ulos ragi hotang dalam perubahan (potret evolusi

15
136 Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba) Marissa Cory Agustina Siagian Sekolah Tinggi Ilmu Seni dan Budaya Indonesia, Bandung ABSTRACT Ulos is Batak oldest cultural implementation in fabric, and mostly located in North Sumatra. In the life of Batak culture, Ulos fabric roled an important part in almost every daily activities of the community. Nowdays there is no longer Ulos fabric that woven with traditional looms, but replaced by modern looms were chosen as an alternative means of production by the weavers. Changes in the means of production used consequently has shaped Ulos generated design. Despite the shift, Ulos Ragi Hotang until today still used in traditional ceremonies as Ulos Hela, given by parents to their children. This research will parse the cultural effects that occur after the shift along with changes Ulos Ragi Hotang. This study used qualitative methods based on interpretative analysis results of visual culture through observation and interviews with a number of sources. Keywords: Ulos Ragi Hotang, Batak Toba, Cultural shift. PENDAHULUAN Kegiatan tradisional masyarakat pada kebudayan Nusantara memiliki keberagaman bentuk dan juga nilai dalam memaknai kehidupan sehari- harinya. Dari sekian keberagaman yang ada tersebut salah satunya adalah kemampuan masyarakat tradisional dalam menciptakan berbagai teknik pada pembuatan kain-kain tradisional dan ragam hiasnya. Kain tradisional Nusantara memiliki keberagaman tertentu, baik dari segi visual, material, fungsi maupun makna. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada letak geografis yang secara tidak langsung dapat turut mempengaruhi corak hidup setiap suku bangsa di Nusantara. Begitu pun perbedaan pada iklim yang akan turut mempengaruhi jenis flora dan fauna yang ada di sekitar lingkungannya. Perbedaan tersebut juga menimbulkan keragaman atas gaya hidup, cara berburu, maupun mata pencaharian pada suatu kelompok masyarakat yang menjadikannya khas.

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

136

Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan

(Potret Evolusi Kebudayaan

Batak Toba)

Marissa Cory Agustina Siagian

Sekolah Tinggi Ilmu Seni dan Budaya Indonesia, Bandung

ABSTRACT

Ulos is Batak oldest cultural implementation in fabric, and mostly located in North Sumatra. In the

life of Batak culture, Ulos fabric roled an important part in almost every daily activities of the

community. Nowdays there is no longer Ulos fabric that woven with traditional looms, but replaced

by modern looms were chosen as an alternative means of production by the weavers. Changes in the

means of production used consequently has shaped Ulos generated design. Despite the shift, Ulos

Ragi Hotang until today still used in traditional ceremonies as Ulos Hela, given by parents to their

children. This research will parse the cultural effects that occur after the shift along with changes

Ulos Ragi Hotang. This study used qualitative methods based on interpretative analysis results of

visual culture through observation and interviews with a number of sources.

Keywords: Ulos Ragi Hotang, Batak Toba, Cultural shift.

PENDAHULUAN

Kegiatan tradisional masyarakat pada

kebudayan Nusantara memiliki

keberagaman bentuk dan juga nilai

dalam memaknai kehidupan sehari-

harinya. Dari sekian keberagaman

yang ada tersebut salah satunya adalah

kemampuan masyarakat tradisional

dalam menciptakan berbagai teknik

pada pembuatan kain-kain tradisional

dan ragam hiasnya. Kain tradisional

Nusantara memiliki keberagaman

tertentu, baik dari segi visual, material,

fungsi maupun makna. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan pada

letak geografis yang secara tidak

langsung dapat turut mempengaruhi

corak hidup setiap suku bangsa di

Nusantara. Begitu pun perbedaan pada

iklim yang akan turut mempengaruhi

jenis flora dan fauna yang ada di

sekitar lingkungannya. Perbedaan

tersebut juga menimbulkan keragaman

atas gaya hidup, cara berburu,

maupun mata pencaharian pada suatu

kelompok masyarakat yang

menjadikannya khas.

Page 2: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

137 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

Kondisi lingkungan alam dan material

yang tersedia di lingkungan tersebut

juga mempengaruhi keragaman dalam

hal teknik, bahan, dan penciptaan alat

tenun. Pengaruh unsur-unsur tersebut

pada akhirnya akan menjadi penanda

dan mempengaruhi hasil akhir setiap

helai kain yang diciptakan. Selain

unsur-unsur yang mempengaruhi

bentuk fisik, juga aktivitas masyarakat

yang berbeda-beda di setiap

wilayahnya ikut memberikan

pengaruh dalam pemahaman nilai

budaya, serta nilai filosofi kehidupan,

dan tercermin pada kain tradisional

suatu masyarakat.

Kain tradisional memiliki kekhasan

berbeda dari tiap daerah di Nusantara,

salah satunya adalah kain ulos. Kain

ulos merupakan hasil peradaban suku

Batak yang paling tua, dan terdapat di

Sumatera Utara. Dalam kehidupan

suku Batak, kain ulos memegang

peranan penting yang digunakan

hampir pada setiap aktivitas

keseharian masyarakatnya. Misalnya,

dalam kegiatan pengucapan syukur,

memasuki rumah baru, upacara

kelahiran, kematian, dan juga

pernikahan. Ulos dalam bahasa Batak

memiliki arti kata selimut. Hal ini

didasari karena pada awal

penciptaannya, kain ulos digunakan

sebagai selimut.

Menurut leluhur Batak, ulos

merupakan lambang kehangatan yang

menggambarkan kasih sayang. Kasih

sayang dan kehangatan ini juga

merupakan simbol pemberian restu,

seperti kata pepatah; ‚Ijuk pangihot ni

holong, Ulos pangihot ni holong”, yang

artinya; ‚Jika ijuk adalah pengikat

pelepah pada batangnya - maka ulos

adalah pengikat kasih sayang antara

sesama‛. Inilah fungsi kain ulos pada

awalnya, ulos berperan sebagai

selimut, menghangatkan tubuh dan

melindungi tubuh dari udara dingin.

Ulos terdiri atas beberapa jenis,

diantaranya: Ulos Ragiidup, Ulos

Bintang Maratur, Ulos Sibolang, Ulos

Ragi Hotang, dan lain sebagainya.

Setiap jenis ulos memiliki makna, dan

nilai yang berbeda-beda. Ulos hingga

saat ini masih digunakan pada upacara

adat, misalnya Ulos Ragi Hotang yang

digunakan pada upacara pernikahan.

Ulos Ragi Hotang secara simbolis dalam

upacara adat Batak diberikan oleh

pihak Hula-hula kepada pihak Boru.

Hula-hula adalah posisi kekerabatan

seseorang yang memberikan ulos,

sedangkan Boru adalah posisi anak

yang menerima ulos. Ulos Ragi Hotang

adalah ulos yang masih digunakan

dalam upacara adat terutama pada

upacara pernikahan. Sebelum

melakukan proses pemberian ulos

(mangulosi), pihak orang tua biasanya

melaksanakan proses Mandokhata atau

pemberian petuah-petuah berisi doa,

berkat, restu orang tua atas pernikahan

yang berlangsung. Ulos yang diberikan

orang tua kepada anaknya pada

upacara perkawinan adat ini adalah

Ulos Ragi Hotang sebagai tanda

pemberian restu.

Selain menjadi proses pemberian restu,

kain tenun yang merupakan hasil

kebudayaan suku Batak ini juga

menjadi identias suku dan kebudayaan

Page 3: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 138 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

Batak Toba. Bagi masyarakat Batak,

ulos tidak hanya sekedar kain. Ulos

memiliki nilai estetis yang tinggi, yang

dibuat dengan sangat hati-hati dengan

proses tenun.

Motif ulos memiliki makna mendalam

yang menjadi representasi kehidupan

dan alam semesta. Hal ini

tergambarkan pada motifnya yang

mengadaptasi bentuk alam, seperti

contohnya pada Ulos Bintang Maratur.

Ulos tersebut bermotif bintang yang

beraturan dan digunakan oleh kaum

wanita sebagai selendang (hade-hade),

Ulos Ragi Hotang yang menyerupai

rotan (Rhatna, 2015).

Ulos Ragi Hotang memiliki corak hotang

atau rotan yang bergaris-garis. Ulos

yang berasal dari Batak Toba sangat

sarat makna kehidupan, semua motif

ulos menunjukkan fungsi berdasarkan

makna kehidupan. Motif hotang yang

begaris-garis menjadi simbol yang

mengikatkan pengantin agar dapat

hidup rukun dalam kehidupan

pernikahannya (Sitorus ,2015).

Namun terdapat hal yang

disayangkan, seiring dengan

perkembangan zaman yang semakin

modern dan menggerus kebudayaan,

Ulos Ragi Hotang juga ikut mengalami

perubahan. Selama ini, Ulos Ragi

Hotang ditenun dengan alat tenun

tradisional, yang akan menghasilkan

kain dengan tekstur dan motif yang

khas. Saat ini kain ulos tidak lagi

ditenun dengan alat tenun tradisional,

namun tergantikan oleh alat tenun

modern yang dipilih sebagai alternatif

alat produksi oleh para penenun Ulos

Ragi Hotang.

Hal ini diawali dengan tergantikannya

pewarna alam dengan pewarna kimia

atau bahan sintetis karena sulitnya

memperoleh bahan pewarna alam

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

untuk proses pembuatan Ulos Ragi

Hotang. Selain sulit ditemukan, proses

pewarnaan alam dengan teknik

tradisional (teknik sop) membutuhkan

waktu yang lama dalam proses

pencelupan benang. Sehingga

berakibat juga terhadap perubahan

pemilihan pada material benang yang

semula menggunakan kapas kini

berubah menjadi menggunakan serat

sintetis.

Berdasarkan pemaparan diatas,

manusia ikut berkembang

menyesuaikan diri dengan perubahan

jaman. Proses penyesuaian tersebut

mempengaruhi pola pikir masyarakat

tradisional dalam memenuhi prosesi

kehidupan. Ketika pada awalnya

semua aspek kehidupan diperoleh

dengan cara tradisional dan

membutuhkan waktu lama, maka saat

ini masyarakat modern mencari cara

alternatif lain yang lebih cepat.

Masyarakat modern memiliki suatu

anggapan bahwa teknologi dapat

menunjang kehidupan menjadi lebih

baik, praktis, dan maju. Penemuan alat

tenun mesin misalnya, dahulu secara

tradisional.

Ulos Ragi Hotang, ditenun dengan alat

tenun manual ATBM (Alat Tenun

Bukan Mesin). Sekarang ATBM

tergantikan dengan ATM (Alat Tenun

Page 4: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

139 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

Mesin) karena dinilai lebih efisien dan

dapat meningkatkan kuantitas

produksi kain. Masyarakat Batak yang

memiliki kemampuan menenun ulos

juga lebih memilih bekerja di pabrik

ulos, guna menunjang kehidupan dari

segi perekonomian yang lebih maju

dan bergengsi.

Hasil produksi dari alat tenun modern

atau ATM dapat menghasilkan kain

ulos lebih banyak dan berkualitas baik

setiap harinya, sehingga tidak

memerlukan waktu lama dan proses

produksi yang sulit. Hal ini terlihat di

kawasan Balige, Kabupaten Toba,

Samosir yang merupakan komoditi

penghasil Ulos terbanyak. Sumber

wawancara (Situmorang, 2014),

perubahan alat produksi yang

digunakan berakibat pada perubahan

bentuk desain ulos yang dihasilkan.

Ulos Ragi Hotang saat ini terlihat

berkembang, lebih modern, dan

beragam. Keberagaman tersebut

terlihat dari segi estetika, komposisi,

warna, bahan, tekstur, dan motifnya.

Gambar 1. Salah satu sudut pabrik

Ulos yang dibuat secara digital

(sumber: Dokumentasi Pribadi)

Keberagaman ulos ‘modern’ tersebut

juga tidak dapat dipungkiri

dipengaruhi oleh permintaan

masyarakat modern atas pemahaman

baru atas makna dan nilai-nilai

estetika, pola pikir, sudut pandang,

daya beli, selera dan trend masyarakat

Batak masa kini.

Meskipun mengalami pergeseran, Ulos

Ragi Hotang sampai saat ini masih terus

digunakan dalam upacara adat sebagai

Ulos Hela, yang diberikan oleh orang

tua perempuan kepada anaknya. Ulos

masih menjadi benda sakral pada

masyarakat Batak meski mengalami

pergesekan proses modernisasi. Oleh

karena itu, Ulos Ragi Hotang masih

terus ada dan berkembang

menyesuaikan dengan permintaan

masyarakat modern.

Berdasarkan penjelasan diatas,

meskipun mengalami pergeseran dan

perkembangan, ‘Ulos Ragi Hotang

modern’ masih memiliki makna dan

fungsi yang sama dengan ‘Ulos Ragi

Hotang tradisional’. Namun, seberapa

banyak perubahan yang diakibatkan

perkembangan yang ada terhadap

bentuk visual Ulos Ragi Hotang dari

masa tradisional sampai sekarang?.

METODE PENELITIAN

Ditengah-tengah modernisasi, banyak

kebudayaan tradisional suku Batak

yang mulai terkikis bahkan punah.

Hasil budaya tersebut diantaranya

kain ulos. Namun tidak semua kain

ulos mengalami kepunahan, yang

masih bertahan eksistensinya hingga

sekarang adalah Ulos Ragi Hotang. Ulos

Ragi Hotang masih dapat bertahan

Page 5: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 140 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

sampai saat ini karena kain ulos ini

masih digunakan dalam upacara adat

pernikahan. Ulos ini masih berperan

sesuai dengan makna filosofinya yaitu

sebagai ulos hela, sebagai tanda kasih

sayang orang tua kepada anak.

Namun sangat disayangkan, ‘Ulos Ragi

Hotang tradisional’ sudah jarang

diproduksi. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya: penenun

tradisional sudah mulai tidak

produktif dan tidak ada penerus yang

mau menenun, ketersediaan bahan

baku tradisional sudah jarang

ditemukan, serta proses produksinya

yang lama dan sulit. Selain itu

perputaran uang dalam proses

produksi kain ulos tidak sebanding

antara pemasukan dengan biaya

produksi.

Bila meninjau kebutuhan masyarakat

pada kegiatan-kegiatan adat, terutama

dalam adat pernikahan. Ulos Ragi

Hotang masih berperan penting dan

banyak peminatnya. Hal ini membuat

sebagian orang jeli atas peluang dan

keadaan tersebut, sehingga dengan

memanfaatkan kemajuan jaman dan

teknologi yang berkembang saat ini

sebagai solusi untuk memproduksi

‘Ulos Ragi Hotang modern’. ‘Ulos Ragi

Hotang modern’ diproduksi dengan

beberapa pengaruh, diantaranya

kebaruan teknologi dan faktor

perkembangan-perkembangan lainnya

pada masyarakat Batak, sehingga kain

Ulos Ragi Hotang pun ikut terbawa arus

perkembangan jaman.

Berdasarkan pemaparan di atas

penulis tertarik untuk meneliti seperti

apa perkembangan Ulos Ragi Hotang

saat ini. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kualitatif

interpretatif. Menurut Bogdan dan

Taylor (dalam buku Kutha Ratna,

2010), kualitatif adalah metode yang

menghasilkan data deskriptif dalam

bentuk kata-kata, baik tertulis maupun

tidak.

Metode ini merupakan sebuah upaya

untuk dapat melihat pendekatan kajian

teoritis dan membandingkannya

dengan keadaan sesungguhnya

melalui observasi langsung. Langkah-

langkah penelitian yang ditempuh

sebagai berikut, pertama ialah

observasi secara langsung, mengaitkan

data lapangan dengan pendekatan

teoritik, kemudian analisa berdasarkan

termuan data dengan teori yang

relevan. Hasil analisa disimpulkan dan

kembali dikaitkan dengan kondisi

konstekstual masyarakat Toba.

Penulis mengharapkan dapat

mendeskripsikan perkembangan serta

perubahan apa saja yang terlihat pada

Ulos Ragi Hotang pada setiap periode

dengan cara membuat interpretasi

analisa data lapangan menggunakan

kajian teori. Batasan penelitian

perkembangan Ulos Ragi Hotang

diklasifikasikan berdasarkan periode I

(tradisional-klasik), periode II (klasik-

modern), periode III (modern-

kontemporer). Adapun cara

pengumpulan data penelitian sebagai

berikut:

Page 6: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

141 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

1. Observasi

Proses studi lapangan berkaitan

dengan informasi data Ulos Sirara

diantaranya:

a. Museum Batal TB. Silalahi Center, Jl.

Pagar Batu no. 88 Balige- Sumatera

Utara.

b. Pabrik tenun digital ulos Timbul

Situmorang Balige.

c. Perpustakaan dan arsip daerah Kab.

Tapanuli Utara.

d. Penenun tradisional.

e. Penjual Ulos Ragi Hotang.

2. Wawancara

Untuk memperoleh informasi

mengenai Ulos Sirara dilakukan

wawancara dengan beberapa sumber.

Pemilihan sumber didasarkan pada

tingkat keahlian termasuk pengalaman

dalam pembuatan Ulos Ragi Hotang,

kedekatan secara kultural dengan

objek kajian, serta kemudahan akses

komunikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan budaya merupakan

suatu proses memperluas,

meningkatkan atau mempertahankan

kebiasaan yang ada pada suatu

masyarakat. Perkembangan tersebut

menggambarkan bagaimana suatu

budaya maupun kumpulan

masyarakat berubah dari satu waktu

ke waktu lainnya sebagai hasil dari

pengaruh global. Proses

perkembangan budaya terjadi atas

komponen-komponen yang berusaha

untuk melestarikan dan menghargai

suatu hasil budaya.

Salah satu hasil kebudayaan yang

masih diusahakan untuk tetap

dilestarikan adalah kain Ulos Ragi

Hotang. Kain ulos merupakan salah

satu karya seni kriya yang termasuk

dalam kriya tekstil. Kriya tekstil adalah

karya seni atau kerajinan yang dibuat

dengan berbahan dasar material

tekstil. Sesuai dengan pendapat

Ahmad A.K. Muda, ‚Kriya tekstil

adalah karya kerajinan tangan dari

barang-barang hasil tenunan—kain

tenun mori‛.

Menurut (sumber: http://brainly.co.id/)

kriya tekstil merupakan hasil gagasan,

ide, pikiran, perasaan, apresiasi, dan

ciptaan manusia yang memiliki nilai

estetika, yang diwujudkan dalam

bentuk benda melalui proses kegiatan

kreatif dengan menggunakan bahan

utama dari tekstil. Kriya dan desain

adalah dua konsep berbeda, namun

keduanya sangat berkaitan erat. Para

pengrajin kriya umumnya terlibat

dalam desain dan produk massal

barang-barang, dan hasil desain

seringkali berstandar pada proses-

proses kriya. Kata ‘kriya’ berarti

‘keterampilan’, khususnya

keterampilan manual, dan karena itu

disebut ‘kriya tangan’. Kriya juga

berarti ‘perdagangan’ dan ‘pekerjaan’.

( John A. Walker, 2010: 41).

Karya kriya tekstil dibuat dengan

jalinan-jalinan benang yang kemudian

dirangkai menjadi sehelai kain. Proses

jalinan tersebut dapat diperoleh

melalui beberapa teknik, diantaranya

dengan tenunan, rajutan, macrame,

dan lain sebagainya. Ulos sebagai

karya kriya tekstil dibuat dengan

Page 7: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 142 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

teknik tenun. Tenun merupakan teknik

jalinan benang yang terdiri dari

benang lungsi dan pakan, teknik tenun

memiliki beberapa turunan tekniknya,

seperti tenun polos, tenun ikat,

anyaman, jacquard, dan lain sebaginya.

Tenun ikat merupakan teknik

pembuatan kain ulos. Tenun ikat atau

kain ikat adalah kain yang benang

pakan atau benang lungsi- nya diikat

dan dicelupkan ke dalam zat pewarna

alami sebelum ditenun. Sebelum

ditenun, helai benang dibungkus atau

diikat dengan tali plastik sesuai

dengan corak atau pola hias yang

diinginkan. Sehingga helaian kain

yang diikat tidak akan terwarna.

Dapat dipastikan, dalam suatu karya

tekstil tidak akan luput dari unsur-

unsur desain. Unsur desain adalah

bagian yang mendukung terwujudnya

suatu karya, unsur-unsur tersebut

dapat bersifat fisik yang dimengerti

secara visual (seperti garis, bidang,

ruang, bentuk, tektur, warna berupa

gelap terang atau kontras), dan unsur

berikutnya dapat bersifat psikis seperti

perasaan, pandangan, pemikiran,

gagasan atau karakter yang terungkap

dalam suatu karya. Unsur-unsur

desain terdiri atas:

1. Garis

Garis merupakan unsur paling utama,

karena dengan garis kita dapat

membuat bidang, membuat bentuk

serta dapat menampilkan gerak,

dengan adanya garis maka suatu

desain dapat menjadi bervariasi. Garis

secara visual kehadirannya dapat

dibedakan yaitu dapat berupa garis

lurus, garis lengkung, garis patah-

patah, gelombang, dan lain-lain. Garis

memiliki karakter. Yaitu:

a. Garis horizontal: mengesankan

feminim, tenang, diam, pasif, kaku.

b. Garis vertikal: mengesankan

maskulin, kuat, gagah dan kokoh.

c. Garis diagonal: mengesankan

perhatian.

d. Garis lengkung kecil:

mengesankan menenangkan.

e. Garis lengkung tebal: mengesankan

menakutkan.

f. Garis patah-patah: mengesankan

menggairahkan, semangat.

g. Garis putus-putus: mengesankan

hati-hati.

h. Garis Spriral: melambangkan

kelenturan, dikotomi, misalnya:

pria dan wanita, siang, dan malam.

2. Bentuk

Bentuk adalah suatu permukaan yang

dibatasi oleh garis dan mempunyai

kesan dua dimensi, bentuk yang

terdapat pada suatu desain terdiri dari

bentuk yang terjadi atas perpaduan

antara hubungan garis lurus seperti

segi tiga, segi empat, lingkaran, dan

elips. Bentuk dapat pula merupakan

gabungan kedua garis.

3. Arah

Arah merupakan unsur rupa dan

desain yang menghubungkan bentuk

dengan ruang. Setiap bentuk ruang

pasti mempunyai arah terkecuali

bentuk lingkaran. Macam-macam arah,

Page 8: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

143 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

yaitu vertikal, hozontal, diagonal,

miring. Arah vertikal, horizontal dan

miring membentuk dua dimensi.

4. Tekstur

Tekstur dapat diartikan sebagai

tampak rupa atau tampang permukaan

dari suatu benda, kerena permukaan

setiap benda memiliki sifatnya yang

khas. Misalnya polos, bercorak, licin,

kasar, kusam, lunak, dan keras.

5. Warna

Dalam hal ini warna dapat berfungsi

sebagai hiasan atau pelengkap saja

atau dapat mengandung fungsi lain

yang lebih penting dan tidak akan

terjangkau oleh akal manusia. Warna

adalah salah satu unsur seni yang

selalu dihubungkan dengan estetika

karena selain dapat dinikmati secara

emosional atau dengan menggunakan

kepekaan perasaan manusia. Secara

emosional warna memiliki sifat-sifat

yang menimbulkan efek psikologis

sehingga mampu menimbulkan kesan

panas, dingin, cerah, dan murah.

Atas dasar pemaparan di atas, maka

kain Ulos Ragi Hotang sebagai salah

satu karya kriya tekstil yang

merupakan juga suatu hasil

kebudayaan, tidak luput mengalami

suatu perkembangan. Perkembangan

yang penulis analisa ialah melalui tiga

periode, periode pertama menandai

perubahan dari masa tradisional

menuju era klasik. Secara umum

periode klasik dalam sejarah

kebudayan Indonesia terbagi menjadi

dua, periode klasik tua pada abad 8-10

Masehi, periode klasik muda sekitar

abad 11-15 Masehi. Periode klasik tua

sering disebut sebagai era-nya Jawa

Tengah, sedangkan klasik muda

merupakan era emas bagi kebudayaan

Jawa Timur. Pada era tersebut, wilayah

Batak merupakan salah satu wilayah

penghasil Barus yang kemudian

dikuasai oleh pedagang dari Tamil,

India. Hal ini juga merupakan penanda

bahwa terjadi akulturasi, dan

percampuran kebudayan dari mulai

abad ke-6 Masehi di tanah Batak.

Periode kedua menandai perubahan

periode klasik menuju modern atau

sekitar abad 16-19 Masehi yang

ditandai oleh perubahan pola hidup

masyarakat akibat kolonialisme dan

industrialisasi. Tidak begitu jelas

apakah Indonesia mengalami

modernitas seperti yang terjadi di

barat, namun efek yang dirasakan

terutama dalam perubahan cara hidup

terlihat jelas.

Kolonialisasi yang mempengaruhi

selama lebih dari tiga abad

membentuk pola budaya perkebunan,

dan corak kepercayaan monoteisme

pada kultur masyarakat asli. Pada

kebudayaan Batak terlihat jelas dengan

berkembangnya agama Kristen dan

Page 9: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 144 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

melekat kuat pada kultur setempat.

Agama Kristen memberikan corak

baru pada pemaknaan hasil

kebudayaan seperti ulos dan lainnya

termasuk ritual tradisi dan

kepercayaan asli. Hal paling mencolok

kaitannya dengan ulos ialah, semain

sekulernya makna motif dan semakin

cepatnya proses pembuatan

dikarenakan industrialisasi dan

temuan alat modern. Selain itu

semakin semaraknya motif

dikarenakan permintaan pasar dari

masyarakat Batak saat ini yang banyak

terinspirasi dari budaya populer lewat

televisi dan lain sebagainya. Periode

ketiga ialah perubahan dari modern

menuju era kontemporer atau sekitar

akhir abad 19 menuju 20, pada masa

ini baik pemaknaan maupun proses

dan pemakaian ulos pembagian

periode tersebut berdasarkan pada

perubahan dua aspek, salah satunya

ialah perubahan dalam masyarakat

secara umum, yang berakibat kepada

perubahan perilaku dan pandangan

persolan serta komunal mengenai

nilai-nilai yang terkandung dalam

hasil budaya. Kedua perubahan yang

merujuk pada pergeseran paradigma

kebudayaan itu sendiri yang

terkandung dalam karya seni ataupun

artefak kriya lainnya salah satunya

ulos.

Ulos Ragi Hotang

Periode I

(Tradisional-Klasik)

Ulos Ragi Hotang

Periode II

(Klasik-Modern)

Ulos Ragi Hotang

Periode III

(Modern- Kontemporer)

1. Motif Hulu

Tabel 1. Analisa Perubahan Visual pada Ulos Ragi Hotang

Page 10: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

145 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

2. Panondang Laki-laki

3. Suksang Duri pada

Panondang Laki-laki

4. Tupe Panondang

Perempuan

1. Motif:

a. Barisan pada hulu

merupakan tupe.

Tupe terdiri dari ipon-

ipon, dalam tenun

ipon-ipon inilah

merupakan benang

pakan.

b. Tupe hulu terdiri dari:

2 Suksang Duri (mula

motif ulos dan akhir

motif ulos), 2

sigumang ( 1 diantara

sigumang mula ulos

dan panondang, 1 lagi

diantara sigumanang

akhir ulos),

panondang sebagai

1. Motif:

a. Motif pada hulu

mengalami

perkembangan.

b. Jumlah sigumang

bertambah 2. Maka

motif pada hulu

terlihat lebih tinggi.

c. Tupe hulu terdiri

dari: 2 suksang duru

(mula motif ulos

dan akhir motif

ulos), 4 sigumang (2

diantara sigumang

mula ulos dan

panondang, 2 lagi

diantara sigumanang

akhir ulos),

1. Motif:

a. Motif pada hulu

mengalami

perkembangan

namun tidak secara

positif.

b. Tupe hulu terdiri dari:

2 Suksang Duri (mula

motif ulos dan akhir

motif uloas), 2

sigumang ( 1 diantara

sigumang mula ulos

dan panondang, 1 lagi

diantara sigumanang

akhir ulos), panondang.

c. Siduruhan bertambah 2

(1 Suksang Duri

bagian mula dan 1

Page 11: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 146 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

kepala tupe.

c. Diantara motif

Suksang Duri,

sigumang, dan

panondang dibatasi

dengan siduruhan.

d. Hulu ulos bagian atas

dan bawah jelas

sekali perbedaannya

yang menunjukan

panondang

perempuan dan laki-

laki.

e. Warna ipon pada

tupe dominan

berwarna putih.

f. Warna ipon siduruhan

hanya berwarna

kuning.

2. Bentuk:

a. Bentuk motif masih

menggunakan motif

tradisional.

b. Tidak terdapat

modifikasi.

c. Walaupun motif

tidak terlalu jelas

namun menunjukan

motif sesuai dengan

motif tradisional.

3. Teknik:

a. Menggunakan teknik

tradisional

menggunakan alat

tenun tangan.

b. Kerapan pada ipon

tidak terlalu padat.

panondang kepala

tupe.

d. Diantara motif

Suksang Duri,

sigumang, dan

panondang terdapat

siduruhan.

e. Hulu ulos bagian

atas dan bawah

jelas sekali

perbedaan bentuk

panondang

perempuan dan

laki-lakinya.

f. Warna ipon pada

tupe dominan

berwarna putih.

g. Warna ipon

siduruhan

mengalami

perkembangan

terdapat warna

kuning, merah,

hijau,dan putih.

h. Motif tiap tupe

terlihat jelas

detainya. Bentuk

lebih abosolut.

2. Bentuk:

a. Bentuk motif tupe

masih banyak

meniru motif

tradisional.

b. Modifikasi tidak

melakukan

pengurangan atau

pengikisan motif

tradisional yang

ada.

c. Bentuk motif

semakin

disempurnakan,

Suksang Duri bagian

akhir).

d. Hulu ulos bagian atas

dan bawah tidak ada

perbebaannya.

e. Tidak ada perbedaan

yang menunjukan

motif panondang

sebagai kepala tupe.

f. Warna ipon pada tupe

dominan berwarna

kuning.

g. Warna ipon siduruhan

dominan warna

putih.

h. Motif tiap tupe terlihat

rapih dan bahkan

terkesan sama.

2. Bentuk:

a. Bentuk motif tupe

tidak meniru detail

motif tradisional.

b. Modifikasi motif

mengalami

pengurangan atau

pengikisan motif

tradisional yang ada.

c. Bentuk motif semakin

sederhana.

d. Tidak terlihat

perbedaan bentuk

antara motif Suksang

Duri, sigumang, motif

panondang.

e. Bentuk yang

menandakan panondang

sudah tidak tergambar

lagi.

3. Teknik:

a. Menggunakan teknik

alat modern/ ATM.

Page 12: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

147 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

terlihat bentuk

sesuai dengan

bagian

panondangnya.

3. Teknik:

a. Menggunakan

teknik alat tenun

tangan

b. Kerapatan tenunan

sangat rapat.

b. Kerapatan tenunan

sangat rapat.

KESIMPULAN

Kemajuan teknologi memberikan

dampak negatif dan positif bagi

perkembangan kebudayaan manusia.

Dampak negatif perkembangan

teknologi secara ekonomi dapat

mematikan perekonomian penenun

tradisional. Hal ini terlihat jelas pada

yang terjadi di sentra tenun Tapanuli.

Sentra tenun tersebut sudah tidak

aktif lagi, dan hanya beberapa saja

yang masih bertahan memproduksi

ulos.

Kebanyakan para penenun tradisional

akan memproduksi ulos apabila ada

pesanan atau permintaan khusus.

Namun proses pembuatannya dapat

memakan waktu hingga 1 bulan

bahkan lebih untuk 1 lembar kain

ulos, dan dihargai Rp. 1.500.000,-

sampai dengan Rp. 3.000.000

tergantung kerumitan motif kain ulos.

Namun secara kuantitas, sekarang

sudah jarang orang yang memesan

ulos secara khusus. Dampak positif

dari perkembangan teknologi adalah

Ulos Ragi Hotang terhindar dari

kepunahan, karena terus diproduksi

walaupun motif pakem khas Batak

pada ulos secara visual sudah tidak

sesuai lagi. Dengan adanya beberapa

pengurangan dan penyederhanaan

dari segi bentuk, motif dan proses

pembuatannya, hal ini

mengakibatkan harga kain ulos

menjadi lebih murah. Kejelian para

produsen meninjau perubahan pola

kehidupan masyarakat Batak modern

yang mengedepankan estetik kain

ulos pada periode III ini, membuat

para produsen menjadi semakin

berusaha untuk berinovasi untuk

membuat ulos dengan desain yang

variatif dan terlihat modern sesuai

dengan selera masyarakat.

Para produsen terus berusaha

menekan harga produksi agar harga

kain ulos menjadi semakin murah,

Page 13: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 148 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

sehingga masyarakat yang membeli

akan semakin banyak.

Hasil produksi kain ulos yang

menggunakan teknologi mesin,

mampu menghasilkan 7 lembar kain

ulos setiap mesinnya per-hari. Dalam

hal kuantitas, hal ini secara signifikan

sangat jauh bila dibandingkan dengan

jumlah yang dihasilkan dari alat

tenun tangan (1kain ulos = 1bulan

pengerjaan). Kain ulos dikerjakan

dengan satu pola ulos yang diulang-

ulang pada kain ulos lainnya (repeat)

dengan menggunakan alat tenun

mesin (ATM) sehingga prosesnya

lebih cepat dan praktis. Kekurangan

kain ulos pada periode III ini adalah

sulitnya mengejar kemiripan kain ulos

tradisional baik secara visual maupun

bentuk. Namun secara kualitas ulos

modern juga bervariatif, disesuaikan

dengan harga kain ulos tersebut.

Seperti sudah dipaparkan pada bab

sebelumnya, bahwa kebutuhan untuk

kegiatan pesta adat pernikahan cukup

tinggi, maka masyarakat akan

memilih alternatif kain ulos yang

harganya lebih ekonomis, sehingga

lebih terjangkau dan sesuai dengan

daya beli masyarakat pada umumnya.

Penyesuaian-penyesuaian tersebut

dilakukan para produsen guna

menyesuaikan desain kain ulos

dengan selera masyarakat Batak yang

mengikuti trend dan pola hidup

sesuai dengan perkembangan jaman,

dan selalu mengedepankan nilai

artistik dan estetika. Hal ini pula yang

menjadi pembuktian atas perubahan

yang dibawa dan diakibatkan

manisfestasi perubahan masyarakat

secara kultural dan sosial. Akibat dari

perubahan tersebut juga

mengakibatkan pergeseran makna

simbolik dari kain ulos.

Pola pikir dan pemahaman

masyarakat atas budaya sudah

bergeser. Penghasil atau produsen

ulos sudah tidak lagi memikirkan nilai

filosofis, yang dilakukan hanya

meniru bentuk dan cara saja. Hal ini

benar bahwa terjadi pergeseran

budaya akibat penetrasi budaya

secara damai. Bahwa kaidah budaya

masih tetap ada namun mengalami

pergeseran atau perkembangan.

Perubahan kebudayaan paska

industrialisasi menjadikan

menyusutnya nilai-nilai simbolik

yang berakibat pada pergeseran

makna filosofis termasuk pada ulos.

Perubahan tersebut mengindikasikan

bahwa nilai-nilai filosofis tradisi

Batak dalam membagi dua kehidupan

dalam dualitas yang saling

bertentangan semakin memudar.

Pola laki-laki atau perempuan yang

bukan hanya menciptakan motif

estetik merupakan juga perwujudan

lingga dan yoni atau maskulinitas dan

Page 14: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

149 Jurnal Rupa Vol. 01. No. 02, Juli -Desember 2016 : 78-150

feminitas, tidak lagi terlihat. Dualitas

yang saling bertentangan merupakan

landasan penting dalam filosofi religi

asli dalam hampir seluruh tradisi

timur. Terdapat perubahan fungsi

yang menadasar pada periode ini,

diantaranya ialah perlahan hilangnya

motif bernilai filosofis. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa pergeseran

nilai merupakan juga manifestasi dari

perubahan cara pandang kultural

masyarakatnya. Pembagian jumlah

baris ipon pada kain ulos merupakan

perlambangan dari posisi gender

secara filosofis, posisi tersebut

merujuk pada perannya secara

kultural.

Perubahan yang terjadi berakibat

pada telah berubahnya susunan atau

struktur pada masyarakat Batak.

Pembagian fungsi secara gender tidak

terlampau berarti lagi. Perubahan

signifikan bukan juga terlihat dari

nilai filosofis yang kerap bergeser

namun juga terlihat dari sisi estetik.

Pada beberapa kasus motif yang

semain detail dan rumit tidak serta

merta mengidikasikan sebuah kain

ulos menjadi lebih bernilai. Sebaliknya

perumitan dan pencanggihan dalam

hal estetis semata merupakan efek

dari permintaan pasar yang semakn

sekuler, lagi-lagi dikarenakan

perubahan cara pandang kultural

masyaratnya. Selain itu efek langsung

dari industrialisasi dan kapitalisasi

juga terlihat pada perhitungan nilai

secara ekonomis pasar. Tentu saja

karena biaya produksi dapat ditekan,

maka para produsen dapat menekan

biaya produksi ulos sedemikina rupa.

Sehingga kain ulos dapat dijual

dengan harga yang lebih terjangkau.

Percepatan proses pembuatan ulos

merupakan efek logis dari

industrialisasi dan kapitalisasi yang

merambah pada sektor kebudayaan.

Terdapat dua sisi baik itu positif

maupun negatif. Positif pada aspek

finansial dan pemberdayaan daerah.

Namun efek negatif yang dihasilkan

tentunya pada kualitas dan nilai

filosofis simbolik yang kerap

memudar. Penelitian ini masih dapat

dikembangkan pada kajian ulos jenis

lainnya. Penulis sangat berharap, tesis

ini merupakan langkah awal dalam

memahami lebih dala pengenai

kebudayan Batak dan perubahan

yang terjadi di masyarakat lewat

manifestasinya pada hasil budaya.

Analisa dan pendalaman terhadap

kebudayaan serta hasil-hasilnya

diperlukan dalam penelitian

mendatang.

Daftar Pustaka

Kutha, Ratna Nyoman.

2010, Metodelogi Penelitian kajian

Buadaya dan Ilmu Sosial

Page 15: Ulos Ragi Hotang dalam Perubahan (Potret Evolusi

Marissa Cory Agustina Siagian : Uos Ragi Hotang dalam Perubahan 150 (Potret Evolusi Kebudayaan Batak Toba)

Humaniora Pada Umumnya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tambuhan, E.H.

1982, Sekelumit Mengenai Masyarakat

Batak Toba dan Kebudayaannya.

Badung:Tarsito

Walker, John. A.

1989, Design History and the History of

Design. Terjemahan: Laily

Rahmawati. Yogjakarta:

Jalasutra

Sumber Lain

http://brainly.co.id/tugas/868547