spinal anestesi block
TRANSCRIPT
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 1/24
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 2/24
Ruangan subarachnoid spinal dimulai dari foramen magnum dan berlanjut dengan
ruang subarachnoid intrakranial (gb. 10-1). Ruang subarachonoid spinal tersebar
sampai dengan kira-kira setinggi sakral 2.
Kolumna vertebralis melindungi spinal cord dan nerve root proksimal dalam suatu
ruangan tulang yang protektif dan dibagi menjadi 7 servikal, 12 thoraks, 5 lumbal
(gb. 10-2). Di caudal dari Lumbal 5 terdapat sacrum dan koksigeal. Diantara sacrum
dan koksigeal terdapat posterior opening disebut sacral hiatus yang secara klinis
dipakai untuk melakukan teknik blok kaudal epidural.
Kolumna vertebralis memiliki beberapa kurve yang relevan secara klinis. Pada saat
pasien dengan posisi supinasi : Titik paling tinggi (paling anterior) pada kolumna vertebralis adalah C5 dan
L4-5.
Titik paling posterior adalah T5 dan S2
Anatomi ini, bersama dengan barisitas dari anestesi yang disuntikkan dapat dipakai
untuk mengontrol level dermatom dari anestesia. Masing-masing vertebra
dihubungkan olel rangkaian ligament (gb.10-3) yang menjaga kestabilan saat
pergerakan. Di anterior dari kanalis spinalis, korpus vertebra dihubungkan olehligamentum longitudinal anterior dan posterior. Di posterior dari kanalis spinalis,
rangkaian dari 3 buah ligamen menghubungkan lamina dan processus spinosus dari
vertebra yang saling berdampingan.
Ligamen flavum adalah yang paling kuat, dari processus artikuler ke midline
processus spinosus.
Ligamentum interspinosus menghubungkan dengan ligamentum flavum di
bagian anterior dan di bagian posterior dengan ligamentum supraspinosus. Di
bagian superior dan posterior berhubungan dengan processus spinosus.
Ligamentum supraspinosus dari C7 – S1, menghubungkan apeks dari
processus spinosus di posterior.
Pada kanalis spinalis terdapat elemen saraf ( spinal cord dan cauda equina), cairan
serebrospinal (CSF) dan pembuluh darah yang mensuplai spinal cord . Pertimbangan
anatomi yang penting adalah inferior terminus dari spinal cord , yaitu konus
2
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 3/24
medularis (gb. 10-4). Spinal cord tersebar hingga L 3 pada anak-anak dan L 1-2
pada orang dewasa.
Di bagian inferior dari titik ini, elemen saraf yang berada pada kanalis spinalis adalah
nerve roots yang terendam di dalam cairan serebrospinal yang disebut Cauda Equina
(merupakan bahasa latin dari “ekor kuda” menggambarkan penampakan nerve roots
pada sakus thekal di bawah konus medularis).
Anestesi spinal diinjeksikan biasanya dibawah L2 untuk mencegah kemungkinan
spinal cord injuri. Disini, nerve roots dari cauda equina relatif mobile dan
tampaknya cenderung tidak tertusuk oleh spinal needle yang masuknya berlebihan.
Spinal cord dibungkus oleh 3 lapisan jaringan penghubung disebut meningen (gb.10-5). Yang membungkus CSF adalah meningen arakhnoid dan durameter). Ruang
di luar dura disebut ruangan epidural, sedangkan bagian dalam dari arakhnoid
disebut ruang subarakhnoid. Anestesi lokal yang diinjeksikan hanya sampai pada
bagian eksternal dari dura disebut “epidural anestesia”.
Ruangan subarakhnoid disebut juga ruangan “intrathecal”. Anestesi lokal yang
diinjeksikan ke dalam ruang subarakhnoid, menimbulkan anestesia sensoris disebut
“spinal anestesia”.
Piameter adalah lapisan pembungkus ketiga dan merupakan jaringan dengan
vaskularisasi sangat banyak, langsung menempel pada elemen saraf. Diantara
arakhnoid dan piameter terdapat penghubung yang lembut disebut arachnoid
trabeculae.
Elemen saraf dari kolumna spinalis terendam dalam CSF, yang merupakan
ultrafiltrasi dari darah, yang diproduksi dan disekresi oleh pleksus khoroidea pada
ventrikel lateral, III dan IV. Jumlah produksinya relatif sama, kira-kira 500 ml/hari.
Absorpsi CSF sama dengan jumlah produksinya, sehingga total volume CSF sama
dengan jumlah produksinya, total volume CSF adalah 130 – 150 ml. Cerebrospinal
fluid mengandung protein dan elektrolit (utamanya Na dan Cl) dengan berat jenis
1,003 – 1,009 pada suhu 37oC.
3
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 4/24
FISIOLOGI
Injeksi anestesi lokal ke ruang subarakhnoid akan menimbulkan berbagai respon
fisiologis. Pengetahuan terhadap efek ini penting untuk mengoptimalkan keselamatan
pada saat melakukan spinal anestesia.
EFEK KARDIOVASKULER
Respon kardiovaskular adalah akibat blok sistem saraf simpatis yang ditimbulkan
oleh lokal anestesi intratekal. Impuls simpatis dibawa oleh serat saraf Aδ dan C
yang sangat mudah diblok oleh agen lokal anestesi. Sehingga, blok simpatis
biasanya tersebar beberapa dermatom lebih tinggi daripada blok sensoris selama
anestesi spinal. Serat saraf simpatis, keluar dari spinal cord mulai dari T1 – L2,
sehingga blok simpatis total sangat mungkin terjadi pada blok sensoris setinggi
thorakal.
Blok simpatis menimbulkan vasodilatasi arteriole, biasanya akan menurunkan
sistemik vaskular resistensi sebanyak 15% - 20%.
Sebagai catatan, otot polos arteriole masih dapat mempertahankan
autoregulasinya (pada keadaan ini), sehingga tonus vasomotor tetap bisa
dimodulasi oleh kebutuhan metabolik.
Sebaliknya, tonus vena akan terblok total dengan blok simpatis. Sehingga
pooling pada vena sangat menonjol selama spinal anestesia dan venous return
menjadi sangat tergantung pada gravitasi dan tekanan intrathorak negatif selama
ventilasi spontan.
Membalik posisi trendelenburg memiliki efek yang dramatis pada preload
jantung dengan spinal anestesi tinggi. Karena afterload (sistemik vaskuler resistensi) menurun selama anestesia spinal dan preload akan menjadi penentu
utama dari curah jantung, maka pemberian cairan intravena dan posisi pasien
adalah penentu utama untuk mencegah hipotensi selama anestesi spinal.
Denyut jantung mungkin berkurang dalam hubungan dengan spinal anestesia,
terutama pada blok di tingkat thorak yang tinggi. Bradikardi prinsipnya adalah
akibat blok simpatis preganglionik pada serat kardioakselarator (T1 – T4).
4
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 5/24
Mekanisme bradikardi lainnya pada spinal anestesia tinggi adalah chronotropic
stretch receptor pada atrium kanan. Saat teregang, reseptor ini akan
menimbulkan peningkatan denyut jantung, tapi dengan spinal anestesia yang
menginduksi venodilatasi, aktifasi dari atrial stretch reseptor akan menghilang
dan heart rate berkurang.
Meskipun biasanya denyut jantung hanya berkurang 10 – 20%, pasien atletis
dengan denyut jantung saat istirahat yang rendah, dapat mengalami asistole
selama anestesia spinal. Kasus yang ekstrem ini terutama akibat mediasi dari
reflek Bezold-jarish, reflek yang menimbulkan bradikardi dan hipotensi melalui
pathway aferent dan eferen nervus vagus dan berasal dari kemoreseptor yangtidak dapat diidentifikasi pada jantung.
Bagaimana peranan reflek Bezold-Jarish menimbulkan bradikardi dan hipotensi
setelah spinal anestesia masih dipertanyakan. Efek kardiak dari spinal anestesia
tergantung dari pemeliharaan preload; spinal anestesia tidak boleh dilakukan
pada pasien hipovolemia yang preload dan aktifitas vasokonstriksi dalam
pertahankan tekanan darahnya sudah berkurang. Pada situasi ini, spinal anestesia
dapat menimbulkan hipotensi yang sangat parah.
Suplai dan kebutuhan oksigen miokard sangat dipengaruhi oleh spinal anesthesia.
Suplai O2 miokard adalah berbanding proporsional dan langsung dengan aliran
darah koroner. Aliran darah koroner, dikontrol oleh coronary perfusion pressure
(CPP) dan denyut jantung. Karena kira-kira 80 % aliran darah koroner terjadi
selama diastolik, maka :
Coronary Perfusion = Diastolic Blood - Left Ventricular End
Pressure (CPP) Presure (DBP) Diastolic Pressure(LVEDP)
Spinal anesthesia merubah tiap-tiap parameter diatas. DBP biasanya berkurang
15-20% yang cenderung menurunkan perfusi koroner. Penurunan preload dan
afterload, keduanya mengurangi LVEDP, yang akan menurunkan kebutuhan O 2
miokard sehingga menutupi penurunan DBP. Hasilnya hanya terjadi sedikit
penurunan CPP (5-10%).
5
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 6/24
Heart rate juga penting, karena waktu diastolik secara tidak proporsional
memendek (dibandingkan dengan waktu sistolik) akibat peningkatan heart rate.
Heart rate cenderung menjadi stabil / menurun dengan spinal anestesia.
Kebutuhan O2 miokard juga dipengaruhi oleh heart rate, tegangan dinding
ventrikel dan keadaan inotropik. Denervesi (hambatan) simpatis kardiak akan
menurunkan heart rate dan inotropik kira-kira 15 – 20 %. Berkurangnya preload
dan afterload akan mengurangi ukuran ventrikel kiri sehingga akan menurunkan
tegangan dindingnya. Kebutuhan O2 juga menurunkan sejumlah yang kira-kira
sama dengan suplai O2 ke miokard. Sehingga, meskipun suplai dan kebutuhan
berkurang secara keseluruhan, keseimbangan metabolik tetap terpelihara.Cerebral blood flow juga dibicarakan. Autoregulasi serebral mempertahankan
cerebral blood flow secara konstan, antara mean arterial pressure 50 – 150
mmHg. Hal ini terjadi karena perubahan pada resistensi vaskular serebral yang
timbul secara lokal sebagai kompensasi untuk peningkatan atau pengurangan
tekanan perfusi. Dua kelompok pasien membutuhkan pertimbangan spesial.
Pada pasien dengan hipertensi kronis, autoregulasi serebral berubah ke arah
yang lebih tinggi, biasanya pada kisaran 80 – 180 mmHg. Sehingga hanya sedikit
hipotensi yang boleh terjadi pada pasien hipertensi kronis dengan spinal
anestesia.
Pasien dengan aterosklerosis serebravaskuler yang signifikan lebih sensitif
dengan menurunkan MAP. Karena adanya obstruksi yang menetap dan
signifikan, vasodilatasi serebral sebagai respon hipotensi, tampaknya tidak bisa
mempertahankan cerebral blood flow. Pasien ini harus memiliki MAP pada
kisaran 20 % normal.
PERUBAHAN RESPIRASI
Volume tidal resting, minute ventilasi dan arterial blood gases tidak berubah
dengan spinal anestesi thorak tinggi. Hal ini karena, kontrol inspirasi adalah oleh
fungsi diafragma (n.phrenicus), yang tidak dipengaruhi oleh spinal anestesia.
Ekshalasi normal dikontrol oleh elastic recoil pasif dari paru. Respirasi manuver
yang memerlukan ekshalasi aktif akan dihambat oleh anestesi spinal yang
luasnya sampai ke dermatom thoraks.
6
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 7/24
Maximum breathing capacity, maximum ekspiratory volume dan maximum
ekshalasi pressure ditimbulkan oleh batuk, melibatkan otot nafas aksesoris
termasuk otot abdominal anterior dan otot interkostal. Anestesi spinal yang
meluas sampai dengan dematom thorax akan memblok fungsi motoris otot-otot
ini dan dapat menimbulkan eksaserbasi dispnea pada pasien yang memerlukan
ekshalasi aktif (ashma) atau bronkitis kronis. Tidaklah umum terjadi gagal nafas
sebagai akibat dari hal ini.
Pada keadaan spinal anestesia tinggi (servikal) fungsi n. phrenicus (C3-C5) bisa
terganggu. Konsentrasi yang diperlukan oleh anestesi lokal untuk menimbulkan
blok motoris n. phrenicus lebih tinggi daripada konsentrasi yang biasanyaditemukan pada total spinal anestesia.
Tampaknya, hipotensi berat akibat anestesi spinal tinggi / total menyebabkan
kurangnya perfusi pada medullary respiratory center , sehingga timbullah apnea.
Pengembalian tekanan darah dan curah jantung biasanya akan mengembalikan
ventilasi spontan.
HEPATIC DAN RENAL BLOOD FLOW
Hepatic blod flow berkurang pada anestesi spinal dengan proporsi yang sesuai
terhadap penurunan MAP. Oksigensi vena hepatika berkurang, menunjukkan
peningkatan ambilan O2 oleh liver. Perubahan yang sama seperti pada general
anestesia.
Tidak ada studi pada manusia, yang menunjukkan apakah spinal atau general
anestesia lebih dipilih pada pasien dengan penyakit hepatik. Manipulasi bedah
pada abdomen atas saja, menimbulkan penurunan hepatic blood flow yang lebih
besar daripada general atau regional anestesia.
Renal blood flow diautoregulasi pada kisaran 50-150 MAP. MAP < 50 mmHg
menimbulkan penurunan renal blood flow dan penurunan urine output. Apabila
tidak ada hipovelemia, fungsi ginjal biasanya dapat mempertahankan dengan
baik, meskipun terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan.
7
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 8/24
EFEK FISIOLOGI SPINAL ANESTESIA LAINNYA
Hormonal dan stres respon metabolik yang diinduksi oleh stimulasi bedah,
dihambat lebih baik oleh spinal anestesia daripada general anestesia. Tetapi,
setelah pulih dari blok spinal, stres respon postoperatif adalah sama pada pasien
dengan spinal anestesia atau general anestesia.
Motilitas gaster biasanya meningkat dengan anestesi spinal. Inervasi simpatis
pada usus besar dan kecil adalah lewat spinal nerve root T5 – L1. Dengan blok
simpatis, tidak ada yang menghambat intervasi vagal sehingga peristaltik lebih
aktif.
PEMAKAIAN KLINIS
Anestesia spinal sesuai untuk sebagian besar prosedur pada ekstremitas bawah dan
genitourinari. Prosedur pada abdomen bawah seperti melahirkan lewat caesar, ligasi tuba
postpartum dan histerektomi tanpa komplikasi juga sesuai dengan anestesia spinal.
Kebanyakan prosedur yang melibatkan bedah pada abdomen atas lebih baik
dikerjakan dengan general anestesia. Meskipun level sensoris dapat dikendalikan
dengan adekuat oleh spinal anesthesia, tetapi tarikan peritoneal dan retraksi bedahseringkali menyebabkan ketidaknyamanan.
Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan antara spinal atau general anestesia.
Hampir tidak ada batasan waktu anestesia dapat diperoleh dengan melakukan CSE
atau continous spinal anestesia. Bagaimanapun juga, seleksi pasien dan pemakaian
sedasi yang bijaksana adalah penting, karena banyak pasien akan merasa tidak
nyaman bila berada dalam posisi yang sama untuk waktu lama.
Kebanyakan studi melaporkan, lebih sedikit nausea dan vomiting akan mengikuti
spinal anestesia daripada general anestesia. Penambahan opoid neuroaxial seringkali
dapat meningkatkan kontrol nyeri setelah pembedahan. Tampaknya tidak ada
perbedaan klinis yang signifikan pada outcome cardiac antara spinal atau general
anestesia, bahkan pada pasien dengan resiko tinggi.
Outcome pulmoner secara signifikan lebih baik pada pasien resiko tinggi (misal :
obese dengan insisi abdomen atas) yang mendapat kontrol nyeri setelah pembedahan
dengan infus anestesi lokal kontinyu via epidural. Yang dimaksud dengan outcome
8
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 9/24
pulmoner adalah lebih sedikit ateletaksis postoperatif, desaturasi oksigen dan
pneumonia. Meskipun belum ada peningkatan yang demonstratif pada outcome
pasien yang menerima anestesia spinal untuk pembedahan.
Ini tampaknya menunjukkan kebutuhan analgesia sampai dengan beberapa hari
setelah pembedahan untuk meningkatkan pulmonary toilet dan fakta bahwa
kebanyakan spinal anestesia dilakukan pada prosedur paru beresiko rendah yang
melibatkan ekstremitas bawah.
Kontra indikasi untuk neuroaxial regional aneshtesia dibicarakan pada bab 9, 13 dan
16. Spinal anestesia tidak boleh dilakukan pada keadaan dengan koagulopati, akibat
resiko epidural hematom. Infeksi sistemik atau lokal pada regio lumbal merupakan predisposisi terbentuknya abses lokal / meningitis. Hipovolemia yang signifikan
merupakan predisposisi timbulnya hipotensi berat dan potensial menyebabkan
cardiac arrest pada spinal anestesia. Akhirnya, spinal anestesi seringkali dihindari
pada pasien dengan kelainan spesifik intrakardiac, dimana pemeliharaan preload dan
afterloadnya kritis.
TEKNIK PRE BLOCK PREPARATIONS
Karena induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan hemodinamik
yang cukup bermakna, pasien harus dimonitor kontinyu, obat-obat resusitasi dan
peralatan harus dapat disediakan dengan segera.
Adalah sangat membantu untuk memiliki seorang asisten untuk memposisikan
pasien dan memberikan suport psikologis. Sedasi (analgetik dan anxiolitik)
seringkali diberikan sebelum melakukan anestesi spinal untuk mengurangi rasa
tidak nyaman dan anxietas.
Obat-obat ini dapat menyebabkan gangguan yang signifikan pada kardiorespirasi
dan dapat menutupi nyeri / parastesia akibat injeksi intraneural. Adalah penting
untuk mengingat bahwa tidak semua spinal anestesia sukses dan spinal anestesia
itu sendiri bisa mengakibatkan gangguan respirasi.
9
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 10/24
Sehingga, setiap anestesia spinal potensial memerlukan perubahan yang cepat ke
general anestesia. Obat-obat dan peralatan untuk airway management yang tepat
harus bisa disediakan dengan cepat.
PATIENT POSITIONING
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat digunakan untuk
melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Lateral dekubitus adalah posisi yang paling sering dipakai. Pasien biasanya
merasa nyaman dengan posisi ini dan lebih sedikit menelungkup dalam bergerak,
dibandingkan posisi duduk. Sinkop lebih jarang terjadi daripada posisi duduk.
Pasien diposisikan pada pinggir meja operasi (gb. 10-6) dengan pinggul dan bahu
diposisikan vertikal. Laki-laki dewasa biasanya memiliki axis vertebral sedikit
naik, karena bahu yang sedikit lebih besar daripada lebar pinggul.
Wanita dewasa biasanya memiliki axis vertebral sedikit turun. Kedua pinggul
dan thorax bagian atas harus difleksikan untuk memperoleh reverse lordotik
posisi, yang memaksimalkan jarak antara prosedur spinosus dari lumbal.
Posisi duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali dipilih saat
dilakukan pada pasien obese. Pada populasi obese, palpasi dimidline processus spinosus seringkali sulit / tidak memungkinkan. Pada kasus ini, posisi midline
dapat diperkirakan dengan menghubungkan garis imaginer antara vertebra
cervical yang paling menonjol (C7) dan cekungan intergluteal dan hal ini lebih
mudah dilakukan saat pasien duduk. Seorang asisten diperlukan untuk
mempertahankan posisi stabil, terutama apabila pasien telah tersedasi.
Pasien diminta untuk menundukkan bahu ke depan dan berusaha memfleksikan
tulang belakangnya (gb.10-7). Kesalahan yang tersering adalah karena pasien
seringkali melekukkan pinggangnya ke depan.
Posisi duduk juga memberikan teknik spinal anestesia yang terbatas pada daerah
pelvis. Ini menimbulkan “saddle block” atau blok sensoris yang terbatas pada
permukaan perineum, umumnya seperti pada bagian yang kontak dengan tempat
duduk (sadel) saat mengendarai punggung kuda (gb. 10-8). Injeksi anestesi lokal
hiperbarik pada CSF dengan posisi duduk menyebabkan pooling obat di daerah
subrachnoid yang paling dependent (sakrum). Teknik ini seringkali berguna
untuk melahirkan per vagina, seperti juga pada bedah urologi dan ginekologi.
10
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 11/24
Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal anestesia pada
pasien yang akan dilakukan anal surgery dengan posis jack-knife (gb. 10-9).
Pasien diposisikan sesuai pembedahan lalu dilakukan lumbal punksi. Anestesilokal hipobarik dipergunakan untuk membatasi efek anestesi pada dermatom
sakral dan lumbal bawah.
PUNCTURE SITE
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal cord yang
berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing-masing individu,
sebuah garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan melalui ruang diantara L4-
L5 (gb. 10-7). Teknik aseptik yang baik adalah penting. Hal ini termasuk
melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau larutan alkohol dan memakai
penutup steril.
MIDLINE ATAU PARAMEDIAN APPROACH
Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu midline dan
paramedian (gb. 10-10). Keduanya simpel dan efektif. Praktisi harus familiar
dengan kedua pendekatan ini, sehingga mereka memiliki teknik alternatif pada
saat pendekatan pertama gagal dilakukan.
Untuk pendekatan midline, processus spinosus dipalpasi di regio lumbal. Setelah
membersihkan regio dan mendapatkan posisi kulit dimana terletak processus,
jarum spinal dimasukkan dengan sagittal plane, dengan orientasi jarum 10o ke
cephalad . Orientasi ini diperlukan karena ruang interlaminer adalah sedikit
cephalad daripada intrespinosus space yang kita palpasi.
Pendekatan paramedian seringkali dipilih pada pasien dengan lordosis lumbal
berlebihan dan pasien hamil yang tidak bisa memfleksikan kolumna vertebra
mereka. Dengan lordosis berlebihan, processus spinosus mereka jadi lebih
berdekatan di midline, mencegah pasase jarum spinal ke kanalis spinalis.
Pendekatan paramedian kurang dipengaruhi oleh fleksi suboptimal dari spine.
Pendekatan paramedian juga dipilih pada pasien tua dengan kalsifikasi ligamen
interspinosus. Dengan pendekatan paramedian, kulit disuntikkan dengan anestesi
lokal sekitar 1 – 1,5 cm ke inferior dan lateral dari interspace vertebra yang
11
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 12/24
diinginkan. Jarum spinal disuntikkan dengan orientasi 15o ke cephalad dan
medial.
Taylor approach adalah varian dari pendekatan paramedian yang dipakai untuk
memasuki interspace L5-S1. Interspace ini adalah interspace lumbal terbesar
dan seringkali dipakai sebagai jalan masuk, apabila jalan masuk di interspace
yang lebih tinggi sulit dilakukan. Palpasi bagian inferior dari posterior iliaca
spine (PSIS). Punksi jarum dilakukan 1 cm medial dan 1 cm inferior dari batas
PSIS inferior (gb. 10-10). Jarum spinal disuntikkan dengan angulasi jarum ke
midline (45 – 55o) dan kemudian cephalad (45-55o). Pada pasien obese, arah
jarum harus 30 – 45o
ke cephalad dan orientasi medial untuk mengatasiketebalan jaringan. Jika terjadi kontak dengan tulang jarum diarahkan lebih
cephalad melewati tulang lamina menuju interspace.
CONTINOUS SPINAL ANESTHESIA
Untuk menghasilkan spinal anestesia yang kontinyu, kateter diletakkan dalam
ruang subarachnoid. Biasanya jarum epidutal Tuohy g 18 diletakkan di ruang
subarachnoid melalui pendekatan midline / paramedian.Setelah punksi duramater, kateter dimasukkan 2 – 5 cm ke ruang lumbal (metode
paling sering dipakai adalah memakai kateter yang sama seperti saat melakukan
anestesia epidural). Hal ini memungkinkan titrasi yang cepat dan reliabel dari
blok spinal (dosis kecil berulang dapat dilakukan) dan durasinya tidak terbatas
(kateter memungkinkan dosis ulangan saat blok mulai melemah).
MEMPOSISIKAN PASIEN DAN BLOK YANG DIINGINKAN
Dengan memilih posisi pasien bersamaan dengan jumlah dan barisitas larutan
lokal anestesia, ketinggian blok dapat relatif terkontrol, dan dapat dicapai derajat
dari blok unilateral. Bagaimanapun, dapat dicapai selama 15 – 20 menit pada
posisi lateral untuk blok unilateral yang memuaskan. Yang lebih umum, pasien
tetap dipertahankan pada posisi mereka untuk beberapa menit lalu diposisikan
supine kembali. Hal ini akan menghasilkan blok bilateral yang hampir sama
setelah beberapa menit.
12
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 13/24
Sebagai contoh saat memakai barisitas dan posisi pasien, istilah “saddle block”
dimaksud untuk menyuntikkan dosis kecil dari lidocaine hiperbaric (misal 25 mg
dari 5% lidocaine dalam 7,5 % dekstrose) ke ruang lumbal pada pasien dengan
posisi duduk pasien dibiarkan pada posisi ini selama 5 – 10 menit setelah injeksi,
menyebabkan larutan anestesi lokal mengalami pooling pada nerve roots sacral .
Anestesia perineal akan terjadi (gb. 10-8) dengan minimal hipotensi (karena
ketinggian blok adalah dibawah L2 – ujung dari serta saraf simpatis).
PEMILIHAN FARMAKOLOGI
Hampir semua anestesia spinal melibatkan injeksi anestetik lokal, baik tanpa maupun
dengan kombinasi obat-obat adjuvant. Farmakologi dari obat ini telah dibahas pada
bab awal. Bagian ini memfokuskan pada pemakaian spesifik dari obat-obat ini di
ruangan subarachnoid (tabel 10-1).
ANESTESI LOKAL
Lidokain, bupivacaine & tetracaine, semuanya umum dipakai untuk spinal anestesia.
- LidokainLidokain (durasi pendek – intermediate spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100
mg seringkali dipilih untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu 75
menit atau kurang. Lidokain umumnya dipakai sebagai larutan 5 % dalam 7,5 %
dektrose meskipun 1,5 dan 2 % lidokain juga berguna.
Penambahan epinephrine 0,2 mg memanjangkan anestesia 15 – 40 menit,
tergantung dosis anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan dengan blok
motoris yang memanjang secara signifikan dan miksi yang terlambat.
Fentanyl 15 – 25 µgr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan reduksi
substansial pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat dan
insiden transient neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif memblok
nyeri torniquet pada ekstremitas bawah.
- Bupivakain
Bupivacaine (durasi intermediate spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg adalah
sesuai untuk pembedahan selama 50 – 150 menit, meskipun durasi dari
13
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 14/24
bupivakain tampaknya memiliki deviasi yang lebih lebar daripada standar, bila
dibandingkan dengan lidokain.
Spinal anestesia umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine dalam 8,25 %dekstrosa. Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit
hipobarik dan umumnya dipakai untuk pembedahan ekstremitas bawah.
Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 – 45 menit
saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg).
Fentanyl juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain
(sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan analgesia.
- Tetrakaine
Tetrakaine (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 4 – 12 mg dipakai
untuk pembedahan dengan durasi 3 – 4 jam. Tetracaine merupakan salah satu
dari agen spinal anestesi tertua. Tersedia dalam sediaan komersial sebagai kristal
niphanoid (20 mg) atau larutan 1 %. Tetracaine kurang stabil pada bentuk
larutan cair (daripada lidokain) dan menghasilkan tetracaine ampul dengan
potensi rendah karena sebagian obat didegradasi selama penyimpanan.
Tetracaine adalah unik diantara agen spinal anestesi lainnya, karena keberhasilan
untuk memblok sangat tergantung dengan co-administration epinephrine.
Kegagalan blok hampir 35 % pada plain tetracaine. Tetracaine & epinephrine
adalah spinal anestetic agent paling lama, menghasilkan anestesia pada abdomen
bawah kira-kira 4 jam dan ekstremitas bawah 5 – 6 jam.
ADITIF PADA SPINAL ANESTESIA
- VasokontriktorVasokontriktor seringkali ditambahkan pada lokal anestetik intrathecal untuk
menghambat uptake vaskuler sehingga memanjangkan blok. Epinephrine dan
lebih jarang phenylephrine adalah agen yang dipakai untuk tujuan ini. Selain
vasokontriksi, epinephrine juga menimbulkan analgesia lewat stimulasi α2
receptor. Klonidine, α2 agonis memperpanjang blok motoris dan sensoris pada
tetracaine, lebih besar daripada epinephrine.
14
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 15/24
Selain memanjangkan blok sensoris, penambahan epinephrine pada spinal
anestetik lokal juga memanjangkan blok motoris dan memperlambat miksi. Dua
faktor ini menghambat pulih dari anestesi spinal. Untuk outpatient surgery,
kebanyakan center menghindari epinephrine intrathecal. Sesungguhnya,
pemakaian opoid lipofilik intratekal akan meningkatkan dan memanjangkan
anestesia tanpa menghambat pemulihan.
- Opioids
Analgesik opioid dapat ditambahkan pada spinal anestesia. Opioid nampaknya
menimbulkan supra-aditif (sinergistik) anestesia saat ditambahkan pada intratekallokal anestetik. Efek sinergis ini tampak menonjol terutama pada nyeri visceral.
Opioid spinal memblok pathway nyeri dengan tambahan minimal pada blok serat
motoris dan simpatis. Dua klas opioid dipakai pada spinal anestesia dan analgesia.
Opioid hidrofilik biasanya ditambahkan untuk prolong postop analgesia.
Morphine sulfat 0,1 – 0,3 mg adalah yang umum dipilih. Agen ini memiliki efek
analgesik dalam 45 menit pada pemberian lumbal dan mengurangi kebutuhan
tambahan analgesia postop selama 12 – 24 jam.
Morpin perlahan naik pada spinal colum dan mencapai sirkulasi LCS kira-kira 8
jam setelah pemberian lumbal. Hal ini sesuai dengan depres nafas yang
terjadinya delayed, yang dilaporkan pada pemberian morphine intralekal; efek
puncaknya tampak pada 8 – 10 jam setelah pemberian.
Morphin spinal memiliki beberapa efek lain yang tidak diinginkan. Nausea dan
vomiting tampaknya lebih banyak daripada opioid sistemik. Pruritus yang umum
(60 – 80 %) dan yang parah (20 %). Miksi secara substansial dihambat, mungkin
karena hambatan pada mekanisme detrusor. Karena adanya sedikit resiko dari
depres nafas yang delayed dan gangguan fungsi kencing, obat ini tidak sesuai
untuk bedah pada outpatient.
Opioid Lipofilik (fentanyl dan sulfentanyl) populer pada spinal anestesia.
Fentanyl 10-25 µg atau sulfentanyl 2,5 – 10 µgr dapat ditambahkan pada
anestesia spinal untuk mencapai beberapa tujuan. Agen ini memiliki onset cepat
terhadap sinergis anestetik dan meningkatkan anestesia intraoperatif. Hal ini
15
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 16/24
seringkali ditunjukkan dengan berkurangnya nyeri torniquet saat prosedur bedah
ortophedi, seperti juga berkurangnya nyeri dan muntah selama proses melahirkan
seksio cesarea.
Opioid lipofilik juga mengurangi dosis co-administered anestesi lokal, sehingga
pulih motoris dari anestesi spinal lebih cepat pada outpatient. Lidokain 30 mg
(0,5 %) diskombinasi dengan fentanyl 20 µg menimbulkan anestesi yang baik
untuk arhtroskopi lutut dengan insiden nausea lebih rendah dan peningkatan
kontrol nyeri postoperatif, bila dibandingkan dengan dosis standar lidokain
hiperbarik.
Demikian juga 3,75 mg bupivakain (0,75% dalam 8,25% dekstrosa) dikombinasi
dengan 25 µg tentanil menghasilkan anestesia yang sangat baik untuk outpatient
yang mendapatkan oocyte selama fertilisasi invitro. Depres respirasi jarang
terjadi pada opioid lipophilic intralekal. Tidak seperti morphin, miksi tidak
dihambat, diantara efek spinal lokal anestetik agen.
PROPERTI FISIK KIMIA
- Barisitas Injeksi
Tiga definisi penting untuk mengerti barisitas dan injeksi lokal anestesi :
DENSITY
Densitas larutan adalah massa dalam gram dalam 1 mililiter larutan pada suhu
standar.
SPECIFIC GRAVITY
Adalah ratio yang membandingkan densitas larutan terhadap densitas air.
BARISITAS Adalah ratio yang membandingkan spesifik gravity dari sebuah larutan
dengan larutan lain. Jika larutan yang kedua adalah air, maka barisitasnya
akan sama dengan spesifik gravity.
Injeksi Intratekal biasanya dideskripsikan sebagai :
Hipobarik (spesifik gravity lebih rendah daripada LCS)
Isobarik (Spesifik gravity sama dengan LCS)
Hyperbarik (Spesifik gravity lebih tinggi daripada LCS)
16
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 17/24
Specific gravity LCS berkisar 1,003 – 1,009.
Dengan variasi posisi pasien dan memperhatikan barisitas saat injeksi, lokasi dan
level blok dapat dikontrol dengan signifikan. Pada praktek klinis, injeksi
hiperbarik lebih sering. Larutan ini dibuat hiperbarik dengan menambahkan
dekstrosa ke dalam larutan anestesi lokal.
Penambahan dekstrosa akan meningkatkan densitas, sehingga spesific gravity
akan meningkatkan lebih besar daripada spesific gravity LCS. Karena larutan ini
lebih dense daripada LCS, mereka cenderung berada (mengendap) pada area
dependent dari space intrathekal.
Injeksi anestetik lokal isobarik juga populer. Posisi pasien tidak mempengaruhi penyebaran blok dengan injeksi isobarik. Sehingga tidak penting untuk
pertahankan pasien pada posisi tertentu untuk menimbulkan blok pada posisi
supine. Larutan isobarik cenderung tetap berada lokal didekat lokasi injeksi.
Klinis, larutan isobarik dipakai termasuk 0,5 atau 0,75 % bupivacaine dan 2 %
lidokain. Harus diingat bahwa 0,5 % bupivacaine dan 2% lidokaine memiliki
spesific gravity dekat dengan kisaran batas bawah spesific gravity LSF.
Sehingga obat ini bisa jadi beraksi seperti hipobarik pada pemakaian klinis (regio
nondependent terblok lebih banyak).
Juga menghangatkan larutan pada 37oC mengurangi densitas larutan dan
membuat 0,5 % bupivacaine dan 2 % lidokaine secara klinis hipobarik. Karena
penyebaran bloknya yang terbatas, larutan isobarik ideal dan cocok untuk bedah
ekstremitas bawah dan pelvis ekstraperitoneal. Bedah intraabdomen biasanya
tidak memakai agen hipobarik.
Larutan hipobarik kadangkala juga dipakai secara klinis. Bupivacaine 0,25 – 0,5
% dan lidokaine 1 – 1,5 % adalah hipobarik saat dihangatkan dengan suhu tubuh.
Larutan hipobarik akan terapung pada regio nondependen di space intrathekal.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN BLOK
Banyak faktor telah dipelajari untuk membantu memperkirakan ketinggian blok.
Variabel-variabel prosedur berikut sudah jelas memberikan efek pada penyebaran
blok :
17
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 18/24
Jumlah obat
Barisitas obat
Posisi pasien dan
Arah dari apertura jarum (dengan jarum pencilpoint).
Usia memiliki efek pada ketinggian blok, dengan usia tua biasanya blok
mencapai 2 – 3 dermatom lebih tinggi daripada dewasa muda.
Dengan agen spinal anestesi hiperbarik, tinggi pasien merupakan variabel
minor, seperti juga anatomi spinal menentukan penyebaran blok.
Sesungguhnya faktor terbaik dalam menentukan ketinggian blok tidak bisa
diukur secara klinis. Variasi volume LCS dilumbosacral menjelaskan mayoritas
terbanyak (80 %) dari perbedaan ketinggian blok pada spinal anestesia.
Tinggi, jenis kelamin dan usia tidak secara adekuat dapat memperkirakan volume
LCS. Tinggi pasien berhubungan dengan volume spinal tapi hubungan ini tidak
cukup dekat untuk dipakai secara klinis. Akhirnya, ketinggian blok telah
ditunjukkan berhubungan langsung dengan densitas LCS.
KOMPLIKASI
Komplikasi anestesia spinal termasuk sakit kepala, gejala neurologis, hipotensi,
depres respirasi dan cardiac arrest . Postdural puncture headache dan neurologic
injury didiskusikan pada bab 12 dan 14.
Hipotensi umum menyertai spinal anestesia. Tergantung pada populasi pasien dan
pemakaian agen anestetik spinal, hipotensi (penurunan tekanan sistolik > 20 %)
terjadi pada 20 – 70 % anestesia spinal. Meskipun bolus cairan sebelum anestesia
spinal seringkali diberikan untuk mencegah, efektifitasnya rendah. Cardiac output
lebih baik dipelihara dengan pre-hidrasi, tapi tekanan darah sangat sedikit
terpengaruhi.
Pemberian volume simultan dengan spinal anestesi blokade dan vasokonstriktor lebih
efektif daripada prehidrasi. Pendekatan yang efektif untuk meminimalkan hipotensi
adalah mengubah obat yang dipakai pada anestesia spinal. Opioid lipofilik seringkali
ditambahkan pada agen anestetik local dan secara dramatis mengurangi (50 – 70%)
18
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 19/24
dosis anestetik lokal ini. Hal ini bentuknya, mengurangi secara signifikan jumlah dan
keparahan hipotensi, pemakaian vasopresor dan kebutuhan cairan.
Sebuah analisis dari ASA closed claims database, mengungkapkan 14 kasus cardiac
arrest selama spinal anestesia. Dua buah pola teridentifikasi :
Pola pertama adalah terjadi pada pasien yang menerima sedasi intravena
sehingga membuatnya mengalami keadaan “sleep-like” dengan tidak adanya
verbalization spontan. Pada kasus ini, cardias arrest seringkali diikuti dengan
sianosis, yang terjadi sebelum insufisiensi respirasi yang menimbulkan arrest.
Pola kedua adalah pada grup penderita yang mengalami blok spinal tinggi dan
hipotensi parah sebelum cardiac arrest.
Analisis terhadap hal ini menunjukkan pentingnya
- Perubahan posisi (trendelenburg) dengan tepat akan meningkatkan central
venous filling dan
- Pemakaian tepat dan agresif dari dan agonis (epinephrine) untuk mengembalikan
curah jantung.
Beberapa faktor dapat menyebabkan cardiac arrest, yang berhubungan dengan
spinal anestesia yang secara signifikan telah banyak terjadi daripada anestesia
epidural atau blok saraf tepi.
Hipotensi yang berat dapat menyebabkan cardiac aritmia, pengurangan perfusi
central nervous system dan apneu. Semua faktor ini dapat menyebabkan cardiac
arrest. Juga terdapat grup penderita, yang secara mengejutkan tampaknya beresiko
tinggi untuk mengalami cardiac arrest. Lebih muda, pasien atletis dengan denyut
jantung istirahat yang rendah, tampaknya beresiko untuk mengalami bradikardi dan
asistole selama anestesia spinal.
Faktor resiko lainnya yang telah diidentifikasi untuk “athletic heart syndrome” ini
termasuk pemanjangan PR interval dan blok spinal diatas T4. Faktor terakhir ini
mungkin mengindikasikan blok simpatis di T2 – T4 (serat cardiac accelarator )
sehingga input vagal ke jantung tidak tertutupi.
Depres respirasi tidak umum dengan anestesia spinal dilaporkan 0,2 – 1,0 %.
Beberapa penyebab depres respirasi, terutama dengan dosis tinggi morphin
intrathekal. Puncak dari depres respirasi ini adalah 8 – 10 jam setelah pemberian
morphin spinal.
19
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 20/24
Depres respirasi juga dapat terjadi akibat blok spinal tinggi. Hilang kesadaran dan
apneu kemungkinan terjadi skunder akibat hipotensi dan perfusi central nervous
system yang tidak adekuat. Kemungkinan penyebab tersering dari depres respirasiadalah over-sedasi.
Monitoring pasien dengan kontak suara, pulse oksimetri dan capnography akan
membantu mencegah terjadinya over sedasi.
KESIMPULAN
Anestesi spinal tetap merupakan salah satu bentuk regional anestesia yang paling
umum. Dengan kemahiran pada prosedur, farmakologi, dan aspek fisiologi, blok
spinal dapat dilakukan dengan aman, tepat dan efisien.
20
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 21/24
21
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 22/24
22
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 23/24
23
7/28/2019 Spinal Anestesi Block
http://slidepdf.com/reader/full/spinal-anestesi-block 24/24