the art of acting · 2020. 4. 17. · yoga arizona, siswa yang tadinya menempuh pendidikan di sakti...
TRANSCRIPT
THE ART
OF
ACTING
AKTING TEATER, FILM, & TV
OLEH
EKA D. SITORUS
Sakti Actor Studio
Juli 2019
2
PENGANTAR
Sejak Edisi Pertama buku The Art of Acting, sudah banyak
informasi baru yang dianggap patut telaah kembali untuk dapat
menulis buku The Art of Acting menjadi edisi ke dua. Informasi baru
tersebut tentunya t idak dapat tercipta tanpa bantuan dari sesepuh -
sesepuh yang sudah mengisi Edisi Pertama buku ini, seperti
Konstantin Stanislavski, Lee Strasberg, Uta Hagen, Estella Adle r,
Sarah Bernhardt, Benoit Constant Coquelin, Eleonora Duse, Robert
Benedetti , dari skripsi -skripsi , ulasan-ulasan, esei -esei, diskusi -
diskusi dengan para dosen akting dan mahasiswa, serta pakar -pakar
seni teater di Indonesia seperti Tatiek Maliyati, Prama na
Padmodarmaya, dan Wiratmo Soekito. Edisi Kedua ini , sama halnya
dengan Edisi Pertama, masih lebih tepat dianggap sebagai hasil dari
pemikiran banyak orang yang dengan rela, melalui tulisan mereka,
menyumbangkan pikirannya.
Maksud saya menjelaskan hal d iatas adalah, pertama, supaya
Edisi Kedua ini tidak dianggap sebagai satu sistem atau pendekatan
akting yang baru tetapi hanya salah satu dari banyak cara untuk
mendekati, memasuki, dan menghidupi peran. Kedua, bahwa semua
pendekatan akting yang ada di dun ia ini hanyalah alat pendukung
untuk membuat si aktor, yang pada dasarnya sudah menjadi seorang
aktor dalam kehidupan sosialnya, menjadi seorang aktor panggung
atau actor film yang lebih peka dan terfokus. Ketiga, supaya harkat
keaktoran di Indonesia dapat ditingkatkan, terutama karena fungsinya
yang semakin kompleks dalam sebuah proses produksi dan
pementasan.
Harapan saya bagi para mahasiswa atau para pembaca yang
budiman pun demikian, yaitu menggunakan buku ini sebagai
pendukung untuk berperan, bukan sebagai satu sistem baru. Edisi
Kedua buku ini hanya untuk membimbing membangunkan kembali
aktor yang sudah ada dalam dirinya sambil melatih beberapa teknik
fisik, intelektual dan spiritual yang dapat menolong untuk
menampilkan pertunjukan yang berarti dan d apat dipercaya.
Sama halnya dengan Edisi Pertama, Edisi Kedua buku The Art
of Acting ini tetap berusaha menekankan bahwa disiplin pribadi
adalah satu–satunya cara untuk dapat menguasai ketramp ilan-
ketrampilan berperan karena disiplin adalah jembatan antar a tujuan
dan pencapaian. Metode yang disampaikan oleh buku ini tergantung
dari disiplin tersebut. Dengan demikian, si actor bertanggungjawab
mengajar dirinya sendiri . Buku ini, dan guru aktingnya, hanya dapat
menyokong dan membimbing.
3
Selain itu, di Edis i Kedua ini, penulis menambahkan beberapa
Halaman Workshop di akhir bab untuk membantu para pengajar yang
ingin memakai buku ini sebagai pedoman.
Demikian pula tujuan utama buku ini , sama halnya dengan
Edisi Pertama, bahwa guru akting hanya menolong di actor menyadari
dan mengenal siapa diri pribadinya. Guru akting melakukan semua
ini karena dia tertarik dan sekaligus mempunyai perhatian total pada
pribadi si aktor sambil berharap dapat membebaskan bakat
terpendam yang dimilikinya. Dia memili ki tanggung jawab etika
tersebut pada teater, fi lm, dan tv. Keinginannya yang terdalam
adalah menolong si aktor untuk menyadari misi –misi kemanusiaan
yang terkandung dalam dunia teater, film, dan televisi.
4
UCAPAN TERIMA KASIH
Sejak tahun 2012, ketika saya memulai penulisan Edisi Kedua
buku ini, banyak yang sudah membantu dan tanpa bantuan orang –
orang tersebut buku ini tidak akan selesai. Saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada, pertama-tama ibu yang terkasih, almarhum Ny.
Masito Sitorus, yang tahu benar bahwa menempuh profesi yang
pernah digeluti suaminya ini, sangat kompleks. Saya juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing saya,
Almarhum Bapak Pramana Padmodarmaya, yang tidak pernah
melepaskan perhatiannya, tuntunannya, dan yang te rpenting,
percayanya pada kemampuan saya menyelami dunia teater ini. Terima
kasih banyak kepada Ibu DR. Toeti Herati Noerhadi dan Ibu Pia
Alisyahbana, para pelindung Jakarta Shakespeare Theatre, yang sejak
saya mulai mengajar di Insti tut Kesenian Jakarta, telah menolong,
membimbing, dan mendukung di semua bidang kerja saya. Tidak lupa
rasa terima kasih saya yang sebesar -besarnya kepada semua aktor dan
tim produksi Jakarta Shakespeare Theare yang naskah -naskah, konsep
produksi, dan terutama, proses akting pa ra aktornya saya pakai di
buku ini .
Terima kasih saya ucapkan kepada sutradara Key Mangunsong dan
adiknya novelis Dewi Lestari , sepupu-sepupuku yang baik, yang terus
mendukung saya menggeluti dunia film dan televisi lewat proses
produksi serta lewat novel -novel yang diangkat ke layar lebar.
Ucapan terima kasih ini juga saya tujukan kepada Yaditimo, Gita
Asmara, Jerry Octavianus, dan Oim Ibrahim, yang t idak henti -
hentinya membantu saya, sejak penulisan Edisi Pertama buku ini
sampai ke Edisi Keduanya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para alumni Sakti Actor
Studio, seperti Agnes Monica, Nicky Tirta, Ariyo Wahab, Nessa
Sadin, Winky Wiryawan, Kenes Andari , Arifin Putra, Verdi
Sulaiman, Ahmad Zaki, Tizza Radia, Ikhsan Samiaji , Stanley Saklil ,
para pelopor berdirinya Sakti Actor Studio yang sekaligus menjadi
pendukung terciptanya Edisi Kedua ini.
Tidak lupa pula, terima kasih saya kepada semua alumni dan siswa -
siswi Sakti Actor Studio, yang dengan setia dan sabar memberikan
saya kesempa tan memakai kalian sebagai “kelinci percobaan” untuk
dapat mempraktekkan latihan-latihan baru yang tertera di Edisi
Kedua ini. Kesetiaan dan kesabaran kalian, tidak akan pernah
terlupakan.
5
Akhirnya, terima kasih yang sebesar -besarnya, kepada asisten saya ,
Yoga Arizona, siswa yang tadinya menempuh pendidikan di Sakti
Actor Studio lewat bea siswa sampai menjadi asisten bidang
pendidikan. Tak henti -hentinya Yoga menggeluti metode yang saya
ajarkan, tak henti -hentinya Yoga membantu saya menulis ulang,
merevisi, mendesain penataan yang tepat pelajaran -pelajaran di buku
ini. Terima kasih Yoga, tanpamu, buku ini tidak mungkin dapat
tercipta.
Jakarta, 6 Juni 2019
EKA D. SITORUS
6
PENDAHULUAN
Akting membutuhkan bakat. Bakat di kamus diartikan sebagai
suatu kemampuan alamiah dari seseorang yang mempunyai
kecenderungan-kecenderungan yang bersifat spesial dan kreatif.
Dalam diri seorang aktor, kemampuan -kemampuan ini adalah
sensitivitas yang tinggi dan responsif terhadap penglihatan, bunyi,
sentuhan, rasa, dan bau, sensitif terhadap orang lain, mudah tergerak
oleh keindahan dan penderitaan, dan memiliki imajinasi yang tinggi
tanpa kehilangan kontrol terhadap realita. Jika seseorang sudah
diberkati oleh kemampuan-kemampuan ini, maka hasratnya yang tak
tergoyahkan untuk menjadi aktor diiringi oleh keinginannya untuk
mengekspresikan yang sudah dirasakannya itu, lalu diidentifikasikan
sebagai karakter, akan nyata di atas panggung atau di depan kamera.
Walaupun demikian, perlu dicamkan bahwa maksud sensitif disini
dan keinginan untuk mengekspresikan jangan disalahartikan dengan
niat egois untuk tampil.
Pada dasarnya, seorang aktor adalah seorang seniman yang
mengekspresikan dirinya sendiri. Ketika dia mempersiapkan diri
untuk sebuah pertunjukan atau memainkan sebuah adegan di depan
kamera, usaha yang dilakukannya adalah mendefinisikan kembali atau
membuat definisi baru. Dia masuk ke dalam sebuah pengalaman
hidup, atau realita yang baru yang berkembang, tetapi lebih peka , dari
kehidupannya sendiri. Kemampuannya untuk m enjadi “orang baru”,
serta pengertiannya tentang pengalaman yang dijabarkan naskah dan
yang disampaikannya dalam sebuah pertunjukan , menggerakkan
perasaan dan pikiran penonton sehingga mereka mengalami kesamaan
suasana jiwa dengan yang dialaminya itu.
Untuk membuatnya mampu mendefinisikan kembali atau
membuat definisi baru di atas panggung atau di depan kamera, si
aktor harus melalui tiga fase proses pendidikan akting itu sendiri .
Pertama-tama, dia harus meningkatkan kemampuan ekspresinya. Dia
harus mampu menggali ke dalam dirinya, ke dalam kehidupannya
sehari–hari, untuk menciptakan satu sistem keseimbangan tubuh
sehingga mampu mengekspresikan reaksi –reaksi yang sangat tinggi
dan fleksibel tingkat responnya yang dituntut dalam sebuah
pertunjukan. Kedua, dia harus meningkatkan kemampuan analisa. Dia
harus mampu menyelidiki naskah dan membuka kekayaan –kekayaan
yang tersembunyi didalamnya , sehingga kreasinya sendiri tentu akan
memenuhi tuntutan yang dimaksud oleh naskah. Ketiga, d ia harus
meningkatkan kemampuan transformasi. Transformasi adalah
kemampuan yang memberi art i dan bentuk kepada kemampuan
ekspresi dan analisa, yaitu kemampuan “naluri” untuk
7
mentransformasikan diri memainkan peran dan kemampuan imajinatif
menaruh diri sepenuhnya dalam karakter yang fiktif.
Proses meningkatkan kemampuan fisik al (ekspresi), intelektual
(analisa), dan spiri tual (transformasi ) inilah yang dituntut dari
seorang aktor yaitu proses memahami dirinya sebagai satu bentuk
fisik unik yang terdiri dari ketiga bagian di atas. Kemampuan-
kemampuan tersebut saling menyokong dan j ika salah satu
diantaranya tidak ada, yang dua lainnya t idak berguna. Tentu, semua
itu tidak dapat dicapai tanpa disiplin. Karena tanpa disiplin ketiga
hal di atas tidak mungkin dapat dikembangkan. Disiplin dalam
konteks ini adalah rasa hormat pada diri, rasa hormat pada teman
main, dan rasa hormat pada pekerjaan utama si aktor sendiri. Sambil
meningkatkan kemampuan fisikal, intelektual dan spiritualnya, dia
akan melakukan latihan-latihan teknis yang membantu meningkatkan
ketrampilannya. Usahanya adalah melakukan semua latihan tersebut
dengan dedikasi yang tinggi dan penuh disiplin , karena tanpa disiplin,
sensitifitas, kepekaan dan konsentrasi , semua yang ingin dihasilkan
tidak akan pernah tercapai.
8
DUNIA KEAKTORAN DI INDONESIA
Sebelum kita berbicara mengenai dunia keaktoran di Indonesia,
mungkin terlebih dahulu kita perlu membahas tentang dunia teater
Indonesia sekarang ini karena akting memang berasal dari teater dan
tidak terpisah darinya. Pendapat ini perlu dicamkan karena masih
banyak anggapan yang mengatakan bahwa akting teater berbeda
dengan akting fi lm dan televisi. Anggapan yang salah ini sangat
merusak generasi baru para aktor Indonesia, baik bagi m ereka yang
berkecimpung di dunia teater saja maupun dunia film dan televisi.
Untuk melihat dunia teater Indonesia, lebih baik jika kita
menelaah tulisan Tommy F. Awuy di buku Teater Indonesia. Ia
mengatakan bahwa teater Indonesia adalah teater yang penuh dengan
ambiguitas1. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, terutama,
menurutnya, teater Indonesia hingga kini masih amatiran baik dari
segi penyutradaraan, akting , dan penataan artistik. Ketiga bagian
yang berkolaborasi menciptakan karya seni teater ini masih saling
meraba meyakini fungsi, bidang pekerjaannya dan tugasnya masing -
masing. Selanjutnya, Tommy F. Awuy berkata bahwa ambiguitas ini
juga disebabkan oleh alasan fanatik yang mengatakan bahwa teater
tergantung pada ekspresi realitasnya sehingga bukan sebuah
pertunjukan yang ilusivitasnya t inggi. Teater seharusnya mengelak,
menolak, bahkan mentransendensi realita. Banyak lagi contoh
problema yang disampaikannya tetapi kedua masalah di atas adalah
hal yang paling tepat untuk menjadi dasar u lasan kita tentang dunia
keaktoran di Indonesia.
Masalah keamatiran sudah jelas adalah “momok” yang paling
menghambat mengalirnya lava penuh gejolak perteateran di
Indonesia. Keamatiran perteateran di Indonesia disebabkan oleh hal
yang sangat mendasar yaitu kurikulum pendidikannya. Kurikulum
pendidikan teater yang amatir tentu menciptakan teater yang amatir.
Sebagai contoh yang paling menonjol dari keamatiran ini adalah
program studi akting dan penyutradaraan. Dalam kurikulum nasional
program studi akting, mata kuliah yang diajarkan kebanyakan tidak
berhubungan dengan akting tetapi dengan “studi teater tentang
akting”. Akhirnya alumni -alumni yang dihasilkan dari kurikulum
yang campuraduk seperti ini adalah pakar -pakar debat kusir seni
akting dan bukan aktor-aktor yang mampu dan berpengalaman.
Ambiguitas Kurikulum Nasional lebih nyata kelemahannya di
program studi penyutradaraan. Hanya di Indonesia, program studi
1 Tommy F. Awuy, “Teater Indonesia dalam Ambiguitas dan Ironi”, dalam
Teater Indonesia , penyunting Tommy F. Awuy, Jakarta: Dewan Kesenian
Jakarta, 1999. hal . 330-335.
9
penyutradaraan diajarkan di jenjang S1. Di negara-negara lain,
penyutradaraan adalah bidang ilmu yang dianggap sangat tinggi
(mungkin karena melihat umur mahasiswa yang masih kurang
pengalaman hidupnya) sehingga hanya diajarkan di tingkat S2 dan S3.
Di Indonesia, mahasiswa yang mengambil pr ogram studi
Penyutradaraan tidak perlu mempelajari akting sama sekali.
Lingkaran setan ini berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi,
dimana sutradara-sutradara muda yang tadinya belum siap untuk
belajar menjadi sutradara ini sudah dibayang -bayangi dengan
pendapat sesepuh-sesepuh mereka. Misalnya, Nano Riantiarno dalam
buku Teater Indonesia mengatakan bahwa sutradara Teater ada lah
pemimpin, jendral. Dia itu pemimpin tunggal 2 atau Teguh Karya
disebut sutradara auteur atau penggagas tunggal . Sehingga aktor dan
para pekerja lainnya terkadang tak lebih dari sekedar robot 3 atau
Putu Wijaya dengan gamblang mengatakan bahwa teaternya tidak
boleh batal kalau t idak ada pemain. Teater tidak membutuhkan
pemain.4 Sutradara adalah pemimpin spiritual .5 Selanjutnya Putu
Wijaya dalam artikelnya tentang Teater Mandiri juga mengatakan
bahwa sutradara adalah seorang jenderal, peran yang memiliki
kekuasaan sangat besar dan tak terbantah dalam proses produksi . Ia
bahkan seorang dewa .6 Kalau memang demikian adanya, sudah ten tu
teater Indonesia akan penuh dengan ambiguitas. Apalagi jika
pendapat seperti ini nantinya akan dianut oleh sutradara -sutradara
yang belum siap.
Para sesepuh-sesepuh di dunia teater Indonesia yang
mendukung penafsiran bahwa sutradara adalah seorang dik tator ini,
memang bukanlah para seniman yang dipanggil untuk menentukan
kurikulum nasional. Tetapi mereka mau t idak mau adalah juga salah
satu unsur yang menyebabkan ambiguitas perteateran di Indonesia.
Seharusnya mereka menyadari bahwa teater adalah seni campuran
dimana unsur-unsur seni lain seperti sastra, seni rupa, arsitektur,
musik, dan tari masuk didalamnya dan menciptakan sebuah karya seni
yang disebut teater, bahwa teater adalah juga seni kerja sama (bukan
berarti kerja kolektif) sehingga masalah kedudukan tidak terstruktur
2 Nano Riant iarno, “Tentang Sutradara dan Penyutradaraan”, dalam Teater Indonesia , penyunt ing Tommy F. Awuy, Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta,
1999. ha l. 180. 3 Adi Pranajaya, Membaca Teguh Karya , dalam Teater Indonesia , penyunting Tommy F. Awuy Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1999. ha l.
44. 4 Putu Wijaya, Teater Mandir i , da lam Teater Indonesia, penyunt ing Tommy
F. Awuy Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1999. ha l. 150. 5 Ib id. hal . 161. 6 Ib id. hal 164.
10
seperti satu tingkat komando dari atas ke bawah, d engan sutradara
paling tinggi tingkatnya. Perlu diketahui bahwa kerjasama di sini
berarti kebersamaan, yaitu komitmen setiap pendukungnya melalui
komunikasi yang bebas dan terbuka untuk menciptakan sebuah karya
seni yang handal. Dengan demikian, karya seni yang dihasilkan oleh
orang-orang yang tergabung di dalam produksi ini tidak sepenuhnya
dihasilkan oleh si sutradara. Kesimpulannya sudah jelas bahwa
ambiguitas tidak saja disebabkan oleh kurikulum nasional tetapi juga
oleh tradisi teater Indonesia itu sendiri.
Tidak hanya itu, sejarah membuktikan bahwa teater tidak
dimulai oleh sutradara tetapi penulis naskah dan aktor. Sutradara baru
tampil dalam proses produksi teater kurang lebih seratus tahun yang
lalu. Penyutradaraan, yang tadinya t idak disebut penyutradaraan,
pada zaman Yunani dan zaman Elizabeth, dipegang oleh penulis
naskah sendiri dan dilanjutkan oleh aktor -aktor yang sudah senior
atau yang sudah pensiun. Aktor -aktor senior ini mengambil alih
proses produksi tidak hanya sebagai manager grup tetapi mereka juga
menulis kembali naskah-naskah misalnya karya-karya Shakespeare,
dan sekaligus menyutradarainya. Mereka leb ih memberi kebebasan
kepada semua pekerja yang ikut ambil bagian dalam produksinya
bahkan membebaskan para aktor memakai kostum pilihan mereka
sendiri. Penafsiran-penafsiran yang lebih inovatif tentang naskah -
naskah klasik dengan produksi yang sangat terin tegrasi sering
dilakukan oleh para aktor-manajer ini . Baru pada tahun 1866,
sutradara merangkap manajer pertama, George II, Hertog dari Saxe -
Meiningen di Jerman, melakukan revolusionarisasi tentang prinsip -
prinsip pengadeganan di teater. Dalam pertunjukan di grup milik
Hertog dari Saxe-Meiningen ini , tidak ada bintang, malah aktor
pemegang peran utama dirotasi dengan aktor pemegang peran
pembantu. Adegan keramaian tidak dibloking menurut aktor senior
lalu turun ke junior tetapi perhatian diutamakan pada ger ak dan
tingkah-laku individu, dikoordinasikan menurut tuntutan naskah.
Selama Teater Indonesia tidak melakukan reformasi total terutama
dengan maksud untuk menanamkan pengertian -pengertian yang
paling mendasar tentang teater itu sendiri, me ngubah sistem
pendidikannya menjadi lebih praktis dan terarah, maka ambiguitas itu
akan terus berlanjut . Sementara yang akan terus terlantar adalah para
aktor, yang sudah dengan susah payah bekerja tetapi masih dianggap
boneka.
Selanjutnya, Tommy F. Awuy juga berpendapa t bahwa teater
Indonesia tergantung pada ekspresi realitasn ya sehingga teater
bukanlah sebuah pertunjukan berilusivitas tinggi . Dia berpendapat
bahwa teater seharusnya mengelak, menolak, bahkan
mentransendensi realita . Hal ini lebih pantas diaplikasikan ke bidang
11
akting yang sebenarnya dapat menerangkan dunia keaktoran
Indonesia itu sendiri .
Pada dasarnya, tujuan dari teater adalah menciptakan ilusi -
ilusi, karena memang dunia yang diciptakannya adalah fiktif semata.
Teater tergantung pada ekspresi realita snya karena aktor sebagai
manusia yang hidup harus terlebih dulu tergantung pada ekspresi
realita dunia sebelum dia mampu menciptakan ilusi -ilusi yang
dituntut oleh naskah. Pada bagian Kemampuan Transformasi di buku
ini, dijelaskan bahwa aktor adalah keturunan dari dewa Dyonisus, dan
seyogyanya dia mampu menciptakan ilusivitas yang tertinggi. Jika
teater Indonesia sekarang ini tidak menunjukkan ilusivitas yang
tinggi, maka i tu karena keamatiran tadi, apalagi untuk bidang akting .
Di Indonesia saat ini, tidak ada satupun proses pendidikan akting
yang sistematis yang dapat menciptakan aktor yang mampu
mengekspresikan ilusivitas tertinggi yang diharapkan oleh teater di
atas. Kurikulum pendidikan akting yang campuraduk, isi mata
kuliahnya yang tidak sistematis, serta pendapat sesepuh-sesepuh yang
diktator di atas, malah menciptakan teater Indonesia yang
ilusivitasnya terlampau tinggi. Tetapi memang itulah teater Indonesia
yang ambiguitas.
Penonton datang ke teater bukan untuk melihat “ realita” yang
total atau, sebaliknya, teater yang “apa adanya”. Mereka ingin
disuguhkan dengan i lusi, tetapi pencipta -penciptanya harus mampu
dengan tulus dan jujur mengalami dunia fiktif tersebut sebelum
mereka mampu menyatakannya sebagai sebuah i lusi . Da sar dari
pendidikan akting yang diajarkan oleh Konstantin Stanislavski adalah
juga bersifat ilusif tetapi dimulai dengan cara bagaimana mensikapi
kehidupan ilusif tersebut dengan tulus dan jujur . Pada tingkat yang
lebih tinggi, dia mengajarkan ekspresi -ekspresi fisikal yang
ilusivitasnya sangat tinggi. Sayangnya pendekatan ini disalahartikan
dan bergeser menjadi teater yang lebih mengutamakan ekspresi -
ekspresi fisikal. Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa dunia teater di Indonesia terutama bidang penyutradaraan dan
akting lebih tepat mengalami kemunduran dari pada kemajuan.
Disebabkan oleh kemunduran tersebut, eksistensi aktor
Indonesia mengalami perubahan yang drastis bahkan sangat
emosional. Sepertinya memberontak tanpa pandang bulu apalagi
persiapan yang matang. Bintang-bintang sinetron bermunculan tanpa
perlu pendidikan formal akting sama sekali (buat apa pendidikan
kalau kurikulumnya menciptakan profesional -profesional teater yang
amatir). Bintang-bintang ini sangat laris karena selain dari pada
cantik dan tampan, mereka sangat menjaga dan melatih alat ekspresi
mereka, seperti fostur tubuh yang tegap dan perawakan yang ditata
12
keindahannya. Sebagian besar dari merek a juga menuntut dirinya
dipanggil sebagai seorang aktor bukan “art is” (memang tidak ada
istilah lain untuk mereka selain dari pada “bintang” karena nyata
tugas dan fungsi mereka menunjukkan definisi aktor yang
sebenarnya, walaupun yang mereka kerjakan mung kin instan).
Demikian pula perubahan sudah mulai terlihat di bidang
penyutradaraan dimana pengaruh sutradara dalam sebuah proses
produksi sudah mulai terkikis . Istilah Teater Sutradara yang sering
terdengar di tahun 70 dan 80an tidak lagi terdengar seper ti Teater
Kecil dengan Arifin C. Noernya, Bengkel Teater dengan Rendranya,
Teater Populer dengan Teguh Karyanya, atau Teater Koma dengan
Nano Riantiarnonya. Pengganti Sutradara sebagai seniman utama di
teater adalah aktor -aktor yang bekerja di grup-grup teater yang lebih
kecil dimana tampuk pimpinan dipegang oleh seorang aktor senior
yang mengatur produksi dari segi artistiknya. Aktor -aktor ini
bekerjasama membangun sebuah produksi dengan penuh semangat
dan menciptakan sebuah pementasan yang ensemble dimana cap
“konsep” sutradara sudah tidak terlihat tetapi sebuah karya dari hasil
kerjasama yang sifatnya lebih mengarah kepada eksplorasi.
Perubahan ini mungkin juga karena kendala yang dihadapi oleh para
sutradara ketika menerangkan konsep pertunjukannya diman a dia
tidak dapat lagi mendikte, mengajari, bahkan mengkopinya di dalam
diri para aktor mereka karena para aktor yang sudah merasa mampu
ini tidak dapat menerima cara-cara seperti ini lagi . Selain itu tentunya
karena tidak ada eksplorasi bakat -bakat baru di bidang
penyutradaraan, atau tidak dilakukannya usaha untuk mempersiapkan
sutradara masa depan.
Perubahan terjadi mungkin juga disebabkan oleh karena para
aktor sendiri sudah mulai mengerti bahwa penafsirannya mempunyai
implikasi yang patut dipertimbangkan untuk mendukung karya seni
yang akan diciptakan. Bahwa pengalaman hidup mereka mempunyai
andil yang besar terhadap pengalaman hidup yang disampaikan oleh
naskah. Bahwa proses mentransfer (melalui identifikasi) pengalaman
hidup pribadi menjadi pengalaman hidup karakter yang dimainkan
membuat aktingnya lebih jujur. Bahwa dunia fiksi yang diciptakan si
penulis naskah menjadi reali tis oleh karena pengalaman pribadi yang
diaplikasikannya itu. Bahwa dengan mentransfer, si aktor
membuktikan saran Constantin Stanislavski sendiri , yang
mengatakan: “Jangan sampai kau kehilangan dirimu di atas
panggung. Bertindaklah selalu berdasarkan pribadimu sebagai
seorang seniman. Kau tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari
dirimu sendiri. Begitu kau kehilangan dirimu di a tas panggung, maka
kau tidak akan lagi menghayati peranmu dengan sesungguhnya,
13
melainkan akan mulai suatu permainan yang palsu dan berlebih -
lebihan”7.
Oleh karena teater adalah seni kerjasama maka semua unsur
seni yang tercakup didalamnya yaitu penyutradaraan, akting, desain,
bahkan penonton bekerjasama dan mempunyai posisi setara dalam
menciptakan sebuah karya seni teater di atas panggung . Dengan
demikian, sudah sepatutnyalah sutradara mengakui bahwa dia tidak
dapat bekerja sendi ri dalam menciptakan karya seni di teater atau
film. Begitu pula sebaliknya, aktor tidak dapat mencipta tanpa
sutradara dan para penata.
Perubahan yang terlihat ini bukan berarti hilangnya pengaruh
sutradara dalam suatu proses produksi, tetapi untuk menu njukan
peningkatan kemampuan pekerja seni teater itu sendiri, terutama
bidang akting. Peningkatan kemampuan para aktor masih memiliki
kendala dan yang paling menyolok terlihat di bagian kapasitas dan
potensi aktor itu sendiri . Pengetahuan d an buku-buku tentang akting
masih kurang terutama di bidang teori , teknik, serta aplikasi praktis
pendekatan-pendekatan akting yang ada.
Untuk itu, buku ini akan menelusuri segi akting yang semakin
lama semakin kompleks dengan mengetenga hkan pendekatan-
pendekatan akting, terutama yang sifatnya “subtil” , tidak berlebih-
lebihan dan palsu . Tentu saja seorang penulis akan berusaha menulis
apa yang dia percaya dengan memberikan fakta -fakta konkrit dari apa
yang dipercayainya itu. Penulis lebi h setuju dengan akting yang
dimaksud oleh Konstantin Stanislavski yaitu akting yang menelusuri
kehidupan alamiah manusia. Kehidupan yang realistis di lingkungan
yang dihidupinya dimana melalui ingatan emosi melakukan
identifikasi antara pengalaman hidupnya dengan pengalaman hidup si
karakter dalam latihan dan mengaplikasikannya di atas panggung atau
di depan kamera untuk menciptakan sebuah kehidupan yang jujur di
dunia yang fiktif .
7 Constant in Stanislavski , An Actor Prepares , versi Indonesia “Pers iapan Seorang Aktor” o leh Asrul Sani , ha l. 189, Penerbit Pustaka Jaya . Cetak
mir ing oleh penerbit .
PROSES KERJASAMA DI DUNIA TEATER
Proses kerjasama yang terjadi dalam dunia teater dibagi dalam empat
bagian besar dimana semua seniman yang ikut campur didalamnya mengambil
peranan penting dalam menciptakan sebuah produksi yang “ ensemble”
(harmonis). Pembagian kerja untuk menerapkan konsep sutradara dalam sebuah
karya seni tersebut dilakukan sesuai porsi masing -masing dan selalu sejajar
tingkat komandonya. Pembagian kerja ini dapat dilihat juga dari proses
manifestasi naskah dari sebuah karya sastra yang murni menuju sebuah karya
teater. Naskah yang menjadi petunjuk utama dieksplorasi oleh sutradara yang
nantinya akan menjadi konsep produksinya. Para aktor dan penata artist ik akan
melakukan penafsiran dan eksplorasi untuk menentuka n pilihan-pilihan mereka
menciptakan sebuah peristiwa atas konsep sutradara ini yang nantinya
dinikmati oleh penonton dalam sebuah pertunjukan.
Penulis Naskah adalah pencipta konsep pertama yang dinyatakan dalam
sebuah teks naskah. Teks ini berisi visi (atau “biji” naskah) yaitu pesan yang
ingin disampaikannya dan given circumstances (istilah Stanislavski yang
berarti situasi-situasi yang diberikan penulis naskah dalam teksnya) . Sutradara
akan menganalisa teks ini serta menyesuaikan dengan tradisi -tradisi teater
yang sudah ada pada saat naskah tersebut ditulis , dengan dunia di mana naskah
tersebut ditulis , dan dengan visi yang ingin disampaikan oleh si penulis naskah.
Dia membentuknya menjadi sebuah konsep produksi dan dibagikan kepada
setiap seniman yang ikut ambil bagian. Bentuk teknis dari konsep produksi ini
terdiri dari banyak hal terutama visi, tema -tema naskah (sutradara memilih satu
tema untuk menjadi pesan yang ingin disampaikan), fungsi -fungsi karakter
terhadap tema tersebut, lingkungan fisik nask ah (set), lighting, kostum dan tata
rias. Selanjutnya dia akan menyampaikan konsep produksi atau hasil
penafsirannya ini kepada para aktor, sehingga mereka dapat memakai konsep
tersebut untuk melakukan penafsiran sendiri tentang naskah dan karakter yang
dimainkan. Penafsiran mereka akan berbentuk fungsi karakter, aksi -aksi
karakter, dan lain-lain, yang mendukung konsep sutradara untuk bersama -sama
diaplikasikan dalam produksi. Demikian pula penafsiran penata panggung
mengenai l ingkungan fisik naskah yang tentunya sesuai dan mendukung konsep
sutradara (konsep tentang lingkungan fisik naskah) untuk bersama -sama
diaplikasikan dalam produksi. Selanjutnya, para penata l ighting, kostum, dan
tata rias akan bekerjasama dengan penata panggung menciptakan ling kungan
fisik naskah yang didasari oleh konsep sutradara tentang set, lighting, kostum
dan tata rias . Demikianlah seterusnya produksi yang sebenarnya tercipta dan
disampaikan melalui sebuah pertunjukan untuk diterima sebagai sebuah
peristiwa “disini dan sekarang” oleh penonton .
Penafsiran yang diaplikasikan oleh para aktor dan para penata art istik ke
dalam konsep sutradara tercipta melalui sebuah proses yang terkadang
berlangsung lama tetapi juga dapat terjadi dengan singkat. Proses aplikasi yang
dilakukan para aktor terjadi dalam latihan-latihan yang dilakukannya bersama
sutradara sementara proses aplikasi yang dilakukan oleh sutradara dan para
penata artistik terjadi dalam rapat -rapat produksi. Dalam latihan, sutradara
akan terus menjaga sehingga konsepn ya tidak melenceng atau berputar arah,
tetapi berusaha untuk menerima, menyarankan, atau melakukan persuasi untuk
15
merubah penafsiran aktor sehingga dapat mendukung konsep produksinya. Aksi
utama atau “spine” (keinginan terdalam) dari peran yang dimainkan s i aktor
akan terus menjadi pedoman untuk menciptakan cara -cara menyampaikan
keinginan tersebut (pilihan-pilihan), yang didasari oleh konsep sutradara tadi .
Semua proses ini berlangsung terus tidak saja sampai pertunjukan itu selesai
tetapi sampai produksi ini menjadi bagian dari tradisi teater itu sendiri.
Diskusi-diskusi untuk mencari penafsiran -penafsiran baru atau tema-tema baru
yang mungkin akan menjadi pedoman untuk produksi -produksi selanjutnya ,
akan terus berlangsung pada saat produksi itu sedang dal am proses pembuatan
maupun ketika produksi ini sudah selesai dipertunjukkan. Hal ini membuktikan
bahwa peristiwa teater selalu mengacu pada konsep “disini dan sekarang” .
Relevansinya pada kehidupan manusia sangat universal dan dapat terus
diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Sejarah yang akan menentukan
apakah produksi yang diciptakan menjadi sebuah karya seni yang unggul, hasil
dari kerjasama yang “ensemble” antar para seniman yang ikut ambil bagian
didalamnya.
Bagan di bawah ini menjelaskan dengan terperinci proses kerjasama
tersebut. Jika diteli ti dengan seksama, semua berusaha memberi masukan
terhadap konsep produksi yang sudah disiapkan oleh sutradara melalui
keputusan-keputusan yang disebut di dunia teater : pilihan-pilihan . Seluruh
pernafsiran selalu berhubungan dengan bidang yang dikuasai setiap
senimannya. Para penata artistik tentu tidak akan berbicara banyak mengenai
akting seorang aktor, tetapi dia dapat berbicara tentang tempat duduk dalam
setnya yang akan sering diduduki si aktor, atau bentuk artistik kostum yang
dipakainya di mana kostum ini memegang peranan penting terhadap proses
transformasi si aktor menjadi si karakter. Dia akan memberikan saran -saran
yang sifatnya lebih eksternal tentang set atau kostum yang dipakai si k arakter.
Set, properti , kostum, dan tata rias si karakter ini pasti akan memegang peranan
penting bagi si aktor untuk mengerti situasi lingkungan di mana dia hidup.
Demikian sebaliknya, si aktor akan menyampaikan penafsirannya
tentang lingkungan di mana dia hidup, tentang kostum yang dipakainya kepada
para penata panggung, lighting, kostum, dan tata rias. Penafsiran-penafsiran
ini didasari oleh konsep sutradara dan oleh “spine” si k arakter. Semuanya akan
mendukung dan mentransformasikan si aktor menjadi si karakter tetapi tetap
jujur dalam dunia fiktif pertunjukan.
PENULIS NASKAH SUTRADARA AKTOR PENATA
LIGHTING
SET
COSTUME/
TATA RIAS
Penafs iran penata
tentang l ingkungan karakter
Penafs iran aktor ten tang
l ingkungan panggung
Penafs iran su tradara
tentang karakter
Penafs iran aktor ten tang
vis i naskah
Konsep penata ten tang l ingkungan panggung/ lokasi
Konsep sutradara ten tang l ingkungan panggung/ lokasi
PILIHAN
PILIHAN
PILIHAN PILIHAN
PILIHAN
PILIHAN
PROSES KERJASAMA DI SENI TEATER
Konsep sutradara ten tang
Visi Naskah
Visi dan Tema Naskah
ELEMEN-ELEMEN DALAM DRAMA
Aristoteles, dalam bukunya Poetics, menjelaskan elemen-
elemen yang tergabung dalam sebuah drama yang patut di mengerti
para seniman di dunia teater dan film ketika mereka menulis,
menyutradarai, memainkan seorang karakter, dan menata sebuah
pertunjukan teater atau film . Dia mengatakan bahwa elemen-elemen
inilah yang memberi makna dramatis pada sebuah pertunjukan.
Makna dramatis ini dituntut oleh penonton karena memang itu yang
mereka cari ketika mereka datang menonton. Usai pertunjukan,
mereka akan membawanya pulang untuk memberi makna tersendiri
pada kehidupan mereka masing-masing. Makna yang mengatakan
bahwa kehidupan mereka mempunyai arti dan kebenaran.
Makna dramatis, menurut Artitoteles, ter cipta karena enam
elemen penting yang prosesnya sama seperti sedang menumpukkan
kotak-kotak satu di atas yang lainnya, yaitu plot, karakter, pikiran,
diksi, melodi , dan pentas . Bagan dan keterangan di bawah ini akan
mempermudah menjelaskan satu-persatu elemen tersebut:
Tensi Dramatis
Fokus
diset ir o leh
Diarahkan oleh
Nampak jelas pada
Ruang Waktu
Simbol Suasana hati
Gerak Bahasa
melalui
untuk menciptakan
Yang mana semuanya bersama-sama menciptakan sebuah
Konteks Manusia ket ika berada dalam:
1. situasi-situasinya 2. Peran-perannya 3. Hubungan pribadiya.
MAKNA DRAMATIS
18
Konteks Manusia:
Dalam pertunjukan, si karakter akan menghadapi situasi -situasi dan
berperan dalam situasi -situasi tersebut . Perannya ini akan muncul
dari hubungan pribadinya dengan:
1. Sesama manusia melalui status, peran dan motivasi.
2. Ide-ide melalui sikap atau pandangan, kepercayaan.
3. Lingkungannya melalui situasi dalam lingkungan tersebut dan
konteks lingkungan tersebut pada kehidupan pribadinya.
Tensi Dramatis:
Untuk membuat sebuah pertunjukan menarik perhatian penonton,
dibutuhkan tensi dramatis. Tensi dramatis disebabkan oleh karena ada
satu tugas yang harus diselesaikan oleh s i karakter tetapi terhalang
dan membuat tugas itu terhambat untuk dapat diselesaikan. Tugas
yang terhambat menimbulkan konflik dan konflik meningkatkan tensi
dramatis.
Fokus:
Dalam pertunjukan, fokus penonton diarahkan melalui perangkat-
perangkat fokus di bawah ini :
▪ Ruang : level, jarak, dan penggruppan (semua i tu adalah bagian
dari bloking yang tentunya harus sesuai dengan aksi naskah).
▪ Tempat-tempat yang mempunyai arti khusus : mesjid, gereja,
kuburan (aksi dramatis akan meningkat karena tempat tersebut
mengundang emosi yang dalam).
▪ Prosesi-prosesi : ritual , penyembahan atau suasana sakral yang
membuat perhatian penonton lebih terpusat.
▪ Penggunaan properti-properti : apalagi jika jarang dil ihat
penonton seperti misalnya benda-benda antik.
▪ Gestur : gerak, sentuhan, signal, bahasa tubuh (yang sifatnya
“sensual” atau intens itasnya tinggi biasanya mengundang fokus).
▪ Eye-contact : ke lawan main, ke arah lain, ke penonton, ke dalam
diri .
▪ Vokal : Apa yang diucapkan, bagaimana mengu capkannya, bahasa
yang digunakan dan variasi -variasinya (bentuk suara yang unik
dapat mengundang fokus penonton).
▪ Kontras : Menentang patron yang sudah tertata, variasi -variasi
(Bloking atau bentuk ekspresi yang tidak lazim dan jarang dil ihat
yang menentang tatanan sosial dan moral biasanya mengundang
fokus penonton).
Ruang dan Waktu:
Ruang dan waktu didefinisikan sebagai berikut:
▪ Lokasi dan sett ing yang kreatif .
19
▪ Pengadeganan: penggunaan ruang, penciptaan dunia sebelum
naskah di mulai , hubungan antara pengadeganan dengan
penonton, hubungan antara dunia sesudah pertunjukan berakhir
dengan penonton.
▪ Periode: kapan hari i tu, apa musim saat itu; apa mungkin saja
waktunya bebas atau abstrak.
▪ Pace dan tempo: pengelolaan waktu, mungkin waktu
mempunyai arti yang khusus dalam naskah dan apakah nampak
dalam pertunjukan.
▪ Ritme dan timing.
Bahasa dan Gerak:
Bahasa dan gerak pemain dalam pertunjukan tergantung dari
“masa”nya (genre) dan “gaya”nya, misalnya apakah bahasanya
naturalist is atau bergaya. Kata-Kata dan gerak jika dikombinasikan
akan membentuk imagi dramatis yang spektakular apalagi jika
ditambah dengan bunyi dan musik.
Suasana Hati dan Simbol:
Suasana hati , atau “moods” tercipta karena hubungan timbal balik
antara konteks manusia, ruang, waktu, bahasa, dan gerak. Sementara
simbol adalah benda-benda yang memiliki arti khusus dan dalam atau
bersifat emosional bagi si karakter .
Makna Dramatis:
Dengan demikian, membangun seluruh unsur pertunjukan di atas
tetapi tetap mendasari pertunjukan tersebut dengan maksud penulis
naskah dan terlihat pada pertunjukannya akan menghasilkan makna
dramatis, yaitu interpretasi subjektif penonton tentang apa yang
dipersembahkan pada mereka.
20
PERANAN AKTOR DALAM PROSES PRODUKSI
Aktor dan sutradara bekerja sama dalam latihan untuk
menciptakan sebuah pengalaman hidup yang fiktif menjadi sebuah
realita bagi para penonton. Didasari oleh konsep sutradara, atau apa
yang diinginkan sutradara untuk terjadi di atas panggung atau di
depan kamera, aktor mengaplikasikan penafsirannya dengan memakai
pengalaman hidup yang dimiliki serta teknik -teknik akting yang
sudah dia mengerti. Tentu sebagai seorang aktor, dia patut memiliki
pengalaman hidup yang dalam serta wawasan yang luas mengenai
kehidupan itu sendiri .
Perkembangan ilmu psikologi dan pendekatan -pendekatan
akting yang ada saat ini membuat peranan para aktor dalam sebuah
produksi semakin kompleks Sistem-sistem yang mereka gunakan
untuk membuat penonton tertarik pada karakter yang dimainkannya
bermacam ragam. Ada yang menggunakan kehidupan emosional
pribadinya dengan jujur tetapi tidak melenceng dari tuntutan penulis
naskah tentang karakter yang sedang dimainkannya . Ada sebagian
aktor menyiapkan dirinya melalui sistem Stanislavski atau metode
akting karya Lee Strasberg. Ada juga yang memberi jarak antara
dirinya dengan penonton dengan menggunakan perangkat -perangkat
alienasi karya Bertolt Brecht untuk memaksa kan respon yang sifatnya
kritis, bukan empati , dari para penonton tersebut . Tetapi ada juga
sekelompok aktor yang hanya dengan semangat berkumpul ,
mempersiapkan sebuah produksi tanpa mengerti semua pendekatan
akting yang ada di dunia saat ini.
Usaha eksplorasi para aktor ini melalui pendekatan -pendekatan
akting yang mereka lakukan yang baru dijelaskan di atas akan
dijabarkan dengan lebih konkrit melalui pendekatan -pendekatan yang
ada di dunia ini. Karena memang para aktor sulit membuktikan
kesenimanannya, bahwa mereka dianggap sebagai manusia -manusia
yang hanya menggunakan sifat -sifat intuitifnya saja, bahwa mereka
hanya mampu membuat dirinya terhipnotis tanpa mampu mengingat
kembali peristiwa yang dialaminya di atas panggung, pendekatan-
pendekatan inilah yang akan menunjukan keseniman mereka itu yai tu
pendekatan yang memiliki sejarah yang berbentuk teoritis, praktis,
dan didasari oleh pengertian yang mendalam.
Walaupun demikian, para aktor masih sulit membuktikan
kesenimanannya. Mereka masih dianggap sebagai manusia -manusia
yang hanya menggunakan s ifat-sifat intuitifnya saja. Mereka
dianggap hanya mampu membuat dirinya terhipnotis tanpa mampu
mengingat kembali peristiwa yang dialaminya di atas panggung.
Mungkin melalui pendekatan-pendekatan ini , kesenimanan mereka
21
akan diakui dan dengan demikian per anan mereka akan menjadi
penting terutama jika pendekatan itu memiliki sejarah yang berbentuk
teoritis , praktis, dan berfalsafah.
Tentu pertanyaan esensial yang patut dijawab untuk
membuktikan kesenimanan mereka adalah apakah mereka pencipta
yang orisinil , atau hanya memberi animasi pada konsep sutradara?
Apakah yang mereka pelajari patut diselidiki secara objektif? Semua
ini harus dijawab untuk dapat menentukan eksistensi para aktor
sebagai seniman murni di dunia teater yang proses kerjanya semakin
kompleks saja. Mungkin pendekatan-pendekatan yang ada dapat
dibuat sebagai pedoman untuk menentukan apakah mereka dapat
disebut sebagai pencipta orisinil. Selain itu, apakah karyanya, dengan
memakai medium dirinya sendiri yang berdiri sendiri kesenimannya,
dapat dilihat secara objektif sebagai sebuah karya seni yang kreatif
dan imajinatif.
Peran aktor di dunia teater dan film semakin penting sejak seni
drama mengalami proses transformasi selama ini . Di zaman Yunani
kuno, kemampuan individu te rbenam di kerumunan koor yang
memenuhi panggung. Tetapi, tahap demi tahap, seni drama mulai
menganalisa jiwa manusia, meneliti sifat -sifat asmara, cinta,
kebencian, balas dendam, kesedihan dan lainnya. Seni keaktoran
berkembang, sehingga semakin kompleks dan tidak mudah dilakukan
oleh sembarangan orang saja. Profesi keaktoran sekarang menjadi
profesi yang khusus, sehingga tugasnya sulit dan menguras seluruh
energi.
Peran tersebut membuat seorang aktor menjadi ujung tombak
sebuah pertunjukan. Dia menjadi yang paling dominan, apalagi pada
malam pertunjukan, dimana dia, selama pementasan berlangsung,
tidak henti -hentinya berdiskusi dengan jiwanya, mempertanyakan
eksistensinya sebagai seseorang yang sedang menjalani sebuah
pengalaman hidup, mempertanyakan siapa dirinya, apa keinginannya
yang terdalam, apa yang akan dilakukannya untuk mendapatkan
keinginan tersebut, apa ada penghalang-penghalang untuk
mendapatkan keinginan tersebut dan apa atau siapa penghalang-
penghalang tersebut, apakah dia dapat mengatasi , melewati, bahkan
menghancurkan penghalang-penghalang tersebut? Peristiwa yang
dialaminya ini, membuat dia menjadi sosok yang memberikan realita
kepada pengalaman hidup karakter yang dimainkannya. Dia menjadi
pemersatu semua hasil karya seniman lain yang ikut ambil bagian
dalam proses produksi. Dengan kata lain, melalui usahanya untuk
hidup jujur dalam dunia yang fiktif yang diciptakan penulis naskah,
dia memberi “j iwa” kepada produksi yang dipertunjukkan.
22
PENDEKATAN AKTING
Sejak abad ke 17 ketika pendapat-pendapat tentang keaktoran
mulai dicatat dalam buku-buku harian, surat -surat, dan kemudian
esei-esei , dua pendekatan akting yang berbeda mulai terlihat yaitu
pendekatan akting representasi dan presentasi . Disatu pihak,
pendidikan seorang aktor akan selesai setelah dia menguasai teknik -
teknik akting yang lebih mengutamakan kemampuan luarnya. Setelah
itu dia mulai terjun ke atas panggung dan belajar melalui pengalaman
atau dengan melihat tingkah laku yang dilakukan para aktor yang
lebih senior, dengan cara mengimitasikan , mengilustrasikan aksi dan
reaksinya, cara penempatan tawa dan tangis, melakukan simulasi
emosi, dan lain-lain. Dia juga meminjam tingkah-laku yang tepat yang
sudah dibuat menjadi “gestur -gestur” yang dibawakan dengan penuh
karisma dan suasana teatrikal yang efektif seperti suara yang
berdering, teriakan yang membuat penonton merinding, tingkah laku
mereka yang menyentuh hati ketika menggambarkan penderitaan dan
teror, bahkan gestur -gestur yang mengekspresikan kemegah an.
Pendekatan formalisme yang secara umum sudah diterima dan mudah
untuk dicontoh ini , diturunkan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya.
Di pihak lain, ada beberapa aktor yang lebih suka
mengisolasikan dirinya. Ketika mereka bermain, penonton dibua t
terpengaruh dan tercengang oleh karena tingkah laku -tingkah laku
mereka di atas panggung sangat sederhana dan dikenal dalam
kehidupan sehari -hari, mereka t idak memakai semua pendekatan -
pendekatan teater yang umum yang ada pada saat itu. Realita
kehidupan yang mereka tampilkan, penemuan mereka tentang t ingkah
laku yang jujur, dan cara mereka mengkomunikasikannya seperti baru
pertama kali terjadi dan sangat otentik sehingga aktor -aktor lain yang
mungkin menyaksikan pertunjukan i tu tidak mungkin dapat
menirunya.
Preferensi untuk yang satu ketimbang yang lain dari kedua
genre yang bertentangan ini terus menimbulkan perdebatan -
perdebatan serius antara para aktor maupun penonton. Para ahli
sejarah memberikan istilah kepada kedua pendekatan ini dengan nama
akting formalisme (representasi) dan akting realisme (presentasi).
Akting representasi pada dasarnya berusaha untuk
mengimitasikan dan mengilustrasikan tingkah laku karakter. Aktor
representasi percaya bahwa bentuk karakter diciptakan u ntuk dilihat
dan dieksekusi di atas panggung. Dengan kata lain, akting
representasi berusaha memindahkan “psyche” (jiwanya) sendiri untuk
mengilustrasikan tingkah laku karakter yang dimainkan sehingga
23
penonton teralienasi dari si aktor. Nilai psikologis pu jian atas
kemampuan ini sama dengan pujian yang diterima oleh seorang
pemain akrobat. Tepukan yang diterima adalah hasil dari kemampuan
yang tampak sehingga tendensi akting representasi adalah formal dan
cenderung mengikuti “fashion” yang ada. Tetapi empat i dengan
tingkah laku manusia, keikutsertaan emosi si aktor dan penonton
tidak ada.
Akting presentasi adalah akting yang berusaha untuk
menyuguhkan tingkah laku manusia melalui diri si aktor, melalui
pengertian terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mengenal
karakter yang dimainkannya. Aktor presentasi percaya bahwa dengan
mengidentifikasikan diri pada aksi-aksi karakter yang akan
dimainkan maka satu bentuk karakter dengan sendirinya tercipta,
bentuk karakter yang diharapkan dan sesuai dengan situasi yang
diberikan oleh penulis naskah. Kerja yang dilakukannya di atas
panggung adalah proses dari saat ke saat sesuai dengan pengalaman
hidupnya sendiri.
Contoh yang paling tepat untuk membedakan kedua pendekatan
ini adalah kompetisi yang berlangsung bertahun-tahun antara aktor
Perancis , Sarah Bernhardt dan aktor Italia, Eleonora Duse ketika
memerankan karakter -karakter mereka. Saat itu kedua aktor ini
memainkan peran Magda dalam naskah berjudul Heimat karya
Sudermann bersamaan tetapi di dua teater yang berbeda di West End,
Inggris. George Bernard Shaw, kri tikus teater dari Inggris,
menafsirkan dan membedakan pendekatan akting kedua artis itu
dengan cermat dalam tulisannya di majalah The World , tahun 1895.
Katanya: “Perbedaan kedua Magda yang dimainkan oleh kedua artis
ini sama ekstrimnya dengan semua keadaan yang bertolak belakang
yang mungkin ada di dunia ini.” Dia menggambarkan Sarah Bernhardt
seperti seseorang “…yang selalu siap dengan senyuman yang cerah
menembus awan”. Shaw melanjutkan pendapatnya tentang tampang,
bentuk tubuh, dan tata rias , katanya: “Bibirnya terlukis indah, pipinya
merekah seperti buah persik, sementara kejeli taannya tidak
manusiawi tetapi menakjubkan. Ketidakmanusiawian ini dapat
dimaafkan, karena walaupun semua itu nonsens, tidak seorangpun
yang percaya pada aktingnya, apalagi si akt or sendiri , persembahan
yang diberikannya adalah seni, sangat pintar, memang sebuah
persembahan teater, ekspresinya penuh kemegahan, sehingga tidak
mungkin dianggap sebagai suatu pertunjukan yang tidak pantas
dinikmati .”
Tetapi, ketika Shaw berbicara tentang Eleonora Duse , dia
berkata: ”Semua yang terjadi dalam penampilan Sarah Bernhardt,
sama sekali tidak terjadi dalam diri Eleonora Duse, yan g menciptakan
24
setiap momen pertunjukan dengan penuh perasaan dan berbeda -beda.
Ketika dia berada di atas panggung, semua prasyarat kemanusiaan
tertera dalam aktingnya. Duse baru berada selama lima menit di atas
panggung, tetapi dia sudah menunjukkan pendek atan akting 25 tahun
lebih maju dari pendekatan akting wanita yang tercantik di dunia,
Sarah Bernhardt. . . Semua efek -efek wajah dan t ingkah laku yang
dimiliki Sarah Bernhardt sama banyaknya dengan semua ide -idenya
tentang drama yang jumlahnya tidak lebih dari jari tangan yang
dimilikinya. Tetapi Duse, menunjukkan tingkah laku dan ide -ide
drama yang berkelimpahan banyaknya dan berlangsung selamanya
dengan pose dan gerak yang bervariasi. . . Hanya ide -ide dramatis
yang berkelimpahan ini yang menemukan ekspresinya melalui
gerakan Duse yang memberikan perbedaan jelas antara manusia dan
binatang”.8 Shaw selanjutnya berbicara tentang sebuah adegan
dimana peran Magda menerima karangan bunga dari seorang pria
yang diagungkannya: “Hal yang aneh ter jadi , dia mulai tersipu-sipu
dengan pipi yang menjadi merah merona. Ketika menyadarinya,
warna merah di pipi menjalar keseluruh muka dan semakin pekat.
Setelah berusaha dengan sia -sia, dia menolehkan pandangannya ke
arah lain dengan maksud menyembunyikan m ukanya, dia menyerah
dan menutup warna merah yang merona i tu dengan kedua tangannya.
Dengan akting seperti itu, saya tidak perlu diberitahu kenapa Duse
tidak memoleskan tata riasnya setebal satu inci. Saya tidak melihat
tipu muslihat, yang jelas tingkah te rsebut adalah efek yang jujur dari
satu imajinasi dramatis”. Duse, menurut penulis biografinya William
Weaver, adalah seorang yang “tidak mengiklankan diri. . . . Dia tidak
menirukan gaya-gaya indah, dia tidak mendeklamasikan dialognya,
tidak menciptakan efek-efek indah, tetapi menciptakan karakter,
menghidupinya dengan kesederhanaan yang tidak pernah ada
sebelumnya. . . . Dia membentuk dirinya sendiri melalui observasi
dan pengertian yang mendalam tentang kehidupan. . . .
Kesederhanaan ekspresi didapat dari kehidupannya yang memang
kompleks yang berusaha menembus sepenuhnya ke dalam diri si
karakter”.9
Contoh-contoh lain dari pertentangan kedua pendekatan di atas
terjadi juga antara aktor formal Inggris, Sir Henry Irving (1838 -1905)
dan aktor realis Amerika, Edwin Booth (1833 -1893), yang mana
perbedaan mereka memainkan Hamlet , terus menjadi bahan
pembicaraan yang hangat. Sir Henri Irving jelas menyatakan bahwa
realisme terlampau dibesar-besarkan. Dia lebih setuju dengan
8 Toby Cole & Helen Krich Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown
Publ ishers, Inc. , 1970, ha l. 466. 9 Wi l l iam Weaver, Duse. New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1984, hal .
122. Versi bahasa Indonesia oleh penul is.
25
pendapat William Shakespeare dalam naskah Hamlet yang
mengatakan bahwa akting adalah pencerminan kehidupan alamiah
kita. Dia lebih setuju kalau aktor t idak memberikan kesempatan
kepada perasaannya untuk ikut campur dalam pro ses akting yang
dilakukannya. Dia setuju pendapat Diderot yang mengatakan bahwa
aktor t idak pernah merasa. Menurut Sir Henry Irving, aktor harus
menguasai perangkat -perangkat keaktorannya, misalnya konsep yang
pasti dari si karakter, menguasai unsur puitis dialog yang
disampaikannya dan setiap kalimat mengekspresikan pemikiran
sendiri sehingga intonasi patut berubah -ubah. Si aktor harus mampu
mengekspresikan struktur, ritme, dan jiwa dari puisi yang
disampaikannya. 10 Berbeda dengan Edwin Booth, dia membawa
kepribadian baru ke atas panggung Amerika yang pada saat itu masih
dikuasai oleh aktor formalisme Edwin Forrest (1806 -1872).
Ketenangan yang dipancarkan melalui aktingnya membuat dia
menjadi Hamlet Amerika yang penuh dengan kegelapan, kese dihan,
puitis , dan melankolis. Mungkin penderitaan -penderitaan tragis yang
dialaminya, seperti istrinya yang meninggal masih muda, adiknya
sendiri (John Wilkes) yang juga seorang aktor, adalah pembunuh
Presiden Abraham Lincoln, kemudian teater tempat dia pentas
terbakar, telah membuat dia menjadi seorang aktor yang penuh
dengan ekspresi emosi yang gelap dan sedih. Seorang kritikus teater
berpendapat bahwa dalam permainannya, Edwin Booth sering
menentang “tradisi” lama. Penyampaiannya natural , tenang, pintar ,
berbeda, dan segar. . . .” 11 Edwin Booth sendiri berkata: “Aku
terlampau lembut dan rapih, pada satu hari nanti aku akan dikalahkan
oleh aktor yang bersuara keras dengan gaya yang ekspresif dan
besar.” 12
Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa formalisme adalah
pendekatan dari luar diri sementara realisme adalah pendekatan dari
dalam diri . Pendekatan dari luar diri lebih mengutamakan teknis -
teknis ekspresi fisikal dan intelektual termasuk menyampaikan pesan
secara puit is, romantis , dilain pihak, pendekatan dari dalam diri lebih
mengutamakan pengalaman hidup yang disampaikan secara natural
dan sederhana atau, dengan kata lain, “subtil”.
Pendapat-pendapat di atas tentang perbedaan pendekatan
akting, mungkin perlu ditelusuri satu pe rsatu dengan cara melihat
prosedur yang dilakukan para aktor tersebut untuk menciptakan
perannya. Beberapa aktor meninggalkan tulisan -tulisan, surat -surat,
10 Toby Cole & Helen Krich Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown
Publ ishers, Inc. , 1970. Hal . 359. Versi Indonesia o leh penul is . 11 Ib id, hal . 558-559. 12 Ib id., ha l 558.
26
dan diskusi-diskusi yang menyatakan setidak -tidaknya metode-
metode yang mereka lakukan.
PENDEKATAN AKTING REPRESENTASI
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pendekatan representasi
adalah proses di mana si aktor menentukan di lebih dahulu tindakan -
tindakan yang dilakukan si karakter yang dimainkannya, dengan
sengaja dia memperhatikan bentuk yang d iciptakannya itu sambil
melakukannya di atas panggung. Dua aktor terkenal yang dianggap
mampu menyatakan pendekatan representasi secara ilmiah adalah
Benoit Constant Coquelin dan Sarah Bernhardt dari Perancis. Kedua -
duanya mempunyai pendekatan yang sama te tapi prosedurnya
berbeda. Coquelin percaya bahwa aktor mempunyai dua kepribadian
dalam dirinya sementara Sarah Bernhardt berpendapat bahwa ketika
dia berada di atas panggung, dirinya menjadi si karakter yang
dimainkan. Dia tidak ada, atau dengan kata lain, sudah mati ,
sementara si karakter yang hidup di atas panggung.
BENOIT CONSTANT COQUELIN (1843-1909)13
Benoit Constant Coquelin
adalah seorang aktor yang jaya
setelah pertengahan abad ke 19.
Dia adalah seorang anak
penjual roti dan mulai
menjalani pendidikan akting
pada tahun 1859 tetapi setahun
kemudian langsung
memenangkan hadiah pertama
dalam sebuah kompetisi
komedi. Debutnya dimulai
tahun 1860 di Comédie
Française dan pada tahun 1864
dia sudah menjadi aktor senior
di grup teater i tu. Pada tahun
1886, Coquelin berhenti dari
Comédie Française dan
membentuk grup sendiri
dimana dia tur ke Eropah dan
Amerika.
13 Ibid. ha l 190-202.
27
Nama Coquelin selalu diasosiasikan dengan Sarah Bernhardt karena
kedua aktor ini selalu bermain bers ama sampai tahun 1900. Mereka
tur bersama ke Amerika dan ketika kembali Coquelin menjadi pemain
utama dalam pertunjukan naskah karya Rostand berjudul L’Aiglon di
teater dimana Sarah Bernhardt bekerja
Coquelin adalah aktor yang memang menguasai benar komed i-
komedi ala Moliere. Dia adalah aktor terhebat untuk peran -peran
pelayan Moliere seperti Regnard, dan kemudian Beaumarchais.
Rostand sendiri menciptakan naskah dan karakter utamanya Cyrano
de Bergerac berdasarkan kemampuan komedi Coquelin.
Untuk menciptakan peran yang akan dimainkannya, Coquelin
berkata: “Ketika aku harus menciptakan peran yang baru, aku mulai
dengan membaca naskah dengan tekun, 5 sampai 6 kali. Pertama, aku
pertimbangkan dimana posisi karakterku, di tingkat mana dia harus
berada di gambar yang hendak kuciptakan. Lalu aku mempelajari
psikologinya, mengetahui proses berpikir peranku dan bagaimana dia
secara moral. Aku mulai membayangkan bagaimana bentuknya secara
fisik, bagaimana cara dia membawa diri , bag aimana cara dia
berbicara, dan gestur-gesturnya. Setelah aku menentukan semua itu,
aku mulai menutup mataku dan menyuruh karakterku mengatakan
dialognya. Lalu aku mulai melihat dia menyampaikan dialognya, dia
mulai kulihat hidup, bergerak. Tugasku hanya tinggal
mengimitasikan semua itu”. 14
Coquelin percaya bahwa aktor mempunyai dua kepribadian,
dimana pribadi pertamanya memperhatikan pribadi yang kedua dan
bekerjasama membentuk karakter yang diharapkan. Sepertinya dia
memiliki sebuah potret untuk ditunjukkan kepada penonton.
Kepribadian pertama ini akan mempelajari gerak, cara berbicara,
bergaya, berpikir, dan mendengar apa yang diharapkan dari si
karakter. Setelah i tu, dia mulai mengadaptasikannya kedalam
kepribadiannya yang kedua, dengan memakai kostum yang
diharapkan dari karakter Tartuf fe, misalnya. Lalu dia mulai melihat
wajah Tartuffe dalam bentuk tertentu, dan mulai mengasumsi wajah
tersebut, dia paksakan wajah dan figurnya ini ke dalam bentuk imagi
yang baru itu, dia membentuk kembali kepribadian barunya sampai
kepribadian pertama menyatakan puas dan yakin bahwa hasilnya
adalah seseorang bernama Tartuffe. Setelah itu, potret baru ini siap
untuk dibuat frame disekelil ingnya. Sehingga nantinya penonton akan
berteriak: ”Ah, itulah Tartuffe!” 15 Kepribadian yang kedua tampil dan
dilihat oleh kepribadian pertama karena dia adalah “tuan” dari
14 Ib id. hal 191. 15 Ib id. hal 192-193
28
kepribadian kedua dan mereka tidak terpisahkan. Pada sebuah
pertunjukan, Coquelin rupanya memerankan satu adegan yang mana
diekspresikan dengan realistis dan terpengaruh oleh adegan tersebut.
Setelah selesai pertunjukan, dia memanggil semua lawan mainnya
untuk berkumpul. Dia berkata: “Saya mohon maaf, malam ini saya
dengan jujur menangis, saya berjanji hal tersebut tidak akan terjadi
lagi”.16 Coquelin menolak pengalaman yang realistis di atas
panggung karena dia merasa bahwa hal tersebut akan merusak proses
“akting”nya.
Cara mendekati peran seperti ini sering kita dengar di kancah
perteateran Indonesia. Dalam pertunjukan Teater Shakespeare Jakarta
berjudul Tidak Ada Jalan Keluar (No Exit dalam bahasa Inggris atau
Huis Clos dalam bahasa Perancis) karya Jean -Paul Sartre, misalnya,
seorang aktor yang kebetulan menyaksikan pertunjukan malam itu
pergi ke belakang panggung untuk memberi selamat kepada para
pemain. Dia datang mendekati pemeran ka rakter Inez yang adalah
seorang lesbian. Katanya: “Lesbiannya mana?” Pertanyaan ini
terlontar karena si pemeran sama sekali t idak menunjukkan atribusi -
atribusi fisik yang diharapkan dari seorang lesbian (walaupun
mungkin atribusi i tu dibutuhkan). Karena si pemeran tidak
mengilustrasikan kembali Inez dalam bentuk dan pola lesbian yang
menjadi bentuk dan pola lesbian yang dimengerti si penonton tersebut
(yang mungkin sudah menjadi “fashion” dari karakteristik seorang
lesbian).
SARAH BERNHARDT (1844-1923)17
Sarah Bernhardt adalah seorang aktor yang
tinggi dan cantik. Kecantikan dan karisma
yang dimiliki membuat dia menjadi aktor
pujaan di pertengahan abad ke 19. Suara
keemasannya membuat dia menjadi aktor
yang tandingannya pada masa itu hanya
Eleanora Duse dari Ital ia. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, George Bernard
Shaw berpendapat bahwa pendekatan akting
Sarah Bernhardt bukanlah seni yang
membuat penonton berpikir dan merasa
lebih dalam, tetapi seni dimana penonton
akan memuja dia. Setiap karakt er yang
16 Uta Hagen, Respect for Act ing . New York: Simon & Schuster Macmil lan Company, 1973), hal . 12. Versi Indonesia oleh penul is. 17 Toby Cole & Helen Krich Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown Publ ishers, Inc. , 1970. Hal . 202-209. Versi Indonesia oleh penul is .
29
diciptakan dikuasai dengan fasih oleh
Bernhardt, aktor yang memang sangat
karismatik dan rival utamanya, Eleonora
Duse, bertahun-tahun dianggap t idak
mampu menandinginya, karena dia tidak
mampu mengalahkan magnitisme dan
kekuatan emosi yang dimiliki Sarah
Bernhardt.
Bernhardt mengatakan bahwa tugas utama seorang aktor adalah
studi yang menyeluruh sebelum menciptakan perannya. Alangkah
baiknya jika aktor tersebut memiliki imajinasi , bahkan kapasitas yang
kuat untuk dapat menciptakannya; imajinasi si aktor harus mampu
bermain dengan bebas, dan perkembangan kehidupan alamiahnya
tidak boleh dibatasi karena seni tidak menerima segala hal yang kaku
dan tegang. Studi menyeluruh ini adalah menelusuri kehidupan
Hamlet, atau Caesar, misalnya, karena karakter -karakter ini tidak
dapat dimainkan dengan improvisasi saja. Jika si aktor sama sekali
tidak mengerti sejarah, jika dia tidak dapat menyesuaikan si karakter
dengan lingkungan kehidupan yang dialami karakter te rsebut, jika dia
tidak mampu menyatakan perasaan -perasaan yang ada dalam diri si
karakter yang sesuai dengan suasana kehidupan masyarakatnya,
pandangan-pandangan masyarakat dimana si karakter hidup,
generasinya, tingkat kehidupannya, status sosial , bahkan dengan
teman-teman hidup si karakter, maka si aktor hanya dapat disebut
seorang amatir. Kebenaran sejarah menentukan bahasa yang dipakai
si karakter, cara berjalan, keadaan tubuh, serta sikapnya. Seluruh
masa lalu kehidupan manusia, tradisinya, dan maneris me harus
menjadi basis studi karakternya.
Si aktor harus menjadi seorang terpelajar, orang yang serba
bisa. Aktor mampu berpindah dari kemiskinan kepada kekayaan, dari
kehidupan terhina ke suasana dimana dia selalu dipuja, dari zaman
Yunani ke zaman modern. Dia harus memiliki sifat ingin tahu tentang
pekerjaan orang dari strata yang terendah sampai yang paling t inggi.
Dia harus mendidik dirinya untuk mengenal cara hidup setiap strata
yang ada di masyarakatnya. Karena ekspresi -ekspresi emosi seperti
cinta, dengki, marah, benci, misalnya, berbeda dari satu generasi ke
generasi yang lain karena setiap generasi memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Dengan mempelajari semua ini maka si aktor dapat
mengkordinasikan semua data-data yang dimilikinya dengan
sistematis, menyatukan dengan harmonis dan menyampaikannya
melalui mimik, melalui representasi menyeluruh tentang si karakater.
Sarah Bernhardt juga mengatakan bahwa usaha pengembangan
intelektual seorang aktor dan usaha pengembangan fisiknya digabung
30
dengan will power . Kemauan yang kuat ini dapat mengontrol diri si
aktor dalam memainkan peran yang berbeda -beda sehingga selalu
segar pendekatannya ketika memainkan karakter baru. Misalnya
untuk mampu berpindah-pindah dari memainkan Lady Macbeth ke
Juliet, dari Brutus ke Caesar, maka dibutuhkan will power sehingga
si aktor mampu menahan karakter -karakter yang sudah pernah
dimainkannya untuk tidak muncul lagi kepermukaan ketika
menciptakan karakter yang baru. Will power menolong aktor untuk
tidak malas dan hanya memainkan peran-peran yang sudah
dikuasainya. Melalui will power si aktor akan cepat beradaptasi dari
fiksi yang paling tua sampai yang termodern. Dia mampu
mengorbankan rutinitas yang selalu dijalankan untuk menghadapi
tantangan yang diberikan karakter yang baru.
Sarah Barnhardt mengatakan bahwa pendekatan akting
realisme terlalu diagung-agungkan. Dia berpendapat bahwa kesetiaan
pada kebenaran tidak selalu membuat akting itu menjadi yang terbaik
karena masyarakat t idak perduli dengan rea lita yang ditampilkan.
Menjadi natural bukan berarti seorang aktor memamerkan perasaan -
perasaannya yang sesuai dan senada dengan karakter yang dimainkan,
karena setiap zaman memiliki cara dan bentuk ekspresi yang berbeda.
Kemarahan untuk membalas dendam yang dimiliki seorang Othello
tidak sama dengan kemarahan untuk membalas dendam seorang suami
yang istrinya selingkuh. Harus ada kriteria yang tepat yang dapat
menggambarkan apa maksud dari realisme. Yang pasti, jika penonton
menangis ketika si aktor memamerkan penderita yang dalam, maka si
aktor tahu bahwa dia berhasil.
Si aktor harus mampu memproyeksikan kepribadiannya. Dia
harus melupakan dirinya dan memasukkan dirinya yang berisi
atribusi-atribusi yang tepat kedalam karakter yang dimainkan. Dia
harus melupakan emosi saat itu, misalnya kebahagiaan dan
penderitaan hidup yang dialaminya hari itu. Jika si aktor memakai
proses kehidupannya sehari -hari dan berpikir sesuai dengan
pengalaman pribadinya, dia t idak dapat merasakan gairah -gairah yang
dimiliki karakternya . Hanya jika dia dapat memasuki perasaan -
perasaan yang dimiliki karakternya, bagaimanapun jahatnya
perasaan-perasaan itu, dia dapat memainkan perannya dengan baik.
Jika si aktor tidak berusaha untuk meninggalkan kebosanan hidupnya
hari itu, dia tidak dapat merasakan penderitaan seseorang yang
dikhianati oleh seorang calon istrinya. Bagaimana dia dapat
meyakinkan penonton kalau dia sendiri tidak mampu menjadi si
karakter yang akan ditirunya?
Penonton harus tahu dia berada di sebuah teat er dan yang
berada di atas panggung bukanlah ksatria yang sebenarnya, dalam
31
satu atau dua jam pertunjukan akan selesai dan dia akan kembali
kepada kehidupannya yang membosankan. Tetapi si ksatria yang
palsu itu harus dapat menggugah penontonnya sehinga sat u atau dua
jam itu tidak dibuang penonton dengan sia -sia.
Si aktor harus mampu memasuki perannya sementara dia
sendiri melupakan diri pribadinya. Dia bertugas sebagai seorang yang
merepresentasikan karakter yang dimainkannya. Dia sendiri
melupakan egonya dan t idak eksis melainkan si karakter yang tampil
dalam dirinya. Yang patut disimak adalah usaha yang harus dilakukan
seorang aktor untuk mempelajari semua segi kehidupan dan tingkah
laku yang dimiliki karakter yang dimainkan. Si aktor tidak melulu
memperhatikan segi -segi instrinsik naskah tetapi juga segi -segi
ekstrinsiknya. Dengan kata lain, si aktor tidak mewakili si karakter
tetapi dia menjadi mimik si karakter.
Pendekatan representasi yang mengutamakan pengungkapan
ekspresif, puitis, dan romantis sep erti ini sering juga kita l ihat di
kancah perteateran Indonesia. Tradisi ini tersingkap sejak tahun
1970an dimana Rendra yang penuh karismatik menyampaikan puisi -
puisinya di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki. Gema suaranya
dan isi puisinya membuat jiwa penontonnya bergetar. Demikian pula
di sekolah-sekolah seni dan sanggar-sanggar teater, pendidikan
akting yang diajarkan hampir mendekati pendekatan representasi ,
dimana perhatian diutamakan pada penempelan atribusi -atribuasi
karakter yang hendak dimainkan. Atribusi -atribusi ini termasuk
penafsiran terhadap aksi fisikal dan intelektual karakter. Aksi
fisikalnya tergantung pada profesi yang dimiliki oleh si karakter,
umur si karakter, pengaruh kehidupan sosial karakter terhadap fisik
dan intelektualnya. Seorang yang sudah tua misalnya akan memiliki
cara berjalan dan berbicara yang sudah lazim dianggap sebagai
seorang yang berumur sekian. Pengaruh sosialnya tampak ketika dia
berbicara dengan penuh wibawa dan lambat, memakai kacamata dan
berambut putih, mungkin tongkat yang dipakainya akan menambah
ekspresi fisikal tersebut. Seseorang yang berpenyakit siphilis
misalnya (peran Oswald dalam Hantu-Hantu karya Henrik Ibsen)
akan berjalan sesuai dengan penyakitnya, mungkin tertatih -tatih di
bagian pinggul.
Pendekatan representasi mengutamakan segi ekspresi
pertunjukan, baik i tu dari segi fisikal, intelektual, maupun spiritual.
Semuanya mengutamakan detail -detail pengungkapan yang diatur
sedemikian rupa sehingga keindahan yang diharapkan dapat
terilustrasi. Tingkah laku dan status sosial, lingkungan, tradisi -
tradisi dimana karakter tersebut pernah hidup, diabadikan, lalu
diilustrasikan secara eksplisit . Si aktor mempelajari sejarah dan
32
dunia dimana si karakter hidup. Si aktor menyelidiki lingkungan
keluarga si karakter, umur, tinggi dan berat badan, bentuk wajah,
bahkan gestur-gesturnya dan dilatih sedemikan rupa untuk
dimimikkan kembali .
PENDEKATAN AKTING PRESENTASI
Pendekatan presentasi mengutamakan identifikasi antara jiwa
si aktor dengan jiwa si karakter, sambil memberi kesempatan kepada
tingkah laku untuk berkembang. Tingkah laku yang berkembang ini
berasal dari situasi-situasi yang diberikan si penulis naskah. Si aktor
percaya bahwa dari aksi dan situasi -situasi yang diberikan, bentuk
akan dihasilkan. Dia mengetahui bahwa ekspresi aksi -aksi karakter
tergantung dari identifikasi dengan pengalaman pribadinya sendiri
(Stanislavski menyebutnya dengan istilah the magic if) . Dengan kata
lain, si aktor dengan sengaja menggunakan n alurinya untuk
memainkan perannya. Dia memilih satu persatu aksi -aksi yang jujur
dan tetap mempertahankan ekspresi yang spontan ketika bertindak.
Sutradara dan aktor Rusia, Konstantin Stanislavski , adalah
pelopor pendekatan akting presentasi ini . Dia bersama aktor-aktor
yang menganut pendekatan presentasi ini menyelidiki prosedur-
prosedur yang mereka garap sendiri . Tujuannya adalah untuk
mendefinisikan perbedaan pendekatan ini dengan pendekatan
formalisme sekaligus membuat pendekatan yang dianggap masih
misterius ini menjadi konkrit. Stanislavski ingin tahu langkah-
langkah kebenaran yang ditelusuri oleh aktor -aktor realisme untuk
mengetahui kekuatan konsentrasi mereka dalam membawakan aksi -
aksi yang jujur. Dia mencoba mengartikulasikan dan mencatat
penemuan ini karena di lubuk hatinya yang terdalam, dia ingin
meningkatkan harkat keaktoran itu sendiri , bukan kegeniusannya . Dia
ingin para aktor bekerjasama sehingga mampu mempertunjukan dan
mengkomunikasikan keseluruhan pesan yang ingin disampa ikan
penulis naskah. Dia tidak ingin hanya menampilkan seorang bintang
(hal ini sudah menjadi kebiasaan pendekatan formalisme) dimana
naskah hanya digunakan sebagai alat untuk perkembangan pribadi si
bintang tersebut.
Sejak Persiapan Seorang Aktor diterbitkan, para aktor di
seluruh dunia, untuk pertama kalinya, dapat membuat dirinya maju
dengan menggunakan teknik -teknik inner (internal) selain dari pada
yang eksternal saja. Sekarang ini, pendekatan -pendekatan seperti the
Method-nya Lee Strassberg atau Psychological Naturalism-nya Uta
Hagen adalah metode akting yang didasari oleh pendekatan
presentasi . Penemuan Stanislavski ini didasari oleh pengertiannya
tentang bagaimana aktor -aktor besar zamannya, penganut pendekatan
33
akting presentasi, mengaplikasikan suasana psikologi s perjuangan
hidup mereka di atas panggung, bagaimana mereka memberi respon-
respon psikologis terhadap stimuli -stimuli fisikal , intelektual dan
spiri tual lawan main dan l ingkungan panggung (lokasi, set, kostum,
tata rias), serta apa tindakan-tindakan yang menjadi akibat dari
respon-respon tersebut.
KONSTANTIN S. STANISLAVSKI (1863-1938)18
Salah seorang dari sedikit aktor yang
namanya selalu menjadi bahan percakapan
adalah Konstantin Sergeyevich Stanislavski
atau dikenal dengan panggilan Alexeyev.
Dia lahir di Moscow, 17 Januari 1863, dan
mendedikasikan seluruh kehidupannya
untuk teater. Sejak kecil dia sudah tampil
dalam pertunjukan-pertunjukan amatir.
Karena hasrat yang besar di bidang ini , dia
mulai belajar akting dari aktor -aktor besar
Rusia zamannya. Pada saat inilah
*Stanislavski bertemu dengan seorang aktor
Itali bernama Ernesto Rossi yang aktingnya
membuat Stanislavski mulai
memformasikan konsep akting yang
dijabarkan dalam buku My Life in Art .
Ketika dia menulis tentang pertunjukan Rossi memainkan peran
Romeo, Stanislavski berkata: “Dia (Rossi) menggambarkan bentuk
“inner” dirinya dengan sempurna. . . . Ekspresi inner inilah yang
menuntut aktor untuk merefleksikan yang terbaik dan terdalam dari
jiwanya . . .”. Usaha untuk mengisi gudang pengalaman hidup yang
ada dalam dirinya dengan kehidupan spiritual peran yang
dimainkannya menjadi titik tolak pendekatan akting Stanislavski.
Pada tahun 1888, Stanis lavski bersama-sama teman-teman
pencinta teater membentuk Masyarakat Seni dan Sastra (Art and
Literary Society). Sebagai aktor dan produser, Stanislavski mulai
mencari satu bentuk teater yang tidak palsu dan berlebih -lebihan.
Grup inilah yang meletakkan dasar pertama berdirinya Moscow Art
Theatre dan selama menjadi sutradara di sana, Stanislavski
memproduksi dan menyutradarai lebih dari 50 pertunjukan naskah -
naskah karya Ostrovsky, Chekhov, Gorky, Ibsen, dan Tolstoy. Selama
25 tahun itu, dia memainkan peran -peran seperti Dr. Stockman dalam
18 Toby Cole & Helen Krich Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown
Publ ishers, Inc. , 1970. Hal . 484-495. Versi Indonesia oleh penul is .
34
Musuh Masyarakat; Astrov dalam Paman Vanya; Gayev dalam Kebun
Cheri; dan Satin dalam Lembah Dalam. Stanislavski bukanlah
seorang teoritis yang sistematis tetapi adalah seorang yang penyelidik
yang pragmatis yang selalu mempertanyakan segala bentuk dari
kemanusiaan itu sendiri . Buku-buku, ajaran, dan produksinya
menyatakan bahwa penyelidikan yang dilakukan selama hidupnya
adalah menemukan kebenaran dalam dunia seni. Keunikan dari
pendekatan Stanislavski dengan jelas dinyatak an oleh Lee Strassberg,
seorang sutradara Amerika dan guru akting , katanya :” Sistem
Stanislavski memberi kesempatan kepada kita untuk menikmati
pengalaman teater yang sebenarnya. Usahanya adalah menganalisa
apa yang sebenarnya terjadi ketika seorang aktor berperan. Grup dan
aktor-aktornya telah menciptakan karya -karya megah atas dasar
pengajaran sistem Stanislavski. Karya -karya yang diciptakan tidak
pernah hasil karya imitasi tetapi karya seni yang orisinil. Itulah
maksud dari ide-ide yang dilontarkan Stanislavski. Sistem yang
bukan mengajarkan bagaimana cara memainkan peran ini atau peran
itu tetapi sistem yang mengajarkan bagaimana cara kita mencipta
secara organik”. 19
Stanislavski tidak sempat menyelesaikan keinginannya.
Catatan-catatan yang masih kasar dan tulisan -tulisan yang terputus -
putus saja yang ada setelah dia meninggal dunia. Pemerintah Rusia
menunjuk komisi khusus untuk mengorganisasikan 12.000 naskah -
naskah tersebut menjadi 8 volume buku berjudul Kumpulan Karya
Komplit Stanislavski (The Complete Works of Stanislavski). Dalam
bahasa Inggris, bukunya ditulis menjadi 3 volume yaitu An Actor
Prepares (Persiapan Seorang Aktor) tahun 1936, Building A
Character (Membangun Peran) tahun 1949 , dan Creating A Role
(Menciptakan Peran) tahun 1961. Dalam bukunya Creating A Role ,
Stanislavski menekankan masalah “aksi -aksi fisik” yang membuat
penafsiran dari pendekatannya bergeser.
Oleh karena Stanislavski percaya pada pendekatan akting
presentasi , maka pembahasan segi teknis dari pendekatan yang
dilakukan Stanislavski akan menjadi bagian dari bab -bab selanjutnya.
Kesimpulan utama yang patut diambil dari pendekatan Stanislavski
adalah bahwa dia berniat untuk meningkatkan harkat keaktoran
sehingga aktor menjadi penting dalam sebuah proses produksi. Aktor
adalah pemegang kendali tercapainya pesan yang ingin disampaikan
oleh penulis naskah melalui konsep yang diciptakan oleh sutradara.
19 Disampaikan oleh Lee Strasberg dalam seminar akt ing di Ca l i fornia Inst i tute for the Arts. Dikut ip dari Robert L. Benedett i , The Actor at Work, Englewood Cl i f f, N.J .: Prent ice -Hal l , 1981, hal 15.
35
ELEONORA DUSE (1858 – 1924)20
Selama dua generasi berturut-turut, nenek
moyang Eleonora Duse adalah aktor-aktor
terkenal. Kakeknya, Luigi Duse, adalah
pendiri Garibaldi Theatre di Padua. Kelima
anak Luigi Duse adalah aktor. Kehidupan
Eleonora Duse pun demikian, selalu
dikelilingi oleh peristiwa teater. .. . Dia lahir
di gerbong kelas III, ketika orang tuanya
dalam perjalanan produksi di Milan...
Sebagai seorang anak panggung, dengan
tidak sadar Duse meresapi semua teknik -
teknik keaktoran dan ini adalah keuntungan
yang dimilikinya..Tanpa perlu belajar
pengetahuan teknis akting, Eleonora Duse
mampu mengekspresikan emosi yang
terdalam karakternya.
Dia lahir di gerbong kelas III, ketika orang tuanya dalam perjalanan
produksi di Milan... Sebagai seorang anak panggung, dengan ti dak
sadar Duse meresapi semua teknik -teknik keaktoran dan ini adalah
keuntungan yang dimilikinya..Tanpa perlu belajar pengetahuan teknis
akting, Eleonora Duse mampu mengekspresikan emosi yang terdalam
karakternya. Ketika berumur 7 tahun, dia sudah menjadi prompter
(suplir) untuk grup teater ayahnya. Pada umur 12 tahun, dia sudah
tampil di panggung-panggung teater di daerah dan sering memainkan
karakter yang jauh lebih tua darinya. Ketika berumur 14 tahun, dia
memainkan Juliet, di Verona, di rumah keluarga Capulet. Tahun
1879, masa studinya berakhir karena dia harus menggantikan aktor
terkenal yang kebetulan sakit di gedung teater Florentine, dimana
keberhasilan pertunjukan tersebut membuat dia menjadi salah satu
aktor anggota teater i tu di bawah manajer terkenal Itali , Cesare Rossi.
Sejak saat i tu, Duse menjadi salah seorang aktor terlaris di Itali.
Pada tahun 1893, tur pertunjukan membawanya ke New York.
Seorang kritikus mengatakan penampilannya sebagai Camille dalam
naskah L’Aiglon karya Edmond Rostand sebagai berikut :” Nona Duse
tidak berusaha menjadikan Camille sebagai seorang wanita Perancis,
tetapi malah mengisi wanita tersebut dengan asmara yang berapi -api
dari temperamen seorang wanita Itali dan temperamen tersebut
terjaga dengan baik. Sinarnya nyata di setiap adegan cinta, dan
20 Toby Cole & Helen Krich Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown Publ ishers, Inc. , 1970. Hal . 465-470, versi Indonesia oleh penul is .
36
memecah menjadi bara pada saat -saat kri t is. Hanya aktor yang hebat
yang mampu memberikan efek yang menakjubkan ini tanpa berusaha
dengan susah payah atau persiapan pemikiran yang matang terlebih
dahulu. Keindahan yang paling nyata terl ihat dalam detail -detail
kecil. Semua pernyataan emosinya tercipta dengan gamblang melalui
impuls yang datang pada saat itu juga tetapi nyata adalah hasil dari
latihan yang matang…” 21
Tidak lama setelah itu, Eleonora D use tur ke Paris dan seluruh
dataran Eropah di mana di sana dia menjadi aktor yang setara
kemampuannya dengan Sarah Bernhardt. Kritikus tidak henti -
hentinya membanding-bandingkan kemampuan kedua aktor ini .
Bahkan Sarah Bernhardt mengundangnya untuk memainkan Camille
di teaternya sendiri dimana dulu dia sendiri pernah memainkannya
dengan sukses. Para aktor pada zaman itu menyebutkan Eleonora
Duse sebagai aktor yang selalu dirundung malang. Kesedihan yang
dalam terlihat dalam aktingnya. Kehidupannya pun penuh dengan
penderitaan, perkawinan yang gagal dan kemiskinan membuat dia
menjadi seorang yang pemalu. Akhirnya pada bulan April tahun 1924,
dia meninggal karena penyakit pneumonia.
Eleonora Duse tidak banyak memberikan komentar tentang
akting, karena mungkin dia lebih suka menyendiri . Pernyataan
dibawah ini diambil dari sumber-sumber yang berbeda-beda tetapi
cukup memberi petunjuk tentang pendapat -pendapatnya mengenai
akting. Katanya: “Saya sudah membaca banyak tulisan tentang seni
tetapi pendapat tersebut malah membawa saya ke dunia ketika saya
masih kecil, ketika kakek memberi saya hadiah sebuah boneka dengan
tangan dan kaki yang dapat digerakkan, dan tawanya, dan mukanya
yang layu membuat kami anak-anak memecahkannya untuk
mengetahui bagaimana dia dibuat sekaligus untuk melihat isinya. Jika
anda ingin saya berbicara soal seni, itu sama saja dengan
membicarakan soal cinta, dan mungkinkah kita bisa berbicara soal
seni? Kita sudah sering membicarakannya selama bertahun -tahun
tetapi t idak satupun yang dapat mengartikannya dengan komplit.
Seorang yang mencintai , atau seorang seniman, tergantung dari
kemampuan orang tersebut. Pendapat -pendapat, kebiasaan-kebiasaan,
tradisi-tradisi , semua itu tidak berart i, apa lagi dalam dunia seni.
Sama dengan cinta, seni itu bermacam -macam. Yang pasti , seni
adalah ekspresi dan pengembangan j iwa, yang hasilnya melanjung
sangat tinggi sehingga tercetak melalui perasaan dan asmara. Dia
yang menuntut mampu mengajarkan seni, adalah orang yang tidak
mengerti sama sekali tentang seni. . . . Akting? Kata yang kotor! Jika
akting adalah semua hal yang saya lakukan; saya rasa saya tidak
21 Ib id., ha l. 466.
37
pernah tahu bahkan tidak akan pernah mengerti bagaimana
berakting! Faktanya adalah bahwa saya tergerak dengan hal -hal yang
baik dan jahat. Saya memiliki pikiran yang tenang dan kemauan yang
kuat dalam melaksanakan kerja saya. Saya merasa sedih melihat
penderitaan orang-orang, tetapi saya juga memiliki ketentraman , dan
saya memiliki ketentraman dalam kesedihan saya sendiri. Kekuatan -
kekuatan inilah yang saya persembahkan melalui karya -karya saya. 22
Ketika Eleonora Duse ditanya mengenai seni teater dia berkata:
“Tentang seni teater itu sendiri hanya satu hal y ang dapat saya
sampaikan yaitu bahwa saya percaya pada naskah-naskah yang saya
mainkan. Saya tidak suka menghakimi karya -karya orang, biarkan
semua pencinta teater menggali yang terdalam dari jiwanya sendiri
dan mengikutinya dengan setia. 23 Tentang subyek yang sama dia
berkata: “Saya tidak akan menaruh kesuksesan saya di atas naskah,
karena penafsir sebuah karya seni hanyalah seorang kolaborator yang
setia, yang berusaha menyalurkan, tanpa cacat, kreasi penulis naskah
kepada masyarakat. Banyak yang mengatakan bahwa saya tidak
menciptakan kepribadian-kepribadian baru dalam karya-karya saya.
Pernyataan ini saya anggap sebagai kesuksesan saya. 24
Ketika ditanya mengenai keaktorannya, Eleonora Duse berkata:
“Menafsirkan naskah dengan kreatif adalah tanda pertumbuhan.
Pengetahuan di dapat melalui penderitaan – guru yang terhebat! Si
aktor harus memberikan yang terbaik dari dirinya, melalui
penafsiran-penafsirannya, dia membuka jiwanya yang terdalam.
Dengan cara menafsirkan seper ti ini, dia patut diterima dan dihakimi.
Tetapi ketika layar ditutup dan dia sudah terpisah dari penonton,
maka tidak ada lagi yang dapat dikatakan atau dikerjakan, ditambah
atau dikurang dari penampilannya. Kerjanya sudah selesai, pesan
yang ingin diutarakannya sudah disampaikan. 25
Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan -pernyataan
Eleonora Duse di atas menunjukkan bahwa dia mendambakan ekspresi
jiwa seorang aktor ketika berada di atas panggung untuk
menyampaikan keindahan sebuah pengalaman hidup. Dia ingin
22 “Lettere di E leonora Duse” dalam Antologia del grande attore , edis i Vito Pandolf i . Bar i : Editor i Laterza, 1954, hal . 380 -384. Vers i Inggr is o leh
Viv ien Leone, versi Indonesia oleh penul is . 23 Paul Meyer, “An Interv iew with Eleonora Duse ” New York: Theatre Magaz ine, Apri l , 1906, ha l. 105. Vers i Indonesia o leh penul is . 24 Jeanne Bordeaux, E leonora Duse: The Story of her Li fe . London: Hutchinson and Company, 1924, dikut ip dari Toby Cole & Helen Kr ich
Chinoy. Actors on Act ing. New York: Crown Publ ishers, Inc. , 1970, hal . 465-470. Versi Indonesia oleh penul is . 25 Ib id., ha l. 469.
38
sebuah karya seni teater disampaikan dengan jujur dan selalu dengan
rasa ingin tahu yang dimiliki anak -anak kecil. Eleonora Duse
berpendapat bahwa ekspresi seni teater adalah ungkapan rasa kasih
sayang dan suka menolong, memberi kenyamanan dan ketenangan
kepada lawan main. Katanya: “Jika langit yang biru memenuhi diri
seseorang dengan kebahagiaan, dan jika rerumputan di taman yang
luas memberikan kekuatan pada diri seseorang, jika peristiwa alamiah
memberi pesan yang dimengerti seseorang, berbahagialah, karena
jiwa orang itu hidup. Menolong, terus menolong dan memberi, itulah
gabungan dari semua pengetahuan, itulah art i seni. 26
Eleonora Duse boleh disebut sebagai salah satu contoh terbaik
dari aktor presentasi . Kemampuannya mendalami penderitaannya dan
membuatnya menjadi modal untuk mengekspresikan pribadinya di
atas panggung menunjukkan betapa dalamnya eksplorasi jiwa yang
dilakukannya ketika menciptakan peran yang dimainkannya. Usah a
membawa kehidupan itu sendiri ke atas panggung adalah ide utama
sistem yang dipelajari Stanislavski yaitu pernyataan ilusi di atas
panggung dengan sempurna sehingga t idak dapat lagi dibedakan mana
fiksi dan realita. Kemampuan yang dimiliki Eleonora Duse , sifat
naluriah yang spontan yang dimilikinya, pengalaman hidupnya
bersama keluarga yang terdiri dari para aktor membuat dia peka
terhadap ekspresi-ekspresi kepribadian yang sepertinya t imbul begitu
saja.
26 Ib id, hal . 470.
39
PENGERTIAN AKTING
Acting berasal dari kata “to act”, atau dalam Bahasa Indonesia
beraksi. Tetapi beraksi bukan berarti tindakan dan aktivitas yang
terlihat di luar diri seseorang melalui tubuh dan suaranya. Beraksi
dalam acting lebih mengutamakan maksud dan tujuan dari tindakan
dan aktivitas yang terlihat. Selanjutkan definisi acting akan dibahas
lebih dalam di bab-bab selanjutnya.
Akting diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan kata
peran (pemain sandiwara) yang dalam kamus berarti proses, cara,
perbuatan memahami perilaku yang diharapka n dan dikaitkan dengan
seseorang. Tentu tidak hanya memahami tetapi juga melakukan
perilaku orang tersebut. Sebenarnya asal kata “acting” adalah “to
act” atau dalam bahasa Indonesia berarti “beraksi”. Itu sebabnya kita
sering mendengar sutradara meneriakkan kata “action!” di belakang
kamera ketika aktor akan memulai aktingnya. Akting dengan
demikian lebih berarti mengaksikan peran yang dimainkan.
Walaupun demikian, “beraksi” bukanlah tindakan -tindakan
yang kita l ihat , seperti misalnya berjalan, berlari, me mbaca,
mengintip, bahkan memukul , tetapi lebih dalam dari itu . Aristoteles,
dalam bukunya Poetics mengartikannya dengan kata “praxis” yang
lebih berarti “motive”. Untuk beraksi, manusia membutuhkan motif
atau keinginan yang terdalam. Keinginan yang terdala m ini ditelaah
dulu apa pilihan-pil ihan , atau “intentions”, yang dapat dilakukan
untuk memuaskan keinginan itu. Setelah satu pilihan ditentukan, baru
tindakan diambil melalui aktivitas yang dilakukan si karakter. Semua
istilah ini akan lebih jelas ditelaah di bab-bab selanjutnya dalam buku
ini.
Pendekatan presentasi (realisme) adalah pendekatan yang
didasari oleh definisi di atas tetapi ketika melakukannya di panggung
atau di depan kamera bukan dengan maksud memberikan ilustrasi
perilaku yang sudah dipahami sebelumnya. Akting menggunakan
kepribadian manusia sebagai dasar metodenya, manusia yang terdiri
dari tiga bagian penting yaitu fisikal, intelektual, dan spiritual yang
dalam akting presentasi disebut ekspresi (fisikal), analisa
(intelektual), dan transformasi (spiritual). Usaha aktor yang mengerti
defenisi akting ini adalah mengembangkan dan membuat peka
kemampuannya mengekspresikan diri, menganalisa naskah , dan
mentransformasikan diri.
Ketiga bagian penting ini tergantung satu sama lainnya dan
tidak ada guna jika hanya mengetahui satu kemampuan saja. Dengan
melatih ketiga bagian dari dirinya itu, si aktor akan mampu membuka
40
diri dan memberi pengalaman hidupnya kepada si karakter di atas
panggung atau di depan kamera sesuai dengan sasaran -sasaran dan
situasi yang diberikan oleh si penulis naskah.
Setiap kemampuan yang menjadi bagian dari seni akting di atas
mempunyai latihan-latihan khusus yang dijelaskan secara terperinci
dalam buku ini. Untuk kemampuan ekspresi, misalnya, latihan -
latihannya tidak dilakukan hanya dengan olah tubuh dan olah suara
saja tetapi juga dalam kehidupannya sehari -hari termasuk ketika dia
bersosialisasi dengan teman-temannya. Semua proses kehidupannya
adalah proses pendidikannya sebagai seorang aktor. Tentu dibutuhkan
teknik-teknik tertentu untuk melihat proses kehidupan sosial yang
dilakukan si aktor sebagai sebuah proses pendidikan aktingnya.
Teknik-teknik tersebut banyak ditulis oleh para guru akting termasu k
buku-buku karya Konstantin Stanislavski sendiri.
Demikian pula untuk kemampuan analisa dan transformasi,
banyak naskah yang dapat dibaca oleh para aktor dan dipelajari secara
terperinci untuk melihat visi penulisnya. Semua teknik-teknik yang
dapat dipelajari banyak ditulis di buku-buku termasuk buku-buku
yang berhubungan dengan penyutradaraan. Tentu saja si aktor
membutuhkan lawan main dan tempat latihan yang memadai untuk
melatih adegan-adegan yang sudah dianalisanya sehingga dia dan
lawan mainnya dapat melakukan eksplorasi dan menentukan pilihan -
pilihan yang patut untuk karakter yang mereka mainkan.
41
WORKSHOP PERTAMA
Untuk workshop pertama, alangkah baiknya para aktor segera
memecahkan keterasingan di antara mereka dengan perkenalan,
karena perkenalan mengundang kebersamaan dan menciptakan niat
untuk bekerjasama di antara para aktor. Sambil berkenalan mereka
sekaligus melatih kepekaan, fokus dan konsentrasi .
GAME 1 – PERKENALAN
Pemain: 6 orang atau lebih.
Tujuan: Memecahkan keterasingan antar aktor baru; melatih fokus
dan konsentrasi.
TINGKAT I
Semua aktor berdiri di lingkaran. Salah satu aktor memulai dengan
mengatakan namanya sendiri dan menunjuk pada aktor lain yang ada
di lingkaran. Aktor yang ditunjuk itu lalu menunjuk kepada aktor
lainnya sambil mengatakan namanya sendiri . Ulangi proses ini
sampai semua aktor mendapat kesempatan untuk menyebutkan
namanya sendiri dan mendengar nama aktor lain. Latihan t ingkat I ini
perlu diulang beberapa kali sampai semua aktor hafal nama teman-
temannya.
TINGKAT II
Selanjutnya di tingkat ini , salah satu aktor mulai dengan mengatakan
nama aktor lain yang ditunjuknya, ketika dia menunjuk, dia harus
menunjuk aktor lain bukan aktor yang ditunjuknya tadi di latihan
TINGKAT I. Pada saat ini mungkin aktor tersebut masih belum begitu
hafal nama aktor yang ditunjukannya. Tetapi j ika kesalahan terjadi,
aktor yang ditunjuk segera membetulkan namanya. Lanjutkan proses
ini beberapa kali.
TINGKAT III
Di tingkat ini, seorang aktor akan memulai latihan dengan
menyebutkan nama aktor lain sambil mengambil tempat aktor lain itu
di lingkaran. Sementara aktor yang tempatnya diambil harus bisa
menyebutkan nama aktor lain jika dia mau mengosongkan tempatnya
dan mendapatkan tempat lain di lingkaran itu. Yang menarik dalam
latihan ini adalah bagaimana setiap aktor terlihat merasa tertekan
ketika didatangi oleh aktor lain, dari pada hanya menunjuk.
TINGKAT IV
Di tingkat ini, setiap aktor sudah mulai saling kenal, dan sudah
saatnya kemampuan fokus dan konsentrasi mereka ditingkatkan.
42
Pertama, aktor dalam lingkaran menentukan satu ritme atau beat,
mungkin dengan cara menjentikkan jari atau tepuk tangan. Salah satu
aktor menjentik jarinya sambil menyebutkan namanya dan
menjentikkan jarinya lagi sambil menyebutkan nama aktor lain.
Pemain yang disebutkan namanya oleh aktor itu harus melakukan
yang sama lalu menyebutkan nama aktor lain dijentikkan ke dua. Jika
salah satu aktor salah beatnya, atau menyebutkan nama yang tidak
ada di lingkaran, atau salah menyebutkan nama, proses harus diulang
dari pertama atau aktor tersebut dihukum.
GAME 2 – TIGA PATRON
Pemain: 5 – 10 orang.
Tujuan: Melatih fokus dan Konsentrasi.
TINGKAT I
Semua aktor berdiri di lingkaran. Salah satu aktor menunjuk ke aktor
lain dan mengatakan “kamu” sambil tetap menunjuk. Aktor yang
ditunjuk, akan menunjuk ke aktor lainnya di lingkaran dan
mengatakan “kamu”. Selanjutnya, setiap aktor melakukan hal yang
sama tetapi kepada aktor yang berbeda. Aktor yang ditunjuk terakhir
akan menunjuk ke aktor yang menunjuk pertama kali . Ulangi latihan
ini beberapa kali dan instruksikan kepada setiap aktor untuk
mengingat aktor lain yang ditunjuknya sebelum mereka menurunkan
tangannya. Ulang proses di atas beberapa kali , dengan cara yang
sama, menunjuk kepada aktor yang sama. Untuk patron yang pertama
ini kita sebut saja “Lingkaran Kamu”.
Ulangi proses patron pertama di atas, tetapi sekarang dengan
menggunakan warna bukan “kamu”, dan tetap m enunjuk. Untuk
“lingkaran warna” setiap aktor harus menunjuk kepada aktor lain,
bukan aktor yang ditunjuknya di “lingkaran kamu”. Kalau salah satu
aktor menunjuk kepada aktor yang sama dua kali, ulangi proses ini.
Sekali lagi , lakukan patron yang kedua ini beberapa kali , sehingga
semua aktor mengingat aktor lain yang ditunjuknya dalam patron
“Lingkaran Warna”.
Selanjutnya, ketika proses menunjuk di Lingkaran Warna sedang
berlangsung, aktor yang sudah menunjuk, dapat memulai Lingkaran
Kamu bersamaan dengan Lingkaran Warna, sehingga ada dua patron
yang sedang berlangsung. Sudah menjadi tanggungjawab setiap aktor
yang sedang menunjuk untuk memastikan bahwa tunjukan yang
dilakukannya diterima lawan main. Setiap aktor tidak boleh berhenti
sebelum lawan main tersebut menerima tunjukannya atau
memperhatikan dia.
43
Ketika para aktor berhasil melaksanakan kedua patron ini , tambahkan
dengan patron lain memakai warna -warna berbeda sehingga ada tiga
atau empat patron yang sedang berlangsung. Jangan lupa, “eye
contact” ketika menunjuk dan ditunjuk, karena melalui “eye contact”
fokus dan konsentrasi lebih cepat tercipta.
TINGKAT II
Lakukan latihan Tingkat I di atas, hanya sekarang para aktor tidak
menyebutkan “kamu” atau “warna”, tetapi namanya sendiri untuk di
patron ke dua, lalu untuk patron ke tiga, aktor menyebutkan nama
aktor yang ditunjuknya. Kesalahan sering terjadi kalau proses
dilakukan terlalu cepat. Lebih baik lambat tapi benar dari pada cepat
tapi berantakan.
GAME 3 – NAMA PALSU
Pemain: 6 orang atau lebih.
Tujuan: Melatih fokus dan konsentrasi.
TINGKAT I
Semua aktor berdiri di lingkaran. Setiap aktor mengarang sebuah
nama palsu, bukan nama mereka sendiri dan bisa nama apa saja, tidak
perlu kata yang menyatakan ide “sebuah nama”, yang penting para
aktor tidak marah atau sakit hati jika dipanggil dengan nama itu.
TINGKAT I
Lakukan latihan ini seperti di Game 1 – PERKENALAN. Di t ingkat
ini, setiap aktor memfokuskan diri pada nama palsunya sendiri ketika
dia menunjuk kepada aktor lain. Setelah semua aktor mendengar nama
palsu mereka beberapa kali, rubah latihan dengan cara menyebutkan
nama palsu aktor yang ditunjuk. Setelah semua aktor mengenal nama
palsu mereka dengan nama palsu aktor lain, rubah penataan lingkaran
dengan memindahkan aktor ke tempat lain di lingkaran, lalu mulai
lagi .
TINGKAT II
Ulangi Game TINGKAT I dengan nama-nama palsu yang berbeda.
Lakukan dengan nama-nama yang berpatron, nama panggilan
binatang, misalnya. Setelah semuanya menyebut nama palsu yang
baru, ulangi latihan dengan menyebut nama palsu yang pertama.
Mulai lagi latihan dengan nama palsu yang pertama, dan ditengah
jalan, instruksikan aktor untuk merubah patron (pelatih dapat
meneriakkan kata “Rubah!”) dan menyebutkan nama palsu mereka
yang baru. Rubah berulang kali, sampai mereka dapat merubahnya
tanpa mengganggu ri tme.
44
TINGKAT III
Ulangi latihan Tingkat I sekali lagi , tetapi nama palsu yang disebut
adalah nama palsu aktor yang berdiri di sebelah kanannya atau
kirinya di lingkaran. Setelah semua hafal , dan mungkin b utuh waktu,
ulangi nama palsu yang pertama, lalu ke dua, lalu rubah,
sekehendaknya.
TINGKAT IV
Kalau para aktor berhasil sampai sejauh ini, mereka sudah terfokus.
Tetapi fokus tidak cukup. Di tingkat ini, mulai dengan nama palsu
pertama, tetapi sekarang salah satu aktor mengatakan nama dari
patron yang berbeda, karena dia salah, atau di sengaja, setiap aktor
harus segera merubah proses dengan menggunakan patron itu. Tetapi
ada satu syarat yang harus diikuti, jika salah satu aktor merubah ke
patron yang berbeda, patron itu yang harus digunakan untuk beberapa
waktu sebelum semua aktor ini merubah ke patron yang lainnya,
art inya selesaikan dulu patron tersebut sebelum merubahnya, atau
patron tersebut harus di ulang dua, tiga, atau mungkin empat kali
sebelum merubahnya. Bila perlu, pakai hukuman untuk latihan ini ,
kalau salah, mereka harus bersedia dipanggil “Bozo”, sampai ada
aktor lain yang salah .
GAME 4 – MENDOBRAK BATASAN
Pemain: 2 orang atau lebih
Tujuan: Mempererat hubungan antar kelompok, mempersempit jarak
privasi.
Perlengkapan: Tali elastis yang melingkar dan tebal , sepanjang kira-
kira 3 meter.
Bersama seorang aktor yang lain, gunakan satu tali elastis di atas
untuk bergerak semaunya, ke kiri, ke kanan, bergulir di lantai,
berjalan cepat, lambat, maju, mundur, tetapi tetap peka terhadap
hubungan satu dengan yang lain yang diberikan tali tersebut.
GAME 5 – KESEIMBANGAN
Pemain: 2 orang
Tujuan: Mempererat hubungan antar kelompok, mengerti lawan main.
Perlengkapan: Sebatang bambu sepanjang kira-kira 3 meter.
TINGKAT I
Bersama seorang aktor yang lain, taruh salah satu ujung bambu di
atas jari telunjuk sementara ujung lainnya di atas telunjuk lawan main
sehingga bambunya berada di antara ke dua aktor. Buat bambu
tersebut seimbang tanpa menggunakan jari-jari yang lain kecuali jari
45
telunjuk ke dua aktor. Sekarang mulai lakukan eksplorasi pada
batasan yang diberikan oleh bambu ketika bergerak. Para aktor harus
bekerjasama ketika bergerak sehingga bambunya tidak jatuh.
TINGKAT II
Jika para aktor merasa sudah mampu, tambahkan satu atau lebih
bambu yang satu di jari telunjuk tangan kiri dan yang satu lagi di jari
telunjuk tangan kanan. Coba untuk mengimbanginya sambil bergerak.
TINGKAT III
Di tingkat ini , aktor harus memecahkan grup dari dua ora ng menjadi
tiga atau empat orang untuk satu bambu. Sekarang lebih dituntut
kerjasama yang erat tidak lagi ke satu tetapi ke dua atau tiga lawan
main. Ingat, objektifnya adalah bekerjasama sehingga bambunya
tidak jatuh. Para aktor harus sadar betul pada akt or lain yang sedang
bekerjasama dengan dia.
46
47
BAB I
SI AKTOR DAN DIRINYA
Kemampuan Ekspresi adalah pelajaran pertama yang harus
dilalui seorang aktor sebelum masuk kepada pelajaran -pelajaran lain
yang berhubungan dengan naskah. Kemampuan ekspresi adalah usaha
seorang aktor untuk mengenal dirinya. Si aktor akan berusaha untuk
meraih ke dalam dirinya dan menciptakan perasaan -perasaan yang
dimilikinya yang timbul setiap hari untuk menjadi lebih peka
responnya. Dia akan berusaha untuk menciptakan sist em reaksi yang
beragam yang dapat memenuhi tuntutan teknis pementasan. Banyak
aktor yang mengatakan bahwa dia sudah mengenal dirinya, bahwa dia
mengenal dirinya karena orang lain yang mengatakannya begini atau
begitu, bahwa dia mengenal dirinya melalui seg i fisiknya. Tetapi i tu
saja belum cukup, karena mengenal diri bukan di lihat dari segi fisik
saja. Seorang aktor harus mengerti bahwa ekspresi pribadinya di
mulai dari usahanya mendisiplinkan diri karena disiplin berakar dari
rasa hormat seorang kepada dir inya, kepada lawan main, kepada
seniman-seniman lain di dunia teater atau fi lm, bahkan kepada
khalayak umum yang tidak ada hubungannya dengan dunia tersebut .
Tentang disiplin, Konstantin Stanislavski berkata :”
Coba jelaskan kepada saya kenapa seorang pemain biola
yang bermain di sebuah orkestra harus melakukan latihan -latihan
berjam-jam setiap hari, karena kalau tidak hilang kemampuannya
bermain? Kenapa seorang penari bekerja berjam -jam setiap hari
untuk melenturkan otot -ototnya? Kenapa seorang pelukis,
pematung, atau penulis berlatih berjam-jam setiap hari dan
kehilangan hari berlatih itu jika dia t idak latihan? Dan kenapa
seorang aktor boleh untuk tidak melakukan apa -apa, membuang
hari-harinya di café-café dan berharap mendapatkan inspirasi
pada malam hari? Cukup. Apakah ini seni jika, pendeta -
pendetanya berbicara seperti amatir -amatir? Tidak ada seni yang
tidak menuntut kesempurnaan. 27
Dasar dari kemampuan ekspresi adalah diri pribadi seorang
aktor ketika dia berhubungan sosial dengan orang lain. Fondasi inilah
yang diatasnya harus dibangun kemampuan-kemampuan ekspresi diri .
Sebagai seorang aktor dalam kehidupan sehari -hari , dia sebenarnya
sudah berlatih bertahun-tahun untuk memainkan dirinya sendiri .
Tetapi seorang aktor panggung atau film harus mampu memainkan
karakter-karakter yang beragam macamnya, terkadang berbeda jauh
dengan dirinya sehari-hari, dia harus mampu untuk “hidup” di
27 Constant in Stanis lavski , My Li fe in Art , ter jemahan E l izabeth Reynolds Hapgood. New York: Theatre Arts Book, 1952, ha l. 35. Versi Indonesia
oleh penul is.
48
“dunia” yang berbeda i tu. Dia harus mampu menggunakan energi
yang dimilikinya untuk meraih pengalaman-pengalaman baru untuk
dipresentasikan dalam sebuah pertunjukan. Di dalam kehidupannya
sehari-hari dia sudah memainkan peran yang berbeda -beda untuk
situasi dan penonton yang berbeda -beda. Misalnya, ketika berbincang
dengan atasan, sahabat karib, pacar, atau kenalan biasa , tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa dia memiliki postur tubuh, cara berbicara,
kualitas suara , dan bahasa yang berbeda-beda. Demikian pula dengan
rasa percaya diri termasuk besar tubuhnya, beratnya, rasa apakah dia
menarik atau tidak, dan caranya memproyeksikan pandangan diri
orang-orang tersebut tentang dirinya. Semua ini mempunyai bentuk
dan cara yang berbeda-beda, tetapi semua itu tetap mewakili diri
pribadi si aktor sendiri, bukan orang lain. Demikian pula halnya di
atas panggung atau di depan kamera, dimana si a*ktor akan
memainkan peran yang berbeda-beda tetapi tetap menjadi dirinya
sendiri. Segi sosial dari keaktoran ini harus dilatih sedemikian rupa
sehingga segi itu lebih peka dan memiliki respon yang beragam.
Untuk kemampuan ekspresi ini , Stanislavski berkata: “ Selalu dan
kapanpun kau berada di atas panggung, kau harus memainkan dirimu
sendiri. Tetapi dalam beragam kombinasi sasaran yang tidak terbatas
dan keadaan tertentu yang sudah dipersiapkan untuk peran mu dan
yang telah dilebur dalam tungku pembakaran ingatan emosi mu”.28
Penulis naskah sudah menyiapkan beragam kombinasi sasaran dan
keadaan (atau dalam istilah akting disebut objective dan given
circumstances ) untuk peran yang si aktor mainkan dimana dia
meleburnya dalam tungku pembakaran ingatan emosinya atau
pengalaman pribadinya. Dengan kata lain, proses kehidupan sosial,
moral, psikologi, dan politiknya.
Kemampuan ekspresi menuntut teknik -teknik penguasaan
tubuh seperti relaksasi, konsentrasi , kepenuhan diri (pikiran,
perasaan, dan tubuh yang seimbang) . Seorang aktor harus terpusat
pikirannya, lentur otot -ototnya sehingga dia siap siaga untuk
bertindak dengan gestur -gestur yang tidak dipersiapkan terlebih dulu
tetapi dengan spontan keluar dari dalam dirinya. sehingga fungsi dan
kualitasnya jelas terlihat serta mengekspresikan perasaannya yang
terdalam. Demikian pula dengan tehnik-tehnik penguasaan suara yang
menuntut proses pernafasan dan penggunaan alat ucap yang terlatih
sehingga si aktor mampu memproduksi suara dan menciptakan
art ikulasi yang jelas. Latihan -latihan vokal ini terdiri dari tidak
hanya latihan-latihan pernafasan dan artikulasi, tetapi juga mengenal
bunyi huruf baik konsonan maupun huruf hidup, yang sifatnya nasal
atau tidak nasal .
28 Constant in Stanis lavski, Pers iapan Seorang Aktor , ter jemahan Asrul Sani ,
hal . 189, Penerbit Pustaka Jaya.
49
Tentu dalam setiap latihan, si aktor harus mampu
mengasosiasikan semua kemampuan ini kedalam aksi dramatis dan
karakter yang dimainkannya. Mungkin pada mulanya, si aktor tidak
begitu banyak berhadapan dengan naskah ketika dia sedang
meningkatkan kemampuan ekspresinya, tetapi banyak latihan-latihan
berbentuk games dan improvisasi yang dapat dilakukannya yang
berhubungan dengan kemampuan ekspresi tetapi sesuai dengan
suasana, si tuasi , dan tuntutan-tuntutan teknis sebuah pementasan.
Dengan demikian, kemampuan ekspresi tidak banyak menuntut
si aktor untuk segera menguasai karakter -karakter dari naskah-naskah
yang konfliknya ringan atau berat. Pendidikan akting sebaiknya tidak
langsung di mulai dengan menyelidiki dan memainkan karakter.
Perhatian utama si aktor harus diberikan pada seluruh aparatus
fisiknya, pada seluruh proses mengenal dirinya. Dia tidak dibenarkan
untuk mengerti seorang Hamlet atau Romeo, atau Macbeth j ika dia
sendiri tidak mengenal siapa dirinya. Karakter -karakter hasi l dari
daya khayal penulis naskah tidak mungkin dapat dimainkan dengan
jujur, atau dipresentasikan dengan sempurna, jika si aktor yang
memainkannya tidak mengenal siapa dirinya. Bagaimana orang
mampu mengenal orang lain jika dia sendiri tidak mengenal diri nya?
50
WORKSHOP KEDUA
Di workshop ini, para aktor akan kita beri kebebasan untuk
mengekspresikan dirinya sambil tetap melatih kepekaan, fokus, dan
konsentrasi . Mereka dapat melakukan semua latihan di bawah ini
tanpa harus diberi tahu apakah mereka melakuk annya dengan baik
atau jelek, apakah “salah” atau “benar”. Saat ini mereka hanya perlu
bebas melepaskan diri dari belenggu tatanan sosial, psikologikal,
politikal , bahkan moral yang ada dalam kehidupan mereka sehari -
hari.
1. NOMIS BILANG
Pemain : Sebanyaknya.
Tujuan: Melatih Focus dan Konsentrasi.
TINGKAT I
Semua aktor berdiri di sekitar ruangan, sehingga mereka memiliki
tempat yang luas untuk bergerak. Usahakan untuk tidak ada yang
berdiri terlalu dekat ke tembok. Pelatih akan memberi instruksi
kepada aktor untuk mengambil satu langkah ke depan, satu
langkah ke belakang, satu langkah ke kiri, dan satu ke kanan. Para
aktora akan melakukan semua instruksi tersebut berlawanan
dengan apa yang diinstruksikan pe latih.
Setelah aktor melakukannya beberapa kali, beri tiga instruksi
sekaligus seperti misalnya: “kanan, kanan, maju!” Aktor harus
melakukan tindakan yang berlawanan dengan instruksi yaitu
melangkah ke kiri, ke kiri , dan mundur.
TINGKAT II
Sebarkan aktor dalam bentuk diagonal, menghadap pada pelatih,
tetapi satu aktor akan berdiri satu langkah di depan dan satu
langkah di belakang aktor lain yang ada di sampingnya.
Titik yang terdekat dengan pelatih bernilai “satu”. Objectif dari
latihan tingkat II ini adalah untuk berada di tit ik no “satu”
tersebut. Ulangi game tingkat I, tetapi jika salah satu aktor salah
mengikuti instruksi , mereka harus pindah ke urutan paling
belakang. Sekarang, aktor lain, maju ke posisi semakin dekat
dengan “satu”.
Jika pemain yang berdiri di “satu” s alah, semua aktor
mendapatkan kesempatan untuk maju selangkah semakin dekat
dengan “satu” .
51
TINGKAT III
Untuk membuat latihan ini lebih sulit , Pelatih akan memberikan
dua instruksi dengan jumlah yang lebih banyak untuk setiap
instruksinya. Para aktor tidak hanya harus bergerak berlawanan
dengan instruksi, tetapi mereka juga harus memindahkan “jumlah”
untuk setiap instruksi yang disebutkan. Misalnya, j ika
instruksinya: “Bergerak 3 langkah ke kanan, dan satu langkah ke
depan.” Langkah yang tepat untuk instruk si ini adalah “satu
langkah ke kiri, dan tiga langkah mundur” . Para aktor harus
mentransformasikan “jumlahnya”.
TINGKAT IV
Untuk tingkat ini problema ada di kata pendahuluannya. Misalnya,
“Nomis bilang. . . ” atau “Simon bilang. . .” Untuk yang pertama,
“nomis bilang”, instruksinya diikuti dengan cara yang dilakukan
di tingkat I atau II . Untuk “Simon bilang” dilakukan dengan cara
normal.
Contoh: Respons yang benar:
Simon bilang:“Maju” “Mundur satu langkah”
Nomis bilang:“Kanan” “Ke kiri satu langkah”
Nomis bilang:“Mundur, kiri, mundur” Maju, kanan, maju”
Simon bilang:“Kanan, kanan, kiri” “Kanan, kanan, kiri”
Simon bilang:“Dua langkah ke kiri, “Dua langkah ke kiri ,
satu langkah mundur” satu langkah mundur.”
Nomis bilang:“Dua langkah ke kiri, “Satu langkah ke kiri ,
satu langkah mundur” dua langkah maju.”
Selalu kirimkan aktor yang salah ke belakang.
2. BUZZ
Pemain: 3 orang atau lebih.
Tujuan: Konsentrasi penuh pada dialog yang diucapkan lawan
main.
DESKRIPSI:
Semua berdiri atau duduk di lingkaran. Satu aktor memulai dengan
menghitung “satu”, dan selanjutnya. Hitungan berlanjut sampai ke
angka “tujuh”, di mana kata “buzz” yang disebut, bukan “tujuh”.
Aktor terus menghitung, selalu mengganti angka “tujuh” dengan
“buzz”, di mana pun angka “tujuh” muncul, seperti 17 atau 27.
Kata “buzz” juga harus menggantikan angka kelipatan “tujuh”
seperti 14 atau 21. Yang salah, harus keluar dari game, sampai
semua aktor keluar. Hitungan dapat dilakukan untuk kelipatan -
kelipatan angka lain.
52
3. SOUND BALL
Pemain : 5 atau lebih.
Tujuan: Kepekaan terhadap kelompok, mendengar dan
mendukung, peningkatan energi, focus, konsentrasi.
TINGKAT I
Semua berdiri di l ingkaran. Salah satu aktor mulai dengan
melemparkan satu bola imaginer ke aktor lainnya. Ketika dia
melempar bola tersebut, dia membuat satu bunyi , bunyi apa saja.
Ketika aktor yang ke dua menangkap bola yang dilempar tadi, dia
mengeluarkan bunyi yang sama. Lalu aktor ke dua itu
melemparkan bola dan membuat bunyi yang berbeda. Aktor yang
ke tiga yang menangkap bola dari aktor ke dua, menerima bola
sambil menirukan bunyi yang dikeluarkan aktor ke dua, lalu
melanjutkannya sambil menyuarakan bunyi sendiri, dan
seterusnya.
Semua aktor dituntut untuk mendengar, jika tidak mendengar,
maka dia tidak akan dapat memberikan respon yang benar. Dengar
dulu pendapat orang lain sebelum mengeluarkan pendapat sendiri .
TINGKAT II
Di tingkat ini, lemparan dan tangkapan dapat dipercepat atau
mulai dengan bola baru yang bunyinya berbeda dengan bunyi yang
sudah didengar di Tingkat I. Ketika bola baru dipermainkan bola
pertama tidak boleh hilang bunyinya, dan seterusnya.
4. TEPUK BERSAHUTAN
Pemain: 5 atau lebih.
Tujuan: Kepekaan terhadap kelompok, peningkatan energi, focus,
konsentrasi .
TINGKAT I
Semua berdiri dalam lingkaran . Aktor pertama mulai dengan
melakukan “eye contact” dengan aktor yang berada di sebelah
kanannya. Kedua orang itu dengan serempak menepuk tangan
mereka. Aktor II melakukan hal yang sama, melihat ke kanan, lalu
serempak bertepuk tangan dengan aktor yang dilihatnya i tu.
Demikian selanjutnya, setiap aktor bertepuk tangan dengan orang
yang dikirinya lalu dengan yang dikanannya.
Dengan demikian, tepukan tangan akan berjalan berkeliling di
lingkaran sampai kembali ke aktor pertama. Sekarang lihat secepat
apa proses ini dapat berlangsung. Ketika tepukan berhenti
serentak, perlambat sampai kembali ke proses yang benar, lalu
percepat lagi.
53
TINGKAT II
Di tingkat I, tepukan tidak seharusnya teratur berjalan ke kanan.
Siapa saja dapat merubah gerak tepukan ke kiri a tau ke kanan,
prosesnya dilakukan dengan tetap mempertahankan “eye contact”
dengan orang yang barusan bertepuk tangan dengan aktor tersebut
dari pada menoleh ke orang lain di sebelahnya sambil bertepuk
tangan untuk ke dua kalinya.
TINGKAT III
Tingkat ini lebih sulit. Aktor tidak perlu lagi bertepuk menurut
lingkaran, tetapi tergantung dari “eye contact”. Sekali lagi ,
lakukan secepat mungkin. Kuncinya: “eye contact”. Sulit untuk
mendengar ritme tepukan yang selaras, tetapi jika terus dilat ih,
maka kebersamaan dan ritme yang selaras akan tercipta. Jangan
bertepuk dulu sebelum “eye contact” tercipta. Terutama kalau
aktor tidak melihat. Kalau sudah melihat, baru tepuk bersama
untuk ritme bisa selaras.
54
PELAJARAN PERTAMA
DASAR–DASAR AKTING
AKTING DAN PRIBADI
Pelajaran pertama akting di mulai dengan diri pribadi. Apa itu
“pribadi”? Pribadi tidak saja tingkah– laku, pengalaman, keinginan,
kepercayaan seseorang yang sudah dibentuk oleh genetik dan sejarah
hidup sampai pada saat ini, tetapi juga potensi yang tidak terbatas
untuk pengalaman dan t ingkah–laku yang baru. Seseorang bukan
hanya siapa dia sekarang, tetapi juga siapa dia nanti, inilah potensi
manusia untuk transformasi .
Pada permulaan abad ke 19, Psikolog William James
menciptakan satu teori yang dapat dipakai oleh para aktor untuk
membuktikan bagaimana diri pribadinya memegang peranan penting
dalam akting. Teori i tu mengatakan bahwa diri manusia adalah sebuah
struktur yang kompleks yang terdiri dari “Aku” dan beberapa “saya”.
Setiap orang memiliki banyak peran dalam hidupnya, yang dimainkan
dalam situasi–situasi yang berbeda. Peran orang itu sebagai anak,
sebagai mahasiswa, sebagai pegawai, sebagai teman, menuntutnya
untuk memodifikasikan tingkah laku pada saat–saat yang berbeda
untuk mempresentasikan dirinya yang berbeda–beda. Kesan identitas
diri orang itu, atau “aku”nya adalah benang merah dari pertunjukan –
pertunjukan yang dimainkannya dalam kehidupan yang mengikat dia
menjadi satu kepribadian. Kalau orang itu dituntut untuk memainkan
dua peran pada waktu yang sama (orang tua ngobrol dengan anaknya
dan teman anaknya, sering menciptakan situasi -situasi yang tidak
enak), dia dapat melihat bagaimana “saya -saya”nya itu dapat sangat
berbeda satu dengan yang la innya. Keberadaan kita sebagai manusia
sebagian besar tergantung pada proses kehidupan yang terus
memainkan peran–peran ini, tetapi tetap memiliki identitas diri
karena “aku”nya itu.
Selanjutnya, Erving Goffman, seorang psikolog yang
mengutamakan perhatian pada tingkah laku sosial manusia ,
mengatakan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk
memainkan peran dengan baik yang dituntut dari dirinya setiap saat:
Memang dibutuhkan ketrampilan yang handal, proses pelatihan
yang lama, dan kapasitas psikologi s yang dalam untuk menjadi
seorang aktor panggung yang handal. Tetapi fakta ini bukan
berarti membutakan kita dari pengertian bahwa hampir semua
orang dapat mempelajari naskah dengan cepat dan mampu
memberikan pertunjukan yang realistis. Memang sepertinya hal
itu benar, karena hubungan sosial yang terjadi sehari –hari sama
55
dengan sebuah adegan di atas panggung . . . Naskah di tangan
seorang aktor yang kurang terlatih dapat hidup karena hidup itu
sendiri adalah sebuah drama. Dunia ini, tentunya, bukan
panggung sandiwara, tetapi yang mana yang bukan, susah untuk
dibedakan . . . 29
Kedua pendapat di atas membuktikan bahwa k emampuan
manusia menjadi seorang aktor dalam kehidupan sosial sudah
memberikan dasar yang kuat untuk menciptakan dirinya sebagai aktor
yang handal. Tetapi tentu saja dibutuhkan pelatihan akting yang
intensif dan khusus untuk dapat membedakan segi artistik
pertunjukan si aktor dari pendapat Erving Goffman di atas. Sebagai
seorang aktor dalam kehidupan sosial , dia sudah dilatih bertahun–
tahun untuk menjadi aktor sosial. Berbeda dengan aktor panggung
yang baik, dia harus memberikan pertunjukan yang artistik dari
tokoh–tokoh yang dimainkan yang sering sangat berbeda dengan
dirinya sendiri. Selain itu, si aktor juga harus hi dup di dunia yang
berbeda–beda, dia harus mengerti bahwa proses “transformasi ” yang
sudah ada dalam dirinya, yang sudah sering dimainkannya hanyalah
permulaan dari apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang aktor
yang handal. Sambil memperdalam kemampuannya sebagai aktor
dalam kehidupan sosial, dia harus mampu memainkan peran dari segi
teknik fisik dan cara–cara memainkan aksi–aksi fisik si tokoh.
LATIHAN No. 1 – SI AKTOR DALAM DIRI
Selama dua hari ini, lakukan observasi terhadap diri anda
sendiri. Didalam menjalani hidup dari satu situasi ke situasi
yang lain; perhatian bagaimana anda “berperan” untuk penonton
yang berbeda–beda. Perhatikan hal–hal yang spesifik seperti
postur tubuh, kualitas suara , cara berbicara dan bahasa yang
anda pakai. Bagaimana anda bertindak memproyeksikan citra
anda pada penonton–penonton tersebut. Pada saat istirahat, catat
hasil observasi yang sudah anda lakukan. Anda perlu melatih diri
anda untuk memberi perhatian pada diri tanpa perlu
berpartisipasi bahkan tanpa perasaan sama sekali . Malam
harinya, ketika anda sendiri, beri penilaian pada pengalaman –
pengalaman yang sudah anda catat itu, “perankan” saat –saat
yang paling dramatis yang berhasil anda selidiki, ingat jika ada
saat–saat dimana anda berbeda dengan saat–saat yang dramatis
tersebut, ciptakan dan “perankan” juga hasil observasi itu.
29 Erv ing Goffman, The Presentat ion of Sel f in Everyday L i fe, Doubleday &
Company, 1959 hal 38.
56
AKTING DIDASARI OLEH KEPRIBADIAN
Kalau seseorang menelaah bagaimana dia menjadi dirinya
sampai saat ini , maka tentunya, garis keturunan mempunyai andil
yang kuat selain dari pada situasi–situasi yang dialami saat–saat
menjadi dewasa. Tetapi, sebagai manusia yang aktif, tentunya orang
itu tidak saja hasil dari garis keturunan dan situasi yang dialaminya.
Dia bertanggungjawab atas pembentukan pribadinya ka rena orang itu
memilih sendiri tindakan–tindakannya, setiap saat. Jika orang itu
memilih sendiri t indakan–tindakannya, dia menjadi orang yang
berbeda. Dengan kata lain, dia adalah apa yang dialami dan apa yang
dilakukannya.
Kalau seseorang ditempatkan pada suatu situasi yang baru dan
mendisiplinkan diri untuk memilih tindakan –tindakan yang berbeda
dari biasanya, dia berubah menjadi suatu pribadi yang baru, kadang –
kadang pribadi baru ini tercipta dengan sangat cepat. Banyak orang
yang mengalami suatu proses metamorfosis karena mengalami suatu
peristiwa yang sangat penting . Kapasitas kepribadian yang terus
berevolusi untuk mencapai potensi–potensi baru dalam diri inilah
yang dipakai untuk menciptakan tokoh yang diperankan di atas
panggung atau di depan kamera . Melalui teknik–teknik akting,
seorang aktor akan mengembangkan pribadi –pribadi yang berbeda
yang hidup bersama dengan dirinya tetapi dengan mudah
diadaptasikan dalam peran yang dimainkannya.
Evolusi dari pribadi–pribadi baru ini prosesnya sama dengan
evolusi yang terjadi dalam diri seorang aktor ketika dia memainkan
seorang karakter di atas panggung atau di depan kamera. Dia dengan
tekun menyelidiki pilihan–pilihan untuk t indakan yang diambil oleh
si karakter, yang didasari oleh kebutuhan–kebutuhan yang hakiki si
karakter itu sendiri , dalam situasi–situasi yang diberikan oleh penulis
naskah, untuk sampai pada tujuan yang sangat pribadi artinya bagi si
karakter itu. Akarnya adalah kapasitas si aktor untuk percaya dan
yakin bahwa pilihan–pilihan baru tersebut adalah pilihan-pil ihan si
aktor sendiri , kebutuhan–kebutuhan dan situasi–situasi baru itu
adalah kebutuhan-kebutuhan dan situasi -si tuasi si aktor sendiri,
sehingga pengalaman yang dihasilkan menjadi sangat nyata dan
menciptakan metamorfosis dari si aktor menjadi si karakter yang
benar.
LATIHAN No. 2 – AKTING DAN KEPRIBADIAN
Coba ingat suatu saat dimana anda berada pada suasana “in
action” Apa tujuan anda pada saat itu? Apa kebutuhan yang
diekspresikan melalui tujuan itu? Apa efek yang anda dapat dari
57
situasi–situasi saat itu? Apa pilihan–pilihan anda untuk
bertindak? Sekarang pertimbangkan bagaimana situasi ini sama
dengan situasi di atas panggung atau di depan kamera?
AKTING DALAM KEHIDUPAN SEHARI–HARI
Ide William James di atas menjelaskan bagaimana aktor
mengembangkan “kumpulan karakter” dalam dirinya . Setiap karakter
tersebut terlatih dengan baik bahkan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari diri si aktor sendiri . Setiap karakter tersebut
terhubung dengan situasi–situasi tersendiri . Memang tidak dapat
dipungkiri kalau karakter-karakter ini berguna untuk manusia dapat
melanjutkan kehidupannya. Hari ini misalnya, saya mulai kehidupan
saya sebagai seorang ANAK dihadapan ibu yang sedang membuat kan
kopi untuk saya sebelum berangkat kerja. Saya merubah diri saya
menjadi KETUA JURUSAN ketika saya berbicara dengan seorang
mahasiswa yang minta diberi kelonggaran waktu membayar uang
kuliah. Lalu saya berubah lagi menjadi DOSEN ketika siangnya
mengajar Literatur Teater yang hampir semua mahasiswanya
terlambat. Sorenya, saya berubah menjadi TEMAN DEKAT, ketika
berbicara dengan sesama dosen untuk mempersiapkan sebuah
produksi teater. Setiap karakter ini mempunyai postur, ritme, t ingkah
laku, bahasa, dan keadaan piki ran masing–masing dan adalah hasil
dari interaksi saya dengan situasinya masing –masing pada satu kurun
waktu tertentu.
Dengan demikian, akting adalah proses alamiah dimana terlihat
di sana hasil interaksi kita dengan dunia ini tetapi bukan berarti
“tidak jujur” atau palsu. Apakah peran yang dimainkan itu
meningkatkan atau mematikan kehidupan kita tergantung dari si
“aku” yang tetap menjadi pemandu atau tidak. Kehidupan sosial
adalah “berakting” dan kita harus bertanya pada diri sendiri “apakah
aku yang memainkan karakter ini atau dia yang memainkan aku?”
Apapun jawabannya, teknik akting akan menolong si aktor untuk
membuat aktingnya menjadi suatu bentuk yang otentik dan art istik.
Si aktor perlu mulai melakukan observasi atas kemampuan yang
dimilikinya sebagai seorang aktor sosial . Observasinya harus
dilakukan tanpa prejudis dan tanpa penilaian. Dia harus bersifat
objektif melihat tingkah laku manusia. Jika dia memandang dengan
mata terbuka, dia akan melihat bahwa jumlah kumpulan karakter ya ng
dimilikinya banyak dan bermacam ragam, karena memang dalam
hidup, manusia terus berimprovisasi sambil beradaptasi dengan
situasi yang dihadapinya, dengan teman disekitarnya, dengan
kebutuhan–kebutuhannya yang berubah–ubah dan dengan
keinginannya yang tidak terkira banyaknya. Inilah proses
58
mengalirnya interaksi manusia, dimana didalamnya kepribadian
bertumbuh dan, dibawah pengaruh situasi atau orang lain, berubah
dan bergerak pada tujuan yang baru. Proses ini sama dengan proses
dramatis karakter yang bertumbuh melalui pengalamannya menjalani
situasi-situasi yang dihadapi, hubungan–hubungan yang dialaminya
dengan karakter lain, dan pilihan –pilihan untuk bertindak yang
diambilnya, dibentuk dan diperkuat oleh kemampuan teknik berperan
si aktor yang menjadi karakter tersebut.
LATIHAN BERGRUP PERTAMA – BERSOSIALISASI
Bentuk satu grup yang terdiri dari lima atau enam orang, dan
pilih seseorang yang akan menjadi SI PEMIMPIN. Setiap orang
dalam grup ini akan memainkan peran yang tertera dibawah ini
sementara tugas mereka adalah membentuk sebuah grup teater
sendiri:
SI PEMIMPIN adalah orang yang suka menjadi organisator di
grup manapun dia berada .
Di kirinya adalah SI KORBAN, yang suka menganggap setiap
aksi yang akan dilakukan oleh grup sebagai sesu atu yang
mengancam dan tidak mengenakkan .
Selanjutnya, SI FILSUF, yang suka menunjukan arti yang sangat
dalam dari segala hal yang diutarakan .
Lalu,.SI PENGACAU, orang yang selalu merubah topik
pembicaraan sebagai cara untuk mengkontrol grup ini .
Kemudian, SI PENGGANGGU, yang tidak perduli dengan apa
yang akan dilakukan oleh grup, selama grup itu melakukan apa
yang dia mau.
Terakhir, SI JURURAWAT yang menolong siapapun yang
kelihatannya perlu ditolong tanpa memperdulikan apakah orang
itu suka ditolong atau tidak.
LATIHAN No. 3 – BERPERAN DALAM HIDUP
Lakukan observasi pada orang lain untuk mempelajari
bagaimana mereka memproyeksikan citra mereka. Apa
kesamaan–kesamaan yang ada antara karakterisasi sosial ini
dengan yang dilakukan di atas panggung atau di depan kamera?
Apa perbedaannya? Perhatikan dan ingat tingkah laku ekspresif
yang realistis terkecil sekalipun. Apakah anda mulai merasakan
bahwa kehidupan realita sering “terpola/terbentuk/bergaya”?
Apakah dapat disimpulkan kalau orang punya “gaya” dalam
kehidupan realita? Bagaimana hal ini mungkin dihubungkan
dengan proses mengalami sendiri kualitas–kualitas yang unik
dari seorang karakter di naskah, terutama yang sangat
“bergaya”? Coba adopsikan tingkah laku orang yang sedang anda
59
selidiki. Apakah cara ini menolong anda mengenal orang itu?
Apakah latihan ini memberi anda suatu pengalaman baru dan
memperluas kepribadian anda sendiri? Bagaimana hal ini
berhubungan dengan proses anda mengadopsi tingkah laku
seorang karakter yang dijabarkan oleh penulis?
DRAMA DI PANGGUNG DAN DI KEHIDUPAN SEHARI-HARI:
BERAKSI
Ketika sedang “berakting” dalam kehidupan sehari–hari ,
walaupun jarang terjadi, ada situasi yang dihadapi lebih “dramatis”
dari situasi–situasi lainnya. Dalam pertandingan olah raga, misalnya,
situasinya lebih dramatis j ika hasil dari pertandingan olah raga ini
penting sekaligus belum pasti sampai saat akhir pertandingan.
Konflik dan suspen yang dialami pada saat itu sangat identik dengan
menonton sebuah pertunjukan drama. Seperti dalam kehidupa n
sehari–hari, sebuah lakon akan lebih menarik jika ada konflik yang
menegangkan tetapi hasil akhirnya masih belum diketahui.
Setiap orang, dalam kehidupan sehari–hari atau seorang aktor
ketika memainkan seorang karakter dalam sebuah pertunjukan, lebih
menarik ketika menghadapi situasi dramatis yang menegangkan,
bahkan dalam situasi seperti itu dia dapat lebih banyak mengenal
dirinya sendiri . Hal ini disebabkan oleh karena semua energinya
terpusat pada apa yang dilakukannya atau apa yang dia coba lakukan .
Pada saat itu, kelihatannya orang itu benar–benar “hidup” dan
kadang–kadang mampu melakukan tindakan yang sebelumnya tidak
terbayang akan mampu dilakukannya . Tanpa disadari , orang i tu
menunjukan jati dirinya.
Energi yang terfokus penuh pada satu tujuan in i sama dengan
energi yang harus dimiliki oleh seorang aktor dalam pertunjukannya.
Si aktor dapat terperangkap dalam sebuah situasi yang dramatis
dengan cara memberikan perhatian penuh serta komitmen pada satu
objektif yang sifatnya sangat penting bagi diri nya. Sering orang
dihadapkan pada situasi dimana dia sangat terfokus pada
pekerjaannya sehingga dia lupa waktu, lupa dimana dia berada bahkan
lupa diri. Di panggung atau di depan kamera, terminologi ini disebut
saat–saat berada dalam aksi atau isti lah aktingnya disebut “in
action”. Inilah tujuan akting yaitu usaha untuk terperangkap dalam
tugas–tugas di atas panggung atau di depan kamera sehingga lupa
pada diri sendiri bahkan pada penonton. Kemampuan untuk sangat
terpengaruh dengan tugas–tugas ini adalah hasil dari komitmen total
pada satu tujuan yang sifatnya sangat pribadi.
Saat–saat in action adalah saat–saat yang sangat bergairah
60
dalam hidup seseorang walaupun detail–detail pekerjaan yang
dilakukannya pada saat itu tidak diingat lagi . Karena pada saat yang
sangat sibuk itu, t idak mungkin orang mengingat detail –detail
pekerjaannya lagi. Demikian pula seorang aktor dalam sebuah
pertunjukan.
AKTING MEMILIKI TUJUAN TERTENTU
Seseorang sering dalam kehidupan sehari–hari terperangkap
dalam pekerjaannya atau berada dalam aksi . Hal ini terjadi karena
orang itu memiliki tujuan atau maksud tertentu dimana seluruh energi
dan kepekaan diri dipusatkan. Jika seseorang memiliki tujuan atau
maksud yang jelas maka kemampuannya untuk berkonsentrasi total
semakin meningkat sementara relaksasi total pun tercipta karena
seluruh energinya mengalir dengan bebas. Demikian pula seorang
aktor, dia akan membiarkan dirinya terperangkap dalam tugas yang
sedang dijalani si karakter untuk sampai pada satu tujuan tertentu.
LATIHAN No. 4 – TUJUAN MENJADI AKSI
Bersama seorang teman, pilih satu situasi sederhana dimana
anda mau melakukan sesuatu (meninggalkan ruangan) sementara
teman anda menghalagi keinginan tersebut (menahan untuk tidak
pergi).
1. Tanpa direkayasa lebih dulu, kedua–duanya berusaha untuk
mencapai tujuannya, menggunakan bahasa sederhana.
2. Ulangi latihan ini, tetapi didasari oleh satu kebutuhan tertentu.
3. Ulangi latihan ini, sekarang dengan membayangkan situasi–
situasi tertentu, misalnya anda berada di perpustakaan, di
kamar anda di larut malam, di lapangan sepak bola.
AKTING SEBAGAI SATU DISIPLIN SENI
Dalam kehidupan sehari–hari seseorang selalu mencoba
menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mengerti tindakan
orang tersebut, atau untuk mengerti perasaan orang itu. Demikian
pula seorang aktor dalam memprojeksikan dirinya pada tokoh, dia
melakukan apa yang psikolog katakan proses “empati”. Ketika si
orang merasakan “empati” maka dia berada “dalam” keadaan perasaan
atau pikiran orang lain, walaupun perasaan itu masih perasaannya,
bukan orang lain tersebut. Frederick S. Perls, seorang psikolog,
menerangkannya sebagai berikut:
Anda dapat membagi pengalaman dengan seseorang dalam arti
bahwa anda dan orang itu mungkin mengalami satu sit uasi yang
serupa tetapi pengalaman anda adalah milik anda dan
61
pengalaman orang lain itu miliknya . Ketika anda mengatakan
kepada seorang teman yang sedang mengalami musibah: “Aku
turut berduka cita,’ anda tidak bermaksud mengucapkannya
secara harafiah, karena orang itu sedang mengalami duka
citanya sendiri dan anda tidak dapat merasakan langsung duka
citanya. Anda hanya membayangkan diri anda berada “dalam”
diri orang itu dan menciptakan gambaran yang jelas si tuasi
yang dialaminya, lalu memberikan reaksi kepada gambaran
anda tersebut. 30
Seorang aktor meletakkan dirinya di tempat dimana tokoh
berada sama dengan cara yang disebutkan di atas , dia, untuk dirinya
sendiri, memiliki pengalaman–pengalaman psikologis si karakter .
Akibat-akibat dari pengalaman tersebut, si aktor tertransformasi, dia
bertingkah laku sepertinya dia merasakan apa yang dirasakan si
karakter , dan dari proses “empati” ini suatu keajaiban “turut
merasakan” muncul kepermukaan, dan si aktor menjadi versi dirinya
sendiri yang cocok dan sesuai dengan realita kehidupan si karakter.
Stanislavski menamakan proses ini metode “the magic IF”,
kemampuan seorang aktor masuk ke “dalam” situasi tokoh sepertinya
situasi tersebut terjadi pada dirinya sendiri. Dan jika pengalaman –
pengalaman ini menjadi nyata dan benar dalam dirinya, proses
metamorfosis tercipta, dan si aktor mengalami proses transformasi
pribadi, menjadikannya seorang manusia baru versi dirinya sendiri ,
yang berfungsi sebagai karakter ciptaannya.
Atas dasar pengertian di atas, seorang aktor bukan hanya
“dirinya sendiri” tetapi “dirinya yang baru” di atas panggung atau di
depan kamera. Sekarang dia sudah menaruh dirinya dalam diri si
karakter . Dia t idak memaksa si karakter untuk mengikuti kebiasaan–
kebiasaannya bertingkah laku, dia t idak memaksakan si karakter
mengekspresikan pemikiran dirinya sendiri lagi. Walaupun perasaan–
perasaan pribadi si aktor harus ikut campur dalam menciptakan
karakter , perasaan–perasaan tersebut adalah hasil dari proses
pemilihan dan modifikasi yang matang dari dirinya sendiri untuk
dapat memenuhi tuntutan naskah sehingga si aktor tidak menyerap
pribadi si karakter ke dalam dirinya sendiri tetapi meletakan dirinya
(melakukan proses teknik akting yang disebut “tranference” ) dalam
diri si karakter .
Karena pengalaman hidup manusia banyak persamaan, banyak
pengalaman si aktor yang dapat dipakai dalam menciptakan pribadi si
30 Frederick S. Per ls , Ralph F. Heffer l ine, dan Paul Goodman, Gestal t Therapy (New York: The Jul ien Press, 1951), hal . 33.
62
karakter yang dimainkan. Tetapi cara pemakaiannya, merupakan
bentuk yang harus ditetapkan oleh tuntutan– tuntutan naskah, bukan
dari kehidupan alamiah si aktor sendiri . Sangat mudah
mengimitasikan seorang karakter dengan tepat dimana si aktor
memproyeksikan ke dalam diri si karakter kualitas–kualitas
kepribadian dan pengalamannya sendiri , yang mana malah t idak
berfungsi, tidak ada hubungannya, dan, alhasil , palsu. Untuk dapat
mengidentifikasikan dengan benar, si aktor harus mengerti sebaik
mungkin siapa si karakter tanpa menghilangkan rasa hormatnya pada
identitas diri si karakter yang berbeda sebagai suatu kreasi art istik
yang memiliki tujuan yang jelas.
Si aktor juga harus ingat bahwa naskah kebanyakan
mengetengahkan si tuasi–situasi yang menakjubkan, melebihi
pengalaman–pengalaman hidup yang dialaminya. Naskah klasik,
misalnya, mengetengahkan kehidupan masa yang sudah punah yang
sifatnya berbeda dengan keadaan kehidupan alamiah masa sekarang.
Bahkan naskah–naskah kontemporer menuntut pengalaman yang sama
sekali berbeda dengan pengalaman kehidupan manusia.
Aspek-aspek yang dijelaskan di atas inilah yang membuat
akting menjadi suatu disiplin seni yang sangat menarik dimana selalu
menuntut si aktor untuk terus memupuk dan menumbuhkan dalam
dirinya pengalaman–pengalaman yang sama sekali tidak dialami oleh
manusia biasa dengan cara mengalami kembali kehidupan di masa
lalu, di tempat yang berbeda, dan hidup dalam diri orang –orang yang
sangat berbeda dengan dirinya sendiri.
Apapun naskahnya, usaha yang dilakukan harus tulus dan jujur .
Si aktor harus menjadi penulis kehidupan pribadi , dan ini adalah
kesimpulan yang terbaik yang dapat diambil untuk tujuan hidup yang
kreatif dari seorang aktor. Dia ingin tertransformasi , dia memberi
kesempatan kepada seluruh energinya mengalir menjadi satu bentuk
baru, untuk mengartikan kembali atau menulis kembali diri
pribadinya sehingga dapat melayani fungsi artist ik yang dituntut oleh
naskah. Kapasitas berekspresi dan menganalisa memberi kemampuan
pada diri seorang aktor untuk mengerti karakter dan cara –cara
menciptakannya, tetapi hal itu hanya dapat dihidupkan jika si aktor
mampu menyentuh sumber energinya yang terdalam dan membuat
mengalir dengan mudah kedalam karakter yang dimainkannya.
Kemampuan inilah yang juga memberi kesempatan kepada si aktor
untuk mengalami kehidupan baru, menghidupi kehidupa n–kehidupan,
yang mana setiap kehidupan itu adalah perpanjangan dari diri si aktor
sendiri, dan itulah hadiah yang paling berharga baginya.
63
HARKAT SEORANG AKTOR
Tugas seorang aktor adalah mengeksplorasi semua pengalaman
si karakter dan membuatnya menjadi pengalaman pribadi . Dia akan
merasakan dirinya berkembang, dia akan tertransformasi .
Pengalaman–pengalaman pribadi yang sudah lampau yang masih
berpotensi serta pengalaman dan emosi yang sudah lama ditekan,
ditambah dengan pengalaman–pengalaman baru yang sedang di
eksplorasi, akan memberi aktor satu kepenuhan hidup, atau lebih
peka. Dia menjadi ahli “diri”nya sendiri, seperti apa yang dikatakan
Lee Strasberg (pendiri Actor Studio):
Kita berpikir bahwa pelaja ran akting adalah untuk orang yang
tidak tahu berakting. Pendapat itu tidak benar. Malah aktor yang
terhebatlah yang paling membutuhkan pelajaran akting, karena
semakin banyak yang harus diperankannya, semakin banyak
teknik yang dia butuhkan”.31
Karena Ini adalah harkat seorang aktor , maka tugasnya adalah
mengklaim hak tersbut.
*31 Lee Strasberg pada saat memberi ceramah didepan mahasiswa
Cal i fornia Inst itute of the Art s, Valencia, Ca l i fornia , 1970.
64
WORKSHOP KETIGA
Di workshop ini , para aktor sudah terbiasa dengan teman-teman
sekelasnya dan dapat segera mempraktekkan kemampuan ekspresi
melalui latihan di bawah ini . Tentu sebagian masih malu -malu dan
ada yang berlebih-lebihan. Tetapi untuk para pemula hal ini lumrah.
Lama kelamaan keinginan untuk bisa mengekspresikan diri lebih
jujur akan nampak.
5. BERAPA UMURKU?
Pemain : 1 orang
Tujuan: Mengekspresikan perbedaan tingkah laku menurut umur.
Mengekspresikan ide “ekspresi fisikal” si aktor tentang “umur”.
DESKRIPSI:
Siapkan lokasi, di sudut sebuah halte. Background tukang rokok.
Aktor menulis umur di secarik kertas untuk diberikan kepada
pelatih. Si aktor akan mulai dengan menunggu bus selama 1 - 2
menit .
PUSAT PERHATIAN: Pada umur saja.
SIDE COACHING:
Sambil para aktor melakukan adegan di atas panggung, pelatih
dapat memberikan sidecoaching sebagai berikut: Bus sudah
dekat! Semakin dekat; busnya sudah tiba! Pelatih juga dapat
menambahkan: Kena macet! Padahal kamu sudah terlambat,
dsbnya tergantung dari umur yang diberikan .
EVALUASI : Berapa tahun umur yang dibawakan si aktor?
Apakah dia menjelaskan atau menunjukkannya kepada penonton?
Apakah kualitas umur bentuknya selalu fisikal? Apakah
perbedaan-perbedaan umur adalah bagian dari tingkah laku kita
menghadapi kehidupan? Apakah si aktor melihat bus itu atau dia
hanya mendengar side coaching yang diberikan pelatih?
OBSERVASI :
1. Di tingkat ini, ri tme dan aktivitas si aktor akan menolong dia
mengklarifikasi umur.
2. Para aktor dilarang untuk “ak ting” dan/atau “memberikan
pertunjukan” selama latihan ini berlangsung.
65
6. BERAPA UMURKU LANJUTAN
Pemain: 1 orang
Tujuan: Melatih ekspresi tingkah laku seseorang yang berumur
sekian dalam situasi tertentu.
DESKRIPSI:
Sama dengan Latihan BERAPA UMURKU, tetapi konsentrasi
hanya kepada umur. Lamanya 1 s/d 2 menit. Untuk bagian ini , si
aktor akan diberikan si tuasi oleh pelatih. Situasi itu bisa
bermacam-macam tetapi sesuai dengan tempatnya yaitu di halte
bus.
PUSAT PERHATIAN: Memikirkan umur sambil hidup dalam
situasi yang dihadapi oleh orang yang berumur sekian itu.
SIDE COACHING: Konsentrasikan dirimu pada problema yang
ada? Pikirkan umur itu di kakimu? Di tulang punggung kamu!
(Ketika umur sudah kelihatan) Bus Semakin dekat; busnya sudah
tiba! Tambahkan: Kena macet! Padahal kamu sudah terlambat,
dsbnya tergantung dari umur yang diberikan .
OBSERVASI:
1. Sulit untuk para aktor percaya bahwa pikiran yang kosong
(bebas dari rekayasa) adalah cara untuk mendapatkan
pengalaman.
2. Jika konsentrasi hanya pada umur, aktor dan penonton akan
merasakan saat-saat terinspirasi karena aktor menjadi muda
dan tua secara spontan dengan aksi -aksi sederhana atau tanpa
banyak aktivitas.
3. Latihan ini berhasil jika aktor benar-benar mengosongkan
pikirannya kecuali imajinasi yang berhubungan dengan
umurnya (mengulang umur berkali -kali dalam pikiran dan
sidecoaching akan menolong).
4. Mengkonsentrasikan diri pada umur saja akan memberi
kebebasan pada tubuh sehingga aktor dapat memberikan
ekspresi gerak tubuh dan gestur yang mendetail , gerak -gerak
subtil yang hanya dapat ditemukan pada aktor-aktor yang
berpengalaman. Percaya pada umur dan biarkan konsentrasi
yang bekerja.
5. Dari latihan ini, aktor akan lepas dari kekakuan, atau
mencoba untuk bertingkah anggun. Otot-ototnya malah bebas
dan matanya bercahaya. Energi benar-benar terlepas. “Aktor
menunjukkan umur tanpa melakukan apa-apa!” adalah
pendapat yang paling tetap.
7. APA PROFESIKU?
66
Pemain: 1 orang
DESKRIPSI:
Prosedur dan setting sama dengan latihan BERAPA UMURKU?
PUSAT PERHATIAN: Pada profesi.
EVALUASI: Apakah hanya melalui aktivitas profesi dapat
ditunjukkan? Apakah struktur tubuh berubah menurut profesi
terrtentu? Apakah ada perbedaan antara seorang salesman dan
seorang guru? Apakah 20 tahun bekerja sebagai kuli bangunan
berbeda dengan 20 tahun bekerja sebagai dokter? Apakah
tingkah laku (attitudes) yang menciptakan perubahan ? Atau
lingkungan kerjanya?
OBSERVASI :
1. Pertanyaan-pertanyaan di bagian EVALUASI akan
memprovokasi pikiran tentang aspek-aspek fisikalisasi
karakter sehingga tumbuh dengan natural dan sangat kasual.
2. Latihan dapat dilakukan dengan beberapa orang sekaligus di
panggung.
3. Becanda, “ngakting”, ngelawak, adalah bukti dari penolakan
menghadapi problema.
4. Untuk mencegah rekayasa, buat para aktor duduk dengan
tenang sambil berkonsentrasi pada profesi yang dipilihnya ,
tidak lebih dari i tu. Ketika konsentrasi sudah terfokus, apa
yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah akan dengan
sendirinya tumbuh.
8. BERAPA UMURKU DAN APA PROFESIKU?
Pemain: 1 orang
DESKRIPSI:
Prosedur dan setting sama dengan latihan BERAPA UMURKU?
TITIK KONSENTRASI: Pada profesi dan umur.
EVALUASI: Sama dengan latihan APA PROFESIKU.
TITIK OBSERVASI: Sama dengan latihan APA PROFESIKU.
67
PELAJARAN PERTAMA
RELAKSASI DAN KONSENTRASI
Kita sering mendengar seseorang berada dalam situasi “tidak
sadar diri!”, waktu orang itu melakukan t ingkah-laku yang lain dari
biasanya. Dalam kehidupan sehari -hari hal ini memang sering
dialami. Tetapi seorang aktor tidak boleh merasa tidak sadar seolah –
oleh pikirannya terpisah dari tubuh karena itu sama saja seperti
seorang pemain biola yang terpisah dari biolanya. Jika seorang aktor
melakukan tingkah yang tidak disadarinya, yang lain dari biasanya
dan dia tidak mengenal siapa dia, maka sebenarnya dia belum
mengenal siapa dirinya itu. Walaupun t idak mudah untuk belajar
mengenal diri sendiri , sudah menjadi tugas utama seorang aktor untuk
mengenal dirinya sendiri, mencari kehidupannya yang tersembunyi
yang tidak dikenalnya itu.
Sambil mencoba mengenal siapa dirinya, sangatlah berguna
bagi seorang aktor untuk menghindar dari istilah –isti lah “perasaan
dan pikiran” atau “tubuh dan pikiran”, seolah -olah semuanya saling
terpisah satu dengan yang lainnya. Hidup ini tidak dimulai dengan
tubuh lebih dahulu lalu disusul dengan pikirannya, lalu perasaannya.
Tetapi kebanyakan orang berpikir bahwa manusia t erdiri dari dua sisi
yaitu “mental” dan “fisik” padahal seorang aktor harus menggunakan
suara, tubuh, pikiran, dan perasaannya untuk mencapai satu ciptaan,
dia harus mengerti bahwa tubuh dan pikirannya adalah satu dan tidak
terpisahkan. Bagi seorang aktor, konsep seorang karakter dan
realisasi fisik karakter i tu adalah satu dan sama. Tugas yang paling
ideal seorang aktor adalah menciptakan satu kesatuan antara konsep
dan bentuk fisik. Baginya, satu kepenuhan yang tidak terbagi adalah
kreasi yang terpenting dalam satu kehidupan di atas panggung atau di
depan kamera. Satu–satunya cara untuk dapat terintegrasi adalah
dengan melakukan kontak dengan eksistensi diri pribadi si aktor.
Menggali sedalam–dalamnya kehidupannya yang paling tersembunyi
sehingga perbedaan antara konsep dan realisasi, mental dan fisik,
atau naluri dan aksi tidak ada lagi. Seorang aktor harus berharap
bahwa dia akan sampai pada satu kesatuan dimana perbedaan antara
perasaan, pikiran, emosi, dan tubuhnya t idak ada lagi. Hanya jika si
aktor mengerti bahwa semua itu adalah kesatuan yang terintegrasi
satu dengan yang lainnya maka dia akan melihat benang yang
menyatukan seluruh kata–kata dalam naskah melalui semua aspek
(verbal maupun nonverbal) pertunjukannya.
RELAKSASI
Hal pertama yang harus dilakukan seorang aktor adalah
menerima keberadaannya. Langkah pertama untuk menerima
68
keberadaan itu adalah melalui relaksasi . Relaksasi bukan berarti
berada dalam keadaan pasif (santai) tetapi adalah keadaan dimana
semua kekangan yang ada di tubuh terlepas. Ahli psikologi sosial
Frederick S. Perls berkata: “Jika kekangan –kekangan terangkat, apa
yang tadinya terkekang tidak keluar begitu saja dan dengan
sendirinya, orang itu dengan aktif dan bersemangat membawanya
keluar.” 32
Relaksasi di panggung atau di depan kamera berarti semua
kekangan sudah terlepas dan energi yang ada sudah terfokus.
Relaksasi adalah suatu keadaan dimana si aktor berada pada posisi
siap siaga untuk memberikan reaksi pada stimulus yang terkecilpun.
Artinya, suatu keadaan dimana semua penghalang untuk bergerak
atau bereaksi sudah tidak ada. Energi yang ada, energi yang sangat
berguna itu menjadi seimbang sehingga si aktor bebas untuk bergerak
dan bereaksi dengan cara apapun. Aktor yang kekangannya sudah
terlepas adalah aktor yang sedang “menunggu untuk bergerak”. (siap
untuk beraksi). Langkah pertama untuk mencapai keadaan yang siap
siaga ini adalah mengidentifikasi, melokalisasi , lalu menghilangkan
kekangan–kekangan tersebut.
LATIHAN No. 5 – MENJADI KUCING 33
Pilih satu posisi yang nyaman dimana keadaan sekitar tidak
begitu mengganggu. Tidur terlentang dengan tangan disamping.
Tempatkan diri anda pada posisi ri leks dengan merentangkan otot -
otot, lalu menguap.
Untuk tahu bagaimana merentang dan meguap dengan baik,
perhatikan kucing yang baru saja bangun dari tidurnya. Dia
melengkungkan punggungnya, merentangkan kaki, telapak,
bahkan jempolnya sejauh mungkin, menganga sambil membuat
dirinya mengambang di udara. Setelah dia membiarkan dirinya
menggembung mengisi ruang sebesar -besarnya, dia biarkan
dirinya roboh, lalu siap untuk bekerja.
Lakukan proses rileks seperti kucing di atas. Merentang,
melengkungkan punggung, merentangkan seluruh anggota badan
sejauh mungkin, menganga, menggoyangkan tangan, dan menarik
nafas dalam–dalam (t idak sekali saja, tetapi beberapa kali). Setiap
saat ambil nafas sebanyak mungkin. Jika keinginan untuk menguap
terasa, dorong keinginan itu sehingga benar–benar menguap;
32 Frederick S. Per ls , Ralph F. Heffer l ine, dan Paul Goodman, Gestal t Therapy, New York: The Jul ien Press, 1951, hal . 22. 33 Dikut ip dari Robert L. Benedett i , The Actor At Work, Englewood Cl i f f,
N.J.: Prent ice-Hal l Inc., 1981, hal . 20-21.
69
biarkan bunyi uapan yang alamiah keluar. Lalu kembali terlentang
biasa dengan lutut terangkat sehingga punggung terasa menempel
di lantai. Letakkan jempol kaki, tumit, pinggul, dan bahu pada dua
garis yang paralel (l ihat Gambar 1). Sekarang, terbaring dalam
keadaan siap siaga ini, tujukan perhatian anda pada area –area di
tubuh yang gagal mengikuti proses menjadi kucing di atas.
Mungkin tangan kanan, atau jempol kaki kiri atau lengkungan
punggung atau leher bagian belakang. Dimanapun tekanan itu
berada, fokuskan konsentrasi ke bagian tersebut sampai
tekanannya terlepas. Semakin terasa rileks, rasakan tubuh semakin
melebur ke dalam lantai .
Gambar 1
“DISINI DAN SEKARANG”
Relaksasi dapat dirasakan jika aktor berada pada saat sekarang,
bukan di masa lalu ataupun masa datang. Relaksasi yang dilihat dari
segi “siap untuk beraksi” membutuhkan si aktor untuk meleburkan
dirinya pada situasi saat ini, karena hanya pada saat sekarang ini dia
ada. Dalam kehidupan sehari–hari , jarang orang mengambil resiko
untuk benar–benar berhubungan dengan saat sekarang, dia lebih
nyaman berada dalam suasana berkesinambungan, yang mana dicapai
dengan membuat kabur garis yang memisahkan saat sekarang dari
masa lampau atau masa datang. Masa lampau, yang ada pada ingatan,
dan masa datang, yang ada pada harapan, dapat dikuasai oleh
kesadaran seseorang, tetapi saat sekarang hanya dapat dihadapi sesuai
dengan tuntutan-tuntutannya. Walaupun saat sekarang ini tidak dapat
diisolasikan secara spesifik, seseorang masih tetap dapat menaruh
dirinya pada saat sekarang yang sebenarnya men galir terus.
70
LATIHAN No. 6 – DISINI DAN SEKARANG
Buat diri anda rileks (lihat gambar 1). Sambil bernafas
dengan nyaman, katakan pada diri anda kalimat –kalimat yang
menyatakan kepekaan anda pada situasi anda sekarang,
misalnya: “Sekarang aku terbaring d i lantai, aku sedang
melakukan latihan no. 6, aku sedang mengarang kata -kata. Apa
yang pertama– tama harus kulakukan? Tangan kananku dingin
sekali ,” dan seterusnya. Lakukan latihan ini selama anda
mampu.
Seberapa jauh anda dapat bertahan? Kenapa anda
berhenti ditempat dimana anda berhenti? Apakah ada yang anda
tidak acuhkan atau anda hindari? Lakukan latihan ini terus,
semakin sering semakin lama waktunya. Selidiki respon anda.
Seberapa jauh anda dapat memusatkan perhatian pada saat
sekarang ini? Apakah respon-respon yang anda berikan
berbentuk fisik atau mental? Apa saja hal –hal yang anda
hindari?
Tujuan latihan ini tercapai jika godaan untuk melantur
ke masa lalu atau masa datang sudah dikuasai penuh sehingga
si aktor dapat tetap berada dengan nyaman dan tidak perlu
berusaha keras untuk berada di masa sekarang. Tetapi tidak
sampai disitu saja, sambil terus melatih latihan no. 6, biarkan
kalimat–kalimat yang menggambarkan masa sekarang
menghilang secara perlahan–lahan, sehingga yang tinggal
hanya “kesiapsiagaan yang tenang”. Pikiran anda akan terasa
seperti sekolam air yang tenang, siap untuk merefleksikan
apapun, dan sentuhan terkecil daun yang gugur diatasnya akan
mengirim gelombang ke dalam alam sadar anda yang terjauh.
KEPEKAAN DAN KONSENTRASI
Oleh karena tubuh si aktor sudah siap untuk bergerak, maka
pikirannya pun siap untuk memberikan reaksi . Pikiran yang jelas dan
segar bertumpu pada suasana nyaman dan tenang dari keadaan “disini
dan sekarang”. Pikiran itu melakukan observasi suasana sekarang
yang terus mengalir. Sama seperti seekor kucing yang berdiri di
depan lubang tempat tikus bersembunyi, dia tidak bergerak dan tidak
tertekan, tetapi siap siaga.
Pikiran yang siap memberikan reaksi adalah pikiran yang
sedang berkonsentrasi . Berkonsentrasi secara harafiah berarti
memfokuskan diri , dan pada saat berkonsentrasi itulah kepekaan si
71
aktor mengalir bebas menuju satu t itik tertentu atau satu bentuk
tertentu.
Kita sering menyalahartikan konsentrasi, memikirkannya
sebagai suatu proses memberikan batasan atau proses menyempitkan
kepekaan kita. Kita anggap konsentrasi sebagai suatu kondisi yang
mengikutsertakan ketegangan . Konsentrasi adalah energi yang
diciptakan oleh kepekaan yang mengalir bebas, tidak tegang , menjadi
bentuk–bentuk yang berarti yang memiliki “latar belakang” dan “latar
depan”. Latar depan adalah apa yang kita lihat , sadari, rasakan, dan
latar belakang adalah semua yang selain dari itu. Misalnya, Gambar
2 menunjukan gambar figur dan latarnya. Apa yang dapat l ihat di
gambar itu? Gambar tersebut dapat ditafsirkan dengan dua cara
bahkan latar belakang serta latar depannya dapat berganti -ganti
menurut kehendak kita. Kita tidak berhenti melihat latar belakangnya
ketika berkonsentrasi pada latar depan. Sebenarnya, kita melihat yang
satu karena kita peka kepada gambar yang lainnya, kita melihat
keduanya bersamaan menjadi bentuk yang berarti , melihat bentuk vas
bunga ke bentuk wajah-wajah dan sebaliknya.
Dengan demikian, pikiran para aktor tidak “terkunci”. Di
gambar 2 misalnya, usaha untuk tetap melihat wajah bukan berarti
meniadakan kemungkinan untuk melihat vas bunga. Aktor kadang –
kadang mendekati perannya atau adegannya dengan cara yang
“terkunci” ini . Mereka sudah membentuk satu “gambaran” dalam
pikiran mereka mengenai semua yang “patut” untuk si karakter atau
adegan. Mereka hanya melihat gambar ini, tetapi tidak melihat apa
yang sebenarnya tersembunyi dalam diri karakter atau adegan
tersebut. Sebagian usaha untuk menjadi pakar di dunia akting adalah
memberi kesempatan kepada pikiran untuk melihat apa sebenarnya
yang sedang terjadi dan membuang semua gambaran –gambaran yang
sudah terbentuk di pikiran kita.
Kepekaan yang mengalir dengan bebas ini disebut “perhatian
yang tidak eksklusif”. Kepekaan yang tinggi terhadap apa yang
sedang terjadi, memperhatikan apa yang mungkin tersembunyi dalam
kejadian itu yang berguna bagi maksud si aktor, tetapi aspek lain
tidak diacuhkan begitu saja. Sama seperti Gambar 2, kesadaran kita
akan vas bunga tidak membuat kita lupa pada wajah. Kita ser ing
melihat pertunjukan dimana kecelakaan terjadi, misalnya sebuah
sarung tangan jatuh ke lantai padahal seharusnya tidak, apa yang
dilakukan aktor untuk kecelakaan seperti ini? Aktor yang masih
amatir sering mengacuhkan kesalahan tersebut dan menyelesaika n
masalahnya dengan cara mundar–mandir menginjak sarung tangan
tersebut. Dari sudut pandang penonton, adegan ini bukan lagi adegan
yang seharusnya menegangkan tetapi sudah menjadi adegan sarung
72
tangan. Akhirnya, ada aktor yang cukup berani mengambil sarung
tangan tersebut dan penonton malah bertepuk tangan untuknya.
Kecelakaan ini tidak mungkin dapat diatasi jika si aktor mengacuhkan
realita dari apa yang terjadi karena “memang itu tidak seharusnya
terjadi” karena gambaran yang sudah diciptakannya t idak coc ok
dengan hal itu dan dia t idak berani melepaskannya karena takut
kehilangan kontrol. Aktor yang mampu menghadapi kecelakaan
seperti ini dan malah menggunakannya untuk keuntungan karakter
yang dimainkannya sampai bisa menciptakan saat yang sangat
ekspresif adalah aktor yang peka.
LATIHAN No. 7 – KONSENTRASI BUNYI
1. Lakukan latihan ini setelah latihan-latihan relaksasi.
2. Tujuan latihan ini adalah untuk membuat panca indera
pendengaran lebih peka dan tidak ekslusif.
3. Pilih ruangan yang kedap suara untuk latihan ini .
4. Mulai dengan tidur terlentang di lantai , tangan di samping, kaki
merentang sejajar bahu, mata ditutup.
5. Pertama, perhatikan setiap bunyi yang mungkin dapat didengar
di dalam ruangan i tu. Bunyi apapun itu, sampai bunyi yang
sekecil -kecilnya.
6. Kedua, perhatikan setiap bunyi yang mungkin dapat didengar
di luar ruangan itu. Bunyi apapun itu, sampai bunyi yang
sekecil -kecilnya.
7. Lakukan latihan ini selama 1 – 2 menit .
8. Setelah selesai, jelaskan bunyi yang didengar di dalam maupun
di luar ruangan, satu persa tu, sedetail mungkin.
9. Latih konsentrasi bunyi di ruangan yang berbeda -beda.
LATIHAN No. 8 – KONSENTRASI LAYAR (PIKIRAN)
1. Lakukan latihan ini setelah latihan-latihan relaksasi.
2. Tujuan latihan ini adalah untuk membuat pikiran lebih
terfokus.
3. Pilih ruangan yang kedap suara untuk latihan ini .
4. Mulai dengan tidur terlentang di lantai , tangan di samping, kaki
merentang sejajar bahu, mata ditutup.
5. Bayangkan sebuah layar putih terbentang luas di depan anda.
6. Dari layar putih itu akan keluar angka 1 sampai 10, satu
persatu. Bentuk angka tersebut terserah kepada imajinasi
masing-masing.
7. Ketika pada angka tertentu, pikiran terganggu oleh suatu
masalah, apa saja, maka hitungan harus di ulang dari angka 1.
8. Gangguan pada pikiran ketika angka keluar bisa apa saj a
termasuk gangguan pada tubuh seperti gatal atau ngilu. Jika hal
73
itu terjadi, maka hitungan harus di ulang dari angka 1.
9. Mungkin untuk pertama kali , latihan ini sulit dilakukan, tetapi
lama-kelamaan hitungan dapat berlanjut terus sampai angka 20,
30, bahkan 100.
RELAKSASI DAN KEPEKAAN
Menarik sekali j ika kita melihat aktor pada saat latihan dapat
mengatasi kecelakaan dengan mudah dan melanjutkan latihannya.
Tetapi pada saat menghadapi tekanan mental pertunjukan, mereka
mulai “kaku” dan mengunci dirinya pada gambaran mental tentang
apa yang seharusnya terjadi, bukan apa yang sedang terjadi. Disini
kita lihat bahwa kemampuan untuk tetap mempertahankan “kepekaan
yang tidak eksklusif” sangat berhubungan langsung dengan relaksasi.
Energi kepekaan, seperti energi–energi lain yang ada pada diri
si aktor, akan mengalir dengan sendirinya jika dia mengangkat
kekangan–kekangan yang menahan energi tersebut. Relaksasi
membebaskan alam sadar kita untuk bergerak bebas dan fleksibel
menuju pengalaman–pengalaman baru yang nyata.
LATIHAN No. 9 – RELAKSASI DAN KEPEKAAN 34
1. Lihat Gambar 2 satu menit lamanya. Soroti dan hitung beberapa
kali gambar itu berubah dari wajah ke vas bunga atau kembali
ke wajah selama satu menit itu.
Gambar 2.
2. Sekarang, lepaskan semua kekangan yang ada pada diri dan
jernihkan pikiran anda, biarkan kepekaan anda bertumpu pada
gambar selama satu menit lagi , memberi kesempatan kepada
latar depan untuk berganti menurut keinginannya sendiri.
34 Lat ihan ini serta gambar -gambarnya d ikut ip dar i Robert L. Benedett i, The Actor at Work , Englewood Cl i f fs, N.J: Prent ice Hal l Inc. , ha l. 23.
74
Rasakan perbedaan kedua latihan ini .
Banyak psikolog berpendapat bahwa figur dalam gambar ini
akan lebih sering berganti jika kita berada pada keadaan pikiran yang
kreatif. Sekarang kita mulai kita melihat bahwa relaksasi
berhubungan langsung dengan kreatifitas.
Untuk seorang aktor, jika begitu, relaksasi, konsentrasi , dan
kepekaan adalah aspek–aspek dari satu keadaan pikiran dan tubuh
yang disebut dengan “kesiapsiagaan yang tenang”. Dalam keadaan
seperti ini , si aktor akan bebas dari gambar–gambar yang sudah
disiapkan tetapi tetap siap–siaga untuk kejadian–kejadian lain yang
berguna bagi tujuannya.
Latihan dibawah ini akan menolong untuk lebih siap siaga
terutama yang berhubungan dengan otot dan pernafasan. Kunci utama
dari latihan ini adalah disiplin. Sambil terus menerus mengulang
latihan ini, instruksi untuk menjalaninya dapat dilakukan dalam hati ,
sehingga detail–detail setiap langkah dapat diingat. Temponya harus
tetap dengan nafas yang dalam dan rileks. Lama kelamaan, setelah
terbiasa, setiap langkah dapat dilakukan tanpa mengingat-ingat
instruksinya, sehingga kepekaan terpusat penuh pada gelombang
kontraksi dan relaksasi yang berjalan mengikuti aliran pernafasan
keseluruh tubuh.
LATIHAN No. 10 – RELAKSASI OTOT DENGAN NAFAS
Fokus utama latihan ini adalah nafas. Mulai dengan tidur
terlentang di lantai. Bayangkan setiap tarikan nafas adalah
aliran energi yang hangat dan menyegarkan yang mengalir dan
mengisi tubuh anda. Setiap buangan nafas membawa pergi stres
dan kekangan, seperti gelombang yang menyegarkan. Tarik
nafas yang dalam dengan ritme yang tenang, lambat, natural,
dan regular. Setiap tarikan nafas dikirim ke setiap bagian
tubuh, untuk menyegarkan bagian tubuh tersebut. Ketika nafas
mengalir ke salah satu bagian di tubuh, biarkan energinya
membuat otot–otot di bagian tersebut terkontraksi. Lalu, ketika
nafas mengalir keluar, otot–otot di bagian tersebut rileks (nafas
yang membawa semua stress dan kekangan pergi),
meninggalkan hanya kenyamanan di bagian tersebut. Nafas
anda akan menjelajahi tubuh dari atas sampai bawah.
Pernafasan yang ritmenya regular akan membuat kontraksi dan
relaksasi otot mengalir dari atas ke bawah seperti gelombang
yang lambat. Ijinkan hanya satu bagian saja yang ikut campur.
Kepekaan anda mengikuti pernafasan yang ter jadi di:
Dahi dan rongga kepala , mengangkat kening dan alis mata, lalu
75
lepaskan.
Mata pada posisi istirahat, tutup dan turunkan bola mata sedikit
kebawah.
Rahang , gertakkan gigi, lalu biarkan jatuh kebawah sampai gigi
terpisah 3 sentimeter.
Lidah , julurkan, lalu biarkan terjatuh di mulut;
Leher bagian depan , dengan dagu ditarik kebawah menyentuh
dada, merentangkan leher bagian belakang, lalu kepala
perlahan–lahan kembali tempat semula (turun ke lantai).
Leher bagian belakang , gulingkan bagian atas kepala melekuk
kebawah menyentuh lantai, sehingga merentangkan leher
bagian depan, lalu gulingkan kepala perlahan – lahan kembali ke
atas dengan maksud memanjangkan leher.
Dada bagian atas , bengkakkan keluar ke setiap jurusan
sehingga bahu melebar, lalu perlahan–lahan mengkerut,
sehingga tulang belikat menyebar dan melebur di lantai, lebih
lebar dari sebelumnya;
Tangan dan lengan , menjadi tegang dan lurus membaja, telapak
tangan dikepal, lalu perlahan–lahan melebur ke lantai, seperti
gulungan yang terlepas.
Perut ; mengerut, menjadi bola kecil yang keras, lalu lepaskan
dengan erangan nafas.
Bokong , mengerut, lalu dilepas dan melebar sehingga pinggul
lebih lebar dari sebelumnya.
Lutut , menjadi kaku ketika kaki menegang, telapak terdorong
kebawah, lalu lepas sambil meras akan kaki melebur ke lantai.
Jari kaki , meraih ke atas (tetapi tumit tetap menyentuh lantai),
lalu lepas keposisi semula.
Tumit dan tulang belikat, mendorong turun ke lantai bersamaan
sehingga seluruh tubuh terangkat berbentuk lengkungan yang
panjang, lalu , dengan erangan, perlahan–lahan jatuh, sambil
tubuh terasa memanjang, melebur ke lantai terdalam.
Lakukan latihan ini dengan mengambil nafas yang
dalam, perlahan–lahan, dan regular sebanyak sepuluh kali.
Setiap nafas membuat semakin rileks, tetapi tetap siap siaga
dan segar. Aliran nafas adalah perputaran energi yang terus
menerus yang tersimpan di bagian bawah tubuh. Dengan setiap
nafas, energi yang tersimpan bertambah jumlahnya. Nikmati
setiap uapan yang timbul, beri bunyi pada saat menguap dan
biarkan bunyi i tu keluar dengan bebas.
KELENTURAN
Setelah si aktor mampu melepaskan segala kekangan yang ada
pada tubuhnya, dan setelah dia mampu membuat pikirannya jernih
76
serta siap siaga, maka sekarang dia siap untuk membuat dirinya lebih
lentur, lebih bebas melakukan gerakan, lebih peka untuk memberikan
respon.
Kelenturan dimulai dengan merenggangkan sendi –sendi.
Seperti mesin, sering terjadi friksi pada struktur skeletal tubuh kita
sehingga perlu dilonggarkan atau dilubrikasi untuk dapat berg erak
dengan bebas satu dengan yang lainnya. Di otot –otot kita terdapat
lembaran–lembaran t isu yang halus yang memberi kesempatan pada
otot-otot itu untuk bergerak bebas sementara di sendi –sendi kita ada
cairan yang memberi lubrikasinya. Jika postur tubuh d an kebiasaan
sehari-hari membuat penekanan pada otot salah atau sendi –sendi kaku
atau tisu–tisu menciut sehingga setelannya menjadi tidak tepat, maka
kemampuan dan kesiapan si aktor untuk bergerak terhalang, si aktor
menjadi kurang responsif (lamban).
LATIHAN No. 11 – MEMANJANG DAN MELEBAR 35
A. Dengan seorang teman: Buat teman anda berbaring rileks di
lantai sambil anda dengan lembut memanjangkan dan
melebarkan torso menurut instruksi dibawah ini. Selama
latihan ini teman anda harus peka terhadap hal –hal yang
anda lakukan dengan mengirimkan nafasnya kepada tangan
anda.
1. Kepala dibopong dengan lembut dan digerak –gerakkan
sambil menariknya ke atas sesuai garis tulang punggung;
jangan tarik kepala sebegitu rupa sehingga dagu ikut
terangkat (lihat Gambar 3).
Gambar 3.
35 Ibid. , hal . 27.
77
2. Mulai dari sebelah kiri , letakkan satu tangan dipunggung
teman anda dan yang lainnya tepat dibawah dasar leher,
massage dan tarik perlahan–lahan kesamping. Anda akan
melihat bahu melebar dan merata. Ulangi untuk sebelah
kanan (lihat Gambar 4).
Gambar 4.
3. Massage tangan teman anda mulai dari ketiak ke bawah,
tarik tangan perlahan– lahan ke bawah, dilanjutkan ke
lengan dan jari–jari. Ulangi untuk tangan dan lengan yang
satu lagi.
4. Ulangi instruksi no. 3 untuk kaki kiri dan kanan.
(Setelah melakukan latihan di atas beberapa kali , lakukan
latihan selanjutnya sendiri).
B. Dalam keadaan terbaring, perlahan–lahan goyangkan
pinggul anda ke atas, rasakan gerakan mendorong yang
lengkung kebawah seperti yang dimaksud tanda panah di
gambar 5. Geraknya adalah seperti gelombang yang
mengalir memutar kebawah. Setiap vertebrata diangkat
satu persatu sampai sejauh pertengahan punggung yang
terangkat (garis terputus -putus). Lalu turunkan lagi
vertebrata demi bertebrata perlahan–lahan; punggung
terasa lebih panjang ketika turun. Ambil nafas ketika turun
dan buang nafas ketika naik, dengan menghitung keras –
keras sampai angka tujuh ketika naik dan pelan –pelan
kembali ke angka satu ketika turun. Lakukan sebanyak 4
repetisi.
78
Gambar 5
C. Segera setelah melatih bagian B. di atas, lakukan latihan
yang sama tetapi perpanjang gerak ke atas sampai seluruh
punggung terangkat sejauh bahu anda. Dorongannya tetap
ke bawah, dan posisi terangkatnya harus terasa seperti
lengkungan panjang dari tumit ke bahu sama seperti latihan
no. 8. Jangan dorong perut ke atas (lihat gambar 6). Setelah
tiba di lengkungan teratas, turunkan punggung, vertebrata
demi vertebrata, dengan gerak yang lembut. B iarkan tangan
tergeletak dengan rileks, kepala bebas bergulir dari kiri ke
kanan. Nafas dan hitungannya sama dengan bagian B.
Gambar 6.
D. Dengan ritme yang sama, lengkungkan diri anda ke posisi
meraih ke depan (vertebrata demi vertebrata) sehingga
kepala meraih ke depan melewati lutut, tangan meraih lebih
dulu. Rasakan proses melengkung ini seperti gerak
memanjangkan diri. Usahakan bahu tetap terbuka lebar.
Ulangi 4 kali (lihat Gambar 7).
benar
salah
79
Gambar 7.
E. Berbaring terlentang dengan tangan terentang di lantai di
atas kepala. Hanya dengan menggunakan tangan kanan dan
kaki kanan, lakukan gerak meraih ke kiri sejauh mungkin.
Lakukan hal yang sama untuk kaki dan tangan kiri (lihat
gambar 8)
Gambar 8.
F. Rentangkan diri anda sejauh mungkin dalam waktu yang
bersamaan, seperti menjadi kucing, lalu robohkan diri anda
perlahan–lahan ke lantai kembali ke posisi terbaring.
Biarkan bunyi rentangan anda penuh dan alamiah. Beri
kesempatan kepada uapan untuk keluar dengan sendirinya,
biarkan bunyi uapan keluar dengan bebas.
80
LATIHAN No. 12 – SPINE BENDING
Selain dari pada latihan-latihan di atas, latihan di bawah ini
dapat juga dilakukan untuk memberikan kesempa tan kepada
seluruh tubuh melepaskan tegangan-tegangan pada otot .
Penyangga dari tubuh kita adalah tulang punggung (spine) dam
kita akan memberi kesempatan kepada tulang punggung
tersebut melekuk bebas ditarik oleh gravitasi bumi. Lakukan
tahapan di bawah ini satu persatu perlahan-lahan.
1. Berdiri dengan rileks, kaki direnggangkan sejajar bahu.
Tutup mata. Periksa bahu dengan cara mengangkat sampai
ke kuping dan lepaskan sehingga jatuh di kiri dan kanan
tubuh.
2. Jatuhkan kepala ke depan seolah-olah atas kemauannya
sendiri, sepertinya leher tidak mampu menyangga kepala
itu.
3. Perlahan-lahan biarkan tubuh turun di mulai dari bahu terus
ke bawah seolah-olah gravitasi bumi yang menariknya.
Bayangkan ruas-ruas tulang punggung melekuk satu
persatu. Bayangan ini harus jelas terlihat di imajinasi,
sampai ketika sudah mahir melakukan latihan ini , tekukan
ruas-ruas tulang punggung tersebut benar -benar terasa .
4. Ketika sampai di bawah, biarkan tangan tergantung di atas
lantai, jangan biarkan tangan bertumpu di atasnya.
5. Jangan lupa untuk menekukkan lutut ketika sampai di
bawah, karena latihan ini tidak memberi kesempatan sama
sekali untuk ketegangan-ketegangan terutama setelah
berada di bawah.
6. Ketika berada di bawah, bayangkan seolah -olah tubuh
tergantung tepat di pinggung.
7. Periksa kepala dan leher, posisinya harus tergantung, tidak
tertahan di sekitar leher, keadaan kepala seolah -olah mudah
dilepas dari tempurung leher tempat kepala itu bertumpu.
8. Usahakan berada di posisi seperti ini selama mungkin.
Tetapi untuk para pemula, jangan paksakan untuk berada di
posisi tersebut lebih dari satu menit .
9. Untuk kembali ke posisi berdiri, pelahan -lahan tubuh di
angkat, seolah-olah gravitasi dengan terpaksa memberi
kesempatan tersebut. Sekarang, lakukan sebaliknya, dengan
membayangkan ruas-ruas tulang punggung ditegangkan
bagai balok-balok yang bertumpu dari ekor sampai ke leher.
10. Setelah tiba di atas, biarkan kepala tetap menunduk.
11. Pada posisi semula ini, biasanya bahu terangkat, periksa
posisi bahu tersebut, apakah tergantung.
12. Silahkan angkat kepala perlahan-lahan, tunggu beberapa
81
detik, lalu buka mata.
13. Akhirnya, lakukan latihan ini dengan memberi kesempatan
untuk berada di bawah selama mungkin.
Setelah menyelesaikan latihan -latihan di atas tanpa terputus–
putus, kesadaran yang sudah ti dak terkekang i tu dapat diberi
kesempatan untuk mengeksplorasi kebebasannya yang baru dalam
tubuh.
Sepertinya tubuh kita ini terdiri dari organ –organ yang
kompleks dengan sistem pengorperasian yang harus seimbang dan
selalu bekerja sama. Tetapi ada cara untuk merasakan bahwa seluruh
organisme, tubuh dan alam kesadaran, dapat dialami sebagai satu
kesatuan dimana setiap bagian, setiap sensasi, terintegrasi total.
Aktor sangat mengharapkan satu kesatuan tersebut karena panggung
atau kamera menuntut respon yang total secara bersamaan dari
seluruh aspek organisme kita, dan hanya organisme yang terintegrasi
“bersama” yang dapat memberi respon seperti i tu.
Tubuh bukanlah sesuatu yang statis , dia adalah proses
perubahan yang berlangsung terus. Walaupun begitu, t ubuh yang
dinamis dan kompleks ini adalah juga satu totalitas bentuk yang unik
dan harmonis. Sehingga semua aktivitas yang mampu dilakukannya,
gerak, bunyi, bahkan kesadaran diri i tu sendiri mengekpresikan satu
kesatuan ini , mereka adalah aspek–aspek dari organisme yang satu,
yang bermula dari satu sumber yang sama.
Sumber ini disebut pusat energi tubuh dimana dari sana semua
aktivitas timbul. Jika pusat itu terasa penuh dengan energi, maka
gerak, bunyi, dan pikiran akan menyatu dan bekerja lebih efektif.
Pusat ini berada kira–kira tiga jari dibawah pusar. Dari pusat ini nafas
(dan bunyi) di mulai , termasuk semua gerak tubuh yang besar. Jika
pusat ini tertahan dari segala aktivitas hidup, kita akan terl ihat kaku
dan palsu, setiap gerak dan bunyi yang kita keluarkan tidak akan
terasa dimotivasikan dari dalam karena t idak berasal dari pusat
terdalam diri kita. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pengalaman
terpenting adalah merasakan kepenuhan diri dan caranya adalah
dengan berhubungan langsung pada titik pusat tubuh yang terdalam
itu sambil merasakan bahwa semua gerak dan bunyi berakar di sana.
LATIHAN No. 13 – MENYATUKAN EKSPRESI36
Dengan terbaring ri leks dan mata ditutup :
1. Biarkan kesadaran menjelajahi seluruh bagian tubuh.
36 Ibid., hal 32.
82
2. Ukur jarak–jarak dari satu tit ik ke titik lain di tubuh, apakah
anda sebesar dan sejauh yang anda mampu perkirakan ketika
berada dalam keadaan ri leks?
3. Mulailah peka terhadap segala bentuk hubungan (antara dua
hal) dalam tubuh, eksplorasi hubungan-hubungannya. Apa
yang dilakukan perut ketika anda bernafas? Apa yang
dilakukan lidah ketika anda menggertak pinggul ke dalam,
dll?
4. Akhirnya, sambil bernafas dengan tenang dan merasakan
energi nafas yang memberi kehangatan itu, keluarkan bunyi
yang alamiah tanpa perlu berusaha. Apa aktiv itas yang
dilakukan tubuh untuk menyokong bunyi i tu? Apakah bunyi
adalah aspek dari nafas?
Tubuh bukanlah sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang selalu
berubah. Walaupun dia dinamis dan kompleks, tubuh adalah satu
kesatuan yang unik dan harmonis.
Relaksasi dan konsentrasi sudah mulai menghilangkan
ketegangan-ketegangan yang menahan respon -respon serta kebebasan
bergerak. Tetapi ketegangan-ketegangan itu sendiri, jika digunakan
dengan benar , adalah bumbu yang penting untuk sebuah pertunjukan
teater. Ketegangan yang positif adalah energi yang masih belum
dilepaskan dalam bentuk aktivitas otot atau adalah energi yang masih
dibuat mengambang oleh satu tenaga yang bertentangan. Energi yang
tertahan itu adalah satu situasi dramatis atau suspen (art i harafiah
“suspense” adalah “tertahan atau tidak dibiarkan untuk maju”),
suspen berakhir jika energinya dilepaskan melalui satu aksi yang
komplit .
Prinsip ini dapat diaplikasikan tidak saja kepada aksi -aksi yang
kompleks tetapi juga aksi -aksi kecil seperti bernafas. Saat ketika
energi yang tertahan itu sudah berada di posisi genting dan harus
terlepas, maka itu adalah saat suspen yang tertinggi. Semakin kuat
energi yang tertahan, semakin besar suspennya. Saat suspen adalah
saat di mana kita bertanya: “Bagaimana ene rgi yang tertahan ini
dilepaskan? Apa yang akan terjadi?”.
Saat suspen seperti itu, ketika hasilnya masih tergantung,
disebut krisis . Kebanyakan aksi dalam sebuah pertunjukan dibentuk
seperti ini . Aksi ini menimbun energi dan momentum sampai kepada
krisis, tertahan di sana (suspen), lalu dilepaskan. Bahkan Aristoteles
mendeskripsikan plot -plot naskah seperti ini.
Gerak bukanlah satu-satunya cara mengekspresikan aksi
dramatis di atas panggung atau di depan kamera, tetapi adalah salah
83
satu yang terpenting. Bentuk ekspresi gerak yang paling mendasar
dimana semua otot ikut campur dengannya adalah pada saat bernafas.
Ketika bernafas, terlihat jelas periode dimana tensi meningkat
(menarik nafas), periode krisis (saat nafas ditahan untuk sementara),
periode pelepasan (saat nafas dilepaskan).
Intensitas peristiwa bernafas yang dramatis dapat ditingkatkan
bentuk aksinya dengan dua cara. Pertama-tama, ikutsertakan otot
sebanyak-banyaknya. Proses ini memberi kesempatan pada tubuh
untuk menggetarkan (memberi resonansi pada) aksi sepenuhnya,
sama seperti instrumen musik berbunyi dengan meriah ketika semua
bagian-bagiannya bersama-sama memberi vibrasi pada nadanya.
Kedua, perpanjang batasan yang dinamis dari aksi dengan cara
membuat kontraksi-kontraksinya lebih kecil dan ekstensi-ekstensinya
lebih besar, membuat renggangan (jarak) antara titik terbawah dan
teratas dari aksi tersebut lebih jauh.
LATIHAN No. 14 – MEMBENTUK AKSI 37
Lakukan tahapan aksi di bawah ini , dengan berusaha
untuk merealisasikan potensi dramatis dari setiap latihan
sepenuhnya. Ingat bahwa ada dua cara untuk
mengintensifikasikan bentuk-bentuk aksinya yaitu memberi
resonan dengan membuat seluruh otot ikut serta. dan
memperpanjang batasan dinamisnya dengan cara membuat
kontraksinya kecil dan ketat atau ekspansinya besar dan
terbuka. Untuk setiap situasi indentifikasikan krisisnya.
Perlakukan proses sebelumnya sebagai suatu persiapan untuk
krisis dan semua proses selanjutnya sebagai pelepasan.
Perpanjang saat krisis itu sendiri tanpa memutusk an ritme
seluruh aksi.
1. Satu nafas.
2. Lima nafas berkembang dan meningkat menuju satu
teriakan.
3. Satu langkah. (Untuk latihan ini dan selanjutnya
ikutsertakan latihan nafasnya, menarik nafas ketika aksi
meningkat, menahan nafas ketika krisis, dan mengeluark an
nafas pada periode pelepasan. Coba latihan ini berlangsung
bersamaan dengan latihan nafas di atas untuk melihat
seberapa besar kontribusi yang diberikan nafas kepada ritme
dan kejelasan gerak).
4. Lima langkah berkembang dan meningkat menuju loncatan.
5. Lima langkah berkembang dan meningkat menuju kursi
untuk duduk (Perhatikan di bagian ini dapat dibalikan
37 Ib id., ha l 61.
84
secara efektif; gerak “jatuh” atau kontraksi dapat
mengekspresikan segmen aksi yang meningkat, atau
sebaliknya).
6. Akhirnya, silahkan memilih aksiaksi lain untuk anda sendiri
dari kehidupan yang komplit tanpa harus komplek misalnya
menepak nyamuk, mengambil buku dari raknya, mengganti
bola lampu, atau pergi mandi.
KREATIVITAS
Kreativitas, kalau begitu, adalah hasil dari proses relaksasi
yang membuat tubuh siap siaga untuk bertindak, pikiran yang
terkonsentrasi dan kepekaan yang mengalir dengan bebas. Kreativitas
adalah satu kemampuan untuk menemukan bentuk –bentuk baru dalam
pengalaman–pengalaman lama. Dari sekarang, si aktor harus dapat
menahan kebiasaannya memandang dan mulai melihat kehidupan
dengan “mata yang segar”, sehingga memberi kesempatan pada
bentuk–bentuk baru untuk muncul. Dia mulai mengadopsi kepekaan
baru pada tingkah laku manusia dan pengalamannya, serta melihat
art i baru didalamnya. Dia harus melatih dirinya untuk “merasakan”
bentuk universal yang mendasari tingkah laku manusia dan mencari
ekspresi yang segar dan jelas dari bentuk–bentuk tersebut ketika
mencipta karakternya.
85
WORKSHOP KE EMPAT
Games-games di bawah ini dilatih setelah latihan-latihan
relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran
Kedua. Selain i tu, ulangi sebagian games -games yang sudah
dimainkan di Workshop Pertama yang khususnya melatih fokus dan
konsentrasi para aktor. Latihan di bawah ini lebih banyak melatih
kemampuan observasi dan kreativitas mereka.
9. GROUP MIRROR
Pemain: 3 atau lebih.
Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi,
kreativitas.
DESKRIPSI:
Semua berdiri di lingkaran. Setiap aktor memperhatikan aktor
yang berada di sebelah kanannya. Sekarang, semua aktor
menyebar di sekitar ruangan, berdiri di mana saja selama mereka
dapat melihat aktor yang tadi berada di sebelah kanannya ketika
berada dalam lingkaran. Setelah semua dapat melihat a ktor yang
harus diperhatikannya, mereka mulai mencerminkan aktor itu, cara
si aktor dia berdiri, bergerak, duduk, jongkok, dsbnya. Akhirnya
setiap aktorg akan berdiri serupa dan bergerak dengan gaya yang
serupa.
INSTRUKSI:
1. Tidak seorang pun yang dengan sengaja memulai satu gerakan.
2. Gerak yang dilakukan hanya gerak yang dilakukan oleh aktor
yang sedang dia perhatikan. Effeknya: manerisme individu
akan terlihat di seluruh aktor. Contoh: Jika ada yang biasa
menggigit bibirnya, maka manerisme ini akan berkeli ling ke
seluruh ruangan. Ketika satu gerakan di mulai, seharusnya
gerakan tersebut tidak berhenti , kecuali jika gerakan i tu
diganti. Kalau berhenti, itu karena ada yang menghentikannya.
10. MIRROR EXERCISE #1
Pemain: 2 orang
Tujuan: Kepekaan pada grup, obse rvasi, focus, konsentrasi,
kreativitas.
DESKRIPSI:
Aktor A berhadapan dengan aktor B, dan B yang menginisiasi
semua gerak. A memberi refleksi kepada semua aktivitas dan
ekspresi wajah B seolah B sedang melihat ke sebuah cermin. B
86
tentunya melakukan aktivitas sederhana dulu seperti membasuh
wajahnya atau berpakaian. Lalu sebaliknya, sekarang A yang
menginisiasi semua gerak.
PUSAT PERHATIAN: Refleksi yang paling tepat dari semua
gerak yang dilakukan oleh inisiator.
SIDE COACHING: Ikuti geraknya dengan tepat! Aksinya tepat!
Jadilah cermin!
OBSERVASI: Latihan ini menunjukkan kebiasaan bermain para
aktor, seperti bercanda, atau dapat juga menunjukkan kemampuan
inventifnya, kemampuan untuk menciptakan tensi dan timing.
Yang perlu diperhatikan pada aktor A ketika menjadi cermin:
i . Kesiapsiagaan tubuh.
ii . Ketepatan observasi (perhatian penuh pada gerak).
iii . Kemampuan untuk tetap memperhatikan lawan, tanpa
membuat asumsi, tanpa antisipasi .
iv. Kemampuan memberikan refleksi yang benar, misalnya
tangan kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya?
Yang perlu diperhatikan pada aktor B ketika menjadi inisiator:
v. Kemampuan inventif (apakah aksi -aksinya lebih dari yang
biasa, lebih dari hanya yang lazim?)
vi. Apakah dia seorang yang suka pamer? (Eksibionis) Apakah
dia becanda dan berusaha membuat penonton tertawa?
vii. Variasi (apakah dia merubah ritme gerak?)
11. MIRROR EXERCISE #2
Pemain: 4 orang
Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi,
kreativitas.
DESKRIPSI: Aktor A & B berhadapan dengan aktor C & D, Sal ah
satu grup (A & B atau C & D) sebagai inisiator semua gerak.
Misalnya, C menjadi tukang cukur dan D menjadi pelanggang, A
memberi refleksi pada semua gerak tukang cukur sementara B
mengikuti semua gerak pelanggang.
PUSAT PERHATIAN: Sama dengan MIRROR EXERCISE #1
SIDE COACHING: Sama dengan MIRROR EXERCISE #1
OBSERVASI: Sama dengan MIRROR EXERCISE #1
87
12.SIAPA PEMIMPINNYA.
Pemain: 7 orang atau lebih.
Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi,
kreativitas.
Kebutuhan lain: Area terpisah untuk seorang aktor pergi dan tidak
dapat mendengar atau melihat aktor di grup lainnya.
DESKRIPSI:
1. Seorang aktor pergi ke luar ruangan.
2. Sisanya menentukan siapa yang menjadi pemimpin.
3. Semua aktor duduk dan berdiri dan mulai dengan gerakan yang
sederhana dan diulang-ulang yang diinisiasikan oleh pemimpin
grup.
4. Tugas para aktor dalam grup adalah melakukan apa yang
dilakukan oleh si pemimpin. Tugas pemimpin adalah
mentransformasikan atau merubah apa yang dilakukan oleh
aktor lain.
5. Dua hal yang akan membuat si pemimpin mudah
diidentifikasikan:
a. Jika si pemimpin melakukan perubahan yang besar
sehingga sulit untuk tidak dapat diterka.
b. Atau semua aktor memperhatikan si pemimpin. Untuk itu,
lebih mudah memainkannya seperti GRUP MIRROR.
Dimana setiap aktor melihat aktor lain dalam lingkaran.
6. Aktor yang keluar ruangan dipanggil dan masuk ke dalam
lingkaran. Dia hanya dapat 3 kesempatan menebak, jika dia
menebak dengan tepat, dia yang memilih orang yang keluar
ruangan selanjutnya.
OBSERVASI:
1. Kemampuan aktor yang dikirim ke luar untuk melakukan
observasi
2. Aktor lain berusaha untuk berpikir sebagai satu grup, bukan
sebagai orang yang berusaha secara individu.
3. Kemampuan untuk menerka gerak pemimpin selanjutnya dan
tidak terlihat sehingga perpindahan gerak dari satu dengan
yang lainnya tidak kentara sama sekali (seolah tidak ada
sambungan).
13. GALERI CIPTA
Pemain: 4 orang atau lebih.
Tujuan: Kreativitas, berpikir dengan cepat, kerjasama dan
kebersamaan.
88
DESKRIPSI:
Seorang aktor naik ke panggung dan berpose. Aktor lain naik ke
panggung dan membuat pose yang menyokong pose aktor
pertama tadi. Dia bisa menambah pose sesuai dengan yang
dianggapnya cocok. Dia tidak perlu menyentuh atau
mencerminkan aktor pertama. Setelah itu, aktor ke tiga dapat
ikut serta dalam tableau. Ketiga aktor ini sekarang adalah sebuah
karya seni. Terserah kepada para penonton untuk memberi nama
karya seni itu. Mereka harus melakukannya secepat mungkin.
Judulnya harus diinspirasikan oleh karya seni di panggung tapi
tidak perlu mempunyai arti khusus bagi penonton kecuali kepada
si pemberi nama. Setelah judul diberikan, maka aktor lain dapat
membuat karya seni baru di pimpin oleh aktor yang memberikan
judul untuk karya seni pertama tadi. Karya seni selalu berubah,
dengan demikian judulnya bisa berbeda-beda dan banyak.
Peraturan tidak perlu terlampau ketat.
a. Kurangi jumlah aktor yang ikut dalam tableau.
b. Karya seni tidak perlu statis tetapi bisa bergerak.
OBSERVASI:
1. Judul harus diberikan dengan cepat.
2. Beri perhatian khusus pada aktor yang bekerja keras
memberikan judul yang tepat tapi tidak lazim (yang memang
kreatif).
3. Kalau judul diberikan dengan cepat, maka aktor akan
berusaha untuk t idak “mengedit dirinya” sehingga bagian
otak yang kreatif dan naluriah yang bekerja.
4. Aktor tidak “selfconscious” ketika berpose. Dia
melakukannya dengan berani tanpa perduli.
5. Perhatian penuh terhadap yang tersirat dalam bentuk karya
seni itu akan mendukung usaha untuk memberi judul yang
paling menarik.
6. Selain itu, aktor akan semakin tidak takut untuk membuat
dirinya konyol.
89
PELAJARAN KETIGA
SI AKTOR DAN GESTURNYA
Karena kata ekspresi berarti “mendorong keluar” maka sudah
menjadi sifat alamiah manusia untuk mengeksternalkan perasaan atau
idenya, mendorongnya keluar. Aktivitas ekspresi ini adalah bagian
dari pada pikiran dan perasaan manusia. Proses eksternalisasi
tersebut terus berlanjut bahkan ketika seseorang sedang sendiri.
Impuls, perasaan, atau reaksi yang dimiliki manusia
menimbulkan energi dari dalam diri yang selanjutnya mengalir
keluar, mencapai dunia luar dalam bentuk yang bermacam -macam:
kata-kata, bunyi, gerak, postur, dan infleksi (perubahan nada suara).
Umumnya, setiap tanda eksternal dari perasaan dan pikiran dapat
disebut gestur . Di bagian ini kita akan membaginya secara sistematis
dalam dua tipe yaitu fisik dan vokal , yang berhubungan dengan gestur
yang dapat dilihat dan yang dapat didengar . Gestur vokal dibagi lagi
menjadi verbal (mengucapkan kata-kata) dan nonverbal (bunyi-bunyi
yang kita gunakan, termasuk infleksi dan penekanan yang
mempengaruhi arti emosional dari kata -kata yang kita ucapkan).
Karena penulis naskah akan memberikan gestur -gestur verbal dalam
bentuk kata-kata di naskah, tugas si aktor adalah menyelidiki aspek -
aspek nonverbal dari gestur karakter yang dimainkannya, postur
tubuh, infleksi, dan sebagainya.
LATIHAN No. 15 – EKSPLORASI CARA BERJALAN
Mulai dengan berjalan di ruangan dan selama berjalan, jawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Pelatih dapat menolong
anda aktor dengan memberi instruksi sambil anda melakukan
penyesuaian-penyesuaian tanpa harus berhenti melakukan
latihannya. Pertanyaan-pertanyaannyapun tidak perlu dijawab.
Buat komentar pelatih sebagai penolong penemuan -penemuan
baru tentang cara jalan anda.
1. Bagian tubuh yang mana yang membimbing anda berjalan?
Bagian mana yang mengikuti?
2. Bagian mana kaki yang melakukan kontak pertama dengan
lantai: tumit atau bagian depan telapak kaki?
3. Apa yang terjadi ketika anda berputar?
4. Apa yang terjadi di betis anda? Di lutut ? Pinggul? Bahu?
Tangan? Leher?
5. Bagaimana cara anda menopang kepala?
90
LATIHAN No. 16 – CARA BERJALAN YANG NATURAL
Latihan ini akan menunjukkan cara berjalan yang natural yang
rileks dan tidak tegang. Cara berjalan seperti ini membuat
tubuh siap siaga untuk bertindak memberikan reaksi kepada
stimulus yang terkecil sekalipun. Mulai berjalan di sekitar
ruangan lalu buat penyesuaian -penyesuaian di bawah ini:
Penyesuaian-penyesuaian ini akan menolong tubuh anda untuk
tetap seimbang ketika berjalan.
1. Taruh tumit di lantai lalu telapak kaki bagian depan.
2. Pergelangan kaki harus lurus, sehingga ketika berjalan,
kaki anda menunjuk lurus ke depan dan tidak terlempar ke
depan ketika digerakkan.
3. Buat lutut rileks, jangan biarkan lutut terkunci sampai ke
belakang ketika anda berjalan.
4. Buat bokong anda rileks. Otot -otot di sana tidak boleh
tegang.
5. Pinggul harus tetap lurus menghadap ke depan, tidak
melenggok ke kiri atau ke kanan atau membimbing dari
pinggul kiri ke pinggul kanan.
6. Tulung punggung harus tetap lurus, bayangkan setiap
vertebrata sedang ditumpuk satu persatu. Bayangkan
setiap vertebrata duduk nyaman di atas vertebrata yang
lain.
7. Bayangkan tulang punggung anda sedang direnggangkan
sehingga semakin panjang dan kepala jadi terasa enteng.
8. Bahu harus tetap ri leks, tangan harus rileks tergantung.
9. Pandangan mata harus tetap diatas horison.
10. Kepala terasa enteng, oglek di atas tulang punggung.
11. Rasakan keseimbangan yang natural dari tubuh anda
sambil tangan mengayung lembut, berlawanan dengan
ayunan kaki.
12. Rasakan betapa mudahnya berjalan seperti ini . Tulang
punggung anda harus terasa panjang dan bebas. Berat
badan tersebar merata dan berjalannya terasa mengalir
dengan natural dengan ri tme yang regular.
LATIHAN No. 17 – CARA BERJALAN YANG BERLEBIH-
LEBIHAN
1. Sekarang coba berjalan di atas tumit saja? Bagaimana tubuh
anda menyesuaikan diri ketika berjalan seperti i tu?
2. Lebih-lebihkan penyesuaiannya, sebesar mungkin.
Bagaimana perasaan anda ketika melakukan cara jalan
seperti itu?
91
3. Orang yang bagaimana yang berjalan berleb ih-lebihan
seperti itu?
4. Ambil satu karakter yang emosional yang cocok dengan
orang seperti itu?
5. Bagaimana cara berbicara orang seperti itu? Macam apa
suaranya?
6. Jadi orang seperti itu dan sapa seseorang.
7. Perlahan-lahan kembali ke cara jalan anda yang natura l.
8. Sekarang ulangi aktivitas di atas dengan berjalan memakai
telapak kaki bagian depan. Lebih -lebihkan cara berjalannya,
berjalan menurut karakter orang itu, sapa seseorang, lalu
perlahan-lahan kembali ke cara berjalan yang natural.
9. Ulangi lagi cara berjalan dengan memakai bagian dalam
telapak kaki anda lalu bagian luarnya. Biarkan cara berjalan
itu berkembang menjadi satu karakter, lalu kembali ke cara
berjalan anda yang natural.
LATIHAN No. 18 – BERJALAN DI ATAS PERMUKAAN
YANG BERBEDA
Bayangkan diri anda sedang dengan berjalan di ruangan yang
permukaannya berbeda-beda. Selidiki dan rasakan efek dari
permukaan yang berbeda-beda itu di cara berjalan anda.
Perhatikan kontak tubuh anda dengan lantai jadi berbeda.
Bayangkan diri anda berjalan di:
1. Pasir yang panas.
2. Lumpur.
3. Padang rumput yang tebal dan luas.
4. Air yang cetek atau dalam.
5. Es.
6. Ombak setinggi pergelangan kaki atau ombak setinggi lutut.
LATIHAN No. 19 – BERJALAN SEBAGAI KARAKTER
1. Sekarang coba berjalan seperti seorang karakter tertentu di
tempat tertentu. Setelah melakukannya di dalam situasi
yang disebutkan di bawah ini, kembali ke cara berjalan yang
natural.
2. Coba berjalan di tempat yang sudah ditentukan, untuk dapat
melihat di mana anda berada, apa yang anda pakai, apakah
udaranya panas atau dingin. Apakah anda mau melakukan
apa yang anda lakukan? Apakah anda pernah berada di
tempat ini sebelumnya?
3. Coba ciptakan cara berjalan yang cocok menggambarkan
situasinya.
92
4. Apa penyesuaian-penyesuaian yang harus anda buat yang
berbeda dengan cara berjalan anda sendiri?
5. Coba berjalan seperti:
a. Seorang wanita tua membawa bungkusan sehabis
belanja.
b. Seorang anak muda berjalan di dalam mesjid atau
gereja.
c. Seorang gadis muda di sebuah mal.
d. Seorang bertubuh kecil yang mencoba membawa
barang yang besar dan berat .
LATIHAN No. 20 – BERJALAN DENGAN NIAT
Sekarang berjalan dengan niat tertentu, dimulai dengan
berjalan biasa. Pelatih akan memberi instruksi salah satu atau
lebih dari pernyataan-pernyataan di bawah ini. Gunakan
imajinasi anda untuk bisa percaya pada realita saat itu dan
sesuaikan jalan anda untuk menunjukkan cara jalan menurut
niat yang diberikan.
Instruksi:
1. “Saya harap dia lihat potongan rambut baru saya!”
2. “Sepatu baru ini rasanya empuk sekali!”
3. “Saya tidak perduli apa kata mereka !”
4. “Itu dia! Saya harap dia tidak lihat saya!”
5. “Coba saya nggak makan sebanyak itu?”
6. “Saya menang piala Citra!”
7. “Saya baru saja terpilih sebagai duta perdamaian di
PBB!”
8. “Ada yang lihat jerawat saya nggak?”
9. “Apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi mas alah
ini? Apa yang harus saya lakukan? Apa ya?”
10. ‘Kuharap dia memperhatikan aku!”
GESTUR DAN KOMUNIKASI
Walaupun masyarakat berbeda-beda, banyak tipe gestur yang
sama yang digunakan untuk meningkatkan atau menggantikan
komunikasi verbal. Gestur-gestur yang memberi arti konsisten dalam
situasi-situasi yang serupa, yang mana berfungsi sebagai satu sistem
simbolis, misalnya, disebut dengan ist ilah bahasa tubuh . Karena
fungsi simbolis ini, gestur memberi analogi yang berbentuk fisik
untuk aksi-aksi atau perasaan-perasaan yang sedang diekspresikan
atau digambarkan. Ketika bahasa verbal memberikan sebuah sistem
komunikasi yang artinya cukup jelas dan tepat, bahasa tubuh
memberikan informasi tentang perasaan -perasaan dan aksi-aksi
93
dengan lebih ekspresif dari pada hanya kata-kata. Dalam buku
Literature as Experience dikatakan:
Gestur mencapai nilai analogis tertinggi ketika
mengekspresikan emosi, tetapi gestur terus berfungsi sebagai
pernyataan-pernyataan di tempat -tempat umum, di permainan-
permainan, dan bahkan dalam percintaan. Segi komunikatif
yang diciptakan gestur dapat beragam dari yang paling
universal sampai yang paling aneh, bahkan bodoh. Gestur dapat
menggantikan kata-kata atau mendukung kata -kata.38
Karena sifatnya lebih ekspresif dan b erfungsi sebagai
pengganti atau pendukung kata-kata, bahasa tubuh cenderung
mengekspresikan perasaan-perasaan yang berbeda haluan dengan arti
permukaan kata-kata yang sedang diucapkan. Hal ini adalah aspek
terpenting dari ekspresi nonverbal: sering berbeda haluan atau
bahkan menentang ekspresi verbal dan dengan “aman”
mengekspresikan perasaan-perasaan yang situasinya menuntut untuk
ditekan. Dalam akting, istilah ekspresi nonverbal ini disebut subtext ,
perasaan-perasaan yang mengalir di bawah permukaan dialo g.
ASAL MULA GESTUR
Ketika aktor tertarik untuk menyelidiki tingkah -laku unik
seseorang, dia juga perlu memperhatikan aspek -aspek tingkah-laku
yang ada dalam masyarakat orang tersebut. Dia dapat melihat evolusi
gestur-gestur nonverbal di masa silam yang tadinya adalah ekspresi
gestur yang dibutuhkan, penting, dan dipakai untuk hal -hal praktis .
Perkembangan kehidupan manusia saat ini merubah kebutuhan -
kebutuhannya dan dengan demikian merubah banyak tingkah -laku
fisiknya. Satu si tuasi pada masa silam yang harus dipenuhi dengan
aksi fisik tertentu, sekarang ini dapat di atasi dengan teknologi
canggih. Tetapi impuls dari tingkah laku praktis tersebut masih ada,
hanya sekarang menjadi satu bentuk ekspresif yang tidak fungsional .
Bagaimana sisa-sisa tingkah-laku fisikal ini tinggal sebagai
suatu aktivitas simbolis, walaupun aksinya tidak lagi digunakan
untuk hal-hal yang praktis, diterangkan oleh Darwin dalam bukunya
The Expression of Emotion in Man and Animal (Ekspresi Emosi dalam
diri Manusia dan Binatang) dan ulasannya diperluas oleh Robert S.
Breen:
38 Wal lace A. Bacon dan Robert S. Breen, Li terature as Exper ience (New York: McGraw-Hil l Book Company, 1959), hal . 29. Vers i Indonesia oleh
penul is .
94
Amati nilai ekspresif dari tingkah -laku yang pada
mulanya bersifat adaptif, tetapi t idak ada lagi kecuali sisanya,
misalnya, merapatkan gigi atas dan bawah ketika bersiap untuk
menyerang atau bertahan. Pada jaman primitif , penggunaan
gigi untuk merobek sudah menjadi suatu kebiasaan karena i tu
cara yang paling efektif untuk beradaptasi dengan kebutuhan
lingkungan. Sekarang ini , merapatkan gigi untuk ekspresi
seperti itu sudah jarang dilakukan, tetapi merap atkan gigi
masih menjadi bagian dari kehidupan kita. Ketika menunjukkan
aksi berkelahi, orang merapatkan giginya dan menarik bibirnya
ke belakang untuk menunjukkan giginya. Aksi ini adalah
pernyataan kembali dari bentuk primitif menggigit , tetapi t idak
ada niat yang nyata bahwa keinginan itu akan dilakukan. “Laki -
laki yang keras” sering berbicara dengan gigi rapat seperti ini
karena sudah dibiasakan dengan pandangan bahwa demikianlah
tingkah-laku yang agresif. Ketika dia merapatkan dan
menunjukkan giginya, dia memberi peringatan kepada semua
yang melihat bahwa dia sudah siap untuk menyerang atau
membela dirinya. Caranya berbicara lebih sengau karena ruang
berbicaranya di mulut tertutup sehingga nafasnya lebih banyak
keluar dari hidung. Gerak lidah tertahan k arena rahang bawah
ditahan dan dibuat dekat sekali dengan rahang atas, sehingga
tidak ada ruang untuk lidah dapat bergerak lebih leluasa.
Tertahannya gerak lidah ini membuat dia berbicara dari sudut
mulutnya. Jika kita melihat orang menunjukkan giginya yan g
rapat, rahang ditekan ke atas, matanya menyempit, dan
nafasnya berat, kita mengambil kesimpulan bahwa dia sedang
marah. Tingkah laku yang tadinya adalah tanda untuk
menyerang dari nenek moyang kita, sekarang sudah menjadi
simbol ekspresi sosial dari keadaan emosi yang disebut
marah.39
LATIHAN No. 21 – GESTUR BINATANG
1. Selidiki ekspresi-ekspresi fisik diri anda sendiri ketika
sedang bernafas, makan, muntah, berkelahi, bermain cinta,
dsbnya. Pilih salah satu, dan adopsikan ekspresi tersebut
pada manusia pra-sejarah (primitif) ketika dia melakukan
fungsi gestur fisikal tersebut. Ketika anda sudah merasakan
sepenuhnya aktivitas tersebut di sisi “binatang”nya,
perlahan-lahan rubah gestur tersebut sampai ke sisi
“manusiawi”nya; jangan direkayasa, biarkan aktivi tasnya
sendiri yang membimbing perlahan -lahan dari segi
“praktis”nya menuju segi “simbolis”nya.
39 Ib id, hal 32.
95
2. Putar balik prosedurnya. Pilih satu bentuk tingkah laku
detail dari kehidupan kontemporer dan perlahan -lahan rubah
sampai ke sisi “binatang”nya.
3. Pilih satu dialog dari naskah yang hendak dilatih dan
kembangkan adegan itu seolah dua binatang yang sedang
melakukannya.
FUNGSI GESTUR
Gestur dibagi menjadi 4 katagori umum yaitu:
❖ Ilustratif atau imitatif
❖ Indikatif
❖ Empatik
❖ Otistik
Gestur yang sifatnya ilust ratif adalah gestur yang disebut
“pantomimik” ketika mencoba mengkomunikasikan informasi
spesifik ("kotak i tu besarnya setinggi ini dan selebar ini”). Gestur
indikatif dipakai untuk menunjuk (“Di sebelah sana”) Gestur empatik
memberikan informasi yang subj ektif daripada objektif, berhubungan
dengan bagaimana orang merasakan sesuatu (ketika kita
mengatakan:” Sekarang , dengar aku!” sambil meninju kepalan
tangannya ke atas meja atau menunjuk jari kita ke wajah musuh).
Gestur otistik (arti harafiahnya “kepada d iri”) tidak dimaksud untuk
komunikasi sosial tetapi lebih diutamakan untuk komunikasi dengan
diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang yang sedang mendengar
orang lain berbicara memiliki perasaan benci kepada lawan bicaranya
tetapi harus menutupinya, maka d ia akan melipat tangannya rapat
sekali dengan telapak masuk disela -sela kedua ketiak di depan lawan
bicaranya. Dengan t ingkah laku rahasia ini , orang itu menyatakan
aksi simbolis merasa puas ketika sedang mencekik lawan bicaranya.
Daging di antara ketiak adalah leher lawan bicaranya itu. Walaupun
gestur seperti itu sering tersembunyi, secara tidak sadar, sering kali
orang di sekitar kita mengenali dan merasakannya. Tentu saja dalam
realitanya, ke empat katagori ini tidak nyata terpisah tetapi dipisah
untuk memudahkan pelajaran kita tentang gestur dan hampir semua
gestur yang kita pakai adalah kombinasi dari dua atau tiga katagori
di atas.
LATIHAN No. 22 – ADEGAN GESTUR FISIK
Pilih aksi yang sangat fisikal sifatnya. Tunjukkan sebanyak 4
kali , setiap kali memakai gestur yang berbeda-beda sifatnya.
Misalnya, jika aksi anda adalah mengangkat kotak yang berat
dan memindahkannya ke sudut ruang, anda akan:
96
❖ Menunjukkan gestur-gestur ilustratif mengangkat kotak
tersebut, sepertinya anda memberitahukan bagaimana
melakukannya tanpa benar -benar melakukannya. Anda dapat
menggunakan kata-kata dengan gestur fisik disini.
❖ Memberi gestur-gestur indikatif mengangkat kotak tersebut.
(“Aku mengangkatnya dari sebelah sana ke sebelah sini”).
❖ Gunakan gestur-gestur empatik yang sifatnya simbolik (dari
pada ilustratif) ketika anda menunjukan dan mengatakan
kepada penonton bagaimana rasanya mengangkat kotak yang
berat. Perhatikan bagaimana suara anda terpengaruh.
❖ Akhirnya, tunjukkan aksinya secara simbol is dan rahasia
menggunakan gestur-gestur otistik (misalnya, menyentak tali
pinggang ke atas sebagai ganti dari pada mengangkat kotak).
Bandingkan pengalaman anda untuk setiap katagori .
Apakah anda melihat mengapa gestur simbolis dan tidak
langsung sering lebih efektif dan lebih menarik dari pada yang
pantomimik dan indikatif?
LATIHAN No. 23 – IMPLIKASI GESTUR DALAM NASKAH
Bahasa verbal dari naskah sering menuntut aksi nonverbal.
Monolog Raja Lear menyarankan ke empat tipe gestur di atas,
Silahkan baca dan rasakan impuls yang spesifik dan kuat untuk
gestur yang diberikannya. Coba lakukan 4 kali dengan memberi
tekanan pada tipe-tipe gestur yang berbeda di atas.
Raja Lear: Ketika aku melotot , lihat bagaimana orang i tu
gemetar. Kuampuni nyawa orang i tu. Ap a sebab kau dibuang?
Zinah? Kau takkan mati. Mati karena zinah? Burung pipit
berbuat begitu, dan lalat kencana kecil itu berzinah didepanku.
Biar persetubuhan subur, karena anak haram Gloucester lebih
baik hati terhadap ayahnya dari pada putri -putriku yang
lahirnya syah. Melacurlah, campur baur! Karena aku
kekurangan prajurit. Lihat perempuan malu -malu i tu dengan
kelamin diantara belahan pahanya putih bagai salju, penuh
susila, geleng kepala bila dengar nama sumber kenikmatan.
Padahal anjing dan kuda bernoda pun t idak lebih kasar dan
besar nafsunya. Kebawah pinggul mereka burak, padahal di
atas semuanya perempuan, Tetapi hanya ke pakaian dalam ada
warisan suci, dibawahnya setan semua. Ada neraka, ada
kegelapan, ada kubang belerang: Terbakar, hangus, bau busu k,
nikmati. Cih, cih, cih! Berikan aku satu ons wangi -wangian,
97
untuk membuat imajinasiku semakin harum. Ini uang
bayaranmu. 40
MENGGUNAKAN KARAKTERISTIK TUBUH
Pertanyaan yang penting yang harus dijawab adalah apakah
segala bentuk ekspresi eksternal yang diciptakan si aktor harus
dianggap sebagai bagian dari eksternalnya dan pendekatannya harus
dianggap “dari luar”, atau dianggap sebagai hasil dari keadaan
internal dan pendekatannya harus “dari dalam”. Pendekatan -
pendekatan akting yang sudah dijelaskan di atas mengadopsi salah
satu diantaranya walaupun setiap pendekatan tersebut tidak
mengekslusifkan diri sepenuhnya terhadap salah satu diantara
eksternal atau internal. Bahkan pendekatan “eksternal” yang paling
kaku sekalipun seperti Teater Kabuki dari Jepang, masih mengolah
keadaan internal aktornya dengan cara melihat bentuk luar di depan
kaca dan menyerap figur tersebut ke dalam dirinya.
Pendekatan yang berlawanan yang menggunakan penekanan
pada diri pribadi si aktor juga menekankan proses transformasi
menjadi si karakter. Aktor -aktor Kabuki mencapainya dengan cara
melatih bagian eksternal lalu menyerapnya ke dalam diri. Konstantin
Stanislavski mencapainya dengan cara melatih bagian internal dengan
cara mempersiapkan dunia “inner” yang benar yang nantinya akan
menciptakan tingkah laku eksternal. Walaupun begitu, Stanislavski
masih mementingkan hal -hal eksternal karakternya. Seperti aktor -
aktor Kabuki, diapun suka berdiri di depan kaca dengan kostum dan
makeup yang lengkap, lalu melakukan eksp lorasi eksternal
karakternya sebelum dia menganggap karakternya siap dan komplit.
Kedua pendekatan jika dilakukan dengan baik akan
menghasilkan karya seni yang benar. Keduanya adalah jalan menuju
objektif yang sama: usaha mengontrol secara estetika semua bentuk
eksternal, yang didukung oleh keikutsertaan yang benar dari
kehidupan internal si karakter. Bentuk -bentuk eksternal,
bagaimanapun tepatnya dilakukan, adalah bentuk -bentuk yang kosong
tanpa pengalaman internal si aktor. Sebaliknya, pengalaman intern al
si aktor tidak berguna tanpa bentuk eksternal yang tepat untuk
menyampaikannya.
KARAKTERISASI FISIK DALAM NASKAH
40 Dikut ip dar i Raja Lear , ter jemahan Trisno Sumardjo, Pustaka Jaya, 1955,
hal 135. Penul is membuat beberapa revis i terutama untuk kata -kata baru
dalam bahasa Indonesia.
98
Penulis naskah sangat sensitif tentang tingkah -laku karakter-
karakternya. Dalam naskah Kebun Binatang , penulis Edward Albee
menjelaskan dengan sangat mendetail bentuk karakter Jerry terutama
tingkah lakunya berjalan mondar -mandir yang hampir ritualistik
sifatnya. Demikian juga karakter Peter yang memiliki postur dan
bentuk gerak kaku yang ditentukan dengan sangat mendetail oleh
penulis naskah. Dalam produksinya di Teater Utan Kayu, Jakarta
Shakespeare Theatre mempersembahkan Kebun Binatang dengan
memberikan aksentuasi kepada keinginan si penulis naskah. Gerak
mondar-mandir Jerry yang ritual itu diartikan secara harafiah dengan
membuat Jerry berputar-putar mengitari Peter sambil mengeluarkan
suara melengking. Sepertinya Jerry berusaha mempengaruhi Peter
untuk ikut ambil bagian dalam usahanya untuk dapat di mengerti. Di
akhir cerita Peter terpengaruh oleh suasana ritual ini dan berhasil
dimanipulasi.
LATIHAN No. 24 – KARAKTERISASI FISIK DALAM
NASKAH
Selidiki karakterisasi dan sikap (kebiasaan -kebiasaan, tingkah-
laku, fisik dari satu karakter dalam naskah yang sedang dilatih
dengan memakai tahapan-tahapan di bawah ini:
1. Lihat di pengantar penu lis
2. Petunjuk adegan
3. Kata-kata yang diucapkan karakter itu sendiri
4. Kata-kata yang diucapkan karakter itu lain tentang karakter
tersebut
5. Karakteristik yang diimplikasikan dengan jelas oleh karena
latar belakangnya dan situasi yang dihadapinya.
Buat daftar kedua yang menyatakan ciri -ciri psikologis
karakter yang didasari oleh ciri -ciri fisik di atas dengan cara
seperti seorang arkeologis merekonstruksi kembali seekor
binatang purba hanya dari sebagian tulang -tulang yang
ditemukan, coba konstruksikan seluruh kepribadian karakter
ini dari karakter fisik yang diberikan di atas.
Setelah itu, perbandingkan ke dua daftar ini. Berapa besar
daftar pertama mendukung daftar kedua (antara ciri fisik dan
psikologis)?
Banyak aktor yang menggunakan gestur fisik si karakter
sebagai “pemicu” dirinya untuk menciptakan karakter tersebut. Satu
pendekatan ekternal yang mungkin perlu diperhatikan adalah ciptaan
aktor Michael Chekov, keponakan dari Anton Chekov, dia adalah
salah seorang murid dari Konstantin Stanislavski di Moscow Art
99
Theatre. Dia menamakan pendekatannya “gestur psikologis” yaitu
semacam pendekatan eksternal dari gestur si karakter untuk memicu,
memikat, mempengaruhi, memprovokasi , bahkan membujuk
perasaan-perasaan yang diharapkan. Tenaga pendorongnya adalah
“will power” (tenaga yang dit imbulkan oleh kebutuhan, kemauan,
keinginan) si aktor. Dibawah ini adalah penjelasan yang dijabarkan
Michael Chekov tentang gestur psikologis dalam bukunya To the
Actor :
Saya pernah mengatakan bahwa kita tidak pernah dapat
langsung memerintahkan perasaan-perasaan kita, tetapi kita
dapat memikat, memprovokasi, dan membujuk perasaan -
perasaan itu dengan cara yang tidak langsung. Hal yang sama
dapat dilakukan untuk semua keinginan, kebutuhan, harapan,
hasrat, nafsu, kerinduan dan kecanduan kita, yang mana
semuanya, walaupun selalu tercampuraduk dengan perasaan -
perasaan, didorong dari dalam rongga “will power” kita. Kunci
untuk masuk ke dalam rongga tersebut adalah gerak (tindakan,
gestur). Anda dapat dengan mudah membuktikannya d engan
membuat satu gestur yang kuat, tetapi sederhana dan baik
bentuknya. Jika anda mengulang gerak tersebut beberapa kali,
maka anda akan merasakan “will power” tumbuh semakin kuat
oleh karena dipengaruhi oleh gestur tersebut. Selain dari pada
itu, anda akan menemukan bahwa tipe dari pada gerak yang
dibuat memberi tujuan atau inklinasi kepada “will power”.
Tujuannya adalah membangunkan atau memberikan animasi
kepada satu hasrat, keinginan, atau kebutuhan tertentu di dalam
diri anda. Dengan demikian, kita d apat mengatakan bahwa
tenaga dari gerak yang dilakukan akan menyetir “will power”,
tipe dari gerak tersebut membangunkan hasrat yang sesuai, dan
kualitas dari gerak yang sama itu menyebabkan timbulnya
perasaan-perasaan dalam diri kita.
Sebelum prinsip in i dapat diaplikasikan ke akting
mungkin contoh dibawah ini dapat menjelaskan maksud dari
gestur i tu sendiri . Bayangkan bahwa anda akan memainkan
karakter yang menurut pendapat anda memiliki kemauan kuat
yang t idak dapat dipatahkan, didominasi oleh hasrat yang besar
(bahkan lalim), dan penuh dengan dengki dan kemuakan . Anda
mencari satu gestur yang cocok yang mana dapat memberikan
ekspresi keseluruhan dari sifat -sifat di atas. Gesturnya kuat dan
dibentuk dengan baik. Ketika diulang beberapa kali , gerak
tersebut akan cenderung menguatkan kemauan anda. Arah dari
setiap sendi, posisi terakhir dari seluruh tubuh, juga inklinasi
dari kepala sedemikian rupa sehingga mau tidak mau berusaha
memanggil hasrat yang tepat untuk tingkah laku yang
100
mendominasi dan lalim . Kualitas-kualitas yang memenuhi dan
meresap ke setiap otot di seluruh tubuh, akan memprovokasi
perasaan-perasaan benci dan muak di dalam diri anda. Dengan
demikian, melalui gestur, anda melakukan penetrasi dan
stimulasi kedalaman psikologi anda sendiri.
Untuk karakter yang mungkin bertentangan dengan di
atas adalah seseorang yang introspektif, tidak memiliki
keinginan untuk berhubungan dengan dunia, tetapi bukan
berarti lemah. Keinginannya untuk terisolasi mungkin kuat.
Kualitas merenung menyerap ke semua k eberadaannya dan
malah menikmati kesepiannya.
Mengaplikasikan gestur psikologis dalam karakter -
karakter di atas harus dilakukan dengan mengerti naskah
terlebih dahulu. Melakukan penetrasi ke dalam naskah untuk
mengenal siapa karakter yang dimainkan adalah usaha utama
yang harus anda lakukan. Dari bacaan, intuisi , imajinasi yang
kreatif, dan visi art istik, anda sudah dapat mengambil satu
kesimpulan tentang si karakter, walaupun hanya dari bacaan
pertamanya saja. Mungkin kesimpulan itu hanya sebuah
tebakan, tetapi anda dapat bergantung kepada kesimpulan
tersebut untuk digunakan sebagai batu loncatan melatih
membangun gestur psikologi. Pertama, anda harus bertanya apa
keinginan utama si karakter, dan setelah jawabannya
ditemukan, walaupun hanya berupa petunjuk saja, anda dapat
mulai membangun gestur psikologisnya langkah demi langkah,
dengan hanya menggunakan lengan dan tangan saja. Mungkin
mendorongnya dengan agresif ke depan, mengepalkan tangan,
jika keinginannya mengingatkan anda pada merampas dan
menangkap (keserakahan, ketamakan, keinginan besar untuk
memiliki, kekikiran). Mungkin anda dapat merentangkannya
perlahan-lahan dan hati -hati , j ika si karakter ingin mencari -
cari atau menyelidiki secara seksama dan penuh perhitungan.
Mungkin anda dapat juga mengarahkan tangan anda ke atas,
dengan mudah dan tampak ringan, dengan telapak terbuka, jika
intuisi anda mengatakan bahwa karakter ini ingin menerima,
memohon, meminta. Mungkin anda ingin arahkan tangan anda
ke bawah, kasar, dengan telapaknya ke bawah dan jari -jari yang
bengkok mencakar, j ika si karakter bernafsu untuk menguasai,
posesif. Dengan cara-cara demikian, anda sudah dapat
melakukan tidak hanya tangan dan lengan saja, tetapi pundak,
leher, posisi kepala dan batang tubuh, kaki dan telapaknya,
sampai seluruh tubuh ikut campur dalam proses gestur
psikologis tersebut. Dengan bekerja seperti ini, anda akan
menemukan jawaban apakah tebakan anda tentang keinginan si
101
karakter benar. Gestur psikologis tersebut yang akan
membimbing anda untuk menemukannya, tanpa p erlu diganggu
oleh banyak pemikiran. Dengan cara melakukan elaborasi ,
peningkatan, pembetulan di sana -sini , menambah kualitas
terhadap gestur tersebut, anda tanpa disadari, telah
menciptakan akting untuk karakter tersebut. 41
Gestur psikologis dapat dipakai oleh aktor-aktor yang sudah
berpengalaman. Tetapi, untuk aktor pemula, alangkah baiknya jika
bagian-bagian lain tentang akting seperti kemampuan analisa
dikuasai lebih dahulu. Sebenarnya, Michael Chekov juga
mengutamakan tentang analisa naskah, perbe daannya dengan metode
Stanislavski adalah bahwa analisa intelektual i tu tidak langsung
diidentifikasikan pada diri pribadi si aktor, tetapi kepada ekspresi
fisiknya.
41 Michae l Chekov, To the Actor. New York: Harper & Row, 1953, ha l. 63 -
76. Versi Indonesia oleh penul is.
102
WORKSHOP KE LIMA
Selain dari pada latihan-latihan di bawah ini, latihan-latihan di
Workshop-workshop sebelumnya yang dapat dipakai untuk pelajaran
tentang Gestur, antara lain, Mirror Exercise I dan II, Galeri Cipta,
konsentrasi , kepekaan dan kreativitas.
MENJADI BINATANG
Pemain: Sebanyak-banyaknya, bergiliran atau bersama-sama.
Tujuan: Mengekspresikan gestur binatang.
DESKRIPSI: Lakukan observasi pada binatang, apa saja binatangnya,
bahkan binatang peliharaan sekalipun. Selidiki secara mendetail :
1. Bagaimana postur binatang itu?
2. Bagaimana caranya bergerak?
3. Kapan dia bergerak?
4. Kenapa dia bergerak?
5. Dapatkah anda bayangkan apa yang mungkin dipikirkannya?
TINGKAT I
Mulai imitasikan gerakan-gerakannya, sespesifik mungkin. Kalau
anda sedang mengobservasi seekor gorilla, dan gorillanya menaruh
tanggannya di bagian tertentu tubuhnya den gan cara sedemikian rupa
yang membuat anda t idak mungkin meletakkannya di tubuh anda, apa
lagi ditempat umum, maka anda harus mampu mengatasi tembok
pribadi (rasa-rasa sungkan) anda sendiri dan imitasikan goril la itu,
walaupun anda berada di kebun binatang di mana banyak orang di
sana. Kalau binatangnya tidak aktif beberapa saat , anda juga harus
tidak aktif, sepertinya anda menjadi “cermin” binatang tersebut.
Pelajari dengan sabar.
TINGKAT II
1. Pandang mata binatang i tu? Apakah dia sepertinya intelegent?
Jinak? Berbahaya?
2. Coba transfer proses pemikiran binatang itu ke proses
pemikiran anda. Misalnya, anda seekor gajah yang sedang
“berpikir” ketika bergerak dari satu spot di mana anda sudah
berdiri cukup lama ke sebuah pohon, 50 meter jauhnya, untuk
mengambil beberapa i lalang untuk dimakan. Kenapa anda
bergerak sekarang, dan tidak l ima menit yang lalu?
3. “Manusia”kan binatang itu dengan cara menggabungkan aspek
fisikal dan psikologikal ke dalam diri anda.
103
Latihan Menjadi Binatang dapat dilakukan bersama -sama
dengan pergi ke kebun binatang untuk melakukan observasi sebelum
mempraktekan observasi itu dalam workshop.
104
PELAJARAN KE EMPAT
SI AKTOR DAN SUARANYA
Budaya kita lebih menekankan kata -kata sebagai satu cara
untuk menyampaikan informasi dan kadang-kadang hal tersebut
membuat kita lupa bahwa suara, selain dari mengucapkan kata -kata,
adalah bagian utama dari mekanisme ekspresi kita. Sementara
kemampuan kita mengartikulasi kata -kata adalah kemampuan yang
dipelajari, ekspresi suara adalah sikap n aluri, bahkan sudah di mulai
sejak berumur 2 bulan, dengan demikian proses berbicara itu mungkin
saja sesuatu yang sifatnya naluriah. Pada dasarnya, kita selalu lebih
peka terhadap komunikasi yang formal dari pada bunyi -bunyi alamiah
yang dikeluarkan oleh suara kita. Aktor sering didikte oleh kata -kata
sehingga ragu-ragu atau tidak mampu membumbui pengucapan
dialognya dengan bahkan sedikitpun bunyi nonverbal yang
dipergunakannya dalam kehidupan sehari -hari . Sangat disayangkan,
karena bunyi suara adalah salah satu tipe gestur penting, yang paling
dalam mengekspresikan kepribadian dan sangat universal
pengungkapannya. Margaret Schlauch, dalam bukunya The Gift of
Language mengatakan:
Kita menggunakan cara-cara yang nonlinguistik ini
untuk mengekspresikan ide-ide, sebagai pendukung berbicara.
Tangisan, infleksi nada, gestur, adalah cara -cara
berkomunikasi yang lebih universal dari pada bahasa yang kita
mengerti. Bahkan cukup universal untuk disampaikan ke
binatang. 42
SUARA SEBAGAI SATU FUNGSI ORGANIS
Jika kita menyelidiki proses fisik manusia memproduksi suara,
maka kita menemukan satu fakta yang mengherankan, bahwa pada
dasarnya t idak ada organ dalam tubuh yang diciptakan untuk
berbicara. Hanya ada organ-organ yang secara tidak disengaja
berguna untuk memproduksi suara. 43 Semua organ-organ yang
langsung berhubungan dengan suara, dibuat bukan untuk itu tetapi
berguna untuk sesuatu yang lain, yang sifatnya lebih mendasar. Itu
sebabnya, organ-organ ini mempunyai tugas ganda yang sebenarnya
lebih bertugas untuk hal lain seperti bernafas dan makan. Diafragma
dan paru-paru bertugas untuk bernafas, larynx bertugas untuk
menelan, lidah, gigi, dan bibir untuk mengunyah, langit -langit dan
lidah untuk merasa. Sebelumnya kita sudah mendiskusikan bahwa
42 Margaret Schlauch, The Gi ft of Language, New York: Dover Publ icat ions,
Inc., 1955. Ha l. 3. Versi Indonesia o leh penul is . 43 Edward Sapir , Language (New York: Harcourt, brace & World, Inc. ,
1949) hal . 8-9. Versi Indonesia oleh penul is .
105
bernafas adalah satu bentuk ekspresi emosi yang paling mendasar,
maka kita dapat juga melihat bahwa suara, berhubungan secara
integral dengan emosi. Karena banyak dan rumitnya otot -otot yang
ikut campur ketika memproduksi suara, maka emosi secara langsung
dan otomatis terefleksi melalui suara.
LATIHAN No. 25 – RADIO SHOW
1. Pilih satu postur fisik yang ekstrim sementara teman sekelas
anda menutup mata mereka, gunakan suara (bukan kata -kata)
untuk berkomunikasi dengan mereka, hanya melalui bunyi
suara dan posisi tubuh anda. Sambil mereka mendengar,
mereka memimikkan suara anda dan mencoba
menduplikasikan posisi tubuh anda. Untuk latihan ini tidak
perlu ada konsep-konsep intelektual. Tugas anda hanya
memproduksi suara dengan sederhana dengan memfokuskan
diri pada posisi tubuh. Rasakan energi yang membuat posisi
tubuh anda menjadi alur dimana dia mengalir. Biarkan suara
anda memakai karakteristik yang dituntut oleh postur, jangan
paksakan suara itu mempunyai “bunyi” yang khusus.
2. Lakukan lagi latihan ini dengan bentuk gerak yang diulang -
ulang seperti mengangkat kardus, atau tidur di lantai), sekali
lagi , biarkan suara anda merefleksikan aktivitas sementara
teman sekelas anda berusaha menemukannya sendiri melalui
mimik.
3. Dengan seorang teman, pilih satu aks i yang sederhana yang
dapat berlangsung antara dua orang, dan seperti di atas
komunikasikan aksi ini berulang kali kepada teman sekelas
anda.
LATIHAN No. 26 - RADIO SPEKTAKULER
Bentuk satu grup setidak-tidaknya berjumlah empat orang,
pilih satu peristiwa besar yang tidak membutuhkan banyak
dialog, dan siapkan sebuah pertunjukan radio untuk teman -teman
sekelas, yang masih menutup mata. Yang penting adalah
pertunjukan ini hanya menggunakan bunyi suara saja atau mimik
dengan menggunakan tubuh anda, tanpa kata-kata.
GESTUR SUARA SEBAGAI PROSES “MELUAP”
Impuls alamiah manusia adalah mengeksternalisasikan sensasi
dan emosinya, dan semua eksternalisasi ini adalah bagian yang
integral dari pada emosi. Menurut pakar linguistik Edward Sapir:
106
Bunyi kesakitan atau kebahagiaan, t idak memberi
indikasi pada emosi begitu saja, tidak terpisah sepertinya
memberikan pernyataan bahwa emosi -emosi itu sedang
dirasakan. Tetapi bunyi itu berfungsi sebagai luapan yang
otomatis dari energi emosional itu dan adalah bagian dari emosi
itu sendiri . 44
Ada dua ide penting yang dikemukakan oleh pernyataan di atas.
Pertama, bunyi emosi itu menghasilkan aksi yang berfungsi untuk
menjadi “katup pengaman”. Kedua, vokalisasi perasaan -perasaan
internal seperti itu adalah bagian dari perasaan-perasaan itu sendiri.
LATIHAN No. 27 – MELUAP
Latihan ini adalah untuk merasakan aksi “katup -
pengaman” dari gestur fisik dan vokal. Dengan menggunakan
monolog untuk ekspresi emosi mengamuk, baca monolog
tersebut dengan konsentrasi penuh, sambil berusaha menekan
semua gestur fisik dan vokal. Ulangi beberapa kali proses di
atas. Rasakan bagaimana tuntutan gestur fisik dan vokal
bertumbuh dalam diri anda dan tensinya terus meningkat.
Paksakan diri anda untuk bertahan sampai pada titik dimana
gestur fisik dan vokal harus meledak sebagai satu bentuk
ekspresi yang alamiah dari tensi yang semakin meningkat itu.
Ketika sudah meledak, eksplorasi gestur anda, sepenuhnya,
dorong dia sampai pada ti tik ekstrim. Diskusikan bentuk bunyi
dan bagaimana perasaan anda.
Ada cerita tentang seorang aktris yang tingkah lakunya sangat
sopan dan sangat lemah gemulai yang gesturnya sangat dipilih
sehingga gerak-gerak yang dilakukannya tidak memiliki hubungan
organik sama sekali dengan adegan yang sedang dipertunjukkannya .
Si sutradara mengikat kedua tangan aktris ini. Dia berkata: “Jika
impuls anda untuk bergerak sangat kuat sehingga anda harus
memutuskan tali pengikat tangan anda, baru anda boleh bergerak”.
Tujuan dari latihan di atas adalah mengangkat tekanan -tekanan
terhadap gestur fisik dan vokal sehingga anda dapat memberikan
respon secara bebas dan sepenuhnya kepada dialog, tetapi selalu
melihat kebutuhannya dan kesederhanaannya .
44 Ib id, hal . 5. Versi Indonesia oleh penul is.
107
FUNGSI SUARA SEBAGAI PERNYATAAN SIKAP
Sementara kata-kata yang kita ucapkan membawa informasi
yang ingin disampaikan, sikap diri kita tentang informasi itu
disampaikan oleh nada suara kita. Contoh yang paling mudah adalah
sindiran . Jika dalam satu argumentasi , seseorang berkata :” Yah , anda
memang ahli di bidang itu”. Maka nada suara oran g itu yang
menunjukkan apakah dia benar -benar bermaksud memuji anda atau
dia sebenarnya ingin mengatakan: “Anda tidak tahu apa -apa tentang
hal itu”.
Banyak lagi contoh yang menunjukkan bagaimana suara
mengkomunikasikan sikap. Misalnya, kita sering berada dalam situasi
di mana kita tidak dapat menyampaikan maksud atau perasaan yang
sebenarnya. Pada saat -saat seperti itu kita sering secara sadar atau
tidak sadar mengekspresikan diri kita secara tidak langsung ,
mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarka n bukan yang kita
maksud. Maksud “tersembunyi” seperti itu disebut subtext . Misalnya,
jika seseorang berusaha meyakinkan kita bahwa dia merasa yakin
dengan apa yang dikatakannya, maka dia akan mengeraskan suaranya,
sedikit mengangkat “nada”nya, dan artikul asinya tajam, menekankan
konsonan sebagai ganti ekspresi fisik “menepak meja”. Tetapi ketika
orang itu berhenti berbicara untuk mengambil nafas dan ekspresinya
lebih menunjukan helaan hampir seperti menguap. Tanpa orang itu
sadari dia sudah menunjukkan sikap bosan dengan apa yang
disampaikannya dan mungkin bosan juga dengan anda. Dari contoh di
atas, kualitas suaralah yang sebenarnya mengkomunikasikan maksud
orang itu yang terdalam. Charles Darwin berpendapat bahwa gestur
vokal memberi simbol pada gestur fi sik:
Darwin memberi penjelasan tentang sikap primitif anak -
anak yang mengekspresikan rasa tidak suka mereka pada
seseorang atau sesuatu dengan cara menjulurkan lidah mereka
dan membuat bunyi seperti domba mengembek. Menurut Darwin,
menjulur l idah adalah refleksi primitif dari muntah atau menolak
sesuatu yang t idak enak rasanya, demikian juga bunyinya, yang
memiliki kuali tas vokal yang aneh yang datangnya dari
tenggorokan yang sangat terbuka lebar, refleksi dari keinginan
untuk muntah. Sangat menar ik untuk disimak bahwa orang
dewasa yang lebih beradab akan menunjukkan sikap tidak
sukanya dengan cara yang hampir sama, walaupun sedikit lebih
halus.45
45 Wal lace A. Bacon dan Robert S. Breen, L iterature as Experience (New
York: McGraw-Hil l Book Company, 1959), ha l. 286. Vers i Indonesia oleh
penul is .
108
LATIHAN No. 28 – SUBTEXT
1. Lakukan adegan dibawah ini dengan memfokuskan diri anda
pada bunyi vokal dan aspek-aspek nonverbal di luar dan dalam
dialog. Bagaimana infleksi, penekanan-penekanan, kualitas
nada, dan “kebisingan -kebisingan” yang ada pada suara
menolong mengkomunikasikan sikap yang tersembunyi dari
kedua karakter ini :
(Situasinya adalah seorang tamu kehormatan di sebuah pesta
datang terlambat 45 menit lamanya. Tiga pasangan selain
dari pada Tuan dan Nyonya Rumah sudah menunggu. Lonceng
terdengar).
NYONYA: Oh! Kami kira anda tidak akan datang; tapi
untunglah. (Ketika si nyonya membuka pintu untuk menerima
tamunya, dia tersenyum dengan bibir yang rapat. Ketika dia
mulai berbicara, dia menarik kedua tangannya, menjadi
kepalan-kepalan longgar, di antara kedua buah dadanya.
Membuka matanya lebar-lebar, lalu menutupnya perlahan dan
tetap tertutup untuk beberapa kata-kata. Ketika dia mau
berbicara, dia menjatuhkan kepalanya kesatu sisi lalu
menggerakkannya menuju ke si tamu dalam satu sapuan
lembut. Lalu dia merapatkan bibirnya sebentar sebelum
melanjutkan kata-katanya, mengangguk, menutup matanya
lagi, dan merentangkan tangannya, memberi indikasi pada si
tamu untuk masuk).
TAMU: Saya mohon maaf; kau tahu, banyak kerjaan, telepon
dan lain-lainnya. (Dia menatap lurus pada Nyonya,
menggelengkan kepalanya, dan merentangkan kedua
lengannya dengan tangan terbuka lebar. Lalu dia mulai
mengayun-ayunkan kakinya dan mengangkat satu tangan,
memutarnya terbuka sedikit ke arah menjauhi dirinya. Dia
mengangguk, dan mengangkat tangan yang satu lagi, dan
memutarkan dengan telapak tengadah ke atas ketika dia
melanjutkan bicaranya, Lalu dia turunkan kedua tangannya
dengan telapak tertahan di depan, ke samping dan menjauh
dari pahanya. Dia terus mengayunkan tanganya).
NYONYA: Taruh jaketmu disini . Banyak orang yang ingin
sekali bertemu denganmu. Aku sudah menceritakan semua
tentang kau . (Nyonya tersenyum pada Tamu, bibir ditarik ke
belakang dengan gigi yang rapat, lalu, sementara dia
memberikan indikasi di mana si Tamu harus menaruh
jaketnya, untuk sesaat, muka si Nyonya terlihat tidak
menunjukkan ekspresi apa-apa. Dia tersenyum dengan
menunjukkan giginya lagi, mendecak dan pelan -pelan
menutup, membuka, dan menutup matanya lagi sambil
109
menunjuk ke para tamu dengan bibirnya. Lalu dia membuat
gerakan menyapu dengan kepalanya dari satu sisi ke sisi yang
lain. Ketika dia mengucapkan kata “semua” dia
menggerakkan kepalanya ke atas dan bawah dari satu sisi ke
sisi yang lain, menutup matanya pelan -pelan lagi, merapatkan
bibirnya, dan meraih lapel si tamu)
TAMU: Semua! Wah, Aku tidak mengerti . . . . Ya. . . Tidak. .
. . Aku akan senang berkenalan dengan mereka. (Si tamu
membungkuknya bahunya, sehingga menarik lapelnya lepas
dari raihan Nyonya. Dia pegang jasnya dengan dua tangan,
merengut, dan mengedipkan matanya dengan cepat ketika dia
membuka jaketnya. Dia terus memegang jasnya erat -erat). 46
2. Pertunjukan adegan di atas dua kali dengan memfokuskan diri
anda pada arti -arti yang ada dipermukaan saja, tanpa
menghiraukan subtext. Gunakan gestur fisik dan vokal dengan
maksud membawa seluruh subtext kepermukaan sehingga
karakter-karakternya benar-benar mengekspresi perasaan
mereka yang sebenarnya.
Diskusikan kedua versi adegan yang berbeda di atas. Apakah
yang satu lebih menarik atau lebih tepat dramatisasinya dari yang
lain? Mungkin kurang bijaksana bagi seorang aktor untuk menyatakan
art i subtext sepenuhnya, dan kurang bijaksana pula j ika tidak
menghiraukan keberadaannya sama sekali. Jika dihiraukan begitu
saja, maka adegan akan terasa datar dan salah penafsirannya. Jika
dinyatakan sepenuhnya hal yang sebenarnya mengalir di dalam,
adegan itu kehilangan tekstur dan tensi . Jika demikian, tugas aktor
bukan menerangkan sikap karakternya dengan cara menyingkapkan
seluruh rahasia-rahasia yang ada dalam dirinya, tetapi memerankan
sikap tersebut dengan penuh integritas, mencoba menyelami apa yang
dia sembunyikan dan apa yang ditunjukkannya, apa yang tidak
dikatakannya atau dilakukannya, juga apa yang dikatakannya atau
dilakukannya. Pikiran-pikiran yang tersembunyi ini akan hidup dalam
alam bawah sadar pemikiran si aktor, seperti “suara -suara hati” yang
sering kita dengar berbicara dalam pikiran kita, yang disebut dalam
dunia akting,“inner monologue” (monolog internal).
LATIHAN No. 29 – “MONOLOG INTERNAL”
Dengan menggunakan adegan Nyonya dan Tamu di atas,
ciptakan “monolog internal” untuk karakter anda, dengan cara
menyatakannya secara verbal sebagai satu proses mengalirnya
46 Raymond Birdwhist le , Introduct ion to K ines ics (Louisv i l le,Ky: Universi ty
of Louisvi l le Pamphlet , 1957), hal . 29-30. Versi Indonesia oleh penul is .
110
pikiran yang menggerakkan anda dalam adegan. Pertunjukan
adegan dua kali. Pertama, dengan menggunakan “monolog
internal” sepertinya itulah dialog yang sebenarnya. Kedua
menggunakan dialog yang sebenarnya dengan “monolog
internal” diucapkan dalam pikiran anda saja.
Monolog internal adalah alat yang berguna untuk memeriksa
dan meyakinkan apakah si aktor sudah melaksanakan proses
pemikiran si karakter yang terus bersambung selama adegan
berlangsung dan untuk meyakinkan bahwa proses pemikiran ini terus
hidup setiap saat dia memainkan adegannya.
DARI GESTUR SUARA MENJADI BAHASA VERBAL
Teori-teori tentang bagaimana bahasa berkembang
menyarankan bahwa bahasa berasal dari gestur suara. Filsuf Ernst
Cassirer mengatakan:
… Jika kita memperhatikan asal mula bahasa, kita
mengetahui bahwa bahasa bukanlah representasi yang berbentuk
tanda-tanda dari ide-ide, tetapi juga tanda-tanda emosional dari
stimuli sensual. Manusia purbakala mengetahui bahwa asal mula
bahasa adalah emosi dari rasa sensasi, kenikmatan, dan
penderitaan. Epicurus berpendapat bahwa kita harus kembali
kepada pernyataan semula ini, untuk dapat mengerti asal mula
bahasa. Bahasa bukanlah produk dari sesuatu yang biasa saja,
tetapi adalah hal yang sangat dibutuhkan dan alamiah sama
seperti sensasi itu sendiri. Penglihatan, pendengaran, rasa -rasa
nikmat dan derita adalah hal yang paling karakteristik dari
manusia pertama, dan demikian pula halnya dengan ekspresi dari
sensasi-sensasi dan emosi-emosi kita. 47
Dengan kata lain, proses artikulasi dari bunyi vokal menjadi
bahasa verbal adalah aktivitas yang sangat ekspresif dan
mengikutsertakan seluruh organisme kita. Yang perlu di mengerti
oleh si aktor adalah bahwa bahasa verbal adalah proses fisikal di
mana pikiran menemukan ekspresinya di aktivitas otot yang
memproduksi bunyi yang terartikulasi. Dengan kata lain, satu tanda
eksternal dari keadaan internal. Aspek fisikal dari berbicara ini
penting bagi para aktor, karena bahasa tertulis yang disampaikan
naskah hanyalah representasi dari bahasa l isan yang divisikan oleh si
penulis naskah.
47 Ernst Cass irer, The Phi losophy of Simbol ic Forms , terjemahan Ralph Manheim (New Haven, Conn.: Yale University Press, 1953), hal . 148. Vers i
Indonesia o leh penul is .
111
Sambil kita membentuk pikiran -pikiran kita dan
mengkomunikasikannya menjadi bahasa verbal, kita terpaksa
membuat banyak keputusan-keputusan yang mengekspresikan
perasaan-perasaan dan kepribadian kita. Bahasa kita yang sifat
komunitasnya memang sudah alamiah menentukan cara kita
mengekspresikan diri dan berpikir. Oleh karena itu, proses
verbalisasi juga mengekspresikan cara-cara kita bereaksi terhadap
lingkungan sosial kita.
Sifat alamiah dari proses verbalisasi ini sangat penting bagi
para aktor. Jika dia menyampaikan dialognya hanya sekedar hasil
hafalan saja, dia mencabut proses kehidupan yang ada dalam ka ta-
kata. Impuls si karakter untuk mengekspresikan dirinya datang dari
suatu kebutuhan atau dari suatu reaksi, karena kata -kata yang
diucapkannya adalah hasil dari satu proses pemilihan, sebelum dia
membentuknya menjadi kalimat -kalimat. Dia terus menerus
melakukan pilihan-pilihan kata-kata, penekanannya, atau yang
lainnya dengan sadar atau tidak sadar. Pilihan -pilihan ini menyatakan
apa yang sangat penting bagi dirinya yaitu kualitas dari ucapan “yang
akan disampaikannya” yang harus dikomunikasikannya kepada
penonton. Tanggunjawab si aktor adalah menciptakan kembali proses
verbalisasi dengan cara yang dituntut oleh situasi psikologis si
karakter dan gaya dari naskah tersebut.
112
PELAJARAN KE LIMA
SI AKTOR DAN ARTIKULASINYA
Dari semua kemampuan yang dimiliki tubuh untuk menciptakan
bunyi, hanya sedikit saja yang dipakai untuk berbicara. Pertama,
semua bunyi yang ada dalam bahasa kita sifatnya “ekspiratori”, di
produksi oleh nafas yang keluar sementara seluruh bunyi
“inspiratori” berada dalam bidang gestur vokal yang nonverbal.
Kalau begitu, percakapan dimulai dari nafas yang keluar, dan dengan
nafaslah kita mulai mempelajarinya. Kita sudah mengenal koneksi
yang integral antara aktivitas, emosi, nafas, dan suara kita. Tujuan
dari studi pernafasan adalah untuk meningkatkan kesatuan organik
antara aksi, emosi, nafas, dan suara, sementara memperluas,
menguatkan, dan membuat lebih peka respon otot -otot besar ketika
menyokong pernafasan tersebut.
PENYOKONG PERNAFASAN
Sistem diafragma, paru-paru, dan tenggorokan beraksi sebagai
alat peng“hembus” dan mempengaruhi suara dengan cara menopang
bunyi-bunyi ucapan sederhana, dialek, stres, dan perubahan volume.
Seiring dengan tenaga aliran nafas yang meningkat terjadi juga
perubahan-perubahan pada resonansi . Aktor harus belajar untuk
mampu mengembangkan sistem dari penyokong pernafasan ini.
Dalam kehidupan sehari -hari , dia jarang memakai bahkan setengah
persediaan udara ini. Demikian pula percakapan sehari -sehari ,
prosesnya tidak menuntut latihan otot -otot yang mengaktifkan alat
peng“hembus” ini ke potensinya yang tert inggi.
Alat peng“hembus” ini beroperasi dengan cara yang sederhana
(lihat Gambar 9). Ketika diafragma ditarik ke bawah di rongga dada,
udara tertarik masuk ke paru -paru. Ketika dia terdorong ke atas, udara
disetir melalui pembuluh tenggorokan dan batang tenggorokan, lalu
hulu tenggorokan, lalu ke leher, mulut, dan rongga hidung. Ketika
diafragma berada pada posisi istirahat (pada posisi NOL), dia masih
dapat mendorong keluar atau menarik masuk udara tambahan.
Mendorong udara keluar menaruhnya pada posisi “NEGATIF”
sementara menarik masuk udara menaruhnya pada posisi ‘POSITIF”.
Penting untuk diketahui bahwa proses menarik dan mengeluarkan
nafas ini terjadi dengan keadaan tubuh yang rileks.
Jauhnya posisi turun naik dari diafragma dan kemampuannya
merespon tergantung dari kemampuan si aktor “memproyeksikan”
suara dan menggunakan otot -otot lain yang ikut campur dalam proses
tersebut. Hanya dengan latihan yang rutin dan lama, dia dapat
mengembangkan sistem pernafasan yang baik dan benar. Dibawah ini
113
adalah latihan sederhana yang dapat membantu aktor untuk memulai
proses pengembangan tersebut.
LATIHAN No. 30 – NAFAS DAN BUNYI
Dengan posisi berdiri tegak lurus dan seimbang,
produksikan satu nada vokal yang b erkesinambungan dan
lakukan eksplorasi variasi yang memungkinkan dari nada
tersebut, dengan hanya memanipulasi nafas yang ada.
Perhatikan bagaimana resonan nada tersebut dipengaruh oleh
perubahan tenaga aliran nafas. Perhatikan perbedaan kualitas
nada saat memulai dan berhenti oleh karena cara anda
menghentikan dan memulainya, dengan cara mengkontrol
gerakan diafragma. Taruh tangan anda di atas perut (ditengah -
tengah tepat di atas pinggang) dan rasakan gerak dari
diafragma. Bagaimana ketepatan dan kepenuhan nya? Apakah
tegang, sehingga gerakan terbatas dan tidak menentu?
Usahakan untuk menghilangkan tekanan -tekanan yang mungkin
ada. Periksa juga area-area disamping punggung bagian bawah;
apakah anda bernafas 360 derajat di sekitar abdomen?
Gambar 9 : Alat pendukung vokal. 48
48 Sumber: Robert L. Benedett i , The Actor at Work , Englewood Cl i f fs, N.J:
Prent ice Hal l Inc. , hal . 92.
OTAK Digunakan untuk
mengkontro l proses
berbicara
MEKANISME RESONATOR Rongga-rongga Voka l
digunakan untuk memil ih dan menekan nada-nada
yang ber leb ihan
MEKANISME ARTIKULATOR
Digunakan untuk merubah besar
kec i lnya rongga-rongga voka l
MEKANISME VIBRATOR Glot t is dan Pi ta Suara
digunakan untuk memodu las i a l i ran nafas
MEKANISME TENAGA Digunakan untuk
mensupl i r a l i ran nafas
NASAL ORAL TENGGOROKAN
BATANG TENGGOROKAN PARU-PARU DIAFRAGMA
114
Latihan kelenturan yang sudah dijelaskan di atas, dapat menolong
aktor meningkatkan volume persediaan udaranya. Dia juga perlu
mengembangkan stamina dan kelenturan otot -otot yang mengontrol
persediaan udara tersebut. Menghitung berapa lama seorang aktor
dapat bertahan membunyikan satu nada, adalah satu cara untuk
melihat perkembangan yang sudah dicapainya.
Cara tubuh mempergunakan persediaan udara yang ada sama
seperti cara instrumen tiup mempergunakan udara ketika sedang
dimainkan. Gumpalan udara yang didorong keluar menyebabkan
vibrasi ketika melewati celah pita -pita suara yang memang diciptakan
untuk maksud tersebut. Vibrasi ini membuat gumpalan udara
bergerak. Oleh karena vibrasi tadi diperkuat, dan oleh karena
diresonansi dan kuali tasnya berubah (terartikulasi), akhirnya muncul
sebagai nada yang menunjukkan karakteristik dari instrumen yang
memproduksi nada tersebut. Di lat ihan 29, kita akan belajar
memproduksi bunyi -bunyi vokal sementara nafas mengalir melalui
konfigurasi tubuh kita. Proses yang alamiah ini secara otomatis akan
meyakinkan kita pada kesatuan yang organis dari nafas dan aktivitas.
MEMPRODUKSI NADA
Tanpa persediaan udara yang cukup dan penggunaannya yang
efisien, ritme ucapan seorang aktor akan terbatas, susah menahan
panjangnya ucapan, dan tidak dapat mengatur nada ekspresif yang
dituntut karakternya. Ketegangan yang ada di pita suara dan
penggunaan yang tidak efisien ruang -ruang pengatur resonansi dan
amplikasi akan membuang persediaan nafas yang ada dengan sia-sia.
Jika kita perhatikan, ada tiga cara pita suara beroperasi:
1. Ketika pita suara ditutup dan ditegangkan, aliran udara
dipaksa melewatinya dan bervibrasi seperti suara alang -
alang yang terhembus angin, memproduksi nada. Denga n
cara menambah dan mengurangi tegangannya, kita
menambah dan mengurangi pola titinada.
2. Ketika pita suara sepenuhnya terpisah sehingga aliran udara
dengan bebas melewatinya, kita memproduksi kuali tas
ucapan yang bunyinya disebut “tak bersuara”.
3. Ketika kita dengan t iba-tiba menutup pita suara sehingga
aliran udara sepenuhnya terhalang, maka kita menciptakan
keadaan yang disebut “glottal stop” (penghentian suara di
bagian celah pita suara).
115
Ketegangan di area tenggorokan, akan sangat mempengaruhi
pita suara dan menghalangi proses pernafasan. Ketegangan ini juga
akan merusak pertunjukan karena ketegangan yang paling mudah
dilihat penonton adalah di area tenggorokan. Banyak aktor yang
bermain di atas panggung dengan kaki yang keseleo dan tidak ada
penonton yang tahu. Tetapi leher yang tegang membuat banyak
penonton yang batuk.
Pita suara membuat udara yang mengalir menciptakan bunyi
“bersuara” (voiced) dan “tak bersuara” (unvoiced). Misalnya, huruf
konsonan p bunyinya “tak bersuara”, sementara b “bersuara”
walaupun cara mengartikulasikan kedua bunyi konsonon in sama.
Memang lebih berat menciptakan ucapan yang “tak bersuara” dari
pada “bersuara” karena memang lebih susah memisahkan sepenuhnya
pita suara dari pada membiarkannya berada pada posisi norma l atau
tegang. Kita tentu menyadari saat tidur, nafas memproduksi bunyi
vokal yang lembut ketika udara mengalir melalui celah pita suara
yang sedang rileks.
LATIHAN No. 31 – ARTIKULASI “BERSUARA” DAN “TAK
BERSUARA”
Dengan menggunakan daftar bunyi konsonan di bawah ini ,
bunyikan artikulasi huruf bersuara dan tak bersuara. Buat
perubahan bunyi dengan memisahkan sepenuhnya pita suara atau
menutup dan menegangkannya. Taruh jari anda di jakun untuk
merasakan perubahan tersebut (bergetar ketika tertutup dan
tegang, tidak bergetar ketika terpisah sepenuhnya).
1. pa ba ta da ka ga ta da
2. fa va sya dja fa va sya dja
3. pa ba wa ma pa ba ra wa
4. na nya ka ga la nya ka ga
5. sya dja tja dja sa za tja dja
Tanpa disadari , kita sudah mempelajari proses pertama dari
art ikulasi dengan cara memproduksi bunyi bersuara dan tak bersuara.
Pada saat nafas mengalir, bersuara atau tidak, melewati hulu
tenggorokan, terjadi tiga bentuk art ikulasi yang berbeda, Pertama, di
bagian Soft Palate (Bagian langit-langit yang lembut di rongga mulut
bagian belakang) dapat diangkat dan diturunkan untuk menyetir udara
menuju rongga hidung (nasal) atau rongga mulut (oral). Lalu, ketika
udara mengalir ke rongga mulut, dapat diringtangi, atau dibiarkan
lewat dengan bebas. Akhirnya, jika dirinta ngi, lokasi dimana
rintangan itu berada memproduksi bunyi tersendiri.
116
Dibawah ini adalah bentuk-bentuk artikulasi dari al iran nafas:
1. Apakah aliran nafas bersuara atau tidak?
2. Apakah nafas melewati ruang nasal atau oral?
3. Jika berada di ruang oral, apakah nafasnya ditahan?
4. Jika ditahan, di daerah mana nafas itu tertahan?
BUNYI SUARA NASAL (DI RONGGA HIDUNG)
Titik pertama artikulasi aliran nafas setelah melewati pita
suara adalah langit -langit di bagian belakang rongga mulut (soft
palate). Ketika langit -langit lembut ini diangkat dan diturunkan, dia
membuka jalan untuk aliran udara lewat menuju rongga hidung di
mana di sana beresonansi. Dalam bahasa Indonesia kita memiliki
setidak-tidaknya tiga bunyi resonan yaitu m , n , dan ng .
Resonansi nasal memainkan peran yang penting dalam
menciptakan variasi nada yang menunjukkan kualitas dari ucapan
kita. Dialek-dialek daerah (jika memang sudah ada bunyi bahasa
Indonesia yang standar), termasuk cacat wicara, datangnya dari
penggunaan resonansi nasal yang salah. Ke tika melakukan latihan di
bawah ini, kita akan menemukan manerisme suara dari daerah di mana
si aktor itu berasal atau memang dia cacat wicara. Dengan menguasai
latihan-latihannya, diharap si aktor dapat mengatasi kelemahan -
kelemahan dari caranya berbicara . Jika ada masalah, mungkin seorang
“speech pathologist” dapat melatih khusus untuk mengatasi masalah
tersebut. Karena salah satu bagian yang paling utama yang membatasi
penampilan seorang aktor adalah cacat disuaranya.
LATIHAN No. 32 – BUNYI NASAL
1. Sambil memproduksi nada berkesinambungan (misalnya , a
dalam kata fajar). Angkat dan turunkan soft palate (dengan
membuat bunyi a menjadi ng), dan konsentrasikan kepekaan
anda pada vibrasi-vibrasi yang diproduksi oleh tenggorokan,
mulut, dan di area di wajah di sekitar hidung. Cobalah latihan
ini dengan bunyi-bunyi yang berbeda. Sambil melakukan
latihan ini, coba memproyeksikan nadanya ke area segitiga di
sekitar hidung dengan sekuat tenaga sehingga vibrasi
dipermukaan area ini dapat dirasakan dengan sentuha n jari.
2. Ketika anda memproduksi nada yang t idak nasal (seperti
bunyi huruf hidup), rasakan berapa besar resonan di rongga
hidung memberikan kontribusi (tanpa merubahnya) kepada
kualitas dari nada tersebut. Periksa dengan cara menutup dan
membuka hidung dengan jari -jari anda.
117
BUNYI SUARA ORAL (DI RONGGA MULUT)
Aksi art ikulasi yang paling kompleks terjadi di rongga mulut.
Aliran nafas, bersuara atau tak bersuara, diberi kesempatan untuk
melewatinya dengan bebas atau dirintangi . Jika lewat dengan bebas,
artikulasi itu dapat “dibentuk” dengan memposisikan bagian -bagian
mulut yang dapat bergerak (terutama rahang, lidah dan bibir). Bunyi -
bunyi yang diproduksi dari bentuk terbuka ini umumnya adalah huruf
hidup. Bunyi huruf hidup dalam bahasa Indonesia sebenarnya lebih
banyak dari jumlah huruf hidup tersebut (hanya 5 saja, a, i , u, e, o.
(misalnya bunyi a di kata fajar berbeda dengan bunyi a di kata kena).
Ada 4 katagori dalam memproduksi bunyi huruf hidup. Pertama, di
depan di rongga mulut (hanya mengikutsertakan bibir), di tengah -
tengah (hanya menggunakan lidah dan bibir), atau di belakang (hanya
menggunakan rahang dan lidah), dan bunyi -bunyi kombinasi yang
disebut diftong (seperti misalnya bait , rantai , imbau , kau) yaitu
gabungan dua huruf yang menghasilkan bunyi rangkap, ayunan
bunyinya tidak terputus antara satu huruf ke huruf hidup yang
lainnya.
LATIHAN No. 32 – HURUF HIDUP DAN DIFTONG
1. Buat diri anda rileks dan seimbang. Dengan menggunakan
daftar dibawah ini, nadakan setiap buny i berulang kali ,
dengan mengkonsentrasikan diri pada pengembangan
resonansi sepenuhnya dan menggunakan persediaan nafas
seefisien mungkin. Apakah anda mendapatkan volume dan
resonansi yang maksimum dari penggunaan udara yang
minimum?
2. Produksikan nada dengan cara melebih-lebihkan bentuk
mulut. Baca daftar di atas menurut urutannya, dengan
menaruh konsentrasi pada gerak yang terjadi (dari depan ke
belakang) di rongga mulut dan pada bertambahnya “ukuran”
mulut karena semakin banyak ruang tercipta di sana.
3. Ucapkan bunyi diftong dengan lambat untuk mengeksplorasi
dan merasakan ayunan dari satu huruf ke huruf hidup yang
lainnya. Apakah anda memproduksi bunyi yang jelas berbeda
untuk setiap huruf hidup? Rekaman suara akan sangat berguna
untuk menentukan kelemahan-kelemahan art ikulasi anda.
BUNYI SUARA ORAL: KONSONAN
Ketika aliran nafas dirintangi atau tertahan di mulut, bunyi
yang tercipta adalah huruf konsonan. Resonansi konsonan lebih kecil
tetapi lebih tajam dibanding bunyi resonansi huruf hidup. Arti
harafiah konsonan adalah “berbunyi dengan”, hal ini
118
mengindikasikan bahwa bunyi konsonan itu sendiri tidak
menciptakan satu suku kata, mereka harus dikombinasikan dengan
huruf hidup.
Jika kita mempertimbangkan art ikulasi konsonan, ada dua
pertanyaan yang harus dijawab. Pertama, di posisi mana aliran udara
dirintangi? Kedua, berapa besar rintangannya? Untuk pertanyaan
pertama, dapat dilihat bahwa ada empat posisi di mulut di mana
terjadi artikulasi (lihat gambar 10). Sambil titik -ti tik artikulasi ini
bergerak maju di mulut, kualitas dari bunyinya berubah, sebagai
berikut:
A. Gutural : bagian belakang lidah menyentuh bagian belakang
mulut. Dalam bahasa Indonesia biasanya hanya bunyi -bunyi
kebisingan yang nonverbal saja.
B. Palatal Belakang : bagian belakang lidah dapat diangkat dan
bersentuhan dengan langit -langit lembut (soft palate) untuk
membuat bunyi huruf seperti g .
C. Palatal Tengah : bagian tengah lidah dapat diangkat dan
bersentuhan dengan langit -langit keras (hard palate) untuk
membuat bunyi huruf seperti k
D. Dental : di bagian ini , lidah digunakan bersama dengan bagian
gusi di belakang gigi depan di atas untuk membuat bunyi huruf
t .
E. Labial : di bagian ini , bibir bagian bawah bersatu dengan gigi
bagian atas untuk membuat bunyi huruf f atau bibir dengan
bibir bersatu untuk membuat bunyi huruf b .
Rongga hidung
Langit-langit
keras
Langit-langit
lembut
Lidah
Gambar 10 Titik-titik art ikulasi di mulut. 49
49 Sumber: Robert L. Benedett i , The Actor at Work , Englewood Cl i f fs, N.J:
Prent ice Hal l Inc. , hal . 98.
119
Anda dapat juga merasakan bahwa bunyi dapat dibuat dengan
memindahkan aliran udara dari bersuara menjadi tak bersuara dan
sebaliknya.
Jika kita mempertimbangkan sebagaimana besarnya aliran
nafas yang dirintangi, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui
apakah aliran nafas sepenuhnya ditahan atau hanya dirintangi? Jika
aliran udara sepenuhnya ditahan, hasilnya berarti “berhenti” atau
“plosive” (arti harafiahnya ledakan), karena diproduksi dengan
menutup aliran nafas sepenuhnya di satu titik di rongga mulut lalu
membiarkannya “meledak” tiba -tiba. Dilain pihak, j ika aliran nafas
dirintangi te tapi masih dapat mengalir memproduksi konsonan yang
disebut “berlanjut”, karena bunyinya dapat ditahan untuk beberapa
waktu (Hmmm , Enak!).
Sekarang kita sudah mengerti dua katagori umum dari
konsonan, “berhenti” dan “berlanjut”. Di katagori “berlanjut”, a da
beberapa katagori menengah :
1. Nasal (m, n, ng) yang sudah dijelaskan di atas.
2. Frikatif di produksi dengan memaksakan aliran nafas melewati
ruang yang sempit . Beberapa (tetapi tidak semua) memiliki
kualitas bunyi mendesis.
3. Campuran adalah bunyi kombinasi yang diproduksi oleh bunyi -
bunyi palatal yang “plosive” dan bunyi frikatif yang lembut
seperti huruf c dan j .
4. Mengayun adalah bunyi yang diciptakan oleh aliran nafas yang
tidak lama tertahan, yang langsung mengayun ke bunyi huruf
hidup. Atau sebaliknya j ika di mulai dengan huruf hidup
mengayun ke posisi tertahan seperti bunyi kata arung atau jeram .
LATIHAN No 33 – KONSONAN
Dengan menggunakan bahan latihan no. 21 eksplorasikan
bunyi-bunyi dengan melebih-lebihkan gerak dan posisinya. Baca
perlahan-lahan terlebih dahulu bunyi labial, dental , palatal,
nasal, dan mengayun.
Apakah produksi bunyi-bunyi nyata perbedaannya? Apakah
persediaan udara digunakan dengan efisien? Apakah resonansi dari
setiap bunyi mencapai ti tik maksimum?
Proyeksi suara yang benar bukan hanya karena dukungan nafas
dan vokalisasi yang benar saja. Tetapi juga tergantung pada artikulasi
yang baik. Banyak aktor yang menyangka bahwa untuk dapat didengar
dia hanya perlu berbicara keras padahal lebih dibutuhkan pengucapan
120
yang jelas untuk dapat didengar. Salah satu kelemahan vokal yang
paling banyak adalah aktor yang mudah di dengar tapi tidak mudah
di mengerti . Para psikolog mengatakan bahwa kelemahan vokal lebih
sering disebabkan oleh kurang percaya diri. Memang identitas
kepribadian kita tampil melalui suara. Kepribadian dalam bahasa
Inggris personality mempunyai dua arti dasar yaitu “topeng” dan per
sona atau “melalui bunyi”. Maka dengan demikian, studi kita tentang
suara sangat berhubungan erat dengan karakter.
HUBUNGAN ANTARA ARTIKULASI DAN KARAKTER
Tujuan dari studi tentang suara adalah untuk membuatnya
menjadi instrumen yang lentur yang dapat merespon dengan segera
tuntutan karakter dan gaya naskah. Untuk mencapai kelenturan yang
diharapkan, otot-otot yang mengkontrol artikulasi perlu dilat ih
dengan penuh disiplin.
Walaupun demikian, bersama-sama dengan proses
pengembangan otot -otot artikulasi , anda harus meningkatkan
kepekaan pendengaran anda, kemampuan untuk mendengar aspek -
aspek yang ekspresif dari artikulasi di k ehidupan sehari-hari.
LATIHAN No.34 – ARTIKULASI DAN MANUSIA
1. Perhatikan kebiasaan orang berartikulasi di sekitar anda.
Bagaimana malas, t idak yakin, malu, berani, dan ciri -ciri
kepribadian lainnya diekspresikan melalui artikulasi?
2. Efek apa saja yang diberikan oleh emosi yang berbeda -beda
terhadap artikulasi?
3. Coba ciptakan kembali artikulasi yang sudah anda latih dan
selidiki perasaan-perasaan anda saat berbicara dengan cara
yang bermacam-macam.
Situasi juga sangat mempengaruhi artikulasi karena artikulasi
adalah alat dari otot -otot untuk mengekspresikan dirinya secara
verbal di masyarakat. Dengan demikian, art ikulasi adalah alat yang
paling ekspresif dari perasaan seorang aktor tentang situasi sosial
tersebut. Penekanan terhadap bunyi yang keras dan menggigit dapat
memberikan satu indikasi dari sikapnya. Bunyi panjang dan lembut
dapat juga memberikan satu indikasi dari satu sikap yang berbeda.
Bunyi yang merata tanpa tekanan dapat menunjukan sikap tertekan.
Banyak indikasi sikap yang ekspresif yan g dapat diberikan oleh
art ikulasi yang membutuhkan eksplorasi dan pelajaran yang lebih
khusus.
121
LATIHAN No.35 – ARTIKULASI DAN KARAKTER
Dibawah ini adalah dialog prosa dari naskah Raja Lear . Tanpa
memperdulikan karakterisasi , gunakan untuk eksperimen di
bawah ini. Rekaman suara anda akan sangat menolong.
“Gerhana matahari dan bulan akhir -akhir ini tak
membawa kebaikan bagi kita. Sungguhpun para ahli bisa
menerangkan begini begitu, namun alam tergoda oleh
akibat-akibat yang nyata: cinta mendingin, persahabatan
murtad, sanak saudara bercerai, dalam kota ada
pemberontakan, di luar kota sengketa, di istana
khianatan, dan putuslah ikatan anak dan ayah. Ramalan
itu juga mengenai anakku durjana ini: anak menentang
ayahnya; baginda ingkar fitnahnya; ayah lawan anak.
Zaman yang terbaik telah lampau; muslihat, kerendahan
budi; khianatan dan segala bencana jahat mengejar kita
tak henti -henti sampai kubur.”
1. Baca dialognya dengan artikulasi yang “sempurna”. Bunyinya
dilebih-lebihkan sampai artikulasinya tepat.
2. Baca dialognya kembali untuk mengekspresikan emosi yang
berbeda-beda. Apa efek yang dibuat oleh kemarahan pada
bunyi artikulasi kata-kata ini? Bunyi kata-kata apa saja yang
penulis naskah berikan yang membantu anda mengekspresikan
kemarahan itu? Pertimbangkan juga ekspresi ketakutan dan
kepedihan dalam dialog, Anda akan menemukan bunyi yang
diberikan penulis naskah sebagai alat untuk ekspresi otot
untuk emosi-emosi tersebut.
3. Baca dialog sebagai alat ekspresi dari ciri -ciri kepribadian
yang dominan. Apa efek yang dibuat oleh satu pribadi yang
malu-malu terhadap art ikulasi? Malas? Sombong? Tolol?
4. Apa efek yang dibuat oleh situasi terhadap artikulasi? Baca
dialognya seperti sebuah rahasia yang sedang
dikomunikasikan kepada seorang teman, lalu seperti s ebuah
pernyataan dihadapan khalayak ramai. Selain perubahan di
volume, perubahan-perubahan apa lagi yang terjadi pada
art ikulasi untuk situasi yang kontras ini?
Artikulasi adalah hubungan otot , hubungan antara apa yang
dikatakan dan bagaimana mengatakannya, karena artikulasi itu
sendiri adalah satu ekspresi gestur yang kompleks.
Artikulasi bunyi yang dipilih oleh penulis naskah adalah satu
langkah penting untuk masuk ke dalam lakonnya. Dari langkah ini,
kita akan mulai mengerti ri tme, gestur vokal dan fisik, dan semua
122
aspek fisik dari pertunjukan. Selanjutnya kita juga akan mempelajari
bagaimana penulis naskah menciptakan lakon seperti sebuah partitur
musik yang penuh dengan ritme, bunyi -bunyi, tanda-tanda yang
dinamis, gestur-gestur, di mana semuanya dibutuhkan untuk
karakterisasi peran.
LATIHAN No.36 – KELENTURAN ALAT UCAP
Dibawah ini adalah beberapa latihan yang dapat dipakai untuk
melenturkan alat ucap si aktor, Setiap lat ihan harap dilakukan
berurutan untuk mendapatkan hasil yang maksimal:
SUN FACE, PRUNE FACE & MASSAGE
1. Renggangkan otot-otot di seluruh wajah anda dengan cara
melebarkannya sebesar mungkin. Bayangkan otot -otot di
wajah anda memancar seperti matahari (sun face).
2. Segera ciutkan otot -otot tersebut seolah-olah dia menjadi
buah prune. (prune face)
3. Setelah i tu dengan keadaan wajah anda yang normal, pijat
pipi, dahi, rahang dengan jari -jari anda untuk membuatnya
rileks. Lakukan latihan ini beberapa kali .
MELENTURKAN RAHANG
1. Jepit dagu anda di kiri dan kanan dengan jempol dan telun juk.
2. Getarkan dagu tersebut dengan menggoyang-goyangkan
jepitan ke atas kebawah. Anda akan merasakan rahang
bergoyang tanpa perlu anda goyangkan sendiri . Hasil yang
diharapkan bukan goyangan dari jepitan, tetapi goyangan
tersebut menciptakan getaran rahang tanpa perlu dikomando
oleh pikiran anda.
MELENTURKAN BIBIR
Rapatkan bibir anda dan hembus nafas melaluinya secara
periodik menciptakan getaran di bagian bibir. Lakukan
beberapa kali .
Kemampuan Ekspresi tentu tidak hanya berhubungan dengan
usaha mengenal pribadi serta seluruh teknik aparatus fisik yang sudah
dijelaskan di atas. Masih banyak latihan -latihan lain yang dibutuhkan
untuk meningkatkan kemampuan fisik seorang aktor seperti latihan
kemampuan pernafasan yang disebut Tai Chi Chu’an dan medi tasi
terutama dibutuhkan untuk keseimbangan tubuh, pikiran, dan
perasaan. Latihan-latihan tubuh yang lebih eksternal seperti seni tari,
123
gimnastik, anggar, pencak silat, dan mime, dapat menolong si aktor
meningkatkan kemampuan fisiknya untuk mengekspresikan si
karakter dengan lebih kreatif.
124
WORKSHOP KE ENAM
Games-games di bawah ini dilatih setelah latihan -latihan
relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran
Kedua. Selain i tu, ulangi sebagian games -games yang sudah
dimainkan di Workshop Pertama sampai dengan ke Enam yang
khususnya melatih kreativitas.
1. RADIO DRAMA
Pemain : 6 atau lebih.
Pusat perhatian : kemampuan mengekspresikan emosi lewat suara
(dialog) dan bunyi -bunyi (pendengaran) tanpa melihat ekspresi
fisikal pemain.
Contoh : Sebuah sekolah di kampung. SIAPA : GURU dan
MURID-MURID, GURU berumur 45 tahun dan sedikit tidak suka
mengajar . Seorang muridnya agak “bolot”
GURU: Tiga kali tiga sama dengan ?
MURID: (Bersama-sama) Sembilan.
GURU : Tiga kali empat sama dengan ?
MURID: (Bersama-sama) Dua belas.
GURU: Tiga kali lima sama dengan ?
MURID: (Bersama-sama) Lima belas.
GURU: Kenapa kamu nggak buka mulut, Johny ? Kamu tau
jawabanya atau enggak ? Jawab ?
MURID: Enggak Bu.
GURU: Maju ke depan, dan tulis semua jawa ban yang diberikan
teman-temanmu !
BUNYI : Suara seseorang menggeser kursi dan
menyiapkan kapur untuk menulis di papan tulis.
GURU: Lagi. .. Sudah sampai di mana tadi? Oh, ya. Tiga kali
enam sama dengan?
MURID: Delapan belas.
GURU: Angka delapannya nggak j elas. Tiga kali tujuh ?
MURID: Dua Puluh satu.
BUNYI: Suara kapur menggores papan tulis.
GURU: Joni? Apa itu di kantong kamu?
BUNYI: Suara seekor anak ayam.
BUNYI: Tawa riuh.
2. STAGE WHISPER
Pemain: Sebanyak-banyaknya.
Tujuan: Melepaskan otot -otot di tenggorokan dan mengalirkan
energi seluruh tubuh menjadi bisikan panggung yang bisa
didengar.
125
Pada pemain di kiri dan kanan yang tetap mempertahankan satu
pembicaraan dengan pemain di tengah.
DESKRIPSI: Semua pemain, duduk, dengan kedua kaki di lantai ,
melakukan “panting” sekeras -kerasnya, mencoba membuka
tenggorokan mereka sebesar mungkin. Sambil otot -otot di
tenggorokan relax, pemain mulai memberi bunyi pada “panting”
itu. (Jika ada yang oyong, hentikan latihan untuk sementara).
Selanjutnya, pemain mulai mengucapkan kata-kata mudah, seperti
angka, atau pantun menggunakan stage whisper. Misalnya: Two,
four, six, eight! Who do we appreciate!
SIDE-CAOCHING: Lepasin otot -otot di tenggorokan! Coba buka
tenggorokan kalian! Tambahkan bunyi! Dorong bunyinya dari kaki
keatas, dan keluar!
OBSERVASI: Stage Whisper bukanlah bisikan yang sebenarnya,
karena penonton harus bisa mendengar dan sebenarnya “ngacting”.
Jika dilakukan dengan benar, suara akan beresonansi .
126
PELAJARAN KE ENAM
SI AKTOR DAN LINGKUNGANNYA
Dalam pelajaran sebelumnya, kita lebih banyak mendiskusikan
masalah si aktor dengan dirinya, seseorang yang berusaha untuk lebih
peka terhadap tingkah laku fisik dan vokal pribadinya. Sekarang, kita
akan melanjutkan kepada perkara si aktor yang ber usaha untuk lebih
peka terhadap dunia di luar kulitnya karena disanalah tempat dimana
dia bekerja.
Organisme kita berfungsi di dalam sebuah lingkungan, dan kita
tidak akan merasakan diri kita berarti tanpa usaha meningkatkan
kepekaan terhadap dunia dimana kita hidup. Selain dari pada itu,
tingkah laku yang kita gambarkan nanti di atas panggung akan lebih
ekspresif karena tingkah laku tersebut akan dinyatakan secara
eksternal terutama ketika si karakter yang dimainkan akan
berhadapan dengan karakter -karakter lain, berhadapan dengan tempat
dimana dia hidup, dan berhadapan dengan benda -benda yang ada
dilingkungannya.
Panggung atau lokasi syuting adalah "ruang" (tempat) di mana
perilaku si aktor terhadap ruang tersebut adalah aspek yang
terpenting dari pertunjukan yang akan dimainkannya. Gerak aktor di
sekitar ruangan di atas panggung atau di lokasi syuting tersebut dan
hubungannya dengan aktor -aktor lain harus mengekspresikan satu arti
dan logika tersendiri. Walaupun bidang ini adalah tanggungjawab
seorang sutradara dan penata panggung, si aktor harus sensitif
terhadap ruang tersebut. Yang penting adalah si aktor harus mengerti
"dimana dia berada". Dengan mengerti tempatnya, si aktor
menyediakan satu tit ik di mana kontak fisik tercipta antara dirinya
dengan lingkungan, dia menyediakan jangkar dan memfokuskan
dirinya, dia menyediakan dan memberi basis yang kuat untuk
pengalaman hidup yang akan dibangunnya di dalam realita tersebut.
LATIHAN BERGRUP KEDUA - EKSPLORASI RUANG
1. Tempatkan diri anda di sekitar ruang (panggung) di mana saja.
Sentuh bentuk fisik lingkungan tersebut dengan kulit anda
dengan cara meluncur, menggeser, merangkak,
menggelinding. Bergerak dalam bentuk lingkaran se luas
ruangan teater (bahkan auditorium) atau seluruh lokasi
syuting sebanyak anda dapat mencakupinya. Jangan
melenceng dari jalur anda, apapun obyek yang anda temui
(termasuk orang lain), Lakukan eksplorasi yang mendetail
dari semua obyek yang anda temui tersebut.
127
2. Dengan menggunakan kuli t anda sebanyak mungkin,
pengaruhi ruang orang lain yang ikut ambil bagian dalam
latihan ini sambil anda terus bergerak di area panggung.
Perhatikan efek apa yang anda dapat dari orang lain tersebut
dengan berjalan menggeser, menyapu, atau melabrak ketika
melalui mereka, mengambil ruang mereka, dan lain-lain. Apa
efeknya terhadap anda juga?
3. Tutup mata dan bergerak lambat ke seluruh ruang di
panggung, mencoba t idak menyentuh obyek fisikal atau orang
lain. Selidiki dengan kulit , pendengaran, dan penciuman anda
untuk ruangan yang mungkin masih terbuka (kosong),
merangkak, merenggang, atau berjingkat, apapun yang perlu
anda lakukan untuk menemukan ruang yang tidak ada
penghuninya. Tetapi anda harus tetap bergerak. Perhatikan
jika tabrakan yang terjadi semakin berkurang atau anda
semakin bebas bergerak setelah latihan sering dilakukan.
Si aktor juga harus mengerti bahwa ruang di atas panggung
bukan hanya lingkungan di mana dia hidup, tetapi juga materi di mana
dia akan mencipta. Panggung atau lokasi syuting dan semua obyek
sensasi yang ditawarkan oleh panggung atau lokasi syuting tersebut
dapat menyokong karya si aktor jika dia menerimanya dan
berhubungan dengan realitanya.
LATIHAN No. 28 - HUBUNGAN DALAM RUANG
A. Bersama seorang teman di kelas anda, pilih salah satu
bentuk hubungan yang sederhana, misalnya, antara ibu dan
anak, suami dan istri , polisi dan demonstran, dan sebagainya.
Lalu, tanpa direncanakan terlebih dahulu, mulai bergerak
sesuai dengan hubungan tersebut di sekitar panggung.
Bergerak biasa saja sampai hubungan fisik muncul yan g
sepertinya cocok dengan makna dari hubungan yang dipilih di
atas. Jangan gunakan kata-kata. Jangan mulai dengan situasi
atau plot yang spesifik. Biarkan kuali tas individual dari
bentuk gerak itu yang keluar sambil anda saling beraksi -
reaksi. Jika yang muncul adalah satu aktivitas tertentu, bangun
konsep gerak diatasnya.
B. Masih dalam hubungan yang sama, sekarang satu orang
memilih pesan yang akan disampaikan yang memiliki potensi
emosional yang kuat (misalnya: "aku tidak gila!” atau “aku
benci padamu", dan lain-lainnya), dan tanpa menggunakan
kata-kata, gunakan gerakan untuk mengkomunikasikan pesan
tersebut. Tanpa kata-kata atau tanda-tanda, tapi dengan gerak
saja. Ketika lawan main mengerti pesan yang ingin
disampaikannya i tu, gunakan ruang untuk mencoba
128
mengkomunikasikan jawaban. Dia dapat menguji
pengertiannya dengan cara terus menerus mencocokkan
geraknya.
BEKERJASAMA
Orang lain adalah bagian yang terpenting dari lingkungan kita.
Cara mereka bertindak terhadap diri kita, cara kita bertindak terhadap
mereka, dan cara kita bereaksi satu sama lain membentuk proses
sosial yang dinamis dari kehidupan yang mana sebagian besar
membentuk diri dan menentukan kepribadian kita. Proses sosial ini
sangat penting bagi para aktor, karena drama adalah versi yang
“ditingkatkan” secara artistik dari proses interaksi sosial yang
disebut di atas. Sama seperti kebanyakan orang dipengaruhi oleh
orang-orang lain yang berada di sekitar dirinya, demikian juga
karakter-karakter dalam naskah kebanyakan dibentuk oleh
hubungannya dengan karakter lain di naskah.
Ketika kita perhatikan seorang karakter di atas panggung atau
di lokasi syuting, kita mendapatkan informasi tentang dia tidak saja
dari apa yang dilakukannya , tetapi juga dari bagaimana karakter -
karakter lain berhubungan dengan dia. Pendapat yang mengatakan
bahwa tugas seorang aktor adalah menciptakan karakternya, masih
kurang tepat. Lebih benar jika dikatakan bahwa tugas aktor adalah
menciptakan karakter -karakter lain yang ada di naskah , karena
kepribadian di atas panggung atau di lokasi syuting, sama seperti
dalam kehidupan sehari -hari, berakar pada interaksi dinamis dengan
kepribadian-kepribadian lain dalam satu si tuasi tertentu. Pendek kata,
aktor harus saling menciptakan dari pada menciptakan karakter
sendiri .
Sudah menjadi satu kebenaran pula bahwa sebuah naskah,
sebagai satu kesatuan plot , bergerak maju karena hubungan -hubungan
yang jujur antara karakter -karakternya ketika mereka berinteraksi
setiap saat. Memang benar bahwa di atas panggung, apa yang akan
dilakukan aktor ketika dia berperan adalah memberi reaksi pada
sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, reaksi ini , selanjutnya,
menjadi aksi yang akan memicu reaksi selanjutnya. Dengan demikian,
tenaga yang memotivasi naskah untuk bergerak maju adalah proses
aksi-reaksi ini. Hanya jika si aktor dan lawan mainnya benar -benar
beraksi-reaksi di atas panggung atau di lokasi syuting, transaksi yang
terjadi antara karakter mereka dapat terl ihat dengan jelas dan nyata.
Sebuah produksi teater atau film/tv, kalau begi tu, berhasil jika
produk yang dipertunjukan adalah penggabungan yang harmonis dari
usaha para senimannya. Akting adalah aktivitas sebuah team, dan
129
adalah pelajaran tentang proses kerjasama dengan aktor -aktor lain.
Penulis naskah, August Strindberg, mengatakan hal penting itu dalam
suratnya kepada sebuah grup teater, katanya:
Tidak ada bentuk seni lain yang sifat ketergantungannya
lebih besar dari pada akting. Kontribusi yang diberikan si
aktor tidak dapat diisolasikan, lalu dia menunjukkan kontribusi
itu kepada orang lain dan berkata: “Ini milikku!” Jika dia t idak
mendapat dukungan dari aktor -aktor lainnya, pertunjukannya
tidak akan bergaung dan akan dangkal. Dia akan melenceng dan
melakukan infleksi -infleksi dan ritme-ritme pertunjukan yang
salah. Dia tidak akan memberi pengaruh apa-apa pada penonton
bagaimanapun besarnya usaha yang dia lakukan. Aktor harus
saling tergantung. Kebersamaan antara para aktor sangat
penting dalam sebuah pertunjukan. Saya tidak perduli jika si
aktor menempatkan dirinya di posis i tertinggi atau terendah,
dia paling kiri atau kanan, dia paling dalam atau dangkal,
selama aktor-aktor i tu melakukannya bersama .50
Jika semua berlangsung dengan baik, jika pertunjukan
ensemble tercipta, ketika penonton sepenuhnya memberikan diri
mereka pada peristiwa yang terjadi di atas panggung atau dalam
film/tv, maka saat-saat indah terjadi. Setiap orang yang terlibat akan
merasakan bahwa mereka menerima lebih dari yang mereka berikan .
Itulah fenomena yang paling terhebat di dunia teater/film/tv, dan
semuanya tergantung dari kebersamaan seniman-senimannya. Bahkan
dalam sebuah adegan pendek dari satu naskah yang panjang, j ika
karakter-karakternya saling bertentangan satu dengan yang lain, para
aktornya harus tetap mempertahankan hubungan yang erat yang
tersirat dibawahnya. Misalnya, dalam naskah Hedda Gabler , karya
Henrik Ibsen, hubungan antara Thea Elvsted dan Hedda Gabler jelas
tidak harmonis karena Ibsen membuat mereka berjalan sejajar (istilah
teaternya “juxtapose”), kedua -duanya mempunyai keinginan yang
sama hanya cara melakukannya saja yang berbeda. Di luar dan pada
saat latihan, kedua aktor yang memainkannya harus memiliki
kebersamaan yang erat karena semakin erat kebersamaan, semakin
tulus dan jujur pertentangan yang terjadi dipertunjukannya.
KEBERSAMAAN
Kebersamaan dapat dicapai jika masing -masing seniman saling
berbagi objektif, sehingga tidak perlu ada anggota team yang harus
mengorbankan individunya untuk kepentingan seluruh team.
50 August Str indberg, “Notes to the Members of the Int imate Theatre, “ ter jemahan Everett Spr inchorn, Tulane Drama Review, 6 no. 2 (Nov. 1961),
hal . 157. Versi Indonesia oleh penul is .
130
Seharusnya setiap anggota memberi kontribusi pada usaha ang gota-
anggota lain karena kerja mereka mengalir ke arah yang sama. Perlu
dicamkan bahwa arti “ensemble” bukanlah kerja kolektif, tetapi satu
grup dari individu-individu yang memiliki kebersamaan, yang mana
identitas dari setiap individu tersebut ditingkatka n kadar
kepribadiannya oleh karena anggota lain dan oleh karena
keanggotaannya di grup itu. Kebersamaan dapat dicapai jika ketiga
kondisi di bawah ini dipenuhi :
1. Komitmen . Sudah menjadi tanggungjawab seorang aktor untuk
memberikan seluruh dirinya pada set iap peran yang dimainkan,
setiap naskah yang dipertunjukan, setiap kerja yang dilakukan.
2. Menyokong lawan main . Semua individu dalam grup
mempunyai alasan yang berbeda-beda ketika memilih
profesinya. Apapun alasan itu, setiap orang harus
mendukungnya, walaupun tidak semua setuju dengan alasan
tersebut . Alasan untuk komitmen tidak penting, yang penting
komitmennya.
3. Komunikasi yang bebas dan terbuka . Jarang ada produksi
teater/flim/tv yang tercipta tanpa masalah dan konflik.
Bagaimanapun bersahabatnya dan bes arnya dukungan, masalah
perbedaan pendapat, kebutuhan yang bertentangan, atau
masalah biasa yang susah diselesaikan selalu akan dihadapi.
Semua problema ini adalah sumber inspirasi yang sangat
berpotensi dan kemungkinan-kemungkinan untuk ciptaan yang
kreatif selama setiap anggota terus dapat berkomunikasi
dengan bebas dan terbuka. Melalui usaha berbagi rasa yang
bebas dan terbuka, problema dapat berubah menjadi inspirasi
yang kreatif.
Kebersamaan sebenarnya perlu di mengerti sebagai sesuatu
yang memang sudah alamiah dalam kehidupan manusia. Manusia itu
adalah bagian yang terintegrasi dengan lingkungannya, dan
lingkungan itu dengan si manusia. Pandangan kita tentang dunia
internal dan eksternal hanyalah soal persepsi yang berbeda saja.
Faktanya adalah bahwa dunia internal kita adalah bagian dari dunia
eksternal itu, atau, sebenarnya, dunia itu adalah satu kesatuan
adanya, yang hanya dialami secara internal dan eksternal. Dalam
bukunya berjudul Centering , M.C. Richards berkata:
Situasi internal dari dunia luar itu sangat jelas terl ihat
dalam kehidupan tubuh kita ini. Udara yang kita hirup pada
satu saat akan dihirup oleh orang lain dan sudah pernah dihirup
oleh orang sebelumnya. Kita berada pada satu kesatuan proses
dinamis organisme yang saling menghirup uda ra dalam lautan
makhluk hidup yang saling melayani. Sementara kita semakin
131
yakin menyadarinya di alam pikiran sadar, maka kita akan
merasakan kebersamaan itu dengan nyata dan sederhana. Kita
mengerti bahwa usahanya bukan untuk saling berhubungan,
tetapi usahanya adalah untuk semakin menyadari keberadaan
kita yang sudah saling berhubungan itu. Sambil kita
menyerahkan diri sepenuhnya kepada keberadaran hidup
bersama, kita akan merasakan bahwa hidup itu kenyamanan,
kebebasan, dan kealamiahan yang memenuhi hati kita dengan
kebahagiaan. 51
LATIHAN No. 29 – BERTUKAR NAFAS.
1. Duduk dengan rileks dan bernafas dengan tenang dan
perlahan-lahan, merasakan aliran nafas itu seperti yang
dijabarkan di kutipan di atas.
2. Duduk bersama seorang rekan sambil menarik dan
mengeluarkan nafas. Ketika anda mengeluarkan nafas, rekan
anda dengan perlahan-lahan mulai menarik nafas. Nafas yang
mengalir di antara anda berdua terasa seperti air hangat yang
mengalir dari satu sumber ke sumber yang lain dan kembali .
3. Sementara anda merasakan energi yang mengalir melalui
pertukaran nafas ini , biarkan nafas tersebut bervibrasi pada
saat memberikan nafas.
4. Setelah anda merasa nyaman berbagi energi suara, biarkan
vibrasi nafas ini mulai membentuk menjadi kata -kata, apa
saja, tetapi diucapkan ketika anda sedang memberi energi
nafas itu. Dengar ketika rekan anda memberikan energi
nafasnya/kata-kata, biarkan terjadi pertukaran pikiran antara
anda berdua ketika anda berbagi nafas. Jangan terbatas hanya
pada ritme bernafas yang reguler, biarkan r itme komunikasi
berjalan secara alamiah.
Kalau sudah terlatih, energi yang mengalir ini dapat menjadi
bunyi, lalu kata-kata, dan tentu saja pikiran. Pikiran dapat
disampaikan dan diterima sama seperti pertukaran udara ketika
bernafas.
Ketika satu adegan dramatis mengalir sesuai dengan yang
diharapkan, prosesnya sama dengan pertukaran energi yang tidak
terputus, kadang-kadang diekspresikan melalui kata -kata dalam
dialog, gerak, atau hanya dengan satu lirikan, tetapi energinya akan
tetap mengalir untuk diterima dan diberi. Ketika koneksinya terputus,
adegan dan karakter -karakternya mati.
51 Mary Carol ine Richards, Centering, Wesleyan University Press, 1964, hal .
39.
132
MEMBIMBING DAN MENGIKUTI
Kita tidak saja saling menolong dalam pekerjaan kita, tetapi
juga secara aktif saling membimbing dan mengikuti satu sama lain.
Rantai aksi -reaksi yang menggerakkan lakon mengalir seperti satu
energi yang t idak terputus dari aktor ke aktor, tetapi pada satu saat
tertentu salah satu di antara para aktor ini akan menjadi “orang yang
membawa bola”. Hal ini penting bagi pergerakan lakon, bahwa energi
dikirim dan terima dari aktor ke aktor seefektif mungkin, sehingga
stimulasi yang diterima sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan untuk
memberikan reaksi dan melakukan tugas untuk itu.
Tranfer energi dari aktor ke aktor seperti ini disebut dengan
membimbing dan mengikuti , di mana semua aktor adalah pembimbing
dan pengikut sekaligus. Kedengarannya tidak logis, tetapi latihan -
latihan dibawah ini dapat memberi pengalaman langsung dari proses
saling tergantungnya para aktor dan dapat menerangkan pentingnya
kepekaan indera aktor untuk mampu memberi respon kepada rekannya
sehingga kebersamaan yang sangat aktif itu dapat dicapai.
LATIHAN No.30 - MEMBIMBING DAN MENGIKUTI
1. MEMBIMBING SI BUTA. Anda dan rekan anda saling
bergandengan di jari saja. Rekan anda menutup matanya, dan
anda membimbingnya mengitari ruangan, tanpa suara. Setelah
yakin betul dan keadaan sekitar sudah dikuasai , mulai
bergerak lebih cepat dan perpanjang jarak perjalanannya.
Mungkin selanjutnya dilakukan dengan berlari. Jika
situasinya mengijinkan, mungkin anda dapat berjalan -jalan ke
tempat yang lebih jauh. Tukar posisi ketika kembali ke
ruangan.
2. MEMBIMBING DENGAN SUARA. Mulai seperti latihan di
atas, tetapi ketika sudah cukup jauh, putuskan gandengan dan
mulai membimbing rekan anda dengan satu bentuk bunyi atau
kata yang sederhana. Perpanjang jarak dan kecepatan.
Periksa diri anda setelah melakukan latihan ini . Sebagai
pengikut, apakah anda benar-benar berjalan atau berlari,
maksudnya, apakah anda benar menyerahkan diri anda
sepenuhnya pada berat gerak anda, atau anda hanya
“berpretensi” bergerak sambil menahan dengan hati -hati berat
anda? Sebagai pembimbing, apakah anda benar -benar menolong
rekan anda yang buta untuk mengikuti anda? Perhatian aktor -
aktor lain yang sedang melakukan latihan ini. Apakah anda
melihat bagaimana tegangnya, bagaimana kelihatannya mereka
sangat terkoneksinya satu dengan yang lainnya? Intensitas
133
mendengar dan melihat satu sama lain di atas panggung harus
terjadi seperti yang terjadi dalam latihan di atas.
134
WORKSHOP KE TUJUH
Games-games di bawah ini dilatih setelah latihan -latihan
relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran
Kedua. Selain i tu, ulangi sebagian games -games yang sudah
dimainkan di Workshop Pertama sampai dengan ke Enam yang
khususnya melatih kreativitas.
1. TALI KUSUT
Pemain : 6 atau lebih.
Pusat perhatian: keterikatan dalam kelompok, kerjasama.
DESKRIPSI: Semua berdiri dalam lingkaran, lalu setiap aktor
dalam kelompok mengulurkan tangannya ke tengah l ingkaran
dan memegang tangan aktor lain (siapapun itu, tidak perlu aktor
yang disebelahnya). Demikian pula tangan yang satu lagi, meraih
tangan aktor lain dalam lingkaran tersebut. Tidak satupun
anggota yang diperbolehkan kedua tangannya menyentuh tangan
satu orang yang sama. Grup ini sekarang berada dalam satu
ikatan tali yang kusut.
Tujuan dari pada permainan ini adalah mencoba untuk
melepaskan kekusutan tersebut tanpa melepaskan pegangan
tangan masing-masing aktor. Tugasnya membutuhkan kerjasama
yang besar dari setiap aktor, ada yang harus melangkahi,
menyusup dan bergerak kesana kemari diantara tangan -tangan
itu.
OBSERVASI:
1. Hampir semua bentuk kekusutan dapat dilepaskan. Biasanya
ketika kekusutan terlepas, grup ini menjadi satu lingkaran
yang besar. Aktornya bisa menghadap ke dalam atau keluar
lingkaran. Terkadang, grup ini bisa membentuk dua
lingkaran, kadang berhubungan kadang terlepas.
2. Kadang, kekusutan membutuhkan waktu sampai setengah jam
untuk bisa terlepas, tapi selalu bisa terlepas. Kadang, t i dak
terlepas, jika itu terjadi, lepaskan pegangan masing -masing
dan mulai lagi. Kemungkinan kekusutan t idak terlepas jarang
terjadi.
2. DON’T LET GO
Pemain : 6 atau lebih.
Pusat perhatian : keterikatan dalam kelompok, kerjasama.
DESKRIPSI: Pemain membentuk satu garis panjang dengan
berpegangan tangan. Pemain di ujung garis mulai membimbing
135
garis itu disekitar ruangan. Dengan cara berbalik, berputar, atau
kembali lagi di jajaran garis i tu dengan membentuk konfigurasi
ular. Ujung garis itu menyelak titik -t itik lain di garis itu, sehingga
garisnya mengikat sendiri sampai tidak bisa lagi bergerak.
Sekarang, ujung belakang garis mulai membuatnya tidak terikat
sampai semuanya lurus kembali .
SIDE COACHING: Jangan lepas! Jangan lepas!
OBSERVASI: Semakin tersulam, semakin terikat tal inya.
3. PEMBUNUH
Pemain: Paling sedikit 6 orang.
Kebutuhan lain: Kartu Remi.
Pusat perhatian: Kepekaan grup, kebersamaan.
DESKRIPSI:
1. Di mulai dengan satu kartu per aktor.
2. Distribusikan kartu ke pada setiap aktor.
3. Instruksikan pada setiap aktor untuk memperhatikan
kartunya masing-masing tetapi tidak memperlihatkannnya
pada orang lain.
4. Aktor yang mendapatkan RATU SKOP adalah
pembunuhnya.
5. Tujuan utama si pembunuh adalah “membunuh” semua
aktor.
6. Tujuan aktor lain adalah menemukan siapa pembunuhnya.
7. Cara pembunuh membunuh orang itu adalah dengan
melakukan “eye contact” dan main mata.
8. Aktor yang melihat si pembunuh main mata padanya,
harus menghitung sampai 3 dan mati seteatrikal mungkin.
Tidak ada konsep berlebihan di permainan i ni .
9. Tentu saja si pembunuh akan berusaha untuk bermain
mata tanpa dilihat oleh aktor lain.
10. Setiap aktor harus memperhatikan dengan seksama mata
aktor lainnya sambil mengelak untuk tidak ada yang main
mata dengannya.
11. Setiap pemain bisa saja mencoba menebak pembunuhnya
dengan mengatakan siapa nama pembunuhnya. Jika aktor
itu benar.
12. Jika pesertanya banyak, pembunuhnya dapat dibuat lebih
dari satu orang.
13. Jika seorang pembunuh berhasil membunuh pembunuh
lainnya, pembunuh yang dibunuh harus memberikan
pengakuan terakhir dan berharap dapat diampuni Tuhan
atas kesalahannya sebagai bagian dari adegan
kematiannya.
136
14. Jika semua pembunuh ditemukan, atau orang terakhir
yang tidak bersalah terbunuh, permainan selesai.
OBSERVASI :
1. Latihan ini memberikan tantangan untuk melakukan
observasi pada orang lain setiap saat, niatnya sama untuk si
pembunuh atau aktor yang tidak bersalah.
2. Yang tidak bersalah harus mampu memperhatikan si
pembunuh ketika sedang bermain mata pada seseorang.
3. Si pembunuh harus yakin betul bahwa tidak sedang
diperhatikan ketika hendak beraksi.
4. Lebih baik merasa bahwa kita adalah bagian dari satu grup
yang besar dari pada hanya seorang individu yang bekerja
sendiri.
5. I LIKE YOU BECAUSE… / I LOVE YOU BECAUSE...
Pemain: 2 orang atau lebih.
Pusat Perhatian: Percaya kepada lawan main.
DESKRIPSI
1. Semua aktor berdiri berhadap-hadapan. (Row A dan B)
2. Aktor di Row A akan menyatakan apa yang dia suka pada aktor
di row B selama satu menit. Kalimat A harus dimulai dengan
“Aku suka sama kamu karena … Lanjutannya bisa saja:
…senyum kamu menawan.” atau “ kamu sepertinya suka
bersahabat” dll.
3. Aktor di row A harus berbicara tanpa berhenti lama dan
tujuannya adalah memberikan komentar yang setulus dan
sejujur mungkin.
4. Setelah selesai, Aktor di row A bisa pindah satu langkah dan
berbicara dengan aktor didepannya. Demikian seterusnya
sampai kembali ke semula.
5. Aktor di row B mungkin mendapat giliran setelah aktor di row
A berbicara ke tiga atau empat aktor dihadapannya.
DISKUSI
Bagaimana rasanya menyatakan rasa suka ke teman sekelas
selama satu menit?
Ada yang bikin kamu kaget?
Ada tembok-tembok yang runtuh?
Apakah situasi di kelas jadi berubah?
Apa penting untuk aktor meruntuhkan tembok -tembok fisikal dan
emosional?