skiripsiku (ambosa hidayat, s. hut)

Upload: ambosa

Post on 08-Jul-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    1/58

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Hutan alam tropik merupakan kekayayaan alam yang memegang peranan

    penting dan dimanfaatkan sebagai penghasil sumber devisa negara serta

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun kondisi hutan alam tropik

    Indonesia saat ini sudah berada pada taraf yang memprihatinkan. Tercatat laju

    deforestasi hutan alam maupun hutan tanaman tahun 2009-2012 mencapai 188

    ribu ha/tahun mengakibatkan produksi hutan alam maupun tanaman tidak mampu

    sebagai pemasok bahan baku industri perkayuan baik di dalam negeri maupun

    ekspor (Kurniawan, 2012). Di lain pihak, tentu hal ini akan berpotensi

    menimbulkan permasalahan seperti pemanfaatan hutan alam yang berlebihan

    sebagai upaya memenuhi permintaan kayu alam yang terus meningkat. Dengan

    situasi seperti ini, maka dapat dikhawatirkan keberadaan hutan alam tropik

    Indonesia akan semakin terbatas.

    Hutan alam tropik sering pula disebut sebagai hutan Dipterocarpaceae

    campuran ( mixed dipterocarp forest ). Jenis-jenis Dipterocarpaceae termasuk

    yang paling dominan dan hingga saat ini jenis tersebut tetap memiliki nilai

    komersial yang tinggi. Panjaitan (2009) menyatakan bahwa suku Dipterocarpaceae merupakan suku penghasil kayu yang sangat unggul dari

    kawasan hutan tropik di Asia.

    Shorea spp. merupakan salah satu marga dari suku Dipterocarpaceae y ang

    dikenal sebagai penghasil kayu pertukangan yang potensial dan salah satu pohon

    yang menjadi andalan bahan kayu pertukangan di Indonesia. Beberapa kegunaan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    2/58

    2

    dari kayu jenis-jenis Shorea spp. antara lain untuk kayu lapis, bangunan

    perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu, peti, alat musik, lunas

    perahu, bantalan, dan tiang listrik (diawetkan). Di samping hasil hutan berupa

    kayu, beberapa jenis Shorea spp. juga memiliki hasil hutan bukan kayu yang

    bernilai ekonomis seperti tanin, damar, dan tengkawang.

    Shorea spp. dapat tumbuh pada tanah gambut. Indonesia memiliki lahan

    gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar

    terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua, khususnya di Provinsi Riau

    mencapai 4 juta Ha (BPS Riau, 2012). Tanah gambut adalah tanah yang memiliki

    lapisan tanah kaya bahan organik dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan

    organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum

    melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Namun

    karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut,

    kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk

    dijadikan areal pertanian maupun hutan tanaman. Dari 18,3 juta ha lahan gambut

    di Pulau-Pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk

    pertanian dan hutan tanaman (Agus, 2008) . Pertumbuhan tanaman pada lahan

    gambut umumnya akan menghadapi berbagai kendala seperti ketebalan dan

    kematangan gambut, kemasaman tanah, dan miskin akan unsur hara baik makromaupun mikro serta keracunan asam-asam organik.

    Semakin berkembangnya bioteknologi dalam industri kehutanan yang

    ramah lingkungan maka dalam melakukan perlakuan dapat dilakukan dengan

    suatu teknologi alternatif yang ramah lingkungan yaitu dengan pemberian Tricho-

    kompos terformulasi terhadap tanaman meranti, khususnya Shorea leprosula .

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    3/58

    3

    Menurut Puspita (2011), Tricho-kompos terformulasi adalah teknologi yang

    mengkombinasikan antara jamur Trichoderma pseudokoningii dengan bahan

    organik. Tricho-kompos terformulasi sebagai biofertilizer mengandung unsur hara

    makro dan mikro, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, memudahkan

    pertumbuhan akar tanaman, menahan air, meningkatkan aktivitas biologis

    mikroorganisme tanah yang menguntungkan, meningkatkan pH pada tanah asam,

    dan dapat sebagai agen biokontrol dalam mengendalikan Organisme Pengganggu

    Tanaman (OPT) terutama penyakit tular tanah.

    Penambahan perlakuan berupa pemberian Tricho-kompos terformulasi

    diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan dapat memacu pertumbuhan semai

    Shorea leprosula pada medium gambut. Penambahan Tricho-kompos terformulasi

    pada medium gambut juga diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, biologis, dan

    kimia tanah sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik dan lebih tahan terhadap

    serangan patogen.

    Dengan latar belakang tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian

    tentang pengaruh Tricho-kompos terformulasi dalam memacu pertumbuhan semai

    Shorea leprosula pada medium gambut. Untuk itu penelitian ini diberi judul

    “Aplikasi Beberapa Dosis Tricho-kompos Terformulasi Sebagai Pemacu

    Pertumbuhan Semai Shorea leprosul a pada Medium Gambut “.

    1.2. Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui pengaruh pemberian beberapa dosis Tricho-kompos

    terformulasi pada medium gambut terhadap tingkat keberhasilan

    persemaian Shorea leprosula .

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    4/58

    4

    2. Mendapatkan dosis Tricho-kompos terformulasi yang terbaik pada

    medium gambut untuk meningkatkan pertumbuhan semai Shorea

    leprosula.

    1.3. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan memperoleh informasi mengenai pengaruh

    aplikasi Tricho-kompos terformulasi terhadap persemaian Shorea leprosula dan

    mengetahui dosis yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan semai Shorea

    leprosula pada medium gambut. Penelitian ini juga diharapkan sebagai dasar

    untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan kualitas semai Shorea

    leprosula .

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    5/58

    5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Shorea leprosul a

    Marga Shorea spp. meliputi sekitar 100 jenis, terdiri dari 4 kelompok yaitu,

    meranti merah, meranti kuning, meranti putih, dan meranti balau (selangan batu)

    yang sebagian besar tumbuh secara alami di hutan Kalimantan dan Sumatera.

    termasuk dalam famili Dipterocarpaceae . Di antara kelompok tersebut, meranti

    merah ( Shorea leprosula ) merupakan kelompok meranti terpenting, baik dari segi

    perolehan devisa maupun dari segi dominasinya di hutan-hutan hujan dataran

    rendah (Wijaya, 2006). Adapun sistem klasifikasi Shorea leprosula adalah :

    Kingdom : Plantae, Subkingdom : Trachebionta, Super Divisi : Spermatophyta,

    Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Sub Kelas : Dillenida, Ordo :

    Theales, Famili : Dipterocarpaceae, Genus : Shorea , Spesies : Shorea leprosula .

    Shorea leprosula menyebar secara alami mulai Semenanjung Thailand dan

    Malaysia, Sumatera sampai Kalimantan Utara. Tanaman ini tumbuh dalam hutan

    hujan dataran rendah dengan ketinggian antara 5-800 m dpl , pada daerah dengan

    tipe iklim A-B (Schmidt dan Ferguson, 1951) dengan rata-rata curah hujan

    tahunan 2000-3000 mm. Shorea leprosula pada umumnya tumbuh pada tipe tanah

    latosol, podsolik merah kuning dan podsolik kuning, dengan berbagai tingkatkesuburan tanah. Shorea leprosula dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi

    tidak toleran terhadap genangan (Pamoengkas, 2009).

    Menurut Wijaya (2006), ciri-ciri diagnostik Shorea leprosula adalah

    perawakan pohon besar, tinggi mencapai 60 m, bebas cabang 35 m, diameter 1 m.

    Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar dan membentang, cekung, tipis. Tajuk

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    6/58

    6

    berwarna tembaga, coklat kuning tembaga pucat dari bawah, besar, membentang,

    setengah bulat atau berbentuk blumkol, dengan batang yang menetap. Daun

    umumnya dengan jalur domatia yang menerus menyerupai sisik-sisik pucat

    sampai tulang tengah dan kadang sampai bagian bawah pertulangan utama. Daun

    berbentuk lonjong, jorong, atau bundar telur sunsang, menjangat, ujung lancip,

    lancip pendek, atau tumpul, pangkal berbentuk pasak atau membundar, ukuran 5,9

    cm -14,5 cm x 3,5 cm -7,3 cm. Bunga kecil, daun mahkota kuning, benang sari

    15, kelopak buah dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek. Shorea

    leprosula dapat tumbuh dan bertahan hidup ketika ditanam pada kondisi cahaya

    yang penuh dan melimpah untuk pertumbuhan tinggi dan kualitas batang. Buah

    Shorea leprosula berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus

    berwarna pucat, mempunyai tiga sayap dengan panjang 6-9 cm, dan lebat

    pertengahan sayap 1-1,5 cm dimana dua sayap pendek berbentuk garis. Buah yang

    dihasilkan berupa buah-buah yang mengandung lemak serupa kacang yang

    dikenal sebagai tengkawang.

    2.2. Tanah Gambut

    Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik

    yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses

    dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya

    yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

    Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah

    yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses

    pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik

    (Agus, 2008).

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    7/58

    7

    Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai

    organosol atau histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan

    berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm3 dengan tebal 40- 60 cm. Gambut

    diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari

    tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Sifat

    tanah gambut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sifat kimia dan sifat fisik.

    Sifat kimia tanah gambut memiliki kesuburan yang rendah ditandai dengan pH

    yang rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P)

    dan unsur hara mikro (Cu, Zn, Mn, Bo) yang rendah, serta mengandung asam-

    asam organik yang bersifat meracun sehingga dapat menimbulkan defisiensi bagi

    tanaman. Sedangkan sifat fisik kematangannya, tanah gambut dibedakan atas tiga

    jenis, yaitu gambut saprik, gambut hemik, dan gambut fibrik. Gambut saprik

    adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan lanjut dan bersifat

    matang hingga sangat matang. Gambut hemik adalah tanah gambut yang sudah

    mengalami perombakan dan bersifat separuh matang. Gambut fibrik adalah bahan

    tanah gambut yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya

    kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih

    dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam dengan diameter antara 0,15

    mm hingga 2,00 cm (Noor, 2001).Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk

    pertanian meliputi kadar air, berat isi, daya menahan beban, subsiden, dan

    mengering tidak balik . Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari

    berat keringnya. Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    8/58

    8

    bobotnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan berat isi menjadi rendah, gambut

    menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Agus, 2008).

    Gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi oleh

    bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar

    adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan

    kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein

    umumnya tidak melebihi 11% (Hartatik, 2012). Menurut Radjagukguk (1997)

    dalam Hartatik (2012) ketersediaan Nitrogen (N) bagi tanaman pada tanah gambut

    umumnya rendah. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan N tanaman yang

    optimum diperlukan pemupukan N.

    2.3. Tricho-kompos Terformulasi

    Tricho-kompos terformulasi merupakan teknologi yang memadukan bahan

    organik dengan Trichoderma pseudokoningii yang berperan sebagai aktivator dan

    biokontrol. Trichoderma pseudokoningii dekomposer yang mengandung enzim

    kitinase berperan sebagai agen biokontrol dan enzim selulase yang dapat bekerja

    secara sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan organik

    (Puspita, 2012). Tricho-kompos terformulasi berbahan baku jerami padi (bahan

    organik) dan ditambahkan zeolit sebagai sumber mineral pendukung.

    Trichoderma spp . merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak

    diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman (Lilik, 2010). Sifat antagonis

    cendawan Trichoderma spp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma spp.

    ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di

    persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan

    cendawan ini. Selain itu, jamur Trichoderma spp. dapat mengurai bahan organik

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    9/58

    9

    seperti karbohidrat yang mengandung selulosa serta mempunyai kemampuan

    berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan nitrogen dan

    karbon.

    Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang mudah didapatkan

    karena pada umumnya masyarakat sendiri hanya mengambil bulir buah dari

    tanaman padi tersebut untuk dijadikan bahan makanan pokok, sedangkan bagian

    dari batang tanaman padi tidak dimanfaatkan karena sesudah panen biasanya

    petani langsung membakar bagian dari tanaman padi tersebut karena lahannya

    digunakan lagi. Selain itu, petani juga mengembalikan jerami padi secara

    langsung ke dalam sawah sehingga dapat mengganggu pengolahan tanah dan

    pertumbuhan tanaman padi, serta berpengaruh terhadap tingginya emisi gas rumah

    kaca terutama gas metana. Jerami padi merupakan sumber bahan organik yang

    murah untuk memperbaiki mutu tanah. Jerami padi dapat diberikan dalam bentuk

    kompos. Jerami padi yang diletakkan di pinggir petak persawahan dan digunakan

    pada musim tanam berikutnya yang merupakan sistem pengomposan secara

    sederhana ternyata mampu memperbaiki produktivitas tanaman. Jerami padi yang

    diletakkan di pinggir petakan akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroba

    pengurai menjadi kompos (H.S. Nur, 2008).

    Lestari (2010), mengemukakan bahwa zeolit merupakan suatu kelompokmineral yang dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan beku basa. Mineral

    ini biasanya dijumpai mengisi celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut.

    Selain itu zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas vulkanik yang banyak

    mengandung unsur silika yang terdiri dari tiga komponen, yaitu kation yang dapat

    dipertukarkan, kerangka alumina silikat dan air. Beberapa manfaat zeolit antara

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    10/58

    10

    lain sebagai penetral keasaman tanah, meningkatkan aerasi tanah, bersifat

    absorben, sumber mineral pendukung pada pupuk dan tanah, serta sebagai

    pengontrol yang efektif dalam pembebasan ion amonium, nitrogen, dan kalium

    pupuk.

    Hasil penelitian Puspita dkk , (2009) menunjukan bahwa aplikasi tricho-

    kompos terformulasi dengan dosis 50 gram/polybag dapat meningkatkan

    pertumbuhan bibit kelapa sawit serta menghambat intensitas serangan G.

    boninense sebesar 77.19%. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mengenai

    potensi Tricho-kompos terformulasi terhadap tanaman kehutanan, khususnya

    Shorea leprosula . Hal tersebut tentunya menjadi dasar dari penelitian ini serta

    acuan dari dosis Tricho-kompos yang digunakan.

    Formulasi Tricho-kompos merupakan produk pertanian yang berfungsi

    sebagai biofertilizer dan biopestisida. Peran sebagai biofertilizer diperoleh dari

    hasil perombakan bahan organik yang memberikan ketersediaan unsur hara

    kompleks seperti C, N, P, K, Mg, dan dapat memperbaiki struktur fisik dan kimia

    tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menahan air, meningkatkan

    aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang menguntungkan, meningkatkan pH

    pada tanah asam, dapat sebagai agen biokontrol dalam mengendalikan OPT

    terutama penyakit tular tanah. Peranan sebagai biopestisida diperoleh dariaktivitas jamur Trichoderma pseudokoningiii yang bersifat antagonis bagi patogen

    penyebab penyakit tanaman (Puspita, 2012).

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    11/58

    11

    Produk ini telah teruji secara invitro dan invivo pada beberapa komoditi

    pertanian seperti sawi dan kelapa sawit. Selain itu pemberian formulasi Tricho-

    kompos pada tanaman hias juga memberikan hasil yang memuaskan, selain subur,

    juga mengakibatkan tanaman berbunga cukup sering sehingga menambah pesona

    bagi tanaman hias.

    2.4. Kualitas Semai

    Kualitas semai merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

    kelayakan suatu bibit siap tanam di lapangan. Dalam menentukannya, melibatkan

    beberapa peubah yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,

    yaitu persentase hidup, tinggi, diameter, berat kering total, kekokohan semai

    (perbandingan tinggi dan diameter bibit), dan rasio tajuk akar (perbandingan berat

    kering tajuk dan berat kering akar). Pada tahap semai, Shorea leprosula

    memerlukan naungan sekitar 50-80% dari cahaya total untuk pertumbuhannya.

    Shorea leprosula termasuk ke dalam jenis tanaman yang bersifat semi

    toleran dimana memerlukan naungan pada tahap awal pertumbuhannya. Naungan

    sangat mempengaruhi pertumbuhan semai Shorea leprosula setelah mencapai

    tinggi kurang lebih 50 cm (Priadjati, 2002). Berdasarkan Departemen Kehutanan

    (1992) dalam Abdurrachman (2012), menyatakan bahwa klasifikasi pohon dalam

    penyusun tegakan hutan terdiri atas semai, tiang, pancang, dan pohon. Dimana

    klasifikasi untuk semai adalah tinggi mencapai < 1,5 m.

    Selain itu, Panjaitan (2009) menyatakan bahwa, ada beberapa kriteria bibit

    Shorea leprosula siap tanam di lapangan, yakni berbatang lurus, diameter pangkal

    batangnya 3-4 mm, tinggi kurang lebih 30 cm, percabangannya minimalis,

    berdaun 2-5 helai, perakarannya lurus, dan bebas dari hama penyakit.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    12/58

    12

    III. BAHAN DAN METODE

    3.1. Tempat dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di Lokasi Unit Pelayanan Teknis Fakultas

    Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan selama 2 (dua)

    bulan. Waktu penelitian berlangsung Agustus 2013 sampai Oktober 2013.

    3.2. Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai Shorea leprosula

    umur 9 bulan, polybag dengan spesifikasi 23 cm x 15 cm dan volume 2 kg,

    Tricho-kompos terformulasi, dan tanah gambut jenis saprik. Alat yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah pita ukur, kertas label, tong air, selang, alat tulis,

    kamera, gunting, ember, caliper, dan cangkul.

    3.3. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 kali ulangan.

    Setiap ulangan terdiri atas 2 sampel percobaan. Total semai berjumlah 40.

    T0 = Tanpa pemberian Tricho-kompos terformulasi (kontrol)

    T1 = Pemberian 25 g Tricho-kompos terformulasi/polybag

    T2 = Pemberian 50 g Tricho-kompos terformulasi/polybag

    T3 = Pemberian 75 g Tricho-kompos terformulasi/polybag

    T4 = Pemberian 100 g Tricho-kompos terformulasi/polybag

    Respon yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian Tricho-kompos

    terformulasi adalah persen hidup semai, tinggi semai, diameter semai, berat kering

    semai, dan rasio tajuk akar. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    13/58

    13

    menggunakan analisis ragam dengan SPSS versi 17.0. Kemudian hasil analisis

    ragam dilanjutkan uji jarak berganda Duncan’s pada taraf 5% dengan model linier

    sebagai berikut :

    Y ij = µ + τi + ε ij

    Keterangan :

    Y ij = Hasil pengamatan dari faktor pemberian formula Tricho-kompos pada

    taraf ke-i dan ulangan ke-j

    µ = Rataan umum

    τi = Pengaruh perlakuan pemberian formula Tricho-kompos

    εij = Galat perlakuan pemberian formula Tricho-kompos pada taraf ke-i dan

    ulangan ke-j

    3.4. Pelaksanaan Penelitian

    3.4.1. Persiapan Tempat Penelitian

    Tempat penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari berbagai tanaman

    pengganggu agar tidak menganggu selama penelitian. Pada tempat penelitian telah

    tersedia rumah kasa yang berfungsi sebagai naungan semai Shorea leprosula .

    3.4.2. Penyediaan Medium Tanam

    Medium tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut

    jenis saprik yang diambil di daerah Srikandi, Kelurahan Delima, Kecamatan

    Tampan, Pekanbaru. Untuk memperoleh tanah gambut jenis saprik tersebut

    terlebih dahulu seresah-seresah yang ada pada permukaan tanah dibersihkan.

    Kemudian digali sampai kedalaman 18-20 cm. Seteleh diperoleh, tanah gambut

    diaduk dan dikering anginkan lalu dipindahkan ke dalam polybag dengan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    14/58

    14

    spesifikasi 23 x 15 cm dengan volume 2 kg, yang akan digunakan sebagai

    medium tanam semai Shorea leprosula .

    3.4.3. Penambahan Tricho-kompos Terformulasi

    Tricho-kompos yang digunakan diperoleh dari Unit Kompos IbIKK (Ipteks

    bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus) Fakultas Pertanian Universitas Riau.

    Tricho-kompos berbahan baku starter Trichoderma pseudokoningii dan jerami

    padi, selanjutnya ditambahkan zeolit yang berfungsi sebagai sumber mineral

    pendukung pada tanah dan absorben dengan perbandingan 7 : 3. Kompos jerami

    padi, zeolit, dan starter Trichoderma pseudokoningii digunakan sebagai bahan

    penelitian.

    Penambahan Tricho-kompos terformulasi dilakukan pada saat seminggu

    sebelum penanaman semai Shorea leprosula pada medium gambut. Tricho-

    kompos terformulasi ditambahkan ke dalam medium tanam dengan dosis yang

    telah disesuaikan dengan perlakuan.

    3.4.4. Penanaman Semai

    Semai Shorea leprosula yang digunakan dalam penelitian ini berumur 9

    bulan dengan kriteria tinggi dan diameter yang seragam yang diperoleh dari Balai

    Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Pekanbaru. Semai yang digunakan berasal

    dari perbanyakan secara generatif yaitu, cabutan. Jumlah total semai yang

    digunakan adalah 40 semai. Selanjutnya semai ditanam pada polybag dengan

    medium tanah gambut.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    15/58

    15

    3.5. Pemeliharaan

    3.5.1. Penyulaman

    Penyulaman merupakan usaha penggantian tanaman yang mati atau rusak

    dengan tanaman yang baru sehingga diperoleh jumlah tanaman yang sesuai tanpa

    mengurangi atupun menambah jumlah tanaman yang ada persatuan luas. Kegiatan

    penyulaman hanya dilakukan apabila seminggu setelah penanaman semai meranti

    ada yang mengalami kematian atau kerusakan digantikan dengan semai meranti

    yang baru dan pertumbuhannya juga seragam. Jumlah masing-masing semai

    meranti yang digunakan pada setiap perlakuan disediakan 2 (dua) semai untuk

    kegiatan penyulaman.

    3.5.2. Penyiraman

    Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari selama penelitian

    menggunakan hand sprayer untuk menjaga kelembaban tanah di sekitar tanaman

    penelitian. Bila turun hujan, maka tidak perlu dilakukan penyiraman.

    3.5.3. Penyiangan

    Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi laju pertumbuhan gulma.

    Penyiangan gulma dilakukan secara mekanik, yakni dengan cara mencabutnya

    baik di dalam polybag maupun di luar polybag.

    3.5.4. Pengendalian Hama dan Penyakit

    Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara preventif. Cara preventif

    dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan tanam, baik dari gulma maupun

    dari bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penggunaan zat-

    zat kimia tidak dilakukan dalam mengendalikan hama dan penyakit, karena

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    16/58

    16

    dengan pemberian Tricho-kompos terformulasi diharapkan dapat mencegah hama

    dan penyakit.

    3.6. Pengamatan

    3.6.1. Persen Hidup Semai (%)

    Merupakan perbandingan jumlah semai yang mampu hidup dengan jumlah

    total seluruh semai yang ditanam dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Persen

    hidup semai dihitung pada saat semai meranti berumur 11 (sebelas) bulan dengan

    menggunakan rumus, (Satjapradja, 2006) yaitu :

    3.6.2. Pertambahan Tinggi Semai (cm)

    Pengamatan pertambahan tinggi semai dilakukan dengan mengukur semai

    dari pangkal batang sampai batas daun tertinggi secara vertikal diukur dalam

    centimeter (cm). Pertambahan tinggi semai diperoleh dari hasil pengukuran tinggi

    semai pada tiap interval pengukuran pertama dikurangi tinggi awal semai. Untuk

    meminimalisir kesalahan pengukuran, maka pada bagian batang yang diukur

    diberi tanda sebagai data dalam pengukuran dengan jarak 2 (dua) cm dari

    permukaan tanah. Pengamatan pertumbuhan tinggi semai dilakukan 1 kali dalam

    seminggu. Pengamatan pertambahan tinggi semai dilakukan sampai minggu ke 7.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    17/58

    17

    3.6.3. Pertambahan Diameter Semai (mm)

    Pengamatan pertambahan diameter semai dilakukan dengan mengukur

    bagian leher batang semai menggunakan caliper dengan satuan millimeter (mm).

    Pertambahan diameter semai diperoleh dari diameter pada akhir tiap interval

    pengukuran dikurangi diameter awal. Untuk meminimalisir kesalahan

    pengukuran, maka pada bagian batang yang diukur diberi tanda sebagai data

    dalam pengukuran dengan jarak 2 (dua) cm dari permukaan tanah. Pengamatan

    pertambahan diameter semai dilakukan 1 kali dalam seminggu. Pengamatan

    pertambahan diameter semai dilakukan sampai minggu ke 7.

    3.6.4. Berat Kering Tanaman (g)

    Berat kering tanaman yang diukur meliputi berat kering akar dan berat

    kering tajuk. Pengamatan berat kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian.

    Pengamatan dilakukan dengan mengambil seluruh sampel pada setiap perlakuan.

    Sampel diambil dan dicuci bersih dengan air mengalir. Setiap masing-masing

    sampel dipotong menjadi dua bagian yang terdiri dari bagian tajuk dan bagian

    akar dengan cara memotong bagian akar hingga leher akar dan bagian pangkal

    batang sampai tajuk lalu dikering anginkan.

    Kemudian kedua masing-masing bagian tersebut dimasukkan ke dalam

    amplop yang berbeda lalu dioven pada suhu 70 ºC sampai tidak terjadi penurunan

    berat. Setelah itu, masing-masing sampel ditimbang dengan menggunakan

    timbangan analitik yang hasilnya dinyatakan dalam satuan gram (g). Untuk

    mengetahui berat kering tanaman dihitung pada saat semai meranti berumur 11

    (sebelas) bulan dengan merata-ratakan jumlah berat kering tajuk dan berat kering

    akar.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    18/58

    18

    3.6.5. Rasio Tajuk Akar

    Merupakan perbandingan antara berat kering tajuk dan berat kering akar.

    Pengukuran rasio tajuk akar dilakukan pada akhir penelitian. Hasil rasio tajuk dan

    akar diperoleh dengan membandingkan berat kering tajuk dan berat kering akar

    yang sebelumnya telah dioven pada suhu 70 0C sampai konstan yang hasilnya

    dinyatakan dalam satuan gram (g). Untuk menghitung rasio tajuk dan akar

    dihitung pada saat semai meranti berumur 11 (sebelas) bulan menggunakan

    rumus, (Hendromono, 2003) yaitu :

    Rasio tajuk/akar =

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    19/58

    19

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Persen Hidup Semai (%)

    Hasil pengamatan terhadap persen hidup semai Shorea leprosula yang

    diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah dianalisis

    ragam menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (Lampiran 3a). Hasil uji lanjut

    DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Rerata persen hidup semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah

    pemberian Tricho-kompos terformulasi

    Dosis Tricho-kompos terformulasi Persen Hidup (%)

    T0 (kontrol) 100 a

    T1 (25 g/polybag) 100 a

    T2 (50 g/polybag) 100 a

    T3 (75 g/polybag) 100 a

    T4

    (100 g/polybag) 100 a

    Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5%menurut uji DNMRT

    Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 1 terlihat bahwa rerata persen

    hidup semai Shorea leprosula berbeda tidak nyata sesamanya. Hal ini diduga

    kandungan hara Tricho-kompos terformulasi yang melibatkan Trichoderma

    pseudokoningii mengakibatkan terbantunya proses dekomposisi pada tanah

    gambut lebih maksimal sehingga mampu menyediakan unsur hara (N, P, K, Ca,

    Mg, dan lain-lain) yang dibutuhkan semai dalam proses pertumbuhan dan

    perkembangannya.

    Persen hidup semai juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang baik.

    Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan semai adalah

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    20/58

    20

    medium tanam. Kosasih (2006), menyatakan bahwa medium tanam yang baik

    mempunyai empat fungsi utama yaitu memberi unsur hara dan sebagai tempat

    tumbuh perakaran, menyediakan air dan tempat penampungan air, menyediakan

    udara untuk respirasi akar, dan sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Aplikasi

    beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi ke dalam medium tanam gambut

    saprik, diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan semai,

    menyediakan air yang cukup serta menyediakan udara untuk respirasi akar.

    Dengan kondisi seperti ini, maka aktivitas akar dalam memasok unsur hara yang

    akan didistribusikan ke seluruh jaringan tanaman meningkat yang akan memacu

    laju proses fotosintesis sehingga seluruh semai dapat terus tumbuh dengan baik

    hingga akhir penelitian.

    Hal ini sejalan dengan pernyataan Winarni (2008), bahwa kemampuan

    hidup semai yang tinggi menunjukkan bahwa faktor lingkungan telah memberikan

    berbagai sarana yang cukup bagi tanaman tersebut. Seperti ketersediaan air, udara,

    dan unsur hara yang cukup serta bebas dari gangguan hama dan penyakit.

    4.2. Pertambahan Tinggi Semai (cm)

    Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi semai Shorea leprosula

    yang diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah

    dianalisis ragam menunujukkan pengaruh nyata (Lampiran 3b). hasil uji lanjut

    DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    21/58

    21

    Tabel 2. Rerata Pertambahan tinggi semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah

    pemberian Tricho-kompos terformulasi

    Dosis Tricho-kompos terformulasiPertambahan Tinggi (cm)

    T4 (100 g/polybag) 2,51 a

    T2 (50 g/polybag) 2,30 b

    T3 (75 g/polybag) 2,18 b

    T1 (25 g/polybag) 1,55 c

    T0 (kontrol) 1,47 c

    Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak samaadalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%

    Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil rerata pertambahan tinggi semai

    yang terbaik terdapat pada perlakuan Tricho-kompos terformulasi dengan dosis

    100 g/polybag (T 4). Sementara untuk hasil pertambahan tinggi terendah

    ditunjukkan pada perlakuan tanpa pemberian Tricho-kompos terformulasi (T 0).

    Hal ini diduga karena pemberian Tricho-kompos dengan dosis 100 g/polybag

    mampu menyediakan jumlah unsur hara yang cukup pada medium tanam,

    terutama unsur hara Nitrogen (N) dan Posfor (P).

    Unsur hara yang tersedia dalam medium tanam diperoleh dari pemberian

    aplikasi. Tricho-kompos terformulasi yang didekomposer Trichoderma

    pseudokoningii sebagai perombak bahan organik dalam medium gambut sehingga

    mampu menurunkan C/N gambut mendekati C/N tanah. Hal ini dapat dikaitkan

    dengan penelitian yang telah dilakukan Syamsudin (2012), menyatakan bahwa

    Tricho-kompos terformulasi memiliki kandungan unsur hara N = 1,86%, P =

    0,21%, K = 5,35%, C = 29,74%, kadar air = 55% dan dapat memperkecil C/N

    tanah menjadi 15,98 yang berarti kualitas kompos dianggap baik dan dapat

    menyumbangkan hara bagi pertumbuhan tanaman . Berdasarkan SK Menteri

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    22/58

    22

    Pertanian No. 2 Tahun 2006, menyatakan bahwa standar pupuk organik padat

    memiliki C/N antara 10 - 25. Pada dasarnya prinsip pengomposan adalah

    menurunkan rasio C dan N bahan organik menjadi sama dengan rasio C dan N

    tanah, yaitu 8-15. Rasio C dan N adalah hasil perbandingan antara karbondioksida

    dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan.

    Bahan organik yang memiliki rasio C/N yang sama dengan tanah

    memungkinkan dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan

    ketersediaan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara P dan N

    merupakan unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Hal tersebut

    disebabkan karena unsur P sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam proses

    pertumbuhan tanaman dalam jumlah yang cukup. Sutedjo, dkk (1991)

    menyatakan bahwa unsur P dapat mempercepat pertumbuhan akar, merangsang

    serta memperkuat pertumbuhan tanaman. Selain itu, unsur P juga berfungsi

    membantu pembentukan protein dan mineral serta mentranslokasikan ke seluruh

    bagian tanaman.

    Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengamatan pada perlakuan T 0

    dan T 1 berbeda tidak nyata terhadap sesamanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan

    rendahnya keberadaan unsur hara yang tersedia pada kedua perlakuan tersebut.

    Pada perlakuan T 0 dan T 1 jumlah unsur hara yang tersedia lebih rendah sehinggamempengaruhi proses laju fotosintesis yang menyebabkan pertambahan tinggi

    semainya tidak lebih baik dengan perlakuan T 4. Tinggi rendahnya keberadaan

    unsur hara pada medium tanam sangat mempengaruhi kinerja akar dalam hal

    memasok nutrisi yang dibutuhkan semai. Pratama (2006), menjelaskan bahwa

    unsur hara P yang tersedia dalam jumlah yang cukup sangat berpengaruh terhadap

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    23/58

    23

    perkembangan dan kinerja akar dalam hal memasok unsur hara tanaman, terutama

    unsur hara Nitrogen (N). Unsur hara N merupakan salah satu dari unsur hara

    makro yang berperan sangat dominan dan dibutuhkan tanaman untuk

    pertumbuhan dan perkembangan. Ketersediaan unsur hara N yang tinggi sangat

    berperan dalam pembentukan klorofil. Kandungan klorofil yang tinggi akan

    memacu proses fotosintesis. Hasil dari proses fotosintesis tersebut, merupakan

    karbohidrat yang berperan sebagai bahan penyusun sel baru dan membantu proses

    diferensiasi sel yang berdampak pada semai, yaitu pertambahan tinggi semai.

    Pada perlakuan T 3 dan T 2 jumlah unsur hara yang tersedia juga lebih

    rendah dibandingkan dengan perlakuan T 4, namun cenderung lebih baik daripada

    perlakuan T 0 dan T 1 . Rendahnya keberadaan unsur hara yang tersedia pada

    medium tanam, maka akan lebih lambat mengkolonisasi jaringan akar yang

    menyebabkan rendahnya ketersediaan unsur hara N yang diperoleh dari kinerja

    akar yang berakibat terhambatnya laju fotosintesis sehingga berdampak pada

    pertambahan tinggi semainya tidak lebih baik dibandingkan dengan perlakuan T 4.

    Hal ini diduga dapat terjadi karena semakin tinggi dosis Tricho-kompos yang

    diberikan pada medium tanam bervolume 2 kg maka akan semakin meningkat

    pula jumlah unsur hara yang tersedia.

    Komposisi Tricho-kompos terformulasi yang terdiri dari jerami padi danzeolit serta penambahan Trichoderma pseudokoningii mampu menyediakan unsur

    hara yang dibutuhkan semai Shorea leprosula untuk memacu pertambahan

    tingginya pada medium gambut. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    24/58

    24

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    1 2 3 4 5 6 7

    P e r t a m

    b a h a n

    t i n g g

    i ( c m

    )

    Minggu Ke-

    T0

    T1

    T2

    T3

    T4

    Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi semai Shorea leprosula umur 11 bulan

    Tricho-kompos terfomulasi yang merupakan asosiasi antara bahan organik

    (jerami padi dan zeolit) dengan Trichoderma pseudokoningii bekerja secara

    sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan organik. Hal ini

    sesuai pernyataan Suntoro (2003), bahwa pelapukan bahan organik akan

    meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air

    tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat.

    Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas

    dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan

    bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara

    tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah

    tidak tentu.

    Pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif tanaman dipengaruhi

    oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik

    merupakan bawaan dari sifat induk. Faktor lingkungan berupa pH medium, suhu,

    dan ketersediaan unsur hara. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa

    pertumbuhan tanaman adalah proses yang dilalui oleh tanaman untuk

    meningkatkan ukurannya (tinggi dan diameter) di bawah pengaruh faktor

    lingkungan. Selanjutnya Lakitan (1995) menjelaskan bahwa tinggi tanaman

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    25/58

    25

    merupakan indikator pertumbuhan yang paling mudah untuk diukur. Selain itu,

    tinggi tanaman juga merupakan suatu indikator pertumbuhan untuk mengukur

    pengaruh dari lingkungan atau suatu perlakuan yang diberikan.

    4.3. Pertambahan Diameter Semai (mm)

    Hasil pengamatan terhadap pertambahan diameter semai Shorea leprosula

    yang diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah

    dianalisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (Lampiran 3c). hasil uji lanjut

    DMNRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Rerata Pertambahan diameter semai Shorea leprosula umur 11 bulan

    setelah pemberian dosis Tricho-kompos terformulasi

    Dosis Tricho-kompos terformulasi Pertambahan Diameter (mm)

    T4 (100 g/polybag) 0,18 a

    T2 (50 g/polybag) 0,14 b

    T3

    (75 g/polybag) 0,13 b

    T1 (25 g/polybag) 0,08 c

    T0 (kontrol) 0,07 c

    Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak samaadalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.

    Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rerata pertambahan diameter semai yang

    terbaik terdapat pada perlakuan Tricho-kompos terformulasi dengan dosis 100

    g/polybag (T 4). Hal ini diduga aplikasi Tricho-kompos teformulasi dengan dosis

    100 g/polybag mampu mendekomposisi tanah gambut sehingga unsur hara (N, P,

    K, Ca, Mg, dan lain-lain) tersedia dalam jumlah yang cukup untuk diserap semai

    dalam kegiatan metabolisme dan dapat mendorong laju fotosintesis yang

    menghasilkan fotosintat sehingga membantu aktivitas kambium dalam penebalan

    batang. Bertambahnya tebal batang ini diakibatkan oleh semakin berkembang dan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    26/58

    26

    bertambahnya jaringan pembuluh di dalam kambium. Hal ini diduga terjadi

    karena Tricho-kompos yang diberikan telah terdekomposisi dengan sempurna.

    Ismanto (1988) menyatakan, bahwa proses dekomposisi bahan organik yang

    sempurna dapat memacu pertumbuhan semai sebagai akibat adanya panas yang

    dikeluarkan selama proses dekomposisi bahan organik yang bersangkutan.

    Tricho-kompos terformulasi yang diberikan pada tanaman sangat membantu

    dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman salah satunya adalah pertambahan

    diameter semai. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 2.

    0

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    1 2 3 4 5 6 7 P e r t a m b a h a n D i a m e t e r

    ( c m

    )

    Minggu Ke-

    T0

    T1

    T2

    T3

    T4

    Gambar 2. Pertambahan diameter semai Shorea leprosula umur 11 bulan.

    Pada Gambar 2 perlakuan T 4 dengan dosis 100 g/polybag merupakan

    perlakuan terbaik yang memperlihatkan rerata pertambahan diameter semai yang

    paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sementara untuk hasil

    rerata pertambahan diameter semai yang terendah ditunjukkan pada perlakuan T 0.

    Hal ini sesuai dengan rerata pertambahan tinggi semai yang terbaik dan rerata

    pertambahan tinggi semai yang terendah yang dihasilkan (Tabel 2). Hal ini dapat

    terjadi karena, aktivitas penambahan tebal batang adalah aktivitas yang menyertai

    tinggi tanaman. Pertambahan diameter semai akan meningkat secara garis lurus

    dengan pertambahan tinggi semai, karena keduanya merupakan hasil dari aktivitas

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    27/58

    27

    penambahan unsur hara dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari media tumbuh

    (Yuniarti, 2006).

    4.4. Berat Kering Semai (g)

    Hasil pengamatan terhadap berat kering semai Shorea leprosula yang

    diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah dianalisis

    ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (Lampiran 3d). Hasil uji lanjut

    DMNRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Rerata berat kering semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah diberi perlakuan Tricho-kompos terformulasi

    Dosis Tricho-kompos terformulasi Berat Kering Tanaman (g)

    T4 (100 g/polybag) 5,49 a

    T2 (50 g/polybag) 3,86 b

    T3 (75 g/polybag) 3,44 b c

    T1 (25 g/polybag) 2,90 c d

    T0 ( kontrol) 2,55 d

    Angka-angka pada setiap baris pada kolom sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak samaadalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%.

    Pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa hasil terbaik rerata berat kering

    semai ditunjukkan pada perlakuan aplikasi Tricho-kompos terformulasi 100

    g/polybag (T 4). Aplikasi beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi mampu

    meningkatkan berat kering semai secara nyata. Hal ini dapat dikaitkan karena

    pemberian Tricho-kompos terformulasi juga dapat memperbaiki agregat gambut

    dan memperbaiki sifat fisik dan kimia gambut serta meningkatkan ketersedian

    unsur hara yang berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti

    akar. Bila perkembangan akar meningkat maka pertumbuhan organ tanaman yang

    lain akan berkembang dengan baik pula karena akar mampu menyerap unsur hara

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    28/58

    28

    yang dibutuhkan oleh tanaman. Perkembangan akar yang baik dan penyerapan

    unsur hara yang cukup menyebabkan pertumbuhan tajuk semai lebih baik dan

    akhirnya meningkatkan berat kering semai. Hal ini dapat terlihat dari

    pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tanaman lain yang menunjukkan

    hasil yang terbaik seperti tinggi semai (Tabel 2) dan diameter semai (Tabel 3).

    Berat kering semai berhubungan dengan pertumbuhan semai, semakin

    baik pertumbuhan semai maka berat kering semai yang dihasilkan akan semakin

    baik pula. Berat kering semai mencerminkan akumulasi senyawa organik dari

    hasil sintesis senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida. Guritno (1995)

    menambahkan, bahwa berat tanaman merupakan ukuran yang paling sering

    digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari laju pertumbuhan tanaman

    yang didasarkan atas penaksiran berat (biomassa) tanaman yang relatif mudah

    diukur dan merupakan integrasi dari semua peristiwa sebelumnya yang telah

    dialami oleh tanaman. Berat kering total dapat dijadikan indikator efisiensi proses

    pertumbuhan tanaman dan merupakan perwujudan hasil fotosintesis.

    Karbohidrat sederhana yang dihasilkan dari fotosintesis setelah melalui

    proses metabolisme diubah menjadi lipida, asam nukleat, protein dan molekul

    organik lain, dan digunakan untuk pembentukan bagian vegetatif, seperti daun,

    akar, batang, jaringan dan organ lain. Berat kering total yang tinggi menunjukansuplai karbohidrat yang tinggi pula. Berat kering total juga sangat erat kaitannya

    dengan ketersediaan unsur hara yang cukup di dalam media tumbuh (Lakitan,

    1995). Tricho-kompos terformulasi membantu tanaman dalam menyerap unsur

    hara sehingga akan berdampak terhadap meningkatnya berat kering pada tanaman.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    29/58

    29

    Gardner et al (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dapat dilihat

    dengan penambahan berat berat kering tanaman.

    Berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi dan kemampuan

    tanaman dalam menyerap unsur hara. Semakin besar unsur hara yang dapat

    diserap oleh tanaman tentunya akan berdampak terhadap semakin baiknya

    pertumbuhan suatu tanaman. Hasil penelitian Sudarman (1995), menyatakan

    bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman sangat membutuhkan jumlah keberadaan

    unsur hara yang cukup sehingga berdampak pada hasil fotosintesis.

    Semakin besar hasil fotosintesis yang didapat akan semakin baik pula

    pertumbuhan suatu tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik akan meningkatkan

    berat kering pada tanaman. Semai yang memiliki pertumbuhan tinggi dan

    diameter yang baik, maka akan menghasilkan berat kering tanaman yang baik

    pula. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah akan menyebabkan lebih

    tersedianya unsur hara bagi tanaman. Hasil terbaik pertambahan tinggi dan

    diameter ditunjukkan pada perlakuan pemberian Tricho-kompos terformulasi

    dengan dosis 100 g/polybag (T 4) dan hasil terendah ditunjukkan pada perlakuan

    tanpa pemberian (T 0).

    4.5. Rasio Tajuk Akar

    Hasil pengamatan terhadap rasio tajuk akar semai Shorea leprosula yang

    diberi perlakuan beberapa dosis Tricho-kompos terformulasi setelah dianalisis

    ragam menunjukkan pengaruh tidak nyata (Lampiran 3e). Hasil uji lanjut

    DMNRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    30/58

    30

    Tabel 5. Rerata rasio tajuk akar semai Shorea leprosula umur 11 bulan setelah

    diberi perlakuan Tricho-kompos terformulasi

    Dosis Tricho-kompos terformulasiRasio Tajuk Akar

    T4 (100 g/polybag) 2,10 a

    T2 (50 g/polybag) 2,30 a

    T3 (75 g/polybag) 2,46 a

    T1 (25 g/polybag) 2,51 a

    T0 (0 g/polybag) 2,62 a

    Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5%menurut uji DNMRT

    Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa aplikasi beberapa dosis Tricho-kompos

    terformulasi berbeda tidak nyata pada semua perlakuan. Hal ini terjadi karena

    unsur hara yang tersedia diserap dan dimanfaatkan semai untuk pembentukan

    tajuk dan akar dalam rasio yang relatif sama dengan suplai hara yang berbeda.

    Selain itu, hal ini diduga karena dengan aplikasi beberapa dosis Tricho-kompos

    terformulasi meningkatkan unsur hara yang tersedia sehingga pertumbuhan akar

    baik yang diikuti pertumbuhan tajukpun akan meningkat. Jika berat akar menigkat

    maka berat tajuk juga akan meningkat. Peningkatan berat akar yang berbanding

    lurus dengan peningkatan berat tajuk pada semua perlakuan menyebabkan rasio

    tajuk akar berbeda tidak nyata.

    Namun demikian, aplikasi Tricho-kompos terformulasi dengan dosis 100

    g/polybag (T 4) memiliki nilai rasio tajuk akar yang cenderung lebih baik, yaitu

    2,10. Menurut Bunting dalam Widyastuti (2007) nilai ideal untuk rasio tajuk dan

    akar adalah 2-5. Rasio tajuk akar merupakan keseimbangan antara tajuk dan akar

    yang mencerminkan pertumbuhan tanaman yang baik dan seimbang dalam

    menyerap unsur hara dan air. Gardner (1991) menyatakan bahwa, perbandingan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    31/58

    31

    berat kering tajuk akar menunjukan bagaimana penyerapan air dan unsur hara oleh

    akar yang didistribusikan ke tajuk tanaman. Pada dasarnya pertumbuhan

    merupakan keseimbangan antara perolehan karbon pada fotosintesis dan

    pengeluarannya dalam respirasi.

    Hal ini juga dapat terjadi karena waktu penelitian yang hanya 7 (tujuh)

    minggu diduga sebagai penyebab belum mampunya Tricho-kompos terformulasi

    dalam memberikan keseimbangan terhadap rasio tajuk akar. Pada setiap perlakuan

    menunjukan hasil rasio tajuk akar yang tidak berbeda. Rasio tajuk akar merupakan

    salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan

    kemampuan dalam penyerapan unsur hara serta proses metabolisme yang terjadi

    pada tanaman. Pengertian dari rasio tajuk akar adalah pertumbuhan suatu bagian

    tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanaman lainnya, dimana berat tajuk

    meningkat secara linier mengikuti peningkatan berat akar (Gardner, 1991).

    Rasio tajuk akar dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap

    adanya kekeringan serta menunjukkan bagaimana penyerapan unsur hara oleh

    akar tanaman digunakan untuk fotosintesis yang hasilnya akan digunakan untuk

    pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik tajuk maupun akar.

    Keseimbangan antara tajuk dan akar mencerminkan pertumbuhan tanaman yang

    baik dan seimbang. Rasio tajuk akar bukan merupakan indikator yang baik untukmenentukan pertumbuhan suatu tanaman, karena selain banyak faktor yang

    mempengaruhi juga belum ada standar waktu penelitian untuk penentuan rasio

    tajuk akar yang baik (Banowati, 1986).

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    32/58

    32

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    1. Aplikasi Tricho-kompos terformulasi mampu meningkatkan kualitas semai

    Shorea leprosula pada medium gambut.

    2. Aplikasi Tricho-kompos terformulasi dengan dosis 100 g/polybag

    menunjukkan kualitas semai terbaik.

    5.2. Saran

    1. Untuk aplikasi di lapangan dengan tujuan mendapatkan kualitas semai

    terbaik dan pertumbuhan yang maksimal maka disarankan untuk dosis

    Tricho-kompos terformulasi yang diberikan adalah sebanyak 50

    g/polybag.

    2. Disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui waktu

    yang tepat dalam aplikasi Tricho-kompos terformulasi terhadap tanaman.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    33/58

    33

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, F., Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi Untuk Pertanian dan AspekLingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre(ICRAF). Bogor.

    Abdurachman. 2012. Tanaman Ulin Pada Umur 8,5 Tahun di ArboretumBalai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda . Balai BesarPenelitian Dipterokarpa. Samarinda.

    Badan Pusat Statistik Riau. 2012. Riau Dalam Angka . BPS. Pekanbaru.

    Banowati, L. 1986. Pengaruh Beberapa Jenis Kontainer dengan MediaTumbuh Gambut Terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangiumWild . Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Djafarudin. 1970. Pupuk dan Pemupukan. Faperta Unand. Padang.

    Fitter A.H., Hay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman . Gadjah MadaUniversity Press.

    Gardner, F. P., Pierce, R. B, Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tumbuhan

    Budidaya . Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

    Harman, G.E., J.R. Howell., A. Viterbo., I. Chet and M. Loripto. 2004.Trichoderma Species Opportunistic Avirulent Plant Symbioals . Naturereviews 2 (1) (PP 943-56).

    Hartatik, W., Subiksa., Dariah, A. 2012. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Gambut .Universitas Andalas. Padang.

    Hendromono. 2003. Kriteria Penilaian Mutu Benih dalam Wadah yang SiapTanam Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan . Buletin Penelitian danPengembangan Kehutanan. Volume 4 No. 1. Badan Penelitian danPengembangan Kehutanan. Bogor.

    Irwanto. 2006 . Hutan Tanaman Shorea smithi ana Prospektif, Sehat danLestari . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Ismail, N., Tenrirawe, A. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp.Sebagai Agens Pengendalian Hayati . Balai Pengkajian TeknologiPertanian (BPTP). Sulawesi Utara.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    34/58

    34

    Ismanto, S. D. 1988. Pembuatan Media Tumbuh Semai Acasia mangium Wild.dari Serbuk Gergaji . Laboratorium Bioindustri, Pusat Antar UniversitasBioteknologi IPB, Bogor.

    Kosasih, A, S. dan Haryati. 2006. Pengaruh Medium Sapih terhadapPertumbuhan Bibit Shorea Selenica BL. di Persemaian . JurnalPenelitian Hutan dan Konservasi Alam.Pusat Litbang Hutan danKonservasi Alam. Bogor.

    Kusuma, R. 2011. Identifikasi Senyawa Bioaktif pada Tumbuhan MerantiMerah ( Shorea smithiana Symington). Mulawarman Scientifie,Volume 10, Nomor 2. FMIPA Universitas Mulawarman, Samarinda.

    Kurniawan., Susanto. dan Muslim. 2012. Fakta Hutan dan Kebakaran Riau2002-2012 Informasi Atas Perubahan Hutan Rawa Gambut/ RawaGambut Riau, Sumatera-Indonesia . Artikel Jikalahari. Riau.Pekanbaru.

    Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis dalamPengendalian Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura .http://www.bbopt.litbang.deptan.go.id akses 21 Februari 2013.

    Lestari, D.W. 2010 . Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dariBerbagai Negara. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

    Noor, M., A. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala . Kasinus.Yogyakarta.

    H.S. Nur, et al . 2008. Pemanfaatan Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik yangPotensial untuk Dekomposisi Jerami Padi . Jurnal Tanah Tropika Vol.14 No. 1. Banjarmasin.

    Lakitan, B., 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja GrafindoPersada . Jakarta

    Pamoengkas, P., Prayogi, J.2009. Pertumbuhan Meranti Merah ( Shorealeprosula Miq) Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur(Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma,Kalimantan Tengah). Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 02 No. 01 April2011. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

    Panjaitan, S., Rusmana, Sukma, A.M. 2009. Pertumbuhan Tanaman MerantiMerah Penghasil Tengkawang ( Shorea Stenoptera Burck) Umur 12Bulan dengan Metode Rumpang Di Hutan Penelitian Kintap,Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Banjarbaru. Banjarmasin.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    35/58

    35

    Puspita, F., Manurung, G., Edwina, S., Adiwirman. 2012. PeningkatanProduktivitas Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat MelaluiTeknologi Biotrikom Berbasis Limbah Padat Kelapa Sawit diKabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Universitas Riau. Pekanbaru

    Puspita, F., A.T Maryani, dan Wahono,. 2011. Studi Formulasi TrichoazollaSebagai Biopestisida dan Biofertilizer pada Pembibitan KelapaSawit. Makalah Seminar Hasil Penelitian KKP3T Litbang DeptanJakarta.

    Pratama, N. 2006. Aplikasi Dregs dan Trichoderma sp. Terhadap Serapan N,P, K, Bibit Kelapa Sawit Pada medium Gambut di pembibitan Awal .Fakultas Pertanian.Universitas Riau.

    Priadjati, A., dan G.W. Tolkamp. 2002. Manual Persemaian Dipterocarpaceae .Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

    Salampak, 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkandengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar BesiTinggi . Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Santoso, B. 2006. Produktivitas dan Kualitas benih Jati Muna . ProsdingPertemuan Forum Komunikasi Jati V. Yogyakarta: Pusat Penelitian danPengembangan Hutan Tanaman. Balai Penelitian dan PengembanganKehutanan. Departemen Kehutanan.

    Satjapradja, O. 2006. Kajian Penggunaan Paclobutrazol terhadapPertumbuhan Semai Agathi s I . Jurnal Manajemen Hutan Tropika VolXXII No 1. Bogor.

    Schmidt FH., Ferguson JHA. 1951. Rainfall type based on wet and dry periodratio for Indonesia with Western New Gurinea . KementerianPerhubungan.

    Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman . GajahMada University Press, Yogyakarta.

    Sudarman. 1995. Pemanfaatan Limbah Sagu ( Metroxillon sagu ) denganKotoran Sapi Sebagai Media Tanam Pembibitan Kelapa Sawit(El aeis guinensis jacq.) . Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Bogor.Bogor.

    Suntoro. 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit, danKCI Pada Tanaman Kacang Tanah ( Ar achis hypogae . L.) pada OxicDystrudept di Jumapolo, Karanganyar . Habitat, 12 (3) 170-177.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    36/58

    36

    Sutedjo, M. M., Kartasapoetra, A.g dan Sastroadmodjo, R.D.S. 1991.Mikrobiologi tanah . Rinekta Cipta. Jakarta.

    Solechatun, Anggarwulan E., dan Mudayantini W. 2005. Pengaruh

    Ketersediaan Air terhadap Pertumbuhan dan Kandungan BahanAktif Saponin Tanaman Ginseng Jawa ( Talinum paniculatum Gaertn.). Jurnal Biofarmasi UNS. Surakarta.

    Syamsudin. 2012. Uji Beberapa Dosis Tricho-kompos untuk MengendalikanPenyakit Bercak Daun pada Pembibitan Awal Kelapa Sawit . SkiripsiAgroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru.

    Wahyunto, Sofyan R., Suparto, dan Subagyo H. 2004. Sebaran dan KandunganKarbon Lahan Gambut di Sumatera dan Kalimantan . Wetland

    International Indonesian Programme.

    Widyastuti, S. M. 2007. Peran Trichoderma spp. Dalam RevitalisasiKehutanan Di Indonesia . Gadjah Mada University Press

    Wijaya, M.M. 2006 . Pertumbuhan Tanaman Meranti dalam Sistem TebangPilih Tanam Jalur di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit SungaiSeruyan, Kalimantan Tengah . [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor.

    Yuniarti, N., Heryati, Y. 2006. Pengaruh Media Tanam dan FrekuensiPemupukan Kompos Terhadap Pertumbuhan dan Mutu BibitDamar ( Agathis loranthifolia Salisb.). Balai Penelitian danPengembangan Teknologi Perbenihan Bogor. Bogor.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    37/58

    37

    Lampiran 1. Bagan Percobaan di Lapangan Menurut Metode Rancangan

    Acak Lengkap (RAL).

    Y

    X Keterangan :

    TO, T1, T 2, T 3, T 4, : Perlakuan pemberian tricho-kompos terformulasi

    1,2,3,4... : Ulangan ke

    a, b, : Satuan unit percobaan

    X, Y, : Jarak antar polybag 15 cm

    T 3 1 a T 4 3 a TO 4 bT 2 3 aTO 1 b

    T 2 1 a

    T 1 4 b

    T 2 2 a

    T 1 4 a

    T 2 2 b

    T 3 3 b

    T 1 3 aT 3 3 aT 0 3 a

    T 3 2 a

    T 4 4 b

    T 2 4 b

    T 0 4 a

    T 2 4 a

    T 3 1 b T 0 2 b

    T 0 2 a

    T 4 1 a

    T 4 4 a

    T 4 2 a

    T 1 2 aT 3 4 bT 0 1 a

    T 3 2 bT 1 1 aT 4 2 b

    T 1 2 bT 4 3 bT 0 1 b

    T 2 3 a

    T 0 3 bT 2 1 bT 1 3 bT 4 1 bT 3 4 a

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    38/58

    38

    Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam semai Shorea leprosul a

    a. Persen Hidup Semai

    SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 4 0,00 0,00 0,00 ns 3,06

    Galat 15 0,00 0,00Total 20 200000

    KK : 0%

    b. Pertambahan Tinggi

    SK DB JK KT F tung F ta e Perlakuan 4 3,46 0,86 78,11* 3,06

    Galat 15 0,16 0,01

    Total 20 84,03KK : 4,98%

    c. Pertambahan Diameter

    SK DB JK KT F tung F ta e Perlakuan 4 0,03 0,00 59.68* 3,06

    Galat 15 0,00 1.353E-4Total 20 0,35

    KK : 9,18 %

    Setelah ditransformasi √ SK DB JK KT F tung F ta e

    Perlakuan 4 0,00 0,00 59.69* 3,06Galat 15 0,00 3.412E-5Total 20 0,09

    KK : 8,83 %

    d. Berat Kering Tanaman

    SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 4 21,06 5,26 34,42* 3,06

    Galat 15 2,29 0,15Total 20 290,17

    KK : 10,70%

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    39/58

    39

    Setelah ditransformasi √ SK DB JK KT F tung F ta e

    Perlakuan 4 2,09 0,52 37,15* 3,06Galat 15 0,21 0,01Total 20 181,06

    KK : 3,95%

    e. Rasio Tajuk Akar

    SK DB JK KT F hitung F tabel Perlakuan 4 0,66 0,16 0,63 ns 3,06

    Galat 15 3,88 0,25Total 20 119,94

    KK : 21,18%

    Setelah ditransformasi √ SK DB JK KT F tung F ta e

    Perlakuan 4 0,00 0,00 0,10 ns 3,06Galat 15 0,13 0,009Total 20 38,04

    KK : 6,89%

    Keterangan :SK : Sumber KeragamanDB : Derajat BebasJK : Jumlah KuadratKT : Kuadrat TengahKK : Koefisien Keragaman* : Berpengaruh Nyatans : Berpengaruh Tidak Nyata ( non signifikan )

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    40/58

    40

    Lampiran 3. Hasil Uji SPSS Antar Perlakuan Terhadap Pertumbuhan SemaiShorea leprosul a Umur 11 Bulan

    a. Persen hidup semai

    Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics Dependent Variable:persen_hidup_semai

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 1.0000E2 .00000 4T1 1.0000E2 .00000 4T2 1.0000E2 .00000 4T3 1.0000E2 .00000 4T4 1.0000E2 .00000 4

    Total 1.0000E2 .00000 20

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:persen_hidup_semai

    F df1 df2 Sig.

    . 4 15 .

    Tests the null hypothesis that the error variance of the

    dependent variable is equal across groups.a. Design: Intercept + perlakuan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    41/58

    41

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:persen_hidup_semai

    Source

    Type III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .000 a 4 .000 . .

    Intercept 200000.000 1 200000.000 . .

    Perlakuan .000 4 .000 . .

    Error .000 15 .000

    Total 200000.000 20

    Corrected Total .000 19

    a. R Squared = . (Adjusted R Squared = .)

    Perlakuan

    Dependent Variable:persen_hidup_semai

    perlakua

    n Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 100.000 .000 100.000 100.000

    T1 100.000 .000 100.000 100.000

    T2 100.000 .000 100.000 100.000

    T3 100.000 .000 100.000 100.000

    T4 100.000 .000 100.000 100.000

    b. Pertumbuhan tinggi semai

    Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    42/58

    42

    Dependent Variable:prtmbahan_tinggi

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 1.4750 .18484 4

    T1 1.5500 .12910 4

    T2 2.3000 .00000 4

    T3 2.1875 .04787 4

    T4 2.5125 .04787 4

    Total 2.0050 .43707 20

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:prtmbahan_tinggi

    F df1 df2 Sig.

    8.512 4 15 .001

    Tests the null hypothesis that the error varianceof the dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:prtmbahan_tinggi

    SourceType III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model 3.463 a 4 .866 78.118 .000

    Intercept 80.400 1 80.400 7.254E3 .000 perlakuan 3.463 4 .866 78.118 .000

    Error .166 15 .011

    Total 84.030 20

    Corrected Total 3.629 19

    a. R Squared = .954 (Adjusted R Squared = .942)

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    43/58

    43

    Perlakuan

    Dependent Variable:prtmbahan_tinggi

    perlakuan Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 1.475 .053 1.363 1.587

    T1 1.550 .053 1.438 1.662

    T2 2.300 .053 2.188 2.412

    T3 2.187 .053 2.075 2.300

    T4 2.512 .053 2.400 2.625

    prtmbahan_tinggi

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1 2 3

    T0 4 1.4750

    T1 4 1.5500

    T3 4 2.1875

    T2 4 2.3000

    T4 4 2.5125

    Sig. .330 .152 1.000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .011.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    44/58

    44

    c. Pertumbuhan diameter semai

    Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:pertambahan_diameter

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 .0775 .00500 4

    T1 .0875 .00957 4

    T2 .1450 .01291 4

    T3 .1350 .01291 4

    T4 .1875 .01500 4

    Total .1265 .04246 20

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:pertambahan_diameter

    F df1 df2 Sig.

    2.059 4 15 .137

    Tests the null hypothesis that the error variance of the

    dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    45/58

    45

    Dependent Variable:pertambahan_diameter

    Source

    Type III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .032 a 4 .008 59.685 .000

    Intercept .320 1 .320 2.371E3 .000

    Perlakuan .032 4 .008 59.685 .000

    Error .002 15 .000

    Total .354 20

    Corrected Total .034 19

    a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .925)

    Estimated Marginal Means

    Perlakuan

    Dependent Variable:pertambahan_diameter

    perlakuan Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 .078 .006 .065 .090

    T1 .088 .006 .075 .100

    T2 .145 .006 .133 .157

    T3 .135 .006 .123 .147

    T4 .188 .006 .175 .200

    pertambahan_diameter

    Duncan

    perlakua

    n N

    Subset

    1 2 3

    T0 4 .0775

    T1 4 .0875

    T3 4 .1350

    T2 4 .1450

    T4 4 .1875

    Sig. .242 .242 1.000

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    46/58

    46

    pertambahan_diameter

    Duncan

    perlakua

    n N

    Subset

    1 2 3

    T0 4 .0775

    T1 4 .0875

    T3 4 .1350

    T2 4 .1450

    T4 4 .1875

    Sig. .242 .242 1.000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .000.

    d. Pertumbuhan diameter setelah di transformasi √ Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 42 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:pertmbahan_diameter

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 .0412 .00287 4

    T1 .0468 .00479 4

    T2 .0752 .00690 4

    T3 .0708 .00727 4

    T4 .0968 .00624 4

    Total .0661 .02135 20

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    47/58

    47

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:pertmbahan_diameter

    F df1 df2 Sig.

    1.088 4 15 .398

    Tests the null hypothesis that the error varianceof the dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:pertmbahan_diameter

    SourceType III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .008 a 4 .002 59.698 .000

    Intercept .088 1 .088 2.565E3 .000

    Perlakuan .008 4 .002 59.698 .000

    Error .001 15 3.412E-5

    Total .096 20

    Corrected Total .009 19

    a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .925)

    Perlakuan

    Dependent Variable:pertmbahan_diameter

    perlakuan Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 .041 .003 .035 .047

    T1 .047 .003 .041 .053

    T2 .075 .003 .069 .081

    T3 .071 .003 .065 .077

    T4 .097 .003 .091 .103

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    48/58

    48

    pertmbahan_diameter

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1 2 3

    T0 4 .0412

    T1 4 .0468

    T3 4 .0708

    T2 4 .0752

    T4 4 .0968

    Sig. .203 .293 1.000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 3.41E-005.

    e. Berat kering tanaman

    Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:Berat_kering_tanaman

    perlaku

    an Mean Std. Deviation N

    T0 2.5500 .12675 4

    T1 2.9050 .18285 4

    T2 3.8650 .61560 4

    T3 3.4450 .44583 4

    T4 5.4975 .37098 4

    Total 3.6525 1.10883 20

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    49/58

    49

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:Berat_kering_tanaman

    F df1 df2 Sig.

    2.857 4 15 .061

    Tests the null hypothesis that the error variance of the

    dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Perlakuan

    Dependent Variable:Berat_kering_tanaman

    perlaku

    an Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 2.550 .196 2.133 2.967

    T1 2.905 .196 2.488 3.322

    T2 3.865 .196 3.448 4.282

    T3 3.445 .196 3.028 3.862

    T4 5.498 .196 5.081 5.914

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:Berat_kering_tanaman

    Source

    Type III Sum of

    Squares df Mean Square F Sig.

    Corrected Model 21.066 a 4 5.266 34.428 .000

    Intercept 266.815 1 266.815 1.744E3 .000

    perlakuan 21.066 4 5.267 34.428 .000

    Error 2.295 15 .153

    Total 290.176 20

    Corrected Total 23.361 19

    a. R Squared = .902 (Adjusted R Squared = .876)

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    50/58

    50

    Berat_kering_tanaman

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1 2 3 4

    T0 4 2.5500

    T1 4 2.9050 2.9050

    T3 4 3.4450 3.4450

    T2 4 3.8650

    T4 4 5.4975

    Sig. .219 .070 .150 1.000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

    Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .153.

    f. Berat kering tanaman setelah ditransformasi √ Between-Subjects Factors

    Value Label N perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:brat_kering_tanaman

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 2.6235 .04093 4

    T1 2.7578 .07467 4

    T2 3.0698 .17645 4

    T3 2.9350 .14985 4

    T4 3.5620 .09890 4

    Total 2.9896 .34877 20

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    51/58

    51

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:brat_kering_tanaman

    F df1 df2 Sig.

    2.548 4 15 .083

    Tests the null hypothesis that the error varianceof the dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:brat_kering_tanaman

    SourceType III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model 2.099 a 4 .525 37.159 .000

    Intercept 178.754 1 178.754 1.266E4 .000

    Perlakuan 2.099 4 .525 37.159 .000

    Error .212 15 .014

    Total 181.065 20

    Corrected Total 2.311 19

    a. R Squared = .908 (Adjusted R Squared = .884)

    Perlakuan

    Dependent Variable:brat_kering_tanaman

    perlakuan Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 2.624 .059 2.497 2.750

    T1 2.758 .059 2.631 2.884T2 3.070 .059 2.943 3.196

    T3 2.935 .059 2.808 3.062

    T4 3.562 .059 3.435 3.689

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    52/58

    52

    brat_kering_tanaman

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1 2 3 4

    T0 4 2.6235

    T1 4 2.7578 2.7578

    T3 4 2.9350 2.9350

    T2 4 3.0698

    T4 4 3.5620

    Sig. .131 .052 .130 1.000

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = .014.

    g. Rasio tajuk akar

    Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 4

    2 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar

    perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 2.6225 .47759 4

    T1 2.5175 .90926 4

    T2 2.3075 .43554 4

    T3 2.4625 .17328 4

    T4 2.1000 .14697 4

    Total 2.4020 .48944 20

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    53/58

    53

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar

    F df1 df2 Sig.

    2.367 4 15 .099

    Tests the null hypothesis that the error variance of the

    dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar

    Source

    Type III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .663 a 4 .166 .639 .642

    Intercept 115.392 1 115.392 445.128 .000

    Perlakuan .663 4 .166 .639 .642

    Error 3.888 15 .259

    Total 119.944 20

    Corrected Total 4.552 19

    a. R Squared = .146 (Adjusted R Squared = -.082)

    Perlakuan

    Dependent Variable:Rasio_Tajuk_akar

    perlakua

    n Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 2.622 .255 2.080 3.165

    T1 2.518 .255 1.975 3.060

    T2 2.308 .255 1.765 2.850

    T3 2.463 .255 1.920 3.005

    T4 2.100 .255 1.557 2.643

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    54/58

    54

    Rasio_Tajuk_akar

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1

    T4 4 2.1000

    T2 4 2.3075

    T3 4 2.4625

    T1 4 2.5175

    T0 4 2.6225

    Sig. .208

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

    Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .259.

    h. Rasio tajuk /akar setelah ditransformasi √ Between-Subjects Factors

    Value Label N

    perlakuan 1 T0 42 T1 4

    3 T2 4

    4 T3 4

    5 T4 4

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:rasio_tajuk_akar perlakuan Mean Std. Deviation N

    T0 1.3775 .08202 4

    T1 1.3708 .15042 4

    T2 1.3705 .11664 4

    T3 1.4022 .03241 4

    T4 1.3620 .04019 4

    Total 1.3766 .08604 20

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    55/58

    55

    Levene's Test of Equality of Error Variances a

    Dependent Variable:rasio_tajuk_akar

    F df1 df2 Sig.

    1.603 4 15 .225

    Tests the null hypothesis that the error varianceof the dependent variable is equal across groups.

    a. Design: Intercept + perlakuan

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable:rasio_tajuk_akar

    SourceType III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .004 a 4 .001 .103 .980

    Intercept 37.901 1 37.901 4.154E3 .000

    Perlakuan .004 4 .001 .103 .980

    Error .137 15 .009

    Total 38.041 20

    Corrected Total .141 19

    a. R Squared = .027 (Adjusted R Squared = -.233)

    Perlakuan

    Dependent Variable:rasio_tajuk_akar

    perlakuan Mean Std. Error

    95% Confidence Interval

    Lower Bound Upper Bound

    T0 1.378 .048 1.276 1.479

    T1 1.371 .048 1.269 1.473

    T2 1.370 .048 1.269 1.472

    T3 1.402 .048 1.300 1.504

    T4 1.362 .048 1.260 1.464

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    56/58

    56

    rasio_tajuk_akar

    Duncan

    perlakuan N

    Subset

    1

    T4 4 1.3620

    T2 4 1.3705

    T1 4 1.3708

    T0 4 1.3775

    T3 4 1.4022

    Sig. .597

    Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = .009.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    57/58

    57

    Lampiran 4. Cara Pembuatan Tricho-kompos Terformulasi

    1. Jerami padi sebanyak 5 kg yang akan dikomposkan dipotong-potong

    sepanjang lebih kurang 2,5 cm.

    2. Jerami padi yang telah dipotong dimasukkan ke dalam bak pengomposan,

    tumpukan dibagi 4 bagian.

    3. Lapisan satu ditabur campuran faeces segar sapi, urea, TSP, kapur, dan starter

    Trichoderma pseudokoningii .

    4. Jerami padi disususn di atas campuran tersebut setebal 25 cm lalu disiram

    dengan air sampai lembab.

    5. Untuk lapisan kedua ditaburkan lagi campurarn faeces segar sapi, urea, TSP,

    kapur pertanian, dan starter Trichoderma pseudokoningii di atas jerami padi

    secara merata, kemudian ditambahkan lagi lapisan jerami padi setebal 25 cm

    dan disiram sampai lembab. Untuk lapisan ketiga dan keempat pengerjaannya

    sama seperti lapisan pertama dan kedua sehingga terbentuk tumpukan dengan

    susunan empat lapisan Trichoderma pseudokoningii .

    6. Selama proses pengomposan kadar air dipertahankan sekitar 60% dengan

    melakukan penyiraman empat kali.

    7. Untuk perbaikan aerase dilakukan pembalikan setiap seminggu sekali.

    8. Dua minggu sebelum pemanenan ditambahkan zeolit sesuai dengan

    perbandingan yang ditetapkan.

  • 8/19/2019 Skiripsiku (AMBOSA HIDAYAT, S. Hut)

    58/58

    58

    Lampiran 5. Foto-Foto Semai Shor ea leprosul a yang Diteliti Pada

    Saat Akhir Penelitian

    Gambar 3. Semai Shorea leprosula dalam polybag. T 0 = 0g/polybag, T 1 = 25 g/polybag, T 2 = 50 g/polybag, T 3 = 75g/polybag, T 4 = 100 g/polybag

    Gambar 4. Semai Shorea leprosula setelah dicabut dan dibersihkandari polybag. T 0 = 0 g/polybag, T 1 = 25 g/polybag, T 2 = 50

    T 4 T 3 T 1 T 2 T 0

    T 0 T 1 T 2 T 3 T 4