underpayment indonesia final - ilo.orgasia/@ro-bangkok... · dari malang, jawa timur tahun 1985,...
TRANSCRIPT
1
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
2
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
3
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
UNDERPAYMENT 2:Pemerasan Sistematis Berkepanjangan pada Buruh Migran Indonesia di Hong Kong:
Suatu Studi Mendalam
Oleh:Asian Migrant Centre (AMC)
Indonesian Migrant Workers Union (IMWU)
The Hong Kong Coalition of Indonesian Migrant Workers Organization (KOTKIHO)
Didukung oleh:
ILO-Indonesia
OXFAM-HK
September 2007
4
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
For many years Hong Kong has been a primary destination
for Indonesian migrant domestic workers. Historically
dominated by Philippinas, Indonesian women now make up
nearly half of all migrant domestic workers in Hong Kong,
Mereka yang terus berjuang untuk hak-haknya.
5
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
DAFTAR ISI
Pendahuluan .................................................................................................................................. 6
Bab 1: Latar Belakang
1.1. Situasi Umum ..................................................................................................................... 10
1.2. Feminisasi Migrasi .............................................................................................................. 11
1.3. Buruh Rumah Tangga ........................................................................................................ 11
1.4. Gambaran Umum Buruh Migran Indonesia di Hong Kong ............................................... 12
1.5. Peraturan-peraturan Migrasi Hong .................................................................................... 14
1.6. Peraturan-Peraturan Migrasi Indonesia ............................................................................. 16
1.7. Perjanjian Bilateral ............................................................................................................. 17
Bab 2: Metodologi Penelitian
2.1. Survei Lapangan Buruh Rumah Tangga-Hong Kong ........................................................ 18
Bab 3: Profil Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
3.1. Profil Demografis Survei Buruh Migran Indonesia ........................................................... 20
Bab 4: Rekruitmen dan Permasalahan Pra-Pemberangkatan
4.1. Proses Pra-Pemberangkatan dan Eksploitasi .................................................................... 28
4.2. Kurang Informasi ............................................................................................................... 30
4.3. Sponsor (Calo) ................................................................................................................... 33
4.4. Pelatihan Calon Buruh Migran di Barak-Barak Penampungan ......................................... 35
Bab 5: Permaslahan di Tempat Kerja
5.1. Kontrak Kerja .................................................................................................................... 43
5.2. Pengunaan Agen ................................................................................................................ 45
5.3. Hari Libur/Cuti, Batas Waktu, dan Jenis Pekerjaan .......................................................... 48
5.4. Jam Kerja ........................................................................................................................... 50
5.5. Hari Libur Nasional ............................................................................................................ 54
5.6. Pekerjaan Sehari-hari ......................................................................................................... 58
5.7. Underpayment dan Jasa Agen yang Berlebihan ................................................................ 62
5.8. Tanda Terima Gaji .............................................................................................................. 70
5.9. Konsultasi Dengan ............................................................................................................. 76
5.10. Pemotongan Gaji .............................................................................................................. 77
5.11. Tabungan dan Remittan .................................................................................................... 79
5.12. Pembaharuan/Perpanjangan Kontrak .............................................................................. 81
5.13. Libur Tahunan .................................................................................................................. 92
5.14. Perubahan ........................................................................................................................ 94
5.15. Pemulangan ...................................................................................................................... 96
Bab 6: Kesimpulan .................................................................................................................. 101
Bab 7: Rekomendasi
9.1. Pemerintah Hong Kong ................................................................................................... 104
9.2. Pemerintah Indonesia ....................................................................................................... 105
Daftar-Daftar Istilah ................................................................................................................. 107
6
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Pendahuluan
Saya tanya majika saya kenapa saya harus menandatangani tanda terima gaji sebesar HKD
3,270 padahal kamu hanya memberi gaji sebesar HKD 1,800? Majikan saya bilang karena saya
masih baru di Hong Kong dan kamu tidak dapat bicara bahasa Kanton dengan lancer.
Majikan saya memberikan saya banyak sekali tugas yang tidak mungkin saya kerjakan semua
dalam satu hari. Saya juga tidak mungkin menghindar dari kata-kata penghinaan majikan
saya. Suatu malam saya memutuskan untuk lari dari rumah majikan karena saya yakin saya
tidak mungkin melakukan pekerjaan seperti yang majikan saya suruh.
– Wawancara dengan seorang buruh migran ‘1’
dari Malang, Jawa Timur
Tahun 1985, buruh migran Indonesia mulai berdatangan ke Hong Kong. Mula-mula jumlah buruh
migran Indonesia masih terbilang kecil di Hong Kong. Baru sejak tahun 1990-an, Indonesia dan Hong
Kong mulai menjalin kerjasama dalam penempatan buruh migran. Selama dekade tersebut, jumlah
buruh migran Indonesia di Hong Kong meningkat secara dramatis yang mana seluruhnya adalah buruh
migran perempuan.
Mendekati tahun 1990, diperkirakan ada sebanyak 10.000 buruh migran Indonesia di Hong Kong.
Menurut data dari Departemen Imigrasi Hong Kong, sejak Februari 2007, jumlah BMI di Hong Kong
mencapai 105,320 orang. Angka ini merupakan peningkatan rata-rata dari 5,600 setiap tahunnya.
Pertumbuhan jumlah ini juga diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun sesudahnya. Menurut data
Departemen Imigrasi Hong Kong, saat ini terdapat kurang lebih 225,000 buruh rumah tangga di Hong
Kong dan tidak lama lagi buruh migrant Indonesia menempati setengah dari jumlah tersebut.
Hong Kong adalah salah satu tujuan utama bagi buruh migran Indonesia karena gaji yang relatif tinggi
dan atmosfir kebebasan. Kendati terdapat kelebihan-kelebihan di atas, tiap hari buruh migran di Hong
Kong tetap terjerembab ke dalam berbagai masalah yang serius. Bukan hanya karena pemerintah tidak
bersimpati dan diskriminatif; lebih-lebih juga karena meluasnya praktek pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh para agen penyalur tenaga kerja (PJTKI) demi mememaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan
hak-hak asasi buruh migran. Beberapa masalah akibat pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut adalah
pelanggaran jam kerja harian, pelanggaran dalam hal waktu istirahat wajib mingguan, pelanggaran dalam
hal waktu libur, pelanggaran oleh para calo yang memaksa buruh migran memalsukan identitas mereka
dengan informasi yang salah atau menyesatkan, biaya agen yang tinggi, penempatan kerja kepada majikan
baru yang melanggar hak-hak para majikan sebelumnya dan masih banyak lagi. Akan tetapi, upah di
bawah standar peraturan (underpayment) tetap merupakan masalah kronis dan sangat meluas.
7
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Di Hong Kong, terdapat upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah bagi buruh migran rumah
tangga. Pada bulan Mei 2005 pemerintah Hong Kong menaikkan sebesar 50 HKD dan berlaku bagi
kontrak kerja yang efektif sejak 19 Mei 2005, menjadi 3,320 HKD. Dalam dua tahun terakhir (Mei
2006 dan Juni 2007), kendati masih jauh dari mencukupi, pemerintah menaikkan lagi sebesar 80 HKD.
Kendati upah minimum yang rendah sekarang ini hanya 3,480 HKD tiap bulan, aturan ini sering dilanggar
oleh para majikan di mana banyak buruh migran Indonesia yang menerima gaji di bawah upah minimum.
Para majikan menggunakan banyak cara lain untuk membayar upah di bawah minimum kepada buruh
rumah tangga Indonesia antara lain mulai dari pengingkaran pemberian hak waktu istirahat wajib mingguan
dan waktu libur, tindakan para majikan memaksa mereka untuk bekerja di tempat-tempat lain selain
tempat yang ditentukan sampai melakukan pelanggaran jam kerja harian. Pemotongan gaji secara
melanggar hukum ini dan pelanggaran-pelanggaran hak-hak buruh migrant laiinya biasanya terkait dengan
mekanisme rekrutmen yang diterapkan oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan
dilaksanakan oleh agen tenaga kerja di Hong Kong yang biasanya telah berkolaborasi satu sama lain.
Upah di bawah minimum (underpayment) bukanlah merupakan satu-satunya bentuk pelanggaran
terhadap hak-hak buruh. Pelanggaran-pelanggaran lainnya, seperti penganiyaan jumlahnya juga besar,
termasuk pelanggaran dalam hal waktu istirahat wajib mingguan dan pelanggaran dalam hal waktu libur.
Kekerasan verbal dan fisik yang bersifat sistematik terhadap buruh migran rumah tangga juga terjadi.
Banyak orang beranggapan kehidupan buruh migran Indonesia di Hong Kong lebih beruntung karena
tersedianya hukum-hukum, peraturan-peraturan yang relatif baik dan keadaan-keadaan yang jauh lebih
baik dari negara-negara penerima lainnya. Namun demikian, kendati memiliki keadaan-keadaan yang
lebih baik tidak berarti kehidupan buruh migran Indonesia menjadi otomatis lebih baik pula. Kenyataan
adanya anggapan bahwa kondisi-kondisi buruk yang dialami buruh migran Indonesia di Hong Kong
dianggap ‘baik’ dibandingkan dengan kondisi-kondisi kerja yang memprihatinkan di negara-negara
lainnya merupakan sebuah keniscayaan yang menyedihkan. Anggapan ini tidak dapat dijadikan ukuran
bahwa Hong Kong tidak terlepas dari adanya persoalan-persoalan sistematik. Anggapan bahwa
kondisi buruh migran di Hong Kong sedikit lebih ‘baik’ dibanding di negara-negara lain memang didukung
oleh kenyataan bahwa pemerintah mengijinkan adanya serikat buruh seperti Indonesian Migran Workers
Union (IMWU) untuk mengorganisir dan berdemonstrasi untuk hak-hak buruh migran. Sayangnya,
adanya pendapat dari sejumlah besar aktivis LSM, serikat buruh dan para aktivis lainnya bahwa Hong
Kong tidak membutuhkan lagi kerja-kerja keadilan sosial adalah tidak benar.
Laporan ini merupakan kelanjutan studi “Underpayment: Pemerasan Sistematis terhadap Buruh Migran
Indonesia di Hong Kong” yang dilakukan oleh Asian Migrant Center (AMC) tahun 2005. Studi ini
menekankan kondisi-kondisi memperihatinkan yang dialami dan dihadapi buruh migran Indonesia di
Hong Kong dan dapat diunduh di www.asian-migrants.org. Studi ini mencakup persoalan-persoalan
rekruitmen, kondisi-kondisi kerja dan pemulangan. Dalam studi ini ditemukan, untuk menyebutkan
sebagian, terdapat 42% buruh migran Indonesia di Hong Kong digaji di bawah upah minimum. Asian
Migrant Center, kemudian menindaklanjuti hasil studi 2005 ini dengan melakukan survei baru di Hong
Kong selama penutupan tahun 2006. Laporan ini merupakan hasil lengkap dari survei tersebut.
8
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Laporan in juga memuat beberapa informasi yang sama seperti yang ada dalam studi 2005, khususnya
menyangkut latar belakang materi, yang pada dasarnya tidak mengalami perubahan. Untuk keterangan
yang lebih lengkap sehubungan dengan situasi buruh migran Indonesia secara umum dan khususnya di
Hong Kong, dapat melihat studi 2005 “Underpayment: Pemerasan Sistematis terhadap Buruh Migran
Indonesia di Hong Kong”, yang memuat topic-topik tambahan dan jauh lebih mendalam.
Laporan ini adalah kompilasi dari penelitian yang dilakukan di akhir tahun 2006 (lihat Bab 2 tentang
metodologi penelitian). Selama kurun waktu tersebut Asian Migrant Center (AMC), Indonesian Migrant
Workers Union (IMWU) dan the Hong Kong Coalition of Indonesian Migrant Workers Organization
(KOTKIHO) melakukan suvei lapangan terhadap 2097 buruh migran Indonesia di Hong Kong, Survei
ini kemudian dikenal sebagai Survei lapangan buruh migran Indonesia.
Asian Migrant Center ingin menyampaikan terima kasih kepada OXFAM UK dan ILO Jakarta atas
dukungan selama proses penelitian ini. Kami ingin pula menyampaikan terima kasih kepada the Indonesian
Migrant Workers Union (IMWU) and the Hong Kong Coalition of Indonesian Migrant Workers
Organization (KOTKIHO) yang telah melakukan survei tersebut. Tak lupa ucapan terima kasih ditujukan
pula kepada Fanani, Anders, dan John Lindsay. Bukan pekerjaan yang mudah untuk melakukan survei
terhadap ribuan responden buruh migran dan tanpa dukungan mereka pula, pekerjaan ini tidak mungkin
pernah terwujud.
Oleh karena adanya permintaan dari banyak buruh migran yang mengalami ketakutan dan juga
mempertimbangkan keselamatan buruh migran dari para agen tenaga kerja, maka nama-nama mereka
dalam penelitian ini sengaja ditiadakan
9
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Rekomendasi Utama
Agen saya [di Indonesia] bilang gaji saya nanti sebesar HKD 1,800. Mereka bilang jika seseorang
tanya kepada saya tentang berapa gaji saya, maka saya harus bilang gaji saya sebesar HKD
3,600 karena jika kamu bilang gaji kamu HKD 1,800, polisi akan masukkan kamu ke penjara.
Mereka bilang pada kami untuk tidak bilang apa apa soal gaji kepada siapapun.
Kenapa mereka mengirim saya bekerja di sini untuk digaji di bawah ketentuan yang berlaku
padahal setiap orang tahu sebelum kami berangkat kami akan digaji seperti ini?
– Wawancara dengan seorang buruh migran ‘2’
dari Malang, Jawa Timur
Berikut adalah sejumlah rekomendasi yang rinciannya dapat ditemukan pada bab terakhir laporan ini:
§ Pemerintah Hong Kong harus membangun sebuah sistem pengawasan bagi para majikan
dan agen tenaga kerja dan memastikan agar peraturan-peraturan yang ada dapat
diberlakukan untuk melindungi buruh migran di Hong Kong.
§ Pemerintah Hong Kong dan Indonesia harus meningkatkan dialog bilateral untuk memberikan
perlindungan terhadap buruh migran selama proses migrasi internasional dan bekerjasama
dalam menciptakan kebijakan-kebijakan perlindungan bagi buruh migran yang selaras.
§ Pemerintah Indonesia harus menekankan perlindungan sebagai unsur utama dalam menyusun
kebijakan mengenai buruh migran. Pemerintah Hong Kong harus mendorong pemerintah
Indonesia untuk memaksimalkan usahanya dalam memastikan bahwa sebuah perjanjian
bilateral harus tunduk pada delapan prinsip perburuhan utama dari Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO).
§ Pemerintah Hong Kong harus segera mencabut ‘syarat-syarat tinggal yang baru’ dan
‘peraturan dua minggu’ karena peraturan-peraturan tersebut tidak hanya diskriminatif tapi
juga melanggar standar-standar internasional.
§ Pemerintah Indonesia harus menghentikan praktek meluas dari agen-agen tenaga kerja di
Indonesia yang telah menempatkan buruh migran dalam kondisi di bawah jeratan hutang
melalui mekanisme penilaian atas biaya-biaya agen yang berlebihan. Pemerintah Hong Kong
harus memberlakukan batasan-batasan secara hukum terhadap biaya-biaya agen yang
berlebihan yang telah menjadi praktek seluruh agen-agen tenaga kerja di Hong Kong.
10
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Bab 1: Latarbelakang
1.1 Kondisi Umum
Sebagai negara pengirim buruh migran, jumlah buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri
meningkat secara dramatis akhir-akhir ini. Sementara migrasi tenaga kerja masih terus berlangsung,
buruh migran Indonesia tidak henti-hentinya mencari pekerjaan di luar negeri. Indonesia masih belum
pulih dari kekagetan ekonomi dan politik yang terjadi di akhir tahun 1990. Kekagetan-kekagetan tersebut
telah membuat pencarian pekerjaan di Indonesia semakin hari semakin sulit dan menjadikan proses
migrasi semakin rumit.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lambat telah semakin menambah derasnya aliran pekerja
migran ke luar negeri. Kendati transisi menuju pemerintahan demokratik berjalan damai dan pertumbuhan
makro ekonomi menunjukkan kestabilan, pengangguran terus meningkat dan sekarang ini berada pada
angka 10,4% dengan angka pengangguran kerja lebih dari 30%.
Sejak tahun 2005, jumlah total buruh migran telah mencapai empat juta, yang sebagian besar adalah
perempuan yang bekerja khususnya di sektor keluarga (rumah tangga) dan manufaktur. Sedikitnya
30% buruh migran adalah pria yang bekerja di sektor pertanian, bangunan, transportasi dan jasa. Beberapa
negara yang menjadi tujuan utama BMI adalah Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea, Singapura,
Jepang, dan Timur-Tengah termasuk Arab Saudi.
Sebagian besar buruh migran pergi ke luar negeri karena satu alasan sederhana. Mereka ingin
mendapatkan gaji yang lebih besar dari yang bisa didapat di dalam negeri. Bekerja di luar negeri memang
memberikan imbalan yang lebih besar sekaligus mengandung resiko yang setimpal. Kenyataannya adalah
buruh migran mengalami ekploitasi secara sistematik. Mereka mengalami eksploitasi sejak mereka
mendaftar kerja ke luar negeri, selama pendaftaran dan proses seleksi oleh agen tenaga kerja dan
menunggu mendapat majikan, hingga saat kembali ke Indonesia, terutama saat mereka melewati terminal
III bandara Sukarno-Hatta di Jakarta. Pemerintah Indonesia selalu menyalahkan para calo sebagai
biang masalah dalam proses migrasi, tetapi kenyataan tidak melakukan apapun untuk memberantas
praktik rekrutmen ilegal, penipuan, dan perdagangan manusia (trafficking)
Buruh migran tidak hanya menghadapi beragam bentuk pemerasan. Kekesaran terhadap buruh migran
Indonesia tetap merupakan masalah yang serius. Dalam studinya di tahun 2003, Konsorsium untuk
Pembelaan Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) menemukan adanya kekerasan substansial terhadap
buruh migran Indonesia yang bekerja di Asia, Pasifik, dan Timur Tengah. Sebagian besar kekerasan ini
ditujukan pada buruh migran perempuan. Penyakit juga telah menjangkiti orang Indonesia yang bekerja
di luar negeri. Data dari Depnakertrans menunjukkan bahwa dari 350.000 buruh migran Indonesia yang
pulang melalui Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, sebanyak 37.000 (12 %) sedang sakit.
11
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
1.2. Feminisasi Migrasi
Mayoritas buruh migran Indonesia, sebanyak 76%, adalah perempuan. Tujuh negara tujuan yang
menyerap jumlah terbesar buruh migran Indonesia adalah Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Kuwait,
Singapura, UAE, dan Brunei Darussalam. Arab Saudi, secara khusus, adalah negara yang menyerap
paling banyak buruh migran Indonesia di sektor rumah tangga.
Feminisasi migrasi disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama karena kenaikan pendapatan dan
tingkat partisipasi kerja perempuan di negara-negara penerima menciptakan permintaan yang lebih besar
untuk buruh rumah tangga. Kedua karena perempuan menguasai lebih sedikit tanah dan tidak mampu
mendapatkan pekerjaan berjangka panjang di sektor pertanian. Akibat terjadinya peningkatan permintaan
tersebut dibarengi dengan adanya peningkatan kemiskinan itulah yang telah mendorong orang bekerja
ke luar negeri. Feminisasi migrasi telah menyebabkan polarisasi pekerjaan di mana laki-laki umum bekerja
di sektor formal dan perempuan lebih aktif di wilayah informal, seperi keluarga. Polarisasi seperti ini
telah membuat perempuan harus menghadapi diskriminasi di tempat kerja, bahkan sekarang polarisasi
ini menempatkan perempuan dalam posisi lebih lemah secara sosial dan dalam pekerjaan. Hal ini terlihat
jelas dalam eksploitasi yang dilakukan perusahaan pengerah tenaga kerja yang mempromosikan buruh
perempuan Indonesia sebagai pekerja yang tunduk, patuh, mudah dieksploitasi dan bersedia melakukan
pekerjaan yang paling rendah sekalipun.
1.3. Buruh Rumah Tangga
Dalam menimbang migrasi tenaga kerja tercatat/resmi, pekerjaan rumah tangga merupakan pilihan
paling dominan dalam sejarah buruh migran perempuan Indonesia. Seringkali, pekerjaan rumah tangga,
terutama di Timur Tengah, merupakan satu-satunya pilihan yang ada bagi buruh migran perempuan
Indonesia.
Menurut Departemen Tenaga Kerja Indonesia (Depnakertrans), pada tahun 2002, 76% dari 480.393
buruh migran Indonesia yang bekerja ke luar negeri adalah perempuan. Dari jumlah itu, sebanyak 94%
adalah buruh rumah tangga di Timur Tengah, Asia dan Pasifik. Di Asia dan Pasifik, peningkatan jumlah
buruh migran perempuan merupakan dampak langsung dari pertumbuhan ekonomi negara-negara tujuan
dan peningkatan peluang kerja bagi perempuan dan laki-laki.
Bagi perempuan yang tinggal di pedesaan, miskin dan berasal dari keluarga yang berantakan, pekerjaan
rumah tangga merupakan pilihan pekerjaan yang menjanjikan karena banyak alasan. Biasanya, alasan
tersebut berasal dari keinginan untuk memperoleh gaji yang lebih besar dari yang dapat mereka peroleh
di dalam negeri. Banyak perempuan buruh rumah tangga Indonesia hanya berpendidikan sekolah dasar
atau sekolah menengah pertama dan pekerjaan rumah tangga itu sendiri tidak membutuhkan tingkat
pendidikan yang tinggi. Lebih-lebih, pekerjaan rumah tangga sudah merupakan bagian dari pekerjaan
sehari-hari mereka di rumah. Pekerjaan utamanya meliputi mengurus rumah, merawat anak dan orang-
orang lanjut usia.
Pekerjaan rumah tangga merupakan sebuah profesi yang dilakukan di dalam rumah atau tempat
kediaman pribadi. Tempat-tempat kerja seperti ini jauh dari dari sorotan publik. Karena sifatnya yang
tersembunyi dari sorotan publik, maka kekerasan dan penganiayaan marak terjadi dan sulit dikendalikan.
12
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Peraturan-peraturan yang mengatur tentang waktu kerja, jenis pekerjaan, hari libur, dan upah bagi
buruh rumah tangga seringkali terabaikan atau luput dari perhatian karena mereka bekerja di dalam
‘rumah’. Bahkan seringkali didapati tidak adanya peraturan-peraturan yang melindungi buruh rumah
tangga. Kalaupun ada hukum-hukum ketengakerjaan nasional, aturan seperti itu dengan mudah dilanggar
oleh majikan karena tidak adanya sistem pengawasan dan penegakan hukum yang mengatur hal-hal
yang berkait dengan ketenagakerjaan di tempat-tempat kediaman pribadi.
1.4. Gambaran Umum Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
Buruh migran Indonesia telah berada d Hong Kong lebih dari 20 tahun. Mula-mula jumlah buruh
migran Indonesia masih terbilang kecil di Hong Kong. Pada tahun 1990-an pemerintah Indonesia dan
Hong Kong mulai menjalin kerjasama dalam penempatan buruh migran. Dampak kerjasama tersebut
adalah peningkatan jumlah buruh migran Indonesia yang pergi bekerja ke Hong Kong. Seluruhnya
adalah buruh migran perempuan.
Pada tahun 1990 jumlah buruh migran Indonesia di Hong Kong hanya 10.000. Menurut data dari
Departmen Imigrasi Hong Kong, sejak Februari 2007, jumlah itu telah meroket menjadi 105.320.
Sebuah angka peningkatan yang luar biasa dengan kenaikan 5.600 setiap tahunnya. Pertumbuhan yang
pesat ini diramalkan akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Sekarang ini menurut data dari
Imigrasi Hong Kong, terdapat sekitar 225.000 buruh migran di Hong Kong di mana setengah dari
jumlah tersebut bakal segera dipadati buruh migran asal Indonesia.
Proses mengumpulkan data jumlah buruh migran Indonesia tidaklah mudah. Buktinya, terdapat
perbedaan besar antara pemerintah Hong Kong dan pemerintah Indonesia mengenai data jumlah buruh
migran Indonesia di Hong Kong. Data pemerintah Hong Kong didasarkan pada jumlah kontrak kerja
yang terdaftar di Departemen Imigrasi dan karena itu diyakini lebih akurat. Perbedaan besar dalam data
antara keduanya memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia kemungkinan tidak melakukan monitoring
yang efektif terhadap proses migrasi ke Hong Kong, dan kemungkinan besar juga terjadi terhadap
migrasi ke negara-negara lain. Hal ini merupakan sebuah indikasi ketidakmampuan dan keengganan
pemerintah Indonesia untuk menunaikan tanggungjawabnya atas pelanggaran hak-hak buruh migran
yang terjadi di dalam negeri.
Berikut adalah data yang dianalisis dari Departemen Tenaga Kerja Indonesia (Depnakertrans) yang
berhubungan dengan buruh migran Indonesia di Hong Kong.
Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
Year 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Men 505 42 6 2 1 1
Women 15,104 12,720 21,703 23,927 20,430 3,508
Total 15,809 12,762 21,709 23,929 20,431 3,509
Sumber: Diolah dari data Depnakertrans RI. Publikasi asli terdapat dalam riset AMC 2005 “Underpayment”
13
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Bandingkan tabel data di atas dengan tabel data dari Departemen Imigrasi Hong Kong di bawah ini.
Terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara pemerintah Hong Kong dan pemerintah Indonesia
mengenai data jumlah buruh migran Indonesia di Hong Kong.
Jumlah Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, 1998 – 2003 (dalam ribuan)
12/98 12/99 12/00 12/01 12/02 12/03 2/07
31.8 41.4 55.2 68.8 77.1 81.0 105.2
Sumber: Departmen Imigrasi Hong Kong, 2003, 2007. Publikasi asli terdapat dalam riset AMC 2005 “Underpayment”
Menurut data dari Departemen Imigrasi Hong Kong, selama 10 tahun dari 1992 hingga 2002
jumlah buruh migran Indonesia di Hong Kong meningkat rata-rata sebesar 37,9% setiap tahun. Hal
sebaliknya terjadi pada buruh migran dari Filipina yang pada periode sama, kendati secara keseluruhan
berjumlah lebih besar, setiap tahun turun sebesar 14,8%.
Perkembangan atau kecenderungan terakhir di Hong Kong menunjukkan bahwa terdapat penurunan
jumlah buruh migran Filipina yang tiba di Hong Kong dari jumlah buruh migran Indonesia yang terus
meningkat. Peningkatan jumlah migrasi buruh migran Indonesia ke Hong Kong dapat terjadi karena
perusahaan pengerah tenaga kerja mempromosikan buruh perempuan Indonesia sebagai pekerja yang
tunduk, patuh, dan bodoh. Keadaan ini sering dibenarkan karena sistem agen yang memang menempatkan
calon buruh migran dalam kondisi tidak siap baik dari segi pembekalan ketrampilan maupun pengetahuan,
informasi mengenai hak-hak mereka dan keterlibatan para agen-agen tenaga kerja dalam mempekerjakan
para buruh migran Indonesia dengan gaji di bawah standar minimum.
Hong Kong bukan satu-satunya negara tujuan buruh migran. Buruh migran Indonesia di Hong Kong
hanya mewakili 4,3% dari jumlah seluruh buruh migran Indonesia di luar negeri dan menyumbang secara
proporsional ke dalam ekonomi Indonesia melalui remitan. Sayangnya, laporan pemerintah Indonesia
mengenai jumlah remitan buruh migran Indonesia tidak akurat karena peningkatan jumlah remitan yang
besar sekali terjadi dari tahun ke tahun dalam jumlah keseluruhan remitan resmi buruh migran Indonesia
yang mencapai lebih dari satu milyar dolar tiap tahun.
Alasan buruh migran Indonesia untuk bekerja ke Hong Kong meliputi banyak aspek seperti: desakan
ekonomi dan sosial. Alasan ekonomi sering menjadi pendorong utama. Penelitian Asian Migrant Center
(AMC) tahun 2005 tentang underpayment melaporkan bahwa alasan-alasan khusus melakukan migrasi
ke Hong Kong dianggap merupakan cara untuk dapat meningkatkan ekonomi keluarga atau memperoleh
kebebasan pribadi, membantu sanak keluarga, dan menabung untuk memulai sebuah usaha. Sementara
mereka yang pergi karena alasan sosial mengatakan, pergi ke luar negeri karena ingin mendapat
pengalaman baru yang dapat mereka pakai dalam hidupnya kelak dan berguna bagi masyarakat setelah
tamat sekolah. Dalam penelitian yang sama sebelumnya dilaporkan mereka juga berkeinginan untuk
setara dengan teman-teman atau anggota keluarga yang sudah bekerja di luar negeri dan mengalami hal-
hal yang baru. Lebih dari itu, ada beberapa yang mengungkapkan bahwa masalah keluarga seperti
14
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
konflik dalam keluarga dan tuntutan sehari-hari yang membosankan sebagai faktor pendorong bagi
mereka untuk pergi.
Banyak buruh migran memilih untuk pergi bekerja ke Hong Kong karena gaji yang lebih besar. Dari
hasil gaji yang besar tersebut mereka berharap dapat mengumpulkan modal untuk memulai sebuah
usaha, bersekolah, membangun rumah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga sehari-hari. Lebih
dari itu, alasan utama memilih Hong Kong sebagai tujuan negara untuk bekerja karena Hong Kong
menyediakan peraturan-peraturan yang dapat melindungi calon dan buruh migran sektor rumah tangga.
Dari segi peraturan, Hong Kong adalah satu-satunya negara tujuan buruh migran yang mengakui
pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan dan telah memiliki peraturan yang menyeluruh untuk melindungi
buruh migran di sektor rumah tangga dan dengan demikian mengupayakan keadilan dalam hubungan
kerja. Selain itu, berbeda dari negara-negara tujuan migrasi lainnya, pemerintah Hong Kong mengijinkan
adanya serikat buruh migran dan karena itu juga mengijinkan otonomi tertentu bagi organisasi massa
yang memiliki daya tawar-menawar.
Sayangnya, peraturan-peraturan yang menjamin kesejahteraan buruh migran ini tidak dijalankan dalam
praktik dan pemerintah Hong Kong tidak melakukan proses pengawasan untuk memastikan dipatuhi
dan dijalankannya peraturan-peraturan tersebut sehingga secara sistematik hak-hak buruh migran
Indonesia terus menerus dilanggar. Dua penelitian lapangan terdahulu yang dilakukan oleh Asian Migrant
Center (AMC) tahun 2001 dan 2005 menemukan bahwa terdapat pemerasan dan praktek upah di
bawah peraturan yang ada (underpayment) secara sistematik terhadap buruh migran Indonesia di Hong
Kong. Penelitian lapangan ini juga menunjukkan bahwa eksploitasi sistematik dan meluas terhadap
buruh migran Indonesia ini masih akan terus terjadi.
1.5 Peraturan-Peraturan Migrasi di Hong Kong
Hong Kong adalah satu-satunya negara tujuan yang mengakui sektor rumah tangga sebagai pekerjaan.
Oleh karena itu, pekerja asing untuk sektor rumah tangga mendapat perlindungan dari hukum perburuhan
Hong Kong sama dengan pekerja setempat. Dengan demikian, mereka mendapat hak dan kebebasan
yang sama dengan pekerja setempat tanpa membeda-bedakan tempat kerja dan asal negara. Selain itu,
kondisi kerja para pekerja asing untuk sektor rumah tangga diatur dalam kontrak kerja yang baku. Di
dalam kontrak kerja tersebut dijelaskan bahwa majikan wajib menyediakan beberapa hal seperti upah
minimum, libur mingguan dan libur hari besar, makanan yang layak, cuti dan tiket pulang kampung.
Seperti yang dilaporkan dalam penelitian Underpayment AMC 2005, buruh rumah tangga di Hong
Kong dilindungi hak-haknya dalam Kontrak kerja baku yang memuat ketentuan upah minimum yang
diperbolehkan sebagaimana telah disebutkan di atas. Ketentuan upah minimum ini pertama kali diterapkan
pada tahun 1987 yang jumlahnya sebesar 2.900 HKD per bulan. Antara tahun 1987 dan 1998 jumlah
upah minimun ini secara bertahap naik karena ekonomi Hong Kong yang semakin sejahtera, dan
semakin kuatnya tuntutan dari buruh migran maupun buruh setempat. Akan tetapi, pada masa kemerosotan
ekonomi, pemerintah menjadikan ketentuan upah minimum ini sebagai target sasaran. Pemerintah pertama
kali mencoba memotong upah minimum ini pada tahun 1998 menyusul krisis ekonomi tahun 1997 yang
membuat Hong Kong dan beberapa negara Asia jatuh ke dalam resesi. Pada tahun 1999, untuk pertama
15
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
kali pemerintah berhasil menetapkan pemotongan upah minimum ini sebesar 5% sehingga angkanya
menjadi 3.670 HKD per bulan. Pada bulan Februari 2003 pemerintah berhasil menerapkan pemotongan
kedua sebesar 11% (400 HKD) sehingga angkanya menjadi hanya 3.270 HKD. Pada 18 Mei 2005,
pemerintah Hong Kong memberlakukan kenaikan upah minimum sebesar 50 HKD dan berlaku bagi
kontrak kerja yang efektif sejak 19 Mei, 2005 sehingga angkanya menjadi 3.400 HKD. Kenaikan
angka upah minimum tersebut adalah masih lebih rendah dari angka upah minimum yang diberlakukan di
tahun 1999.
Pada tahun 2003, pemerintah Hong Kong juga menetapkan pajak sebesar 9.600 HKD terhadap
majikan dari buruh migran untuk tiap kontrak sepanjang 2 tahun. Kebijakan ini diterapkan bersamaan
dengan pemotongan upah minimum pada tahun 2003 yang secara tidak langsung telah mengalihkan
beban pajak ini ke pundak para buruh migran karena 9.600 HKD setara dengan 400 HKD tiap bulan
sebagaimana pemotongan upah yang dibebankan kepada buruh migran. Dengan langkah ini pemerintah
Hong Kong telah melanggar kewajibannya sebagai penandatangan Konvensi ILO No. 97 tentang Migrasi
untuk Pekerjaan yang melarang pemberlakuan retribusi atau pajak yang diskriminatif terhadap buruh
migran.
Oleh karena pelanggaran tersebut oleh pemerintah Hong Kong, pengaduan disampaikan kepada
ILO. Sebagai akibatnya, Komite Para Ahli tentang Pelaksanaan Konvensi dan Rekomendasi menyebutkan
bahwa Badan Pengatur (Governing Body) “meyakini bahwa penerapan pajak ... bersifat tidak adil,”
dan oleh karena itu mereka meminta agar pemerintah Hong Kong memberikan informasi mengenai
masalah ini. Secara terpisah, sekelompok buruh migran dan pengacara mengajukan kasus pajak dan
pemotongan upah ini ke pengadilan tinggi Hong Kong pada tahun 2003, yang pada intinya mereka
mentang pemberlakukan pajak dan potongan gaji terhadap buruh rumah tangga. Tanpa menghiraukan
catatan dan rekomendasi dari ILO, Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa pemotongan upah dan pajak
tersebut adalah sesuatu yang sah dan merupakan dua kebijakan yang terpisah yang sampai hari ini masih
diberlakukan.
Padahal, Hong Kong telah meratifikasi berbagai konvensi inti hak asasi manusi PBB yang meliputi
antara lain Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Konvensi Internasional
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD) dan Konvensi Internasional tentang
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ECOSOC). Selain itu, Konvensi ILO tentang buruh migran,
yaitu Konvensi ILO No. 97 dan 98 masing-masing telah berlaku di Hong Kong sejak tahun 1990 dan
1975.
Seperti diketahui Hong Kong memiliki banyak produk kebijakan dan peraturan yang bersifat
melindungi tapi sekaligus juga merugikan hak-hak buruh migran. Salah satunya adalah kebijakan mengenai
‘syarat-syarat tinggal baru’ atau New Conditions of Stay (NCS). Aturan Baru tentang New Conditions
of Stay (NCS) di Hong Kong yang disahkan pada tahun 1987, lebih menjelaskan lagi adanya kebijakan
yang diskriminatif terhadap buruh migran di Hong Kong. Didalam aturan NCS tersebut dijelaskan bahwa
buruh sektor rumah tangga dilarang beralih profesi ke pekerjaan lain, buruh rumah tangga tidak memiliki
hak untuk menjadi warga negara Hong Kong/resident kendati telah menetap selama tujuh tahun, melarang
buruh rumah tangga untuk membawa serta keluarganya untuk tinggal di Hong Kong, dan menerapkan
16
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
persyaratan yang sangat rumit jika buruh rumah tangga hendak berganti majikan. “Ketentuan Dua Minggu/
Two-weeks rule” adalah sebuah aturan pelaksana dari NCS, di dalam ketentuan ini mewajibkan buruh
migran sektor rumah tangga untuk meninggalkan Hong Kong dalam waktu dua minggu sejak kontrak
kerjanya berakhir meskipun pengakhiran kontrak tersebut bukan merupakan kesalahan dari pihak buruh
rumah tangga. Pemberian waktu dua-minggu tidak cukup untuk mendapatkan seorang majikan baru
bagi buruh rumah tangga. Kendati Komite PBB untuk Anti diskriminasi Rasial dan Komite untuk Hak-
Hak Ekonomi, Sosial, Budaya telah berulang kali mengeluarkan laporan yang meminta pemerintah Hong
Kong untuk memperbaharui atau mencabut “Ketentuan Dua Minggu” tersebut, kebijakan itu tetap berlaku.
Lebih dari itu, kebijakan diskriminatif tersebut hanya ditujukan bagi buruh sektor rumah tangga di mana
kondisi-kondisi tersebut tidak diberlakukan terhadap buruh asing sektor lainnya.
1.6 Peraturan Migrasi di Indonesia
Peraturan Presiden No. 81 tahun 2006 adalah peraturan terbaru tentang pembentukan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Badan baru ini memiliki mandat
untuk melaksankan kebijakan yang berhubungan dengan penempatan dan perlindungan tenaga kerja di
Indonesia di luar negeri. Tugas BNP2TKI antara lain adalah menyediakan pelayanan, melakukan
koordinasi dan mengawasi proses migrasi internasional.
Secara hierakhis kekuatan hukum Peraturan Presiden No. 81 tahun 2006 berada dibawah UU.
Oleh karena itu, peraturan tersebut tidak mengganti UU No. 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan
Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (PPTKLN), tapi menambah peraturan tersebut. Sebagai
badan baru, belum dapat diketahui sejauh mana kekuatan BNP2TKI dapat mempengaruhi atau memiliki
kekuatan dan dampak terhadap pengaturan dan penempatan migrasi ke luar negeri dan perlindungan
bagi buruh migran Indonesia.
Pada akhir bulan September 2004, Undang Undang No. 39 tentang Perlindungan dan Penempatan
Tenaga Kerja ke Luar Negeri (PPTKLN) disahkan. Di dalamnya terdapat definisi buruh migran, agen-
agen tenaga kerja dan para pelaku lain dalam proses migrasi. Selain itu, UU ini juga menetapkan tugas
dan kewajiban pemerintah serta hak-hak buruh migran. Dalam UU ini terhadap rincian aturan tentang
penerapan tata cara penempatan, menyelesaian perselisihan serta sanksi-sanksi administratif. UU ini
hanya memuat pasal-pasal yang merinci tata cara untuk rekrutmen dan penempatan. Di dalamnya tidak
terdapat langkah-langkah nyata untuk melindungi buruh migran.
Semua pihak menyatakan penolakannya atas keberadaan UU No. 39. Menurut LSM dan serikat
buruh, UU No. 39 bersifat terlalu teknis dalam mengatur perekrutan dan penempatan buruh migran dan
tidak memuat langkah-langkah nyata untuk melindungi buruh migran. PJTKI menuduh bahwa UU ini
membebani mereka dan semakin mempersulit bisnis perekrutan dan penempatan buruh migran. Karena
faktor-faktor tersebut, baik para pembela buruh migran dan agen pengerah tenaga kerja sama-sama
mendesak agar UU ini direvisi. Bahkan, sebagian besar pembela buruh migran dan kelompok-kelompok
pendukung bergerak bukan hanya menuntut revisi tetapi pencabutan UU No. 39 ini.
Sebagian besar pembela buruh migran dan kelompok-kelompok pendukungnya terus
memperjuangkan hak-hak perlindungan hukum bagi buruh migran dan mengusulkan agar pemerintah
17
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
membuat undang-undang baru karena ketiadaan instrumen hukum yang menjamin perlindungan selama
proses rekrutmen, masa kerja dan kepulangan. Walaupun kedua UU tersebut menyebut dirinya sebagai
peraturan perlindungan, bagaimanapun, UU baru tetap diperlukan karena dalam prakteknya tidak
terdapat kebijakan-kebijakan untuk melindungi buruh migran selama proses migrasi tenaga kerja.
1.7 Perjanjian Bilateral
Kerja-kerja buruh migran di Hong Kong merupakan bagian dari sebuah proses internasional. Karena
memiliki dimensi internasional inilah kerja-kerja buruh migran, hukum-hukum di dalam negeri untuk
melindungi kerja-kerja buruh migran tidaklah mencukupi. Perjanjian bilateral adalah syarat utama dalam
menjamin konsistensi kebjakan karena para tenaga kerja ini melewati batas-batas internasional. Undang-
Undang yang mengatur buruh migran harus diselaraskan agar menjamin perlakuan yang adil selama
semua tahap rekruitmen dan penempatan. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki perjanjian bilateral seperti
itu dengan 20 negara tujuan penempatan buruh migran. Indonesia merundingkan perjanjian hanya dengan
Malaysia, Arab Saudi, Qatar, dan Jordania. Kalaupun terdapat perjanjian, sifatnya sangat superfisial
karena hanya mengatur penempatan dan gagal menjawab isu utama tentang perlindungan buruh migran.
Tidak adanya perjanjian bilateral saat ini antara Indonesia dan Hong Kong merupakan satu kebutuhan
yang sangat mendesak untuk dihadirkan.
18
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Bab 2: Metodologi Penelitian
2.1 Survei Lapangan Buruh Migran Indonesia
Survei Lapangan Buruh Migran Hong Kong (selanjutnya disingkat “ Survei IDW”) dilaksanakan di
Hong Kong dengan buruh migran Indonesia sebagai kelompok sasaran. Pengumpulan data dilakukan
melalui questioner yang disebar ke keseluruhan 2.097 responden.
Penentuan sampling buruh migran memakai metode kelompok acak (cluster random) di mana kluster
ditetapkan berdasarkan daerah-daerah di mana buruh migran Indonesia paling banyak berada. Yang
termasuk daerah sampel tidak hanya tempat-tempat di mana mereka menghabiskan libur mingguan
mereka, tapi tempat-tempat seperti sekolah-sekolah dan pasar-pasar yang mereka datangi selama waktu
jam-jam kerja mereka. Yang paling sering termasuk daerah sampel adalah Taman Victoria, daerah sekitar
Teluk Causeway, Taman Kowloon dan daerah Star Ferry di Tsim Sha Tsui, pasar Mong Kok, taman
Yuen Long, Plaza Ma On Shan, daerah seputar Plaza Tsuen Wan MTR, pasar Tai Po dan restoran-
restoran Indonesia, Jordan, Jalan Java dan daerah North Point, Sha Tin, mesjid Wan Chai dan sekitarnya
dan Yau Ma Tei.
Angket ini disebarkan oleh anggota IMWU, anggota KOTKIHO, orang-orang yang tinggal di shelter.
Survei dilakukan selama lebih dari empat bulan sejak September hingga Desember 2004 tidak saja
pada hari Sabtu dan Minggu, tapi juga beberapa hari dalam satu minggu. Umumnya, dibutuhkan waktu
1 jam untuk mengisi satu angket.
Keterbatasan-Keterbatasan dalam penelitian: Para pelaksana mengalami kesulitan dalam menjelaskan
tujuan dan maksud beberapa pertanyaan dalam survei yang kadang menghabiskan banyak waktu hingga
satu jam karena banyak responden takut menjawab pertanyaan-pertanyan. Mereka juga enggan untuk
terlibat karena lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi semua survei atau tidak percaya dengan
tujuan diadakannya survei. Begitu juga, beberapa responden berbohong karena mereka takut mengakui
bahwa upah mereka dibayar di bawah peraturan. Terutama, gaji, pungutan dari agen, hari libur adalah
tema-tema yang sensitif.
Dampak positif penelitian: Sejumlah responden mengalami pengisian questioner sebagai proses
pendidikan dan menjadi lebih tahu tentang hak-hak mereka. Lebih dari itu, kegiatan penelitian tersebut
menjadi bagian dari proses pendidikan baik bagi para pewancara dan utamanya buruh migran. Sejumlah
responden berulangkali mempertanyakan apakah kerahasiaan akan dijaga, khususnya buruh migran
yang masih baru di Hong Kong yang oleh agennya selalu diingatkan untuk tidak memberi informasi.
Beberapa di antara mereka juga menceritakan masalah yang mereka hadapi kepada para pekerja survei
dan kemudian hari datang ke serikat buruh untuk mencari penyelesaian. Dengan demikian pada pekerja
survei memiliki perasaan positif tentang keterlibatannya dalam penelitian ini.
Seluruh grafik, angka dan statistik diambil dari penelitian lapangan buruh migran Indonesia yang
dilakukan oleh AMC di Hong Kong.
19
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Penelitian Tambahan
Wawancara mendalam dilakukan dengan beberapa mantan dan buruh migran Indonesia yang masih
bekerja. Tambahan, wawancara dilakukan dengan perwakilan dari: organisasi-organisasi buruh migran,
konsulat Indonesia di Hong Kong, agen-agen tenaga kerja Hong Kong dan LSM-LSM pendukung
hak-hak buruh migran di Hong Kong. Laporan ini mengunakan hasil wawancara-wawancara tersebut.
20
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Bab 3: Profil Buruh Migran Indonesia di
Hong Kong
3.1 Profil Demografis dari Responden yang Disurvei
Asal Daerah
Lebih dari 99% buruh migran Indonesia yang disurvei adalah perempuan. 95% buruh migran Indonesia
sektor rumah tangga di Hong Kong berasal dari Jawa. Sebagian besar buruh migran berasal dari Jawa
karena Jawa merupakan pusat bisnis dan administrasi Indonesia. Kedua pusat tersebut merupakan
bagian yang menyatu dalam proses migrasi. Lebih-lebih dikarenakan faktor yang murah dan mudah
untuk mengunakan buruh migran dari Jawa disebabkan sebagian besar buruh migran harus melewati
bandara utama di Jakarta atau Surabaya. Kelompok terbesar khususnya, 62% berasal dari Jawa Timur,
daerah asal buruh migran yang paling banyak dan populer. Jawa Timur sudah lama dikenal sebagai
sumber utama buruh migran dari Indonesia karena daerahnya yang miskin dan tertindas selama pemerintah
Suharto. Kelompok terbesar kedua, 26% berasal dari Jawa Tengah dan 5% dari Jawa Barat, dan
sisanya, 5 berasal daerah-daerah lain di Indonesia. Buruh migran Indonesia di Hong Kong berasal dari
17 daerah-daerah Indonesia yang berbeda-beda.
Region of Origin
1285
543
10864 61
2.96%3.11%5.24%
26.35%
62.35%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Lampung All OtherRegions
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
21
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Usia
Kendati terdapat beragam usia, mayoritas buruh rumah tangga Indonesia berusia antara 20 dan 29.
Kelompok termuda berusia 18 dan kelompok tertua berusia 53. Kelompok terbesar, 74%, berumur
antara 20 hingga 29 dan sisa usia lainnya 26%. Usia 24 adalah yang paling umum. Rata-rata buruh
migran rumah tangga berumur 27 dengan perbedaaan umur 30. 12% buruh rumah tangga berumur 24
tahun. 10% bermur 25 sementara yang berumur 23 hanya 9%.
Age (years)
19
740 725
339
129
30
1.51%
6.51%
17.10%
36.58%37.34%
0.96%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
18-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Pendidikan
Salah satu alasan utama perempuan mencari kerja sebagai buruh rumah tangga disebabkan pekerjaan
rumah tangga tidak memerlukan pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Buruh rumah tangga di Hong
Kong memiliki pendidikan yang rendah. Mayoritas, 58%, buruh rumah tangga hanya lulus SMP. Kurang
dari 1% tidak tamat SMA. Hanya 30% sudah menyelesaikan pendidikan SMA. Sisanya, 12%, hanya
tamat SD.
22
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Education
249
1197
622
5 4 1
11.98%
57.60%
29.93%
0.24% 0.19% 0.05%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
primary junior highschool
highschool
degrees universitnot
graduated
universitygraduated
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Status Perkawinan
Saat survei ini dilakukan, lebih dari setengah jumlah buruh rumah tangga di Hong Kong mengaku
tidak menikah. Tercatat 52% belum menikah dan 43% telah menikah. Sisanya, 3% bercerai dan 2%
berstatus janda.
Marital Status
44
1067
891
65
3.14%
43.11%
51.62%
2.13%
0
200
400
600
800
1000
1200
Widow Single Married Divorced
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
23
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Jumlah Tangungan Keluarga
Alasan utama yang mendorong mayoritas buruh rumah tangga untuk bermigrasi disebabkan adanya
desakan ekonmomi keluarga; mereka bekerja untuk membantu ekonomi keluarga dan masyarakat tempat
mereka berasal. Selama lebih dari 12 bulan sebelum pelaksaan survei ini didapatkan, mayoritas, 96%
buruh rumah tangga memakai penghasilan mereka untuk membantu anak-anak, orang-tua, suami dan
sanak famili lainnya, dan sedikitnya punya satu tanggungan. Hasil survei menunjukkan bahwa tidak
hanya mayoritas buruh rumah tangga di Hong Kong telah memberikan sumbangan yang penting bagi
kehidupan perekonomian masyarakat dengan mengirimkan remitan dan dengan begitu juga meningkatkan
nilai tukar mata uang asing, tapi juga memikul beban dan tanggung jawab pemerintah Indonesia dalam
mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Selama diskusi kelompok terpadu, buruh migran mengatakan kepada kami bahwa salah satu alasan
yang mendorong mereka pergi ke Hong Kong adalah kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia.
Rendahnya gaji dan lapangan kerja di Indonesia mendorong buruh migran untuk mengambil keputusan
untuk pergi bekerja ke luar negeri. Korupsi dan nepotisme di Indonesia juga menjadi alasan mereka.Selain
itu terdapat permintaan pekerjaan sebagai buruh rumah tangga perempuan di luar negeri di mana hal ini
sekaligus menjadi kesempatan bagi mereka untuk pergi dari desa dan mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi keluarga. Hong Kong sebagai negara tujuan di ‘promosikan’ di Indonesia sebagai tempat yang
menjanjikan gaji yang tinggi dan menyediakan perlindungan hukum bagi para buruh yang bekerja di
sana. Karena gaji tinggi dan kurangnya kesempatan-kesempatan lain, maka mereka sering tidak
melaporkan praktek-praktek underpayment karena mereka takut kehilangan pekerjaan mereka, lebih-
lebih mempertimbangkan gaji yang masih lebih tinggi meskipun dibawah standar dari apa yang yang
dapat peroleh di Indonesia.
Setiap orang buruh rumah tangga rata-rata punya 4 tanggungan. Paling banyak, 25%, punya 3
tanggungan. Sebanyak 24% punya 2 tanggungan sedangkan 22% punya 4 tanggungan.
Sejak permulaan tahun 2007, terdapat 105.320 buruh rumah tangga di Hong Kong. Jika rata-rata
setiap buruh rumah tangga punya 4 tanggungan berarti mereka punya hampir setengah juta tanggungan
di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan betapa besar dan penting dampak buruh sektor rumah tangga
bagi kehidupan ekonomi dan sosial di Indonesia yang jauh melampaui seorang buruh migran yang
bermigrasi ke Hong Kong.
24
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Number of Dependants
74
599
984
346
7123
1.10%3.39%
16.50%
46.92%
28.56%
3.53%
0
200
400
600
800
1000
1200
0 1-2 3-4 5-6 7-8 9+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Pekerjaan Sebelumnya di Luar Negeri
Mayoritas buruh migran telah bekerja di Indonesia sebelum pergi bekerja ke luar negeri. Hanya 2%
mengatakan bahwa mereka belum pernah bekerja sebelum bermigrasi. Jika anda memasukkan ibu
rumah tangga sebagai bukan jenis pekerjaan, maka 12% buruh migran tidak memiliki pekerjaan sebelum
bermigrasi. Sebanyak 25% mengaku bekerja sebagai petani sebelum bermigrasi. 16% bekerja sebagai
buruh biasa dan 13% memiliki pekerjaan sebagai buruh pabrik. (Catatan: hanya terdapat 1140 dari
2097 jawaban atas pertanyaan survei yang diberikan. Ini berarti responden yang tidak memberikan
jawaban sebelumnya belum pernah bekerja dan tidak menjawab pertanyaan “Apa pekerjaan anda
sebelum bekerja di Hong Kong?”).
Tidak semua buruh rumah tangga Indonesia di Hong Kong telah mempunyai pengalaman sebelumnya
sebagai buruh migran di negara-negara tujuan lain, tapi mayoritas sudah pernah bekerja di luar negeri
sebelum bekerja di Hong Kong. Hal ini penting karena dapat menunjukkan bahwa Hong Kong bukanlah
satu-satunya negara tujuan pertama bagi kebanyakan buruh migran dan lebih-lebih mereka datang bekerja
ke Hong Kong setelah mereka memiliki pengalaman sebelumnya sebagai buruh rumah tangga di negara-
negara tujuan lainnya. Mayoritas, 59%, pernah bekerja sebelumnya di negara-negara tujuan selain Hong
Kong. Sebanyak 41% mengatakan bahwa Hong Kong adalah tujuan negara pertama. Sebanyak 54%
responden mengatakan bahwa mereka bekerja ke Singapura setelah sebelumnya bekerja di negara-
negara tujuan migrasi lainnya, menyusul 20% ke Malaysia dan 15% bekerja di Taiwan.
25
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Previous Work Overseas
692
259
194
113
12
0.94%
8.90%
15.28%
20.39%
54.49%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Singapore Malaysia Taiwan Middle EastOther
Non MiddleEast Other
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Lama Bekerja di Hong Kong
Berdasarkan survei ini, mayoritas BMI telah bekerja dan tinggal di Hong Kong selama 1 tahun atau
kurang pada kontrak pertama. Sebanyak 44% bekerja dan tinggal di Hong Kong selama satu tahun
atau kurang. 13% BMI mengatakan mereka bekerja dan tinggal di Hong Kong selama dua tahun. 15%
menyebutkan bahwa mereka bekerja dan tinggal di Hong Kong selama tiga tahun dan 10% selama 4
tahun. Masa kerja paling lama adalah 14 tahun. Rata-rata lama waktu kerja di Hong Kong adalah 27
bulan.
Years Working in HK
754
222264
177
92 86133
7.70%4.98%5.32%
10.24%
15.28%12.85%
43.63%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 or less 2 3 4 5 6 7+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
26
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Jumlah Majikan
Sebagian besar buruh rumah tangga di Hong Kong hanya punya satu majikan. Mayoritas, 75%,
hanya punya 1 majikan. 19%, 2 majikan, 5%, 3 majikan dan terakhir, 1%, 4 atau lebih majikan. Jumlah
majikan paling besar mencapai 6.
Number of Employers
1576
393
10416 1 1
0.05%0.05%0.77%4.97%
18.79%
75.37%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
1 2 3 4 5 6
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Para majikan Hong Kong masih akan terus menggunakan buruh rumah tangga asal Indonesia. Selama
diskusi kelompok, beberapa buruh migran mengatakan kepada kami bahwa alasan yang mendorong
para majikan Hong Kong lebih memilih buruh rumah tangga asal Indonesia daripada buruh rumah tangga
asal Filipina atau Cina disebabkan para majikan Hong Kong yakin bahwa buruh rumah tangga Indonesia
cukup digaji di bawah ketentuan yang berlaku dan juga dapat dieksploitasi. Alasan lain para majikan
Hong Kong tidak memilih buruh rumah tangga Cina disebabkan mereka tidak diharuskan untuk tinggal
di rumah majikan selama 24 jam sehari, tidak seperti buruh rumah tangga asing.
Para buruh rumah tangga mengeluhkan bahwa mereka diperlakukan seperti layanknya mesin oleh
para majikan mereka, lebih-lebih sebagai buruh murah. Biaya untuk mengurus anak di Hong Kong
setiap bulan besarnya kurang lebih mulai HKD 11,000 hingga 15,000, sementara buruh rumah tangga
hanya digaji HKD 3,480 dan diharuskan bekerja selama 24 jam tiap hari. Mereka juga mengatakan
bahwa para majikan memandang rendah mereka. Karena buruh rumah tangga Indonesia memiliki
pendidikan yang rendah dan bodoh, maka para majikan merasa berhak untuk melakukan apa saja yang
27
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
mereka suka kepada mereka. Buruh migran juga mengatakan kepada kami bahwa banyak majikan
percaya bahwa mereka dapat menguasai mereka karena mereka membayar gaji mereka, dengan begitu
dapat memperlakukan mereka seperti tidak bedanya dengan mesin. Perasaan superioritas para majikan
juga sangat kuat maka tidak heran para majikan memberikan alat perlengkapan makan secara terpisah,
seperti seorang binatang agar mereka ‘tidak mengotori’ alat-alat perlengkapan makan keluarga.
28
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Bab 4: Rekrutmen dan Isu-Isu Pra-
Keberangkatan
Selama tinggal di sana, kami tidak pernah diizinkan keluar. Ada sekitar 300-400 perempuan di
dalam balai pelatihan saat itu dan hanya 12 kamar mandi yang mana jumlah itu tidaklah cukup.
Kami semua harus tidur di lantai.
– Wawancara dengan seorang buruh migran ‘4’
dari Salatiga, Jawa Tengah
4.1 Proses Pra-Keberangkatan dan Eksploitasi
Sebelum berangkat ke luar negeri seluruh buruh migran Indonesia harus melewati berlapis-lapis
prosedur dengan sistem yang rumit dan eksploitatif. Sistem yang seharusnya dimaksudkan dapat
membantu dan melindungi pekerjaan dan kehidupan buruh migran di luar negeri, dalam prakteknya
justrus digunakan untuk memperkaya pihak-pihak yang terlibat dalam proses, seperti memperkaya
calo, memperkaya lembaga dan pejanat pemerintah, memperkaya agen perekrut tenaga kerja, dan
pihak-pihak terkait lainnya. Mereka semua menjadikan buruh migran sebagai ‘sapi perah’ yang dapat
dimanfaatkan setiap saat. Berikut adalah proses pra-keberangkatan buruh migran yang diambil dari
buku Hukum Indonesia, Kebijakan-Kebijakan dan Praktek-Praktek Yang Berhubungan dengan
Buruh Migran: Rekomendasi dan Tinjauan yang diterbitkan oleh ILO Jakarta. Mohon untuk
diperhatikan bahwa proses-proses berikut ini merupakan langkah-langkah resmi dari peraturan mengenai
proses migrasi. Dalam kenyataannya, setiap buruh migran memiliki pengalaman yang berbeda-beda
disebabkan tahap-tahap dalam proses tersebut selalu diabaikan, diubah atau ditambah menurut kebutuhan
mereka. Setiap tahap, setiap dokumen atau perizinian yang harus didapatkan menjadi ajang kesempatan
bagi praktek-praktek pemerasan yang tidak berkesudahan terhadap buruh migran.
• Agen rekruitmen swasta dan disnaker setempat mengadakan seminar pra-kerja bagi para
pencari kerja.
- Sebagian besar calon buruh migran tidak menghadiri seminar-seminar pra-kerja ini
• Para pencari kerja yang tertarik untuk bekerja sebagai buruh migran mendaftar di disnaker
stempat
- Sebagian besar calon buruh migran tidak mendaftarkan diri mereka ke disnaker setempat.
Hampir seluruh calon buruh migran di-rekrut di desa-desa mereka oleh calo/sponsor.
• Agen rekruitmen swasta melakukan seleksi kepada calon buruh migran.
29
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
• Menandatangani dokumen perjanjian penempatan kerja.
- Dokumen perjanjian kerja yang telah ditandatangani oleh agen dan pekerja dan yang
diserahkan sebelumnya kepada Disnaker setempat dalam prakteknya tidak pernah
diberikan kepada para calon pekerja dan lebih-lebih dokumen tersebut tidak memuat
informasi-informasi yang diperlukan bagi para pekerja.
Perjanjian penempatan kerja berisi informasi-informasi berikut ini:
- Nama dan alamat agen
- Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan dan alamat buruh migran
- Nama dan alamat calon majikan
- Hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak perjanjian kerja
- Pekerjaan dan jenis pekerjaan yang akan dijalani oleh buruh migran.
- Jaminan yang disediakan oleh agen kepada buruh migran tentang kewajiban-kewajiban
majikan jika majikan melanggar kontrak kerja
- Waktu keberangkatan calon buruh migran;
- Biaya penempatan harus dibayar oleh buruh migran dan cara pembayaran biaya
penempatan
- Tata cara penyelesaian perselisihan
- Akibat-akibat pelanggaran perjanjian penempatan oleh kedua pihak
• Agen rekruitmen swasta memberikan nilai asuransi pra-kerja atas nama calon buruh migran.
• Pelatihan kerja untuk calon buruh migran yang tidak memiliki ketrampilan dan pengalaman
kerja.
- Dalam prakteknya, banyak agen-agen rekruitmen swasta memberikan sedikit pelatihan
atau sama sekali tidak menyediakan pelatihan. Balai-balai pelatihan sering digunakan
sebagai alasan untuk mengenakan biaya agen yang tinggi dan menahan calon buruh
migran untuk berangkat bekerja ke luar negeri.
• Calon buruh migran menjalani tes-tes kesehatan dan psikologi
• Pengurusan KTP calon buruh migran.
- Sejumlah data diri dalam KTP diganti. Pengeluaran kartu diperlukan: sebuah surat dari
Kepala Rukun Warga pelamar kerja; fotokopi kartu keluarga; sertifikat kelahiran; dan
dua foto ukuran paspor.
• Agen rekruitmen swasta memperoleh salinan resmi sertifikat terakhir pendidikan formal calon
buruh migran
• Pengurusan Surat nikah calon buruh migran (dan sertifikat perkawinan jika diperlukan)
• Pengurusan surat izin dari calon keluarga terdekat buruh migran
- Buruh migran harus menyediakan surat izin dari suami dan orang tua/pelindung.
Persyaratan yang paternalistik dan seksis ini lebih-lebih merendahkan harga diri calon
buruh migran.
• Calon buruh migran mengikuti ujian kompetensi dan memperoleh sertifikat kompetensi
- Sertifikat kompetensi dengan mudah dapat dibeli. Ini berarti tidak ada dorongan yang
30
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
kuat agar balai-balai pelatihan menyediakan kursus-kursus pelatihan yang bermutu.
• Pengurusan surat rekomendasi paspor dan hanya dapat dikeluarkan jika ada sebuah
rekomendasi dari Disnaker setempat.
• Calon buruh migran memperoleh paspor
• Pengurusan surat kelakuan baik atau bebas dari catatan kejahatan calon buruh migran (jika
negara tujaun memerlukan)
• Pengurusan visa calon buruh migran di kedutaan/konsulat negara tujuan di Indonesia
• Membayar biaya Development/Pengembangan Buruh Migran
• Calon buruh migran menandatangani kontrak kerja
- Banyak buruh migran tidak pernah menerima kontrak kerja. Bagi buruh migran yang
memperoleh kontrak kerja, mereka sering diberikan selama pengarahan pra-
keberangkatan, di mana mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk bertanya sebelum
menandatangani
• Pengarahan pra-keberangkatan
- Pemerintah seharusnya memberikan pengarahan pra-keberangkatan secara cuma-cuma,
tapi para pejabat selalu meminta agen-agen swasta untuk mengenakan biaya sebesar
15.000 kepada masing-masing calon buruh migran
• Pengurusan deposito dan rekening bank buruh migran
• Agen mengambil asuransi kerja dan paska-kerja buruh migran
• Pengurusan Kartu Identitas Kerja di Luar Negeri calon buruh migran
• Pengurusan rekomendasi pembebasan pajak keberangkatan
• Pengurusan tiket
• Calon buruh migran yang berangkat menggunakan pesawat udara membayar pajak bandara
• Calon buruh migran berangkat ke negara tujuan
4.2 Kurang Informasi
Agen-agen tenaga kerja Indonesia tidak melakukan pekerjaan dan kewajibannya sebagaimana
semestinya dalam memberikan informasi dan pendidikan kepada calon buruh migran mengenai proses
migrasi dan hak-hak mereka sebagai buruh migran. Lebih-lebih, pemerintah Indonesia juga sangat sedikit
sekali memberikan informasi kepada buruh migran mengenai proses migrasi atau hak-hak mereka. Para
calon buruh migran Indonesia memperoleh informasi mengenai diri mereka justru dari banyak sumber
yang berbeda. Sayangnya banyak sumber-sumber yang mereka dapatkan tidak dapat dipercayai dan
sumber-sumber seperti PL, sponsor dan calo sering dengan sengaja menyesatkan calon buruh migran
itu sendiri, Lebih-lebih, banyak agen tenaga kerja yang secara sengaja menyembunyikan informasi dari
calon buruh migran agar mereka dapat mempromosikan mereka sebagai buruh yang patuh kepada
calon-calon majikan.
Keenganan dan ketidakperdulian para agensi tenaga kerja untuk mendidik dan memberdayakan
buruh migran merupakan permasalahan yang serius. Buruh migran Indonesia sangat membutuhkan
pendidikan dan pemberdayaan disebabkan mereka tidak mengetahui apa-apa tentang diri mereka sebagai
31
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
buruh migran dan hak-hak mereka. Pertama, banyak buruh migran memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, bahkan banyak yang tidak lulus SD. Kedua, perempuan Indonesia sering diajari untuk berperilaku
patuh dan pasif dan tidak boleh mempertanyakan posisi kekuasaan dalam sistem patriarki. Budaya
nrimo, berserah dan keyakinan bahwa suatu kejadian pasti mempunyai unsur baik dan buruk yang
asalnya dari kehendak Tuhan. Faktor-faktor ini telah melemahkan buruh migran Indonesia oleh karenanya
mereka perlu sekali untuk diajari mengenai hak-hak mereka.
Kepada Siapa Anda Mengetahui Hong Kong?
Buruh migran membutuhkan informasi mengenai kondisi bekerja di luar negeri dari seseorang. Paling
banyak, buruh migran memperoleh informasi mengenai kerja di Hong Kong dari seorang broker/PL/
calo/sponsor. Sebanyak 45% mengatakan bahwa mereka mengetahui tentang keadaan kerja di Hong
Kong dari seorang broker/PL/Calo/Sponsor. Beberapa yang lain mengaku mengetahui keadaan kerja
di Hong Kong dari teman-teman/tetangga (13%). Keluarga adalah sumber informasi terkecil bagi para
buruh migran untuk mengetahui keadaan kerja di Hong Kong (9%).
Who did you learn about Hong Kong from?
1015
53
191
798
124
360
45.23%
2.36%
8.51%
35.56%
5.53%2.67%
0.13%
0
200
400
600
800
1000
1200
Bro
kers
/ P
L/
Calo
/ S
po
nsor
By m
y s
elf
Fam
ily
Fri
en
ds/
Ne
ighb
ours
Mass M
edia
/A
dve
rtis
em
ent
Oth
er
PJT
KI/ P
T/
Em
plo
ym
ent
Age
ncie
s
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
32
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Kesadaran terhadap Hukum Perburuhan Hong Kong
Agen-agen tenaga kerja memiliki tanggungjawab untuk memberikan informasi kepada buruh migran
tentang hak-hak dan kewajiban mereka selama proses migrasi. Kenyataan yang menyedihkan tidak
hanya para agen tenaga kerja tidak melakukan pekerjaan dan memenuhi tanggungajawab mereka untuk
memberikan informasi kepada para buruh migran, lebih dari itu, mereka sering dengan sengaja
menyembunyikan infomasi dari mereka agar mereka tidak mengetahui dan mempergunakan hak-hak
mereka. Para agen-agen tersebut ‘menjual’ para buruh migran Indonesia kepada para majikan di Hong
Kong sebagai buruh yang mudah untuk dieksploitasi dibandingkan dengan para buruh migran asal Filipina.
Seorang buruh migran mengatakan kepada kami bahwa dia menerima sebuah buku dari Departemen
Imigrasi Hong Kong saat mereka pergi mengambil KTP. Buku ini berisi tentanga hak-hak dia sebagai
seorang buruh migran di Hong Kong. Namun buku ini kemudian disita oleh agen tenaga kerja Hong
Kong tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk membaca isi buku tersebut. Seorang buruh
migran lainnya menceritakan soal kasusnya karena dia mengetahui kalau dia seharusnya memperoleh
gaji sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tapi majikannya mengatakan kepadanya bahwa dia mendapat
gaji yang rendah karena dia tidak mempunyai pengalaman kerja.
Seorang buruh migran lainnya juga mengatakan kepada kami tentang bagaimana hak-haknya tidak
pernah dijelaskan kepadanya ketika dia masih tinggal dibalai penelitian di Indonesia. Untuk pertama
kalinya, dia baru dapat mengetahui tentang hak-haknya karena dia kebetulan memegang kontrak kerja
dan membacanya selama perjalanan di pesawat ke Hong Kong. Ketika dia tiba di Hong Kong, kontrak
kerja tersebut diambil darinya oleh agen Hong Kong dan diberitahu mengenai gajinya yang hanya HKD
1,800 dan tidak ada hari libur. Dari hasil diskusi-diskusi kelompok kami dengan buruh migran di Hong
Kong, didapatkan bahwa sebagian besar buruh migran merasa tidak dapat berbuat apa-apa atas hal-
hal yang dikatakan oleh agen-agen mereka disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan sama sekali
tentang hak-hak mereka.
Sebanyak 34% buruh rumah tangga mengatakan bahwa mereka tidak diberitahu mengenai gaji, libur
istirahat dan cuti mereka oleh agen atau orang-orang yang merekrut mereka sebelum datang ke Hong
Kog. Sementara, sebagian besar (64%) mengaku bahwa mereka hanya diberitahu sebagian saja, mengenai
hak-hak mereka. Kurangnya informasi mengenai hak-hak mereka menciptakan banyak masalah dalam
seluruh rangkaian proses migrasi dan semakin mempersulit upaya-upaya pemberdayaan terhadap buruh
migran. Kurangnya informasi mengenai hak-hak buruh migran inilah yang menjadikan mereka rentan
dan begitu mudah terjebak dengan proses rekruitmen illegal, penipuan dan pemerasan dan terperangkap
dalam jeratan hutang yang tidak berkesudahan.
Mengenai hukum Perburuhan di Hong Kong, sebanyak 40% buruh migran mengatakan bahwa agen
tenaga kerja hanya memberitahukan secara samar-samar mengenai hukum Perburuhan di Hong Kong
kepada mereka sebelum keberangkatan mereka ke Hong Kong. Sebagian lain (29%) mengaku mereka
mengetahui hukum Perburuhan Hong Kong dengan baik, sementara hanya sebagian kecil mengatakan
bahwa hukum Perburuhan di Hong Kong dijelaskan kepada mereka dengan sangat tidak jelas. Sisanya
(23%) mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak dijelaskan mengenai hukum Perburuhan di Hong
Kong.
33
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Awareness of HK Laws
472
172
595
840
8.27%
40.40%
28.62%
22.70%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Not at all Very vaguely Yes clearly Yes vaguely
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
4.3 Para Brokers (Calo-Calo)
Menurut laporan penelitian Underpayment AMC 2005, para brokers merupakan satu permasalahan
utama bagi buruh migrant. Mereka populer disebut sebagai “PL atau sponsor”. Dalam situasi kurangnya
informasi, para sponsor atau broker menjadi tumpuan harapan para calon migran untuk mendapatkan
informasi. Para sponsor juga bekerja sebagai agen bagi berbagai PJTKI. Tetapi, keberadaan sponsor
dianggap sebagai suatu permasalahan oleh pemerintah. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 104.A/
2002 dengan tegas telah melarang praktik-praktik sponsor kerja bagi agen-agen tenaga kerja. Tetapi
para sponsor tetap terus menandatangani kontrak kerja satu tahun dengan agen sementara pejabat
daerah menutup mata terhadap praktik itu. Meskipun mereka beroperasi secara ilegal dan tidak
meyakinkan, mereka sering mendapatkan calon buruh migran dan bahkan menjadikan itu pilihan
mempertahankan hidup.
Pembayaran di Indonesia
Tentu saja, para broker atau calo tidak bekerja tanpa mengharapkan imbalan. Yang sering terjadi
buruh migran seringkali sudah diharuskan untuk membayar, termasuk biaya agen yang tinggi sebelum
keberangkatan mereka ke Hong Kong. Sebanyak 34% buruh migran mengatakan, mereka sudah harus
membayar kepada seseorang di Indonesia sebelum berangkat. Broker adalah pihak yang paling sering
menerima pembayaran di Indonesia. Mayoritas buruh migran (59%) membayar kepada broker/PL/
Calo/Sponsor, sebagian lain (37%) membayar kepada PJTKI/Agen dan sebagian kecil (5%) membayar
34
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
kepada seseorang laiinya. Dari seluruh responden yang diwawancarai, termasuk mereka yang tidak
harus membayar, sebanyak 22% membayar kepada broker/PL/Calo/Sponsor, kemudian 13% membayar
kepada PJTKI/Agen dan terakhir, 2% membayar kepada seseorang lainnya. Rata-rata buruh migran
yang membayar, mereka menghabiskan HKD 495 untuk memenuhi semua persyaratan yang diperlukan.
Rata-rata semua buruh migran, termasuk mereka yang tidak membayar, menghabiskan HKD 166.
Pembayaran paling besar adalah HKD 500, diikuti HKD 300 dan paling kecil sebesar HKD 200.
Payment In Indonesia
58.76%
4.90%
36.34%
13.45%
1.81%
21.75%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Brokers/ PL/ Calo/Sponsor
Other: PJTKI/ PT/Employment
Agencies
%o
f W
ork
ers
Of Those Who Paid
Of All Women
Amount Paid in Indonesia (HKD)
477
141
4515 22
1.05%0.72%2.15%
6.75%
22.82%
0
100
200
300
400
500
600
1-499 500-999 1000-1499 1499-1999 2000+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
35
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
4.4 Balai Latihan Kerja (Penampungan)
Setelah calon buruh migran mendaftarkan ke agen tenaga kerja Indonesia, PJTKI/PPTKI, mereka
akan dikirim ke sebuah penampungan sebelum siap diberangkatkan ke luar negeri. Penampungan ini
biasanya terletak di kota-kota besar dan jauh dari kampung halaman calon-calon buruh migran. Sebelum
tahun 1996, buruh migran belum diwajibkan untuk tinggal di balai latihan kerja sebelum keberangkatan
mereka ke luar negeri. Mulai tahun 1996 kewajiban untuk tinggal dibalai latihan diberlakukan dengan
alasan untuk mengajari calon buruh migran ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk kebutuhan
bekerja di luar negeri. Bukti anekdot atau pengalaman pribadi buruh-buruh migran ini menunjukkan
bahwa pelatihan yang diterima selama mereka berada dibalai latihan kerja sering dilakukan secara
terburu-buru dan utamanya hanya digunakan untuk menutupi-nutupi biaya agen yang tinggi.
Sebelum berangkat ke luar negeri, seluruh calon buruh migran diharuskan untuk mengikuti prosedur
sistem balai latihan kerja di Indonesia. Sistem balai latihan kerja dipenuhi dengan praktek-praktek
pelanggaran hak-hak asasi manusia. Sistem balai latihan kerja yang ditujukan untuk mempersiapkan
calon buruh migran supaya dapat siap bekerja dan hidup di luar negeri memerlukan perubahan segera
dan sistematik. Setiap hari, calon buruh migran menghabiskan waktu di luar ketentuan selama mereka
tinggal di balai latihan kerja. Fasilitas-fasilitas balai latihan kerja juga buruk dan tidak memadai. Pelatihan
dilakukan secara tergesa-gesa. Lebih-lebih mereka diperlakukan paling banyak seperti layaknya seorang
tahanan, dilarang keluar rumah, berkomunikasi dengan sanak keluarga dan atau pergi mengunjungi
famili atau orangtua yang sedang sakit atau bahkan meninggal.
Lama Tinggal di Balai Latiha Kerja/Penampungan
Ada berbagai masalah yang terjadi di penampungan atau berhubungan dengan sistem balai latihan
kerja. Salah satu persoalan utama adalah lamanya waktu menunggu yang diperlukan sebelum calon
buruh migran diberangkatkan ke luar negeri. Sebanyak lebih dari 99% tinggal dan menunggu di
penampungan sebelum keberangkatan ke luar negeri. Mayoritas calon buruh migran (51%), menghabiskan
3 hingga 6 bulan di penampungan sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Lamanya waktu kedua (24%)
di penampungan adalah kurang dari 3 bulan. Lamanya waktu ketiga (17%) di penampungan adalah 6
hingga 9 bulan. Sebanyak 5% menghabiskan waktunya di penampungan selama 9 hingga 12 bulan
sementara 3% menunggu di penampungan selama lebih dari 12 bulan.
36
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Time Spent in Training Camp
10
493
1070
348
11254
2.59%5.37%
16.67%
51.27%
23.62%
0.48%
0
200
400
600
800
1000
1200
No Less than3 months
3 to 6months
6 to 9months
9 to 12months
More than12 months
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Pelatihan yang Diterima
Selama di penampungan PJTKI, para calon buruh migrant yang seharusnya diberikan pelatihan atau
latihan-latihan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat bekerja dengan baik sebagai buruh rumah tangga
di Hong Kong, pada prakteknya diberikan dengan terburu-buru dengan tingkat kualitas yang berbeda-
beda antara balai latihan kerja satu dengan yang lain. Lebih dari 99% responden mengaku bahwa
mereka menerima beberapa jenis pelatihan ketrampilan sebelum berangkat ke Hong Kong dengan lebih
dari 95% menerima 5 jenis pelatihan ketrampilan, seperti memasak, merawat anak, merawat orang tua
dan bersih-bersih. Meskipun mayoritas calon buruh migran menerima pelatihan, namun demikian, pelatihan
kerap diberikan secara singkat dan utamanya hanya digunakan untuk membenarkan pembayaran biaya
agen yang tinggi. Sebagai contoh, beberapa buruh migran memberitahukan kepada kami soal pelatihan
ketrampilan bahasa yang dianggap mustahil untuk dipelajari karena peserta belajar yang ratusan jumlahnya
di dalam kelas.
Seorang buruh migran mengatakan kepada kami bahwa dia diharuskan membayar biaya agen sebesar
HKD 21,000, meskipun dia hanya tinggal selama satu minggu di penampungan. Selain kondisi
penampungan yang buruk, ia harus membeli makanan dari luar. Menurut pengakuannya, hanya terdapat
2 kamar mandi di penampungan yang kadang-kadang dipakai oleh 5-10 orang bersama-sama. Dia
mendapatkan dua pelajaran bahasa Kanton dan seharusnya juga pelajaran memasak, tapi karena
penguasaan ketrampilan si pelatih yang sangat buruk dan lebih-lebih dia lebih berpengalaman, maka dia
memutuskan untuk belajar sendiri. Contoh seperti ini menunjukkan bahwa balai latihan kerja hanya
bertujuan untuk menutup-nutupi biaya agen yang tinggi dan menahan para calon buruh migrant selagi
mereka menunggu datangnya tawaran pekerjaan di luar negeri. Jika tawaran bekerja datang dengan
cepat, maka para calon buruh migran akan segera diberangkatkan tanpa perduli apakah mereka sudah
diberikan pelatihan ketrampilan yang cukup atakah tidak, dan tentunya mereka masih harus membayar
37
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
biaya penuh agen.
Buruh migrant lainnya menceritakan kepada kami bagaimana pengalamanya tinggal di penampungan
selama lima bulan dan pengalamannya belajar bahasa Kanton selama waktu itu. Meskipun dia sungguh-
sungguh menerima pelatihan ketrampilan bahasa Kanton, dia biasanya tidak dapat mendengar apa-apa
selama belajar karena terdapat kurang lebih 500 siswa di kelas tersebut. Lagi-lagi, balai latihan kerja
tidak dibuat untuk mendidik para calon buruh migran, tapi sengaja digunakan untuk menciptakan dan
menutupi biaya agen yang tinggi. Seorang buruh migran ketiga yang kami wawancarai juga menceritakan
bagaimana dia menghabiskan waktunya di penampungan selama dua tahun sebelum diberangkatkan ke
Hong Kong. Selama waktu dua tahun itu, dia dilarang untuk meninggalkan tempat balai latihan kerja dan
orangtuanya hanya diizinkan menjenguknya selama dua jam padahal orangtuanya menghabiskan waktu
selama 7 jam perjalanan dari tempat tinggalnya ke balai latihan tersebut. Fasilitas pun juga buruk. Setiap
orang harus tidur di lantai dan masing-masih tempat mandi digunakan oleh 5 orang. Dia juga diharuskan
membayar biaya agen sebesar HKD 21,000.
Ketiga cerita ini menunjukkan bahwa tidak soal berapa lama seorang calon buruh migran tinggal atau
menunggu di penampunnga, mulai dari satu minggu hingga dua tahun, setiap orang harus membayar
biaya agen. Juga tidak soal seandainya pun fasilitas penampungan yang tidak memadai, seandainya
tidak terdapat cukup makanan atau seandainya kelas-kelas bahasa tidak berjalan efektif. Yang menjadi
soal adalah penampungan atau balai latihan kerja digunakan untuk menciptakan biaya-biaya yang tidak
perlu atau menutupi keberlakuan adanya biaya agen yang tinggi, tidak diberdayakan untuk menjadi
buruh yang produktif yang dapat memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang buruh migran di negara
sendiri dan di luar negeri.
Training Received
2083 2069 2057 2043 1996 2054
374
17.84%
97.95%95.18%97.42%98.09%98.66%99.33%
0
500
1000
1500
2000
2500
Rec
eive
d Tra
inin
g
Training
in la
ngua
ges
Training
in coo
king
Training
in c
hild
care
Training
in e
lder
lyca
re
Training
in C
lean
ing
Training
in o
ther
No
. o
f W
ork
ers
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
38
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Fasilitas Balai Latihan Kerja (Penampungan)
Selain balai latihan kerja, penampungan juga memiiki fasilitas yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Meskipun jawaban responden beragam, namun terdapat persamaan jawaban mengenai soal
fasilitas di penampungan. Sebagian besar penampungan memiliki sebagian fasilitas yang dibutuhkan bagi
calon buruh migran, sekitar 2% dari buruh migran melaporkan bahwa fasilitas-fasilitas utama, seperti
akomodasi, kesehatan, makanan, komunikas, air minum atau bersih tidak tersedia. Di anntara 80% dan
85% dari seluruh buruh migran menilai fasilitas-fasilitas yang ada sebagai baik atau rata-rata. Fasilitas
kesehatan adalah jenis fasiltas yang paling rendah pengadaannya di penampungan di mana sebanyak
16% buruh migran menilainya sebagai buruk atau tidak tersedia.
Training Camp Facilities
6.31% 3.11% 2.88% 2.29% 2.48% 2.53%
50.96%
38.23% 39.52% 40.92%49.12% 42.18%
35.55%
42.21% 43.48% 41.06%36.48%
39.31%
7.08%14.90% 13.92% 14.16% 11.58% 15.64%
0.34%0.34%1.56%0.20%1.55%0.10%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Accom
mod
ation
Med
ical S
ervice
s
Food
Supplied
Com
mun
icat
ions
Drin
king
Wat
er
Hyg
iene
% o
f W
ork
ers None
Poor
Average
Good
Excellent
Pelanggaran HAM di Balai Latihan Kerja (Penampungan)
Banyak buruh migran mengalami pelanggaran hak-hak manusia selama tinggal di penampungan.
Untuk contoh-contoh dan pengalaman-pengalaman pribadi mengenai pengalaman-pengalaman dan
pelanggaran terhadap hak-hak asasi buruh migran di penampungan, silakan membaca laporan
Underpayment 2005.
Penelitian IDW mendapatkan terdapat sebanyak 40% dari buruh migran yang melaporkan adanya
bentuk-bentul pelanggaran selama mereka tinggal di penampunga. Sebanyak 35% dari buruh migran
mengatakan perlakuan kekerasan yang paling biasa mereka alami selama di penampungan adalah jenis
kekerasan verbal. 5% dari buruh migran mengalami kekerasan fisik atau pemukulan, 3% dilecehkan
secara seksual dan paling sedikit, 1%, diperkosa. Sebanyak 60% dari buruh migran melaporkan bahwa
tidak pelanggaran hak-hak asazi manusia selama tinggal di penampunga.
39
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Hak-hak asazi manusia sering didefinisikan sebagai hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia di
mana tanpa hak-hak tersebut manusia tidak dapat dikatakan layaknya hidup sebagai manusia. Melanggar
hak-hak manusia seseorang berarti sama halnya memperlakukan seseorang tersebut sama halnya dia
bukan seorang manusia. Suatu pelanggaran hak-hak asazi manusia dapat terjadi saat ke-martabatan
atau kemanusiaan seseorang tidak dihargai. Secara khusus hak-hak manusia merupakan hak-hak dasar
dan kebebasan yang dimiliki oleh semua manusia, termasuk hak untuk hidup dan kebebasan, kebebasan
berpikir dan berpendapat, dan kesetaraan dalam hukum. Definisi tentang hak-hak manusia seperti inilah
yang paling biasa dianut dan diterima banyak orang. Namun begitu, pemahaman terhadap hak-hak
asazi seperti ini bukan berarti bahwa buruh migran juga memiliki pemahaman yang sama mengenai hak-
hak mereka dan konsep umum mengenai hak-hak manusia.
Yang memprihatinkan adalah kenyataan bahwa sebagian buruh migran tidak terbiasa dengan konsep-
konsep tentang hak-hak asazi manusia. Mulai dari bangku sekolah, agen-agen tenaga kerja dan
penampungan hingga di Hong Kong, tidak ada seorang pun yang memberitahukan kepada buruh migran
bahwa mereka juga berhak atas hak-hak dasar manusia. Oleh karena itu, jawaban-jawaban pertanyaan
mengenai hak-hak manusia harus dipahami dalam latar belakang seperti ini. Kenyataan bahwa sebanyak
60% dari buruh migran menjawab bahwa tidak ada pelanggaran hak-hak asazi manusia selama mereka
tinggal di penampungan merupakan indikasi bahwa ada sedikit pelanggaran hak-hak manusia di sana.
Sebuah indikasi betapa rendahnya kesadaran dan pemberdayaan yang ada di antara para buruh migran
Indonesia mengenai hak-hak dasar manusia.
Training Camp HRV
10 49110
723
6
1253
60.15%
0.29%
34.81%
5.31%2.37%0.48%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
HRV R
ape
Sexua
l Har
assm
ent
Physica
l Abu
se
Verba
l Abu
se
Oth
er
No
Violatio
ns
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Wawancara penelitian Underpayment AMC 2005 dengan buruh migran telah menunjukkan bahwa
banyak penampungan tidak mempunyai kamar mandi yang cukup. Para buruh melaporkan bahwa
40
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
mereka harus bangun jam 5 pagi untuk antri mandi. Satu buruh menyatakan bahwa penampungan
mereka tidak mempunyai toilet; karena itu mereka harus menggunakan WC umum. Tidaklah biasa
dimana sebanyak 5 orang mandi bersama dalam satu kamar mandi pada waktu yang sama, yang dengan
begitu mengabaikan privasi atau kenyamanan pribadi para buruh.
Persoalan lainnya yang tidak kalah signifikan adalah selama tinggal di penampungan atau di pelatihan,
banyak buruh migran yang diwajibkan untuk bekerja, mulai dari kerja rumah tangga hingga bekerja di
toko-toko atau restoran-restoran. Sementara beberapa diantara buruh migran dibayar dengan gaji yang
rendah, sebagian lain tidak dibayar sama sekali. Oleh karena itu, calon buruh migran pada dasarnya
dipaksa menjadi budak.
Box Story
Nama: Buruh Migran Indonesia “1”
Dari : Malang, Jawa Timur, Indonesia
Sebelum datang bekerja di Hong Kong, Saya pernah bekerja di Singapura selama tiga
tahun. Sebelumnya saya juga pernah pekerja di Malayasia karena sponsor saya bilang
bahwa saya harus terlebih dahulu bekerja di Malaysia sebab waktu itu saya masih berumur
17 tahun. Sebelum berangkat ke Malaysia, saya tinggal selama empat bulan dibalai pelatihan
pertama. Meskipun keadaan balai latihan bersih dan bagus, tapi balai hanya memili satu
kamar mandi untuk 50 perempuan. Kami tidak memperoleh makanan yang cukup. Kami
diperbolehkan pergi. Mereka tidak pernah memberikan pelatihan atau mengajari kami apa-
apa di sana.
Sebelum berangkat ke Singapura, keadaan dibalai pelatihan kedua semuannya tidak
baik. Selain tidak cukup makanan, kami tinggal di rumah yang sangat kecil dengan 20
perempuan. Toilet ada di dapur dan semua tempat kotor. Kami tidak pernah diizinkan untuk
pergi. Selama tinggal dibalai pelatihan, saya diharuskan membayar 300.000. Saya tinggal
selama satu bulan dibalai pelatihan sebelum diberangkatkan ke Singapura. Setelah bekerja
selama tiga tahun di Singapura, saya pulang dan tinggal dirumah selama satu bulan, lalu
tinggal lagi dibalai pelatihan. Kali ini, tujuan saya adalah pergi ke Hong Kong.
Saya tinggal dibalai pelatihan selama empat bulan sebelum diberangkatkan ke Hong
Kong. Ini ketiga kalinya saya tinggal dibalai pelatihan. Meskipun keadaan balai pelatihan
bagus tapi toiletnya kotor. Ada 60 perempuan tinggal dibalai pelatihan ini. Dengan tanpa
alas tikar, kami harus tidur di lantai. Di sini, kami diajari memasak, bahasa Kanton, merawat
anak, orangtua, mencuci mobil, menggosok, membersihkan dan merapikan tempat tidur.
Namun begitu, semua pelatihan itu tidak berguna karena saya sebelumnya sudah pernah
41
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
bekerja sebagai buruh rumah tangga. Alasan saya ingin pergi bekerja ke Hong Kong, selain
saya memiliki seorang teman yang bekerja di Hong Kong, karena di Hong Kong gajinya
lebih besar dan ada hari libur. Agen tidak pernah memberikan semua informasi mengenai
Hong Kong. Saya dapatkan semua informasi tersebut dari teman saya yang bekerja di
Hong Kong.
Bulan Desember 2003, saya tiba di Hong Kong. Agen mengambil paspor dan dokumen-
dokumen saya. Untuk membayar biaya agen sebesar HKD 8,000, saya diharuskan untuk
membayar HKD 2,000 setiap bulan selama empat bulan. Karena saya tidak pernah membaca
kontrak kerja saya, maka saya tidak pernah mengetahui berapa nilai gaji saya seperti yang
tertulis di dalam kontrak kerja.
Untuk memperoleh libur selama dua kali setiap bulan, majikan saya memotong gaji saya
sebesar HKD 100. Karena itu, gaji saya yang sebelumnya sebesar HKD 2,000 menjadi
berkurang, sebesar HKD 1,800 setiap bulan setelah dikurangi potongan sebesar HKD 200
sebagai ganti dua kali libur saya. Meskipun begitu, saya tetap diharuskan untuk
menandatangani tanda terima gaji sebesar HKD 3,270 setiap bulan. Lalu, saya tanya majikan
saya kenapa saya harus menandatangani gaji sebesar HKD 3,270 padahal kamu hanya
memberi saya gaji sebesar HKD 1,800? Majikan saya mengatakan “karena kamu masih
baru di Hong Kong dan tidak bisa berbicara bahasa Kanton dengan lancer.”
Selama bekerja di Hong Kong, tugas-tugas saya adalah mencuci dua mobil setiap hari,
mengurus satu anak, satu anjing dan satu orang tua, oleh karena itu, saya tidak punya waktu
luang. Saya juga harus mengajari bahasa Inggris kepada anak majikan saya. Majikan saya
berperilaku tidak baik, mereka selalu menghardik saya, segala yang saya lakukan selalu
dianggap salah. Saya tidak dapat tidur karena saya harus tidur di ruang yang sama dengan
orang yang sudah tua, yang sudah tidak normal perilakunya dan saya selalu harus bangun
untuk mengurus orang tua tersebut pada waktu malam. Majikan saya selalu marah-marah
dan berteriak-teriak kepada saya. Dia akan membuang semua makanan di lantai jika dia
tidak suka.
12 November 2006, saya jatuh sakit tapi majikan saya masih terus memaksa dan
mengharuskan saya untuk membersihkan seluruh rumah. Saya juga disuruh untuk memasak
dan menyediakan makanan siang, tapi saya hanya diberi waktu 30 menit untuk melakukannya.
Saya lakukan perintahnya dengan cepat, tapi majikan saya tidak suka dan memaki-maki
dan berteriak-teriak ke saya, dan mengatakan saya bodoh, malas, dsbnya. Majikan saya
bilang “Saya beri kamu uang, makanan, libur tapi kamu tidak bekerja apa-apa.” Majikan
perempuan saya terus menghardik dan menghina saya sepanjang hari.
42
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Majikan saya memberikan saya banyak sekali tugas yang semuanya tidak mungkin dapat
diselesaikan dalam satu hari. Penganiayaan verbal juga tidak dapat dihindarkan. Suatu
malam saya akhirnya lari dari rumah majikan saya karena saya sadar bahwa tidak akan
pernah mungkin melakukan pekerjaan itu. Jika satu baju tidak digosok dengan sempurna,
majikan perempuan saya akan membuat semua pakaian di lantai dan saya diharuskan
untuk mengosok lagi semua baju-baju tersebut. Sama halnya juga dengan mencuci piring
atau membuat makanan. Setiap hari saya harus membersihkan semuanya dan setiap hari
pasti kotor dan tidak pernah bersih.
Setelah lari dari rumah majikan saya, saya pergi ke Causeway Bay. Di sana saya bertemu
teman yang menyarankan saya agar ikut sebuah demonstrasi yang ada hari itu karena di
sana saya dapat melihat teman-teman lainnya yang bernasib sama seperti saya dan di sana
itu saya dapat menemui KOTKIHO dan mereka akan membantu saya.
Menurut saya pemerintah Hong Kong itu tapi maka mereka harus melihat berapa banyak
buruh rumah tangga yang digaji dibawah standar dan mereka juga harus tahu bahwa para
agen-agen tidak mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Pemerintah Hong Kong itu lebih
baik dari pemeritah Singapura karena mereka dapat melindung buruh migran, jika mereka
mau. Juga ada organisasi-organisasi seperti KOTKIHO/IMWU di Hong Kong yang dapat
menolong untuk melindungi buruh migran. Organisasi-organisasi itu baik karena mereka
menolong kami.
Saya tinggal selama tiga bulan di shelter untuk mengurus kasus saya. Proses pengurusan ini
harus lebih dipercepat karena selama itu pemerintah Hong Kong tidak mengizinkan kami
untuk bekerja.
43
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Bab 5: Permasalahan Di Tempat Kerja
Majikan saya sangat jahat Mereka selalu mencaci maki saya dengan kata-kata kotor. Tidak
ada satupun pekerjaan yang saya lakukan cukup di mata majikan saya. Hapmir setiap hari saya
mereka memanggil saya dengan sebutan bodoh atau mengatakan bahwa saya sampah.
Jika satu helai kemeja tidak tersetrika dengan sempurna, dia akan melemparkan semua
pakaian ke lantai dan saya harus mengulan menyetrika semua baju-baju itu. Begitu juga dengan
mencuci piring atau memasak makanan. Setiap hari saya harus membersihkan semuanya, dan
setiap hari itu kotor dan tak pernah cukup baik.
– Wawancara dengan buruh migran ‘2’
dari Malang, Jawa Timur
Salah seorang buruh migran mengatakan pada kami “Saya akan mengatakan pada teman-teman
saya baha para buruh rumah tangga yang bekerja di Hong Kong ada yang beruntung dan ada yang
tidak. Beberapa buruh di bawah standar, beberapa lain dibayar dengan gaji resmi. Saya akan mengatakan
pada mereka yang sebenarnya.” Pernyataan ini menyimpulkan dengan tepat pengalaman-pengalaman
para buruh rumah tangga di Hong Kong. Ada beberapa buruh migran mendapatkan pengalaman baik
dengan para majikannya yang tidak melanggar hak-hak mereka, tapi banyak juga buruh migran yang
mendapatkan pengalaman yang buruh dan bekerja dengan majikan yang membayar mereka dengan
upah di bawah standar, melanggar jam kerja dan memukul mereka. Apakah mereka memperoleh
pengalaman yang baik atau tidak semuanya untung-untungan, tidak disengaja. Para buruh migran yang
bekerja ke Hong Kong tidak dapat berharap mereka akan memperoleh majikan yang baik dengan
kondisi-kondisi kerja yang baik pula. Pelanggaran-pelanggaran utama yang dihadapi para buruh migran
di tempat kerja berkaitan dengan jam kerja, kekerasan verbal dan fisik, gaji di bawah standar, tidak
adanya cuti tahunan, hari libur nasional dan pemutusan kontrak kerja sepihak.
5.1 Kontrak Kerja
Penelitian Underpyament yang dilakukan oleh AMC tahun 2005 melaporkan bahwa rata-rata, para
responden menandatangani kontrak kerja beberapa hari sebelum berangkat. Beberapa buruh juga
menandatangani kontrak kerja kedua dengan agen dan majikan ketika mereka tiba di Hongkong. Hanya
44
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
sedikit responden yang tidak menandatangani kontrak apapun.
Penjelasan atas Dokumen-Dokumen Yang Ditandatangani
Sebanyak 95 % dari mayoritas buruh migran menandatangani kontrak atau dokumen lain sebelum
berangkat ke Hongkong. Hanya 5% pekerja yang tidak menandatangai apapun sebelum kedatangan
mereka di Hongkong. Bagaimanapun, walaupun kontrak sudah ditandatangani itu bukan berarti para
pekerja memahami isi kontrak tersebut. Banyak agen tidak menjelaskan pada para buruh migran apa isi
kontrak tersebut, atau kalaupun mereka menjelaskan, mereka menjelaskan dengan singkat. Hanya 31%
yang melaporkan bahwa dokumen-dokumen/kontrak diterangkan dengan jelas. 7% mengatakan isi
kontrak cukup dijelaskan, 47 % melaporkan bahwa kontrak/dokumen dijelaskan dengan singkat, 11%
mengatakan isi kontrak dijelaskan dengan terlalu singkat dan 12% mengaku bahwa mereka tidak diberi
penjelasan sama sekali.
Explanation of Documents Signed
134
229 205
900
604
31.17%
46.44%
10.58%11.82%
6.91%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Adequately Not at all Too briefly Yes briefly Yes clearly
Explanation
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Permasalahan lain yang dihadapi oleh para buruh migran Indonesia di Hongkong adalah penyitaan
pasport, kontrak dan dokumen-dokumen resmi lainnya oleh agen-agen tenaga pekerja. Permasalahan
tersebut terjadi biasanya sejak di Indonesia di mana semua dokumentasi dikumpulkan dan disimpan
oleh agen selama calon BMI berada di penampungan dan menunggu keberangkatan. Paspor dan
dokumen-dokumen tersebut baru diberikan pada BMI di bandara keberangkatan supaya mereka bisa
melewati pabean. Setiba di Hongkong dokumen-dokumen tersebut lalu diambil kembali oleh agen di
Hongkong dan di simpan di kantor agen selama masa kontrak kerja. Penyitaan dokumen-dokumen
merupakan pelanggaran hukum dan hal itu sangat merugikan buruh migran. Hidup di negeri asing tanpa
dokumen-dokumen resmi dapat membahayakan keberadaan buruh migran. Oleh karena itu, banyak
45
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
BMI takut untuk melaporkan pelanggaran atau eksploitasi kepada polisi atau petugas-petugas lain karena
mereka tidak memiliki paspor dan kontrak yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa mereka
tinggal di Hongkong secara resmi dan dapat dengan bebas masuk dan keluar atau kembali pulang ke
Indonesia bila mereka inginkan.
Baru-baru ini seorang BMI melaporkan pada kami bahwa selama kontrak pertama, majikannya
menyimpan dokumennya dan bahkan tidak membiarkannya untuk melihat dokumen tersebut. BMI ini
habis visanya. Karena ia tidak memiliki akses untuk melihat paspornya maka ia sendiri tidak pernah tahu
kapan visanya berakhir. Meskipun BMI ini berulang kali meminta untuk melihat paspornya, majikannya
tak pernah mengijinkan. Majikannya juga menolak untuk mengantarkan BMI ini ke departemen imigrasi
ketika ia memintanya. Akhirnya suatu hari ia menyelinap keluar rumah dan pergi ke Departemen Tenaga
Kerja, sebuah tindakan yang sangat berani kendati dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya tanpa
dokumen di tangannya setelah itu.
5.2 Penggunanaan Agen Tenaga Kerja
Agen Tenaga Kerja Hong Kong
Dalam survei dilaporkan bahwa para BMI menggunakan 271 agen tenaga kerja yang berbeda untuk
kontrak pertama mereka. Sebanyak 24% paling biasa menggunakan agen Overseas. Grafik berikut ini
melaporkan bahwa terdapat 8 agen yang paling sering digunakan BMI untuk kontrak pertamamereka.
263 agen lainnya digunakan kurang dari 3% oleh BMI yang masing-masing tidak termasuk dalam tabel
grafik berikut.
Hong Kong Employment Agencies - Top 8
64
47
18 17 15 13 12 114.06%4.43%4.80%5.54%6.27%6.64%
17.34%
23.62%
0
10
20
30
40
50
60
70
Ove
rsea
s
Techn
ic
HL
& C
Asia
One
Bandu
ng E
nter
prises
Meg
a Sea
M &
S C
o,
Sung
Car
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
46
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Box Story
Nama: Buruh Migran Indonesia “2”
Dari: Malang, Jawa Timur, Indonesia
Saya tinggial di penampungan selama 5 bulan sambil menunggu diberangkatkan bekerja ke luar
negeri. Mereka mengajari saya bersih-bersih dan memasak. Mereka juga mengajari saya bahasa
Kanton, meskipun mereka mengajarinya dengan buruk. Ada sekitar 100 perempuan tinggal
bersama saya di penampungan. Makanan cukup tapi sangat tidak baik dan kami semua harus
tidur di lantai. Mereka mengharuskan saya untuk membayar seragam saya dan paspor dan
kami tidak pernah diijinkan keluar dari penampungan.
Agen (di Indonesia) mengatakan pada saya bahwa gaji sebesar HKD 1,800. Mereka mengatakan
jika seseorang bertanya mengenai gaji kamu maka kamu harus mengatakan bahwa gaji kamu
adalah HKD 3,600 karena jika kamu mengatakan HKD 1,800, polisi akan memasukkanmu ke
dalam penjara. Mereka menyuruh kami untuk tidak mengatakan pada siapapun (di Hong Kong)
tidak terkecuali kepada orang Indonesia sekalipun.
Saya tiba di Hongkong pada tanggal 25 Desember 1999. Mereka mengatakan bahwa saya
harus memberikan gaji penuh saya ke agen untuk keperluan membayar biaya agenc selama
emapt bulan dan agen menyimpan semua dokumen saya. Waktu itu agen Hong Kong saya
sangat jahat. Selain harus membayar biaya agen yang berlebihan dan menyimpan dokumen-
dokumen saya, saya tak memliki persoalan lain dengan agen tapi buruh migran lainnya memiliki
banyak masalah. Agen tidak ragu-ragu memukul mereka dan menyuruh mereka berdiri di satu
tempat selama tiga atau empat jam. Pemukulan dan tindakan tersebut terjadi setiap kali majikan
lapor dan mengeluh soal mereka, meskipun mereka tidak salah.
Majikan pertama saya membayar saya hanya 1,800 HKD sebulan dan memberikan dua kali
libur dalam sebulan. Sementara saya tidak mendapatkan hari libur nasional. Setiap hari saya
harus merawat dua orang anak berumur sekitar 10-12 tahun, memasak dan bersih-bersih.
Saya tidak mempunya masalah serius dengan majikan saya. Majikan pertama saya baik namun
selalu mengawasi kehidupan saya dan membayar gaji saya di bawah standar sehingga diakhir
kontrak saya ingin berganti majikan baru. Saya pergi ke agen saya dan meminta majikan baru.
Mereka mengatakan pada saya bahwa saya bisa mendapatkan majikan baru jika saya membayar
4,000 HKD. Dan saya setuju, membayar sejumlah uang itu dan mendapatkan majikan baru.
Setelah dua tahun bekerja pada majikan ke dua, seluruhnya empat tahun di Hong Kong, saya
mencoba meminta kemali kembali dokumen-dokumen saya. Saya meminta kepada agen untuk
mengembalikan dokumen saya. Saya datang ke agen saya tiga kali, tapi agen selalu menolak
untuk memberika dokumen-dokumen saya. Lalu agen mengatakan pada saya karena majikan
ke dua saya tidak menandatangani surat, maka saya tidak bisa mendapatkan dokumen saya.
Oleh karen itu, saya kemudian melaporkan ke polisi dan mereka datang. Kepada polisi, agen
mengatakan bahwa mereka tak menyimpan dokumen saya. Tapi polisi mengatakan “Gadis ini
bilang anda menyimpan dokumen milikinya. Kamu harus memberikan dokumennya atau anda
akan dapat masalah. Itu adalah barang milik gadis ini,” kata polisi. Agen saya kemudian
47
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
mengatakan pada saya bahwa saya akan mendapatkan dokumen itu keesokan harinya. Polisi
memberikan saya nomor kasus supaya jika ada masalah lagi, saya dapat melaporkan kepada
polisi. Saya menunggu selama tujuh hari tapi agen tak pernah menghubungi saya agar saya
dapat mengabil kembali dokumen-dokumen saya tersebut. Kemudian saya pergi ke konsulat
Indonesia untuk melaporkan agen ini.
Konsulat bertanya pada saya “kenapa kamu ingin mengambil dokumen Anda?” Saya jawab
bahwa dokumen itu milik saya dan saya ingin menyimpannya. Konsulat kemudian menanyakan
nama agen saya itu dan mengatakan mereka akan menelepon agen tersebut besok. Konsulat
menelpon saya keesokan harinya dan mengatakan bahwa agen saya tidak memiliki dokumen-
dokumen saya tersebut. Kemudian saya meminta majikan saya untuk menelepon agen saya
itu. Majikan saya benar-benar menelepon agen saya itu. Agen itu mengatakan pada majikan
saya bahwa mereka akan mengirim dokumen-dokumen tersebut ke konsulat tapi setelah saya
menelepon konsulat, mereka bilang dokumen itu tidak belum ada di sana. Baru dua hari kemudian
dokumen saya berada di konsulat. Saya masih ingat bagaimana orang-orang di konsulat sangat
tidak bersahabat dan tidak membantu. Karena semua ini saya mencari agen baru.
Majikan ke dua saya membayar gagi saya 3000 HKD sebulan. Saya tidak suka dengan majikan
ke dua saya karena apapun yang saya lakukan tidak pernah menyenangkan hatinya. Dengan
majikan ke dua ini saya harus merawat bayi kembar yang baru lahir. Saya memperoleh dua kali
libur dalam sebulan tapi tak mendapatkan libur hari nasional. Diakhir kontrak ke dua, saya
kembali memutuskan mencari majikan baru. Kali ini, saya harus membayar agen sebanyak $
4,500 untuk kontrak baru baru saya. Saya menunggu selama tiga bulan di kos untuk dapat
mendapatkan majikan ke tiga saya Setelah mendapat majikan, saya kembali ke Indonesia untuk
menunggu visa saya. Agen saya ini ramah dan saya tidak mempunya masalah.
Namun begitu, sebelum mendapatkan majikan ke tiga, ada majikan lain. Saya menandatangani
kontrak dengan majikan lain. Majikan itu adalah seorang perempuan Indonesia yang bekerja di
Hong Kong tapi kemudian dia mambatalkan kontrak tidak lama setelah kontrak ditandatangani.
Dia membatalkan kontrak tersebut karena dia melihat foto saya dengan perempuan lain dan
mengira saya adalah seorang lesbian, padahal saya bukan seorang lesbian. Majikan ke tiga
saya membayar saya dengan gaji penuh dan memberi saya empat kali libur dalam sebulan dan
libur nasional. Majikan ke tiga saya ini benar-benar bersahabat dan saya tidak ada mempunya
masalah dengan mereka. Mereka baik, dan tidak pernah mencaci maki saya.
Polisi banyak membantu saya. Saya yakin bahwa meminta bantuan dari mereka adalah satu-
satunya cara untuk mendapatkan dokumen saya dari agen saya. Masalahnya adalah dengan
pemerintah Indonesia. Saya ingin tahu, mengapa mereka mengirim kami ke sini untuk digaji di
bawah standar padahal mereka sudah tahu sebelum kami berangkat bahwa kami akan digaji di
bawah standar? Pemerintah Indonesia seharusnya memperhatikan kami, tidak hanya berbohong.
Mereka mengatakan bahwa kami adalah pahlawan ekonomi, karena kami mengirim banyak
uang ke rumah, tapi ketika ada masalah mereka membiarkan kami.
Saya selalu merasa takut pada agen saya. Jangan menggunakan nama saya untuk wawancara
ini.
48
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
5.3 Libur Mingguan, Batas Waktu dan Jenis Pekerjaan
Pemerintah Hong Kong benar-benar menjamin hak-hak dasar buruh migran melalui peraturan
perburuhan Hong Kong dan menyediakan kontrak standar. Masalahnya adalah tidak ada sistem yang
mengawasi dengan ketat ketaatan para majikan kepdaa peraturan yang telah ditentukan, mereka umumnya
melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Hak-hak dasar yang sudah ditetapkan seperti 4
kali 24 jam istirahat dalam sebulan dan libur nasional, kerapkali dilanggar. Mayoritas BMI di Hong
Kong tidak mendapatkan hak-hak mereka untuk istirahat 4 kali 24 jam setiap bulan, dan tidak
mendapatkan hak libur nasional dan harus bekerja dengan jam kerja yang berlebihan.
Libur Tiap Bulan
Menurut peraturan Perburuhan Hong Kong, buruh migran harus menerima satu kali libur istirahat
resmi setiap minggu. Akan tetapi, hanya 44% dari buruh migran yang menerima 4 kali libur mingguan
tiap bulan. 56% buruh migran tidak menerima sekurang-kurangnya 4 kali libur mingguan dalam sebulan
dan para majikan mereka melanggar peraturan ini. Sementara 14% buruh migran tidak menerima sama
sekali dan harus bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, atau setiap minggu. 8% hanya mendapatkan
satu kali libur mingguan, 32% 2 kali libur mingguan, 1% tiga kali libur mingguan, 44% empat kali libur
mingguan dan akhirnya kurang dari 1% mendapatkan lebih dari 4 kali libur mingguan dalam sebulan.
Current Rest Days per Month
298
175
681
18
923
1 1
0.05%0.05%0.86%
44.02%
32.47%
8.35%
14.21%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0 1 2 3 4 5 7
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%56% of Employers are Violating the Law here
Angka-angka tersebut ini dapat dibandingkan di antara kontrak-kontrak. Selama kontrak pertama
mereka 64% dari buruh migran tidak mendapatkan libur mingguan resmi. Selama kontrak ke dua atau
kontrak-kontrak berikutnya, 43% dari buruh migran tidak mendapatkan libur mingguan resmi mereka.
Prosentase ini menunjukkan adanya peningkatan dari kontrak pertama ke kontrak-kontrak berikutnya,
49
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
akan tetapi hampir setengah dari semua buruh migran yang bekerja di kontrak ke dua atau kontrak-
kontrak berikutnya tidak mendapatkan empat kali libur mingguan mereka mereka karena majikan mereka
masih melanggar peraturan Perburuhan Hong Kong.
1st Contract Rest Days per Month
307
239
784
16
747
1 1
14.65%
11.41%
37.42%
0.76%
35.66%
0.05% 0.05%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
0 1 2 3 4 5 7
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
64% of Employers are Violating
the Law here
2nd or More Contract Rest Days per Month
105
25
189
9
438
57.18%
1.17%
24.67%
3.26%
13.71%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 1 2 3 4
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%43% of Employers are Violating
the Law here
50
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Bahkan para buruh migran yang mendapatkan libur istirahat setiap minggu masih saja sering diharuskan
bekerja di hari libur mereka. Bagi buruh migran yang benar-benar mendapat libur istirahat dan masih
harus bekerja di hari libur mereka, sebanyak 36% dari mereka tidak pernah memperoleh kompensasi.
Hanya 31% dari buruh migran selalu mendapatkan kompensasi ketika mereka diharuskan bekerja di
hari libur mereka. 9% biasanya memperoleh kompensasi, 6% kadang-kadang diberi kompensasi dan
1% jarang diberi kompensasi.
Compensated for Rest Days Not Taken
646
184
119
29
743
349
16.86%
35.89%
1.40%
5.75%
8.89%
31.21%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Always Usually Sometimes Rarely Never Notapplicable
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
5.4 Jam Kerja
Waktu Istirahat/Libur Mingguan
Meskipun hari libur mingguan diberikan, waktu istirahat masih bervariasi. Tidak hanya peraturan
Perburuhan Hong Kong menyatakan bahwa para majikan harus memberikan empat kali libur mingguan
setiap bulan, tapi juga mengatur lama waktu istirahat tiap libur mingguan harus 24 jam. Kita sudah
melihat bahwa sebagian buruh migran tidak menerima penuh libur mingguan selama 24 jam. Bahkan
mereka yang mendapatkan hari libur mingguan mereka juga biasanya tidak mendapatkan libur mingguan
mereka selama 24 jam penuh. Sebanyak 31% dari buruh migran perempuan yang benar-benar menerima
libur mingguan mereka, paling biasa menerima waktu istirahat selama 12 jam. 17% menerima sebanyak
13 jam sebanyak 17% dan 12% hanya dapat menikmati libur sebanyak 10 jam.
Selama diskusi kelompok terpadu, para BMI mengatakan bahwa mereka sering belum selesai bekerja
hingga jam 2 sampai jam 3 pagi. Meskipun begitu, tanpa menghiraukan jam berapa mereka selesai
bekerja, mereka masih diharuskan untuk bangun jam 6 pagi dan mulai bekerja lagi. Sering siklus ini
51
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
berlanjut selama berbulan-bulan hingga buruh migran itu ‘beruntung’ dan pekerjaan berkurang atau ia
jatuh sakit karena kelebihan kerja dan tidak bisa lagi melanjutkan kerja dengan beban yang ada.
Hours Off on Rest Days
579
1085
617
71 60
3.13%3.70%
32.19%
56.60%
4.12%
0.26%
0
200
400
600
800
1000
1200
1-4 5-8 9-12 13-16 17-20 21-24
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Jam Kerja Harian
Underpayment bukan saja hanya persoalan berapa banyak buruh dibayar, tapi juga berapa banyak
pekerjaan yang dikerjakan agar mendapatkan bayaran itu. Tidak hanya para buruh migran di Hongkong
dibayar di bawah standar, tapi mereka juga diharuskan bekerja dengan jumlah jam kerja yang berlebihan
untuk mendapatkan gaji. Kurang dari 1% BMI di Hong Kong bekerja 8 jam atau kurang dalam sehari.
Lebih dari sebagian buruh migran bekerja 13 sampai 16 jam setiap harinya. Jumlah jam kerja yang
paling lama per hari adalah 16 jam dialami oleh 23% buruh migran. Jumlah kedua sebanyak15 jam
perhari diterima oleh 15 % buruh migran dan jumlah ke tiga diterima oleh sebanyak 15% buruh migran
yang bekerja selama 18 jam tiap hari. Rata-rata jam kerja perhari adalah 16 jam dan dari 2032 jawaban
atas pertanyaan ini hanya 13 buruh yang bekerja 8 jam atau kurang dalam sehari.
52
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Hours Worked Per Day
13
151
1078
753
67
3.25%
36.52%
52.28%
7.32%
0.63%
0
200
400
600
800
1000
1200
1-8 9-12 13-16 17-20 21-24
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Dilihat hanya pada kontrak pertama, para buruh bekerja rata-rata 16 jam perhari. Untuk kontrak
pertama jumlah jam kerja yang paling biasa per hari adalah 16 jam diterima oleh sebanyak 22% para
buruh, jumlah kedua yang paling biasa adalah 15 jam dialami oleh 17 % buruh dan jumlah ketiga diwakili
sebanyak 15% buruh yang menerima sebanyak 18 jam per hari.
Bagi buruh yang bekerja pada kontrak ke dua atau kontrak-kontrak selanjutnya rata-rata jumlah
jam kerja per hari adalah 15 jam. Jumlah jam kerja yang paling biasa per hari sebanyak 16 jam dialami
oleh 23 % buurh. Jumlah kedua yang paling biasa adalah 15 jam diterima oleh 17 % buruh dan jumlah
ketiga menerima 17 jam per hari diwakili oleh 13 % buruh. 47 % dari buruh migran mengakui bahwa
mereka tidak mengalami perubahan jumlah jam kerja perhari antara kontrak pertama dan kontrak-
kontrak yang sekarang ini. 32% dari buruh migran mengatakan bahwa mereka bekerja dengan jam
kerja yang lebih sedikit dari jam kerja selama kontrak pertama mereka dan 22% bekerja dengan jam
kerja lebih banyak dari jam kerja pada kontrak pertama mereka.
53
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
1st Contract Hours Worked Per Day
14
118
1070
777
71
3.46%
37.90%
52.20%
5.76%
0.68%
0
200
400
600
800
1000
1200
1-8 9-12 13-16 17-20 21-24
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2nd or More Contract Hours Worked Per Day
6
84
408
222
13
1.77%
30.29%
55.66%
11.46%
0.82%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1-8 9-12 13-16 17-20 21-24
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
54
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Change in Hours Worked per Day
232
343
158
21.56%
46.79%
31.65%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Fewer Hours Same Hours More Hours
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
5.5 Hari Libur Nasional Hong Kong
Selain peraturan Perburuhan Hong Kong mewajibkan empat kali libur mingguan setiap bulan, Hong
Kong juga menetapkan 12 hari libur resmi nasional setiap tahun. Semua buruh migran berhak mendapatkan
hari libur resmi nasional, akan tetapi, 60% dari BMI tidak mendapat 12 hari libur tersebut. Kalaupun
para buruh benar-benar mendapatkan hari libur resmi nasional, antara 31% dan 27% yang menerima
salah satu dari 12 hari libur resmi nasional. Libur yang paling biasa diterima adalah hari pertama Januari
yang diterima oleh 31% buruh. Libur kedua yang paling biasa adalah Hari Pertama Mei yang diperoleh
oleh 31% buruh dan libur ketiga adalah hari libur Festival Ching Ming diterima oleh 30% buruh.
Current Statutory Holidays
645 624561 565
626 634 588 571 582 611 582 578
1244
60.10%
27.99%
28.16%
29.56%
28.16%
27.62%
28.45%
30.81%
30.39%27.37%
27.21%
30.28%
31.37%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1st d
ay o
f Jan
uary
Luna
r New
Yea
rs d
ay
2nd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
3rd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
Chi
ng M
ing
Festiv
al
1st d
ay o
f May
Tuen
Ng
Festiv
al
Day
follo
win
g m
idAut
umn
Chu
ng Y
eung
Fes
tival
Winte
r Solstice
Chr
istm
as
1st d
ay o
f July
1st d
ay o
f Oct
ober
No
Holiday
s Rec
eive
d
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
55
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Selama kontrak pertama, sebanyak 66% dari buruh tidak menerima hak libur resmi nasional mereka.
Dari libur-libur nasional yang mereka dapatkan frekuensinya antara 25% untuk hari pertama bulan
Januari dan hari pertama bulan Mei hingga 21 % untuk hari kedua dan ketiga Tahun Baru.
1st Contract Statutory Holidays Received
519 503438 439
503 515 466 449 462 484 465 465
1365
25.30%24.45%
21.28%
21.33%24.46%
25.10%
22.57%
21.75%
22.37%
23.44%
22.52%
22.55%
66.01%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1st d
ay o
f Jan
uary
Luna
r New
Yea
rs d
ay
2nd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
3rd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
Chi
ng M
ing
Festiv
al
1st d
ay o
f May
Tuen
Ng
Festiv
al
Day
follo
wing
mid
Autum
n
Chu
ng Y
eung
Fes
tival
Winte
r Solst
ice
Chr
istm
as
1st d
ay o
f July
1st d
ay o
f Octob
er
No
Statu
tory
holid
ays
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Pada kontrak ke dua dan kontrak-kontrak berikutnya, sebanyak 46% dari buruh tidak menerima
hari libur resmi nasional mereka. Frekwensinya berkisar dari 47% untuk libur Tahun Baru dan 43%
untuk hari pertama bulan Oktober. Terdapat perubahan yang cukup jelas pada libur yang diterima
antara kontrak pertama dan kontrak-kontrak berikutnya. 46% dari buruh migran pada kontrak ke dua
atau kontrak-kontrak berikutnya tidak mendapat libur nasional, namun begitu ada peningkatan sebanyak
22% dari prosentase yang diterima selama kontrak pertama, yaitu 66%.
56
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
2nd or More Contract Statutory Holidays
355 359 338 337 352 353 335 337 332 354 333 328 349
45.74%
42.99%
43.64%
46.40%
43.51%
44.17%
43.91%
46.26%
46.13%44.17%
44.30%
47.05%
46.53%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1st d
ay o
f Jan
uary
Luna
r New
Yea
rs d
ay
2nd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
3rd
day of
Lun
ar N
ew Y
ear
Ching
Ming
Festiv
al
1st d
ay o
f May
Tuen
Ng
Festiv
al
Day
follo
wing
midAut
umn
Chu
ng Y
eung
Fes
tival
Winte
r Solstice
Chr
istm
as
1st d
ay o
f July
1st d
ay o
f Octob
er
Rec
eive
No
Holiday
s
# o
f W
ork
ers
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Hari Libur Nasional Indonesia
Untuk hari libur Indonesia, hari-hari libur tersebut lebih-lebih jarang sekali diterima dari hari-hari
libur Hong Kong. 65% dari buruh migran tidak menerima hari libur untuk hari libur Indonesia. Dari hari-
hari libur Indonesia, Idul Fitri adalah hari libur yang paling biasa diterima oleh 30% buruh.
Current Indonesian Holidays
318
174
614
208
1341
64.63%
10.09%
29.78%
8.43%
15.41%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Independence
day
Muslim New
Year
Idul Fitri Idul Adha No
Indonesian
Holidays
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
57
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Selama kontrak pertama, 66% dari buruh migran tidak mendapatkan hari libur Indonesia. Libur
yang paling biasa diterima oleh 28% buruh adalah Idul Fitri.
1st Contract Indonesian Holidays
283
146
578
171
1361
65.69%
8.31%
28.10%
7.09%
13.72%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Independence
day
Muslim New
Year
Idul Fitri Idul Adha No Holidays
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
64% dari buruh kontrak ke dua atau kontrak-kontrak berikutnya tidak mendapat sama sekali libur
nasional Indonesia. Libur yang paling biasa diterima oleh 35% buruh adalah Idul Fitri. Hanya ada 2%
peningkatan dari kontrak pertama.
2nd or more Contract Indonesian Holidays
138
89
265
114
482
63.91%
15.04%
34.87%
11.74%
18.21%
0
100
200
300
400
500
600
Independence
day
Muslim New
Year
Idul Fitri Idul Adha No Indonesian
Holidays
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
58
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
5.6 Pekerjaan Sehari-hari
Kami telah menunjukkan bahwa buruh migran Indonesia bekerja dengan jumlah jam kerja yang
berlebihan setiap hari. Selama masa itu, mereka diharuskan untuk melakukan banyak tugas dan kegiatan
harian yang berbeda-beda. Kegiatan harian yang paling biasa dikerjakan oleh 98% buruh rumah tangga
setiap hari adalah bersih-bersih. Kegiatan harian lain yang paling biasa dilakukan oleh 94% para buruh
rumah tangga adalah memasak dan berbelanja dan 67% menjaga dan merawat anak.
Work Activities
2053 1972
1384
568
64229 159 235
11.31%7.67%11.07%3.09%
27.60%
66.60%
94.35%98.18%
0
500
1000
1500
2000
2500
Cle
anin
g
Co
okin
g &
Sh
op
pin
g
Child
ca
re
Eld
erl
y c
are
Sic
k &
Dis
able
d &
Han
dic
app
ed
Pe
ts
Oth
er
Forc
ed
activitie
sou
tsid
e
# o
f W
ork
ers
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Setelah bersih-bersih, memasak dan berbelanja, tugas-tugas harian yang paling biasa dilakukan adalah
menjaga dan merawat anak, orang tua dan hewan peliharaan. Sebanyak 67% dari buruh rumah tangga
menjaga dan merawat anak dan 28% menjaga dan merawat orang tua.
Merawat Anak dan Orangtua
63% dari buruh rumah tangga menjaga dan merawat anak-anak sebagai bagian dari kerja sehari-
hari mereka. Jumlah anak yang paling biasa dirawat dan dijaga adalah satu. Sebanyak 34% dari buruh
rumah tangga merawat satu anak. 26% merawat dua anak dan 3% merawat tiga anak. Jumlah rata-rata
anak yang dirawat oleh buurh rumah tangga perempuan yang merawat anak setiap hari adalah 1,5. Usia
anak-anak yang dirawat adalah mulai dari usia kurang dari setahun hingga 28 tahun. Usia yang paling
biasa adalah satu tahun atau kurang. Usia kedua yang paling biasa adalah dari empat sampai lima tahun
dan usia ketiga adalah dua sampai tiga tahun.
BMI juga harus merawat dan menjaga orang tua. Sebanyak 28% dari buruh rumah tangga di Hong
59
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Kong benar-benar merawat dan menjaga orang tua sebagai bagian dari kerja sehari-hari mereka. Usia
orang tua yang dirawat berkisar dari 50 tahun sampai 100 tahun. Usia yang paling biasa dirawat adalah
antara 80 sampai 89 tahun oleh 10,4% buruh rumah tangga, dan 10,4 % merawat usia antara 70 – 79
tahun.
Perawatan anak dan orang tua ini bukan hanya diberikan kepada rumah tangga majikan namun juga
pemerintah Hongkong. Di awal 2007 terdapat 105,320 BMI resmi yang bekerja di Hong Kong. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 63% dari BMI, masing-masing merawat anak berusia rata-rata 1,5 tahun
dan berarti terdapat sekitar 100.000 anak Hong Kong yang sedang dirawat oleh BMI.
Pekerjaan seperti merawat anak-anak dan orang tua menghilangkan beban besar keluarga dan
sekaligus negara. Di negara yang lebih berkembang dengan pendapatan ganda rumah tangga seperti
Hong Kong, tangung jawab seperti perawatan anak-anak dan orang tua biasanya merupakan beban
negara. Dengan adanya buruh migran yang memiliki peran penting dan integral ini, merawat sejumlah
besar anak dan orang tua, telah menungkinkan pemerintah Hong Kong menyediaka lebih sedikit pelayanan
dan bisa menggunakan pajak penghasilan untuk kebutuhan-kebutuhan di sekotr-sektor lain. Dengan
cara demikian ini BMI telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada keseluruhan produktifitas
Hong Kong.
Dalam wawancara dengan Mr. Lee Cheuk Yan dari Dewan Legislatif Hong Kong, ia menjelaskan
bahwa BMI benar-benar telah memberikan kontribusi yang signifikan kepada ekonomi Hong Kong. Ia
mengatakan “Kurangnya fasilitas yang memadai untuk perawatan anak di Hong Kong di masa lalu telah
menghalangi perempuan untuk bekerja demi tanggung jawab keluarga mereka. Tapi sejak pengenalan
buruh rumah tangga asing sebagai salah satu angkatan kerja berarti para perempuan bisa bekerja dan
memiliki peran penting dalam ekonomi Hong Kong ... tanpa buruh rumah tangga asing ini ekonomi
Hong Kong akan berjalan lambat, oleh karena itu buruh rumah tangga asing di Hong Kong merupakan
sebuah aset ekonomi untuk kota secara keseluruhan.”
Number of Children Cared for per Worker
713
542
606 1
0.05%0.29%
2.86%
25.85%
34.00%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4 5
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
60
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Childcare tasks
1384
850
585
28.17%
40.89%
66.60%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Basic childcare Taking children to school Supervising children
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Children Cared For, Ages in Years
232
354
396
336
220 209
96
62
26 249 16
0.81%0.45%1.21%1.31%
3.13%
4.85%
10.56%11.11%
16.97%
20.00%
17.88%
11.72%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
≤1 2-3 4-5 6-7 8-9 10-1112-1314-1516-1718-1920-21 22+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
61
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Elderly Cared For, Ages in Years
1
20
80
213 218
36
4
0.19%
1.72%
10.40%10.16%
3.81%
0.95%
0.05%
0
50
100
150
200
250
40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99 100+
# o
f W
ork
ers
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Merawat Kucing
11% dari buruh rumah tangga harus merawat hewan peliharaan sebagai bagian dari kerja harian
mereka. 6% harus merawat 1 hewan peliharaan, 3% merawat 2 dan 1% merawat 3. Hewan yang paling
biasa dirawat adalah anjing. Kedua adalah kucing dan terakhir, burung.
Number of Pets Cared For
125
53
189
5 4 4 7
0.33%0.19%0.19%0.24%0.43%
0.86%
2.53%
5.96%
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8+
# o
f W
ork
ers
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
62
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Kerja Di Luar Kontrak/Kerja Paksa
Utamanya terdapat 11% dari buruh rumah tangga yang dipaksa untuk melakukan tugas yang tidak
termasuk dalam kontrak mereka. Kerja paksa yang paling biasa ini adalah bekerja di rumah orang lain.
7% dipaksa bekerja di rumah orang lain. Bentuk kerja paksa lain adalah bekerja di toko/restoran/
pabrik yang diharuskan oleh majikan kepada 2% buruh rumah tangga. Semua bentuk kerja paksa
lainnya berjumlah kurang dari 1%.
Dalam diskusi kelompok terpadu kami, para buruh migran menceritakan bahwa mereka sering harus
melakukan jenis pekerjaan yang tidak tertulis dalam kontrak kerja mereka dan oleh karena itu merupakan
pekerjaan ilegal. Sebagai contoh, salah seorang buruh rumah tangga mengatakan kepada kami bahwa
dia harus bekerja sebagai seorang petani selama kontrak pertamanya. Buruh migran lain mengalami
bekerja di salon dan di rumah dan untuk semua itu memperoleh gaji dibawah standar.
5.7 Underpayment dan Biaya Agen Yang Berlebihan
Di tahun 2001, upah standar minimum untuk buruh rumah tangga di Hong Kong dikurangi secara
signifikan dari 3,670 HKD. Sekarang, setelah tujuh tahun kemudian, upah standar minimum hanya
HKD 3,320. Bahkan dengan upah standar minimum sekarang ini masih lebih rendah dari upah yang
ditetapkan tahun 2001, underpayment tetap merupakan permasalahan yang meluas di di Hong Kong.
Gaji Sekarang
22% dari seluruh BMI di Hong Kong digaji di bawah standar. Bagi para buruh rumah tangga yang
tidak digaji di bawah standar, sebanyak 60% hanya menerima upah minimum. Hanya 19% dari buruh
rumah tangga di Hong Kong yang menerima upah di atas standar minimum.
Current Wages (HKD)
20
119
253
62
350
923
305
5410
0.48%2.58%
16.70%14.55%
44.04%
2.96%
12.07%
5.68%
0.95%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0-1499 1500-1999
2000-2499
2500-3269
3270 3320 3321-3499
3500-3999
4000+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
22% Underpayment
63
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Laporan Underpayment AMC tahun 2005 dan survei HKDW menemukan bahwa saat itu, 42%
dari BMI digaji di bawah standar minimum. Penelitian AMC tahun 1999 menemukan bahwa 90% dari
buruh rumah tangga digaji di bawah standar minimum. Kendati ada peningkatan, berkurangnya buruh
rumah tangga yang digaji di bawah standar minimum sekarang ini dari 2 atau 8 tahun yang lalu,
bagaimanapun, keadaan ini masih tidak dapat diterima bahwa 22% dari buruh rumah tangga digaji di
bawah standar minimum resmi.
Dengan melihat kontrak pertama saja, 38% dari buruh rumah tangga di Hong Kong digaji di bawah
standar minimum. Bagi para buruh rumah tangga yang sekarang ini dalam kontrak ke dua atau kontrak-
kontrak berikutnya, sebanyak 6% digaji di bawah standar minimum. Ada perbedaaan sebesar 32%
yang menunjukkan kerentanan para buruh migran selama kontrak pertama mereka. Kondisi ini umumnya
membaik dari kontrak pertama ke kontrak-kontrak berikutnya, tapi itu tidak selalu terjadi demikian.
Setelah kontrak pertama, 18% buruh rumah tangga masih memiliki memperoleh jumlah gaji/pendapatan
yang sama, 69% mendapatkan lebih dan 13 % mendapatkan kurang/lebih sedikit.
1st Contract Wages (HKD)
29
216
494
47
360
703
120 126
1
0.05%
6.01%5.73%
33.54%
17.18%
2.24%
23.57%
10.31%
1.38%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0-1499 1500-
1999
2000-
2499
2500-
3269
3270 3320 3321-
3499
3500-
3999
4000+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
38% Underpayment
64
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
2nd or More Contract Wages (HKD)
0 1 1032
157
317
195
46
10
1.30%
5.99%
25.39%
41.28%
20.44%
4.17%1.30%0.13%0.00%
0
50
100
150
200
250
300
350
0-1499 1500-
1999
2000-
2499
2500-
3269
3270 3320 3321-
3499
3500-
3999
4000+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
6% Underpayment
Box Story
Nama: Buruh Migran Indonesia “5”
Dari: Tulung Agung, Jawa Timur, Indonesia
Saya datang ke Hong Kong karena teman saya mengatakan bahwa di Hong Kong gajinya
tinggi dan kerjanya tidak begitu berat. Saya menghabiskan waktu 2,5 bulan selama di
penampungan dan mereka tidak memberi informasi apapun kepada saya mengenai Hong
Kong. Selama di penampungan, saya diajari bahasa Kanton, memasak dan menyetrika.
Ada 100 perempuan tinggal di penampungan. Ada cukup makanan, penampungan bersih
dan Ok tapi kami tidak diijinkan keluar dari penampungan.
Saya tiba di Hong Kong bulan Agustus 2000. Saya tidak diijinkan untuk membaca kontrak
saya sebelum saya menandatanganinya dan agen menahan paspor saya. Agen tidak baik,
bukan hanya menahan paspor saya tapi mereka juga menghilangkan paspor saya. Gaji saya
menjadi 10.000 HKD selama 4 bulan bekerja (2,500 HKD per bulan). Pembayaran gaji
65
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
dari bulan ke bulan beragam nilainya. Kadang-kadang Saya di bayar 1,800 HKD, kadang-
kadang 2,000 dan kadang-kadang 2,500.
Saya bekerja di Hong Kong selama 6 tahun dan selalu digaji di bawah standar minimum
selama 3 tahun pertama. Saya menerima gaji penuh 3270 HKD hanya setelah bekerja pada
majikan saya selama 3 tahun. Ketika pemerintah Hongkong menurunkan upah minimum ke
3,270 HKD adalah saat majikan saya mulai membayar saya dengan gaji penuh. Saya tidak
harus membayar agen ketika saya memperpanjang kontrak saya karena majikan saya adalah
seorang agen perusahan agen tenaga kerja. Saya benar-benar harus membayar biaya agency
pertama sebesar 3,600 HKD dan pembayarannya dicicil sebanyak dua kali tiap bulan.
Majikan saya baik tapi membayar gaji saya di bawah standar. Tak ada hari libur sama sekali
dan tidak ada bayaran pengganti untuk bekerja di hari libur. Bagi majikan saya segalanya
harus dikerjakan dengan cepat. Saya harus bekerja di rumah dan di kantor majikan. Jika
ada yang rusak misalnya gelas pecah atau pakaian rusak selama mencuci, maka saya harus
menggantinya. Saya harus merawat dua anak dan tugas harian saya adalah memasak,
bersih-bersih, mengantar anak ke sekolah, belanja, mencuci mobil, pergi ke kantor dan ke
bandara untuk menjenput buruh-buruh yang baru datang.
Karena saya telah bekerja hampir tujuh tahun dengan majikan saya, maka saya menanyakan
kepada majikan mengenai pesangon. Kata majikan saya “Kalau kamu ingin mendapatkan
pesangon, kamu harus bekerja dengan saya selama 20 tahun.” Karena majikan menolak
memberi saya pesangon, saya pergi ke departemen tenaga kerja 10 Agustus 2006. Saya
ingin bekerja di Hong Kong lagi setelah kasus saya selesai.
Kepada masyarakt di Indonesia, saya ingin menyampaikan kepada mereka bahwa bekerja
di Hong Kong kadang baik, kadang pula buruh. Saya akan mencari agen dan majika baru
setelah kasus saya selesai. Untuk memperbaiki keadaan-keadaan buruh migran di Hong
Kong, menurut saya, para agen-agen tersebut harus mematuhi peraturan perburuhan di
Hong Kong.
66
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
5.7.1 Biaya Agen
Biaya agen yang berlebihan merupakan salah satu penyebab utama underpayment buruh migran dan
mungkin merupakan persoalan yang paling penting dalam keseluruhan proses migrasi. Biaya-biaya ini
dibebankan kepada buruh migran oleh para agen tenaga kerja dan disetujui oleh pemerintah Indonesia
dengan dalih ‘pelatihan’, menutupi biaya pemeriksaan kesehatan, dan mengganti biaya dokumen-dokumen
perjalanan. Biaya-biaya yang berlebihan ini biasanya sama besarnya dengan jumlah gaji tujuh bulan
pertama para buruh migran sekitar 21,000 HKD. Ini berarti buruh migran biasanya memulai kerja
mereka dengan hutang besar di pundaknya.
Siklus ini yang menyebabkan para buruh migran sering berutang selama tujuh bulan gaji, bahkan jauh
sebelum mereka mulai bekerja, menjadikan kondisi-kondisi kerja yang tidak hanya di bawah standar
tapi juga ilegal dalam proses pembayaran kepada agen. Hal ini merupakan sebuah sistem perbudakan
hutang yang dilembagakan, sebuah bentuk modern dari perbudakan, dihidupkan kembali oleh agen-
agen tenaga kerja di Indonesia dan Hong Kong.
Menurut Mr. Kitman Cheung dari Overseas Employment Center Ltd, asosiasi Agen-Agen Tenaga
Kerja Indonesia di Hong Kong hanya hanya memiliki 177 agen dari seluruh 950 agen yang bekerja
dengan BMI di Hong Kong telah diakreditasi oleh konsulat Indonesia. Jadi terdapat sekitar 80% agen-
agen tenaga kerja beroperasi di luar di luar peraturan konsulat tapi masih beroperasi secara legal sesuai
dengan peraturan Perburuhan Hong Kong karena mereka terdaftar di departemen Buruh Hong Kong
Seorang buruh migran mengatakan pada kami bagaimana agensinya mencoba untuk menipunya dengan
membebankan biaya agen yang berlebihan. Agennya membebankan dia untuk biaya agen sebesar 21.000
HKD. Akan tetapi, ketika dia melihat kontraknya dia mengetahui bahwa dia seharusnya hanya membayar
biaya agen sebesar 14.000 HKD kepada agennya, di mana nilai tersebut juga masih termasuk jumlah
berlebihan kendati jauh lebih rendah dari sebelumnya. Dia juga mendapatkan dari majikannya sendiri
dan sesuai dengan kontrak dia hanya harus membayar 14,000 HKD, jadi bukan 21,000 HKD. Ketika
dia menghadapkan ini pada agensi, agennya mengatakan bahwa karena dia ‘nakal’, jadi dia dibebankan
sebesar 21,000 HKD. Sejak awal dokumen-dokumen dan paspornya telah diambil oleh agennya di
Indonesia dan lalu diberikan langsung ke agennya di Hongkong, dan agennya mengatakan bahwa ia
tidak akan mendapatkan dokumen ini kembali sebelum ia membayar 21,000 HKD. Dia benar-benar
membayar kepada agennya biaya tersebut selama tiga bulan kerja pertama di Hongkong, lalu dia
berbohong kepada agennya bahwa dia ingin pergi ke China dan akhirnya ia berhasil mendapatkan
kembali dokumen-dokumennya.
Terdapat perbedaan besar atas biaya agen yang dibayarkan oleh buruh migrant, dari tanpa biaya
hingga biaya sebesar 28,000 HKD. Mayoritas buruh migran, 59% membayar 21,000 HKD untuk
biaya agen. Besar biaya agen kedua paling biasa dibayarkan oleh 10% dari buruh migran sebesar 9,000
HKD, sementara besar biaya agen ketiga sebesar 10,000 HKD dibayar oleh 7 % buruh migran.
67
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Agency Fees (HKD)
13105
461
216
54
1242
4
0.19%
59.28%
2.58%
10.31%
22.00%
5.01%
0.62%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 1-4,999 5,000-9,999
10,000-14,999
15,000-19,999
20,000-24,999
25,000+
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Biaya Agen Per Bulan Yang Dibayarkan
Para buruh migran melaporkan bahwa mereka diharuskan membayar biaya-biaya agen selama kurun
waktu tertentu antara nol hingga delapan bulan. Mayoritas BMI, sebanyak 62%, membayarkan biaya
penempatan mereka dengan menggunakan potongan gaji mereka selama 7 bulan. 20% membayar melalui
potongan gaji 5 bulan mereka dan 8% dari potongan 5 bulan gaji mereka. Rata-rata lama potongan gaji
yang mereka bayarkan untuk biaya agen adalah 5,9 bulan.
Agency Fee Months Paid
10 442
116168
411
45
1290
6
0.29%
61.66%
2.15%
19.65%
8.03%5.54%
2.01%0.19%0.48%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 1 2 3 4 5 6 7 8
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
68
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Biaya-biaya agen yang berlebihan ini dibayarkan tiap bulan dari gaji buruh rumah tangga. Terdapat
banyak metode yang digunakan oleh para agen untuk dapat memperoleh gaji para buruh rumah tangga.
Metode pembayaran biaya penempatan yang paling biasa adalah melalui majikan yang membayar langsung
kepada agen sebagai ganti untuk membayar gaji para buruh rumah tangga. Untuk pemakaian metode ini
terdapat 44%. Metode kedua yang paling biasa dilakukan adalah melalui pemotongan gaji yang dibayarkan
29% buruh rumah tangga kepada perusahaan keuangan agen dan metode ketiga dibayarkan oleh 26%
melalui potongan gaji kepada agen.
Method of placement fee payment
578519
883
47
2.32%
43.56%
25.60%28.52%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Salary deductions
paid to the
financing company
Salary deductions
paid to
employment
agency
Employer pays
directly
Cash
# o
f w
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Peraturan yang berlaku sekarang ini di Hong Kong menetapkan bahwa tidak lebih dari 10% gaji
buruh migran setiap bulan – sebesar 348 HKD bagi mereka yang mendapat upah minimum – yang
boleh dibayarkan sebagai jasa rekruitmen. Tetapi, jasa yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia, sering
dikurangi dalam cicilan bulanan sebesar 90% atau bahkan 100% dari gaji bulanan. Jadi benar-benar
tidak hanya biaya agen yang berlebihan yang menyebabkan underpayment semakin meluas tapi juga
karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para agen dan majikan. Sayangnya, pemerintah
Hong Kong tidak secara aktif menyelidiki pelanggaran-pelanggaran yang ada dan menegakkan peraturan-
peraturan yang telah ditentukan. Sebaliknya, mereka justru mewajibkan seorang buurh untuk datang
langsung dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang ada kepada mereka sementara prakte-praktek
underpayment terus terjadi.
Awalnya biaya-biaya gen merupakan beban dan tanggungjawab majikan. Adalah majikan yang harus
membayar biaya-biaya ini, akan tetapi, pada pertengahan 1999 sistem ini mulai berubah dan beban
biaya agen berganti menjadi beban dan tanggungjawab buruh rumah tangga. Tanpa perlu lagi banyak
dikatakan bahwa buruh rumah tangga adalah salah satu yang juga harus membayar biaya-biaya ini. Hal
69
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
ini dilakukan oleh ara agen untuk meningkatkan daya tarik mengambil BMI, meningkatkan bisnis mereka
dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengekspolitasi lebih banyak BMI.
Para agen tenaga kerja telah mengatakan kepada kami bahwa bahkan jika mereka hanya ingin
mendapatkan majikan yang dapat menjamin bahwa mereka dapat memberikan gaji penuh merupakan
hal yang mustahil. Hal disebabkan karena para agen yang tidak menempatkan para buruh rumah tangga
dalam keadaan underpayment maka hal ini akan sangat menyulitkan mereka untuk bisa bersaing dengan
agen-agen yang lain karena biaya-biaya ‘produk’ yang lebih banyak. Mereka percaya bahwa para agen
yang bekerja secara legal akan mengalami kerugian karena mereka tidak dapat memberikan ‘insentif’
tanpa hari libur atau underpayment kepada para majikan dan dengan memberikan gaji penuh maka
mereka sama saja mengambil resiko atas usaha mereka sendiri karena banyak agen yang akan terus
mempraktekkan underpayment. Hal ini hanya dapat ditangani secara tuntas jika pemerintah Hong kong
mau secara aktif menyelidiki dan memberlakukan secara tegas peraturan-peraturan mengenai gaji minimum
dan biaya agen yang berlebihan. Dengan ini akan memaksa para agen untuk menjalankan peraturan-
peraturan tanpa harus kuatir terhadap para agen yang melanggar peraturan karena mereka yakin bahwa
pemerinah akan menghukum mereka yang telah melanggar peraturan Perburuhan Hong Kong.
Seperti yang telah kita lihat, tidak hanya dalam penelitian ini, tapi juga dalam penelitian underpayment
sebelumnya bahwa underpayment dan biaya-biaya agen merupakan permasalahan yang kronis. Akan
tetapi, para pejabat yang berwenang di Indonesia sendiri memiliki kemampuna atau menolak untuk
mengakui bahwa permasalahan-permasalahan tersebut benar-benar terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam
usaha-usaha mereka untuk menyalahkan orang lain atau mereka bertindak seolah-olah permasalahan-
permasalahan tidak pernah ada daripada sebaliknya mencari jalan pemecahannya. Sikap ini sangat jelas
sekali dalam wawancara kami dengan Departemen Tenaga Kerja Indonesia yang memiliki wewenang
untuk menciptakan kebijakan berhubungan dengan migrasi di Indonesia.
Para pejabat dari Departemen Tenaga Kerja mengatakan kepada kami bahwa permasalahan-
permasalahan seperti praktek underpayment dan biaya-biaya agen merupakan pekerjaan konsulat
Indonesia untuk mengatur pelaksanaan kebijakan migrasi karena hal tersebut merupakan masalah
internasional. Bahwa masalah internasional ini bukanlah merupakan tanggungjawab Departemen Tenaga
Kerja karena mereka bekerja dari dalam Indonesia meksipun para buruh migran diwajibkan untuk
menandatangani kontrak sebelum mereka berangkat ke luar negeri. Mereka mengatakan bahwa terdapa
peraturan-peraturan yang tegas berkaitan dengan biaya-biaya agen, yang seharusnya satu bulan gaji.
Akan tetapi, menurut mereka masalah-maalah ini sangatlah sulit untuk diawasi dan seluruhnya itu adalah
tanggungjawab pemerintah Hong Kong.
Pejabat Departemen Tenaga Kerja mengatakan bahwa mereka merekomendasikan laporan-laporan
buruh migran kepada konsulat Indonesia di Hong Kong yang seharusnya melaksanakan peraturan-
peraturan Indonesia. Mereka menuduh agen-agen Hong yang telah menguasai para buruh melalui ‘agen
mafia’ yang terorganisasi secara rapi. Untuk mencegah ini, para pejabat Indonesia meminta lebih banyak
data sehingga mereka dapat mengambil tindakan, namun begitu mereka tidak dapat berbuat apa-apa
sampai mereka memperoleh lebih banyak data.
70
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Tanggapan Departemen Tenaga Kerja Indonesia terhadap masalah-masalah underpayment dan biaya-
biaya agen adalah menyalahkan orang lain dan menyangkal semua tanggungjawab mereka. Tanggapan
konsulat Indonesia adalah berpura-pura bahwa tidak ada masalah sama sekali. Dalam wawancara
kami dengan staf konsulat, mereka mengatakan kepada kami bahwa dalam praktek jarang sekali BMI
di Hong Kong digaji di bawah standar minimum. Jika ada pun, konsulat sudah pasti akan mengambil
tindakan tegas dengan melaporkan kasus tersebut kepada departemen Tenaga kerja dan polisi Hong
Kong, tapi masalah-masalah itu jarang terjadi. Mereka juga mengatakan bahwa ada hanya sedikit kasus-
kasus pelanggaran hak-hak buruh migran di Hong Kong dan sangat jarang buruh migran menuntut para
majikan mereka atau memproses kasus-kasus buruh mereka di Hong Kong. Pernyataaan-pernyataan
demikian ini benar-benar tidak masuk akal mengingat begitu banyaknya bukti yang telah didokumentasikan
berhubungan dengan underpayment dan ekploitasi terhadap para BMI.
Staf konsulat membohongi diri mereka sendiri dengan terus mengatakan bahwa peraturan dua-minggu
tidak benar-benar seburuk itu karena setidaknya para buruh migran memiliki dua minggu untuk mencari
majikan baru dan tidak dipaksa untuk pulang ke Indonesia setelah kontrak dihentikan. Berhubungan
dengan biaya-biaya agen yang berlebihan, Departemen Tenaga Kerja telah mengatakan bahwa hal ini
adalah tugas Konsulat untuk meninjau masalah-masalah tersebut sementara staf konsulat mengatakan
bahwa hal ini bukan bagian dari jurisdiksi konsulat karena besar jumlah biaya agen sudah ditentukan
oleh Departemen Tenaga Kerja di Indonesia dan jika ada pelanggaran-pelanggaran hukum maka itu
adalah tugas pemerintah Hong Kong untuk berurusan dengan masalah-masalah tersebut.
Staf konsulat juga mendorong semua buruh migran untuk pergi ke konsulat jika mereka memiliki
masalah-masalah, dan mennghimbau agar mereka tidak datang ke LSM-LSM atau organsasi-organisasai
atau serikat-serikat buruh migran, karena konsulat adalah pihak yang paling berwenang dan tepat untuk
membantu mereka. Mereka mengklaim bahwa konsulat mempunyai lebih banyak sumber daya untuk
membantu buruh migran karena mereka telah menyuruh para kyai muslim dan psikolog untuk datang
setiap tiga bulan. Staf tersebut juga mengatakan bahwa para agen seharusnya menyediakan tiket pulang
kepada para buruh migran, bukan uang yang sesuai nilainya dengan biaya tiket pesawat karena uang
tersebut dapat cepat sekali dibelanjakan dan buruh migran akan melewati batas izin tinggal dan akhirnya
bisa dimasukkan penjara. Dengan sikap-sikap seperti demikian maka mudah dipahami kenapa BMI di
Hong Kong jarang sekali untuk mau datang ke konsulat jika ada masalah.
5.8 Tanda Terima Gaji
Para buruh rumah tangga kadang-kadang dipaksa untuk menandatangai tanda terima gaji untuk
pembayaran sebelum mereka mulai bekerja yang kemudian memudahkan para majikan dan PJTKI
untuk bebas membayar gaji para buruh rumah tangga di bawah standar atau, dalam kasus-kasus yang
lebih parah, gaji mereka sama sekali tidak dibayar. Di waktu-waktu lainnya, para buruh tangga
menandatangani tanda terima gaji setiap bulan dan bahkan mewajibkan mereka untuk memasukkan
jumlah tersebut ke bank sehingga tercetak dalam lembaran kertas tabungan, sebelum mereka diberikan
uang gaji mereka yang tidak sesuai dengan gaji resmi atau sebagaimana tertulis dalam tanda terima gaji.
71
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Sebanyak 94% dari buruh rumah tangga benar-benar menandatangani tanda terima gaji setiap bulan.
Dari buruh rumah tangga yang benar-benar menandantangani tanda terima gaji terdapat 26% dari mereka
tidak menerima jumlah gaji sebagaimana yang tertulis dalam tanda terima gaji. 74% dari buruh rumah
tangga menerima gaji sebagaimana yang ditandangani dan tertulis dalam tanda terima gaji. Bagi para
buruh rumah tangga perempuan yang benar-benar menandatangani tanda terima gaji, sebanyak 38%
dari buruh migran menemukan paling biasa jumlah gaji yang tertulis dalam tanda terima adalah sebesar
HKD 3320. 25% sebesar HKD 3270 dan 13% adalah HKD 3670.
Wage Receipts
1954
1440
514
26.31%
73.69%
94.26%
0
250
500
750
1000
1250
1500
1750
2000
Sign a receipt Signed amountactually recieved
Workers with falsereceipts
Nu
mb
er
of
Wo
rkers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Gaji Resmi dan Tanda Terima
Sebanyak 26% dari buruh rumah tangga menerima nilai gaji dari yang tidak sesuai dengan yang
tertulis dalam tanda terima gaji. Perbedaan nilai gaji yang diterima dan yang tertulis di dalam tanda
terima gaji bervariasi dari HKD 80 hingga HKD 2,370 tiap bulan. Rata-rata jumlah yang tidak dibayarkan
kepada buruh rumah tangga adalah sebesar HKD 1,390. Karena sebanyak 26% dari semua buruh
rumah tangga tidak menerima gaji yang sesuai dengan yang tertulis dalam tanda terima gaji dan rata-rata
nilai gaji yang tidak dibayarkan sebesar HKD 1,390 setiap bulannya, maka kami dapat menduga bahwa
para majikan telah mencuri rata-rata sebesar HKD 36,000,000 gaji buruh rumah tangga tiap bulannya.
Lebih dari itu, para majikan juga telah mencuri lebih dari USD 48 juta tiap tahun sehingga Indonesia
mengalami kerugian karena gaji-gaji yang tidak sesuai dan remitan-remitan buruh rumah tangga akibat
tanda terima palsu.
72
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Wages Stated on Receipt (HKD)
27
102
12
244
365
56
128
27
37.98%
2.81%
13.32%
5.83%
1.25%
25.39%
10.61%
2.81%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
1000 -1999
2000 -2999
3000 -3269
3270 3320 3321 -3669
3670 3671 +
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Amount Stolen from Workers (HKD)
14 13
227
143
4
0.19%
6.82%
10.82%
0.62%0.67%
0
50
100
150
200
250
1 - 499 500 - 999 1000 - 1499 1500 - 1999 2000+
# o
f W
ork
ers
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
73
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Box Story
Nama: Buruh Migran Indonesia “3”
Dari: Jember, Jawa Timur, Indonesia
Saya pertama kali bekerja selama tiga tahun di Singapura. Saya pergi ke Singapura karena
saya ingin mendapatkan pengalaman di sana dan juga setelah itu ingin bekerja di negara
lain. Sebelum datang ke Singapura, saya tinggal di penampungan selama enam bulan. Selama
menunggu di penampungan saya tidak diberikan informasi apa apa mengenai keadaan
kerja di Sinagapura.
Ada 150 perempuan tinggal di penampunngan. Selama di penampungan, saya diajari
memasak, merawat bayi, orangtua, bersih-bersih dan mencuci mobil. Tempat penampunan
bersih, makanan cukup, ada 6 kamar mandi dan kami juga dapat keluar penamunangan jika
kami mau. Sebelum diberangkatkan, saya diharuskan membayar 250.000 rupiah dan mereka
tidak membolehkan kami membaca isi kontrak kerja.
Setelah bekerja di Singapura selama tiga tahun, saya kembali ke Indonesia. Awalnya, saya
ingin pergi bekerja di Taiwan tapi saya diberitahu bahwa Taiwan tidak membuka pekerjaan
maka saya memilih untuk pergi ke Hong Kong. Saya pilih Hong Kong karena sponsor saya
bilang gajinya lebih besar. Sponsor juga bilang pada saya bahwa saya dapat libur setiap
minggu, memperoleh gaji sebesar HKD 3,670 dan memiliki hukum-hukum yang baik. Oleh
karena itu, saya memutuskan pergi ke Hong Kong dan menunggu lagi di penampungan.
Kali ini saya tinggal di sana selama 5 bulan. Di penampungan terdapat kurang lebih 450
perempuan. Mereka mengajari kami bahasa Kanton dan ketrampilan rumah tangga lainnya
dan lagi-lagi di sana saya tidak diperbolehkan membaca isi kontrak kerja saya.
Saya tiba di Hong Kong bulan Desember 2004. Setiba di Hong Kong, agen mengambil
paspor dan semua dokumen saya. Saya diharuskan membayar biaya agen sebesar HKD
8,000, dengan cicilan HKD 2,000 setiap bulan selama empat bulan. Saya mengetahui bahwa
gaji saya dengan majikan saya yang pertama sebesar HKD 3,270. Akan tetapi saya
sebenarnya hanya digaji sebesar HKD 2,000 tiap bulan.
Setiap bulan majikan saya memberika saya sebuah cek sebesar HKD 3,270 dan saya
harus mencairkannya di bank. Setelah itu saya diharuskan untuk langsung ulang dan
memberikan semua jumlah gaji tersebut kepada majikan saya. Kemudian majikan saya
member saya gaji sebesar HKD 1,800 dari HKD 3,270. Setiap bulan tanggal 30 atau 31
saya menerima gaji sejumlah tersebut. Karena saya harus membayar biaya agen sebesar
HKD 2,000 setiap bulan selama empat bulan, maka majikan saya ‘meminjamkan’ saya
HKD 200 untuk menambah gaji yang saya terima sebesar HKD 1,800, dengan begitu
74
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
saya dapat membayar biaya agen saya. Selama empat bulan pertama saya sama sekali
tidak menerima gaji atau uang bahkan saya masih berutang kepada majikan sebesar HKD
200. Selama bulan kelima saya digaji HKD 1,000 karena saya harus membayar uang yang
saya pinjam sebelumnya sebesar HKD 200 setiap bulan.
Saya bekerja dengan majikan saya ini selama 22 bulan. Tugas-tugas saya adalah bersih-
bersih, mencuci mobil, mencuci 2 motor, memasak, dan memijat. Saya libur sekali dalam
sebulan dan tidak menerima libur-libur lainnya. Majikan saya sangat jahat. Dia selalu
menghina saya, selalu mencaci maki saya dengan kata-kata kotor. Tidak pekerjaan yang
saya lakukan cukup baik di matanya. Hampir setiap hari mereka (majikan laki-laki dan
perempuan) memanggil saya bodoh atau sampah.
Tanggal 10 November 2006, saya di-PHK secara sepihak. Majikan saya bilang kepada
saya sebelumnya bahwa mereka akan mengambil seorang buruh rumah tangga baru tapi
kemudian tidak pernah memberitahukan saya lagi soal itu. Suatu hari saya disuruh untuk
membereskan pakaain-pakaian saya dan mereka bilang bahwa saya akan dikirim pulang
kea gen. Saya tidak mau kembali kea gen maka saya lalu lari dari rumah majikam. Majikan
menangkap saya di stasiun MTR. Majikan saya mencengkeram leher saya, makanya saya
lalu panggil polisi. Saya kemudia pergi ke kantor polisi. Polisi bilang pada saya “Apakah
saya mau kembali ke rumah majikan saya atau kembali ke tempat agen saya.” Saya bilang
pada mereka bahwa saya tidak mau kembali ke tempat agen atau majikan saya, saya mau
pergi ke kantor buruh.
Saya baru mengetahui hak-hak saya dari mendengar diskusi-diskusi yang diadakan
KOTKIHO di taman Victory. Saya pergi ke shelter KOTKIHO karena seorang teman
yang tinggal di sana sebelumnya memberitahukan saya. Saya tidak tahu apakah saya masih
ingin bekerja lagi di Hong Kong.
Polisi tidak mengerjakan tugasnya dengan baik. Waktu saya pergi dari kantor polisi majikan
saya mengikuti saya dan polisi tidak berbuat apa-apa untuk mencegah hal tersebut. Saya
kemudian kembali ke kantor polisi dan meminta polisi agar mau mengantar saya. Kantor
buruh meminta saya untuk menjadi seorang saksi dalam sidang menuntut majikan saya tapi
tidak mengizinkan saya untuk bekerja dan mereka juga tidak memberikan saya uang untuk
dapat hidup selama saya menunggu proses sidang kasus saya maka saya lalu membatalkan
kasus polisi saya menuntut majikan saya. Pemerintah seharusnya harus lebih cepat mengurus
kasus karena para buruh rumah tangga tidak boleh bekerja selama ia mempross kasus-
kasusnya.
75
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Menurut Ferry Susantio, direktur sebuah agen penempatan buruh migran di Hong Kong, sebagaimana
yang dilaporkan dalam penelitian Underpayment AMC 2005, ketika buruh migran Indonesia tiba di
Hong Kong, jasa rekuitmen HKD 15.000 ditanggung oleh majikan, sementara buruh benar-benar dibayar
standar sekitar HKD 1.000 – 1.200 per bulan (gaji minimum pada waktu itu adalah HKD 2.400).
Namun, tahun 1996, keadaan tersebut mulai berubah karena dua alasan utama. Pertama, Komisi
Independen Hong Kong Anti Korupsi/Hong Kong’s Independence Commission Against Corruption
(ICAC) mulai menyelidiki isu pembayaran gaji buruh migran dibawah standar (underpayment). Kedua,
agen Penempatan Tenaga Kerja Indonesia menghadapi persaingan yang ketat dari buruh migran Filipina.
Untuk menanggapi hal itu, para agen tenaga kerja mulai membayar gaji buruh migran Indonesia dengan
gaji minimum, bahkan secara spontan merubah biaya jasa rekruitmen dengan membebankannya kepada
calon buruh migran.
Yang terjadi adalah sistem yang ada sekarang ini meskipun memberikan gaji yang lebih tinggi kepada
buruh rumah tangga, tapi gaji tersebut secara otomatis dipotong untuk membayar biaya penempatan
yang pada dasarnya merugikan sama sekali buruh rumah tangga. Sistem ini berhasil meyakinkan ICAC
karena buruh rumah tangga sekarang ini lebih sering ‘digaji’ dengan upah minimum. Sistem ini
menguntungkan para majikan karena biaya penempatan sekarang menjadi beban para buruh rumah
tangga. Tetapi, kalaupun secara teoretis agen mulai membayar buruh lebih tinggi, mereka tetap
membebankan utang kepada buruh, sehingga dengan demikian tetap mempertahankan sistem
underpayment yang marak menimpa buruh migran Indonesia dan melembagakan sistem hutang.
Sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Underpayment 2005, para Direktur PJTKI lainnya
menyatakan bahwa buruh migran Indonesia yang menerima gaji di bawah standar adalah para migran
yang baru pertama bekerja, dan masih dalam kontrak pertama. Sementara tingkat underpayment selama
buruh migran bekerja di kontrak pertama jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrak-kontrak
penggantinya, buruh migran yang sudah pernah bekerja di Hong Kong beberapa kali pun gajinya juga
dikurangi. Pada dasarnya, agen tenaga kerja akan meminta kepada buruh migran untuk menceritakan
kepada setiap orang yang menanyakan mereka bahwa mereka menerima gaji penuh, dan lebih-lebih
para buruh migran yang masih bekerja di kontrak pertama karena mereka takut kehilangan pekerjaan
mereka. Hal ini memang benar khususnya jika mereka belum melunasi pembayaran biaya agen.
Sebagaima yang sebelumnya dilaporkan, standar jasa rekruitmen dinaikkan tahun 1999, perubahan
besar ini dipengaruhi oleh Assosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI). Sepucuk surat
dari APJATI kepada M. Din Symsudian, Direktur Umum Pemberdayaan Tenaga Kerja dari Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tanggal 18 Mei 1999, dengan tegas meminta kenaikan biaya rekruitmen
sampai 18.000 HKD untuk setiap buruh. Pemerintah segera menyetujui permohonan itu tanpa banyak
komentar, memberitahukan kepada Asosiasi dalam surat tertanggal 21 Mei bahwa biaya rekruitmen
bagi semua buruh migran yang meninggalkan Indonesia ditentukan sebesar Rp. 17.845.000. Semua ini
terjadi karena UU Perburuhan Hong Kong menetapkan bahwa agen tidak diperkenankan untuk
mengenakan biaya gen lebih dari 10% gaji buruh migran setiap bulan.
Jelas sekali terdapat kesenjangan yang lebar antara peraturan-peraturan yang berlaku di Hong dan
di Indonesia Peratura-peraturan Hong Kong dibuat untuk mempermudah dan melindungi buruh migran,
76
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
kendati peraturan-peraturan tersebut tidak dipraktekkan secara tegas; sementara peraturan Indonesia
dibuat agar lebih menguntungkan dan memperkaya para agen rekruitmen/tenaga kerja,
Meskipun pemerintah Indonesia sudah menetapkan biaya rekruitmen maksimum yang sebenarnya
juga sudah berlebihan sebesar Rp 17.845.000, para agen tenaga kerja selalu saja melanggar dan
menetapkan biaya tersebut lebih tinggi. Biaya-biaya ini dibebankan baik kepada buruh rumah tangga
maupun majikan melalui pemotongan gaji dan biaya-biaya lain, dengan besar jumlah yang bervariasi
tergantung nilai upah yang disetujuai. Biaya tersebut dibayarkan ke agen-agen tenaga kerja cabang
Hong Kong dan APJATI untuk keperluan ‘biaya-biaya’ penampungan, pemeriksaan kesehatan dan
dokumen-dokumen perjalanan.
5.9 Konsultasi Dengan
Karena para buruh tangga sering tidak diberitahu mengenai hak-hak mereka oleh agen-agen mereka,
ketika mereka menghadapi masalah mereka harus menanyakan kepada seseorang mengenai situasi
mereka. Ketika ada masalah dengan majikan, buruh rumah tangga mengkonsultasikan masalah mereka
dengan banyak orang yang berbeda-beda. Sebanyak 75% dari buruh rumah tangga pergi berkonsultasi
kepada teman mereka. Hanya 16% pergi berkonsultasi ke LSM-LSM dan sisanya pergi ke agen tenaga
kerja.
Consultation Regarding Problems
1562
333
53 49 45
271
24 2
0.10%1.16%
13.12%
2.18%2.38%2.57%
16.13%
75.28%
0200400600800
10001200140016001800
Con
sult fri
ends
NG
O /
MW
s Org
anizat
ions
Indo
nesian
Con
sula
te
Labo
ur D
epar
tmen
t
Police
Agenc
y
Family
Employ
er
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
77
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
5.10 Potongan Gaji
Selama pemakaian sehari-hari semua barang-barang lama-lama kelamaan pasti akan rusak. Seringkali
para buruh rumah tangga melaporkan bahwa kerusakan-kerusakan terjadi saat mereka bekerja sehari-
hari, apakah mencuci piring, memasak, mencuci pakaian, merawat dan menjaga anak, dianggap sebagai
kesalahan mereka dan biaya pengganti atas barang-barang tersebut dipotong dari gaji-gaji mereka oleh
para majikan. Para buruh rumah tangga biasa melaporkan bahwa mereka harus menganti pakaian-
pakaian yang sudah tua dan tersobek selama mencuci, atau sebuah piring yang pecah selama memasak.
Akan tetapi, menurut peraturan perburuhan Hong Kong saat ini, buruh rumah tangga tidak seharusnya
membayar lebih dari HKD 300 setiap bulan berapapun biaya barang-barang yang rusak tersebut. Akan
tetapi, karena kurangnya penegakan peraturan-peraturan tersebut, kurangnya pula informasi bagi buruh
rumah tangga sehubungan hak-hak mereka maka para majikan yang serakah terus memotong gaji para
buruh tangga lebih dari besar yang sudah ditentukan.
Dalam diskusi-diskusi kelompok terpadu kami dengan para buruh rumah tangga ditemukan bahwa
mereka selalu bertanggungjawab atas kerusakan-kerusakan barang atau peralatan tertentu, bahkan jika
barang tersebut hanya pakaian yang sudah tua dan usang atau sobek atau mesin DVD yang kebetulan
berhenti beroperasi saat mereka sedang menggunakannya. Mereka menggangap mengganti aatu
mengganti biaya-biaya perawatan untuk barang-barang yang rusak dan hancur adalah hal yang sangat
biasa bagi mereka. Bahkan pakaian-pakaian yang sudah tua dan sobek saat dicuci harus diganti dengan
yang baru. Seorang buruh rumah tangga bahkan bercerita bahwa dia harus mengganti sepotong pakaian
tua dengan sepotong baju yang bermerk baru dengan harga HKD 500.
Potongan Upah Otomatis
Sebanyak 7.7% dari majikan mempraktekkan potongan upah otomatis untuk benda-benda yang
rusak selama kerja. Majikan rata-rata mengenakan potongan gaji otomatis di luar biaya agen, sebesar
HKD 457 per bulan. 17% dari buruh rumah tangga terkenan potongan otomatis sebesar HKD 200.
12% menerima potongan sebesar HKD 300 dan 10% dikenakan potongan HKD 100. Jumlah yang
dipotong berkisar antara HKD 15 hingga HKD 3300.
78
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Automatic Wage Deductions per Month (HKD)
106
41
6 8
0.38%0.29%
1.96%
0
20
40
60
80
100
120
0-300 301-1000 1001-2000 2001+
# o
f W
ork
ers
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%5.05%
Illegal Wage Deductions - 2.63%
Selama kontrak pertama, sebanyak 7% dari buruh migran menerima potongan gaji otomatis rata-
rata sebesar HKD 431. 18% dari buruh rumah tangga selama kontrak pertama terkena potongan
sebesar HKD 200.
1st Contract Automatic Wage Deductions
(HKD)
97
31
4 7
0.34%0.19%
1.49%
4.67%
0
20
40
60
80
100
120
1-300 301-1000 1001-2000 2000+
# o
f W
ork
ers
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
4.5%
5.0%
Illegal Wage Deductions - 2.02%
Selama kontrak kedua atau kontrak-kontrak berikut, sebanyak 4.5% dari buruh migran masing-
masing mendapat potongan gaji otomatis rata-rata sebesar HKD 703. 25% dari buruh migran selama
kontrak kedua atau kontrak-kontrak berikutnya paling banyak terkena potongan sebesar HKD 500.
79
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Terdapat lebih sedikit buruh rumah tangga yang bekerja selama kontrak pertama atau kontrak-kontrak
berikutnya yang terkena potongan gaji otomatis, namun terdapat lebih banyak buruh rumah tangga yang
membayar rata-rata potonga gaji otomatis.
2nd or More Contract Automatic Wage
Deductions (HKD)
10
18
4
2
0.26%
0.52%
2.34%
1.30%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1-300 301-1000 1001-2000 2000+
# o
f W
ork
ers
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%Illegal Wage Deductions - 3.12%
5.11 Tabungan dan Remitan
Seperti yang sebelumnya telah ditunjukkan, mayoritas buruh rumah tangga di Hong Kong memiliki
keluarga tanggungan di Indonesia. Untuk menyokong mereka, buruh rumah tangga harus mengirim uang
ke Indonesia. Beberapa ada yang membawa pulang bersama mereka uang tunai hasil gaji mereka, di
mana praktek ini sangat berbahaya karena seringkali menjadi sasaran pemerasan dan perampokan
selama dalam perjalanan pulang kampung. Banyak buruh rumah tangga juga mengirimkan uang hasil
kerja mereka ke Indonesia melalui bank atau lembaga-lembaga jasa keuangan dan saluran-saluran
resmi lainnya.
Sebanyak 64% dari buruh rumah tangga di Hong Kong secara resmi mengirim uang pulang ke
Indonesia. 18% dari buruh rumah tangga yang mengirim uang pulang setiap bulannya, jumlah paling
biasa adalah sebesar HKD 1000. Jumlah terbesar kedua adalah HKD 2000 dikirim sebanyak 14%
dan 12% mengirim jumlah terbesar ketiga sebesar HKD 1500. Jumlah terkecil pengiriman uang setiap
bulan adalah HKD 100 dan paling besar HKD 3000. Rata-rata jumlah remitan setiap bulan yang benar-
benar dikirim buruh perempuan rumah tangga adalah HKD 1535. Ratau-rata remitan setiap bulan yang
80
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
dikirim seluruh buruh perempuan termasuk mereka yang tidak sebesar HKD 982.
Remittances (HKD)
11
130
418
295 292
124
65
3.10%
5.91%
13.92%14.07%
19.93%
6.20%
0.52%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0-499 500-999 1000-1499
1500-1999
2000-2499
2500-2999
3000+
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Simpanan Uang/Tabungan
Selain mengirimkan uang ke Indonesia, buruh rumah tangga juga memiliki tabungan pribadi di bank.
Memiliki tabungan pribadi di bank adalah sebuah langkah penting yang buruh migran harus lakukan jika
ingin uang hasil kerja mereka di luar negeri dapat dipakai untuk kehidupan setelah mereka pulang ke
Indonesia. Semua buruh rumah tangga di Hong Kong pasti akhirnya akan pulang ke Indonesia. Pengiriman
remitan dapat membantu keluarga, tapi seringkali digunakan untuk mendanai kebutuhan sehari-hari.
Dengan memliki tabungan prbadi, buruh migran dapat melakukan investasi untuk masa depan mereka.
Dengan melakukan investasi bisnis dirumah, para buruh migran dapat mempunyai pendapatan yang
dapat digunakan untuk diri mereka dan keluarga mereka ketika mereka sudah tidak bekerja lagi sebagai
buruh rumah tangga di luar negeri.
29% dari buruh migran memiliki tabungan pribadi di bank. Rata-rata semua buruh migran termasuk
mereka yang tidak menabung menyimpan HK 983 tiap bulan. Rata-rata setiap bulan buruh migran yang
benar-benar menabung menyimpan HKD 1534. 10% dari buruh migran yang benar-benar menabung,
paling besar sebesar HKD 1000. Jumlah terbesar kedua HKD 500 ditabung oleh 8% buruh migran dan
3% menabung HKD 1500. Jumlah paling sedikit yang ditabung setiap bulan adalah HKD 100 dan
paling besar HKD 3270.
81
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Money Saved (HKD)
47
196209
6855
30
1.43%
2.62%3.24%
9.97%9.35%
2.24%
0
50
100
150
200
250
1 - 499 500 - 999 1000 - 14991500 - 19992000 - 2499 2500 +
# o
f W
ork
ers
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
5.12 Pembaharuan/Perpanjangan Kontrak
Kontrak kerja memiliki batas waktu selama dua tahun dan semua kontrak memiliki harus diperpanjang/
diperbaharui. Menurut peraturan Perburuhan Hong Kong, semua buruh migran rumah tangga berhak
untuk memperoleh dua minggu, 14 hari, cuti tahunan dan tiket pulang yang diberikan oleh majikan
setelah kontrak mereka berakhir.
Akan tetapi sekali lagi, peraturan-peraturan Hong Kong dan Indonesia mengenai hak-hak buruh
migran saling bertentangan. Peraturan Indonesia mewajibkan minimum 30 hari cuti ke Indonesia sebagai
bagian dari proses pembaharuan kontrak. Akibatnya banyak majikan lebih suka mempekerjakan buruh
rumah tanga baru daripada menunggu buruh rumah tangga mereka kembali ke Hong Kong. Peraturan
cuti 30 hari pemerintah Indonesia ini telah merugikan BMI karena mereka dapat kehilangan pekerjaan
mereka dan dengan begitu mereka harus mengulangi lagi seluruh proses migrasi dan menghabiskan
bahkan lebih banyak untuk membayar biaya-biaya penempatan.
Dalam sebuah wawancara dengan Departemen Tenaga Kerja Indonesia dikatakan bahwa agen
bertanggungjawab atas proses migrasi, para pejabat mempertahankan pemulangan paksa yang panjang
ini karena menurut mereka hal ini penting bagi buruh migran demi memelihara hubungannya dengan
keluarganya dan memudahkan mereka untuk dapat menyesuaikan diri ketika mereka akhirnya tidak
kembali bekerja lagi sebagai buruh rumah tangga di luar negeri. Mereka mengatakan bahwa proses ini
biasanya membutuhkan waktu selama tiga minggu bagi buruh migran untuk mengatasi kejutan-kejutan
budaya, yang mana sulit untuk dipercaya karena mereka pulang ke kampung halaman, bukan pergi ke
tempat baru. Para pejabat Departemen Tenaga Kerja terus mencari alasan dengan mengatakan bahwa
adanya kasus-kasus yang terjadi di mana para perempuan menolak suaminya sekembali mereka dari
82
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
luar negeri, dan menurut mereka hal ini menciptakan masalah-masalah sosial di Indonesia yang mereka
ingin hindari. Dari pernyataan-pernyataan demikian dapat dengan mudah kita lihat bahwa kepentingan
para pejabat Departemen Tenaga Kerja sebenarnya sama sekali tidak bermaksud untuk melindungi
buruh migran, tapi sebaliknya mereka hendak memastikan agar perempuan-perempuan buruh migran
ini, yang baru diberdayakan kaerna berkat kerja mandiri dan penghasilan mereka, mengingat tempat
mereka dalam masyarakat Indonesia yang patarnalistik.
Menurut laporan Underpayment AMC 2005, pemerintah Indonesia menyebut alasan pengawasan
demi perlindungan buruh migran untuk syarat tinggal minimal 30 hari dalam hal pembaharuan kontrak
kerja. Alasan lain yang disebut oleh pemerintah adalah demi memelihara hubungan antara seorang buruh
migran dengan keluarganya. Yang melekat dalam peraturan ini adalah asusmsi-asumsi yang bias jender
dimana buruh migran perempuan harus berunding dulu dengan anggota keluarga yang laki-laki sebelum
dan sesudah bekerja dan bahwa mungkin mereka akan tergoda mencoba hubungan homoseks selama
jauh dari suami mereka. Disamping biaya moneter, struktur kebijakan Indonesia mengenai pembaharuan
kontrak buruh migran mengakibatkan ketidaksenangan disamping menyebarkan kesan-kesan negatif
kepada buruh mengenai harga dirinya.
Sebagaimana secara rinci dilaporkan dalam penelitian Underpayment 2005, Pemerintah Indonesia
dan PJTKI benar-benar menyadari perjuangan yang harus dilewati oleh buruh migran untuk memperharui
kontrak mereka. Memang, bukti tersebut menunjukkan bahwa keduanya telah bekerja sama melawan
buruh migran bukan hanya dalam menerapkan hambatan-hambatan birokrasi, tetapi juga memeras dari
mereka. Proses pembaharuan kontrak telah disusun sedemikian rupa sehingga para buruh migran hanya
mempunyai sedikit alternatif selain bersandar pada institusi-institusi yang mengekploitasi mereka. Kesulitan-
kesulitan ini paling dirasakan oleh buruh migran saat berusaha memperbaharui kontraknya dengan usaha
sendiri, tanpa perantara atau agen.
Menurut UU yang berlaku di Indonesia, semua ‘buruh sektor informal’ semisal, buruh migran rumah
tangga harus pulang ke Indonesia untuk memperbaharui kontrak-kontrak mereka tanpa perduli dari
negara mana mereka bekerja. Seksi Proteksi dan Advokasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
memberlakukan persyaratan ini. Mereka mewajibkan buruh migran pulangi ke Indonesia untuk
pembaharuan kontrak dengan alasan pengawasan demi perlindungan buruh migran.. Tetapi, jalur ini
sangat mahal bagi buruh migran, yang seringkali harus membayar biaya-biaya di luar dugaan ketika
mengurus pembaharuan suatu kontrak
Pemulangan paksa para BMI oleh pemerintah mereka sendiri untuk tujuan atau alasan-alasan sebagai
bagian dari proses pembaharuan kontrak sebaliknya memiliki dampak-dampak yang serius bagi keadaan
keuangan mereka. Proses yang sangat ekploitatif ini didokumentasikan dalam laporan Underpayment
AMC 2005 dan diungkapkan kembali berikut ini.
Untuk memperbaharui kontrak mereka, buruh migran sering harus mulai lagi melalui Kantor Agen
Tenaga Kerja Cabang Hong Kong yang pertama sekali mengontrak mereka. Agen Tenaga Kerja sering
mewajibkan biaya tambahan untuk memperbaharui kontrak. Dengan mengikuti pola yang sama seperi
jasa rekruitmen, jasa pembaharuan kontrak ditentukan dengan standar yang rasional (tidak lebih dari
10% dari upah buruh satu bulan) oleh Pemerintah Hong Kong. Akan tetapi standar tersebut jarang
83
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
sekali..
Di tahun 1999, pemerintah Indonesia menyetujui biaya pembaharuan kontrak sebesar 5.500 HKD
yang tentunya dilanggar oleh hampir semua PJTKI, yang membebankan biaya kepada setiap buruh
migran dimana saja sebesar antara 3.000 – 13.000 HKD. Setelah terjadinya restrukturisi dalam
Departemen Tenaga Kerja Indonesia pada Oktober 2000, suatu kebijakan baru, yang diperjuangkan
oleh buruh migran dan dimaksudkan untuk menyamakan besarnya biaya dengan kebijakan di Hong
Kong, menetapkan bahwa biaya pembaharuan kontrak tidak boleh melebihi 10 % dari gaji bulanan
pertama buruh migran. Lagi-lagi PJTKI melanggar ketentuan ini yang tetap meminta biaya sebesar
antara 3.000 – 7.000 HKD. Kebijakan baru tersebut, diprakarsai setelah adanya perubahan
kepemimpinan baru di Departemen Tenaga Kerja, memaksa para agen hanya membebankan biaya
10% dari gaji buruh bulan pertama. Kebijakan ini juga menetapkan bahwa buruh migran minimal harus
tinggal di Indonesia selama 30 hari setelah kontraknya berakhir. Masih belum dapat diketahui bagaimana
badan perlindungan buruh migran yang baru seperti BNP2TKI akan mengatasi persoalan-persoalan ini.
Para agen tenaga kerja terus membebankan kepada buruh rumah tangga biaya yang berlebihan
untuk memperbaharui kontrak. Leb-lebih anda bisa menemukan berapa besar biaya yang mereka
bebankan kepada para buruh rumah tangga. Hampir seluruh buruh rumah tangga yang memperbaharui
kontrak kerja membayar lebih dari yang ditentukan oleh peraturan pemerintah Hong Kong di mana
untuk biaya pembaharuan kontrak tidak melebihi 10% dari gaji bulanan pertama buruh rumah tangga di
Hong Kong.
Berdasarkan wawancara yang diadakan AMC dengan Konsulat Jenderal Indonesia, yang aslinya
dilaporkan dalam penelitian Underpayment 2005, hukum perburuhan Indonesia mengenai buruh migran
umumnya menguntungkan agen tenaga kerja karena mereka membayar mahal untuk perizinan dari
pemerintah. Izin untuk menjalankan sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia di Hong Kong
memerlukan deposit sekitar 50.000 HKD di Konsulat Indonesia. Sementara lisensi untuk mengirim
tenaga kerja ke luar negeri oleh PJTKI adalah sekitar Ro. 500.000, yang harus dibayarkan kepada
Menteri Tenaga Kerja. Menurut Konsul Jenderal, ada sekitar 180 agen tenaga kerja di Hong Kong,
dan lebih dari 400 PJTKI di Indonesia. Jika pemerintah memberikan fasilitas yang lebih mudah bagi
buruh migran untuk memperbaharui kontrak kerja mereka secara independen, itu mungkin mengancam
pendapatan dan kelansungan agen tenaga kerja dan mengganggu monopoli mereka
Setibanya di Indonesia, buruh migran atau keluarganya sering terpaksa menyogok berbagai petugas
sebelum mereka dapat meninggalkan bandara (lihat bagian 6.1 tentang Pemulangan). Ketika responden
untuk survei Buruh Migran Rumah Tangga-Hong Kong ditanya apakah menemui kesulitan di bandara di
Jakarta atau Surabaya ketika transit, sebanyak 23 % mengaku menemui kesulitan. Kelompok terbesar
dari mereka mengaku menemukan korupsi. Selain itu, tentu saja mengalami tekanan untuk tidak pulang
dengan tangan kosong setelah bekerja di luar negeri. Bahkan jika mereka pulang hanya sebentar saja,
para buruh migran merasa wajib membawa uang atau oleh-oleh bagi famili dan teman-teman di kampung.
Hong Kong merupakan negara tujuan yang unik di mana para buruh rumah tangga Indonesia benar-
benar memiliki hak untuk memperbaharui kontrak-kontrak mereka melalui konsulat Indonesia. Secara
teoritis, seorang migran yang berusaha untuk memperbaharui kontraknya secara independen harus
84
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
memenuhi syarat pengesahan dari Konsulat untuk dapat terus bekerja. Tetapi dalam praktek, para
responden dalam penelitian Underpayment 2005 melaporkan bahwa mereka tidak dapat pergi untuk
mendapatkan pengesahan konsulat tanpa terlebih dahulu mendapatkan pengesahan dari agen tenaga
kerja di Hong Kong yang bekerjasama dengan PJTKI yang dulu mengirim mereka dari Indonesia. Para
buruh migran yang berusaha untuk memperbaharui sendiri kontraknya diserahi banyak sekali persyaratan
yang tidak diminta dari mereka yang mendapatkan pengesahan dari agen. Lagipula, banyak majikan
tidak akan memberikan buruh rumah tangganya peringatan awal apakah mereka telah memutuskan
untuk memperbaharui kontraknya. Dengan demikian, para buruh migran sering hanya punya waktu dua
minggu untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan (batas waktu bagi buruh migran yang
tidak bekerja di Hong Kong sebelum mereka harus pulang).
Seorang buruh migran menceritakan kembali kepada kami pengalamannya berhubungan dengan
pembaharuan/perpanjangan kontrak. Awalnya dia ingin mendiskusikan perpanjangan kontrak ini dengan
agennya, tapi dia kemudian memutuskan untuk melakukan perpanjangan seraca mandiri melalui konsulat
Indonesia di Hong Kong. Waktu dia datang ke konsulat dengan majikannya mula-mula pengajuan
perpanjangan/pembaharuan kontraknya ditolak. Para petugas konsulat mengatakan “Di Hong Kong
kamu memerlukan bantuan agen kamu waktu kamu selesai kontrakmu.” Buruh migran tersebut lantas
berdebat kepada para petugas konsulat tersebut dengan mengatakan kepada mereka bahwa buruh
migran Filipina tidak memerlukan para agen untuk ‘membantu‘ mereka dan buktinya mereka dapat
memperpanjang kontrak-kontrak mereka sendiri. Petugas konsulat tersebut lalu mengatakan kepada
buruh mgiran tersebut bahwa orang-orang Indonesia tidak dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan
akan membingungkan departemen Imgirasi Hong Kong. Setelah dua jam berdebat, petugas konsulat
menolak memperpanjang/memperbaharui kontrak buruh migran tersebut sementara dia masih tetap
bersikeras tidak ma mencari ‘pertolongan‘ dari agennya. Lalu buruh migran tersebut mengancam untuk
melaporkan penolakan ini kepada media, dan saat itu juga petugas konsulat tiba-tiba berubah pikiran
dan mengizinkan buruh migran tersebut memperbaharui/memperpanjang kontraknya. Seluruh biaya untuk
perpanjangan kontrak sebesar HKD 700 sementara perpanjangan kontrak melalui agen biasanya
menghabiskan biaya antara HKD 6,000 hingga HKD 7,000.
Segera setelah kontrak kerja buruh rumah tangga diputus atau habis, mereka harus meninggalkan
Hong Kong dalam waktu dua minggu menurut persyaratan peraturan Dua Minggu. Para buruh rumah
tangga diperbolehkan untuk mencari majikan baru di Hong Kong dalam waktu dua minggu tersebut dan
dengan begitu mereka juga harus menjalani lagi seluruh proses rekruitmen. Karena mereka hanya memiliki
waktu dua minggu untuk mendapatkan pekerjaan baru, maka mereka yang memperoleh kontrak baru
tidak mempunyai pilihan lagi selain harus menandatangani kontrak pertama mereka tanpa memiliki
kesempatan untuk memastikan bahwa mereka akan menerima gaji minimum dan/atau majikan yang
mereka inginkan.
Waktu yang sangat pendek ini, yakni dua minggu juga menguntungkan agen-agen tenaga kerja karena
mereka mengeksploitasi para buruh rumah tangga melalui proses pembaharuan kontrak. Karena ketentuan
waktu yang sangat pendek ini, mereka tidak mungkin dapat mengumpulkan semua surat-surat dan
mengurus sendiri di konsulat Indonesia, maka mereka tidak punya pilihan lain selain melakukan lagi
pembaharuan kontrak mereka melalui sistem agen. Sebagaimana telah dipublikasikan dalam laporan
85
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Underpayment 2005, untuk dapat membaharui kontrak kerja, para buruh rumah tangga mandiri harus
mengumpulkan ke konsulat Indonesia di Hong Kong dokumen-dokumen berikut ini:
1. Surat dari APJATI
Para agen tenaga kerja akan berusaha sedemikian rupa agar buruh migran tidak mengurus sendiri
pembaharuan kontrak mereka sehingga tidak masuk akal mengharapkan seorang buruh migran bisa
mendapatkan surat persetujuan dari APJATI. Beberapa buruh migran hanya punya waktu 2 minggu
untuk mendapatkan dokumen ini, waktu yang sangat pendek sehingga APJATI punya dalih untuk tidak
memberikannya.
2. Surat ‘Izin’ dari Suami atau Orang Tua di Indonesia, yang disahkan oleh Kepala Desa
Lagi-lagi, waktu 2 minggu selalu tidak cukup untuk mendapatkan dokumen seperti itu dari negera
lain. Banyak keluarga buruh migran tinggal di kampung yang sulit dijangkau oleh kantor pos. Lagipula,
pengesahan kepada desa akan sering memerlukan waktu, atau biaya, disamping biaya yang dibebankan
untuk pembaharuan kontrak. Akhirnya, dengan mensyaratkan buruh migran perempuan mendapatkan
ijin dari suami atau orangtua untuk tetap bekerja di luar negeri, agen dan lembaga pemerintah lagi-lagi
memperlihatkan contoh praktek yang bias jender yang harus ditanggung oleh buruh migran. Dengan
mewajibkan adanya ijin dari suami atau orangtua, pemerintah merampas kekuasaan atas hidup buruh
migran sendiri dan menyerahkannya kepada orang lain.
3. Persetujuan yang dibuat oleh Pengacara dan harus ditandatangani oleh majikan
Tujuan perjanjian ini adalah supaya majikan menyatakan bahwa dia bertanggungjawab penuh terhadap
buruh migran ini dihadapan konsulat. Buruh migran yang memperbaharui kontraknya melalui agen, oleh
konsulat dianggap menjadi tanggung jawab agen tersebut. Pada dasarnya, hal ini merupakan cara Konsulat
Indonesia untuk tidak bertanggungjawab atas kesejahteraan seorang buruh migran kendati statusnya
sebagai warganegara Indonesia. Karena agen tenaga kerja jarang sekali mau bertanggungjawab terhadap
buruh migran yang butuh pertolongan, pihak konsulat juga “cuti tangan” atas situasi itu. Seperti biasa,
batas waktu juga secara keras diterapkan dalam mendapatkan dokumen ini. Ganguan lain (dan biaya)
yang harus ditanggung majikan dapat saja mendorongnya untuk mengontrak saja buruh migran baru
daripada mencoba memperbaharui kontrak.
4. Sertifikat Pemeriksaan Medis
Seperti sebelumnya, batas waktu dan biaya membuat tidak mungkin mendapatkan izin ini. Lagipula,
hampir semua buruh migran tidak tahu bagaimana dan kemana harus pergi untuk mendapatkan
pemeriksaan medis di Hong Kong.
Persyaratan-persyaratan tidak adil tersebut di atas hanya terjadi kepada buruh rumah tangga yang
berkeinginan sendiri memperbaharui kontrak-kontrak mereka melalui konsulat Indonesia di Hong Kong.
Memang, banyak buruh yang telah berusaha memperbaharui kontraknya sendiri melaporkan ke AMC
bahwa mereka diperlakukan secara kasar oleh staf di konsulat Indonesia yang berbicara kasar kepada
86
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
mereka. Sayangnya sebagaimana kita dapat lihat pembaharuan kontrak alternatif melalui sistem agen
memakan biaya yang lebih tinggi, mendapat perlakuan eksploitatif dan merugikan buruh rumah tangga.
Pihak Yang Mengurus Perpanjangan Kontrak
Dari mayoritas buruh rumah tangga yang sudah menyelesaikan kontrak mereka, dan ingin
memperbaharui kontraknya, sebanyak 93% mengurus kontrak tersebut melalu agen tenaga kerja HK.
3% datang sendiri ke konsulat dan 1% melalui agen tenaga kerja Indonesia. 3% dari buruh rumah
tangga melaporkan bahw mereka menghadapi kesulitan dalam memproses pembaharuan kontrak mereka.
Contract Renewal Processor
19
697
11 19
2.55%1.47%
93.43%
2.55%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
By yourself HK employmentagency
Indonesiaemployment
agency
Other
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Biaya Perpanjangan Kontrak
Untuk setiap pembaharuan/perpanjangan kontrak terdapat biaya-biaya tersendiri. Sebanyak 96%
dari buruh rumah tangga mengatakan bahwa mereka rata-rata membayar biaya pembaharuan kontrak
kepada agen tenaga kerja di HK masing-masing sebesar HKD3,598. Besar nilai pembayaran kontrak
tersebut kepada agen-agen di HK bervariasi, mulai dari HKD 200 hingga HKD 21,000 dan pembayaran
paling biasa sebesar HKD 3,000. Dari buruh rumah tangga yang membayar pembaharuan kontrak
mereka kepada agen tenaga kerja di HK, sebesar 27% membayar sebesar HKD 3,000. 9% membayar
HKD 2,000 dan 8% sebesar HKD 1,500.
Selain para buruh rumah tangga harus membayar biaya pembaharuan kontrak, para majikan juga
harus membayar biaya yang sama. Bagi buruh rumah tangga yang mengetahui majikannya juga membayar
biaya pembaharuan kontrak, pembayaran paling biasa diberikan kepada agen tenaga kerja HK di mana
55% dari para majikan rata-rata membayar sebesar HKD 2,510. Besar jumlah pembayaran pembaruan
87
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
kontrak bervariasi antara HKD 100 dan 12,000 di mana sebanyak 22% dari para majikan paling
biasaanya membayar sebesar HKD 2,000. 20% membayar sebesar HKD 3,000 dan 12 sebesar HKD
1,500.
MW Contract Renewal Costs Paid To
6
660
3 7 8
1.17%1.02%0.44%0.88%
96.49%
0
100
200
300
400
500
600
700
IndonesianConsulate
HKemployment
agency
Indonesianemployment
agency
HKImmigrationDepartment
Others
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Amounts MWs Paid to HK Agencies for
Contract Renewal (HKD)
65
113103
209
5134 36
49
7.42%5.45%5.15%
7.73%
31.67%
15.61%17.12%
9.85%
0
50
100
150
200
250
1 - 999 1000 -1999
2000 -2999
3000 -3999
4000 -4999
5000 -5999
6000 -6999
7000 +
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
88
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Employers Contract Renewal Costs
4
322
2 2 0
398
0.55%
44.23%
0.27% 0.27%
54.67%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Pa
id
Ind
on
esia
n
Co
nsu
late
Pa
id H
K
em
plo
ym
en
t
ag
en
cy
Pa
id
Ind
on
esia
n
em
plo
ym
en
t
ag
en
cy
Pa
id H
K
Imm
igra
tio
n
De
pa
rtm
en
t
Pa
id O
the
rs
Do
no
t K
no
w
# o
f W
ork
ers
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Amount Employers Paid to HK Agencies
for Contract Renewal (HKD)
10
75
120
86
167 4 4
3.11%
23.29%26.71%
4.97%2.17% 1.24% 1.24%
0
50
100
150
200
250
1 - 999 1000 -1999
2000 -2999
3000 -3999
4000 -4999
5000 -5999
6000 -6999
7000 +
# o
f E
mp
loye
rs
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
37.27%
89
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Box Story
Nama: Buruh Rumah Tangga “4”
Dari: Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Saya pertama kali bekerja di Malaysia selama 2 tahun. Setelah itu saya bekerja di Hong
Kong selama 6 bulan. Awalnya saya ingin bekerja di Hong Kong tapi karena saat itu ada
wabab SARS maka saya akhirnya pergi ke Malaysia. Adik perempuan saya sudah bekerja
di Hong Kong dan dia adalah orang pertama yang memberitahu saya mengenai pekerjaan
di Hong Kong. Adik perempuan saya memberitahu saya jika saya bekerja di Hong Kong
maka saya dapat mendapatkan lebih banyak uang dan juga libur.
Saya pertama (sebelum ke Malaysia) kali tinggal di penampungan selama 3 bulan sebelum
diberangkatkan ke Hong Kong. Penampungan baik. Ada cukup makanan, tempat bersih
dan ada kurang lebih 399-400 perempuan saat itu. Kami semua tidur di lantai dan tidak
memilik cukup kamar mandi, karena hanya ada 12. Saya tidak diperbolehkan meninggalkan
penampungan.
Setelah bekerja di Malaysia selama 12 tahun saya pulang ke Indonesia dan tinggal selama
5 bulan. Saya menunggu di penampungan kedua (sebelum ke Hong Kong) selama 3 bulan.
Penampungan lebih baik dari sebelumnya. Ada 300 perempuan dan 20 kamar mandi. Tempat
bersih dan besar. Lagi-lagi saya tidak diizinkan keluar dari penampungan. Di penampungan,
saya diajari memasak, bahasa Kanto, bagaimana merawat orangtua, bayi, bersih-bersih,
mencuci mobil dan mensetrika pakaian.
Saya tiba di Hong Kong 23 Maret 2006. Saya dapat membaca dan menandatangi kontrak
saya. Saya simpan paspor saya dan majikan simpan kontrak saya. Saya diwajibkan untuk
membayar biaya agen sebesar HKD 21,000 selama tujuh bulan. Gaji saya HKD 3,320
setiap bulan dan agen memotong gaji saya sebesar HKD 3,000. Saya bayar sendiri di Bank
biaya agen.
Saya bekerja selama 6 bulan dengan majikan saya. Saya libur 2 kali dalam sebulan tapi
tidak menerima libur nasional dan libur-libur lainnya. Tugas saya sehari-hari adalah
merawat anak, bersih-bersih, masak dan mensetrika. Majikan saya mempunya 2 anak.
Masing-masing berumur 5 dan 9 tahun. Saya harus mencuci mobil sekali seminggu. Saya
haru mengajari anak-anak menyanyi dan bahasa Inggris setiap hari. Jika majikan saya
sedang marah dengan anak-anak, ia juga marah-marah dengan saya. Kadang-kadang
saja majikan saya bersikap baik pada saya.
Setelah 6 bulan bekerja saya di-PHK. Saya tidak tahu alasannya. Kemudian baru saya
mengetahui bahwa majikan saya ingin menganti saya dengan buruh rumah tangga lain.
90
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Saya mencoba mencegah majikan saya mengambil yang baru dan kemudia dia bilang dia
akan membatalkanya. Tapi suatu hari saat saya bangun, majikan menyuruh saya
membereskan barang milik saya dan kemudian mengirim saya kembali ke agen. Biasanya
majikan saya bangun pukul 11.am, tapi suatu hari dia bangun dan menyuruh saya untuk
membereskan barang-barang saya dan kemudian membawa saya ke tempat agen saya.
Majikan saya membayar sebesar HDK3,000 satu bulan gaji tanpa uang “notice”
(pemberitahuan satu bulan sebelumnya sebelum di-PHK), tapi agen mengambil uang tersebut
dan menyuruh saya menandatangani pernyataan yang bunyinya bahwa saya sudah dibayar.
Saya di-PHK 18 September 2006.
Agen saya bilang bahwa mereka akan mencarikan saya seorang majikan yang baru tapi
saya harus membayar tambahan 7 bulan gaji potongan gaji sehingga jumlah seluruhnya
menjadi 14 bulan potongan gaji. Agen bilang pada saya bahwa mereka tidak bisa mencarikan
seorang majikan baru jika saya tidak mau membayar tambahan potongan gaji selama 7
bulan. Karena itu saya kemudian pergi mencari agen baru.
Saya menemukan agen baru di mana saya diharuskan untuk membayar HKD 3,000 dan
mereka bilang bahwa saya dapat membayarnya setelah saya bekerja. Saya tidur di tempat
agen tersebut dan dikenai biaya per hari sebesar HKD 30. Teman saya beri saya uang
untuk membayarnya. Saya tinggal di agen baru saya selama kurang lebih 2.5 bulan. Tempat
saya tinggal adalah asrama milik agen dan dihuni oleh 3 orang lainnya seperti saya. Selama
di agen ini, saya juga mencari agen lainnya untuk menolong saya lebihg cepat mencarikan
seorang majikan. Agen ini tidak membiarkan saya pergi tapi saya biarkan saja dan tetap
mencari agen baru.
Agen kedua saya ini memegang paspor dan kontrak saya. Mereka bilang pada saya bahwa
bulan November ada seorang majikan ingin mencoba mempekerjakan saya paruh waktu
tapi saat itu visa saya sudah habis maka saya harus pergi ke Cina untuk memperpanjangnnya.
Tanggal 1 Oktober saya pergi ke Cina untuk memperpanjang visa saya karena waktu dua
minggu setelah PHK saya hampir habis. Saya bayar sendiri perjalanan saya ke Cina tapi
saya kembali dengan visa yang sama, jadi perjalanan saya jadi sia-sia. Imigrasi masih
menghitung masa aktif visa kerja saya seolah-olah saya masih kerja dengan majikan saya.
Tanggal 2 Oktober, saya pergi lagi ke Cina dan masuk lagi dengan visa yang berbeda.
Petugas imigrasi tidak menanyakan apa-apa dan member saya visa yang sama seperti
sebelumnya berlaku sampai 2008, tapi hanya jika saya masih bekerja, padahal saya sudah
tidak bekerja. Saya bilang ke petugas imigrasi bahwa saya sudah tidak mempunya visa
karena saya di-PHK dan saya lalu tanya apakah saya dapat mendapatkan visa yang lain
(turis). Petugas tersebut lalu membawa saya ke petugas imigrasi lainnya. Petugas itu menulis
dalam paspor saya bahwa saya bisa tinggal di HK sampai tanggal 22 Oktober 2006 tapi
mereka tidak memberi stempel yang baru. Saya kembali ke agen saya.
91
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Agen saya bilang bahwa saya akan mendapatkan kontrak baru. Ada seorang majikan
menginginkan saya, tapi yang sesungguhnay tidak ada majikan yang datang. Oleh karena
itu tanggal 21 Oktober, agen mengirim saya ke Cina lagi. Kali ini petugas imigrasi tidak
mengizinkan saya masuk ke Cina. Mereka bilang bahwa besok saya harus pergi ke kantor
imigrasi di Wan Chai. Karena besok, tanggal 22 adalah hari Minggu, saya pergi ke Wan
Chai tanggal 23.
Setiba di kantor imigrasi, mereka menyuruh saya untuk kembali lagi tanggal 2 November,
tapi kali ini saya harus pergi ke kantor imigrasi lainnya. Saya pegi ke kantor imigrasi di
Kowloon Bay tanggal tersebut. Imigrasi mewawancarai saya dan mereka bilang bahwa
saya harus pergi melapor ke kantor imigrasi ini setiap dua minggu sekali pada hari Kamis.
Mereka juga bilang pada saya bahwa saya telah melewati batas masa tinggal di Hong
Kong. Saya lalu diberi tanggal sidang, 2 Januari. Saya melapor setiap dua miggu tapi saya
lupa bahwa tanggal sidang saya adalah 2 Januari. Keesokan harinya saya baru pergi ke
sana, 3 Januari. Sidang saya berada di Sha Tin dan di sana mereka tanya saya apakah saya
bersalah atau tidak. Saya bilang bahwa saya tidak bersalah. Oleh karena itu, mereka
menyidangkan saya lagi pada tanggal 18 tapi lalu langsung membawa saya ke penjara
sementara itu. Satu-satunya cara orang mengetahui saya ada di penjara disebabkan karena
saat itu saya mengajak seorang teman.
Tanggal 18 adalah tanggal sidang saya kedua, satu orang tidak muncul dan karena saya
terus menyatakan bahwa saya tidak bersalah maka tanggal persidangan saya ditunda hingga
tanggal 29 Januari. Pemerintah menyediakan seorang penerjemah tapi penerjemah imigrasi
yang mengambil pernyataan saya sebelumnya adalah orang yang tidak datang pada sidang
saya yang kedua. Pada s.
Saya seharusnya datang lagi ke kantor imigrasi tanggal 30 untuk mengambil paspor saya,
tapi petugas imigrasi menolak untuk memberikannya kepada saya dan meminta saya untuk
menandatangani sebuah kertas yang berbunyi bahwa mereka telah merusak paspor saya
dan meminta saya agar meminta dokumen perjalanan dari konsulat Indonesia. Mereka
bilang pada saya bahwa jika saya ingin dapat kembali ke Hong Kong saya tidak dapat
menggunakan paspor ini dan harus mengunakan paspor yang baru. [Hal ini mungkin saja
disebabkan paspornya telah dipalsukan oleh agen dengan menggunakan tanggal lahir yang
palsu sebelum dia meninggalkan Indonesia]
Selama di penjara, saya harus bersih-bersih setiap pagi, kemudian sarapan, nonton TV,
membaca, belajar, lalu mandi, dan membaca lagi. Pukul 4:30 saya makan malam, pukul 1:00
makan siang. Sarapan nasi dengan sayur, makan siang dengan bubur, makan malam, nasi
dengan sayuran dan kadang-kadang makan daging dan buah. Mujlai pukul 8pm, kami bebas
hingga jam tidur, 11pm. Beberapa orang bekerja di penjara. Mereka dibayar sebesar HKD
92
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
4 per hari, atau HKD 120 per bulan. Pekerjaan nya adalah bersih-bersih, menjahit, laundri
dan memasak. Semua itu untuk kebutuhan di penajara.
Saya ingin kembali ke Hong Kong dan bekerja lagi di sana. Kali ini saya tidak berhasil dan
saya ingin melakukannnya lagi dengan lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu saya
harus berhati-hati dalam mencari agen baru, memilih agen yang baik. Saya ingin menanyakan
kepada departemen imigrasi Hong Kong kenapa mereka tidak membelikan saya tiket untuk
pulang padahal mereka tahu saya hanya bekerja selama 6 bulan dan saya di-PHK bukan
disebabkan kesalahan saya. Juga, saya ingin menanyakan kenapa mereka tidak
mengembalikan paspor dan KTP saya padahal semua ini bukan kesalahan saya.
Menurut saya pemerintah Hong Kong perlu untuk memeriksa agen-agen karena banyak
dari mereka yang tidak baik. Para agen memberitahu para majikan apakah ini ok jika mereka
mem-PHK para buruh rumah tangganya. Para agen bilang pada para majikan “jangan kuatir
saya akan carikan anda yang baru.” Agen mendapatkan 7 bulan gaji, oleh karenanya agen
sudah tentu akan membantu para majikan untuk melakukan PHK karena mereka mendapat
lagi 7 bulan gaji. Pemenangnya selalu agen. Kami ingin bekerja tapi kami tidak dapat berbuat
apa dan setelah 7 bulan kami tidak mendapatkan uang, hanya kerja tapi tidak dibayar.
Saya akan bilang kepada teman-teman saya bahwa seseorang yang bekerja di Hong Kong
bisa memiliki nasib yang baik dan tidak baik. Beberapa buruh rumah tangga dibayar upahnya
dibawah ketentuan yang berlaku, beberapa lain ada yang dibayar upahnya dengan baik.
Saya akan ceritakan hal yang sebenarnya kepada mereka. Adik perempuan saya bekerja
selama 2 tahun dan dibayar gajinya dibawah standar selama 1,5 tahun, tapi dia telpon
departemen buruh dan kemudian dia memperoleh gaji yang resmi. Saya baru mengetahui
keberadaan KOTKIHO dan IMWU setelah saya di-PHK. Seorang teman saya memberikan
nomer telepon IMWU, saya lalu menelponya dan seseorang menjawab panggilan telepon
saya. Saya sangat beruntung dapat menemukan shelter KOTKIHO. Mereka memberikan
dukungan kepada saya.
5.13. Cuti Tahunan
Menurut Hukum Perburuhan yang berlaku di HK, semua buruh rumah tangga berhak memperoleh
cuti tahunan selama 2 minggu, 14 hari dan tiket pulang ke Indonesia dari majikan. 33% dari buruh rumah
tangga mengaku bahwa merek tidak menerima cuti tahunan mereka sementara 67% menerima cuti
tahunan. Untuk buruh rumah tangga yang menerima cuti tahunan, 70% dari mereka mengatakan bahwa
paling biasa mereka menerima sebanyak 14 hari. 7% mengaku menerima 21 hari dan 6% memperoleh
30 hari. Bagi buruh rumah tangga yang tidak menerima cuti tahunan mereka, sebanyak 30% mengatakan
bahwa alasan yang paling biasa disebabkan majikan memotong gaji mereka. 13% mengaku disebabkan
93
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
majikan memang tidak mengizinkan mereka mengambil cuti tahunan mereka. Sementara sebanyak 10%
mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui jika mereka berhak untuk mengambil cuti tahun mereka.
Annual Leave - Days
15
392
68
734
8
1.53%6.49%
1.34%
12.98%
74.81%
2.86%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1-7 8-14 15-21 22-28 29-35 36+
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Reasons for no Annual Leave
2 4 4 3
41
7 5 4 2
10
3 2
93.13%
42.71%
4.17%4.17%2.08%
7.29%5.21%
4.17%2.08%
10.42%
2.08%3.13%
9.38%
05
1015202530354045
Agenc
y ru
les
Mus
t car
e fo
r em
ploy
er's c
hild
Befor
e fin
ish
cont
ract b
ack to
indo
nesia
Cha
nged
em
ploy
er
Cha
rged
mon
ey fo
r lea
ve
Employ
er n
ever
gav
e th
e an
nual le
ave
Employ
er said
no le
ave
beca
use
of re
st d
ays
Wen
t to
china
Don
't ha
ve e
noug
h m
oney
Don
’t kn
ow a
bout
ann
ual lea
ve
Don
’t wan
t to
go b
ack to
indo
nesia
Term
inat
ed in
stea
d
Oth
er
# o
f W
ork
ers
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%
94
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Sebanyak 95% dari majikan membayar biaya tiket pesawat buruh rumah tangga ke Indonesia di
akhir kontrak kerja.
5.14 Perubahan
Kurang lebih satu pertiga buruh migran yang disurvei sedang menjalani kontrak mereka yang kedua
atau lebih di Hong Kong. Berikut ini adalah pengakuan mereka kepada kami sehubungan dengan kondisi-
kondisi kerja mulai dari kontrak pertama hingga kontrak kedua mereka.
Sebanyak 66% dari buruh rumah tangga di kontrak kedua atau lebih mengatakan bahwa secara
ekonomi keadaan mereka meningkat sejak kontrak pertama mereka. 25% tidak ada perubahan
sementara 9% mengaku keadaan mereka jauh lebih buruk sejak kontrak pertama. Secara fisik, 56%
dari buruh rumah tangga mengatakan keadaan mereka jauh lebih baik, 31% tidak berubah dan 13%
mengaku keadaan mereka lebih buru. Soal keadaan sosial, 57% dari buruh rumah tangga mengaku
keadaan mereka telah meningkat. 32% mengaku tidak berubah dan 10% mengaku keadaan mereka
lebih buruk. Sehubungan dengan semua perubahan, 49% dari buruh tangga mengatakan bahwa seluruh
keadaan menjadi lebih baik sejak kontrak pertama. 36% mengaku tidak ada perubahan dan 14%
merasa keadaan jauh lebih buruk.
Changes in Economic Conditions
13
37
148
249
139
23.72%
42.49%
25.26%
6.31%
2.22%
0
50
100
150
200
250
300
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
95
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Change in Physical Condition
15
60
183
230
96
16.44%
39.38%
31.34%
2.57%
10.27%
0
50
100
150
200
250
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Change in Social Conditions
12
49
188
221
112
2.06%
8.42%
19.24%
37.97%
32.30%
0
50
100
150
200
250
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
96
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Overall Change
11
36
118114
46
3.38%
11.08%14.15%
35.08%36.31%
0
20
40
60
80
100
120
140
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
5.15 Pemulangan
Penelitian AMC 2005 melaporkan studi mendalam atas masalah-masalah yang dihadapi BMI mengenai
repatriasi dan pemulangan ke Indonesia. Laporan penelitian tersebut dapat diunduh di www.asian-
migrants.org.
5.13. Cuti Tahunan
Menurut Hukum Perburuhan yang berlaku di HK, semua buruh rumah tangga berhak memperoleh
cuti tahunan selama 2 minggu, 14 hari dan tiket pulang ke Indonesia dari majikan. 33% dari buruh rumah
tangga mengaku bahwa merek tidak menerima cuti tahunan mereka sementara 67% menerima cuti
tahunan. Untuk buruh rumah tangga yang menerima cuti tahunan, 70% dari mereka mengatakan bahwa
paling biasa mereka menerima sebanyak 14 hari. 7% mengaku menerima 21 hari dan 6% memperoleh
30 hari. Bagi buruh rumah tangga yang tidak menerima cuti tahunan mereka, sebanyak 30% mengatakan
bahwa alasan yang paling biasa disebabkan majikan memotong gaji mereka. 13% mengaku disebabkan
majikan memang tidak mengizinkan mereka mengambil cuti tahunan mereka. Sementara sebanyak 10%
mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui jika mereka berhak untuk mengambil cuti tahun mereka.
97
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Annual Leave - Days
15
392
68
734
8
1.53%6.49%
1.34%
12.98%
74.81%
2.86%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1-7 8-14 15-21 22-28 29-35 36+
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Reasons for no Annual Leave
2 4 4 3
41
7 5 4 2
10
3 2
93.13%
42.71%
4.17%4.17%2.08%
7.29%5.21%
4.17%2.08%
10.42%
2.08%3.13%
9.38%
05
1015202530354045
Agenc
y ru
les
Mus
t car
e fo
r em
ploy
er's c
hild
Befor
e fin
ish
cont
ract b
ack to
indo
nesia
Cha
nged
em
ploy
er
Cha
rged
mon
ey fo
r lea
ve
Employ
er n
ever
gav
e th
e an
nual le
ave
Employ
er said
no le
ave
beca
use
of re
st d
ays
Wen
t to
china
Don
't ha
ve e
noug
h m
oney
Don
’t kn
ow a
bout
ann
ual lea
ve
Don
’t wan
t to
go b
ack to
indo
nesia
Term
inat
ed in
stea
d
Oth
er
# o
f W
ork
ers
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%
98
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Sebanyak 95% dari majikan membayar biaya tiket pesawat buruh rumah tangga ke Indonesia di
akhir kontrak kerja.
5.14 Perubahan
Kurang lebih satu pertiga buruh migran yang disurvei sedang menjalani kontrak mereka yang kedua
atau lebih di Hong Kong. Berikut ini adalah pengakuan mereka kepada kami sehubungan dengan kondisi-
kondisi kerja mulai dari kontrak pertama hingga kontrak kedua mereka.
Sebanyak 66% dari buruh rumah tangga di kontrak kedua atau lebih mengatakan bahwa secara
ekonomi keadaan mereka meningkat sejak kontrak pertama mereka. 25% tidak ada perubahan
sementara 9% mengaku keadaan mereka jauh lebih buruk sejak kontrak pertama. Secara fisik, 56%
dari buruh rumah tangga mengatakan keadaan mereka jauh lebih baik, 31% tidak berubah dan 13%
mengaku keadaan mereka lebih buru. Soal keadaan sosial, 57% dari buruh rumah tangga mengaku
keadaan mereka telah meningkat. 32% mengaku tidak berubah dan 10% mengaku keadaan mereka
lebih buruk. Sehubungan dengan semua perubahan, 49% dari buruh tangga mengatakan bahwa seluruh
keadaan menjadi lebih baik sejak kontrak pertama. 36% mengaku tidak ada perubahan dan 14%
merasa keadaan jauh lebih buruk.
Changes in Economic Conditions
13
37
148
249
139
23.72%
42.49%
25.26%
6.31%
2.22%
0
50
100
150
200
250
300
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
99
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Change in Physical Condition
15
60
183
230
96
16.44%
39.38%
31.34%
2.57%
10.27%
0
50
100
150
200
250
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Change in Social Conditions
12
49
188
221
112
2.06%
8.42%
19.24%
37.97%
32.30%
0
50
100
150
200
250
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
100
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Overall Change
11
36
118114
46
3.38%
11.08%14.15%
35.08%36.31%
0
20
40
60
80
100
120
140
Much Worse Worse the Same Better Much Better
# o
f W
ork
ers
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
5.15 Pemulangan
Penelitian AMC 2005 melaporkan studi mendalam atas masalah-masalah yang dihadapi BMI mengenai
repatriasi dan pemulangan ke Indonesia. Laporan penelitian tersebut dapat diunduh di www.asian-
migrants.org.
101
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Bab 6: Kesimpulan
Dengan semakin menurunnya perekonomian di Indonesia dengan pengganguran yang juga semakin
meningkat, jumlah buruh migran Indonesia ke luar negeri untuk mencari kerja terus meningkat. Dengan
dukungan pertumbuhan ekonomi Hong Kong yang setiap tahun meningkat dan kondisi kemiskinan
Indonesia yang tinggi, jumlah buruh migran Indonesia untuk pergi ke Hong Kong semakin terus
bertambah.
Alasan-alasan ekonomi ternyata bukan merupakan satu-satunya faktor-faktor yang mendorong dan
menarik buruh migran Indonesia untuk bekerja di Hong Kong sebagai buruh rumah tangga. Faktor-
faktor lain seperti diskriminasi terhadap para perempuan di Indonesia dan budaya kerja rumah tangga
yang sudah lama ada di Indonesia juga yang membawa para perempuan Indonesia bekerja sebagai
buruh migran rumah tangga. Begitu pula, ada kesan bahwa Hong Kong menyediakan lebih banyak
kebebasan pribadi dan memiliki peraturan yang melindungi buruh migran sektor rumah tangga.
Oleh karena faktor-faktor pendorong dan penarik baik di Indonesia dan di Hong Kong semakin
kuat, semakin banyak calon buruh yang berbondong-bondong ingin mengadu nasibnya untuk bermigrasi
ke luar negeri dengan bekerja sebagai buruh rumah tangga dengan harapan bahwa mereka dapat
memperoleh keadaan hidup yang lebih untuk diri dan keluarga mereka
Kendati terdapat produk-produk hukum perlundungan di Hong Kong dan sebuah badan baru di
Indonesia untuk melindungi mereka, sayangnya, relatif mudah bagi agen tenaga kerja dan majikan secara
individu melanggar hukum yang dirancang untuk perlindungan buruh tersebut.
Sayangnya sebagian masalah-masalah yang sering dialami oleh buruh rumah tangga belum mengalami
perubahan sejak publikasi laporan penelitian Underpayment 2005. Sejak laporan tersebut dan hingga
sekarang, masalah-masalah yang sama adalah sebagai berikut ini:
• Pada tahap pra-keberangkatan kurangnya informasi yang diberikan oleh sponsor (calo),
lamanya waktu yang dihabiskan di penampungan, jeratan hutang di antara para calon buurh
dan kerja paksa atau tidak diberi cukup gaji jika BMI dipekerjakan saat ia berada di
penampungan.
• Selama kerja di Hong Kong, masalah-masalah utama yang dihadapi adalah underpayment,
pelanggaran kontrak, caci makin, penegakan hukum Perburuhan Hong Kong, kekerasan verbal,
dan pengakhiran kontrak/PHK sepihak.
• Ketika kembali ke Indonesia, masalah-masalah yang dihadapi oleh para buruh migran adalah
biaya-biaya tidak resmi, pemerasan, dan perlakuan buruk setelah mereka tibaa di bandara,
pemulangan paksa dan biaya-biaya tinggi lainnya untuk para buruh migran yang ingin kembali
memperpanjang kontrak-kontrak kerja mereka.
Masalah-masalah di atas disebabkan oleh:
1) Tidak ada peraturan yang melindungi dan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan agen rekruitmen
untuk mencegah prakte-praktek biaya-biaya agen yang berlebihan. Oleh karena itu, praktek-
102
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
praktek tidak resmi yang dilakukan oleh agen-agen rekruitmen, semisal, PJTKI, bekerjasama
dengan agen-agen tenaga kerja di Hong Kong terus terjadi. Sebagai contoh, sedikit sekali
atau tidak ada sama sekali tindakan hukum atau hukuman bagi para agen rekruitmen yang
melanggar. Sedikit sekali atau tidak ada sama sekali pembuatan daftar hitam, pencabutan izin,
pengadaan inspeksi terhadap agen-agen atau tindakan penyelidikan terhadap para agen yang
melanggar yang dilaporkan oleh para buruh migran, LSM-LSM dan atau serikat-serikat buruh.
2) Buruknya peraturan-peraturan pemerintah Indonesia tentang rekrutmen dan penempatan buruh
migran;
3) Buruknya pengawasan atas perbuatan para pejabat dan tidak efisiennya penegakan hukum di
Indonesia dan Hong Kong.
4) Pemberlakuan kebijakan diskriminatif oleh pemerintah Hong Kong, seperti peraturan Syarat
Tinggal Yang Baru dan Peraturan 2 Minggu terhadap buruh migran rumah tangga.
5) Ketidapekaan terhadap perbedaan budaya setempat dan pelatihan yang terbatas bagi pejabat
pemerintah di Hong Kong dan di Indonesia mengenai persoalan ini;
6) Kurangnya informasi mengenai hak-hak buruh di Hong Kong;
7) Tidak adanya perjanjian bilateral antara Hong Kong dan Indonesia untuk melindungi buruh
migran yang sejalan dengan prinsip-prinsip hak-hak asazi manusia ;
8) Kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek baik dari pemerintah Hong Kong dan Indonesia
dan para agen yang tidak konsisten, atau melanggar konvensi-konvensi PBB dan ILO, khususnya
MWC, CEDAW, CERD dan konvensi-konvensi ILO No. 143 & 97; Komite-Komite PBB
terkait telah mengeluarkan laporan-laporan untuk mengkritik kebijakan-kebijakan dan praktek-
praktek diskriminatif pemerintah HK.
9) Masih tidak adanya mekanisme-mekanisme institusional di Hong Kong dan Indonesia bagi
konsultasi dan perwakilan dari buruh migran untuk membicarakan dan mengatasi bersama
masalah-masalah buruh rumah tangga. Contohnya, setelah penelitian tahun 2005 dan usul
dialog dengan sekretaris bidang perburuhan HK bersama IMWU, KOTKIHO, CMR dan
AMC disetujui, kemudian dibentuk sebuah komite bersama di mana serikat-serikat buruh
migran (semisal, IMWU), perwakilan pemerintah HK, perwakilan konsulat Indonesia, LSM
buruh migran dan perwakilan para majikan mengadakan pertemuan secara berkala untuk
mendiskusikan dan mencari penyelesaian masalah-masalah bersama.
10) Kelemahan dalam kontrak kerja buruh rumah tangga – semisal, kurang jelasnya peraturan jam
kerja, kurang jelasnya pengaturan mengenai “hal-hal terkait” dengan tindakan mem-PHK buruh
rumah tangga. Saat ini, para majikan dengan mudahnya dan semena dapat mem-PHK seorang
buruh rumah tangga dengan prasangka, dan bahkan dengan membuat tuduhan-tuduhan palsu
(semisal, tuduhan mencuri, malas, dsbnya). Seperti pada perusahan-perusahaan/kantor-kantor,
kontrak buruh rumah tangga seharusnya lebih dikuatkan dengan untuk mencegah agar para
majikan tidak dapat mem-PHK dengan semena-mena atau sepihak.
11) Kurangnya jasa layanan-layanan dan bantuan-bantuan perlindungan dan masih adanya
kebijakan-kebijakan yang tidak adil dalam kasus-kasus pelanggaran dan pemutusan kerja –
semisal, shelter, pendampingan/konsultasi, dan pengaduan melalui telepon. Buruh rumah tangga
103
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
yang sedang menunggu proses pengadilan dilarang untuk bekerja sehingga mematahkan
semangat mereka untuk menyelesaikan kasus-kasus mereka. Dalam banyak contoh, perkara-
perkara buruh rumah tangga di pengadilan-pengadilan HK ujung-ujungnya berakhir pada
konsiliasi dengan majikan di mana hanya setengah atau sebagian kecil tuntutan-tuntutan mereka
dipenuhi. Hal ini merupakan sebuah bentuk institusionalisasi dan legalisasi praktek-praktek
pelanggaran hukum yang tidak membuat para majikan jera tapi menjadikan praktek-praktek
underpayment terus terjadi.
Sebab-sebab di atas menimbulkan persoalan-persoalan khusus bagi buruh migran Indonesia dan
buruh migran rumah tangga lainnya di HK sebagaimana yang telah ditunjukkan penelitian ini. Sebab-
sebab tersebut di atas menciptakan kondisi-kondisi yang rentan dan menempatkan buruh migran dalam
posisi yang lemah, khususnya buruh migran perempuan dan buruh rumah tangga, untuk menghadapi
pelanggaran-pelanggaran/pelecehan-pelecehan dan/atau memperjuangkan hak-hak mereka yang sah.
Penelitian telah menunjukkan (semisal, pengingkaran cuti tahunan dan underpayment), majikan dan/
atau agen tenaga kerja dengan mudah dapat menakut-nakuti buruh migran dengan ancaman pemutusan
hubungan kerja sepihak, tidak dibayar, atau dipulangkan ke Indonesia jika mereka melaporkan tindakan
pelanggaran atau menggunakan hak-hak hukum mereka. Sejauh faktor-faktor penyebab ini tidak
dihilangkan atau dirubah, masalah-masalah khusus buruh migran tidak akan pernah bisa punah, seperti
yang kita dapat lihat selama 30 tahun belakang ini pengalaman-pengalaman buruh migran di Hong Kong.
Yang penting bahwa buruh migran di HK, khususnya buruh rumah tangga Indonesia tergabung dalam
organisasi dan serikat buruh, lebih-lebih juga dengan adanya kelompok NGOs/pendukung mereka
yang dapat memberikan pelayanan atau bantuan darurat/tempat tinggal/bimbingan, dsbnya. Yang penting
juga bahwa untuk menghadapi persoalan-persoalan kebijakan dan struktural, terdapat sebuah gerakan
advokasi dan buruh migran yang hidup. Intervensi unsur-unsur masyarakat sipil sejauh ini menjadi faktor
utama yang dapat menggerakkan pemerintah Hong Kong agar mengambil tindakan-tindakan tertentu
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sehingga permasalahan-permasalahan yang ada dapat
dikurangi jumlahnya (semisal, underpayment, libur mingguan, biaya agen tinggi, kekerasan fisik/verbal,
dsbnya). Organisasi-organisasi buruh migran dan para pembelanya harus terus memberdayakan kekuatan
mereka dan gerakan masyarakat sipil ini.
Pemerintah HK dan Indonesia akan memperoleh keuntungan (semisal, biaya-biaya administratif
berkurang, pelanggaran-pelanggaran/masalah-masalah dan pelanggaran-pelanggaran hukum berkurang)
jika mereka secara kelembagaan mengkonsultasikan dan bekerjasama dengan seriakat-serikat buruh/
organisasi buruh migran rumah tangga untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kebijakanan dan
struktural jangka panjang.
104
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
Chapter 7: Rekomendasi
Mengingat temuan-temuan di atas, kami mendesak pemerintah Indonesia dan Hong Kong untuk
mengambil tindakan-tindakan berikut untuk memberantas pelecehan dan pelanggaran-pelanggaran yang
dialami oleh para buruh migran Indonesia yang bekerja di Hong Kong. Beberapa rekomendasi berikut
ini telah berubah sejak publikasi laporan Underpayment 2005. Yang menyedihkan adalah fakta bahwa
banyak rekomendasi masih tetap sama karena baik pemerintah Indonesia dan Hong Kong tidak banyak
melakukan sesuatu untuk melindungi buruh rumah tangga. Oleh karena itu, eksploitasi terhadap buruh
migran yang sudah meluas, baik yang ada di Indonesia dan di Hong Kong masih terus terjadi.
7.1 Pemerintah Hong Kong
1. Pemerintah Hong Kong harus mengambil tindakan yang lebih serius untuk menghentikan praktek
underpayment bagi buruh migran Indonesia di Hong-Kong. Secara khusus, melakukan
pengawasan dari gugus tugas pemerintah Hong-Kong tentang Underpayment sehingga dapat
mengambil tindakan bagi para agen dan majikan yang melanggar, termasuk melaksanakan inspeksi
mendadak secara rutin ke rumah-rumah majikan, mengadakan inspeksi terhadap agen-agen,
majikan blacklist, dan mencabut ijin agen yang melanggar.
2. Pemerintah Hong Kong harus lebih pro-aktif menindak lanjuti tuntutan Pidana terhadap majikan
yang melanggar sesuai dengan hukum yang berlaku di Hong Kong.
3. Pemerintah Hong Kong harus menciptakan sarana yang lebih praktis bagi buruh migran yang
tetap tinggal di Hong-Kong selama melakukan tuntutan kriminal dan gugatan perdata, termasuk
memberikan buruh migran visa imigrasi yang sesuai dan kebutuhan hidup standar dan/ atau hak
untuk bekerja sehingga mereka mempunyai sarana untuk tetap dapat bertahan hidup di Hong-
Kong.
4. Pemerintah Hong Kong harus mengakui serikat buruh migran sebagai perwakilan resmi yang
dapat mengajukan gugatan atas anggota serikat mereka.
5. Pemerintah Hong Kong harus berkonsultasi dengan serikat buruh migran ketika mengubah
ketentuan dan syarat dalam standar kontrak kerja buruh migran rumah tangga
6. Pemerintah Hong Kong harus memasukkan buruh migran rumah tangga ke dalam perlindungan
jaminan social secara universal seperti Mandatory Provident Fund (MPF).
7. Pemerintah Hong Kong harus menghapuskan syarat-syarat tinggal yang baru, “Peraturan-2-
Minggu”, dan kebijakan dikriminatif lainnya terhadap buruh migran rumah tangga.
8. Pemerintah Hong Kong harus merundingkan perjanjian bilateral dengan seluruh pemerintah
yang mengirim buruh migran, termasuk Indonesia, untuk melindung buruh migran selama proses
migrasi.
105
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
7.2 Pemerintah Indonesia
1. Pemerintah Indonesia harus memberikan pelatihan dan mengawasi para pejabat pemerintah
supaya mereka benar-benar melaksanakan dan memberlakukan peraturan-peraturan
perlindungan terhadap buruh migran di Indonesia dan luar negeri. Untuk tujuan ini, pejabat-
pejabat konsuler Indonesia harus memperlakukan para buruh migran sebagai warga negara
yang memiliki hak untuk dilindungi dan memperoleh pelayanan dari pemerintahannya. Oleh
karena itu, pemerintah harus memberikan pelatihan rutin, bantuan hukum dan penyebarluasan
informasi terhadap buruh migran di negara-negara tujuan termasuk Hong-Kong.
2. Pemerintah Indonesia harus mulai mengawasi dengan ketat ketaatan pelaku rekrutmen dan
agen penempatan dengan menggunakan peraturan standar hak-hak asasi manusia internsaional.
Pemerintah harus mengambil langkah tegas terhadap agen tenaga kerja yang melanggar peraturan-
peraturan ini termasuk mencabut ijin usaha dan melarang mereka memulai usaha baru sebagai
langkah pencegahan yang penting atas praktek eksploitasi terhadap buruh migran.
3. Pemerintah harus engambil langkah-langkah serius untuk menghapus pemalsuan-pemalsuan
dokumen oleh agen tenaga kerja, termasuk mengawasi dan memastikan implementasi peraturan-
peraturan dengan baik oleh pejabat imigrasi dan berkoordinasi dengan negara-negara lain untuk
lebih memahami permasalahan yang dihadapi.
4. Pemerintah Indonesia harus menambah peraturan baru-baru ini dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
(a) Suatu tinjauan tentang peranan agen-agen rekruitmen dalam mempersiapkan buruh migran
untuk diberangkatkan ke luar negeri, penempatan buruh migran, mengurangi biaya-biaya
yang dibebankan oleh agen, menyediakan mekanisme penyelesaian yang efektif jika terjadi
kasus pelanggaran hak-hak buruh migran oleh agen atau majikan.
(b) Mencabut pasal yang mewajibkan buruh migran untuk kembali ke Indonesia ketika
memperbaharui kontrak kerja mereka.
(c) Selaraskan kebijakan dan praktek di Indonesia dengan hukum perburuhan Hong-Kong
mengenai biaya agen dan gaji minimum. Kebijakan-kebijakan ini harus membuat sanksi-
sanksi terhadap agen dan pejabat konsulat yang memungut biaya tidak resmi kepada buruh
migran.
(d) Kebijakan-kebijakan yang ketat untuk menjamin bahwa para agen menempatkan buruh
migran dalam kontrak kerja sesuai dengan gaji minimum yang diwajibkan. Agen-agen yang
melanggar ketentuan ini harus segera diproses secara hukum dan ijinnya dicabut.
(e) Partisipasi buruh migran dan advokasi mereka dalam proses pembentukan perundang-
undangan nasional yang baru yang sesuai dengan rekomendasi-rekomendasi komite Ahli
ILO mengenai penerapan standar hukum perburuhan.
5. Pemerintah Indonesia harus meratifikasi The United Nations Convention On Protection Of
The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families (1990). ILO Convention
106
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Underpayment 2
No. 97 Concerning Migration For Employment (Revised 1949), And Convention No. 181
Concerning Private Employment Agencies (1997).
6. Pemerintah Indonesia harus menyusun, mendanai dan melaksanakan suatu program yang
komprehensif bersama dengan organisasi atau serikat buruh migran, NGO baik di negara pengirim
maupun penerima; bagi calon, mantan dan keluarga buruh migran, penyebaran informasi tentang
situasi buruh migran, proses dan prosedur migrasi, hak-hak buruh migran, hukum di Indonesia
dan negara penerima termasuk Hong Kong, tentang bagaimana mendapatkan bantuan di luar
negeri dan memperoleh alternatif usaha ekonomi selain kembali bermigrasi. Hal ini penting agar
buruh migran bisa benar-benar menyakini keputusan yang dia ambil sebelum berangkat dan
saat reintegrasi.
7. Pemerintah Indonesia harus merundingkan perjanjian bilateral dengan seluruh pemerintah yang
menerima buruh migran, termasuk Hong-Kong, untuk melindung buruh migran selama proses
migrasi.
107
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Underpayment 2
Daftar Istilah
AJASPAC Asosiasi Jasa Penempatan Tenaga Kerja Asia Pasifik
AMC Asian Migrant Center
APJATI Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
BKPTKI Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BKOW Badan Kerjasama Organisasi Wanita
BP2TKI Badan Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
CEDAW Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
Convention Perjanjian Internasional antara negara-negara mengenai peraturan-peraturan
khusus
Depnakertrans Departemen Tenaga Kerja Indonesia
Deportation Pemulangan Paksa dari satu negara
Disnaker Dinas Tenaga Kerja Indonesia
FOBMI Federasi Organisasi-Organisasi BMI
HIV/AIDS Virus yang menurunkan Kekebalan Tubuh Manusia
ICAC Komisi Independen Anti Korupsi Hong Kong
ICW Badan Independen Pemantau Anti-Korupsi, Indonesia
IDEA Badan Pembangunan dan Pekerjaan Indonesia
IDW Survey Survei yang dilakukan akhir tahun yang merupakan dasar dari laporan ini
ILO Organisasi Buruh Internasional
IMWU Serikat Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
Kepmen Keputusan Menteri
Kepmenakartrans Keputusan Menteri Tenaga Kerja
KOPBUMI Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia
KOTKIHO Koalisi Organisasi-Organisasi Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
LUK Badan Tes Kompentensi
MW Buruh Migran Indonesia di Hong Kong
MFA Forum Migran di Asia
MoU Nota Kesepakatan
MUI Majelis Ulama Indonesia
NGOs Lembaga Swadaya Masyarakat
Perda Peraturan Daerah
Perwada Perwakilan Daerah
Perwalu Perwakilan Luar Negeri
PJTKA Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Asia
PJTKI Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
POLRI Polisi Republik Indonesia
PPTKLN Placement and Protection of Indonesian Migrant Workers Overseas
SARS Sindrom Pernafasan Akut Berat
TKLN Tenaga Kerja Luar Negeri
UN PBB
UU Undang-Undang