responsi neurogenic bladder aries r.h
TRANSCRIPT
RESPONSINeurogenic Bladder
Widya Waskito, S. Ked (072011101027)Aries Rahman Hakim, S. Ked
(082011101017)
Pembimbing:dr. Usman G Rangkuti, Sp. S
NEUROFISIOLOGI• Serabut aferen
– Serabut aferen berasal dr buli-buli dan uretra
ketika kandung kemih mulai terisi urin (stretch reseptor) rangsang saraf
diteruskan N. pelvicus ke corda spinalis S2-S4 lalu ke pusat saraf
subkortikal ( ganglia basal dan serebelum) dan pusat kortikal (lobus
frontal) melalui traktus spinothalamicus
• Serabut eferen
– Simpatis (korda spinalis T11-L2 dibawa N. hipogastrik menuju buli-buli
dan uretra)
• Adrenergic-alfa kontraksi leher kandung kemih dan uretra
• Adrenergik-beta relaksasi kandung kemih
(berperan dalam proses pengisian)
– Parasimpatis (berasal dari S2-S4 yang dibawa N.
eregentes)
• Menyebabkan kontraksi otot detrusor kandung kemih
• Relaksasi sfingter uretra internus
(berperan dalam proses pengosongan)
• Saraf somatik
– Berasal dari S2-S4 dibawa oleh N. pudendus
– Mengakibatkan kontraksi otot panggul, membuka dan
menutup otot sfingter uretra eksternus sesuai kemauan
DEFINISI
• Neurogenic Bladder adalah hilangnya fungsi
kandung kemih yang normal akibat
kerusakan pada sebagian sistem sarafnya.
ETIOLOGIDisorders of the central nervous system:
TumorMultiple sklerosisParkinson diseaseCedera medula spinalisStroke recoveryCacat bawaan medula spinalis
Damage or disorders of the nerveKonsumsi alkohol beratDiabetesKerusakan saraf karena pembedahan/operasiKerusakan saraf karena herniasi
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sesuai dengan letak gangguan saraf yang terjadi.Lesi otakLesi medula spinalisCedera sakral
Lesi otakLesi otak di atas pons merusak pusat kontrol
keseluruhan
Mengakibatkan :
Ketidakmampuan mengendalikan eksresi (spastic /
overactive kandung kemih)
Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atau
terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah.
Biasanya, orang dengan masalah ini berlari cepat ke
kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka
mencapai tujuan.
Mereka mungkin sering terbangun di malam hari
untuk berkemih.
Lesi antara pusat miksi pons dan sakral medula spinalis
Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:Kandung kemih yang hiperrefleksi
Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan menimbulkan suatu keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari volume kandung kencing.
Disinergia detrusor-sfingter (DDS)Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi detrusor. Pada keadaan DDS, terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk berelaksasi akan menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi yang kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas.
Urine dapat keluar dari kandung kencing hanya bila kontraksi detrusor berlangsung lebih lama dari kontraksi sfingter sehingga aliran urine terputus-putus
Kontraksi detrusor yang lemah
Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga
pengosongan kandung kencing yang terjadi tidak sempurna.
Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia akan
menimbulkan peningkatan volume residu paska miksi.
Peningkatan volume residu paska miksi
Volume residu paska miksi yang banyak pada keadaan kandung
kencing yang hiperrefleksi menyebabkan diperlukannya sedikit
volume tambahan untuk terjadinya kontraksi kandung kencing.
Penderita mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah
yang sedikit.
Cedera sakral • Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang
keluar dari sakrum dapat mengakibatkan masalah
pengosongan kandung kemih (parasimpatis S2-4).
– Jika terjadi sensory neurogenik bladder, pasien tidak akan
tahu kapan kandung kemihnya penuh.
– Pada kasus motor neuriogenik bladder, inidividu mungkin
merasakan kandung kemih penuh, namun otot detrusor
tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.
GEJALA• Overactive bladder
– Having to urinate too often in small amounts– Problems emptying all the urine from the
bladder– Loss of bladder control
• Underactive bladder– Bladder becomes too full and you may leak urine– Problems starting to urinate or emptying all the
urine from the bladder– Unable to tell when the bladder is full– Urinary retention
DIAGNOSIS
• Anamnesis• Pemeriksaan fisik• Pemeriksaan penunjang
– Urinalisis, kultur urin, sitologi urin– USG– Pemeriksaan urodinamik– Pemeriksaan residu urine
PENATALAKSANAAN
Gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan cara:•Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal•Kompresi eksternal dan penekanan abdomen•Pemasangan kateter
Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor (overactive bladder):Latihan otot dasar panggul, bladder training, habit trainingAnti-cholinergic (Oksibutinin, Tolterodin, Propantheline bromide, Hyoscamin)Agonis alpha-adrenergic (pseudoefedrin, fenilpropanolamin)Kateter
Tindakan Operatif
COMPLETE SPINAL TRANSECTION
DEFINISI
• Adanya lesi transversal pada medula
spinalis sehingga menimbulkan
kerusakan total secara mendadak
• Keadaan ini akan memunculkan 3 gangguan,
yaitu:
– Semua gerak voluntar pada bagian tubuh yang
terletak di bawah lesi akan hilang fungsinya secara
mendadak dan menetap
– Semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang
– Semua fungsi reflektorik pada semua segmen di
bawah lesi akan hilang (renjatan spinal / spinal
shock)
SPINAL SHOCK
Berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan (3-6
minggu), anak-anak kurang dari 1 minggu
1)Syok spinal/arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik (-), otot flaksid,
refleks (-), paralisis atonik VU dan kolon, atonia gaster,
hipestesia, hilangnya tonus vasomotor, keringat,
piloereksi serta fungsi seksual. Kulit kering, pucat,
dapat timbul ulkus pada daerah yg mendapat
penekanan tulang. Sfingter VU dan anus kontraksi, tp
otot detrusor dalam keadaan atonik. Dilatasi pasif usus
besar, retensio alvi, ileus paralitik, refleks genitalia (-)
2) Aktivitas refleks yang meningkat
Setelah beberapa minggu, respon refleks thd rangsang
mulai timbul, awalnya lemah lalu makin kuat. Tanda
Babinski (+), fleksi tripel (+) (gerak menghindar dari
rangsang dengan mengadakan fleksi pd sendi
pergelangan kaki, sendi lutut, sendi pangkal paha)
Setelah beberapa bulan, refleks menghindar meningkat.
Klasifikasi derajat kerusakan MS
Grade Tipe Gangguan
A Complete Tdk ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5
B Incomplete Fungsi sensorik msh baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5
C Incomplete Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik utama msh punya kekuatan < 3
D Incomplete Fungsi motorik terganggu dibawah level , otot-otot motorik utama punya kekuatan > 3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
Motorik Menghilang di bawah lesi
Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Menghilang di bawah lesi
Sering (+)
Propioseptif (joint position, vibrasi)
Menghilang di bawah lesi
Sering (+)
Sacral Sparing (-) (+)
Rontgen Vertebra Sering dgn fraktur, luksasi & listhesis
Sering normal
MRI (Ramon, 1997; penelitian thdp 55 pasien, 28 komplet & 27 inkomplet)
Hemoragi (54%), kompresi (25%), kontusi (11%)
Edema (62%), kontusi (26%), normal (15%)
Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet
PEMERIKSAAN
• Foto polos vertebra sesuai lesi AP/Lateral
• CT-Scan/MRI• Pungsi lumbal• Mielografi
TATALAKSANA
• PRINSIP– Segera imobilisasi dan diagnosis
dini– Stabilisasi daerah tulang yang
mengalami trauma– Pencegahan progresivitas
gangguan medspin– Rehabilitasi dini
Penanganan trauma medula spinalis
• Airway : menjaga jalan nafas tetap lapang
• Breathing : mengatasi gangguan pernafasan bila
perlu dpt dilakukan intubasi endotrakeal atau
pemasangan alat bantu nafas supaya oksigenasi
adekuat
• Circulation : memperhatikan tanda2 hipotensi
• Pasang foley catheter utk monitor hasil urine dan
cegah retensi urine
• Pasang NGT (hati-hati pada cedera servikal) utk
dekompresi lambung pada distensi dan nutrisi enteral
Penanganan trauma medula spinalis
Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna
vertebralis :
•Servikal : pasang kerah fiksasi leher atau collar
•Torakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)
•Lumbal : lakukan fiksasi dgn korset lumbal
• Pemeriksaan radiologi diawali dengan foto polos
servikal, kemudian dapat dilakukan CT Scan / MRI.
• Pemberian steroid untuk mengurangi edema
medula spinalis
Bila cedera terjadi sebelum 8 jam, metil
prednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena
bolus perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit
kemudian infus 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam.
• Untuk mengobati edema medulla spinalis dapt
diberikan manitol 20% bolus 0,25-1,0 gr/kgBB.
• Pada lesi medulla spinalis setinggi servikal dan
torakal dapat terjadi vasodilatasi perifer akibat
terputusnya intermediolateral kolumna medulla
spinalis. Akibatnya terjadi hipotensi. Ini dapat
diatasi dengan pemberian simpatomimetik
agents, seperti dopamine atau dobutamin.
• Jika terjadi gangguan pernapasan pada cedera
servikal, merupakan indikasi perawatan di ICU.
• Profilaksis ulkus peptikum diperlukan karena
insidens ulcer stress sampai 29% tanpa
profilaksis. Dapat diberikan H2 reseptor
antagonis atau antasid.
• Tonus kandung kemih mungkin menghilang
pada pasien cedera spinal oleh karena syok
spinal. Pada pasien ini digunakan kateter Foley
untuk mengeluarkan urin dan memantau fungsi
ginjal.
• Indikasi operasi pada cedera medulla spinalis adalah :
– Perburukan progresif karena retropulsi tulang
diskus atau hematoma epidural
– Untuk restorasi dan realignment kolumna
vertebralis
– Dekompresi struktur saraf untuk penyembuhan
– Vertebra yang tidak stabil
• Rehabilitasi
Kompresi Medula Spinalis
Pendahuluan
• Dalam keadaan normal medula spinalis dilindungi oleh kolumna spinalis, adanya penyakit tertentu menyebabkan penekanan dan mengganggu fungsi normalnya
• Gawat darurat neurologi• Prognosis bergantung cepat/lambatnya
pengobatan
Etiologi• Kompresi epidural
– Tumor metastasis– Trauma– Limfoma– Mieloma multipel– Abses/hematoma epidural
• Kompresi intradural– Meningioma, Neurofibroma
• Ekspansi intrameduler– Glioma, Ependimoma, Malformasi AV
Gejala Klinis
• Nyeri punggung
• Parestesia tungkai (kesemutan)
• Perubahan pola kencing (lebih sering/jarang)
• Kelemahan anggota gerak
• Konstipasi
• Reflek fisiologis ↓ dan reflek patologis sering tidak
ditemukan
Pemeriksaan penunjang
• Foto polos vertebra
– Subluksasi/kolaps vertebra
– Erosi tulang sekunder (tumor)
– Kalsifikasi (meningioma)
• MRI
• CT-mielografi
Penatalaksanaan
• Operasi
• Radioterapi
• Kortikosteroid
Spondilitis TB
• Pott’s disease
• Adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal
yang mengenai satu atau lebih tulang
belakang
• Lokasi :
– Vertebra thorakal bawah (40-50%)
– Vertebra lumbal (35-45%)
– Vertebra servikal (10%)
Definisi
• Infeksi sekunder Mycobacterium
tuberculosis
• Virulensi kuman vs ketahanan tubuh host
Patogenesis
• Anamnesis
– Onset biasanya beberapa bulan-tahun
– Kelemahan umum, nafsu makan ↓, BB ↓, keringat
malam hari, demam.
– Nyeri tulang belakang
– Riwayat batuk lama
– Defisit neurologis
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik
– Deformitas tulang belakang
– Abses teraba massa berfluktuasi dan kulit
diatasnya teraba sedikit hangat (cold abcess)
– Perkusi halus di atas proc. spinosus vertebra yang
terkena tenderness
Diagnosis
• Pemeriksaan penunjang– LED ↑
– Tuberkulin test (+)
– Aspirasi pus paravertebral: BTA (+)
– Foto tulang belakang :
•destruksi corpus vertebra anterior
•kolaps corpus vertebra
Diagnosis
• Pemeriksaan penunjang– CT-scan
•Gambaran tulang lebih detail, destruksi tulang dan
kolaps disk
•Mendeteksi lesi awal, gambaran bentuk dan kalsifikasi
abses jaringan lunak
– MRI
•Menunjukkan perluasan penyakit pada jaringan lunak
•Paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural
Diagnosis
• Infeksi piogenik (staphylococcal/suppurative
spondylitis)
• Tumor/keganasan
Diagnosis Banding
• Konservatif
– Medikamentosa
• Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari
• INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari
• Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari
• Piridoksin 25 mg/kgBB
– Imobilisasi
• Operatif
Terapi
Hernia Nukleus Pulposus
(HNP)
DEFINISI
• Keluarnya nucleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus keluar ke
belakang/dorsal menekan medulla spinalis
atau mengarah ke dorsolateral menekan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
PATOFISIOLOGI
Herniasi dapat diakibatkan proses degeneratif atau trauma
Sering terjadi pada daerah lumbal karena lig. longitudinalis
posterior pada daerah ini sangat lemah namun kuat pada
bagian tengah, hal ini mengakibatkan protrusi discus
cenderung terjadi ke arah posterolateral dan menekan radiks
saraf
Peregangan pada lig. longitudinalis posterior mengakibatkan
nyeri punggung bawah
Penekanan pada radiks saraf menimbulkan rasa nyeri
radikuler, gangguan sensorik atau motorik, yang sesuai
dengan distribusi segmen saraf yang terkena.
GEJALA KLINISNyeri pinggang bawah, mendadak dan hebat, dapat
didahului atau tanpa didahului trauma
Bersifat radikuler (menjalar)
Nyeri bertambah hebat saat pasien membungkuk, batuk,
mengejan atau mengangkat benda berat
Biasanya nyeri berkurang dengan berbaring pada sisi yang
sehat serta posisi fleksi pada tungkai yang sakit
Dapat terjadi gangguan sensorik dan motorik sesuai dengan
segmen saraf yang terkena
Jika terjadi kompresi pada cauda equina dapat terjadi
paraparese dan gangguan miksi/defekasi
Gaya berjalan khas: membungkuk dan miring ke sisi tungkai
yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki
yang berjingkat
DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan neurologi
– Laseque dan Kernig test, pemeriksaan motorik,
sensorik, refleks
• Penunjang
– Darah lengkap
– X-ray lumbo-sakral (AP/Lat)
– CT-Scan/MRI
– EMG, kaudografi, LP
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis dari herniasi diskus lateral dapat
dilakukan dengan CT scan bila :
– Fokus protrusi dari batas diskus lateral dari
foramen intervertebralis
– Displacement lemak dalam foramen intervertebral
– Tidak ada deformitas kantong dural
– Pada beberapa kasus, masa jaringan lunak lateral
dari foramen intervertebral
Gold standard untuk melihat herniasi diskus adalah MRI
Radik
SarafNyeri
Defisit
sensorikDefisit motorik Defisit reflek
L2Paha Medial
AnteriorPaha atas
Kelemahan quadricep
ringan, fleksi
panggul, adduksi
paha
Penyusutan ringan
suprapatella
L3Paha lateral
anteriorPaha bawah
Kelemahan quadricep,
ekstensi lutut,
adduksi paha
Patella atau
suprapatella
L4
Paha
Posterolat
eral,
anterior
tibia
Kaki medialEkstensi pedis dan
lututPatella
L5 Dorsum pedis Dorsum pedisDorsofleksi dari pedis
dan tumitHamstrings
S1-2 Lateral pedis Lateral pedisPlantar fleksi dari pedis
dan tumitAchiles
S3-5 Perineum Saddle Sphincter Bulbocavernosus; anal
TATA LAKSANA
• Pemberian obat NSAID, analgesik atau diazepam
• Tidak melakukan gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan keluhan
• Tirah baring (dengan alas keras)• Fisioterapi : kompres panas/dingin, korset
lumbal, fleksi lumbal
• Tirah baring adalah 2-7 hari• NSAID ibuprofen 800 mg/8 jam • Tramadol 50 mg/4-6 jam• Pasien dengan nyeri yang lebih berat
hydrocodone-acetaminophen 5mg/500 mg setiap 4-6 jam
• Terapi fisik• Kegagalan terapi konservatif injeksi
steroid epidural
• Operasi
Dilakukan bila:
– Dengan terapi di atas (3-4 minggu) tidak memberikan
hasil
– Terdapat defisit neurologi
– Terdapat gangguan miksi/defekasi (penekanan cauda
equina)
• Injeksi trigger point dengan lidokain (Xylocaine)
1% sebanyak 1-2 ml tanpa epinephrine
• Indikasi untuk pembedahan termasuk :
– Sindroma cauda equine
– Penurunan neurologis progresif
– Midline disk protusion dg gejala kompresi cauda equina
Kompresi akar saraf kelumpuhan ototdrop foot
• Mikrodisektomi
• Dekompresi sentral
• Laminektomi
Diagnosis Banding
• Hyperostosis skeletal difus idiopatik
• Tumor spinal seperti chondroma vertebra