(studi kasus kelompok tani hutan bukit hijau, di desa...

14
UNIT MANAJEMEN HUTAN TANAMAN RAKYAT BERBASIS KELOMPOK KERJA DALAM KELOMPOK TANI HUTAN (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa Cenrana, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros) THE MANAGEMENT UNIT OF COMMUNITY PLANT FOREST BASED ON THE WORKING GROUPS OF BUKIT HIJAU FOREST FARMER GROUP (A Case Study The Bukit Hijau of Forest Farmer Group, at Cenrana Village, Camba Subdistrict, Maros District) Supriady Salle 1 , Muhammad Dassir 2 , Mas’ud Junus 3 1 PEH Muda, BP2HP Wilayah XV Makassar, Kementerian Kehutanan 2 Sosial Ekonomi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin 3 Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Supriady Salle, S.Hut BP2HP Wilayah XV Makassar Makassar, 90245 HP: 08124205352 Email: [email protected]

Upload: duongtruc

Post on 08-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

UNIT MANAJEMEN HUTAN TANAMAN RAKYAT BERBASIS KELOMPOK KERJA DALAM KELOMPOK TANI HUTAN

(Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa Cenrana,

Kecamatan Camba, Kabupaten Maros)

THE MANAGEMENT UNIT OF COMMUNITY PLANT FOREST BASED ON THE WORKING GROUPS OF BUKIT HIJAU FOREST FARMER GROUP

(A Case Study The Bukit Hijau of Forest Farmer Group,

at Cenrana Village, Camba Subdistrict, Maros District)

Supriady Salle1, Muhammad Dassir2, Mas’ud Junus3

1PEH Muda, BP2HP Wilayah XV Makassar, Kementerian Kehutanan

2Sosial Ekonomi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin 3Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Supriady Salle, S.Hut

BP2HP Wilayah XV Makassar

Makassar, 90245

HP: 08124205352

Email: [email protected]

Page 2: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

Abstrak

Unit manajemen hutan tanaman rakyat (HTR) berbasis kelompok kerja dalam kelompok tani hutan (KTH)

Bukit Hijau sangat diperlukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Penelitian ini bertujuan untuk

merumuskan pola pengelolaan oleh kelompok kerja pada unit manajemen (HTR) KTH Bukit Hijau. Data

dikumpulkan melalui diskusi kelompok berfokus, wawancara, dan survey lapangan dilakukan untuk memeroleh

data, antara lain berupa sistem tenur yang berlaku di dusun Holiang, pemetaan partisipatif menyangkut luas dan

letak areal HTR yang dimohon, penentuan zona penyangga hutan produksi terbatas yang berbatasan dengan hutan

lindung, sistem kerjasama penyakapan lahan HTR, dan kondisi tutupan lahan yang dimohon oleh KTH Bukit

Hijau. Analisis data menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk

menjelaskan model unit manajemen KTH Bukit Hijau dan sistem pengaturan hasil, sedangkan analisis kuantitatif

digunakan untuk mengetahui kelayakan finansial pengelolaan HTR dengan kriteria layak secara finansial jika

NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > i. Sistem tenur yang akan dipakai pada kelompok kerja dalam KTH Bukit Hijau

adalah sistem mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan lahan secara gotong royong, serta gotong royong

perondaan dari hama tanaman untuk mengurangi biaya tenaga kerja pengelolaan lahan HTR, serta untuk

mengendalikan manajemen lahan kelola HTR melalui kerjasama kelompok kerja HTR. Hasil analisis GIS,

dilakukan deliniasi terhadap areal yang tidak produktif maka areal yang layak mendapat Izin Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HTR) seluas ± 35,70 hektar

dengan tutupan lahan berupa semak belukar dan padang rumput. Jumlah anggota KTH yang akan melakukan

pengelolaan sebanyak sepuluh orang yang nantinya akan mendapatkan IUPHHK-HTR perorangan dari Bupati

Maros. Hasil analisis finansial menunjukkan pembangunan HTR pola polikultur yang memadukan antara tanaman

jenis sengon dengan tanaman semusim jenis kacang tanah memberikan tingkat kelayakan finansial yang lebih

tinggi dibanding pola monokultur jenis sengon meskipun kedua pola tersebut sama-sama layak secara finansial.

Kata Kunci : unit manajemen HTR , kelompok kerja

Abstract

The management unit of community plant forest based on the working groups of Bukit Hijau farmer group

is needed to achieve sustainable forest management. This study aims to formulate the management pattern of

working units in the management unit of the community plant forest of Bukit Hijau Forest Farmer Group. The data

were collected through Focus Group Discussions (FGD), interviews, and field surveys. The collected data were:

(1) the current tenure system at Holiang sub-village; (2) participative mapping related to the area size and location

of the proposed community plant forest, the determination of a limited production forest buffer zones adjacent to

protected areas; (3) cooperation system in the sharecropping of community plant forest area proposed by the Bukit

Hijau Forest Farmer Group. The data were analysed by using qualitative analysis (to explain the model of

management unit and the system of product management) and quantitative analysis (to analyse the financial

feasibility of communit plant forest management). The criteria of financial feasibility is: NPV > 0, BCR > 1, and

IRR > i. The tenure systems that will be used by the working units in the Bukit Hijau Forest Farmer Group are

mallolo, ta’tang, area fencing, cooperation in preparing the area, and cooperation in monitoring plant diseases to

reduce the labor cost and to control the community plant forest area management through the cooperation of

community plant forest working groups. The results of GIS analysis reveal that if unproductive area is delineated,

the size of the area that can get IUPHHK-HTR is ± 35.70 hectare, and the land surface is closed with undergrowth

and grass. There are 10 members of Forest Farmer Group who will conduct the management, and they will receive

IUPHHK-HTR from Bupati (district head) of Maros. The result of financial analysis reveal that in comparison to

monoculture pattern with Sengon tree, the development of community forest with policulture pattern (combination

of Sengon tree and seasonal plant, peanut) results in higher financial feasibility, although both patterns have

financial feasibility.

Keywords: management unit of community forest, working unit.

Page 3: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

PENDAHULUAN

Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi dapat dilakukan

pada: (a) HTI (Hutan Tanaman Industri); (b) HTR (Hutan Tanaman Rakyat); atau (c) HTHR

(Hutan Tanaman Hasil Reboisasi)”salah satunya melalui program pembangunan HTR

(Pemerintah RI, 2007).

Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh

kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan

menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. IUPHHK-HTR

adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan

ikutannya pada hutan produksi yang diberikan kepada perorangan atau koperasi untuk

meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk

menjamin kelestarian sumber daya hutan (Kementerian Kehutanan, 2011).

Kawasan hutan banyak dimanfaatkan sebagai lahan untuk memperoleh hijauan ternak

kambing dan sapi, tempat berladang, tempat memanen lebah madu, tempat mengambil kayu

bakar untuk kebutuhan rumah tangga, mengambil nira aren untuk pembuatan gula merah, dan

tempat mengambil kayu untuk pagar kebun dan sawah (Dassir dkk., 2010)

Salah satu kabupaten yang telah diterbitkan IUPHHK-HTR oleh Bupati adalah

Kabupaten Maros, dimana berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:

SK.372/Menhut-VI/2008 tanggal 8 Agustus 2008, penetapan pencadangan areal HTR di

Kabupaten Maros seluas ± 8.580 hektar, dan KTH yang telah memohon IUPHHK-HTR

sebanyak 4 KTH dengan luas ± 433 hektar yaitu: (1) KTH Pakkaraengan Indah seluas

± 116 hektar; (2) KTH Bangkit Jaya seluas ± 156 hektar; (3) KTH Tunas Harapan seluas

± 80 hektar, dan (4) KTH Bukit Hijau ± 84 hektar. IUPHHK-HTR yang telah mendapat

diterbitkan oleh Bupati Maros sebanyak 12 IUPHHK-HTR Perorangan dari KTH Pakkaraengan

Indah dengan luas ± 121 hektar, sedangkan 3 KTH lainnya belum diterbitkan IUPHHK-HTR

(BP2HP, 2012).

Tujuan diberikan atau diterbitkan IUPHHK-HTR di Kabupaten Maros kepada KTH

yang telah bermohon adalah agar masyarakat setempat (calon pemegang IUPHHK-HTR)

merasakan dan mendapatkan manfaat secara langsung, melalui pemberian akses legal dan ikut

Page 4: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

serta dalam mewujudkan kelestarian hasil hutan, secara bertahap dapat berkembang menjadi

pelaku ekonomi (petani kayu). Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, diperlukan pembangunan

dan penguatan lembaga KTH dan bentuk pengelolaan oleh Unit Manajemen IUPHHK-HTR

yang mampu menjamin kelestarian hasil dalam pengelolaannya.

Oleh karena itu di dalam pengelolaan hutan seumur, menentukan panjang daur

mempunyai peranan yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan

efektifitas tercapainya tujuan pengelolaan (Simon, 2010).

Penelitian tentang HTR yang dilakukan oleh Masyitah (2009) dan Suprihadhi (2012)

mengungkapkan bahwa dalam merumuskan pengembangan HTR berbasis kelompok kerja,

diperlukan kelembagaan yang kuat dalam pengelolaannya dan ditunjang oleh adanya dukungan

dari pihak/instansi terkait. Dengan demikian untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara

lestari, setidaknya dibutuhkan dua faktor utama, yaitu kelembagaan yang kuat dan pengelolaan

berlandaskan asas kelestarian hasil.

Hutan rakyat dengan segala produksinya memberikan hasil tambahan bagi ekonomi

keluarga. Kebutuhan keluarga yang bersifat mingguan dan tahunan acapkali dapat terpenuhi

dari hasil penebangan kayu dan hasil hutan non kayu. Potensi hutan rakyat berupa kayu dengan

luasan tertentu yang dimiliki masyarakat melalui wadah kelompok tani hutan dengan kegiatan

inventarisasi dan pemetaan, akan mampu berkembang menjadi kawasan pengelolaan hutan

rakyat kolektif (Awang, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengkaji pembangunan dan penguatan

lembaga KTH dalam mengembangkan HTR, serta bagaimana bentuk pengelolaan Unit

Manajemen HTR sesuai konsisi sosial budaya lokal setempat dan kebiasaan petani penggarap

atau masyarakat setempat dalam mengelola lahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui

kelompok kerja pada KTH HTR Bukit Hijau, dan (2) Mengetahui pola pengelolaan oleh

kelompok kerja pada unit manajemen HTR yang dapat diterapkan di lokasi KTH HTR Bukit

Hijau.

Page 5: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Desa Cenrana Kecamatan Camba Kabupaten Maros Provinsi

Sulawesi Selatan pada KTH Bukit Hijau pada bulan September 2012 sampai Nopember 2012,

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD), Wawancara, dan Survey lapang

untuk memeroleh data (1) Aturan/norma KTH, meliputi: peraturan kelompok tani atau norma-

norma adat yang berlaku di dusun Holiang; (2) Pemetaan partisipatif meliputi letak administrasi

wilayah dan luas areal yang dimohon, lokasi kerja hak kelola setiap anggota KTH; (3)

Kerjasama penyakapan lahan, meliputi kerjasama pengelolaan lahan, dan kerja sama pinjam

pakai hak kelola; (4) Potensi sosial ekonomi, meliputi: mata pencaharian, sistem tenur, dan

teknologi wanatani; (5) Kondisi biofisik, meliputi letak lokasi areal pencadangan HTR, calon

areal IUPHHK-HTR, letak lokasi hak kelola pemohon IUPHHK-HTR dan kondisi tutupan

lahan yang dimohon oleh setiap pemohon dari KTH Bukit Hijau.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data kualitatif dan

analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menjelaskan proses perizinan HTR,

pemetaan partisipatif, dan sistem pengaturan hasil. Sedang analisis kuantitatif dlakukan untuk

mengetahui kelayakan pengelolaan HTR dengan menghitung Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Kriteria pengelolaan HTR

dikatakan layak jika NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > i. Serta perhitungan Net Return of End

Rotation (NRER) untuk mengetahui nilai pendapatan di akhir rotasi. Rumus yang digunakan

untuk menghitung kelayakan ekonomi pengelolaan HTR (Gray dkk., 1985), sebagai berikut:

NPV =t

n

lt i

CtBt

)1(

Keterangan : Bt = Penerimaan kotor petani pada tahun t

Ct = Biaya usaha tani pada tahun t

n = Umur ekonomis usaha tani

i = Discount rate

Page 6: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

IRR = )'"("'

'ii

NPVNPV

NPVi

Keterangan : i’ = Nilai percobaan pertama untuk discount rate

i” = Nilai percobaan kedua untuk discount rate

NPV’ = Nilai percobaan pertama untuk NPV

NPV” = Nilai percobaan kedua untuk NPV

BCR=

n

ltt

n

ltt

i

BtCt

i

CtBt

)1(

)1(

Keterangan : Bt = Penerimaan kotor petani pada tahun t

Ct = Biaya kotor dalam usaha tani pada tahun t

n = Umur ekonomis usaha tani

i = Discount rate

NRER =

t

j

jtixCjIj0

)1()(

Keterangan: t = Daur atau rotasi

j = Umur tanaman

I = Manfaat/pendapatan

C = Biaya/pengeluaran

i = Suku bunga

Analisis spasial merupakan analisis relasi spasial antara obyek spasial dengan atribut

yang terdiri atas: (a) query; (b) reklasifikasi; (c) membangun coverage baru (topology

rebuilding); (d) tumpang-susun (overlay), dan (e) analisis konektifitas (Atmadilaga, A.S.,

2010). Proses analisis spasial digunakan untuk pengolahan dan analisis data menyangkut

pemetaan partisipatif dan pengaturan hasil hutan.

Aplikasi SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang ilmu yaitu SIG

sangat efektif, dapat digunakan sebagai alat bantu, mampu menguraikan unsur-unsur yang

terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial,

memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial dan bentuk

atribut-atributnya serta dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk

melakukan interpretasi secara manual (Prahasta, 2002)

Page 7: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

HASIL

Sistem Yang Terdapat Dalam Pemanfaatan Kawasan Hutan

Tabel 1 memperlihatkan fungsi dan lokasi penerapan tenur dalam pengelolaan lahan

dalam kawasan hutan di Desa Cenrana Kecamatan Camba Kabupaten Maros. Ada lima tenurial

yang berlaku yaitu: (1) Ma’dumme atau ronda kelompok berfungsi untuk pengendalian hama

babi dan monyet pada kelompok peladang/petani sawah dan lokasi penerapan di ladang dan

sawah; (2) Massaro berfungsi untuk bantuan tenaga kerja pemanenan padi, cengkeh, kemiri,

dan subsistensi pangan antar masyarakat, dan lokasi penerapannya di sawah, hutan kemiri dan

kebun cengkeh; (3) Mallolo berfungsi untuk peremajaan kemiri dan keberlangsungan hak

kepemilikan lahan, lokasi penerapannya di hutan kemiri; (4) Pegaran lahan berfungsi untuk

pembuatan pagar keliling lahan dan batas areal pengelolaan, lokasi penerapannya di ladang,

kebun dan sawah, dan (5) Persiapan lahan berfungsi untuk pembersihan lahan dan pengelohan

tanah, lokasi penerapannya di ladang, kebun dan sawah.

Penerapan Sistem Tenure pada Kelompok Kerja dalam Unit Manajemen Hutan KTH Bukit

Hijau

Table 2 memperlihatkan penerapan sistem tenur per petak pada kelompok kerja unit

manajemen hutan KTH Bukit Hijau di Dusun Holiang, Desa Cenrana, Kecamatan Camba,

Kabupaten Maros, dimana sepuluh calon pemegang IUPHHK-HTR membentuk empat unit

manajemen hutan dan masing-masing unit manajemen hutan dibagi menjadi lima petak

pengelolaan dengan sistem tenur yang diterapkan yaitu mallolo, ta’tang, pemagaran lahan,

persiapan lahan dan perondaan kelolmpok.

Unit Manajemen HTR Berbasis Kelompok Kerja Pada Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau

Tabel 3 memperlihatkan pembagian unit manajemen hutan dalam KTH Bukit Hijau

menjadi empat unit manajemen hutan berbasis kelompok keja dimasing-masing unit

manajemen hutan (UMH), yang terdiri atas: (1) UMH I seluas 6,79 ha dengan kelompok kerja

sebanyak 6-7 kepala keluarga; (2) UMH II seluas 7,53 ha dengan kelompok kerja sebanyak 7

kepala keluarga; (3) UMH III seluas 12,82 ha dengan kelompok kerja sebanyak 12-13 kepala

keluarga, dan UMH IV seluas 8,55 ha dengan kelompok kerja sebanyak 8 kepala keluarga.

Page 8: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

Preskripsi Silvikultur

Gambar 1 menggambarkan pola tanam yang digunakan pola polikultur tanaman sengon

dengan tumpang sarinya kacang tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m, disela-

selanya di tanaman kacang tanah yang bisa dikelola selama tiga tahun, dan disediakan pula

areal untuk tanaman kehidupan untuk mengcukupi kebutuhan sehari-hari.

Kelayakan Finansial Pengelolaan Huatan Tanaman Rakyat

Tabel 4 memperlihatkan perbandingan kelayakan finansial pengelolaan tanaman sengon

polikultur dengan kacang tanah dan tanaman sengon monokultur dengan daur lima tahun

menggunakan analisis NPV dan NRER dengan hasil sebagai berikut: (1) Tanaman sengon

monokultur, nilai NPV sebesar Rp. 96.963.788, dan NRER sebesar Rp. 135.996.728,06, dan

(2) Tanaman sengon polikultur dengan kacang tanah, nilai NPV sebesar Rp. 103.608.332, dan

Rp. 144.900.845,15.

PEMBAHASAN

Sistem tenur yang terdapat dalam pemanfaatan kawasan hutan

Penelitian tentang HTR yang dilakukan oleh Masyithah (2009) mengungkapkan bahwa

dalam merumuskan pengembangan HTR diperlukan kelembagaan yang kuat dalam

pengelolaannya dan ditunjang oleh adanya dukungan dari institusi/lembaga terkait dan hasil

penelitian tentang Unit Manajemen IUPHHK-HTR yang dilakukan oleh Suprihadhi (2012)

mengungkapkan bahwa sebagai organisasi modern yang memiliki Anggaran Dasar (AD) dan

Anggaran Rumah Tangga (ART), tata tertib, dan struktur organisasi, keberadaan IUPHHK-

HTR KUD Bima telah merubah pola pengelolaan yang sebelumnya berbasis keluarga

(individual action) menjadi berbasis unit manajemen (collective action). Dengan demikian

untuk mewujudkan pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat secara lestari, setidaknya dibutuhkan

dua faktor utama, yaitu kelembagaan yang kuat berupa unit manajemen HTR dan pengelolaan

yang berlandaskan asas kelestarian hasil hutan.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa sistem tenur dalam pemanfaatan kawasan hutan,

penerapan sistem tenure pada kelompok kerja dalam unit manajemen hutan KTH Bukit Hijau,

pengelolaan unit manajemen HTR berbasis kelompok kerja pada KTH Bukit Hijau, dan

Page 9: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

kelayakan finansial pengelolaan HTR pola mokultultur dan pola polikultur dapat mewujudkan

kelestarian produksi hasil hutan.

Kawasan hutan dimanfaatkan sebagai lahan untuk memeroleh hijauan ternak kambing

dan sapi, tempat berladang, tempat memanen lebah madu, tempat mengambil kayu bakar untuk

kebutuhan rumah tangga, mengambil nira aren untuk pembuatan gula merah, dan tempat

mengambil kayu untuk pagar kebun dan sawah tadah hujan. Tenur yang terdapat dalam

pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat lokal diuraikan pada Tabel 1.

Penerapan sistem tenur per petak yang akan diberlakukan pada kelompok kerja dalam

KTH Bukit Hijau adalah sistem mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, dan persiapan lahan dimana

orang yang ditunjuk atau dipanggil oleh calon pemegang IUPHHK-HTR (pemilik ta’tang)

untuk berladang dengan membuka lahan yang akan ditanami, melakukan pemagaran lahan

secara bersama-sama sesuai batas-batas areal pengelolaan, membersihkan lahan, pengolahan

tanah sampai siap tanam serta melakukan perondaan dari serangan hama seperti babi, monyet,

kerbau atau sapi yang masuk ke areal pengelolaan/ladang. Terdapat petak yang sama yang

dikuasai oleh dua pemegang IUPHHK-HTR dan dikerjakan oleh satu orang pakkoko. Pakkoko

umum mempunyai kedekatan kekerabatan keluarga namun tidak memiliki lahan/ta’tang yang

dikelola untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Sistem tenur per petak pada kelompok

kerja dalam unit manajemen hutan KTH Bukit Hijau dapat dilihat pada Tabel 2.

Penataan blok, dan petak, serta batas luar areal IUPHHK-Perorangan pada lokasi KTH

Bukit Hijau didasarkan pada aspek historis, kesepakatan bersama dalam membentuk unit

manajemen HTR berbasis kelompok kerja. Kelompok kerja yang akan mengelola atau bekerja

dalam unit manajemen HTR KTH Bukit Hijau sebanyak 33-37 KK seperti pada Tabel 3.

Pembagian kelompok kerja berdasarkan kedekatan kekerabatan atau ada hubungan keluarga

dari pemegang IUPHHK-HTR. Kelompok kerja ini adalah orang yang dipanggil atau diajak

oleh pemegang IUPHHK-HTR karena tidak memiliki lahan/areal kerja dan bisa juga pemegang

IUPHHK-HTR sebagai kelompok kerja yang ikut bekerja di areal tersebut dengan perjanjian

yang sudah berlaku di Dusun Holiang.

Rancangan silvikultur yang akan dilakukan pada KTH Bukit Hijau, dengan pola

polikultur meliputi jenis Sengon sebagai tanaman tahunan sedang tanaman tumpangsarinya

Page 10: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

berupa kacang tanah. Sistem permudaan yang akan diterapkan adalah sistem tebang habis

dengan permudaan buatan (THPB) pada akhir rotasi. Gambaran pola tanam selama rotasi lima

tahun diperlihatkan pada Gambar 1. Dan tingkat kelayakan finansial untuk tanaman hutan jenis

Sengon dengan pola tanam monokultur lebih rendah dibanding dengan pola polikultur dengan

tanaman kacang tanah, demikian pula dengan hasil analisis NRER lebih tinggi pada pola

polikultur dibanding dengan pola monokultur.pada rotasi selama 5 tahun (Tabel 4).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kami menyimpulkan bahwa sistem kelompok kerja dalam KTH Bukit Hijau dibentuk

dalam unit manajemen hutan dimana areal yang dikelola oleh setiap kelompok kerja seluas

≥ 1 ha dan jumlah kelompok kerja setiap unit manajemen hutan tergantung sesuai luas unit

manajemen hutan. Bentuk pengelolaan unit manajemen hutan yang dapat diterapkan di calon

areal IUPHHK-HTR perorangan KTH Bukit Hijau, yaitu dibagi menjadi empat unit

manajemen yang memiliki kondisi lapangan yang homogen dan ta’tang berdekatan serta adanya

kedekatan kekerabatan. Pembangunan HTR pola polikultur yang memadukan antara tanaman

sengon dengan tanaman semusim jenis kacang tanah memberikan tingkat kelayakan finansial

yang lebih tinggi dibanding pola monokultur jenis sengon meskipun kedua pola tersebut layak

secara finansial menggunakan kriteria NPV, BCR, IRR, dan NRER.

Adopsi sistem tenur lokal dalam aturan internal organisasi kelompok tani hutan Bukit

Hijau perlu disosialisasikan untuk dipahami di intern anggota kelompok tani bersangkutan

dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan areal KTH Bukit Hijau.

Pengembangan pola-pola agroforestry tentang polikultur antara tanaman semusim dengan

pohon penghasil kayu dan atau jenis tanaman perkebunan seperti kopi atau coklat dengan

tegakan pohon penghasil kayu sangat diperlukan panduan atau pedoman teknis yang dibuat oleh

Kementerian Kehutanan. Pemetaan calon areal IUPHHK-HTR sebelum disahkan oleh Bupati

agar dibebankan kepada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat khususnya instansi yang

menangani kehutanan bukan dibebankan kepada masyarakat karena masyarakat desa tidak

memiliki peralatan pengukuran sederhana seperti GPS, kompas dan tidak kemampuan untuk

melakukan pemetaan lokasi.

Page 11: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

DAFTAR PUSTAKA

Atmadilaga, A.H. (2010). Kamus Survei dan Pemetaan Berilustrasi. Badan Sertifikasi Asosiasi

ISI.Bandung.

Awang, S.A. (2007). Kontruksi Pengetahuan dan Unit Manajemen Hutan Rakyat. Makalah.

Disampaikan pada lokakarya hutan rakyat di Kabupaten Ciamis.

BP2HP Wilayah XV Makassar. (2012). Laporan Perkembangan Pembangunan Hutan Tanaman

Rakyat Triwulan III. Makassar.

Dassir, M., dan Millang, S. (2010). Reforma Agraria Melalui Lembaga Desa Pada Proses

Pemberian Hak Kelola Kawasan Hutan pada Masyakarat Sekitar Hutan untuk

Mengatasi Kemiskinan Struktural di Sub DAS Minraleng Hulu Kabupaten Maros.

LPPKM Unhas. Makassar.

Gray, C., L. Karlina dan Kadariah. (1985). Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Pertama PT.

Gramedia.Jakarta.

Kementerian Kehutanan. (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011

Tahun 2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman.

Masythah. (2009). Strategi Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten Sarolangun

Provinsi Jambi. Tesis. Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pemerintah RI. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Prahasta, E. (2002). Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Simon, H. (2010). Perencanaan Pembangunan Sumber Daya Hutan. Timber Manajemen. Jilid

1A. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

Suprihadhi, A. (2012). Unit Manjemen Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten Gunung Kidul

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Page 12: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

Tabel 1. Fungsi dan Lokasi Penerapan Tenur dalam Pengelolaan Lahan

No Nama Tenurial Fungsi Tenurial Lokasi Penerapan

Tenurial

1. Ma’dumme (Ronda

kelompok)

pengendalian hama babi & monyet pada

kelompok peladang/ petani sawah

Ladang, sawah

2. Massaro - kekurangan tenaga kerja pemanen padi,

kemiri, dan cengkeh)

- Individu-komunal untuk subsistensi

pangan antar distrik/masyarakat

Sawah, hutan kemiri dan

kebun cengkeh

5. Mallolo - Peremajaan kemiri

- Keberlangsungan hak kepemilikan

lahan

Hutan Kemiri

6. Pemagaran

lahan

- Pembuatan pagar keliling lahan

- Tanda batas areal pengelolaan

Ladang, kebun, sawah

7. Persiapan lahan - Pembersihan lahan

- Pengolahan tanah

Ladang, kebun, sawah

Tabel 2. Sistem Tenur Per Petak pada Kelompok Kerja Dalam KTH Bukit Hijau

UMH Nama Pemegang

IUPHHK-HTR

Nomor

Petak

Sistem Tenur yang Diterapkan

I. Hamma 1, 2, 3, 4 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

I. Sudirman 3, 4, 5 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

II. Mende 3, 4, 5 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

II. Sappe 1, 2, 3 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

III. M. Nur 3, 4, 5 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

III. M. Arif 2, 4, 5 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

III. Ruppai 1, 2 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

IV. Rida 2, 3, 4, 5 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

IV. Abd. Rasyid Koda 6, 7 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

IV. Mekka Sabang H. Dg.

Materu

1 Mallolo, ta’tang, pemagaran lahan, persiapan

lahan, dan perondaan

Keterengan:

UMH : Unit Manajemen Hutan

IUPHHK-HTR : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan

Tanaman

Page 13: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

Tabel 3. Pembagian Unit Manajemen Hutan KTH Bukit Hijau

UMH Nama Anggota Calon areal IUPHHK-

HTR (Ha)

Luas Unit

(Ha)

Kelompok Kerja

dalam UMH

I. Hamma 3,17 6,79 6-7 KK

I. Sudirman 3,62

II. Mende 4,41 7,53 7 KK

II. Sappe 3,12

III. M. Nur 4,53

III. M. Arif 4,23 12,82 12-13 KK

III. Ruppai 4,06

IV. Rida 5,07

IV. Abd. Rasyid Koda 2,15 8,55 8 KK

IV. Mekka Sabang H. Dg.

Materu

1,33

Keterengan:

UMH : Unit Manajemen Hutan

KK : Kepala Keluarga

Tabel 4. Perbandingan Kelayakan Finansial Pola Polikultur dan Pola Monokultur

Menggunakan Analisis NPV dan NRER Rotasi 5 Tahun

Pola Tanam Pembangunan HTR Kriteria Kelayakan Rotasi

NPV (Rp.) BCR IRR

(%)

NRER (Rp.)

Sengon Monokultur, suku

bunga: 7%

96.963.788 10,71 55,7 135.996.728,06 5 Tahun

Sengon Polikultur dengan

kacang tanah, suku bunga: 7%

103.608.332 7,61 58,7 144,900,845.15 5 Tahun

Page 14: (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Bukit Hijau, di Desa ...pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/fee05a6726c60e560f6a087e99208f59.pdf · = Penerimaan kotor petani pada tahun t C t = Biaya

Gambar11. Pola Tanam Sengon Polikultur dengan Kacang Tanah

Keterangan:

S = Pohon Sengon

Ж ж = Kacang Tanah

ѱ ѱ = Tanaman semusim untuk tujuan Subsisten

S Жж S Жж S Жж S Жж S ѱ ѱ

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

ѱ ѱ

ѱ ѱ

ѱ ѱ

ѱ ѱ

S Ж ж S Ж ж S Ж ж S Ж ж S ѱ ѱ

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

Жж

ѱ ѱ

ѱ ѱ

ѱ ѱ

ѱ ѱ

S Ж ж S Ж ж S Ж ж S Ж ж S ѱ ѱ

3 m Pohon Sengon polikultur

Kacang Tanah

Tanaman

Kehidupan

3 m