surimi_sherly arga t_12.70.0153_a5_unika soegijapranata

25
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan mengenai surimi dari fillet ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Fillet Ikan Tongkol Kelompo k Perlakuan WHC (mg H 2 O) Sensori Kekenya lan Aroma A1 fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat 322.243 ,25 + +++ A2 fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat 273.157 ,52 ++ +++ A3 fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat 250.864 ,98 +++ ++ A4 fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat 256.561 ,18 + ++ A5 fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat 275.696 ,20 ++ + A6 fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat 266.687 ,76 +++ + Keterangan: Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis ++ : kenyal ++ : amis +++ : sangat kenyal +++ : sangat amis Pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa pembuatan surimi menggunakan bahan baku berupa fillet ikan tongkol. Nilai WHC terbesar diperoleh oleh kelompok A1 dengan nilai 1

Upload: reed-jones

Post on 26-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum pembuatan surimi dari fillet ikan tongkol.

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai surimi dari fillet ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Fillet Ikan Tongkol

Kelompok PerlakuanWHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

A1fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,1% polifosfat322.243,25 + +++

A2fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,1% polifosfat273.157,52 ++ +++

A3fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,3% polifosfat250.864,98 +++ ++

A4fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,3% polifosfat256.561,18 + ++

A5fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,5% polifosfat275.696,20 ++ +

A6fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,5% polifosfat266.687,76 +++ +

Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa pembuatan surimi menggunakan bahan baku

berupa fillet ikan tongkol. Nilai WHC terbesar diperoleh oleh kelompok A1 dengan

nilai sebesar 322.243,25 mg. Sedangkan nilai WHC terendah ditunjukkan oleh

kelompok A3 dengan nilai WHC sebesar 250.864,96 mg. Kemudian untuk parameter

kekenyalan, diperoleh surimi yang kenyal pada kelompok A3 (fillet ikan + 2,5%

sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat) dan A6 (fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5%

garam + 0,5% polifosfat) sedangkan surimi yang tidak kenyal ditunjukkan oleh

kelompok A1(fillet ikan + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat) dan A4 (fillet

ikan + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat). Selanjutnya pada parameter

aroma, diperoleh aroma tidak amis pada surimi kelompok A5 (fillet ikan + 5% sukrosa

+ 2,5% garam + 0,5% polifosfat) dan A6 (fillet ikan + 5% sukrosa + 2,5% garam +

0,5% polifosfat) dan surimi yang sangat amis pada surimi kelompok A1 (fillet ikan +

2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat) dan A2 (fillet ikan + 2,5% sukrosa +

2,5% garam + 0,1% polifosfat).

1

Page 2: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. PEMBAHASAN

Ikan merupakan hewan air yang kaya akan kandugan proteinnya sehingga ikan dapat

dijadikan sebagai salah satu sumber dari protein hewani (Moeljanto, 1994). Ikan

banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya yang terjangkau dan mudah

ditemukan dipasar-pasar. Namun ikan termasuk dalam bahan pangan yang mudah busuk

(perishable) sehingga dibutuhkan suatu teknik pengolahan untuk memperpanjang umur

simpannya. Beberapa pengolahan yang sering dilakukan antara lain dengan

pengeringan, pengasapan, penggaraman, dan lain sebagainya. Meskipun teknik-teknik

pengolahan tersebut mampu memperpanjang umur simpan ikan, namun teknik

pengolahan tersebut dapat menurunkan kualitas dari ikan itu sendiri (Afrianto &

Liviawaty, 1989). Oleh karena itu belakangan ini mulai dikembangkan produk olahan

pangan berbahan baku ikan, yaitu surimi.

2.1. Surimi

Surimi merupakan produk olahan setengah jadi berbahan dasar daging ikan yang

mengadung konsentrat protein miofibril Adanya kandungan protein miofibril ini

bermanfaat untuk mengembangkan ikan menjadi produk olahannya sebab protein

miofibril terlarut dalam larutan garam. Komposisi protein miofibril yaitu myosin, aktin,

tropomiosin dan aktomiosin (gabungan aktin dan myosin). Protein miofibril ini akan

memperngaruhi karakteristik daging ikan, seperti plastisitas dan daya ikat air daging;

tekstur produk perikanan yang dihasilkan; sifat fungsional daging lumat; dan

homogenat khususnya dalam membentuk gel (Irianto dan Giyatmi, 2009).

.

Menurut Fiddler et al (1993), surimi adalah produk dari daging ikan yang dihancurkan

secara mekanis atau manual dimana bagian daging dipisahkan dengan tulangnya

kemudian dicuci dengan air, diperas dan ditambahkan cryoprotectant seperti gula,

sorbitol dan polidekstrosa. Ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi biasanya

adalah ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, dan memiliki

kemampuan membentuk gel (Peranginangin et al., 1999). Surimi dapat dikatakan

produk setengah jadi karena surimi merupakan “produk antara” yang masih bisa diolah

2

Page 3: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

lagi menjadi produk lainnya seperti bakso ikan, sosis ikan, tempura, burger ikan, dan

lain sebagainya (Sonu, 1986).

Berdasarkan proses pembuatannya, surimi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yatu mu-en

surimi dan ka-en surimi. Surimi jenis mu-en merupakan surimi yang dalam proses

pembuatannya tidak ditambahkan garam, sedangkan surimi jeni ka-en merupakan

surimi yang mendapatkan penambahan garam dalam pembuatannya. Selain kedua jenis

surimi tersebut, terdapat 1 jenis surimi lainnya yaitu nana surimi. Nana surimi adalah

surimi mentah yang tidak dibekukan (Suzuki, 1981).

Menurut Jafarpour et al (2012), surimi merupakan produk yang rendah kalori, rendah

kolesterol, dan juga rendah sodium. Umumnya, ikan yang digunakan untuk pembuatan

surimi adalah ikan berdaging putih sehingga dihasilkan surimi dengan kulaitas yang

baik. Namun sekarang ini, banyak peraturan yang melarang penangkapan ikan

berdaging putih. Hal ini menyebabkan produsen surimi mulai beralih menggunakan

ikan lainnya, yang mana memiliki kualitas lebih rendah disbanding ikan berdaging

putih. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk memperbaiki kualitas surimi ini.

Setalah dilakukan penelitian, diperoleh pengetahuan bahwa dengan menambahkan egg

white powder sebesar 3% mampu meningkatakan tekstur dari surimi namun merubah

warna dari surimi. Sedangkan dengan penambahan potato starch akan mengurangi

kualitas tekstur surimi namun meningkatkan kualitas warnanya.

2.2. Bahan Baku Surimi : Ikan Tongkol

Pada praktikum “Surimi” ini digunakan bahan dasar daging ikan tongkol. Ikan tongkol

merupakan ikan dari golongan ikan tuna yang berukuran kecil. Ikan tongkol memiliki

karakteritik tubuh yang memanjang, tidak bersisik (kecuali pada garis rusuknya),

berwarna abu-abu, dagingnya berwarna merah tua dan berdaging tebal (Bahar, 2004).

Berikut ini adalah klasifikasi dari ikan tongkol :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Page 4: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Sub Class : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Family : Scombridae

(Saanin, 1984).

Didalam tubuh ikan tongkol terkandung komponen kimia seperti air (71-76,76%),

protein (21,6-26,3%), lemak (1,3-2,1%), mineral (1,2-1,5%) dan abu (1,45-3,4%).

Kandungan komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi nilai gizi, sifat

fungsionalitas ikan, kualitas sensori, dan stabilitas penyimpannya. Kemudian jika

ditunjau secara umum, ikan tongkol memiliki bagian edible portion sebesar 45-50%

(Suzuki, 1981).

2.3. Proses Pembuatan Surimi

Pada praktikum ini, bahan baku yang digunakan untuk membuat surimi adalah fillet

daging ikan tongkol. Pembuatan surimi ini diawali dengan mencuci ikan tongkol hingga

bersih dengan air mengalir. Kemudian ikan tersebut ditimbang beratnya. Pencucian ikan

ini betujuan untuk menghilangkan komponen larut air, lemak dan darah. Selain itu

pencucian juga dilakukan untuk memperbaiki kenampakan ikan dan meningkatkan

kekuatan gel (Amalia, 2002). Teori tersebut juga didukung oleh Nopianti et al., (2011)

bahwa pencucian dapat menghilangkan lemak, darah, pigmen, komponen penyebab bau,

meningkatkan kemampuan protein miofibril dan meningkatakan kemampuan

pembentukan gel.

Lalu diambil fillet daging ikannya dengan cara membuang kepala, sirip, ekor, sisik, isi

perut, dan kulit. Pembuangan kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit ini

dikarenakan dalam proses pembuatan surimi tidak digunakan bagian-bagian tersebut

sebab bagian-bagian tersebut mengandung sejumlah lemak dan minyak yang dapat

menghidrolisis surimi (Fortina, 1996). Selain itu, isi perut ikan mengandung enzim

protease yang dapat menurunkan kualitas pembentuk gel (Miyake et al., 1985).

Setelah ikan difillet, daging ikan bagian putihnya diambil sebanyak 100 gram dan

digiling hingga halus menggunakan blender. Selama proses penggilingan, suhu daging

Page 5: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

harus tetap dijaga rendah dengan ditambahkan es. Penghalusan fillet daging ikan ini

bertujuan untuk memperluas permukaan daging sehingga ketika fillet daging ikan

kontak dengan bahan lain dapat diserap lebih optimal (Anonim, 1987). Penambahan es

ini berfungsi untuk menjaga kesegaran daging ikan dan untuk mempercepat reduksi

kandungan air didalam daging ikan yang sudah lumat (Anonim, 1987).

Kemudian daging ikan dicuci dengan dengan air es dan disaring dengan kain saring.

Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan darah, pigmen, lemak dan senyawa

penyebab bau amis (Nopianti et al., 2011). Selain itu, pencucian ini juga berfungsi

untuk menjaga kualitas daging ikan (Anonim, 1987).

Selanjutnya, daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% untuk kelompok

A1-A3 dan sukrosa sebanyak 5% untuk kelompok A4-A6. Sukrosa yang ditambahkan

kedalam surimi berfungsi sebagai bahan antidenaturasi protein (krioprotektan) selama

proses pembekuan dan penyimpanan surimi (Peranginangin et al., 1999). Hal ini juga

diperkuat oleh Agustini et al (2008) yang mengatakan bahwa penambahan

cryoprotective seperti sukrosa dan sorbitol mampu mencegah terjadinya denaturasi

protein. Seiring dengan perkembangan dunia pangan, mulai dilakukan substitusi gula-

gula tersebut dengan gula yang rendah kalori seperti gula stevia. Setelah dilakukan

pengujian, diperoleh hasil bahwa gula stevia tidak ada perubahan yang signifikan pada

pH, WHC, kekuatan gel dan sifat organoleptik surimi sebelum penyimpanan. Namun

selama penyimpanan, terjadi perubahan yang cukup signifikan pada WHC dan kekuatan

gel.

Hal yang serupa juga dikatakan oleh Nopianti et al (2012) bahwa krioprotektif

ditambahkan ke dalam surimi untuk mencegah denaturasi protein khususnya protein

miofibrillar selama proses penyimpanan surimi. Umumnya bahan yang dijadikan

krioprotektif adalah sukrosa dan sorbitol, namun kali ini digunakan krioprotektif berupa

6 jenis low sweetness sugar (ctitol, maltodexrin, palatinit, polydextrose, trehalose). Dari

hasil penelitian ini juga dibuktikan bahwa penggunaan low sweetness sugar juga

mampu mencegah denaturasi. Namun dari keenam jenis gula ini, hasil yang optimal

Page 6: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

ditunjukkan oleh polydextrose yang mampu menjaga nilai WHC hingga 77.0% dan

kekuatan gel hingga 53.6% selama 6 bulan penyimpanan.

Kemudian ditambahkan pula garam 2,5% untuk semua kelompok (A1-A6) dan

polifosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok A1 dan A2; sebanyak 0,3% untuk kelompok

A3 dan A4; dan sebanyak 0,5% untuk kelompok A5 dan A6. Tujuan penambahan

garam adalah untuk melarutkan protein miofibril yang terkandung dalam daging ikan.

Ketika protein miofibril larut maka myosin akan dengan mudah bergabung dengan aktin

membentuk aktimiosin yang berperan penting dalam pembentukan gel (Suzuki, 1981).

Terakhir ditambahkan polifosfat dengan tujuan untuk memperpaiki kemampuan daging

ikan untuk mengikat air sehingga dihasilkan surimi yang bertestur lembut. Selain itu

juga dapat memperbaiki sifat elastisitas dari surimi tersebut (Suzuki, 1981).

Ditambahkan oleh Shaviklo et al (2010) bahwa polifosfat mampu mendukung kerja

krioprotektan sebab polifosfat akan memberikan efek buffer pH pada daging ikan dan

dapat berperan sebagai agen pengikat ion logam.

Lalu surimi tersebut dimasukkan kedalam plastic dan dibekukan didalam freezer selama

semalam. Setelah itu, surimi di thwawing dan diukur WHC (Water Holding Capacity)

dan kualitas sensorinya yang meliputi kekenyalan dan aroma. WHC dilakukan dengan

mengeluarkan surimi dari plastik, kemudian meletakkannya diatas karbon yang sudah

dialasi millimeter block dan dipress dengan mesin press. Menurut teori Murniyati

(2005), penyimpanan dalam freezer ini adalah untuk mempertahankan kualitas surimi

selama penyimpanan. Penyimpanan dalam plastik berguna untuk melindungi surimi dari

kontak dengan udara disekitarnya. Thawing dilakukan untuk mempermudah proses

pengolahan surimi lebih lanjut (Lee, 1984). Surimi yang dibuat pada praktikum ini

merupakan surimi jenis ka-en surimi sebab dalam proses pembuatannya ditambahkan

garam sebanyak 2,5% dari berat daging ikan (Suzuki, 1981).

2.4. Water Holding Capacity (WHC)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pada kelompok A1, A2, dan A3

menggunakan penambahan sukrosa sebanyak 2,5% dan garam sebanyak 2,5%.

Kemudian untuk kelompok A4, A5, dan A6 menambahkan sukrosa sebesar 5% dan

Page 7: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

garam sebesar 2,5%. Dari penambahan bahan-bahan tersebut, diketahui bahwa pada

kelompok A1 menghasilkan WHC dengan nilai 322.243,25 mg. Kemudian pada

kelompok A2, menunjukkan nilai WHC sebesar 273.157,52 mg. Kelompok A3

menghasilkan nialai WHC sebesar 250,864,98 mg. Untuk kelompok A4 diperoleh nilai

WHC sebesar 256.561,18 mg. Kelompok A5 menghasilkan nilai WHC sebesar

275.696,20 mg. Terakhir pada kelompok A6, diperoleh nilai WHC sebesar 266.687,76

mg.

Dari hasil-hasil diatas, dapat dikatakan hasil ini belum sesuai dengan teori yang ada,

yaitu dengan penambahan sukrosa dan garam pada produk surimi dapat meningkatkan

Water Holding Capacity (WHC) dari surimi itu sendiri (Shaviko et al., 2010). Semakin

besar konsentrasi sukrosa dan garam yang diberikan, seharusnya nilai WHC akan

semakin besar. Hal ini berarti surimi dengan penambahan sukrosa 5% akan memilki

nilai WHC yang lebih besar daripada nilai WHC surimi dengan penambahan sukrosa

2,5%. Namun hasil yang didapat masih berfluktuasi, dimana nilai WHC tertinggi

diperoleh kelompok A1 (sukrosa 2,5% + garam 2,5%) dan nilai WHC terendah pada

kelompok A3 (sukrosa 2,5% + garam 2,5%). Peningkatan nilai WHC juga dipengaruhi

oleh konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, dimana semakin besar konsentrasi

polifosfat ditambahkan maka nilai WHC akan semakin besar. Namun hasil yang

dperoleh pun masih belum sesuai dengan teori, bahwa nilai tertinggi seharusnya

diperoleh kelompok A5 atau A6 dengan polifosfat sebesar 0,5%. Namun nilai WHC

terbesar ditunjukkan oleh kelompok A1 dengan polifosfat sebanyak 0,1%.

Kesalahan-kesalahan ini dapat disebabkan oleh ketidaktepatan dalam penambahan

bahan-bahan seperti sukrosa, garam atau pun polifosfat. Selain itu kesalahan ini juga

dapat dikarenakan proses pengepresan surimi yang kurang tepat, dimana seharusnya

surimi masih bisa melebar namun proses pengepresan sudah dihentikan sehingga ketika

dilakukan penghitungan nilai WHC tersebut tidak tepat. Kesalahan juga dapat

disebabkan oleh adanya sisa surimi yang masih menempel diplastik pembungkus yang

digunakan untuk melapisi surimi selama proses freezing. Oleh karena itulah nilai WHC

yang diperoleh dalam praktikum tidak sesuai dengan teori-teori yang ada.

Page 8: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

2.5. Kekenyalan dan Aroma

Kekenyalan dan aroma dari surimi merupakan bagian dari uji sensoris surimi.

kekenyalan dan aroma pada surimi dipengaruhi oleh penambahan polifosfat. Pada

kelompok A1 dan A2 ditambahkan polifosfat sebanyak 0,1% ; kelompok A3 dan A4

menggunakan polifosfat sebanyak 0,3%; dan untuk kelompok A5 dan A6 menggunakan

polifosfat sebanyak 0,5%. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada kelompok A1

dihasilkan surimi dengan tekstur yang tidak kenyal dan yang sangat amis. Pada

kelommpok A2 diperoleh surimi yang kenyal dan berbau sangat amis. Kelompok A3

menunjukkan surimi yang sangat kenyal dan berbau amis. Kelompok A4 menmperoleh

surimi yang tidak kenyal dan bau yang amis. Pada kelompok A5, surimi yang dihasilkan

kenyal dan tidak berbau amis. Terkahir kelompok A6, dihasilkan surimi yang sangat

kenyal dan tidak berbau amis.

Dari hasil yang ada dapat, dikatakan bahwa hasil tersebut sudah sesuai dengan teori

Nopianti et al. (2011) yang mengatakan bahwa polifosfat berfungsi untuk meningkatkan

pH sehingga kemampuan pembentukan dan kekuatan gel juga aka semakin meningkat.

Oleh karena itu pada kelompok A5 yang menambahkan polifosfat sebanyak 0,5%

menghasilkan surimi dengan tekstur yang sangat kenyal.

Kemudian untuk bau amis yang dihasilkan oleh surimi dipengaruhi oleh penambahan

sukrosa, garam dan polifosfat. Surimi yang mendapatkan penambahan sukrosa 5%;

garam 2,5%; dan polifosfat 0,5% memiliki bau yang tidak amis. Bau amis yang masih

ada pada surimi dapat disebabkan oleh proses pencucian bahan baku (daging ikan) yang

kurang bersih sebab dengan pencucian dapat menghilangkan bau amis, darah, pigmen,

dan lemak pada ikan (Peranginangin et al., 1999).

2.6. Faktor Penentu Kualitas Surimi

Kualitas pada surimi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kematangan

gonad, jenis ikan, umur, kadar air, tingkat kesegaran ikan, pH, volume, konsentrasi

bahan anidenaturasi, dan jenis bahan antidenaturasi serta banyaknya proses pencucian

daging ikan (Suzuki, 1981). Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh faktor biologis dari

ikan seperti fase bertelur, musim dan ukuran dari ikan. Ikan yang ditangkap pada musim

Page 9: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

panas, berukuran kecil dan dalam fase bertelur maka akan cepat mengalami denaturasi

dibandingkan dengan ikan yang ditangkap di musim semi, berukuran besar dan tidak

dalam fase bertelur.

Surimi memiliki beberapa sifat fungsional yang berpengaruh pada kualitasnya. Sifat

fungsional ini meliputi kekuatan gel dan pembentukan gel. Adapun sifat yang

mempengaruhi pemebentukan gel surimi sebagai berikut :

a. Pembentukan Gel

Pembentukan gel ini dipengaruhi oleh :

- Protein miofibril yang akan mengalami proses denaturasi sebelum proses

pembuatan surimi.

- Jenis dan habitat ikan yang berpengaruh pad stabilitas miofibril saat

pemansan.

- Aktivitas enzim proteolitik yang dapat membuka struktur protein pada ikan

sehingga gel akan rusak.

- Enzim oksidasi protein

- Dan lain sebagainya.

b. Kemampuan pengikatan air

Kemampuan pengikatan air ini dipengaruhi oleh :

- pH daging ikan.

- konsentrasi dari protein.

- Suhu ketika pembuatan surimi.

- Laju dan waktu pemanasan dalam pembuatan surimi.

- Dan lain sebagainya.

c. Emulsifikasi

Karakteristik dari emulsifikasi surimi dapat dipengaruhi oleh :

- Suhu.

- Jumlah protein yang terekstrak.

- Konsentrasi protein

- Protein ikan dalam kondisi terdenaturasi atau tidak.

(Nurkhoeriyati et al., 2008).

Page 10: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Menurut Ngo Van Phu et al (2010) pembentukan gel pada surimi merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kualitasnya. Pembentukan gel pada surimi ini dilakukan

dengan pemanasan pada suhu rendah. Pembuatan surimi dari white croaker akan

menghasilkan surimi yang kuat dan elastic. Namun selama proses pembuatannya, terjadi

degradasi protein dan polimerisasi akibat pemanasan, Oleh karena itu, penelitian ini

berfokus pada karakteristik surimi dari white croaker tanpa polimerisasi dan degradasi

protein. dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa surimi yang dipanaskan diatas suhu

60°C akan mengalami polimerisasi dan degradasi protein.

Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Mahawanich (2008), bahwa salah satu faktor

yang menentukan kualitas surimi adalah kemampuan surimi dalam membentuk gel.

Kemampuan pembentukan gel ini berbeda-beda satu dengan lainnya tergantung dari

jenis ikan yang digunakan dan proses pemanasannya. Surimi yang dibuat dari ikan nila

akan memiliki kekuatan gel dan WHC yang lebih baik dibandingkan dengan surimi dari

ikan nila merah. Kemudian untuk proses pemanasannya sendiri, tidak terlalu berdampak

terhadap kedua surimi ini.

Page 11: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. KESIMPULAN

Surimi didefinisikan sebagai produk olahan setengah jadi dengan bahan baku

berupa fillet daging ikan.

Surimi yang dibuat pada praktikum ini berbahan baku daging ikan tongkol.

Ikan tongkol memiliki warna tubuh abu-abu, warna dagingnya merah, dan memiliki

daging yang tebal.

Pada pembuatan surimi diguanakan es untuk menjaga kualitas kesegaran dari ikan.

Penggalusan dilakukan untuk mempeluas permukaan daging sehinga lebih mudah

kontak dengan bahan lainnya.

Pencucian daging ikan bertujuan untuk menghilangkan bau amis, pigmen, darah,

dan lemak dari ikan.

Ikan mengandung protein miofibril yang berpengaruh pada pengembangan ikan

menjadi produk olahannya.

Polifosfat yang ditambahkan dalam pembuatan surimi berfungsi untuk

meningkatkan efek krioprotektan.

Krioprotektan adalah bahan yang dapat mencegah denaturasi protein pada suhu

rendah.

Penambahan sukrosa garam pada pembuatan surimi akan mempengaruhi nlai Water

Holding Capacity (WHC)

WHC juga dipengaruhi oleh konsentrasi polifosfat.

Semakin besar konsentrasi sukrosa , garam, dan polifosfat maka nilai WHC akan

semakin tinggi.

Semakin besar konsentrasi polifosfat, maka surimi akan semakin kenyal.

Nilai WHC terbesar pada praktikum ini diperoleh kelompok A1 dengan formulasi

bahan 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat.

Surimi yang memiliki tekstur sangat kenyal didapat oleh kelompok A3 (2,5%

sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat) dan A6 (5% sukrosa + 2,5% garam +

0,5% polifosfat).

Surimi dengan bau yang tidak amis ditunjukkan oleh kelompok A5 dan A6 dengan

formulasi penambahan 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat.

11

Page 12: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Kesalahan yang etrjadi pada praktikum ini disebabkan oleh kesalahan dalam

penimbangan bahan atau saat pengepresan surimi.

Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah pembentukan gel, daya ikat air

dan juga sifat emulsifikasi.

Kekuatan gel surumi dipengaruhi oleh kematangan gonad, umur, jenis ikan, pH,

suhu, dan lain sebagainya.

Semarang, 21 September 2014Praktikan, Asisten Dosen

Sherly Arga T Dea Nathania12.70.0153

Page 13: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Agustini, T.W., Y.S. Darmanto., D.P.K. Putri. (2008). Evaluation on Utilization of Small Marine Fish to Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents to Increase The Quality of Surimi. Journal of Coastal Development. 11(3), 131-140.

Amalia, Z. I. Z. (2002). Studi Pembuatan Kamaboko Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) dengan Berbagai Pencucian dan Jenis Pengikat [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Anonim. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

Bahar, S., Merta, I G. S., B. I. Prisantoso. (2004). Musim penangkapan ikan pelagis besar. Dalam Musim Penangkapan ikan di Indonesia. Balai Riset Perikanan Laut. 8-28.

Fiddler, W., J. W. Pensabene, R.A. Gates, M. Hale, M. Jahncke and J.K. Babbit. (1993). Alaska Pollock (Theragra chalcogramma) mince and surimi as partial meat substitutes in frankfurters: N-nitrosodimethylamine formation. Journal of Food Science. 58(1), 62-65.

Fortina, Des. (1996). Pengaruh Penambahan Bahan Pembentuk Flavor, Lama Pelapisan (Coating) dan Lama Pengukusan Terhadap mutu Akhir Daging Rajungan Imitasi dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Irianto HE dan Giyatmi S. (2009). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Jafarpour, A., H.A. Hajiduon., M.Rez aie. (2012). A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinuscarpio) Surimi Gel. J Food Process Technol. 3(11), 1-6.

Mahawanich, T. (2008). Preparations and Properties of Surimi Gels from Tilapia and Red Tilapia. Naresuan University Journal. 16(2), 105-111.

Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanabe. (1985). Technology of Surimi Manufacturing. Infofish Marketing Digest 6:31-34. Kuala Lumpur.

13

Page 14: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Moeljanto. (1994). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murniyati, A.S. (2005). Pembekuan Ikan, SUPM Tegal. Tegal.

Ngo Van Phu., K. Morioka., Y. Itoh. (2010). Gel-forming Characteristics of Surimi from White Croaker under the Inhibition of the Polymerization and Degradation of Protein. Journal of Biological Sciences. 10(5), 432-439.

Nopianti, R., Huda. N., Fazilah, A., Ismail, N., Esa, A.M. (2012). Effect of different types of low sweetness sugar on physicochemical properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage. International Food Research Journal. 19(3), 1011-1021.

Nopianti, R., Nurul Huda and Noryanti Ismail. (2011). A review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming properties of Surimi. American Journal of Food Technology. 6 (1), 19-30.

Nurkhoeriyati, T., Nurul Huda, dan Ruzita A. (2008). Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. Malaysia.

Peranginangin, R. et al. (1999). Instalasi penelitian Perikanan Laut Sipil. BalaiPerikanan Laut. Jakarta.

Saanin, H. (1984). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.

Shaviklo, G. R., Gudjon T., and Sigurjon Arason. (2010). The Influence of Additives and Frozen Storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock (Melanogrammus aeglefinus). Turkhish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 10, 333-340.

Sonu S . C. (1986). Surimi. NOAA Technical Memorandum NMFS. Terminal Island, California.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ. Ltd. London.

Page 15: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus perhitungan WHC (mg H2O):

Luas atas ( LA )=13

a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawa h ( LB )=13

a (h0+4h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah (LAB)=LA−LB

mg H 2O=LAB−8,00,0948

Perhitungan WHC Kelompok A1

Luas atas ( LA )=13

51,5(118+4 × 196+2×210+4 ×188+88)

Luas atas ( LA )=37114,33

Luas bawa h ( LB )=13

51,5(110+4 ×22+2 ×2+4 ×23+88)

Luas bawa h ( LB )=6557,67

Luas area basah (LAB)=37114,33−6557,67

Luas area basah (LAB)=30556,66

mg H 2O=30556,66−8,00,0948

mg H 2O=322243,25 mg

Perhitungan WHC Kelompok A2

Luas atas ( LA )=13

47,5 (105+4 ×185+2 ×195+4 ×183+95)

Luas atas ( LA )=32648,33

Luas bawa h ( LB )=13

47,5(105+4×26+2× 11+4 ×25+95)

Luas bawa h ( LB )=6745

Luasarea basah (LAB)=32648,33−6745

Luas area basah (LAB)=25903,33

15

Page 16: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

mg H 2O=25903,33−8,00,0948

mg H 2O=273157,52mg

Perhitungan WHC Kelompok A3

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×176+2 ×194+4 ×174+97)

Luas atas ( LA )=29550

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4 ×20+2× 11+4 ×25+97)

Luas bawa h ( LB )=5760

Luas area basah (LAB)=29550−5760

Luas area basah (LAB)=23790

mg H 2O=23790−8,00,0948

mg H 2O=250864,98 mg

Perhitungan WHC Kelompok A4

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×173+2 ×195+4 × 172+84)

Luas atas ( LA )=29085

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4×17+2× 6+4×17+84)

Luas bawa h ( LB )=4755

Luasarea basah (LAB)=29085−4755

Luas area basah (LAB)=24330

mg H 2O=24330−8,00,0948

mg H 2O=256561,18 mg

Perhitungan WHC Kelompok A5

Luas atas ( LA )=13

48 (95+4 ×178+2 ×185+4× 171+95)

Luas atas ( LA )=31296

Page 17: Surimi_Sherly Arga T_12.70.0153_A5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

Luas bawa h ( LB )=13

48(95+4×19+2× 5+4 × 14+95)

Luas bawa h ( LB )=5152

Luas area basah (LAB)=31296−5152

Luas area basah (LAB)=26144

mg H 2O=26144−8,00,0948

mg H 2O=275696,20 mg

Perhitungan WHC Kelompok A6

Luas atas ( LA )=13

45 (110+4 ×180+2× 202+4× 190+60)

Luas atas ( LA )=30810

Luas bawa h ( LB )=13

45(110+4 × 25+2 ×9+4 ×20+60)

Luas bawa h ( LB )=5520

Luas area basah (LAB)=30810−5520

Luas area basah (LAB)=25290

mg H 2O=25290−8,00,0948

mg H 2O=266687,76 mg

5.2. Laporan Sementara

5.3. Diagram Alir