polip antrokoana dan sinusitis maxilaris
TRANSCRIPT
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 1/42
1
BAB I
KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 18 tahun
Alamat : Jakarta Utara
No. RM : 169120
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2012
1.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama :
Pasien datang ke Poli THT RSIJ Sukapura karena merasa hidung tersumbat
sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik THT RS Islam Sukapura karena merasa hidung
tersumbat sejak 1 tahun yang lalu, yang dirasakan terus menerus. Pasien
merasa bahwa kedua hidung pasien tersumbat namun lebih berat ke lubang
hidung sebelah kanan. Yang juga disertai dengan rasa sulit bernapas dan nyeri
kepala sebelah, jika pasien mengalami kesulitan bernapas, pasien akan
bernapas melalui mulut. .Keluhan disertai dengan pilek terus menerus walau
dengan pengobatan rutin, dengan sekret bervariasi, mulai dengan sekret
bening encer, sampai dengan berwarna kuning kehijauan. Terkadang pilek
menghilang, namun hanya untuk beberapa saat, setelah pengobatan, dan
kemudian timbul kembali. Biasanya keluhan pilek diikuti dengan keluhan
batuk berdahak, namun batuk yang timbul tidak terus menerus, setelah diobati
keluhan batuk akan hilang, namun keluhan pilek belum menghilang. Keluhan
mimisan sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, dan sering berulang sampai
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 2/42
2
2 bulan setelah keluhan mimisan dirasakan, satu bulan setelah keluhan
mimisan sering dirasakan pasien pernah keluar dari hidung berupa gumpalan
darah yang berwarna merah gelap, berselaput dan menjuntai kurang lebih satu
jengkal, pasien mengatakan gumpalan berselaput ini keluar dengan sendirinya
ketika pasien sedang duduk, setelah kejadian ini pasien mengatakan tidak
pernah mimisan lagi. Pasien juga merasakan suaranya menjadi parau sejak 1
tahun yang lalu, yang semakin lama semakin memberat. Nyeri kepala sebelah
sering dirasakan pasien, yang juga disertai nyeri pada bagian dahi dan tulang
pipi sebelah kanan. Pasien memiliki riwayat batuk-pilek berulang Keluhan
demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan, telinga berdengung, penurunan
fungsi pendengaran, gangguan keseimbangan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat DM di sangkal, Hipertensi di sangkal, asthma (+) pada nenek,
riwayat alergi dingin dan alergi makanan (+) pada ayah dan ibu.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi makanan (+) alergi pada makanan kerang darat, reaksi yang
muncul berupa biduran. Riwayat alergi debu dan dingin disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah beberapa kali berobat untuk keluhan pilek berulang danmimisan, awalnya pasien berobat ke klinik dokter umum untuk keluhan batuk
pileknya, pasien berobat sampai 3 kali dengan rentang waktu masing-masing
satu minggu, keluhan batuk dirasakan menghilang namun keluhan pilek tidak
menghilang dan dirasakan terus menerus, pasien tidak berobat lagi sampai
pada akhirnya paisen berobat ke poli THT RSIJ Sukapura karena dirasakan
keluhan pilek dan hidung tersumbat bertambah parah.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 3/42
3
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (+) sejak duduk dibangku sekolah menengah, satu hari bisa
menghabiskan satu bungkus rokok. Riwayat mengkonsumsi alcohol dan obat-
obatan terlarang disangkal.
Setelah lulus SMA pasien bekerja di pabrik garmen bagian mengepak barang,
tempat kerja pasien dekat dengan ruangan tempat pemotongan kain,
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak diukur
Pernafasan : 20 x/ menit
Nadi : 84 x/menit
Suhu : Afebris
Status Lokalis
Telinga
Bagian Kelainan Auris
Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital
Radang
Tumor Trauma
Nyeri tekan
-
-
--
-
-
-
--
-
Aurikula Kelainan kongenital
Radang
Tumor
Trauma
Nyeri tarik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 4/42
4
Retroaurikula Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Radang
Tumor
Sikatriks
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Canalis Acustikus
Externa
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
Kloting
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Cholesteatoma
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Membrana Timpani Intak
Reflek cahaya
+
+
+
+
Fungsi Pendengaran
Aurikula Dextra Aurikula Sinistra
Tes Rinne Rinne positif Rinne positif
Tes Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 5/42
5
Hidung
Bentuk : normonasi
Cavum nasi : lapang (-/-), perdarahan mengalir (-/-), blood
clotting (-/-), polip (+/-) grade III
Mukosa : Hiperemis (-/-)
Concha : concha inferior eutrofi (-/-)
Septum : Septum deviasi (-)
Sinus paranasal : nyeri tekan pada: pangkal hidung (-), pipi (+), dahi
(-), tidak terlihat pembengkakan pada daerah muka
Tenggorokan :
Mukosa : Hiperemis (-/-), Granul (-/-)
Uvula : Deviasi (-/-)
Tonsil : T1 – T1, Hiperemis (-), kripta melebar (-/-), detritus
(-/-)
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nasoendoskopi
Nasoendoskopi Koana Nasalis Dextra Koana Nasalis Sinistra
Koana Nasalis Lapang Lapang
Konka Inferior Eutrofi Eutrofi
Konka Media Eutrofi Eutrofi
KOM Polip (+) hingga koana Terbuka
Nasofaring Massa (+)
Kesan : Polip Antrokoana
Gambaran Nasoendoskopi menunjukkan adanya polip
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 6/42
6
Gambaran Nasoendoskopi menunjukkan adanya polip
Laboratorium
Tanggal : 30 November 2012
Pembekuan
- Masa perdarahan : 3 ’00” menit 1-3
- Masa Pembekuan: 4 ’30” menit 2-6
Kimia klinik
- SGOT : 24 U/L 0-37
- SGPT : 15 U/L 0-40
Faal Ginjal
- Ureum :25 mg%- Kreatinin : 1.0 mg%
Hematologi
- LED : 21 mm/jam
- Hb : 15,7 gr/dL
- Ht : 47,0 %
- Trombosit : 205 ribu/mm3
- Leukosit :9.300/mm3
- Basofil : 0%
- Eosinofil : 1%
- Batang : 3%
- N. Segmen : 63%
- Limfosit : 29%
- Monosit : 3%
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 7/42
7
Pemeriksaan Ro. Thorax:
Kesan: Coran Pulmo dalam batas normal
Pemeriksaan CT. Scan:
Dilakukan CT Scan Nasopharynx dengan potongan axial dan coronal. Slice 5 mm
dengan kontras
- Torus tubarius & tuba Eustachii & recessus pterygoideus lateralis
Rosenmulleri kanan & kiri baik
- Tampak lesi hipodens didaerah choana yang enhance perifer dengan
diameter +/- 4 x 3 cm
- M. Pterygoideus medial & lateralis kanan & kiri baik
- Pharapharyngeal space baik
- Glandula Parotis kanan dan kiri baik
- Tak tampak pembesaran kelenjarsubmandibulla dan kelenjar jugularis
- Basis crania baik tak tampak destruksi
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 8/42
8
- Tampak perselubungan sinus sinus maxilaris kanan-kiri (kista retensi)
- Tulang-tulang vertebrae baik
Kesan : Polip choana
Perselubungan sinus maxilaris bilateral (kista retensi)
1.5 RESUME
Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 18 tahun dengan
keluhan hidung tersumbat sejak 1 tahun yang lalu, dirasa lebih berat pada
hidung sebelah kanan. Terdapat rasa sulit bernapas dan nyeri kepala sebelah,
nyeri pada bagian dahi dan tulang pipi sebelah kanan, suara menjadi parau dan
pilek yang terus menerus. Keluhan mimisan sudah dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu, dan sering berulang sampai 2 bulan setelah keluhan mimisan
dirasakan, pasien pernah keluar dari hidung berupa gumpalan darah yang
berwarna merah gelap, berselaput dan menjuntai kurang lebih satu jengkal,
setelah kejadian ini tidak pernah mimisan lagi. Pasien memiliki riwayat batuk-
pilek berulang. Riwayat asthma (+) pada nenek, riwayat alergi dingin dan
alergi makanan (+) pada ayah dan ibu. Riwayat alergi makanan (+). Riwayat
pengobatan berulang batuk pilek. Riwayat merokok (+). Pasien bekerja di
pabrik garmen bagian mengepak barang, tempat kerja pasien dekat dengan
ruangan tempat pemotongan kain,
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada choana nasalis dextra tampak
adanya massa polip derajat III dan didapatkan nyeri tekan pada maxilla dextra.
Dari pemeriksaaa CT-Scan didapatkan kesan polip choana dan adanya
perselubungan sinus maxilaris bilateral (kista retensi).
1.6 DIAGNOSIS
Polip Antrokoana dextra
Sinusitis Maxilaris Dextra
1.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Antibiotik : Cefixim 2 x 1 tab
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 9/42
9
Dekongestan : Aldisa 2 x 1 tab
Avamist 1 x 1 puff
Kortikosteroid : Methyl Prednisolon 2 x 4 tab ( tapering off)
Non-Medikamentosa
- Polipektomi
- Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
Laporan Pembedahan
- Pasien telentang di meja operasi dalam anastesi umum
- Dilakukan asepsis dan antisepsis pada lapang operasi
- Dilakukan Nasoendoskopi, terlihat polip dengan tangkai pada
antrokoana sinus maxilaris meluas hingga ke koana nasalis deztra
- Dilakukan Polipektomi, perdarahan dirawat
- Dilakukan unsinektomi
- Dilakukan antrostomi sinus maxilaris, antrum sinus maxilaris
diperbesar
- Dilakukan evaluasi tampak mukosa sinus maxilaris polipoid,
perdarahan dirawat
- Operasi selesai
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 10/42
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI HIDUNG
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke
bawah:
Pangkal hidung (bridge)
Dorsum nasi
Puncak hidung
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)1
Gambar 1 : Anatomi Hidung Luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars
transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan
nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os
frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut
dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang
dibatasi oleh :
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris
mayor dan kartilago alaris minor
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 11/42
11
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior
menjadi fleksibel.
Gambar 2: Kerangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung
Perdarahan :
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.
Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 12/42
12
Gambar 3 : Vaskularisasi Hidung
Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua
ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).
Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial
anterior dan fossa kranial media.Batas – batas kavum nasi :
Posterior : Berhubungan dengan nasofaring
Atap : Os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale,
korpus sfenoidale dan sebagian os vomer
Lantai : Merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 13/42
13
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini
lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini
dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : Septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua
ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks
nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan
dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang
terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : Dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os
lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan
os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari
tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang
terpisah.2 Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus
sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang
konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.
Gambar 4 : Konka nasalis
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 14/42
14
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale
anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai
pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus
yaitu N. Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian
menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
Gambar 5 : Persarafan Hidung
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 15/42
15
mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan
selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket ) pada
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai
daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan
benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret
terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan
silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret
kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior
dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu dan tidak bersilia ( pseudostratified columnar non ciliated epithelium).
Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel
reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
2.2 SINUS PARANASAL
Gambar 10. Sinus Paranasal
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi
hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 16/42
16
Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior
dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus
sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung
melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu
celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus
frontalis dan ethmoid anterior.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang
bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran
jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum
terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus
sfenoid.
a. Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Sinus ini
sudah ada sejak lahir dan mencapa ukuran maksimum (+ 15 ml) pada saat
dewasa. Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla
adalah:
1. Dasar sinus maksilaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M2
2. Ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasarnya
Sinus maksilaris (antrum of highmore) adalah sinus yang
pertama berkembang. Struktur ini pada umumnya berisi cairan pada
kelahiran. Pertumbuhan dari sinus ini adalah bifasik dengan pertumbuhan
selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun.Sepanjang pneumatisasi kemudianmenyebar ke tempat yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil
tempat mereka. Pneumatisasinya dapat sangat luas sampaiakar gigi hanya
satu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang mencakup mereka.
Sinus maksilaris orang dewasa berbentuk piramida dan mempunyai
volume kira-kira 15 ml (34 x 33 x 23 mm). dasar dari piramida adalah
dinding nasal dengan puncak yang menunjuk ke arah processus zigomatikum.
Dinding anterior mempunyai foramen intraorbital yang berada pada bagian
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 17/42
17
midsuperior dimana nervus intraorbital berjalan di atas atap sinus dan keluar
melalui foramen ini. Bagian tertipis dari dinding anterior adalah sedikit diatas
fossa canina. Atap dibentuk oleh dasar orbita dan ditranseksi oleh
n.infraorbita. dinding posterior tidak bisa ditandai. Di belakang dari dinding
ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan a.maksilaris interna, ganglion
sfenopalatina dan saluran vidian, n.palatina mayor dan foramen rotundum.
Dasar dari sinus bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9
tahun dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar
dari sinus secara umum samadengan dasar nasal. Dasar sinus berlanjut
menjadi pneumatisasi sinus maksilaris. Oleh karena itu berhubungan dengan
penyakit gigi di sekitar gigi rahang atas, yaitu premolar dan molar.
Cabang dari a. maksilaris interna mendarahi sinus ini. Termasuk
infraorbita, cabang a. sfenopalatina, a. palatina mayor, v. aksilaris dan v.
jugularis system duralsinus. Sedangkan persarafan sinus maksila oleh cabang
dari n.V.2 yaitu n. palatina mayor dan cabang dari n. infraorbita.
Ostium sinus maksilaris terletak di bagian superior dari dinding
medial sinus. Intranasal biasanya terletak pada pertengahan posterior
infundibulum etmoid, atau disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Ukuran
ostium ini rata-rata 2,4 mm tapi dapat bervariasi. 88% dari ostium sinus
maksilaris bersembunyi di belakang processus uncinatus sehingga tidak bisa
dilihat secara endoskopi.
b. Sinus Ethmoidalis
Sinus etmoid adalah struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru
dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti
oleh sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai usia 12 tahun.Sel ini tidak dapat dilihat dengan sinar x sampai usia 1 tahun. Septa yang ada
secara berangsur-angsur menipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia.
Sel etmoid bervariasi dan sering ditemukan di atas orbita, sfenoid lateral, ke
atap maksila dan sebelah anterior diatas sinus frontal. Peyebaran sel etmoid
ke konka disebut konka bullosa.
Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x
27 x 14mm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi sel multipel
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 18/42
18
oleh sekat yang tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang
penting. Sebelah anterior posterior agak miring (15°). 2/3 anterior tebal dan
kuat dibentuk oleh os frontal dan foveola etmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi
sebelah lateral dan sebelahmedial agak miring ke bawah ke arah lamina
kribiformis. Perbedaan berat antara atapmedial dan lateral bervariasi antara
15-17 mm. sel etmoid posterior berbatasandengan sinus sfenoid.
Sinus etmoid mendapat aliran darah dari a.karotis eksterna dan interna
dimana a.sfenopalatina dan a.oftalmika mendarahi sinus dan pembuluh
venanya mengikuti arterinya. Sinus etmoid dipersarafi oleh n V.1 dan V.2, n
V.1 mensarafi bagiansuperior sedangkan sebelah inferior oleh n V.2.
Persarafan parasimpatis melaluin.vidianus, sedangkan persarafan simpatis
melalui ganglion servikal. Sel di bagian anterior menuju lamela basal.
Pengalirannya ke meatus mediamelalui infundibulum etmoid. Sel yang
posterior bermuara ke meatus superior dan berbatasan dengan sinus sfenoid.
Sel bagian posterior umumnya lebih sedikit dalam jumlah namun lebih besar
dalam ukuran dibandingkan dengan sel bagian anterior. Bula etmoid terletak
diatas infundibulum dan permukaan lateral inferiornya, dan tepi superior
prosesus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan sel etmoid
anterior yang terbesar. Infundibulum etmoid perkembanganya mendahului
sinus.
Dinding anterior dibentuk oleh prosesus uncinatus, dinding medial
dibentuk oleh prosesus frontalis os maksila dan lamina papyracea.
c. Sinus Frontalis
Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan ke atas dari
sebagian besar sel-sel etmoid anterior. Os frontal masih merupakan membran pada saatkelahiran dan mulai mengeras sekitar usia 2 tahun. Perkembangan
sinus mulai usia 5tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun.
Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus
frontalis sangat bervariasi tetapi secara umum ada dua sinus yang terbentuk
seperti corong. Dinding posterior sinus yang memisahkan sinus frontalis dari
fosa kranium anterior lebih tipis dan dasar sinus ini juga berfungsi sebagai
bagian dari atap rongga mata.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 19/42
19
Sinus frontalis mendapatkan perdarahan dari a.oftalmika melalui
a.supraorbitadan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui v.oftalmica
superior menuju sinuskavernosus dan melalui vena-vena kecil di dalam
dinding posterior yang mengalir kesinus dural. Sinus frontalis dipersarafi oleh
cabang n V.1. secara khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang supraorbita
dan supratrochlear.
d. Sinus Sfenoidalis
Sinus sfenoidalis sangat unik karena tidak terbentuk dari kantong
ronggahidung. Sinus ini dibentuk dalam kapsul rongga hidung dari hidung
janin. Tidak berkembang sampai usia 3 tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi
telah mencapai sela turcica. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18
tahun.
Usia belasan tahun, sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan
volume 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus
frontalis, sangat bervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral yang
terletak posterosuperior dari rongga hidung. Dinding sinus sphenoid
bervariasi ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar sinus paling tipis
(1-1,5 mm). Dinding yang lain lebih tebal. Letak dari sinus oleh karena
hubungan anatominya tergantung dengan tingkat pneumatisasi. Ostium sinus
sfenoidalis bermuara ke recessus sfenoetmoidalis. Ukurannya sangat kecil
(0,5 -4 mm) dan letaknya 10 mm di atas dasar sinus.
Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan
bagian lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena
melalui v.maksilaris ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid
dipersarafi oleh cabang n V.1 danV.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina
mempersarafi dasar sinus.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 20/42
20
2.3 POLIP NASI
2.3.1 DEFINISI
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga
hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Kebanyakan polip berwarna
putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat
berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram
dan lebih kenyal (polip fibrosa). Berdasarkan jenis sel peradangannya,
polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan polip tipe
neutrofilik. Polip eosinofilik merupakan polip yang penyebabnya adalah
karena reaksi alergi. Pada pemeriksaan polip tampak berwarna lebih
hiperemis, lebih edemaa karen mengandung banyak cairan, dan biasanya
bilateral. Sedangkan polip neutrofilik merupakan polip yang penyebabnya
adalah karena infeksi kronik hidung. Pada pemeriksaan polip tampak
berwarna lebih putih dan biasanya terdapat pada sisi hidung yang
mengalami infeksi.
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya
multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering
tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut
polip koanal.
2.3.2 ETIOLOGI
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasal ialah adanya
rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang
mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan
polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan
bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan
bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 21/42
21
permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun
ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.
Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh
darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak
– anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik
fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain:
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka.
2.3.3 PATOFISIOLOGI
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang
kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan
terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein,
terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
bertubulensi, terutama didaerah yang sempit di kompleks osteomeatal.Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium
oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk
polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 22/42
22
yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka
waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama
polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah
polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi
karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami
oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi
terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena
tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun.
Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media
2.3.4 GEJALA KLINIS
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa
sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama
semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan
gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal,
maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri
kepala dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah
bersin dan iritasi di hidung.Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan
dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid).
Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :
Polip :
Bertangkai
Mudah digerakkan
Konsistensi lunak
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 23/42
23
Tidak nyeri bila ditekan
Tidak mudah berdarah
Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak
mengecil.
2.3.5 DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa
tersumbat dari yang ringan sampai yang berat, rinore mulai yang jernih
samapai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-
bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit poada kepala bagian
frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin disertai post nasal drip
dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas
melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan penurunan
kualitas hidup.
Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa
batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan
asma.
Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma,
intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi
makanan.
Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung
luar sehingga hidung tampak mekar karena pelbaran batang hidung.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah
digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997):
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius,
tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 24/42
24
Stadium 3 : Polip yang masif, memenuhi seluruh
rongga hidung
Pemeriksaan Penunjang
Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan asngat
membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2
kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell,
dan lateral) dapat memperlihatkan penebalam mukosa dan adanya
batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada
kasus polip. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung
dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi,
polip, atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
2.3.6 DIAGNOSIS BANDING
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri –
cirinya sebagai berikut : Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk
membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 25/42
25
pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati
pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena
bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan
darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan
penyakit jantung lainnya.
2.3.7 PENATALAKSANAAN
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid:
a. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10
hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off ).
b. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau
prednisolon 0,5 cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
c. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan
obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai
lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini
sangat kecil, sehingga lebih aman.
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghi-
langkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi, dan mencegah rekurensi
polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
juga polipektomi-medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik.
Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap
pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa
atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapatdilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau
cunam dengan analgesi lokal, ethmiodektomi intranasal atau ethmoidek-
tomi ekstranasal untuk polip ethmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus
maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat
dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional)
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 26/42
26
2.3.8 PROGNOSIS
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu
pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi.
Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak
dengan alergen penyebab dan eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau
tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung
kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang
berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan
cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila
pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
2.3.9 KOMPLIKASI
- Sinusitis
- Kelainan bentuk hidung
- Obstructive sleep syndrome
Komplikasi operasi :
- SSP – Meningitis, perdarahan intrakranial, absesotak, hernisasi
otak.
- Mata – Kebutaan, trauma nervus opticus, orbital hematoma,
trauma otot-otot mata bisa menyebabkan diplopia, trauma yang
mengenai duktus nasolakrimalis dapat menyebabkan epiphora
- Perdarahan
- Kematian
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 27/42
27
2.4 SINUSITIS
2.4.1 DEFINISI
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus
paranasalis disebut pansinusitis.
2.4.2 ETIOLOGI
Sinusitis dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus
group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram
negatif, Pseudomonas.
2. Virus
Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob
Fusobakteria
4. Jamur
2.4.3 PATOFISIOLOGI
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding
hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada
ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus.
Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisanmukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang
diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat
baik untuk berkembangnya bakteri patogen.
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal mening-
katkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang mengun-
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 28/42
28
tungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen
juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit.
Pada dasarnya, faktor-faktor lokal yang memunkinkan penyem-
buhan mukosa sinus yang terinfeksi adalah drainase dan ventilasi yang
baik. Jika faktor anatomi atau faal menyebabkan kegagalan drainase dan
ventilasi sinus serta patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosilier di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan transudasi. Kondisi ini bisa dianggap sebagai
rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan, bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupaka media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Keadaan
ini disebut rinosinusitis akut bakterial.
Sinusitis kronis adalah sinusitis yang berlangsung selama beberapa
bulan atau tahun. Terjadi perubahan patologik membran mukosa berupa
infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskuler dan deskuamasi epitel
permukaan yang semuanya reversibel.
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia
yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen. Kegagalan pengobatan sinusitis
akut atau berulang secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel
permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan
mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi bakteri.
Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan oleh perubahan struktur
ostium sinus atau oleh lesi dalam rongga hidung seperti hipertrofi adenoid,
tumor hidung dan nasofaring dan suatu septum deviasi.
2.4.4 FAKTOR PREDISPOSISI
Telah diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf hormonal
dan emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung dan sinus. Secara
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 29/42
29
umum sinusitis kronis lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.
Defisiensi gizi, daya tahan tubuh dan penyakit sistemik umum dapat pula
dipertimbangkan.
Faktor-faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembaban dan
kekeringan, polutan seperti asap rokok dapat menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia. Paparan terhadap infeksi seperti common cold
yang berulang juga dapat menjadi predisposisi.
Faktor lokal yakni adanya obstruksi mekanis seperti deviasi
septum, corpus alienum, polip, tumor dan hipertrofi konka yang akan
menyebabkan gangguan terhadap drainase sinus. Faktor infeksi seperti
rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium
sinus serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman, selain itu predisposisi lain yang paling sering
berkaitan dengan rhinitis alergi adalah polip nasal yang merupakan
komplikasi pada rhinitis alergi dan dapat menyebabkan obstruksti total
ostium sinus. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan fakor penting
penyebab sinusitis, adanya infeksi pada gigi terutama pada gigi-gigi yang
akarnya berkaitan dengan dasar sinus maxillaris dapat merupakan
predisposisi yang penting pada sinusitis kronis.
2.4.5 GEJALA SINUSITIS
Keluhan utama rinosinusitis aku adalah hidung tersumbat disertai
nyeri dan nyeri tekan pada muka. Terdapat gejala keluar ingus purulen
yang sering turun ke tenggorokan ( post nasal drip) dan dapat juga disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu.Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut. Letak nyeri dapat membantu
membedakan lokasi sinus yang terkena. Gejala lain adalah sakit kepala,
hipoosmia atau anosmia, halitosis, post nasal drip yang dapat
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Gejala sinusitis kronik umumnya tidak jelas, pada saat eksaserbasi
akut gejala-gejala mirip dengan sinusitis akut, di luar masa itu gejala
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 30/42
30
berupa perasaan penuh pada wajah dan hidung, hipersekresi yang
seringkali mukopurulen. Kadang-kadang terdapat nyeri kepala, hidung
tersumbat dan adanya gejala-gejala faktor predisposisi seperti rhinitis
alergi yang menetap. Didapati juga rasa tidak nyaman dan gatal di
tenggorok, pendengaran dapat terganggu karena oklusi tuba eustachii.
Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis dan
gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan.
2.4.5.1 Sinusitis maksillaris
Sinusitis maksillaris akut biasanya menyusul suatu infeksi
saluran napas atas yang ringan, alergi hidung kronik, benda asing dan
deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposis lokal yang
paling sering ditemukan.
Gejala sinusitis maksilaris akut ditandai dengan demam, malaise,
nyeri kepala yang tak jelas, sakit dirasa mulai dari pipi (di bawah
kelopak mata) dan menjalar ke dahi atau gigi, umumnya sakit dirasa
bertambah saat menunduk.
Seringkali wajah terasa bengkak dan penuh, nyeri pipi yang
khas: tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
Kadang ada batuk iritatif non-produktif serta pengeluaran sekret yang
mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk
dan adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang
berasal dari metus media, dan nasofaring.
Sinusitis maksillaris dapat berkaitan dengan gangguan gigi,
penyebab terseringnya adalah ekstraksi gigi molar pertama atau infeksigigi lainnya seperti abses apikal atau penyakit periodontal. Mengingat
dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang
atas, sehingga rogga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis
dengan akar gigi. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara
langsung ke sinus atau melalui pembuluh limfe. Perlu dicurigai adanya
sinusitis dentogen pada sinusitis maksilaris kronis yang mengenai satu
sisi dengan ingus puruen dan nafas berbau busuk.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 31/42
31
Pada pemeriksaan fisik akan tampak adanya pus dalam hidung,
biasanya dari meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam
nasofaring. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan,
gambaran radiologi sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa
penebalan mukosa selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat
mukosa yang yang membengkak atau akibat akumulasi cairan yang
memenuhi sinus, akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang
khas.
Gambar 5 radiogram sinus maksilaris (posisi Waters)
2.4.5.2 Sinusitis ethmoidalis
Sinusitis ethmoidalis akut terisolasi lebih sering pada anak,
sedangkan pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis
maksillaris dan sinusitis frontalis, ditandai dengan nyeri dan nyeri
tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung menjalar ke
arah temporal. Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan
bertambah apabila mata digerakkan, dapat juga didapati sumbatan
pada hidung, mukosa hidung hiperemis dan udem dan adanya pus
dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media.
2.4.5.3 Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis hampir selalu bersamaan dengan sinusitis
ethmoidalis anterior yang didasari oleh perkembangan sinus frontalis.
Nyeri kepala yang khas di atas alis mata, timbul biasanya pada pagi
hari, memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 32/42
32
malam hari. Nyeri dirasakan saat dahi disentuh dan terdapat
pembengkakan derah supraorbita. Tanda patognomonik adalah nyeri
hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi.
Transiluminasi dapat terganggu, dan radiogram sinus
memastikan adanya penebalan periosteum atau kekeruhan sinus
menyeluruh, atau suatu air-fluid level .
2.4.5.4 Sinusitis sphenoidalis
Sinusitis sphenoidalis akut terisolasi amat jarang. Gejalanya
ditandai dengan nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks
atau oksipital. Seringnya ini menjadi bagian dari pansinusitis dan
gejalanya menjadi satu dengan gejala sinus lainnya
2.4.6 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior
dan posterior serta pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk
diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus
medius pada sinusitis maksilaris dan ethmoidalis anterior dan frontal, atau
di meatus superior pada sinusitis ethmoidalis. Pada rinosinusitis akut
tampak mukosa edema dan hiperemis.
Pemeriksaan penunjang yang paling membantu adalah
pemeriksaan foto polos atau CT scan. CT scan sinus merupakan gold
standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan
sinus secara keseluruhan dan perluasaannya. Pemeriksaan penunjang yangdapat membantu menegakkan diagnosis sinusitis antara lain :
2.4.6.1 Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya.
Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi
sinusitis (sinus penuh dengan cairan), pada pemeriksaan ini sinus yang
sakit akan tampak suram dan gelap.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 33/42
33
2.4.6.2 Rontgen sinus paranasalis
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang
dapat dilihat pada foto Waters.
2.4.6.3 CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan
gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan
variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis
maupun akut.
2.4.6.4 Sinoscopy
Sinoscopy merupakan satu-satunya cara yang memberikan
informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang
ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus.
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksilaris mealui meatus inferior, dengan alat endoskop dapat
dilihat kondisi sinus yang sebenarnya, sekaligus dapat dilakukan
irigasi sinus untuk terapi.
2.4.6.5 Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan
nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang
berasal dari hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan
biakan hidung posterior juga lebih sulit.
Dalam interpretasi biakan hidung harus hati-hati interpre-
tasinya, biakan dari sinus maksilaris dapat dianggap benar, namun pus
tersebut berlokulasi dalam suatu rongga tulang, sebaliknya, suatu
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 34/42
34
biakan dari hidung depan, akan menunjukkan organisme dalam
vestibulum nasi termasuk flora normal seperti staphylococcus dan
beberapa coccus gram negatif positif yang tidak ada kaitannya dengan
bakteri yang menimbulkan sinusitis.
Biakan dari bagian posterior hidung atau nasofaring akan jauh
lebih akurat. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan
irigasi maksilaris.
2.4.7 KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya
antibiotik, komplikasi berat basanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserasi akut berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.
1. Komplikasi orbita
Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya
yang berdekatan dengan mata. Infeksi yang selanjutnya menyebabkan
pembengkakan dan terkulai dari kelopak mata adalah komplikasi yang
jarang tetapi serius sinusitis ethmoid. Dalam kasus ini, pasien
kehilangan gerakan mata, dan tekanan pada saraf optik dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan, yang kadang-kadang permanen.
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum,
kelainan yang dapat ditimbulkan antara lain :
a. Edema palpebra
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis.
b.
Selulilitis orbitaEdema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif mengivasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang oebita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 35/42
35
Pus telah menembus periosteum dan becampur dengan isi
orbita.
e. Trombosis sinus cavernosus
Merupakan akibat penyebaran bakteri melalui sistem balik
vena ke dalam sinus kavernosus. Secara patognomonik,
trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis
konjungtiva, ganggauan penglliatan yang berat dan tanda-
tanda meningitis oleh karena letaknya yang berdekatan dengan
nervus I, III, IV dan VI.
2. Kelainan intrakranial
Seain trombosis sinus kavernosus, salah satu komplikasi sinusitis
yang berat adalah meningitis akut. Infesi dari sinus paranasalis dapat
menyebar sepanjang vena atau langsung dari sinus yang berdekatan. Selain
itu dapat terjadi abses extradural, subdural dan intracerebral dimana akan
terdapat kumpulan pus pada masing-masing ruang, proses ini seringkali
mengikuti proses sinusitis frontalis.
3. Osteomieitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada os
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri dan nyeri tekan dahi setempat
sangat berat, terdapat pembengkakan di atas alis mata dan bertambah berat
bila terbentuk abses. Radiogram menunjukkan erosi batas ulang dan
hilangnya septu intrasinus dalam sinus yang keruh
2.4.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan 2)mencegah komplikasi dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip
pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Terapi primer dari sinusitis akut
adalah secara medikamentosa dimana antibiotika dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 36/42
36
2.4.8.1 Medikamentosa
1. Antibiotika
Antibiotika yang sering diberikan adalah golongan penicillin
seperti amoxicillin. Dapat juga diberikan amoxicillin-klavulanat bila
diduga sudah resisten terhadap beta laktamase. Pada sinusitis
maksilaris akut umumnya dapat diterapi dengan antibiotik spektrum
luas. Dapat juga diberikan erythromicin plus sulfonamid dengan
alternatif berupa amoksisilin-klavulanat, sefuroksim dan trimetoprim
plus sullfonamid. Pemberian antibiotik dilakukan selalu 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan
antibiotik yang seusai untuk kuman gram negatif dan anaerob.
2. Analgetik
Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan
pemberian analgetik non steroid seperti asam mefenamat dan aspirin.
3. Dekongestan
Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin, dan tetes hidung
poten seperti fenilefrin dan oksimetazolin berguna untuk mengurangi
udem sehingga dapat terjadi drainase sinus.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk
mengurangi udem pada mukosa yang berkaitan dengan infeksi.
2.4.8.2 Nonmedikamentosa
1. Irigasi antrum
Indikasinya adalah apabila ketiga terapi medikamentosa gagal,dan ostium sinus sedemikian udematosa sehingga terbentuk abses
sejati. Kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif mungkin
menunjukkan organisme resisten terhadap antibiotik, atau antibiotik
gagal mencapai lokasi infeksi, yang merupakan indikasi irigasi antrum
segera. Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan
larutan salin hangat melalui bawah konka inferior, setelah sebelumnya
dilakukan koakinisasi membran mukosa, atau melalui jalur alternatif
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 37/42
37
melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksillaris. Caian ini
kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
2. Nasal toilet
Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat
dilakukan dengan saline sprays atau irigasi. Cara yang efektif dan
murah adalah dengan menggunakan canula dan Higgison’s syringe
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan
medikamentosa sudah gagal. Indikasi dilakukan pembedahan adalah :
1. sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat
2. sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel
3. polip ekstensif
4. adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
Pembedahan radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa
yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena.
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah
membuat suatu lubang drainase yang memadai, prosedur yang paling
lazim adalah nasoatrostomi atau pementukan fenestra nasoantral. Suatu
prosedur yang lebih radikal adalah dilakukan operasi Caldwell – Luc
dimana epitel rongga sinus maksillaris diangkat seluruhnya dan pada
akhir prosedur dilakukan antrostomi untuk dilakukan dainase.
Pada sinusitis ethmoid dilakukan etmoidektomi yaitu dengan
cara mengangkat pemisah sel-sel udara ethmodalis anterior sehingga
terbentuk satu sel yang besar yang bermuara pada meatus media.
Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini sedangdikembangkan adalah menggunakan endoskopi yang disebut Bedah
Sinus Endoskopi Fungsional. Prisnsipnya adalah membuka daerah
osteomeatal kompleks yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi
sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melaui
ostium alami.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 38/42
38
paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan
“mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan
membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber
penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat
lancar kembali melalui ostium alami.
Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang
bersifat invasif radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-
etmoidektomi eksternal dan lainnya, maka BSEF merupakan teknik
operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di Eropa
oleh Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990
sudah mulai diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia.
Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau
rinosinusitis akut berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi
medikamentosa yang optimal. Indikasi lain BSEF termasuk
didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi dan perluasannya,
mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang
invasif dan neoplasia.
Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-polip
yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap
dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik
sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi melalui ostium-
ostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai
terapi terkini untuk sinusitis kronis dan bervariasi dari yang ringan
yaitu hanya membuka drenase dan ventilasi kearah sinus maksilarissampai kepada pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-
sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah endoskopi ini kemudian
berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi bermacam-macam
kondisi hidung, sinus dan daerah sekitarnya.
Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa
alat endoskop bersudut dan sumber cahaya yang terang, maka kelainan
dalam rongga hidung, sinus dan daerah sekitarnya dapat tampak jelas.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 39/42
39
Dengan demikian diagnosis lebih dini dan akurat serta operasi lebih
bersih dan teliti, sehingga memberikan hasil yang optimal. Pasien juga
diuntungkan karena morbiditas pasca operasi yang minimal.
Penggunaan endoskopi juga menghasilkan lapang pandang operasi
yang lebih jelas dan luas yang akan menurunkan komplikasi bedah.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 40/42
40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan
sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat
dirasakan.
Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi
hipersensitivitas yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan
bersamaan dengan adanya rinitis alergi.
Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia,
adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau
sekitar mata, adanya sekret hidung.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak,
bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nteri tekan dan tidak mengecil
pada pemberian vasokonstriktor lokal.
Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun
operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan
keluhan dari pasien sendiri.
Polip nasi sering akan tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatan juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya.
Pada kasus polip dengan faktor predisposisi alergi, terapi yang paling ideal
dari rhinitis alergi adalah menentukan faktor pencetus alergi yang dapat
dilakukan dengan melakukan tes cukit kulit, selanjutnya setelah faktor
pencetus diketahui hal yang paling penting dilakukan adalah menghindari
kontak dengan alergen penyebab (aviodance) dan eliminasi. Diberikan
terapi medikamentosa sesuai dengan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan
sifat berlangsungnya serangan alergi. Untuk rhinitis alergi intermiten
ringan diberikan antihistamin oral atau topikal, untuk rhinitis alergi
intermiten sedang/berat dan rhinitis alergi persisten ringan diberikan
antihistamin oral/topikal atau kortikosteroid topikal, sedangkan untuk
rhinitis alergi persisten sedang/berat diberikan kortikosteroid topikal yang
di evaluasi setelah 2-4 minggu. Jika tidak ada perbaikan dengan terapi
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 41/42
41
konservatif, pikirkan tindakan lain seperti pemberian imunoterapi atau
terapi operatif.
Pada kasus polip dengan faktor predisposisi infeksi kronik seperti sinusitis
diberikan antibiotik serta dekongestan yang merupakan terapi pilihan pada
sinusitis akut bakterial.
Pada kasus polip dengan faktor predisposisi akibat kelainan anatomi
seperti septum deviasi, agar angka kejadian polip rekurensi berkurang
dapat dipikirkan terapi operatif seperti reseksi submukosa atau septoplasti.
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis
diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis.
Keluhan utama rinosinusitis aku adalah hidung tersumbat disertai nyeri
dan nyeri tekan pada muka. Terdapat gejala keluar ingus purulen yang
sering turun ke tenggorokan ( post nasal drip), dapat juga disertai gejala
sistemik seperti demam dan lesu.
Pemeriksaan penunjang yang paling membantu adalah pemeriksaan foto
polos atau CT scan. CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis
sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasaannya.
Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan 2) mencegah
komplikasi dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip
pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Terapi primer dari sinusitis akut
adalah secara medikamentosa dimana antibiotika dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial. Indikasi dilakukan
pembedahan adalah : 1) sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat 2) sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel 3)
polip ekstensif 4) adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
7/29/2019 Polip Antrokoana Dan Sinusitis Maxilaris
http://slidepdf.com/reader/full/polip-antrokoana-dan-sinusitis-maxilaris 42/42
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Boies, Higler.1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6 . Jakarta: EGC.
Cummings, Charles W. Cummings Otolaringology Head and Neck Surgery, 4th
ed . Elsevier Mosby : Pennsylvania. 2005.
Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati
setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC.
Hawke, Michael et all. 2002. Diagnostic Handbook of Otorhinolaryngology. New
York: Material. Hal :91-155
Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N.2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Hal : 128-134.
Lalwani, Anil K. 2008. Current Diagnosis and TreatmentOtolaryngology Head
and Neck Surgery Second Edition. New York : Mc Graw Hill. Hal : 267 -
272
Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC, 2000.
hal. 339-40
Snow Jr, James B. Ballenger, John Jacob. 2003. Balllenger’s Otorhinolarynology
Head and Neck Surgery Sixteenth Edition. Hamilton : BC Decker Inc. Hal
: 708 – 739.
Soejipto, Damayanti , Endang M, Retno S.2010. Hidung dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: FK
UI
Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier
Inc, 2005.