terrorism in global security

Upload: ahirul-habib-padilah

Post on 01-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    1/15

    TERRORISM IN GLOBAL SECURITY

    Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Dunia dan Globalisasi

    Dosen : Prof. Drs. Yanyan M. Yani, M.A., Ph. D

    Oleh :

    Ahirul Habib Padilah

    170820140512

    PROGRAM PASCASARJANA

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    BANDUNG

    2016

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    2/15

    TERRORISM IN GLOBAL SECURITY

    Dalam era global saat ini, ancaman terhadap kehidupan dan kemanan

    manusia tampaknya semakin luas dan beragam model ancamannya yang muncul

    ke permukaan. Ancaman tersebut bukan lagi berasal dari perang-perang seperti

    Perang Dunia I dan Perang Dunia II atau ancaman perang Nuklir yang menjadi

    momok selama Perang Dingin. Ancaman-ancaman terhadap kehidupan dan

    kemanan manusia itu sendiri pada era gloalisasi saat ini bisa berasal dari

    kekuatan-kekuatan radikal yang berkembang dalam masyarakat. Tentara dan

    persenjataan yang canggih bukan lagi pemegang monopoli kekerasan terhadapkemanusian, tetapi justru dari perangkat-perangkat sipil yang tidak pernah

    terbayangkan sebelumnya. Dalam kasus WTC, senjata yang digunakan adalah dua

    pesawat terbang sipil yang berhasil dibajak oleh teroris. Selain itu, ancaman

    terhadap kehidupan dan kemanan manusia jauh lebih luas, menyebar, bisa terjadi

    pada siapa saja, dan tentunya di mana saja. Seseorang yang sedang berlibur dan

    menginap di sebuah hotel bisa menjadi korban bom bunuh diri seperti contoh

    kasusnya dalam Bom Bali I dan Bom Bali II.

    Meluasnya aksi terorisme diseluruh belahan dunia membuat banyak orang

    berusaha mengaitkannya dengan kemanan global (global security). Dalam

    bukunya Ann E. Robertson yang berjudul Terrorism and Global Security1,

    mengemukakan bahwa terorisme yang terjadi sekarang ini yang bisa terjadi kapan

    saja, dan di mana saja merupakan ancaman yang serius bagi kemanan global

    dewasa ini. Runtuhnya World Trade Center (WTC) dan simbol pertahanan

    Pentagon pada tanggal 11 September 2001 lalu di Amerika Serikat dianggapbahwa ancaman terorisme terhadap kemanan kehidupan manusia (human security)

    tampaknya semakin mengkhawatirkan, beragam dan meluas.

    Dalam pendefinisan terorisme yang tidak pernah memiliki definisi dan

    pendekatan tunggal. Ini terjadi karena usaha mendefinisikan terorisme hampir

    selalu bersifat subjektif. Dalam Bruce Hoffman, the decision to call somebody or

    label some organization terrorist becomes almost unavoidably subjective,

    1Ann E. Robertson, 2007. Terrorism and Global Security.New York: Fact on File, INC

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    3/15

    depending largely on one sympathizes with or opposes the person/group/ cause

    concerned. Dalam sejarahnya, terorisme tidak hanya monopoli masyarakat sipil,

    tetapi juga merupakan reprsentasi dalam tindakan negara (state sponsored

    terrorism). Rezim-rezim otoriter di Amerika Latin, Indonesia, dan bekas Uni

    Soviet menggunakan aksi-aksi kekerasan untuk menteror kelompok-kelompok

    oposisi. Tindakan militer AS terhadap rezim-rezim yang dianggap sebagai

    pendukung teoris, misalnya, Afganistan dan Irak bagi penduduk setempat

    merupakan aksi teror sendiri. AS yang pertama sekali mendeklarasikan war on

    terrorism belum memberikan definisi yang jelas terhadap terorisme sehingga

    orang bisa memahami makna sesungguhnya tanpa diliputi keraguan. Pemerintah

    AS mendefinisikan terorisme sebagai premeditated politically motivated violence

    against non-combatant targets by subnationl groups or clandestine agents,

    usually intended to influence an audience (US Department of State, 2001:3)2.

    Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri mendefinisikan terorisme

    sebagai3:

    Terrorism is an anxiety-inspiringmethod of repeated violent action,employed by (semi-) clandestine individual, group, or state actors, for

    idiosyncratic, criminal or political reasons, whereby-in contrast to

    assassination-the direct targets of attacks are not the main targets. The

    immediate human victims of violence are generally choosen randomly

    (targets of opportunity) or selectively (representative or symbolic targets)

    from a target population, and serve as message generators. Threat-and

    violence-based communication processes between terrorist (organization),

    (imperiled) victims, and main targets are used to manipulate the main target

    (audience(s)), turning it into a target of terror, a target of demands, or a

    target of attention, depending on whether intimidation, coercion, or

    propaganda is primarily sought

    2Paul D. William (ed), 2008.Security Studies in Introduction, London: Routledge, hal. 172.3 Yanyan Mochammad Yani, 2010. Kemenangan Partai Demokrat dan Masa Depan Perang

    Global Melawan Terorisme, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdf

    http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdf
  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    4/15

    Menurut Kiras, Terorisme merupakan fenomena yang kompleks, sehingga

    definisinya sangat luas. Namun, meskipun demikian semuanya hampir berangkat

    dari titik mulai yang sama4. Terorisme mempunyai karaterisik yang utama, yakni

    penggunaan kekerasan dalam aksinya. Kekerasan yang digunakan meliputi

    pembajakan, penculikan, bom bunuh diri, dan lain sebagainya masih banyak

    contoh mengenai aksi kekerasan dalam terorisme. Menurut Kiras, yang menjadi

    alasan kesulitan dalam mendefinisikan terorisme karena gerakan tersebut sering

    kali disebabkan oleh banyak faktor. Kiras memberikan contoh bagaimana gerakan

    rakyat Chechnya yang didorong oleh motivasi untuk melepaskan diri dari Federasi

    Rusia, menjadi sebuah bangsa merdeka.

    Terorisme dibedakan secara tradisonal dengan bentuk-bentuk kriminal

    lainnya. Ini karena terorisme senantiasa mempunyai muatan atau terpengaruh oleh

    kepentingan politik. Viotti dan Kauppi5mengemukakan, terrorism, as politically

    motivated violence, aims at achieving a demoralizing effect on publics and

    governments. Bruce Hoffman mengemukakan bahwa tindaan terorisme biasanya

    dirancang untuk mengkomunikasikan sebuah pesan. Biasanya, hal ini dilakukandan dipahami serta dilakukan dalam cara yang simultan merefleksikan tujuan-

    tujuan khusus dan motivasi kelompok, yang disesuaikan dengan sumber-sumber

    dan kapabilitas, dan mengambil sejumlah target di mana tindakan tersebut yang

    menjadi tujuan.

    Terorisme menggunakan kekerasan untuk menarik perhatian akan maksud

    atau alasan di balik tindakan mereka. Mereka (para terorisme) berusaha membuat

    rasa takut kepada masyarakat dan pemerintah dengan cara mencederai orang,

    barang milik atau keduanya mereka lakukan. Jika orang-orang ketakutan, dalam

    hal ini maka diharapkan pemerintah akan setuju untuk memenuhi tuntutan mereka

    sebagai usaha menghentikan kekerasan yang terjadi. Secara sejarah, terorisme

    4James D. Kiras, 2005. Terrorism and Globalization. Dalam John Baylis & Steve Smith (eds.)

    The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. Third Edition,

    New York: Oxford University Press, hal. 480.5Paul R. Viotti and Mark V. Kauppi, 2007.International Relations and World Politics: Security,

    Economy, Identity,Third Edition, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. hal.276.

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    5/15

    paling sering menggunakan senjata tradisional seperti pisau, memasukkan bom

    dalam pesawat, ataupun menabrakkan truk dengan muatan penuh bom ke tempat-

    tempat yanag menjadi target. Dalam banyak kasus, mereka memasang bom dalam

    tubuhnya untuk diledakkan di tempat keramaian yang sedang berlangsung atau

    taktik ini sering disebut sebagai taktik bom bunuh diri.

    Selanjutnya, terorisme menjadikan orang-orang yang tidak bersalah sebagai

    target. Meskipun begitu, dalam beberapa kesempatan, mereka mampu membunuh

    tokoh-tokoh politik penting yang mereka anggap bertanggung jawab atas keluhan

    dan tuntutan mereka. Di Rusia, teroris membunuh Czar Alexander II pada tahun

    1881, Presiden Mesir nwar Sadat tahun 1981, dan Perdana Menteri Israel Yitzhak

    Rabin pada tahun 1995 yang dilakukan oleh kelompok ektrimis Yahudi yang

    marah kepada Rabin karena membuat kesepakatan dengan damai dengan

    Palestina. Namun, walau demikian sebagian besar korban terorisme tetaplah

    masyarakat biasa atau masyarakat yang tidak berdosa yang sedang belanja, liburan

    atau bahkan sedang bersantai di Cafe. Contohnya, para penumpang pesawat yang

    ditabrakkan ke Gedung WTCjuga adalah orang-orang yang tidak bersalah apapunatas terjadinya penderitaan para pelaku terorisme. Menurut Robertson, teroris

    memilih target biasanya dengan suatu alasan tertentu yang bersifat simbolik. Di

    Indonesia, Bali menjadi target teroris karena dianggap sebagai tempat tujuan

    wisata utama wisatawan asing dari belahan dunia. Sebagian besar korban Bom

    Bali adalah orang-orang Australia, Asia, Indonesia, dan banyak dari Eropa dan

    Amerika. Sebagai sebuauh tempat tujuan wisata mancanegara, Bali merupakan

    surga bagi turis asing, yang dalam pandangan teroris harus dilawan dalam rangka

    jihad berdasarkan kepercayaannya.

    Terorisme selalu berusaha menarik perhatian atas maksud-maksud dari apa

    yang mereka lakukan. Mereka seolah-olah ingin menciptakan sebuah image yang

    tidak bisa dilupakan atau tidak terlupakan oleh zaman. Seolah mereka juga ingin

    memberitahukan akan kehadiran mereka, dan menyampaikan tuntutan mereka

    kepada khalayak yang lebih luas. Menurut Brigitte Nacos seorang ahli terorisme

    dan media mengemukakan bahwa, Terrorism do not want to win the hearts

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    6/15

    of....the people their target and even npt those who look on in the international

    realm. Menurutnya mereka menginginkan perhatian, dan mereka ingin tahu apa

    yang mereka maksud dan inginkan. Bila kita lihat masa kini, usaha-usaha para

    terorisme untuk mendapatkan perhatian mndapat support yang relatif cukup

    besar dari media. Di tengah kapitalisasi dan komersialisasi, media lebih cenderung

    untuk meliput hal-hal yang sensasional dan berdarah. Dalam kasus dan konteks

    yang terjadi di Indonesia, aksi terorisme mendapatkan liputan yang luas dengan

    menajamkan sisi sensasional, kerusakan, dan darah yang secara tidak langsung

    membuat tujuan para terorisme tercapai, yaitu publikasi atas teror yang mereka

    lakukan.

    Dalam kasus terorisme yang semakin meluas sehingga mendapatkan banyak

    perhatian mata dunia. Sehingga terorisme miliki beberapa tipologi, seperti yang

    yang diperkenalkan oleh Gregory D. Miller yang mengkategorikan terorisme

    melalui riset berbasis observasi dari kasus-kasu tindakan terorisme yang pernah

    terjadi dalam pemerintahan global. Dalam risetnya, Miller menyatakan setidaknya

    ada 4 jenis kategorisasi terorisme, yaitu: terorisme separatis-nasiona, terorismerevolusioner, terorisme reaksioner, dan terorisme religius.6 Terorisme separatis-

    nasional adalah terorisme yang terjadi dalam lingkup pemerintahan suatu negara

    dimana ada kelompok-kelompok tertentu yang merasa tidak puas atau kecewa

    terhadap kebijakan pemerintahan yang sedang berlangsung, baik politis maupun

    sosial yang berujung pada tindakan teror untuk melepaskan diri dari kedaulatan

    negara tersebut dengan melakukan pemberontakan. Contoh-contoh kasusnya

    adalah seperti masalah nasionalisme Tamil di Sri Lanka, Gerakan Aceh Merdeka,

    dan lain-lain.

    Selanjutnya, Terorisme revolusioner merupakan kategori terorisme yang

    menggunakan kekerasan dan teror dalam rangka mengubah tatanan poliik suatu

    negara. Dalam mengatasi permasalahan ini negara menggunakan cara-cara seperti

    6 G.D. Miller, 2007. Confronting Terrorism: Group Motivation and Succesful State Policies,

    Terrorism and Political Violence, 19:331-350, (online pdf)

    http://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdf, hal. 338-343, diakses pada 22Desember 2015

    http://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdfhttp://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdfhttp://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdf
  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    7/15

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    8/15

    terorisme yang terjadi di Indonesia. Meluasnya aksi terorisme ke seluruh dunia,

    dan menjadikannya fenomena global disebabkan oleh setidaknya tiga faktor.7

    Faktor Pertama,perluasan transfortasi udara yang tidak bisa dilepaskan dari

    tren dunia global melalui banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aliran

    barang, modal dan jasa serta manusia menjadi semakin cepat karena adanya faktor

    katalis, yakni perkembangan teknologi komunikasi dan semakin rendahnya biaya

    transfortasi sehingga orang bisa pergi kemana saja tanpa dibatasi ruang dan

    waktu. Keduanya memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi arah

    globalisasi dunia saat ini, termasuk di dalamnya meluasnya jaringan terorisme

    menurut Kiras, setelah menjalani kontrol dalam bentuk paspor, seorang teroris

    dapat secara relatif bebas bergerak dari satu negara ke negara lainnya. Kita

    melihat sebagai contoh kasus yang terjadi di Uni Eropa, seseorang yang sudah

    melakukan perjalanan masuk ke negara salah satu anggota Uni Eropa maka ia

    dapat secara leluasa bepergian kemanapun yang dia suka. Oleh sebab itu, menurut

    Kiras, teroris Tentara Jepang (Japanese Red Army) dapat melatih teroris dalam

    suatu negara dan kemudian melaksanakan atau melakukan aksi di negara yangjauh seperti yang terjadi pada kasus diLod Airport di Israel pada tahun 1972.

    Faktor Kedua, meluasnya terorisme ke seluruh dunia adalah kesamaan

    ideologi dan kepentingan di seluruh dunia. Globalisasi dunia bukan hanya

    menyangkut mobilitas barang dan manusia, tetai juga gagasan ataupun ide.

    Perkembangan teknologi telah menciptakan masyarakat jaringan (network society)

    seperti yang dikatakan oleh Manuel Castel. Masyarakat jaringan sehingga

    memudahkan kelompok-kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat

    lainnya membangun sebuah komunikasi yang aktif. Teknologi berupa komunikasi

    juga membangun dan membuka ruang yang lebih besar mmasing-masing

    kelompok untuk menggalang simpati atau hal lainnya. Sebagai contoh, terorisme

    yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam radikal kiranya mencerminkan

    kodisi seperti yang dijelaskan. Demikian juga halnya dengan berbagai ideologi

    politik bersama telah mendorong kerja sama dan pertukaran terbatas di antara

    7Kiras, Op. Cit., hal 482-483

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    9/15

    bermacm-macam kelompok Irish Republican Army (IRA) atau separatis Bosque,

    Euzkadi Ta Askatasuna (ETA).

    Globalisasi telah membawa banyak keseragaman budaya, setidaknya di

    mata para pengkritik globalisasi tersebut. Tentu hal ini telah menyulut banyak

    kelompok untuk kembali mencari budaya mereka sendiri dengan cara apapun.

    Jika globalisasi memunculkan lokalisasi, maka dalam ranah budaya, globalisasi

    juga memunculkan kesadaran akan kebudayaan lokal. Dalam situasi seperti ini,

    pemberontakan atas budaya dominan tampaknya tidak bisa dihindarkankan lagi.

    Ideologi dan agama juga menjadi faktor penjelas lainnya suatu tindakan

    terorisme. Pada masa lalu, terorisme ideologis biasanya banyak diinspirasi oleh

    kaum Marxis-Leninis. Namun sekarang, seiring bubarnya Uni Soviet dan

    dominasi neoliberal, gerakan terorisme lebih diwarnai oleh persoalan-persoalan

    ideologis keagamaan. Di Indonesia jika kita perhatikan berbagai pernyataan

    pelaku teroris, Imam Samudra misalnya, maka ideologi dan alasan-alasan agama

    tampaknya menjadi yang paling kuat mengapa seseorang menjadi teroris.

    Meskipun intepretasi atas agama dan kekerasan dalam banyak kasus pelaku

    terorisme di Indonesia, analisis Martin dan Schumann tampaknya benar.

    Menurutnya, manakala 95 persen peningkatan penduduk berlangsung di daerah-

    daerah paling miskin, pertanyaan yang muncul bukan lagi apakah akan terjadi

    perang baru, melainkan bagaimana bentuk perang itu dan siapa yang akan

    melawan siapa8.

    Perang melawan terorisme tidak bisa dilepaskan dari peran Amerika Serikat.

    Hal ini karena selain AS sering menjadi sasaran tembak juga selama lebih kurang

    7 dekade sejak Perang Dunia Kedua telah mempresentasikan sebagai kekuatan

    global. Bahkan, sejak keruntuhan Uni Soviet di penghujung tahun 1980-an, posisi

    AS menjadi satu-satunya target penting aksi terorisme, terutama yang berasal dari

    kaum fundamentalisme Islam. Di sisi lain, isu mengenai terorisme telah menjadi

    8

    Hans-Peter Martin dan Harald Schumann, 2005.Jebakan Global: Serangan Terhadap Demokrasidan Kesejahteraan, Jakarta: Hastra Mitra-Institute For Global Justice, hal. 44.

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    10/15

    agenda global karena peran signifikan Amerika Serikat9. Dalam hal ini bagaimana

    terorisme mempengaruhi tatanan global tampaknya berada dalam dua sudut

    pandang yang berbeda. Terorisme merepresentasikan tatanan global yang bersifat

    multipolar. Dalam hal ini, kekuatan-kekuatan menyebar ke dalam banyak tempat

    dan dimensi. Serangan WTC, Serangan Madrid, Bom Marriot, Bom Bali, dan

    banyak lainnya menjadi beberapa contoh kasus di mana kekuatan-kekuatan kecil

    mampu mempengaruhi secara signifikan tatanan atau setidaknya orientasi

    kebijakan di tingkat global. Di sisi lain, terorisme justru mendorong struktur

    global yang lebih bersifat bipolar atau mungkin justru unipolar.

    Tahun 2003 sejak serangan terorisme yang menguncang AS dan Eropa, Uni

    Eropa membuat draf European Security Strategy, di mana di dalamnya mereka

    memasukkan terorisme dan senjata pemusnahan massal (weapons of mass

    destruction) sebagai lima besar ancaman keamanan UE. Pengakuan terhadap

    ancaman ini membawa UE untuk mengadopsi European Union Counter-

    Terrorism Strategy pada tahun 2005. Komitmen utama strategi ini adalah untuk

    menanggulangi terorisme dengan tetap menghormati Hak Asasi Manusia(HAM), dan menjadikan Eropa tempat yang aman, memungkinkan warga negara

    untuk tinggal di wilayah yang aman, bebas dan adil. Tujuan ini akan dicapai

    dengan melalui empat pilar utama strategi melawan terorisme, yaitu:10

    1.Prevention

    Mencegah orang-orang masuk ke dalam jaringan teror, baik dalam lingkup

    UE, maupun internasional. Upaya prevention dilakukan dengan cara dialog

    antaragama dan antarbudaya, serta meminimalisir kerenggangan yang terjadi

    antara imigran dan penduduk asli di UE. Beberapa negara anggota UE, seperti

    Jerman dan Perancis kini tengah menghadapi isu yang cukup rumit dengan

    imigran. Para imigran kebanyakan berasal dari Asia Tengah dan Timur Tengah.

    Pada waktu mereka tiba di Eropa, kebanyakan dari mereka tidak memiliki

    9Yanyan Mochammad Yani,Loc. Cit.10 The European Union Counter-Terrorism Strategy. Council of the European Union, 30

    November 2005, http://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdf, diakses 18Desember 2012

    http://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdf
  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    11/15

    kemampuan dan keahlian untuk bekerja dan kemampuan berbahasa Inggris atau

    bahasa asli negara tersebut. akibatnya, para imigran kesulitan mendapatkan

    pekerjaan dan banyak dari mereka yang justru menjadi penganggur. Mereka

    memperoleh kesulitan untuk membaur dengan penduduk lainnya, sehingga

    mereka tinggal di wilayah-wilayah tertentu di mana mayoritas penduduknya

    adalah sesama imigran. Hal ini tentu menimbulkan disintegrasi dan juga

    prasangka dari warga kulit putih terhadap para imigran, terutama pada mereka

    yang berasal dari Asia Tengah dan Timur Tengah, yang mayoritas beragama

    Islam. Untuk menanggapi hal tersebut, UE mencoba menjalankan kebijakan yang

    bertujuan untuk mengubah sterotype masyarakat luas tentang Islam sebagai

    agama kaum teroris. Melalui Community Law yang mencakup The Charter of

    Fundamental Freedoms, UE berusaha menyebarkan kesadaran bahwa

    Islamopobhia adalah sesuatu yang salah11, dan yang harus diperangi adalah

    terorisme bukan agama Islam.

    2.Protection

    Melindungi warga negara serta infrastruktur di UE, dan meminimalisir

    kerentanan mereka terhadap serangan. Hal ini salah satunya coba diraih dengan

    melalui penguatan keamanan batas negara. Pada saat ini, UE telah memiliki badan

    keamanan batas Eropa yang disebut sebagai FRONTEX. Badan ini bertanggung

    jawab dalam manajemen keamanan perbatasan antarnegara anggota.

    3.Pursue

    Memperkuat upaya kolektif Uni Eropa untuk menjalankan keamanan

    kolektif demi menghadapi ancaman. Hal ini dilakukan dengan cara memperkuat

    badan-badan keamanan yang sudah dimiliki oleh UE.

    4.Response

    Prinsip ini menuntut UE agar bekerja sama lebih erat dengan organisasi

    internasional dan negara lain. Contohnya PBB, NATO, dan negara-negara Dunia

    Ketiga. Usaha-usaha ini dimunculkan karena kesadaran akan bahwa sifat

    terorisme yang tersebar secara global, sehingga diperlukan kerja sama untuk bisa

    11European Union Monitoring Center on Racism and Xenopobhia, 2006.Muslim in the European

    Union: Discrimination and Islamopobhia, Austria: Printer Manz Crossmedia GmbH & Co KG,hal. 64.

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    12/15

    saling berbagi informasi mengenai aktivitas terorisme, serta berdiskusi mengenai

    strategi terbaik untuk menghadapi dan menanggulangi ancaman terorisme.

    Sementara kasus terorisme di Asia Tenggara sendiri memiliki potensi yang

    besar terhadap ancaman terorisme. Secara geografis letak negara-negara di Asia

    Tenggara memberi sumbangsih kepada penyebaran militan-militan terorisme yang

    dipermudah dengan penjagaan dan masih terfokusnya negara-negara di kawasan

    ini terhadap konflik perbatasan. Selain itu juga, beberapa negara Asia Tenggara

    memiliki sejarah pergerakan yang kental dengan radikalisme bermotif agama.

    Gerakan terorisme di Asia Tenggara bisa dipahami bahwa gerakan ekstrimis

    memang telah berakar sejak lama di dalam lingkungan konflik, seperti misalnya

    konflik SARA di Indonesia, baik dengan simbol-simbol agama tertentu ataupun

    hal lainnya. Hal seperti ini juga terjadi di Thailand dan Filipina, maupun di

    negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hanya saja gerakan tersebut semakin

    terkontaminasi dengan pemikiran ala Timur Tengah yang berimplikasi pada

    peningkatan aksi teror. Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai kawasan

    perekrutan dan tempat pengoperasian jaringan terorisme internasional. Terdapat

    organisasi-organisasi radikal yang dianggap sebagai organisasi terorisme yang

    memiliki hubungan dengan jaringan teroris Al-Qaeda. Di antaranyaJemaah

    Islamiyah (JI), Abu Sayyaf Group (ASG), Moro Islamic Liberation Front (MILF),

    dan Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM).12

    Indonesia juga diketahui memiliki sejumlah gerakan radikal yang masih

    aktif, antara lain misalnya FPI (Front Pembela Islam), Laskar Jihad, Laskar

    Mujahidin, Laskar Jundullah dan lain-lain. Gerakan-gerakan ini merupakan

    gerakan radikal yang berbasis agama, dan dari beberapa gerakan radikal tersebut

    salah satunya teridentifikasi sebagai gerakan terorisme, seperti Laskar Jihad13.

    Gerakan terorisme di Indonesia kurang memiliki struktur dan jumlah yang cukup,

    seperti halnya di Filipina dan Thailand. Namun walau demikian, yang lebih

    berbahaya adalah kondisi kemiskinan dan pemerintahan yang korup di Indonesia

    12Budi Winarno, 2014. Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta : Center of Academic

    Publishing Service (CAPS), hal. 189.13

    Kumar Ramakrisna dan See Seng Tan, 2003.After Bali Threat of Terrorism in Southeast Asia,Singapore: Institute of Defense and Strategic Studdies, hal. 9.

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    13/15

    dapat memudahkan bentuk rekrutmen melalui sistem doktrinasi terhadap individu

    tertentu untuk dijadikan sebagai mujahidin atau yang lebih dikenal dengan

    istilahnya di Indonesia sebagai calon pengantin. Selanjutnya calon pengantin

    tersebut dimanfaatan sebagai agen bom bunuh diri seperti contoh kasus yang

    terjadi pada saat bom bunuh diri Bali I dan II.

    Mengenai kasus terorisme, berbagai usaha dan upaya telah dilakukan oleh

    ASEAN sebagai organisasi kawasan. Kerja sama sudah dijalin sejak terorisme

    menjadi isu global yang ditandai dengan semakin maraknya aksi-aksi terorisme di

    berbagai belahan dunia. Inisiatif kerja sama ASEAN diawali pada pertemuan

    Menteri Dalam Negeri antarnegara anggota ASEAN dengan mengeluarkan

    deklarasi ASEAN untuk aksi-aksi kejahatan lintas batas negara (ASEAN

    Declaration on Transorganized Crime). Tindak lanjutnya adalah dibentuknya

    pertemuan tingkat menteri untuk mengatasi aksi-aksi kejahatan lintas negara

    (AMMTC) .AMMTC diberi mandat untuk mengkoordinir aktivitas-aktivitas badan

    lainnya, seperti organisasi para Menteri Hukum, dan Kejaksaan Agung, para

    pemimpin Kepolisian, para Menteri Keuangan, Direktur Jenderal imigrasi dan bea

    cukai, dan lain sebagainya untuk investigasi pemeriksaan dan rehabilitasi pelaku

    kejahatan lintas batas negara termasuk di dalamnya terorisme internasional.

    Respons negara-negara dunia atau global sangat penting dalam mengatasi

    permasalahan penanganan terorisme, karena keberadaannya menjadi ancaman

    global yang sangat serius. Terorisme bukan hanya mengancam keamanan satu

    negara atau kawasan, sehingga usaha mengatasinya baik karena motivasi agama,

    ataupun ideologi politik harus diletakkan dalam kerangka yang lebih luas

    melintasi batas-batas regional. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk

    mencegah terorisme di seluruh dunia, di antaranya adalah dengan menghilangkan

    atau mengurangi sedikit demi sedikit akar penyebab terorisme dan penegakan

    hukum yang tegas.

    Berikutnya cara mengatasi terorisme adalah melalui kerja sama

    internasional dan global. Negara-negara di dunia dapat bersandar pada resolusi

    Dewan Keamanan PBB mengenai penanganan masalah terorisme. Dalam pasal 25

    dari piagam PBB yang berbunyi The members of the United Nations agree to

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    14/15

    accept and carry out the decisions of the security Council in accordance with the

    present Charter. Salah satu resolusi DK PBB adalah resolusi nomor 1368

    tanggal 12 September 2011 yang berisikan sebagai berikut :

    Calls those state to work together urgently to bring justice the

    perpetrators, organizers and sponsors of these terrorist attacks and stresses

    that those responsible for aiding, supporting or harbouring the

    perpetrators, organizers and sponsors of these acts will be held

    accountable.

    Tatanan dunia yang timpang tidak bisa diselesaikan oleh satu negara, tetapi

    membutuhkan banyak negara. Demikian juga, mobilitas para terorisme lintas

    batas negara hanya mungkin dicegah dan diselesaikan melalui kerja sama antara

    satu atau lebih negara. Oleh karena itu, usaha untuk mendorong kerja sama di

    tingkat regional dan global harus terus dilakukan.

  • 7/25/2019 Terrorism in Global Security

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    Kiras, James D. 2005. Terrorism and Globalization. Dalam John Baylis & Steve Smith(eds.), The Globalization of World Politics: An Introduction to InternationalRelations, Third Edition. Oxford University Press

    Martin, Hans-Peter dan Harald Schumann. 2005. Jebakan Global: Serangan TerhadapDemokrasi dan Kesejahteraan. Jakarta: Hastra Mitra-Institute For Global Justice

    Ramakrisna, Kumar dan See Seng Tan. 2003.After Bali Threat of Terrorism in SoutheastAsia, Singapore: Institute of Defense and Strategic Studdies

    Robertson, Ann E. 2007. Terrorism and Global Security.New York: Fact on File,INC

    Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi. 2007. International Relations and World Politics:

    Security, Economy, Identity, Third Edition. (Upper Saddle River, New Jersey:Pearson Education Inc

    Williams, Paul D. 2008.Security Studies, an Introduction.New York: Routledge

    Winarno, Budi. 2014.Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Center

    of Academic Publishing Service (CAPS

    Online

    Yani, Yanyan Mochammad. 2010. Kemenangan Partai Demokrat dan Masa DepanPerang Global Melawan Terorisme. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdf.

    The European Union Counter-Terrorism Strategy. Council of the European Union. 30November 2005. http://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdf,

    diakses 18 Desember 2012

    Miller, G.D. Confronting Terrorism: Group Motivation and Succesful State Policies,Terrorism and Political Violence. 2007, (online pdf).http://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdf,hal. 338-343, diakses 22Desember 2015

    http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdfhttp://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdfhttp://interntional.ucia.edu/cms/files/FTPV-A24289_P.pdfhttp://register.consilium.eu.int/pdf/en/05/st14469-re04.end05.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdfhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/kemenangan_partai_demokrat_dan_masa_depan.pdf