkan pendapatandari pinjaman internal. Programnya terus menerusberkembang mulai dari investasi sebesar Rp 275miliar, kini telah mencapai tingkat penjualan tetapsekitar Rp 20 miliar perbulan pada tahun sebelumnya.Menurut rencana merchandise akan membuat standpenjualan bergerak untuk digunakan pada acara danpameran di tempat-tempat strategis, sedangkan ruangsponsorship akan d i tentukan kemudian.Peranan aktif juga dilakukan dalam memasarkan�produk-produk yang adil dan ramah lingkungan�(produk hasil masyarakat dari beberapa wilayah kerjautama WWF-Indonesia).Membership dan merchandise sekarang telahdihubungkan melalui pembelian online dan bahkantelah tersedia pelayanan kartu kredit di seluruhkegiatan-kegiatan penjangkauan, selain pemasaranlangsung di sela-sela acara dan pameran.

Unit ini bekerja sama dengan Frank and Co Jewelryyang membeli kaos klasik WWF untuk pelangganmereka sebagai hadiah langsung; Mercantile Clubmembeli kartu ucapan WWF untuk anggota mereka;Plaza Senayan dan Pondok Indah Mall sebagai pusatperbelanjaan kelas atas juga mendukung WWFdengan menyediakan tempat pameran WWF di atriummereka.

Produk yang saat ini dijual meliputi berbagai kaos,tas, cangkir kopi, pin, jam tangan, ukiran, madu, topi,kartu ucapan, stiker, pensil dan masih banyak lagi.

Gaya Hidup Hijau

Page 32: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

30

Statement of Financial Report 2005 � 2006

THE WWF-INDONESIA FOUNDATIONSTATEMENT OF FINANCIAL POSITIONFOR THE YEAR ENDED JUNE 30, 2006 AND 2005

Note: WWF-Indonesia's total assets slightly increased in FY2006 (by only 0.8% from FY2005). The balance sheet shows that asignificant decrease in total current asset (around 27,2%) was netted off by an additional bigger portion in non-current asset(nearly 146%). The big jump in non-current asset is due to cost of land acquisition dan some other assets that were financed byWWF-Indonesia unrestricted reserve. The restricted net assets declined by 31,75% because of realization of some projects inFY06. The detailed figure could also be found in the Income statement.

2005( audited )

18,411,663,6543,551,946,6443,598,879,6901,092,315,338

-2,694,299,290

29,349,104,616

3,901,387,205

3,644,915,045

7,546,302,250

36,895,406,866

2,863,851,16110,327,909,392

13,191,760,553

7,056,722,22616,646,924,087

23,703,646,313

36,895,406,866

2006( audited )

14,218,216,87880,736,814

2,510,959,8274,874,122,812

63,853,5331,326,925,990

23,074,815,854

5,147,942,157

8,993,755,856

14,141,698,013

37,216,513,867

2,917,370,63510,493,230,741

13,410,601,376

12,443,845,56011,362,066,931

23,805,912,491

37,216,513,867

ASSETS

CURRENT ASSETSCash and cash equivalentsTemporary investmentProject fundsAccount Receivable from donorInventories - net of allowances for obsolescence of Rp. 241,133,150 in 2005Advances

Total Current Assets

NONCURRENT ASSETSRestricted temporary investmentProperty and equipment - net of accumulated depreciation of Rp. 25,476,557,732 in 2006 and Rp. 23,921,441,752 in 2005

Total Non-current Assets

TOTAL ASSETS

LIABILITIES AND NET ASSETS

CURRENT LIABILITIESAccount PayableAccrued Expenses

Total Current Liabilities

NET ASSETSUnrestrictedRestricted

Total Net Assets

TOTAL LIABILITIES AND NET ASSETS

Expressed in Rupiah

Catatan: Jumlah aktiva WWF-Indonesia sedikit meningkat di FY2006 (hanya 0.8% dari FY2005). Neraca menunjukkan penurunanyang signifikan pada total aktiva lancar (sekitar 27,2%) yang di nol kan ( netted off ) dengan tambahan lebih besar pada porsiaktiva tidak lancar (mendekati 146%). Kenaikan yang cukup besar di aktiva tidak lancar digunakan untuk biaya pengalihan tanahdan beberapa aktiva lain yang di biayai oleh dana pencadangan WWF Indonesia yang tidak dibatasi penggunaannya. Penurunanaktiva bersih terikat sebesar 31,75% disebabkan oleh realisasi beberapa proyek di FY06. Rincian gambaran tersebut bisa ditemukandalam laporan aktivitas WWF-Indonesia untuk tahun yang berakhir 30 Juni 2006 dan 2005.

FOREST SPECIES MARINE CLIMATE INSTITUTIANAL DEV. ACEH PROG. C&O

FUNDINGALLOCATIONBY PROGRAM

33%

6% 3% 0% 11%

47%

33%

2005

6%

3%0%

2%17%24%

48%

2006

Page 33: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

31

The Financial Statement of WWF Indonesia for year ended June 30,2006 and June 30, 2005 has been audited by Osman Ramli Satrio& Rekan - Registered Public Accountant, Member of Deloitte ToucheTohmatsu.

THE WWF-INDONESIA FOUNDATION

STATEMENT OF ACTIVITIESFOR THE YEAR ENDED JUNE 30, 2006 AND 2005

Unrestricted

166,348,323989,579,231

3,131,235,3844,405,696,924

8,692,859,862

374,334,074664,732,584275,361,874

--

422,781,402-

856,500,010338,072,343373,954,241

----

3,305,736,528

5,387,123,334

7,056,722,226

12,443,845,560

Total

82,259,990,295989,579,231

3,131,235,3844,405,696,924

90,786,501,834

31,443,264,00213,148,485,288

7,726,633,2141,568,710,5488,098,293,6276,483,674,2223,990,742,9615,846,251,2626,255,735,6342,955,926,9681,207,931,1771,804,695,860

153,890,893-

90,684,235,656

102,266,178

23,703,646,313

23,805,912,491

Restricted

79,104,932,708

79,104,932,708

29,201,160,0766,044,102,0085,682,237,4725,674,211,0814,428,344,6395,010,898,6383,407,856,0073,071,286,3874,880,740,9521,360,797,8611,153,612,483

567,600,426226,085,600241,133,211

70,950,066,841

8,154,865,867

8,492,058,220

16,646,924,087

Unrestricted

6,453,565,529512,541,421

1,383,154,078613,230,240

8,962,491,268

177,791,109178,954,219312,218,389

--

234,230,043-

481,106,884160,779,230755,976,924

----

2,301,056,798

6,661,434,470

395,287,756

7,056,722,226

Total

85,558,498,237512,541,421

1,383,154,078613,230,240

88,067,423,976

29,378,951,1856,223,056,2275,994,455,8615,674,211,0814,428,344,6395,245,128,6813,407,856,0073,552,393,2715,041,520,1822,116,774,7851,153,612,483

567,600,426226,085,600241,133,211

73,251,123,639

14,816,300,337

8,887,345,976

23,703,646,313

Restricted

82,093,641,972

82,093,641,972

31,068,929,92812,483,752,704

7,451,271,3401,568,710,5488,098,293,6276,060,892,8203,990,742,9614,989,751,2525,917,663,2912,581,972,7271,207,931,1771,804,695,860

153,890,893

-

87,378,499,128

(5,284,857,156)

16,646,924,087

11,362,066,931

REVENUES, GAINS AND OTHERSUPPORT

DonationsInterest incomeForex exchange gain - netOthers

Total Revenues

EXPENSESProject staff costsGrants to non - WWF entitiesProfessional feesDepreciationOffice operating costsEducation and trainingField CostsTravel and SubsistenceMeeting and ConferencesPrinting & PublicationNon Project staff costsVehicle and EquipmentAudio/Video productionOthers

Total Expenses

NET INCREASE ( DECREASE ) INNET ASSETS

NET ASSETS AT BEGINNING OFYEAR

NET ASSETS AT END OF YEAR

2006(audited )

2005( audited )

Laporan Keuangan WWF Indonesia Untuk periode tahun yang berakhirpada 30 Juni 2006 dan 2005 telah diaudit oleh Osman Ramli Satrio& Rekan � Akuntan Publik terdaftar, Anggota dari Deloitte ToucheTohmatsu.

Page 34: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Having received support for Institutional Development over the past threeyears WWF-Indonesia has been able to develop its programmatic basedoperation; developed capacities to implement campaigns (HOB,Sustainable Seafood and Powerswitch!); improved its accountability andtransparency; broadened its GAA donor base; developed the fundamentalsof a Communications and Marketing division and revitalized its HR unitand program.

This fiscal year the focus on institutional development resulted in:

· A new Human Resource Management system was implemented; thefirst round of an internal leadership development program was organized;a mentoring program was established.

· A marketing strategy that includes a revamped merchandise andmembership program. The merchandise unit has successfully incorporated�green & fair� products from communities at WWF field sites into themerchandise catalogue. A membership program was prepared that isexpected to be fully operational in next fiscal year.

· A new management and budgeting system for core organizational costswas developed and introduced for FY07 budgeting.

· The financial management is upgraded with an online financialmanagement program for all field offices.

InstitutionalDevelopment

32

Dengan pengembangan kelembagaan selama tiga tahun terakhir, WWF-Indonesiamampu mengembangkan operasi berbasis program; membangun kapasitas untukmelakukan kampanye (HoB, Seafood yang Berkelanjutan dan PowerSwitch);memperbaiki akuntabilitas dan transparansi; memperluas basis donor LembagaBantuan Pemerintah dan Badan Pemerintah; membangun dasar-dasar DivisiKomunikasi dan Pemasaran dan merevitalisasi unit dan program sumberdayamanusia

Pada tahun anggaran ini, fokus pembangunan kelembagaan telah menghasilkan:

· Penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia yang baru; pelaksanaanprogram pembangunan kepemimpinan internal ronde pertama; dan pembentukanprogram mentoring.· Strategi pemasaran yang meliputi perubahan program merchandise dankeanggotaan. Unit merchandise telah berhasil memasukkan produk-produk yangadil dan ramah lingkungan dari masyarakat yang ada di lokasi kerja WWF kedalam katalog merchandise. Program keanggotaan telah disiapkan dan diharapkandapat beroperasi penuh pada tahun anggaran berikutnya.· Sistem manajemen dan anggaran baru untuk biaya inti organisasi telah di bangundan diterapkan pada pembiayaan FY07.Manajemen finansial telah diperbaiki dengan sebuah program manajemen finansialuntuk seluruh kantor WWF-Indonesia.

PengembanganKelembagaan

Page 35: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

Partners in Conservation

Government and University Partners

· Columbia University· Government of Brunei Darussalam· Ministry of Agriculture· Ministry of Domestic Affairs· Ministry of Trade and Industry· Ministry of Finance· Ministry of State for the Environment· Ministry of Foreign Affairs· Ministry of Forestry· Ministry of Marine Affairs and Fisheries· National Development and Planning Board (BAPPENAS)· National Research Institute (LIPI)· Provincial and District Governments in our work sites· State Coordinating Ministry of Economy· State Coordinating Ministry of Politics and Security· University of Pasundan � Research Center

for Food Technology and Industry· University of Indonesia � Economics Laboratory· University of Papua· University of Sam Ratulangi· University of Udayana

Funding Partners

· American Association for Zoo Keepers (AAZK)· Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR)· Canadian International Development Agency (CIDA)· Danish International Development Agency (Danida)· Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF)· Department for International Development (DFID)· Deutsche Gesellschaft fur Technische Zussammenarbeit (GTZ)· Directorate General for Internationale Samenwerking (DGIS)· DOEN Foundation· Dr. Goetz· Ford Foundation· HSBC· National Oceanic & Atmospheric Administration (NOAA)· Natural Livelihood Resources and Poverty Alleviation (NLRPA)· New Zealand Aid (NZAID)· Nokia· Rhino & Tiger Conservation Fund· Royal Danish Embassy· Sall Foundation· Save The Tiger Fund (STF)· Swedish International Development Cooperation Agency (SIDA)· Tahija Foundation· The David and Lucille Packard Foundation· The European Union (EU)· TRAFFIC South East Asia· Western Pacific Regional Fishery Management Council (WPRFMC)· WWF-Australia· WWF-Austria· WWF-Canada· WWF-China· WWF-Denmark· WWF-Finland· WWF-Germany· WWF-Hongkong· WWF International· WWF-Indochina Program Office· WWF-Japan

· WWF-Malaysia· WWF-Netherlands· WWF-New Zealand· WWF-Philippines· WWF-Sweden· WWF-Switzerland· WWF-South Pacific· WWF-Thailand· WWF-United Kingdom· WWF-United States· United Nations Development Programme (UNDP)· US-Aid Agency (US-Aid)· US Fish and Wildlife Service (USFWS)

Program Partners

· Access AusAid Grants· All National Park authorities in our work sites· AMAN (Indonesian Indigenous People Alliance)· ARuPA· Asian Rhino and Elephant Action Strategy (AREAS)· Conservation Forum of NGOs in our work sites· Conservation International Indonesia· Care Indonesia· Center for International Forestry Research (CIFOR)· Forest Stewardship Council (FSC)· Great Barrier Reef Marine Park Authority· Global Coral Reef Monitoring Network· Global Forestry Services (GFS)· International Finance Corporation (IFC) Pensa· Indonesian Ecolabeling Institute (LEI)· Indonesia International Rural

and Agricultural Development Foundation (INIRADEF)· Indonesian Media Networks· Indonesian Palm Oil Commission (IPOC)· Indonesian Tuna Longline Association· Indonesian Tuna Association· Islamic Foundation for Ecology

and Environmental Science (IFEES)· Komnasko Laut· Local NGOs in our work sites· PERSEPSI· Parisadha Hindu Dharma· Rain Forest Alliance-Smart Wood· Reef Check Indonesia Network· Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)· Sawit Watch· SHK-Kaltim· The Nature Conservancy (TNC)· The World Bank-IFC· The communities in our work sites :· Tropenbos International· Tropical Forest Foundation (TFF)· World Fish Center· Yayasan Lestari· Yayasan Pilang· Yayasan Terangi· Yayasan TAKA· Private sectors partners· Media Networks and all our local partners within each of our program areas.

We would like to express our gratitudes and acknowledgements for the supportgiven by committed agencies, institutions, companies, media and individuals whohave contributed to the preservation and conservation of Indonesia�s rich biodiversities

Page 36: WWF AnRep 05-06 Final.FH11

for a living planetR

Yayasan WWF-Indonesia

Kantor Taman A-9, unit A-1Kawasan Mega KuninganJakarta 12950Indonesia

Phone (+62 21) 576 10 70Fax (+62 21) 576 10 80E-mail: [email protected]

WWF-Indonesia�s vision is �Conservation of Indonesiabiodiversity for the well-being of pesent and future generation�.Our mission is to converse biodiversity and reducing humanimpact through:1. Promotion strong conservation ethics, awareness

and action in Indonesia society.2. Facilitating multi-sakeholders efforts to preserve

biodiversity & ecological processes on ecoregional scales.3. Advocating for policies, laws and law enforcement that

support conservation.4. Promoting conservation for the well-being of people,

through sustainable use of natural resources.

©1986 P

anda sym

bol W

WF

� W

orld

Wid

e F

und F

or N

atu

re (F

orm

erly W

orld

Wild

life F

und) ®

�WW

F� a

nd �livin

g p

lanet� a

re R

egiste

red T

radem

arks

donated by

printed by

Printed onrecycled paper

Visi WWF-Indonesia adalah konservasi keanekaragamanhayati Indonesia untuk kesejahteraan manusiasekarang dan generasi yang akan datang, denganmisi menyelamatkan keanekaragaman hayati danmengurangi dampak akivitas manusia melalui:

1. Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia.2. Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion.3. Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakanhukum yang mendukung konservasi.4. Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.