rayap
TRANSCRIPT
PENGENDALIAN RAYAP TANAH PADA TANAMAN KAYU PUTIH DENGAN EKSTRAK SEREH WANGI
A Preventive Measure Against Subterranean Termite Attack on Cajuput by Extract of Lemongrass
Teguh Hardi TW 1) dan Riko Kurniawan 2)
1) Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 2) Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa
ABSTRACT
An experiment was conducted to prevent the attack of subterranean termite (Macotermes gilvus) on cajuput plantation at RPH Campaka, BKPH Sadang, KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat working area. The trial was carried out using natural insecticide of lemongrass (Cymbopogon nardus) it consisted of 4 concentrations: 0% /control, 0.5%, 1% and 2%. Insecticide application by spraying at around of tree with canopy wide by Completely Randomized Design (CRD). The experiment has shown a good result for concentration 2%. As the foraging of termite is greatly influenced by air humidity, it is suggested that the first weeding should be conducted after leaf harvesting to elimination of undergrowth. This will decrease the air humidity within the forest and consequently will develop unfavourable condition for the termite’s growth. Keywords: Concentration, lemongrass, Subterranean termite.
ABSTRAK
Suatu percobaan pengendaliaan rayap tanah Macrotermes gilvus pada tanaman kayu putih telah dilaksanakan di RPH Campaka, BKPH Sadang, KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Percobaan pengendalian rayap tanah menggunakan aplikasi insektisida nabati dari ekstrak daun sereh wang yang terdiri dari 4 konsentrasi, yaitu: 0%/kontrol, 0,5%, 1%, dan 2% dengan rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukan bahwa aplikasi insektisida dengan konsentrasi 2% menunjukan hasil yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol. Aktivitas rayap tanah sangat berhubungan dengan kelembaban udara, untuk itu disarankan melakukan pembersihan gulma di sekitar tanaman setelah pemanenan daun karena kegiatan ini dapat menurunkan kelembaban udara sehingga dapat mengurangi perkembangan rayap tanah. Kata Kunci: Konsentrasi, sereh wangi, rayap tanah.
1
I. PENDAHULUAN
Salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup potensial adalah minyak
atsiri. Minyak atsiri adalah minyak yang diperoleh dari hasil penyulingan, pemerasan,
dan ekstraksi dari bagian pohon (daun, ranting, akar, kulit, getah, dan bunga) yang
mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai aroma yang khas
(Sumadiwangsa, 1973). Salah satu minyak atsiri yang banyak digunakan di Indonesia dan
dikelola oleh Perum Perhutani adalah minyak kayu putih. Minyak kayu putih dihasilkan
dari hasil penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn) yang banyak
digunakan dalam industri obat-obatan (Soepandi, 1953), bahkan akhir-akhir ini kayunya
telah digunakan juga sebagai bahan pembuatan papan kertas (hard board) di Australia
(Howarth, 1965).
Kendala budidaya kayu putih di lapangan adalah adanya serangan hama. Hama
utama tanaman yang menyerang kayu putih adalah hama rayap tanah, yang menyebabkan
kerusakan akar dan batang, bahkan dapat mematikan stump dan anakan kayu putih yang
baru ditanam. Salah satu areal pertanaman kayu putih yang diserang rayap tanah adalah
di lokasi Purwakarta, lebih lanjut dilaporkan oleh Natawiria, dkk (1973) bahwa rayap
tanah banyak menyerang tanaman kayu putih muda yang mengakibatkan kematian
tanaman mencapai 50%.
Untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh hama rayap tanah telah
dilakukan tindakan pengendalian dengan berbagai cara, antara lain secara kimiawi dan
secara hayati. Pengendalian secara kimiawi yaitu usaha pengendalian dengan
menggunakan bahan kimia (insektisida), misalnya dengan menggunakan insektisida
heptachlor, chlordane dan HCS (Natawiria, 1973). Cara ini dipandang kurang
menguntungkan karena selain biayanya mahal, pemakaian insektisida kimia/sintetis juga
dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti keracunan pada hewan dan
manusia, dan pencemaran air.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari sarana
pengendalian alternatif yang dapat mengendalikan hama secara efektif tetapi ramah
lingkungan. Salah satu alternatif yang punya prospek baik untuk mengendalikan rayap
tanah yang menyerang kayu putih adalah dengan insektisida nabati. Insektisida nabati
adalah insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman. Tanaman sereh wangi
2
(Cymbopogon nardus) merupakan salah satu jenis tumbuhan penghasil insektisida nabati
yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan populasi hama (Kardinan, 1992).
Bagian daun serai wangi banyak mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa
sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metal heptenon, dan diptena. Bahan
aktif yang mengandung zat beracun adalah geraniol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi ekstrak serai wangi
terhadap rayap tanah yang menyerang tanaman kayu putih.
II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yaitu dari bulan November sampai
Desember 2007 di Petak 52a RPH Campaka, BKPH Sadang, KPH Cikampek
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Iklim tempat penelitian dapat digolongkan
ke dalam iklim tipe B (Schmidt dan Ferguson, 1951) dimana curah hujan rata-rata
dalam setahun adalah 1891 mm dan rata-rata dalam setahun ada 3,5 bulan kering
dan 7,4 bulan basah . Sedang suhu rata-rata perhari pada bulan November sampai
Desember 2007 mencapai 34,750 C
2. Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan meliputi: ekstrak serai wangi, tanaman kayu putih umur 6
tahun dengan tinggi pangkasan 1,5 meter, air secukupnya, dan bahan pelarut
(tipol). Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi: Label pohon, semprotan
tangan, ember, sarung tangan, gelas ukur, gayung, thermohygrometer, dan sabun
cuci.
3. Metode Pengumpulan Data
Tahapan kegiatan penelitian meliputi:
a. Proses pembuatan ekstrak serai wangi.
- Daun serai wangi diiris kecil-kecil
- Dijemur 4-7 hari hingga kadar air mencapai 10%
- Digiling
- Diekstrak dengan methanol selama 2 jam
3
- Didiamkan selama 24 jam
- Disaring hingga berbentuk filtrat
- Diuapkan dengan rotavator
- Ekstrasi kental
b. Perlakuan pada tanaman kayu putih
Perlakuan ekstrak serai wangi dengan jalan penyiraman di sekitar perakaran
tanaman kayu putih selebar tajuk dengan konsentrasi sebagai berikut:
A = konsentrasi 0% (control)
B = konsentrasi 0,5%
C = konsentrasi 1%
D = konsentrasi 2%
Tiap perlakuan menggunakan 5 buah pohon dan masing-masing perlakuan
diulang sebaganyak 5 kali, sehingga jumlah tanaman kayu putih yang
dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 pohon
4. Parameter yang diamati
- Aktivitas serangan rayap
- Intensitas serangan rayap tanah setelah aplikasi insektisida
- Pengamatan dilakukan setiap minggu selama satu bulan
Untuk membantu pengamatan tingkat kerusakan tanaman digunakan kriteria
sebagai berikut (Winaryati, 1984):
Klasifikasi serangan
Nilai (Skor)
Tanda-tanda kerusakan
A (sehat) 0 (0%) - pertumbuhan pohon baik - tidak ada gejala serangan rayap berupa lorong
B (ringan) 1 (33,3%) - pertumbuhan pohon baik - terdapat lorong rayap 1-5 lorong
C (sedang) 2 (66,7%) - terdapat banyak lorong > 5 lorong
D (berat) 3 (100%) - pertumbuhan pohon merana - pohon mati
5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan
dan 5 ulangan, dengan model rancangan:
Yij = µ +Ai +Bj + εij
4
Dimana:
Yij = hasil pengamatan pada ulangan ke-i dari perlakuan ke-j
i = 1, 2, 3, 4, 5
j = 1, 2, 3, 4
µ = efek dari nilai tengah
Ai = efek dari ulangan ke-i
Bj = efek dari perlakuan pada taraf ke-j
εij = efek dari error pada ulangan ke-i dari perlakuan ke-j
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktivitas Serangan Rayap
Rayap tanah Macrotermes gilvus (Famili Termitidae) bersarang dalam tanah
terutama dekat dengan sumber makanan yang mengandung selulose. Rayap ini
dapat menyerang tanaman baik yang hidup maupun yang mati sampai jarak 200
meter dari sarangnya (Tarumingkeng, 1971). Dalam koloni rayap yang terdiri
beberapa kasta, kasta pekerjalah yang paling bertanggung jawab terhadap
kerusakan tanaman karena populasinya mencapai 80% dari selurung anggota
koloni. Rayap muda yang baru ditetaskan dari telur belum memiliki protozoa
yang diperlukan untuk mencerna selulose. Protozoa ini berguna untuk
mencernakan selulosa yang telah dimakan.
Untuk menuju tanaman sasaran, maka rayap membuat terowongan-terowongan
kembara, yaitu jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat sarang yang hanya dapat
dilalui sekaligus oleh sekitar 3-4 ekor rayap. Untuk mengenali tanaman target
maka rayap pekerja mengeluarkan feromon penanda jejak dan mendeteksi
makanan. Kemampuan mendeteksi dimungkinkan karena mereka dapat menerima
dan mennafsirkan setiap bau esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang
tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh di antenna.
Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada
didepan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang
keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen),
5
yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi ini
sangat erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu
mendeteksi obyek makanannya.
B. Intensitas Serangan Rayap Tanah Setelah Aplikasi Insektisida
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan diperoleh data hasil
persentase serangan rayap tanah pada tanaman kayu putih seperti terlihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata persentase serangan rayap tanah pada tanaman kayu putih selama satu bulan.
Minggu setelah aplikasi (msa) Perlakuan
1 2 3 4 A (konsentrasi 0%) 39,98 46,66 46,66 53,34
B (konsentrasi 0,5%) 6,66 13,32 26,66 26,66 C (konsentrasi 1%) 0 6,66 13,32 19,98 D (konsentrasi 2%) 0 0 0 6,66
Dari Tabel 3 terlihat bahwa aplikasi insektisida ekstrak serai wangi dengan
konsentrasi 0,5% serangan rayap yang terjadi dimulai pada minggu pertama
pengamatan dan terus meningkat pada minggu berikutnya. Pada pengamatan
minggu keempat persentase serangan rayap telah mencapai 26,66%. Sedangkan
pada konsentrasi 1%, serangan rayap terjadi mulai pada minggu kedua dan terus
meningkat hingga mencapai 19,98% pada minggu keempat. Pada konsentrasi 2%
terjadi serangan rayap tetapi persentase serangannya hanya sebesar 6,66%.
Aplikasi insektisida ekstrak serai wangi bekerja sebagai racun kontak dan
kandungan bahan aktif berupa geraniol dan citronella yang diduga menyebabkan
kematian rayap. Sesuai pendapat Kardinan (1992) yang menyatakan bahwa
pestisida nabati sereh wangi tidak membunuh rayap secara cepat, tetapi
berpengaruh mengurangi nafsu makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses
ganti kulit, hambatan menjadi serangga dewasa, sebagai pemandul, serta mudah
diabsorsi oleh tanaman. Daun sereh wangi mengandung geraniol dan citronella
yang pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan sebagai anti feedant,
6
sehingga rayap tidak bergairah memakan tanaman, sedangkan pada konsentrasi
rendah bersifat sebagai racun perut yang bias mengakibatkan rayap mati.
Rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas
permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan
insektisida. Bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar
kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan insektisida ke
dalam tubuh rayap. Disamping itu kematian rayap diperberat oleh sifat yang
nekropagi (memakan bangkai sesamanya) dan kanibalisme (memakan anggota
yang lemah atau sakit), padahal rayap yang mati atau dalam keadaan lemah
tersebut dapat diakibatkan karena terkena racun insektisida, sehingga rayap yang
memakan sesamanya tersebut akan mati. (Tarumingkeng, 1971).
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ekstrak serai wangi terhadap
serangan rayap tanah pada tanaman kayu putih, dilakukan uji sidik ragam dengan
hasil terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis sidik ragam persentase serangan rayap tanah pada tanaman kayu putih yang merupakan transformasi arc sin √x.
Sumber
Keragaman Db JK KT FHit
Perlakuan 3 4211,095 1403,698 6,674**Galat 12 2523,856 210,321 Total 15 7047,487
Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1%.
Dari tabel di atas terlihat bahwa perlakuan dengan konsentrasi 2%
insektisida berpengaruh sangat nyata dalam mempengaruhi persentase serangan
rayap, sedangkan banyaknya ulangan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Dengan adanya pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk
melihat pengaruh perlakuan konsentrasi yang dibandingkan dengan kontrol (Tabel
5).
7
Tabel 5. Hasil uji Dunnet rata-rata persentase serangan rayap.
d Konsentrasi Perbandingan dengan kontrol
Beda mutlak (Yi – Yj) 0,05 0,01
Hasil
B (0,5%) 43,05 – 19,81 23,24 24,94 33,10 Tidak nyata
C (1,0%) 43,05 – 14,17 28,88 24,94 33,10 Nyata
D (2,0%) 43,05 – 3,36 39,69 24,94 33,10 Sangat nyata
Dari Tabel 5 terlihat bahwa aplikasi insektisida nabati serai wangi dengan
konsentrasi 0,5% jika dibandingkan dengan control tidak berbeda nyata, aplikasi
dengan konsentrasi 1% berbeda nyata dan konsentrasi 2% berbeda sangat nyata.
Dari data tersebut menunjukan bahwa aplikasi insentisida ekstrak serai wangi
dengan konsentrasi 1% dan 2% telah memberikan hasil yang cukup baik
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian aplikasi ekstrak serai wangi terhadap
serangan hama rayap tanah dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Aplikasi insektisida ekstrak serai wangi dengan konsentrasi 1% dan 2% dapat
menekan instensitas serangan rayap tanah Macrotermes gilvus.
2. Perlakuan aplikasi insentisida ekstrak serai wangi dengan konsentrasi 2%
memberikan hasil yang paling efektif dalam menurunkan intensitas serangan
rayap tanah.
Saran:
Ekstrak serai wangi dengan konsentrasi 2% sangat efektif untuk
mengendalikan intensitas serangan rayap tanah, tetapi karena sifatnya yang
mudah terurai sehingga disarankan aplikasinya dapat dilaksanakan minimal setiap
minggu sampai koloni rayap hilang (Kardinan, 1992).
8
DAFTAR PUSTAKA
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Howarth, G.F. 1965. Bushfire in Australia. CSIRO Division of Forest Research.
AGPS Cambera. 359 p. Kardinan, Agus. 1992. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penerbit PT.
Penebar Swadaya, Bogor. Ketaren, A. 1985. Penyulingan Tanaman Kayu Putih Dengan Cara Konvensional
dan Modern. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (Tidak diterbitkan).
Natawiria, D.; S.E. Intari dan H. Sidabutar 1973. Percobaan Pencegahan
Serangan Rayap Macrotermes gilvus Pada Tanaman Kayu Putih di Cikampek. Laporan Lembaga Penelitian Hutan No. 173. Bogor.
________, D. 1973. Percobaan Pencegahan Serangan Rayap pada Tegakan Pinus
merkusii. Laporan No. 176. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Santoso, H.B. 1992. Serai Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta. Schmid, F.H. dan J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry
period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No. 42. Direktorat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Soepandi, Achmad. 1953. Penyulingan Minyak Kayu Putih dengan Metode
Pendinginan . Laporan No. 32. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Sumadiwangsa, S. 1973. Teknik Pengelolaan dan Kualitas Minyak Kayu Putih.
Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. No. 67. Bogor. _______________ dan T. Silitonga. 1977. Penyulingan Minyak Kayu Putih.
Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. No. 433. Bogor. Tarumingkeng, Rudy. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu di
Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. No. 133. Bogor. Wimaryati, T. 1984. Basic Principles of Crop Protection Field Trials. Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor (Tidak dipublikasikan).
9