uji efek pelindung hati dari ekstrak air tanaman...

4
Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4D (9–12), 2011 UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN KULIT LAWANG, Cinnamomum cullilaban (LAURACEAE) PADA JARINGAN HATI TIKUS Arif Soeksmanto Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 16911, Kabupaten Bogor E-mail: [email protected] ABSTRACT Change of life pattern and increase of environmental damage are considered as important factors which stimulates the occurrence of degenerative and new infective diseases which is more difficult to be coped than former infective diseases. This promotes the use of herbs in America up to 385% in period 1990-1997, wasting 4–12 billion dollar each year. World Health Organization (WHO) estimates approximately 4 billion or 80% of world citizens use herbs for their health care. Kulit lawang plants are medicinal plants grown endemically in Papua and Maluku regions. The existence of the plants in Maluku Islands is considered being endangered species. Information on the plants in scientific publication is relatively limited. Study of hepatoprotector test on rat was conducted to find out the effectiveness of water extract of kulit lawang. Rat was administered with 20 mg/kg water extract of kulit lawang plant for 7 days and intoxicated with CCl 4 . The result showed that liver cell of rat treated with curcumin was regenerated on day-3, α-tocopherol and kulit lawang extract on day-5, while control (without drug treatment) was regenerated on day-7. Key words: Cinnamomum culilaban, kulit lawang, antioxidant, hepatoprotector, herbs PENGANTAR Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan pola hidup merupakan faktor penting yang memicu berkembangnya penyakit degeneratif maupun infektif baru yang lebih sulit diatasi dibanding penyakit sebelumnya. Kekhawatiran terhadap hal tersebut memunculkan istilah “back to nature”, yang mengajak masyarakat dunia untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan dan banyak mengkonsumsi herbal. WHO memperkirakan sekitar 4 milyar atau 80% penduduk dunia telah mempercayakan obat herbal untuk perawatan kesehatannya (Eisenberg dkk, 1993). Di Indonesia, obat tradisional berbahan herbal sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan selalu bermunculan produk-produk herbal baru di pasaran. Beberapa diantaranya adalah minyak kelapa murni (VCO), buah merah maupun bentuk racikan dan kapsul berbagai tanaman obat lainnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengadaan produk-produk herbal masih sangat diminati masyarakat. Tanaman kulit lawang merupakan tanaman obat yang tumbuh endemik di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya Papua dan Maluku. Tanaman ini beraroma seperti cengkeh, digunakan sebagai penyedap, obat gosok, kulit maupun kolera. Meskipun demikian keberadaan tanaman kulit lawang di Kepulauan Maluku pada saat ini sudah sangat terancam. Sementara, publikasi ilmiah tentang tanaman ini masih sangat jarang dan umumnya hanya berkisar pada kandungan senyawa kimia dari minyak atsirinya. Menurut López dkk (2005) banyak marga dari tanaman ini yang telah terbukti mengandung senyawa antioksidan tinggi dan minyak atsirinya memiliki efek antimikroba. Selain itu penelitian epidemiologikal, membuktikan bahwa stress oksidatif berhubungan dengan patogenesis dan perkembangan berbagai penyakit kronis (Sunita dkk, 2000). Oleh karena itu pengembangan potensi antihepatotoksik dan antioksidan menjadi penting, khususnya yang dikembangkan dari bahan-bahan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak air kulit lawang dalam melindungi kerusakan sel hati akibat induksi CCl 4 . Penggunaan CCl 4 , sudah umum digunakan dalam berbagai penelitian hepatotoksikan, meskipun mekanisme aksi CCl 4 rumit, melibatkan banyak faktor dan belum sepenuhnya dapat dimengerti (Sisodia dan Bhatnagar, 2009). Prinsipnya CCl 4 masuk ke dalam tubuh, tertimbun dalam sel-sel parenkhimal hati dan dibiotransformasi oleh sistem sitokrom P 450 , menjadi radikal triklorometil (CCl 3 ). Radikal ini, kemudian dikonversi kembali menjadi radikal peroksi (CCl 3 O 2 ) yang lebih toksik (Recknagel, 1983). Mengingat keberadaan tanaman kulit lawang di Maluku yang sudah sangat terancam, jarangnya publikasi ilmiah,

Upload: others

Post on 16-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN …berkalahayati.org/files/journals/1/articles/288/submission/288-918-1-SM.pdf10 Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit

Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4D (9–12), 2011

UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN KULIT LAWANG, Cinnamomum cullilaban (LAURAcEAE) PADA

JARINGAN HATI TIKUS

Arif SoeksmantoPusat Penelitian Bioteknologi LIPI

Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 16911, Kabupaten BogorE-mail: [email protected]

ABSTRACT

Change of life pattern and increase of environmental damage are considered as important factors which stimulates the occurrence of degenerative and new infective diseases which is more difficult to be coped than former infective diseases. This promotes the use of herbs in America up to 385% in period 1990-1997, wasting 4–12 billion dollar each year. World Health Organization (WHO) estimates approximately 4 billion or 80% of world citizens use herbs for their health care. Kulit lawang plants are medicinal plants grown endemically in Papua and Maluku regions. The existence of the plants in Maluku Islands is considered being endangered species. Information on the plants in scientific publication is relatively limited. Study of hepatoprotector test on rat was conducted to find out the effectiveness of water extract of kulit lawang. Rat was administered with 20 mg/kg water extract of kulit lawang plant for 7 days and intoxicated with CCl4. The result showed that liver cell of rat treated with curcumin was regenerated on day-3, α-tocopherol and kulit lawang extract on day-5, while control (without drug treatment) was regenerated on day-7.

Key words: Cinnamomum culilaban, kulit lawang, antioxidant, hepatoprotector, herbs

PENGANTAR

Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan pola hidup merupakan faktor penting yang memicu berkembangnya penyakit degeneratif maupun infektif baru yang lebih sulit diatasi dibanding penyakit sebelumnya. Kekhawatiran terhadap hal tersebut memunculkan istilah “back to nature”, yang mengajak masyarakat dunia untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan dan banyak mengkonsumsi herbal.

WHO memperkirakan sekitar 4 milyar atau 80% penduduk dunia telah mempercayakan obat herbal untuk perawatan kesehatannya (Eisenberg dkk, 1993).

Di Indonesia, obat tradisional berbahan herbal sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan selalu bermunculan produk-produk herbal baru di pasaran. Beberapa diantaranya adalah minyak kelapa murni (VCO), buah merah maupun bentuk racikan dan kapsul berbagai tanaman obat lainnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengadaan produk-produk herbal masih sangat diminati masyarakat.

Tanaman kulit lawang merupakan tanaman obat yang tumbuh endemik di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya Papua dan Maluku. Tanaman ini beraroma seperti cengkeh, digunakan sebagai penyedap, obat gosok, kulit maupun kolera. Meskipun demikian keberadaan tanaman kulit lawang di Kepulauan Maluku pada saat

ini sudah sangat terancam. Sementara, publikasi ilmiah tentang tanaman ini masih sangat jarang dan umumnya hanya berkisar pada kandungan senyawa kimia dari minyak atsirinya.

Menurut López dkk (2005) banyak marga dari tanaman ini yang telah terbukti mengandung senyawa antioksidan tinggi dan minyak atsirinya memiliki efek antimikroba. Selain itu penelitian epidemiologikal, membuktikan bahwa stress oksidatif berhubungan dengan patogenesis dan perkembangan berbagai penyakit kronis (Sunita dkk, 2000). Oleh karena itu pengembangan potensi antihepatotoksik dan antioksidan menjadi penting, khususnya yang dikembangkan dari bahan-bahan alami.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak air kulit lawang dalam melindungi kerusakan sel hati akibat induksi CCl4. Penggunaan CCl4, sudah umum digunakan dalam berbagai penelitian hepatotoksikan, meskipun mekanisme aksi CCl4 rumit, melibatkan banyak faktor dan belum sepenuhnya dapat dimengerti (Sisodia dan Bhatnagar, 2009). Prinsipnya CCl4 masuk ke dalam tubuh, tertimbun dalam sel-sel parenkhimal hati dan dibiotransformasi oleh sistem sitokrom P450, menjadi radikal triklorometil (CCl3). Radikal ini, kemudian dikonversi kembali menjadi radikal peroksi (CCl3O2) yang lebih toksik (Recknagel, 1983).

Mengingat keberadaan tanaman kulit lawang di Maluku yang sudah sangat terancam, jarangnya publikasi ilmiah,

Page 2: UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN …berkalahayati.org/files/journals/1/articles/288/submission/288-918-1-SM.pdf10 Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit

Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit Lawang10

kebutuhan masyarakat akan obat herbal dan kandungan senyawa antioksidan marga Cinnamomum sp. maka diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna dalam melengkapi pengetahuan fitofarmaka Indonesia.

BAHAN DAN cARA KERJA

Material tanaman kulit lawang dikoleksi dari daerah Seram Bagian Barat, propinsi Maluku dan diindentifikasikan ke Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Ekstrak air tanaman kulit lawang diperoleh dengan merefluks material tanaman kering dalam akuades.

Selanjutnya pencarian dosis efektif dilakukan menggunakan tikus Wistar jantan dengan perlakuan dosis 0, 5 10, 15, 20 dan 30 mg/kg bb secara intragastrik.

Pengujian pelindung hati dilakukan dengan 5 perlakuan, yaitu kontrol (akuades), kontrol CCl4 (0,56 mg/kg bb CCl4), kurkumin (CCl4 + 2,5 mg/ekor kurkumin), α-tokoferol (CCl4 + 2,5 ml/ekor α-tokoferol) dan ekstrak air kulit lawang (CCl4 + 20 mg/kg bb ekstrak air kulit lawang).. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan jaringan hati tikus hari -7; -3; -1; 1; 2; 3; 5; 7; dan 14 yang masing-masing menggunakan 4 ekor tikus sebagai ulangan.

HASIL

Hasil refluks 250 g kulit dari tanaman kulit lawang kering dengan 4 liter aquades, menghasilkan 73,67 g ekstrak air. Selanjutnya ekstrak tersebut digunakan untuk mencari dosis efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian dosis 20 dan 30 mg/kg bb menyebabkan permukaan hati tampak sedikit mottling dan bewarna agak gelap. Secara mikroskopis, pemberian dosis 20 mg/kg bb menunjukan sel hati yang mengalami degenerasi, sedangkan dosis 30 mg/kg bb tampak nekrosis (Gambar 1). Hasil ini menetapkan bahwa dosis 20 mg/kg bb sebagai dosis tertinggi yang dapat ditolerir tikus dan aman untuk pengujian pelindung hati.

Pengujian efek ekstrak air tanaman kulit lawang terhadap organ hati tikus dilakukan dengan pembanding kurkumin, α-tokoferol dan kontrol (akuades). Bahan-bahan tersebut diberikan selama 7 hari terturut-turut. Meskipun demikian tidak ditemukan adanya kerusakan pada sel-sel hati dan hewan tampak dalam keadaan sehat (Gambar 1).

Pada uji pelindung hati, tikus yang telah diperlakukan di atas, kemudian diinduksi dengan CCl4. Perlakuan induksi ini, menyebabkan terjadinya pembentukan vakuola, nekrosis sel hati dan penampakan sel-sel radang (Gambar 2). Regenerasi sel hati yang pertama, terjadi pada perlakuan kurkumin, yaitu pada hari ke 3 dan kembali normal pada

Keterangan: A. Kontrol dan dosis 5 mg/ kg bb (sel hati normal); B. Dosis 10–15 mg/ kg bb (degenerasi ringan sel hati); C. Dosis 20 mg/ kg bb (degenerasi midzonal sel hati); D. Dosis 30 mg/ kg bb (nekrosis sel hati)

Gambar �� Gambaran histologi sel-sel hati tikus pada pencarian dosis efektif dari ekstrak air tanaman kulit lawang untuk uji pelindung hati

Page 3: UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN …berkalahayati.org/files/journals/1/articles/288/submission/288-918-1-SM.pdf10 Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit

Soeksmanto 11

hari ke-7. Pada perlakuan α-tokoferol dan ekstrak air tanaman kulit lawang, regenerasi terjadi hari ke-5 dan mencapai normal hari ke-14. Sedangkan tikus kontrol CCl4 baru memperlihatkan adanya tanda-tanda regenerasi pada hari ke-7 dan bertahan sampai hari ke-14.

PEMBAHASAN

Pada dasarnya kerusakan sel hati akibat induksi CCl4, disebabkan oleh biotransformasi CCl4 oleh sistem sitokrom P450 yang menghasilkan radikal triklorometil (CCl3) dan peroksi (CCl3O2) (Recknagel, 1983). Selanjutnya aktivasi ikatan kovalen radikal terhadap makro molekul, memicu kerusakan peroksidatif pada lemak membran retikulum endoplasmik yang kaya asam-asam lemak tak jenuh (Hodgson dan Levi, 2000) dan menyebabkan membran sel menjadi mudah pecah serta dapat mengakibatkan kematian sel (Lu, 1995).

Menurut Guyton dan Hall (2000) stadium awal peradangan ditandai dengan munculnya sel-sel neutrofil pada daerah yang terpapar toksikan. Sedangkan penjelasan terjadinya infiltrasi sel-sel radang ke dalam hati, diawali dengan masuknya toksikan ke dalam hati yang menyebabkan peningkatkan aktivitas sel (khususnya sel-sel sinusoid endotelial dan hepatosit) dan antigen leukosit 1 (LFA-1)

disekitar dinding pembuluh. Kemudian toksikan dan LFA-1 tertimbun di daerah nekrosis, sehingga meningkatkan aktivitas sel-sel radang dan menimbulkan hepatotoksisitas (Neubauer, 1998).

Menurut Cotran dkk (1994) dalam kondisi normal, hanya 0,5–1,0% dari sel-sel hati yang secara teratur mengalami replikasi DNA. Meskipun demikian setelah adanya stimulasi, individu hepatosit memiliki kemampuan replikasi yang luar biasa, karena hanya beberapa hepatosit yang diperlukan untuk memulihkan hati setelah cedera (Taub, 2004). Bahkan Hepatosit mampu mengalami pertumbuhan dan proliferasi selama regenerasi, sambil terus melaksanakan tugas metabolismenya, sehingga memungkinkan pemulihan yang relatif cepat (Markiewski dkk, 2006).

Induksi CCl4, dapat menyebabkan terjadinya nekrosis sel hati yang meluas dan nekrosis sekunder yang terjadi setelah kematian apapotik sel (Taub, 2004). Diduga pemberian ekstrak air tanaman kulit lawang, dapat meredam aktivasi ikatan kovalen radikal terhadap makromolekul, sehingga kerusakan peroksidatif tidak semakin luas. Hal ini, menyebabkan sel hati tikus yang diberi ekstrak air tanaman kulit lawang, dapat kembali normal pada hari ke 14. Sedangkan pada hari yang sama, tikus kontrol CCl4 masih mengalami proses pemulihan.

Keterangan: A. Sel hati normal; B. Sel hati dengan inti tidak seragam (pleomorfik); C. Sel hati mengalami nekrosis; D. Sel hati mengalami regenerasi mendekati normal

Gambar 2� Proses pemulihan kerusakan sel-sel hati tikus yang diberi ekstrak air tanaman kulit lawang dan diduksi dengan CCl4

Page 4: UJI EFEK PELINDUNG HATI DARI EKSTRAK AIR TANAMAN …berkalahayati.org/files/journals/1/articles/288/submission/288-918-1-SM.pdf10 Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit

Uji Efek Pelindung Hati dari Ekstrak Air Tanaman Kulit Lawang1�

UcAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan ter ima kasih kepada penyelenggara “Kegiatan Program Insentif bagi Peneliti dan Perekayasa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2009” yang telah mendanai kegiatan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman di lab. biofarmaka atas bantuan teknis penyediaan ekstrak kulit lawang yang dibutuhkan untuk penelitian ini.

KEPUSTAKAAN

Cotran RS, Kumar V, dan Collins T, 1994. Cellular growth and dan Collins T, 1994. Cellular growth and Collins T, 1994. Cellular growth and Cellular growth andCellular growth andr growth androwth and Differentiation. Dalam: Cotran, RS, Kumar, V, Collins, T (Eds.), Pathologic Basis of Disease. WB Saunders, Philadelphia, 35–50.

Eisenberg DM, Kessler RC, Foster C, Norlock FE, Calkins DR, dan Delbanco TL, 1993. Unconventional Medicine in TheMedicine in The United States. N England J Med, 328: 246–252.

Guyton AC dan Hall JE, 2000. ATextbook of Medical Physiology.A Textbook of Medical Physiology. 10th Edition Saunders WB, Company Philadelphia, 382–401.

Hodgson E dan Levi PE, 2000.ATextbook of Modern Toxicology,an Levi PE, 2000.ATextbook of Modern Toxicology, Levi PE, 2000. ATextbook of Modern Toxicology,A Textbook of Modern Toxicology,, 2nd Edition. McGraw-Hill, 203–204.

López P, Sánchez C, Batlle R, dan Nerín C, 2005.2005. Solid- andand Vapor-phase Antimicrobial Activities of Six Essential Oils: Susceptibility of Selected Foodborne Bacterial and Fungal Strains. J Agric Food Chem, 53 (17): 6939–46.

Lu FC, 1995. Toksikologi Dasar Asas Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Penerjemah: Edi Nugroho. Penerbit UI Jakarta, 210–220.

Markiewski MM, DeAngelis RA, dan Lambris JD, 2006. Review.JD, 2006. Review. Liver Inflammation and Regeneration: Two Distinct Biological Phenomena or Parallel Pathophysiologic Processes? Molecular Immunology, 43: 45–56.

Neubauer K, 1998. Carbon tetrachloride Induced Liver Injury. Lab Invest, 78 (2): 185–194.

Recknagel R O, 1983. A New Direction in The Study of Carbon, 1983. A New Direction in The Study of Carbon1983. A New Direction in The Study of Carbon tetrachloride Hepatotoxicity, Life Sci, 33: 401–408..

Sisodia SS dan Bhatnagar, M, 2009. Hepatoprotective Activity of Eugenia jambolana Lam. in Carbon tetrachloride Treatedin Carbon tetrachloride Treated Rats. Indian J Pharmacol, 41: 23–27.

Sunita T, Vupta V, dan Sandeep B, 2000. Comparative Study ofComparative Study of Antioxidant Potential of Tea with and without Additivies, Indian J Physiol Pharmacol, 44: 215–219.

Taub R, 2004. Liver Regeneration: from Myth to Mechanism. R, 2004. Liver Regeneration: from Myth to Mechanism.R, 2004. Liver Regeneration: from Myth to Mechanism. Nat Rev Mol Cell Biol, 5: 836–847.