penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, dan … · food management, food consumption ......
TRANSCRIPT
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS TERAPI
DAN REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
ABSTRACT
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI. Food Management, Food Consumption
and Nutritional Status of Residents in Unit Pelaksana Teknis Terapi dan
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&R BNN). Under the guidance of
Yayuk Farida Baliwati.
The general objective of this study was to assess food management, food
consumption, and nutritional status of residents in UPT T&R BNN. This study
used crosssectional design with methods of observation and interview using the
questionaire at UPT T&R BNN from July until September 2011. Samples was
purposively chosen with the total of 55 male respondents who were in the primary
phase in UPT T&R BNN.
Food management started from menu planning to food distribution to
consumers. Everyday the kitchen food organizers provide food for ± 400 people.
Those of which included employees and residents of the detoxification stage,
entry unit, primary unit, re-entry, and discharge program. The menu cycle used
was a 10 day cycle plus a special menu for the 31st day. The most required food
was rice as many as 12.85 tonnes of rice for three months. The level of energy
consumption was 56.4 percent which were categorized in the normal level.
Protein consumption of 54.5 percent were categorized in the normal levels as
well. Statistical paired sample test showed that the average nutritional status at
the beginning of entry rehabilitation (21.8 ±3.4) was significantly different from the
average nutritional status at the time of the study (23.4 ±3.2) at p<0.01. The
energy and protein consumption level was significantly negatively associated with
the nutritional status (r = -0.560, p < 0.01), (r = -0.623, p < 0.01).
Keywords : food management, energy and protein consumption level, nutritional status
iii
RINGKASAN
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi
Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&R BNN). Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan
makanan, konsumsi pangan, dan status gizi residen di UPT T&R BNN. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik residen (umur, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit, dan pengetahuan gizi); 2) mengetahui proses sistem penyelenggaraan makanan untuk para residen; 3) mengetahui konsumsi pangan residen; 4) mengetahui status gizi residen; 5) menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi residen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian yaitu di UPT T&R BNN, Lido, Sukabumi,
Jawa Barat pada bulan Juli hingga September 2011. Contoh adalah pecandu yang sedang mengalami rehabilitasi pada tahap primary unit di UPT T&R BNN
yang disebut dengan residen. Jumlah populasi pada penelitian yaitu sebanyak 120 orang. Kriteria contoh adalah tidak cacat mental dan fisik, telah menjalani rehabilitasi pada tahap detoksifikasi dan entry unit, dalam keadaan sehat, dan
bersedia dijadikan contoh penelitian. Jumlah contoh dalam penelitian adalah sebesar 55 orang. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, antropometri (tinggi badan dan berat badan), konsumsi pangan, dan sistem penyelenggaraan makanan. Data sekunder meliputi data gambaran umum UPT T&R BNN, dan status gizi residen pada awal masuk rehabilitasi. Data dianalisis secara deskriptif dan statistika (uji korelasi Pearson dan uji paired simple test) menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Sosial Science (SPSS) versi 16 for Windows.
Residen berusia 20-40 tahun (dewasa muda) sebanyak 63.6 persen, usia 41-60 tahun (dewasa madya) sebanyak 27.3 persen, dan usia <20 tahun (remaja) sebanyak 9.1 persen. Tingkat pendidikan residen sebagian besar tamat SMA (81.8%). Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%), psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak 30.91 persen. Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64 persen sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen. Penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh teman (14.5%), rasa nikmat dan kebutuhan (12.73%), serta sebagai penyemangat kerja (9.09%). Residen yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen, pengetahuan gizi sedang sebesar 45.5 persen, dan 25.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Pengetahuan gizi residen sebagian besar berada pada kategori sedang (45.5%).
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu hingga pendistribusian makanan kepada residen. Setiap hari dapur menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge
iv
program. Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator, 1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan.
Perencanaan menu dapur UPT T&R BNN disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Siklus menu di UPT T & R BNN menggunakan siklus 10 hari ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam
dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Makanan didistribusikan ke pantry tiap unit. Penyajian makanan untuk residen yang berada di unit detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Proses pengawasan terhadap
seluruh tahapan produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa. Rata-rata ketersediaan energi sebesar 2914 kkal dan protein sebesar 88.36 g. Rata-rata ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar 107.13 persen, sedangkan rata-rata ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk protein sebesar 133.89 persen.
Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan rata-rata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal (45%). Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.05 persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen. Tingkat konsumsi energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen kelebihan. Sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam tingkatan normal, 27.3 persen termasuk dalam tingkatan kelebihan, 10.9 persen defisit tingkat ringan, 5.5 persen defisit tingkat berat.
Status gizi residen pada awal masuk 16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 65.5 persen gizi baik, 18.2 persen gizi lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori gizi baik (63.6%), gizi lebih (32.7%), dan gizi kurang (3.6%).
Hasil uji statistik paired sample t test menunjukkan bahwa rata-rata nilai
IMT pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan IMT pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01. Terdapat hubungan negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang nyata (r = -0.560, p < 0.01). ). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein maka semakin menrun (gizi kurang).
v
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS TERAPI
DAN REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
vi
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Nama : Ayuningtyas Nur Husna Putri
NIM : I14070091
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS
NIP: 19630312 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal disetujui :
vii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugerah dan ridhaNya sehingga
penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas
akhir penulis yang berjudul “Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan
Status Gizi Residen di UPT T&R BNN” dilakukan sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pada
kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen
pembimbing akademik yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan
waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.
2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.ked selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.
3. Kepala UPT T&R BNN, Bapak Bambang, mbak Titi, ibu Wagini, mbak Izzah,
para major green house di primary unit yang telah membantu penulis dalam
proses pengambilan data di UPT T&R BNN.
4. Rekan-rekan pembahas seminar (Annisa Rizky, Reny Fetimah, Deviani Prima,
Kartika) atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini
5. Papa dan Bunda, adik-adikku tercinta (Giri, Puput, Jasmine), Yuwi dan Dodhi
atas doa serta dukungannya selama ini yang memotivasi dan menguatkan
penulis melalui proses ini.
6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat Khusnul, Debby,
Rizki, Becky, Stefany atas bantuan dan dukungannya selama ini serta teman-
teman Luminaire yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu kelancaran penyelesaian tugas ahkir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.
Bogor, Januari 2012
Ayuningtyas Nur Husna Putri
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1989. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak M. Ikhwanul Husna
dan Ibu Qodariyah Husna. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar
di SD Negeri Ujung Menteng 02 pagi Jakarta Timur. Penulis melanjutkan
studinya di SMP Negeri 193 Jakarta pada tahun 2004. Selanjutnya penulis
melanjutkan di SMA Negeri 21 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Tahun yang
sama, penulis melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan........................................................................................................... 2
Hipotesis ....................................................................................................... 3
Kegunaan ..................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
Narkoba ........................................................................................................ 4
Penyelenggaraan Makanan .......................................................................... 7
Kebutuhan Gizi ........................................................................................... 12
Konsumsi Pangan ....................................................................................... 13
Status Gizi .................................................................................................. 16
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 18
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 20
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ....................................................... 20
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ........................................................... 20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ 21
Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 23
Definisi Operasional .................................................................................... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 29
Gambaran Umum UPT T&R BNN .............................................................. 29
Karakteristik Individu ................................................................................... 30
Penyelenggaraan Makanan ........................................................................ 33
Konsumsi Pangan ....................................................................................... 43
Status Gizi .................................................................................................. 49
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 53
Kesimpulan ................................................................................................. 53
Saran .......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. ....................................................... 17
2. Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. ............................................... 21
3. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. ....................................................... 26
4. Jenis dan kategori variabel. ......................................................................... 26
5. Sebaran usia residen. .................................................................................. 30
6. Pendidikan residen. ..................................................................................... 31
7. Jenis narkoba yang pernah digunakan......................................................... 31
8. Alasan penggunaan narkoba. ...................................................................... 32
9. Riwayat penyakit residen. ............................................................................ 32
10. Tingkat pengetahuan gizi residen. ............................................................. 33
11. Rata-rata kebutuhan gizi residen. .............................................................. 36
12. Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN. ............... 36
13. Standar porsi makanan. ............................................................................. 37
14. Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN
selama 3 bulan (Juli-September). ............................................................. 38
15. Ketersediaan makanan yang disediakan .................................................... 42
16. Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. .................................... 43
17. Sebaran kebiasaan sarapan residen. ......................................................... 44
18. Sebaran pemilihan menu residen. .............................................................. 44
19. Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen. .............................. 45
20. Rata-rata konsumsi residen. ...................................................................... 45
21. Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan. ...................................................... 46
22. Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN. ............... 47
23. Sebaran tingkat kecukupan energi residen. ............................................... 47
24. Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen. ........................ 48
25. Sebaran tingkat konsumsi protein residen.................................................. 49
26. Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen. ....................... 49
27. Status gizi residen...................................................................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikirian . .................................................................................. 19
2. Penarikan contoh penelitian. ........................................................................ 21
3. Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN. ......................................... 34
4. Grafik perubahan berat badan residen. ........................................................ 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 59
2. Hasil uji statistik paired samples test status gizi residen............................... 70
3. Hasil uji korelasi Pearson TKE dengan status gizi........................................ 70
4. Hasil uji korelasi Pearson TKP dengan status gizi........................................ 70
5. Dokumentasi ................................................................................................ 71
6. Contoh Siklus Menu ..................................................................................... 74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah status gizi.
Rendahnya status gizi masyarakat mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk
menguasai ilmu dan pengetahuan (Iptek). Hal tersebut berdampak pada
rendahnya daya saing bangsa (Syarief 1997).
Salah satu penyebab rendahnya daya saing bangsa adalah
penyalahgunaan narkoba. Peredaran dan penyalahgunaan narkotika serta
psikotropika (selanjutnya disebut narkoba) di Indonesia sudah pada taraf yang
mengkhawatirkan. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia berdasarkan survey
Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.99 persen
dari jumlah penduduk atau sekitar 3.3 juta orang. Pecandu terdiri dari dua
golongan, 1.3 juta orang atau 39.4 persen pelajar atau mahasiswa. Sisanya, dua
juta orang atau 60.6 persen bukan pelajar dan mahasiswa. Hal ini
mengindikasikan begitu mudah seseorang mendapatkan narkoba, secara legal
maupuan ilegal, yang pada akhirnya akan mengancam dan merusak generasi
muda sebagai generasi penerus bangsa. Maraknya penyalahgunaan narkoba
jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
menjadi salah satu modal pembangunan nasional (Kristanti & Ahniar 2010).
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan dibantu
oleh masyarakat untuk mengatasi masalah ini adalah pengobatan dan
rehabilitasi penyalahguna narkoba. Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009
tentang narkotika dan psikotropika, rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba
dibagi menjadi dua jenis yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial
adalah suatu proses kegiatan pemulihan yang dilakukan secara terpadu baik
fisik, mental maupun sosial agar mantan penyalahguna narkoba dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Badan Narkotika
Nasional 2010). Program rehabilitasi sosial salah satunya bertujuan memberikan
bekal terhadap kesehatan melalui pola makan teratur yang disediakan
penyelenggara makanan .
Menurut Davis S (2005) dalam Ryan KM (2006), dibutuhkan pendidikan
dan informasi tentang pola makan yang tepat dan dapat meningkatkan
2
pemulihan mereka. Bagian penting dari mengobati kecanduan adalah untuk
melengkapi gizi yang hilang melalui makanan dan suplemen (Gant 2010 dalam
Miller 2010). Pengaturan diet dalam perawatan pecandu narkoba adalah suatu
keharusan. Selain kerusakan oleh obat secara langsung pada tubuh, pecandu
cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk, sehingga gizi yang baik
sangat penting bagi kesehatan.
Gizi yang baik dapat terpenuhi melalui pangan. Pangan merupakan
kebutuhan dasar yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Pemenuhan
pangan sesuai dengan kuantitas maupun kualitasnya dapat mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan gizi seseorang dan akan berdampak pada
perkembangan baik fisik maupun psikis. Semakin beragam bahan pangan yang
dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga
dapat meningkatkan mutu gizi. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam
memenuhi kebutuhan zat gizi, sehingga zat gizi tersebut dapat menyediakan
tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki
jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper et al.1986).
Konsumsi zat gizi menentukan status gizi seseorang. Sebagaimana
dinyatakan oleh Hardinsyah dan Martianto (1992) serta Almatsier (2004) bahwa
status gizi yang optimal akan dapat tercapai jika tubuh mendapatkan zat gizi
yang cukup. Defisiensi zat gizi tertentu juga dapat menurunkan kemampuan
bekerja (Widayani 2004).
Menurut Islam NSK et al. (2002), pada penelitian di Dhaka menunjukkan
bahwa narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT),
hemoglobin, protein total serum, dan tingkat albumin. Selain itu, sekitar 74
persen pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat diperlukan
peran gizi dalam proses pemulihan narkoba. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk megkaji penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, dan status gizi
residen UPT T&R BNN.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan mengetahui penyelenggaraan
makanan, konsumsi pangan,dan status gizi residen di UPT T&R BNN.
3
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik residen (umur, pendidikan, jenis narkoba yang
pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit,dan
pengetahuan gizi).
2. Mengetahui sistem penyelenggaraan makan untuk para residen.
3. Mengetahui konsumsi pangan residen.
4. Mengetahui status gizi residen.
5. Menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi residen.
Hipotesis
Ada hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi residen.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran konsumsi pangan
dan status gizi residen. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat
terhadap UPT T&R BNN agar dapat meningkatkan perbaikan kesehatan residen.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh
manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain
sebagainya (Kurniawan 2008). Narkoba dibagi dalam 3 jenis :
1. Narkotika
2. Psikotropika
3. Zat adiktif lainnya
Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat
berat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009).
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya
adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat
digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak
murni berupa bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh:
codein dan turunannya (Martono 2006).
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
5
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat
untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi
(menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul),
sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk
menyebabkan sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal,
fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam
(Martono 2006).
Rehabilitasi
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 996 tahun 2002, rehabilitasi
adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan medis, psikologis, sosial, dan religi agar pengguna narkoba yang
menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Sarana pelayanan rehabilitasi merupakan tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan
ketergantungan narkoba berupa kegiatan pemulihan dan pengembangan secara
terpadu baik fisik, mental, sosial, dan agama. Program rehabilitasi yang
digunakan yaitu therapeutic community.
Therapeutic community (TC) merupakan lingkunga yang bebas dari obat-
obatan, dimana individu dengan masalah ketergantungan hidup bersama dengan
satu cara yang terstruktur dan terorgaanisasi dalam rangka membuat perubahan
dan memungkinkan kehidupan yang terbebas dari obat-obatan di masyarakat
luar nantinya. TC merupakan program rumahan yang memiliki perencanaan
tinggal selama 15 sampai 24 bulan (Holbrook et al. 2002). TC memfokuskan
pada resosialisasi dari individu dan penggunaan seluruh komunitas dari program
residen. TC merupakan treatment yang terstruktur dan menjadi konfrontasional
6
dengan aktivitas yang dirancang untuk membantu residen menguji kepercayaan
diri, konsep diri serta, pola perilaku yang salah.
Tahapan dalam Program TC
a. Primary
Dalam pusat treatment diajukan sebagai metoe de Leon dalam Armna
(2008). Selama periode kurang lebih 6-12 bulan residen akan tinggal
bersama dengan teman sebayanya. Di dalam lingkungan yang memiliki
struktur hirarkis dan dalam suasana penerimaan dan kenyamanan,
mereka akan belajar untuk mengekspresikan diri dan merubah perilaku
mereka dengan bantuan encounter groups dan metode therapeutic.
Melalui metode ini dipercayai residen akan mencapai tahapan baru dalam
identitas diri dan mendapatkan self insight yang lebih baik.
b. Re-entry
Setengah tahun berikutnya, residen akan berpindah secara bertahap dari
pusat treatment dan kembali ke rumahnya masing-masing. Pendekatan
pada tahap ini lebih kepada perseorangan dan residen secara perlahan
namun pasti melanjutkan kembali hubungan dengan dunia luar. Setelah
lulus dari program residen akan mencapai tahapan baru dalam identitias
sosial, bersamaan dengan insight yang lebih baik dalam tempatnya di
lingkungan.
Kecanduan obat dan alkohol adalah penyakit kompleks. Menurut National
National Institute on Drug Abuse (NIDA), kecanduan narkoba adalah penyakit
otak kronis. Hal ini dianggap penyakit otak karena penelitian telah menunjukkan
bahwa obat dan alkohol secara fisik mengubah struktur otak dan kerja otak.
Secara khusus, obat-obatan dan alkohol mengubah bidang otak yang dapat
mengakibatkan gangguan penilaian, kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan
untuk mengatur emosi, dan kurangnya motivasi, memori atau fungsi belajar.
Kecanduan menyebabkan perubahan fisik maupun yang psikologis. Perubahan
fisik sering dapat menyebabkan ketidakseimbangan biokimia berat (atau
memperburuk kerentanan yang sudah ada), kekurangan gizi, dan masalah
pencernaan. Obat-obatan dan alkohol hanya sementara mengubah mood
seseorang atau keadaan emosional. Setelah efek hilang, pengguna sering
mencari lagi dosis jangka pendek (Miller 2010).
Selain itu, ketidakseimbangan biokimia, kecenderungan genetik (yaitu,
kebutuhan gizi, metabolisme), alergi makanan, pilihan diet yang buruk, tekanan
7
psikologis atau mental, terkena racun dan tekanan sosial dapat membuat
seseorang lebih rentan terhadap kecanduan atau membuat lebih sulit bagi
seseorang untuk tetap bersih dan sadar. Akibat dari obat-obatan antara lain
(Miller 2010):
1. Bahan kimia otak yang disebut neurotransmitter rusak.
2. Hipoglikemia atau gula darah rendah, yang menyebabkan berbagai gejala
seperti kecemasan, kelelahan, depresi dan serangan panik, serta fungsi
adrenal menurun.
3. Masalah pencernaan seperti pertumbuhan jamur berlebih, Leaky Gut
Syndrome, dan malabsorpsi zat gizi.
4. Alergi makanan atau sensitif terhadap makanan seperti jagung, gandum,
gula, dan produk susu.
5. Kekurangan zat gizi, asam amino, vitamin, dan mineral.
Program pemulihan yang dilakukan secara tradisional membantu banyak
orang di seluruh dunia. Program holistik yang berakar pada gizi dilaporkan
sukses besar. Kathleen Des Maisons, Ph.D. dan presiden Pemulihan Radiant di
Burlingame, California, melaporkan tingkat keberhasilan 92 persen pecandu
alkohol dengan program gizi. Joan Mathews Larson, direktur pusat pemulihan
kesehatan, melaporkan tingkat pemulihan 70 persen seseorang ketergantungan
obat dengan malnutrisi. Selain aspek-aspek psikologis dari kecanduan, program
gizi fokus pada aspek fisik dari kecanduan. Mereka bekerja untuk memperbaiki
ketidakseimbangan biokimia, memperbaiki kekurangan gizi, dan mengelola
masalah pencernaan, memperbaiki dan menstabilkan tingkat energi, suasana
hati, dan kejernihan mental, yang menyebabkan keberhasilan pemulihan
(Atkinson 2009 dalam Miller 2010).
Makanan yang tepat dan gizi yang penting dalam program pemulihan
ketergantungan untuk menjaga tubuh dan otak kuat dan berfungsi dengan baik.
Masalah biokimia dan kesehatan dapat dikurangi dengan mengubah kebiasaan
makan dan pilihan makanan (Miller 2010).
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian
makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
(Depkes 2003).
8
Penyelenggaraan makanan institusi merupakan suatu proses
menyelenggarakan makanan bagi kelompok individu yang biasanya
diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah
sakit, panti jompo, institusi khusus (lembaga permasyarakatan, asrama atlet, dan
asrama haji), child care centre, dan akademi militer. Penyelenggaraan makanan
institusi dilaksanakan dalam jumlah besar dengan jumlah 50 porsi atau lebih.
Pendapat lain menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan institusi atau
massal minimal 1000 porsi sekali penyelenggaraan (Mukrie et al. 1990).
Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran
belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,
penyediaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan,
persiapan, pengolahan, penyaluran makanan hingga pencatatan, dan pelaporan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Manajemen penyelenggaraan makanan
sendiri sebenarnya berfungsi sebagai sistem dengan tujuan untuk menghasilkan
makanan yang berkualitas baik (Mukrie et al. 1990).
Fungsi-fungsi manajemen dalam gizi institusi mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi
perencanaan ruangan, perencanaan peralatan, perencanaan menu, dan
perencanaan anggaran. Fungsi pengorganisasian meliputi struktur organisasi,
kepegawaian, serta pengarahan dan koordinasi. Fungsi pelaksanaan meliputi
pembelanjaan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, penyajian/
pendistribusian serta higiene dan sanitasi pangan. Fungsi pengawasan meliputi
pengawasan makanan, pegawai, dan biaya. Apabila manajemen pengelolaan
gizi institusi baik maka pangan yang tersedia bagi seseorang atau sekelompok
orang dapat tercukupi (Uripi 2003).
Menu berasal dari bahasa Perancis yang artinya detail atau rincian
hidangan untuk setiap waktu makan. Perencanaan menu adalah serangkaian
kegiatan menyusun berbagai hidangan dengan variasi dan komposisi yang
serasi dan seimbang (DBGM 1991).
Menurut Mukrie et al. (1990), perencanaan menu adalah serangakaian
kegiatan menyusun berbagai hidangan dalam variasi yang serasi untuk
manajemen penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu yang
baik mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. Memudahkan pelaksanaan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
9
b. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang
dibutuhkan tubuh.
c. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur.
d. Menu dapat disusun dengan biaya yang tersedia.
e. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin.
Langkah-langkah dalam perencanaan menu yang harus diperhatikan
adalah menentukan menu standar atau menu pilihan; menetapkan siklus menu
yang akan direncanakan, siklus 5 hari, 7 hari, 10 hari atau lebih; menentukan
waktu siklus yang digunakan; menetapkan jenis bahan makanan yang akan
digunakan dalam satu siklus menu dan menentukan frekuensi pemakaian tiap
jenis bahan makanan; menyusun menu dan memeriksa kembali menu yang telah
disusun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu diantaranya yaitu
kecukupan gizi, macam, dan peraturan institusi, kebiasaan makan, jenis dan
jumlah orang yang dilayani, peralatan dan perlengkapan yang tersedia, jenis dan
jumlah pegawai, jenis pelayanan yang diberikan, musim/iklim dan keadaan
pasar, sertra dana yang tersedia. Menu yang direncanakan harus sesuai dengan
kebiasaan individu dan golongan. Kebiasaan makan seseorang ditentukan oleh
faktor kejiwaan, faktor sosial budaya, agama dan kepuasan, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman, lingkungan hidup sehari-hari, serta tempat asal
dan demografinya.
Setelah perencanaan kebutuhan bahan makanan telah dilaksanakan
maka akan dilakukan pembelian bahan tersebut. Pembelian bahan makanan
adalah rangkaian kegiatan dalam penyediaan macam dan jumlah serta
spesifikasi bahan makanan tertentu dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di institusi. Proses ini dapat dilakukan dengan beberapa
prosedur yaitu pembelian langsung ke pasar, pelelangan, pembelian
musyawarah, pembelian yang akan datang, serta pembelian tanpa tanda tangan.
Semua pesanan, penerimaan, dan pengeluaran uang dari bahan makanan harus
dicatat dengan cermat dan kontinyu (Mukrie et al 1990).
Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan
jumlah, macam/jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun
waktu yang panjang atau kurun wuktu pendek. Kebutuhan bahan makanan
direncanakan setelah menu dibuat. Taksiran kebutuhan bahan makanan dihitung
berdasarkan menu, standar porsi, jumlah konsumen, jumlah hari serta
10
pemakaian bahan makanan per hari atau per putaran menu. Taksiran kebutuhan
bahan makanan diusahakan sedekat mungkin dengan kebutuhan nyata, tidak
berlebih atau kurang (DBGM 1990).
Pembelian bahan makanan yang efisien membutuhkan prosedur
penerimaan bahan makanan yang baik sebagai pelengkap keseluruhan sistem
agar dapat berjalan dengan lancar. Penerimaan bahan makanan didasarkan atas
order/pesanan bahan makanan yang menyediakan macam, jumlah dan kualitas
bahan makanan (DBGM 1990)
Menurut Fadyati (1988), petugas yang bertanggung jawab di bagian
pembelian harus mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain. Jumlah bahan
makanan yang diperlukan untuk tiap porsi, cara-cara yang digunakan dalam
membeli bahan makanan, daya tahan bahan makanan, bahan makanan
substitusi jika tidak terdapat di pasaran, fasilitas ruang penyimpanan, harga yang
tidak tetap dan bervariasi, seta baik dan aman dikonsumsi. Petugas bagian
pembelian juga harus mengetahui kualitas bahan makanan yang dibeli yaitu
meliputi warna, ukuran, bentuk, tingkat keempukan, rasa, tekstur, dan tingkat
kematangannya sehingga dengan memperoleh bahan makanan yang berkualitas
baik maka akan diperoleh hasil yang prima pula.
Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan meliputi
pemeriksaan, meneliti, mencatat, dan melaporkan macam, kualitas, dan
kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi
yang telah ditetapkan (Depkes RI 2003).Terdapat tiga prinsip utama dalam
penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai
dengan yang tercantum pada faktur pembelian, mutu bahan makanan yang
diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga
bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yulianto & Santoso
1995).
Penyimpanan bahan makanan adalah proses kegiatan yang menyangkut
pemasukan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, serta penyaluran
bahan makanan sesuai dengan peralatan untuk persiapan pemasakan bahan
makanan. Bagi institusi besar, penyimpanan dapat bertindak sebagai stok bahan
makanan atau persediaan bahan makanan dan sistem penyimpanannya
dipusatkan. Metode penyimpanan bahan makanan yang baik harus
memperhatikan prinsip First in First Out (FIFO) yang artinya bahan makanan
terdahulu diletakkan terdepan atau teratas. Setiap bahan makanan yang diterima
11
diberi tanggal penerimaan untuk mempermudah penerapan FIFO (Yulianto &
Santoso 1995).
Tujuan penyimpanan bahan makanan diantaranya yaitu:
1. Memelihara dan mempertahankan kondisi dan mutu bahan makanan
yang disimpan.
2. Melindungi bahan makanan yang disimpan dari kerusakan, kebusukan,
dan gangguan lingkungan lainnya.
3. Melayani kebutuhan jenis dan jumlah bahan makanan dengan mutu dan
waktu yang tepat.
4. Menyediakan persediaan bahan makanan dalam jenis, jumlah, dan mutu
yang memadai (Depkes RI 1993).
Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan yaitu
persiapan dan pemasakan. Persiapan meliputi pengerjaan bahan makanan sejak
diterima sampai siap untuk dimasak (menyiangi, membersihkan, mencuci,
memotong, merendam, mengiris, menggiling, menumbuk, merajang, mengaduk,
mengayak, membentuk, dst). Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan
makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie
et al 1990).
Pemasakan bahan makanan merupakan salah satu kegiatan untuk
mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap
dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari proses
pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan
kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat
makanan tersebut aman untuk dimakan (Mukrie et al 1990).
Pendistribusian makanan merupakan serangkaian kegiatan untuk
menyalurkan makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan
konsumen yang dilayani baik makanan biasa maupun makanan khusus (Depkes
2003). Cara pendistribusian dibagi menjadi dua yaitu, sentralisasi dan
desentralisasi. Pada sistem sentralisasi makanan langsung dibagikan
menggunakan tempat (plato) dan membutuhkan kesiapan peralatan, tenaga, dan
tempat yang baik. Cara yang kedua adalah desentralisasi yaitu membagi
makanan dalam jumlah besar kemudian dikirim ke unit-unit, setelah sampai di
unit-unit, makanan dibagikan menjadi porsi-porsi kecil (Mukrie et al. 1990).
12
Kebutuhan Gizi
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sel dan jaringan hidup yang
memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat menjalankan fungsinya secara
optimal. Zat gizi adalah komponen kimia (unsur dan senyawa) yang terkandung
dalam makanan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Secara sederhana gizi
diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan kesehatan
tubuh.
Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi
dari konsumsi makanan. Kekurangan/kelebihan konsumsi zat gizi dari
kebutuhan, terutama bila berlangsung lama dalam jangka waktu yang
berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap
selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992).
Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh
jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan
fisiologis (hamil atau menyusui), aktivitas fisik, serta metabolisme tubuh. Secara
sederhana, penentuan kebutuhan gizi perorangan dapat dilakukan dengan
menggunakan tabel Angka Kebutuhan dan Kecukupan Gizi (AKG) perorangan
yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) (Hardinsyah et
al. 2002).
Kebutuhan zat gizi perorangan yang dianjurkan selalu didasarkan pada
standar berat badan untuk masing-masing kelompok umur, jenis kelamin, dan
tambahan untuk ibu hamil dan menyusui. Standar berat badan ini didasarkan
pada berat badan yang mewakili sebagian besar penduduk yang sehat pada
kelompok usia tersebut. Penggunaan AKG terutama dalam hal energi dan
protein yang sensitif dengan penambahan berat badan, untuk perencanaan
konsumsi pangan berbeda dengan penilaian konsumsi pangan. Untuk
perencanaan konsumsi pangan, AKG yang tercantum dalam tabel digunakan
apa adanya, karena tujuan perencanaan konsumsi pangan adalah untuk
mencapai berat badan ideal. Namun, untuk penilaian konsumsi pangan
digunakan berat badan aktual. Penyesuaian kebutuhan energi dan protein yang
tercantum dalam AKG karena adanya perbedaan berat badan aktual dengan
berat ideal yang tercantum tabel digunakan rumus (Hardinsyah et al. 2002) :
Kebutuhan i i berat badan aktual sehat kg
berat badan dalam daftar K K
Menurut Almatsier (2008) penilaian angka kebutuhan gizi dilakukan
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Komponen utama yang
13
menentukan kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB).
AMBdipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Penentuan
AMB dan kebutuhan energi masing-masing dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
1. M , erat badan Tinggi badan - , Umur
2. Kebutuhan Energi = AMB x faktor aktivitas
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada suatu waktu tertentu
(Hardinsyah &Martianto 1992). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kualitas gizi
seseorang akan lebih baik jika mengkonsumsi pangan yang beragam. Namun,
hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan ekonomi, sosial dan
budaya, kesehatan serta perilaku dalam menyusun menu sehari-hari.
Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai
gizi dan makanan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki
atau diketahui oleh sesorang yang didapatkan dari pengamatan indrawi.
Pengetahuan gizi akan mampu mengatasi keterbatasan konsumsi makanan
yang diakibatkan oleh kemiskinan atau keterbatasan akses keluarga terhadap
pangan. Dengan pengetahuan gizi yang baik, pengolahan dan pemanfaatan
pangan yang tersedia dapat lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan gizi
(Harper et al. 1986).
Pendapatan seseorang tidak mutlak mempengaruhi konsumsi pangan
karena pendapatan akan ditransformasikan menjadi pengeluaran yang terdiri dari
pengeluaran pangan dan non pangan. Pada konsep tradisional, konsumsi
pangan akan semakin baik dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini tidak
terjadi jika pengeluaran non pangan seperti pendidikan dan pembelian barang-
barang lebih besar daripada pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan yang
meningkat belum tentu meningkatkan pembelian makanan dengan gizi yang
lebih bermutu (Berg 1986).
Pemilihan orang dewasa muda terhadap makanan pada umumnya tidak
memperhatikan faktor kesehatan. Orang dewasa muda lebih memilih makanan
yang rasanya sesuai dengan selera dan harganya sesuai dengan daya beli.
Namun, tidak demikian halnya dengan usia dewasa madya akhir dan lanjut usia
awal yang lebih memperhatikan faktor kesehatan dan memilih makanan yang
sehat bagi dirinya (Santrock 2002).
14
Survey konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui dan menelusuri
konsumsi pangan baik dilihat dari jenis-jenis pangan, sumber-sumbernya
maupun jumlah yang dikonsumsinya, termasuk bagaimana kebiasaan
makanannya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan
tersebut. Data survey pangan dapat menunjukkan cukup tidaknya konsumsi
individu, keluarga, dan kelompok tertentu suatu masyarakat atau penduduk bila
dibandingkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan (Suhardjo et al. 1988).
Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, dihitung jumlah pangan yang
dikonsumsi, sedangkan secara kualitatif, penilaian melihat frekuensi makan,
frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan, dan kebiasaan makan (food
habit). Pada cara kuantitaif, terdapat lima metode yang sering digunakan untuk
pengukuran konsumsi makanan individu yaitu metode recall 24 jam, metode
estimated food records, metode penimbangan makanan, metode dietary history,
dan metode frekuensi makanan (Supariasa et al. 2001).
Weighing method
Prinsip metode ini adalah mengukur secara langsung berat setiap jenis
pangan yang dikonsumsi (Suhardjo 1989). Metode penimbangan langsung ini
dilakukan dengan pengamatan, penimbangan dilakukan sendiri oleh tenaga
pengambil data. Metode ini merupakan metode yang paling akurat, karena
dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang
dikonsumsi. Disamping kelebihan tersebut ada beberapa kekurangannya, yaitu
mahal, memakan banyak waktu, kadang-kadang responden segan atau malu
atau tidak memperkenankan bila makanannya harus dipindah-pindahkan dari
tempatnya untuk ditimbang, serta mungkin responden mengubah-ubah pola
konsumsi pangan dari kebiasaannya sehari-hari dengan kehadiran peneliti
Kusharto & Sa‟diyyah 200 .
Kelebihan metode penimbangan adalah data lebih teliti karena benar-
benar merupakan penimbangan langsung. Kekurangannya adalah waktu dan
biaya cuku mahal, responden dapat mengubah kebiasaan mereka apabila
dilakukan dalam waktu yang cukup lama, tenaga penimbang harus terampil dan
harus ada kerjasama yang baik antara responden dan peneliti (Supariasa et al.
2001).
15
Recall Method
Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu metode
penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dapat menaksir
asupan gizi individu (Gibson 2005). Pada metode ini dicatat mengenai jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24
jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan
dalam URT (Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversikan dalam
satuan berat Kusharto & Sa‟diyyah 200 .
Kelebihan metode recall ini antara lain mudah, cepat, murah dan dapat
digunakan untuk menanyakan responden yang buta huruf. Kelemahannya yaitu
mengandalkan daya ingat dari responden dan recall 1 x 24 jam belum dapat
menggambarkan rata-rata konsumsi siswa dalam 1 hari (Supariasa et al. 2001).
Menurut Owen et al. (1993), metode recall ini membutuhkan enumerator yang
terlatih dalam mengumpulkan informasi konsumsi makanan dalam satu hari.
Food Record (Catatan Pangan)
Food record sering juga disebut dengan food diary atau buku harian
pangan. Cara ini menuntut motivasi dan pengertian kedua belah pihak, di
samping itu juga membutuhkan waktu yang lebih lama. Responden diminta
mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama paling sedikit
3 hari dalam seminggu, 2 hari biasa dan 1 hari libur. Catatan harus rinci,
termasuk cara makanan dipersiapkan dan dimasak, jika terdiri dari berbagai
bahan pangan, misalkan untuk gado-gado atau capcai, jenis dan jumlah bahan
mentahnya perlu ditulis disamping resep pembuatannya dan jumlah orang yang
menyantap masakan tersebut. Ukuran porsi makanan sebaiknya dicatat dengan
mengacu pada ukuran rumah tangga (URT). Makanan yang telah terukur ini
kemudian disalin dalam „gram‟. Zat gi i yang terkandung dicari pada DK M dan
jika merupakan makanan kemasan, kandungan gizi dilihat pada label. Kesalahan
yang banyak terjadi yaitu responden tidak mampu mengkuantifikasi dengan
tepat. Kekeliruan ini dapat diatasi dengan cara meminta responden untuk
menimbang sendiri makanan dan minuman yang telah dikonsumsi pada waktu
tertentu (Arisman 2010).
Kelebihan metode food record adalah murah, cepat dan dapat
menjangkau sampel dalam jumlah besar, dapat mengetahui sampel dalam
jumlah besar, hasil cukup akurat. Kelemahannya yaitu membebani responden,
tidak cocok untuk responden yang buta huruf, memerlukan kejujuran dan
16
kemampuan responden dalam mengkuantifikasi jumlah konsumsi (Supariasa et
al.). Selain itu, menurut Owen et al. (1993), kualitas pengumpulan data
menggunakan food record dapat ditingkatkan dengan melakukan review secara
individu tentang record yang telah dilakukan. Review juga harus dilakukan oleh
enumerator yang terlatih untuk mengklarifikasi data-data yang telah ditulis
responden dan untuk mengetahui data-data yang lupa ditulis oleh responden.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Status gizi
optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan
secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang
maupun gizi lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut
(Almatsier 2004).
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah yang
penting untuk diperhatikan. Malnutrisi tidak hanya meningkatkan resiko terkena
penyakit namun juga mempengaruhi produktivitas kerja (Supariasa et al. 2001).
Riyadi (2006) juga menyatakan bahwa kekurangan gizi dapat berakibat
menurunnya ketahanan fisik dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Soekirman (2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan
dengan beberapa ukuran-ukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Beberapa cara
pengukuran status gizi antara lain yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan
laboratorik. Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran
antropometrik karena metodenya relatif paling sederhana dibanding pengukuran
klinik dan laboratorik.
Metode antropometri menggunakan pengukuran terhadap dua dimensi
yaitu dimensi pertumbuhan dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi
menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan
terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri
juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat.
Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi
tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak diperoleh (dengan tingkat
kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi
2003). Pengukuran dengan metode ini dapat dilakukan dengan relatif cepat,
17
mudah, dan menggunakan alat pengukur yang reliabel, sehingga teknik dan
peralatannya dapat dikalibrasi dan distandarisasi (Gibson 2005).
Metode antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan
untuk menilai status gizi yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan
atas menurut umur, dan resiko lingkar pinggang dengan pinggul. Diantara
keempat indeks tersebut, indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks yang paling
mudah diukur dan diinterpretasikan (Supariasa et al. 2001).
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi. Pemakaian IMT khususnya untuk
melihat kekurangan dan kelebihan berat badan. Namun, IMT tidak dapat
diterapkan pada keadaan khusus (Supariasa et al. 2001). Perhitungan IMT
adalah sebagai berikut:
MT berat badan kg
(tinggi badan (m))2
Nilai IMT yang didapatkan dari perhitungan kemudian disesuaikan dengan
klasifikasi yang ada seperti di bawah ini (Supariasa et al. 2001).
Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT.
Klasifikasi Status Gizi IMT
Kurus <18.50
Kurus tingkat berat <16.00 Kurus tingkat sedang 16.00-16.99 Kurus tingkat ringan 17.00-18.49
Normal 18.50-22.99
Lebih 23.00-30.00 Overweight ≥ 2 .00 At Risk 23.00-27.50 Obese ≥ 2 .60 Obese kelas I 27.60-30.99 Obese kelas II ≥40.00
Sumber: WHO (2005)
18
KERANGKA PEMIKIRAN
Residen adalah individu yang sedang menjalani proses rehabilitasi akibat
penyalahgunaan narkoba dan kemudian menjadi ketergantungan terhadap
narkoba. Pusat rehabilitasi merupakan tempat para pecandu agar dapat hilang
dari pengaruh narkoba. Residen membutuhkan pola konsumsi yang baik untuk
memperbaiki kesehatan dan status gizi.
Konsumsi pangan residen di pusat rehabilitasi juga dipengaruhi oleh
makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan. Penyelenggara
makanan tidak hanya menyediakan makanan tetapi juga harus dapat memenuhi
kebutuhan residen.Rangkaian penyelenggaraan makanan akan menghasilkan
makanan yang tersedia untuk dikonsumsi. Hal ini akan memberikan gambaran
terhadap ketersediaan zat gizi di dapur penyelenggaraan makanan.
Ketersediaan pangan tersebut merupakan pra syarat untuk memenuhi konsumsi
pangan dan status gizi residen.
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Konsumsi
pangan dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang
cukup sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan akan
mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang.
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikirianpenyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan status gizi residen di UPT T&R .
Karakteristik residen: - Usia - Pendidikan - Jenis narkoba yang
pernah digunakan - Alasan penggunaan - Riwayat Penyakit
- Pengetahuan gizi
Konsumsi Pangan
Aktivitas Fisik
Status Gizi
Penyelenggaraan Makanan UPT T&R BNN:
- Input (ketenagaan, sarana dan prasarana)
- Proses (perencanaan menu, kebutuhan pangan).
- Output (ketersediaan pangan)
20
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey
observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT
T&R , Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan banyaknya
jumlah residen narkoba yang menjalani rehabilitasi di tempat tersebut yaitu
sebesar 320 orang yang terdapat pada empat tahap detoksifikasi, entry, primary,
re-entry. Fasilitas yang disediakan juga memadai seperti kamar tempat tinggal,
tempat ibadah, sarana olahraga, tempat pelatihan, dan dapur penyelenggaraan
makanan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga September 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh adalah pecandu yang sedang mengalami rehabilitasi (yang
disebut dengan residen) pada tahap primary di UPT T&R , Lido, Sukabumi, Jawa
Barat yang selanjutnya disebut residen. Populasi residen pada penelitian
terdapat pada tahap primary yaitu sebanyak 120 orang. Pengambilan contoh
dipilih secara purposive. Kriteria contoh adalah laki-laki, tidak cacat mental dan
fisik, telah menjalani rehabilitasi pada tahap detoksifiksi dan entry unit, dalam
keadaan sehat, dan bersedia dijadikan contoh penelitian. Penentuan contoh
menggunakan rumus Solvin untuk menentukan contoh minimum. Berikut ini
merupakan rumus perhitungan contoh minimum.
Keterangan:
n : jumlah contoh minimum
N : jumlah populasi
d : nilai presisi (10 persen)
Berdasarkan rumus Solvin maka jumlah contoh yang dipilih sebanyak 55 residen.
Penjelasan lanjut mengenai cara pemilihan subyek dapat dilihat pada Gambar 2.
n = n/n(d)2 + 1
21
Gambar 2 Penarikan contoh penelitian.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan
alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik contoh, anthropometri
(tinggi badan dan berat badan), konsumsi pangan, dan sistem penyelenggaraan
makanan. Data sekunder meliputi data gambaran umum UPT T&R (UPT T&R
BNN), Lido, Sukabumi, Jawa Barat, status gizi residen pada awal masuk
rehabilitasi. Berikut ini disajikan tabel 4 variabel, jenis, dan cara pengumpulan
data.
Tabel 2 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data.
No Variabel Data yang Dikumpulkan Jenis
Variabel Cara Pengumpulan
Data
1 Karakteristik
contoh
1. Usia
2. Pendidikan
3. Jenis narkoba yang
pernah digunakan
4. Alasan penggunaan
5. Riwayat penyakit
6. Pengetahuan gizi
Primer Kuesioner dan
wawancara
2 Penyelengga-
raan makanan
1. Ketenagaan, sarana
fisik dan peralatan.
Primer Wawancara dan
pengamatan langsung
Residen UPT T&R BNN
Detoksifikasi Entry unit Primary unit Re- entry Discharge program
Residen di Green house (120 residen)
Contoh = 55 residen
22
Tabel 2 (lanjutan) Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data.
No Variabel Data yang Dikumpulkan Jenis
Variabel Cara Pengumpulan
Data
2 Penyelengga-
raan makanan
2. Perencanaan menu
dan kebutuhan
makanan.
3. Ketersediaan pangan
Makanan ditimbang
dengan timbangan
digital
3 Konsumsi
pangan
Jenis dan jumlah bahan
makanan yang
dikonsumsi selama 2
hari
Primer Kuesioner dan
Wawancara (food
Recall 2x 24 jam
5 Status gizi 1. Berat badan (kg)
2. Tinggi badan (m)
Primer 1. Berat badan diukur
menggunakan
timbangan injak
dengan ketelitian 1
kg.
2. Tinggi badan diukur
menggunakan
microtoise
3. IMT dihitung dengan
rumus
BB/(TB dalam m)2
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
wawancara. Pengetahuan gizi contoh diukur dengan memberikan 20 buah
pertanyaan pilihan berganda yang memiliki satu jawaban yang paling benar
(correct-answer multiple choice). Pertanyaan yang diajukan berkaitan zat gizi dan
fungsinya.
Sistem penyelenggaraan makanan sekolah diketahui dengan
menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang
disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Ketersediaan makanan yang
disediakan oleh UPT T&R BNN dilihat melalui penimbangan satu porsi makanan
yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital dan juga
melalui wawancara dengan tenaga pengolah makanan, sehingga didapat standar
porsi yang digunakan untuk menghitung kebutuhan makanan.
Penilaian konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan cara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, metode yang digunakan
yaitu recall 2 x 24 jam, sedangkan secara kualitatif, penilaian melihat kebiasaan
23
makan residen. Alasan penilaian konsumsi pangan dengan metode recall
dikarenakan keterbatasan tenaga enumerator saat penelitian sehingga penulis
tidak dapat melakukan metode food weighing dan keterbatasan waktu residen
yang disebabkan padatnya jadwal kegiatan. Selain itu metode recall lebih murah
dan tidak memakan waktu yang banyak (Kusharto & Sadiyyah 2008).
Data konsumsi pangan yang diperoleh dengan cara food recall 2 x 24
jamyaitu dengan meminta residen untuk menyebutkan jumlah makanan yang
dimakan selama 2 hari dengan ukuran rumah tangga. Makanan yang dimakan
termasuk makanan utama, makanan selingan, jenis pangan dan jumlah yang
dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk
bahan pangan mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak,
dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Selanjutnya data konsumsi pangan dievaluasi menjadi angka
kecukupan menggunakan data tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.
Pengukuran antopometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan
menentukan IMT (Indeks Massa Tubuh) yang kemudian dibandingkan dengan
standar dari WHO 2005. Untuk menentukan nilai IMT diperlukan data berat dan
tinggi badan residen. Pengukuran berat badan orang dewasa dilakukan dengan
cara residen berdiri di atas timbangan (bathroom scale) dengan ketelitian 1 kg
dengan cara melepaskan sepatu dan barang-barang yang ada di dalam saku
dengan tetap menggunakan pakaian. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm.
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data.
Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif dan statistika menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical
Program for Sosial Science (SPSS) versi 16 for Windows.
Data karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, jenis narkoba
yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit, dan
pengetahuan gizi diolah secara deskriptif. Penilaian pengetahuan gizi dengan
cara memberikan skor terhadap setiap jawaban. Data pengetahuan gizi contoh
diberi skor 1 jika jawaban terhadap benar dan 0 jika salah, sehingga total skor
jika semua jawaban benar adalah 20. Pengetahuan gizi dinilai dengan
menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian dikategorikan baik, sedang, dan
kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih
24
dari 80 persen dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh
kurang dari 60 persen dari total skor (Khomsan 2000).
Proses penyelenggaraan makanan diolah secara deskriptif. Perencanaan
kebutuhan bahan makanan dihitung dengan melihat jumlah, macam/jenis
makanan, siklus menu, dan standar porsi. Standar porsi didapat dari hasil
penimbangan ketersediaan makanan. Untuk mendapatkan berat mentah
dilakukan pengkonversian makanan matang menggunakan daftar konversi
mentah masak (DMM) (Hardinsyah & Briawan 1994). Berat mentah dari bahan
makanan olahan (masak) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Fj = (BMj)/(BOj)
BMj = Fj x Boj
Keterangan :
Fj = Faktor konversi mentah masak makanan j
BMj = Berat bahan makanan j dalam bentuk mentah
Boj = Berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan)
Kemudian kebutuhan pangan dapat ditentukan dengan rumus:
( )
Ketersediaan pangan didapat dengan menimbang bahan pangan satu
porsi makan selama 2 hari dengan timbangan digital. Kemudian dikonversi
kedalam bentuk energi dan zat gizi dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM 2004).
Perhitungan angka kebutuhan gizi dilakukan berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan aktivitas fisik. Komponen utama yang menentukan kebutuhan
energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB). AMB dipengaruhi oleh umur,
gender, berat badan, dan tinggi badan (Almatsier 2008). Penentuan AMB
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
( ) ( ) ( )
Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal atau
ideal (Almatsier 2008). Berat badan normal digunakan untuk residen dengan
status gizi baik, sedangkan berat badan ideal digunakan untuk residen dengan
status gizi kurang dan lebih. Berikut ini rumus Brocca untuk menentukan berat
badan ideal.
Berat Badan Ideal (kg) = (TB (cm) – 100) – 10%
25
Penentuan kebutuhan energi berdasarkan aktivitas fisik. Faktor aktivitas fisik
yang digunakan yaitu 1.3 (tidak terikat di tempat tidur) (Almatsier 2008). Rumus
yang digunakan adalah:
Kebutuhan Energi = AMB x faktor aktivitas
Data konsumsi yang telah didapatkan berupa jenis dan jumlah makanan
dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal) dan protein (g) menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2004. Konversi dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)
Keterangan:
Kgij : Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi
Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan
BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) penilaian untuk mengetahui tingkat
konsumsi zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi
aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan
kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan
dirumuskan sebagai berikut:
Tingkat konsumsi at gi i konsumsi at gi i aktual
angka kebutuhan gi i 00
Tingkat konsumsi merupakan persentase intake contoh. Menurut
Departemen Kesehatan (1996), tingkat konsumsi energi dan protein
diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2)
defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4)
normal (90- 9% K ; dan kelebihan ≥ 20% K .
Penilaian status gizi residen menggunakan metode antropometri dengan
mengukur berat badan dan tinggi badan yang berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT). Secara sederhana IMT dihitung dengan menggunakan rumus:
MT berat badan kg
(tinggi badan (m))2
26
Tabel 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT.
Klasifikasi Status Gizi IMT
Kurus <18.50 Kurus tingkat berat <16.00 Kurus tingkat sedang 16.00-16.99 Kurus tingkat ringan 17.00-18.49
Normal 18.50-22.99
Lebih 23.00-30.00 Overweight ≥ 2 .00 At Risk 23.00-27.50 Obese ≥ 2 .60 Obese kelas I 27.60-30.99 Obese kelas II ≥40.00
Sumber: WHO (2005)
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji paired simple
test dan ujikorelasi Pearson. Uji paired simple test digunakan untuk mengetahui
adanya perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan saat dilakukan
penelitian. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menghubungkan konsumsi
pangan dengan status gizi.
Tabel 4 Jenis dan kategori variabel.
No Variabel Kategori Sumber/
Keterangan
1 Usia - Remaja (<20 tahun) Harlock (2001) - Dewasa muda (20-40 tahun) - Dewasa madya (41-60
tahun)
2 Pendidikan - SD/Sederajat - SMP/Sederajat - SMA/Sederajat - Perguruan Tinggi/Sederajat
Sebaran contoh
3 Jenis narkoba yang digunakan
- Narkotika - Psikotropika
Martono (2006)
4 Alasan penggunaan narkoba
- Coba-coba - Pengaruh teman - Penyemangat kerja - Stres dan ada masalah - Nikmat, kebutuhan
Buntje dalam Yurliani (2007)
5 Riwayat penyakit - HIV/AIDS - Hepatitis C - Asma - Pnemonia - Diabetes - Hipertensi - Asam urat - Alergi - Malaria - Hernia
Sebaran contoh
6 Pengetahuan gizi - aik ≥ 0% - Sedang (60-80%) - Kurang (<60%)
Khomsan (2000)
27
Tabel 4 (lanjutan) Jenis dan kategori variabel.
No Variabel Kategori Sumber/
Keterangan
7 Kebutuhan pangan dan gizi
- Bahan makanan - Frekuensi pemberian - Jumlah porsi - Berat badan dan tinggi
badan
Wawancara
8 Ketersediaan pangan - Jumlah yang dimakan Penimbangan
9 Frekuensi makan sehari
- 1-2 kali - 3-4 kali - > 4 kali
Sebaran contoh
10 Kebiasaan sarapan - Selalu - Kadang-kadang - Tidak pernah
Sebaran contoh
11 Pemilihan menu residen
- Nasi dan lauk pauk - Nasi, lauk pauk, sayur - Nasi, lauk pauk, sayur, buah
Sebaran contoh
12 Konsumsi air - < 5 gelas - 5 - 8 gelas - > 8 gelas
Sebaran contoh
13 Konsumsi suplemen - Ya - Tidak
Sebaran contoh
14 Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
- Defisit tingkat ringan - Defisit tingkat berat - Defisit tingkat sedang - Normal - Kelebihan
80-89% AKG <70% AKG 70-79% AKG 90-119% AKG ≥ 20% K
Definisi Operasional
1. Residen adalah pecandu narkoba yang sedang menjalani terapi dan
rehabilitasi di UPT T&RBNN pada tahap primary.
2. Riwayat Penyakit adalah penyakit yang sedang dan pernah diderita oleh
residen.
3. Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang saling
berkaitan dalam penyediaan makanan bagi residen dan pegawai UPT
T&R BNN terdiri dari ketenagaan, sarana fisik dan peralatan,
perencanaan menu dan ketersediaan pangan.
4. Kebutuhan pangan adalahjumlah bahan pangan yang dibutuhkan untuk
memenuhi konsumsi residen berdasarkan silkus menu (10 hari + 1) dan
standar porsi dalam jangka waktu 3 bulan.
5. Ketersediaan pangan adalah jumlah makanan yang disediakan oleh
dapur UPT T&R BNN per porsi makanan yang ditimbang dengan
timbangan digital kemudian dikonversikan ke dalam energi dan protein
dengan DKBM 2004.
28
6. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
residen UPT T&R BNN pada suatu waktu tertentu dan dinyatakan
sebagai tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi adalah persentase energi
dan zat gizi dalam menu makanan yang diperoleh oleh residen
berdasarkan total konsumsi residen terhadap kebutuhan zat gizi dari
makanan UPT T&R BNN.
7. Status Gizi adalah keadaan fisik residen yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh dengan
pengukuran antropometri dan ditentukan dengan indeks massa tubuh
berdasarkan klasifikasi WHO 2005. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah
rasio berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m) residen.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum UPT T&R BNN
UPT T&R BNN diresmikan pada tahun 1974 oleh Almh. Ibu Tien
Soeharto dengan nama Wisma Pamardi Siwi sesuai dengan Bakolak Inpres No.6
tahun 1971 sebagai pilot project DKI Jakarta. Wisma Pamardi Siwi didirikan
sebagai tempat tahanan wanita dan anak-anak nakal sebelum perkaranya
diajukan ke pengadilan. Wisma Pamardi Siwi terletak di Jl. MT. Haryono no. 11,
Cawang, Jakarta Timur yang kini menjadi kantor Badan Narkotika Nasional.
Tahun 1985 menurut surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/ 08/VII/1985
tentang perubahan organisasi Polri, Dinas Pamardi Siwi maka wisma Pamardi
Siwi berubah menjadi Rumwattik Pamardi Siwi. Rumwattik Pamardi Siwi ini
berfungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba.
Pada tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Dis Dokkes PMJ sebagai
pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medik dalam rangka pelayanan
terpadu (medik dan sosial) bagi korban narkoba dan trauma.
Menurut keputusan Presiden RI No. 17 tahun 2002 tentang BNN dan
sesuai Keputusan Ketua BNN No: Kep 02/IV/2002 tanggal 25 Januari serta
disempurnakan dengan Kep No. 20/ XII/2004/BNN maka Rumwattik Pamardi
Siwi berubah menjadi Unit T&R Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Kini menjadi
UPT T&R Badan Narkotika Nasional (UPT T & R BNN). Bentuk penanganannya
adalah membantu para korban narkoba dan HIV/AIDS. UPT T & R BNN ini
terletak di Jl. HR Mayjen Edi Sukma, desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong,
Bogor.
Visi institusi ini adalah menjadi pusat pelayanan dan rujukan nasional
dalam bidang terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Selain itu misi dari
institusi adalah memberikan pelayanan terapi dan rehabilitasi secaraterpadu dan
profesional, mendidik dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam bidang
pelayanan terapi dan rehabilitasi, melakukan operational research dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan terapi dan rehabilitasi.
Alur pelayanan UPT T&R BNN terdiri dari initial intake, detoksifikasi,
entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Initial intake merupakan
tahap seseorang yang akan menjalani terapi dan rehabilitasi. Tahap ini berupa
wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, body spotcheck,
penandatanganan inform concent. Tahap kedua detoksifikasi selama 2 minggu.
30
Penanganan gejala putus zat (withdrawal syndrome) berupa perbaikan fisik dan
mengatasi komplikasi, pemeriksaan medis, terapi simptomatik, dan terapi
aktivitas kelompok.
Tahap ketiga entry unit selama 2 minggu. Fase stabilisasi pasca putus zat
berupa assesment, menstabilkan mental dan emosional, pengenalan program
rehabilitasi, psikoterapi dan hipnoterapi, dan kesepakatan pelayanan rehab.
Tahap keempat bergabung ke program primary unit selama 6 bulan. Rehabilitasi
sosial dengan metode therapeutic community (TC) dengan penggalian bakat,
minat, dan potensi. Fase program TC terdiri dari fase younger member, middle
member, dan older member. Tahap selanjutnya adalah re-entry program selama
5 bulan. Re-entry program merupakan program lanjutan TC berupa terapi
vocational (keterampilan) dan resosialisasi dengan melibatkan residen pada
kegiatan di luar lembaga serta program pencegahan kekambuhan. Discharge
program merupakan tahap akhir setelah menyelesaikan program primary dan re-
entry, residen dinyatakan selesai program, dan selama 3 bulan akan
mendapatkan bimbingan lanjutan.
Karakteristik Individu
Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani
rehabilitasi pada tahap primaryyang disebut dengan residen.Karakteristik individu
yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, jenis narkoba yang
pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, dan pengetahuan gizi residen.
Usia
Usia residen yang menjalani rehabilitasi di UPT T&R BNN terdiri dari
remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Menurut Hurlock (2001), dewasa
muda dimulai pada usia 20-40 tahun, dewasa madya dimulai pada usia 41-60
tahun, dan dewasa lanjut dimulai pada usia 61 tahun hingga kematian. Sebagian
besar residen berusia 20-40 tahun (63.6%) yang tergolong sebagai dewasa
muda, 27.3 persen tergolong dewasa madya, dan 9.1 persen tergolong remaja
(Tabel 5).
Tabel 5 Sebaran usia residen.
Sebaran Usia Contoh
n %
Remaja (<20 tahun) 5 9.1 Dewasa muda (20-40 tahun) 35 63.6 Dewasa madya (41-60 tahun) 15 27.3
Total 55 100
31
Pendidikan
Tingkat pendidikan residen sebagian besar telah tamat SMA (81.8%).
Residen dengan gelar strata satu sebanyak 4 orang (7.3%) sebanding dengan
residen yang hanya lulusan SMP dan sisanya adalah lulusan diploma sebesar
3.6 persen (Tabel 6).
Tabel 6 Pendidikan residen.
Pendidikan Contoh
n %
Tamat SMP/ sederajat 4 7.3
Tamat SMA/sederajat 45 81.8
Akademi/diploma 2 3.6
Universitas/sarjana 4 7.3
Total 55 100.0
Jenis Narkoba yang Digunakan
Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%),
psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak
30.91 persen (Tabel 7). Narkotika yang pernah digunakan residen antara lain
putaw/heroin dan methadone, sedangkan psikotropika yang pernah digunakan
residen yaitu shabu, ganja, dan extacy.
Tabel 7 Jenis narkoba yang pernah digunakan.
Jenis narkoba n %
Narkotika 10 18,18
Psikotropika 28 50,91
Keduanya 17 30,91
Total 55 100
Narkoba yang pernah digunakan residen sebagian besar tergolong
narkotika golongan I dan psikotropika golongan I. Narkotika dan psikotropika
golongan Iadalah narkoba yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi yang
menyebabkan ketergantungan (Martono 2006).
Alasan Konsumsi Narkoba
Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar
pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh
teman (14.5%), rasa nikmat dan kebutuhan (12.73%), serta sebagai
penyemangat kerja (9.09%) (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan Buntje dalam
Yurliani (2007) yang menyebutkan adanya faktor individu (kepribadian, rasa ingin
tahu, usia, dorongan kenikmatan) dan faktor lingkungan (ketidakharmonisan
32
keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan pengaruh teman) yang menyebabkan
seseorang mengkonsumsi narkoba.
Tabel 8 Alasan penggunaan narkoba.
Alasan Penggunaan Narkoba Contoh
n %
Coba-coba (rasa ingin tahu) 24 43.64 Pengaruh teman 8 14.55 Penyemangat kerja 5 9.09 Stres, ada masalah 11 20.00
Nikmat, kebutuhan 7 12.73
Total 55 100
Riwayat Penyakit
Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64%
sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen.
Tabel 9 menjelaskan penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu
HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi,
TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Sebanyak 7.3 persen
residen mengidap hepatitis C, 5.5 persen residen mengidap HIV, 5.5 persen
mengidap HIV disertai TBC, dan 5.5 persen mengidap HIV disertai hepatitis C.
Beberapa penyakit yang dialami residen merupakan akibat dari penggunaan
narkoba. Menurut Clara et al. (2001), akibat jangka panjang dari penggunaan
narkoba antara lain terjadi gangguan pada hati dan ginjal, tubberculosis
paru(TBC paru), HIV, anemia, dan malaria.
Tabel 9 Riwayat penyakit residen.
Riwayat Penyakit Contoh
n %
HIV 3 18.3 Hepatitis C 4 7.3 Tifoid 2 3.6 Asma 1 1.8 Pnemonia 1 1.8 Diabetes 1 1.8 Hipertensi 1 1.8 Asam urat 1 1.8 Alergi 1 1.8 Malaria 1 1.8 Hernia 1 1.8 Tidak ada 31 56.4
Total 55 100
Pengetahuan Gizi
Menurut Enger et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai
informasi yang disimpan di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku
seseorang. Selain pendapatan, peningkatan pendidikan serta pengetahuan
33
tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki
konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Riyadi (1996)
menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki
seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang
untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pemilihan pangan dan cara
pemanfaatan pangan yang sesuai dan keadaan kesehatan seseorang.Berikut ini
disajikan tabel tingkat pengetahuan gizi residen.
Tabel 10 Tingkat pengetahuan gizi residen.
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan residen yang memiliki tingkat
pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen. Sebanyak 45.5 persen memiliki
tingkat pengetahuan gizi sedang dengan rata-rata skor 71.4 dan 25.5 persen
memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya
konsentrasi dan terganggunya daya pikir residen akibat penggunaan narkoba.
Menurut Miller (2010), narkoba dapat mengubah struktur otak dan mengganggu
fungsi otak. Obat-obatan terlarang itu mengakibatkan gangguan penilaian,
kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan kurangnya
motivasi, memori atau fungsi belajar.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen.
Alur kerja penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN dapat dilihat pada
Gambar 3. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan
UPT T&R BNN dalam menyediakan makanan sebagai proses untuk memenuhi
kebutuhan residen dan memperbaiki status gizi. Setiap hari dapur penyelenggara
makanan menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk staff
pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan
discharge program. Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan UPT T&R
BNN untuk menyelenggarakan makanan residen dan staf pekerja adalah dengan
Pengetahuan Gizi Contoh
N %
Kurang 16 29.1 Sedang 25 45.5 Baik 14 25.5
Total 55 100
Rata-rata ± SD 71.4 ± 14.9
34
sistem swakelola, dimana UPT T&R BNN bertanggung jawab untuk
melaksanakan semua kegiatan penyelenggaran makanan. Sistem
pendistribusian penyajian penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN berupa
desentralisasi. Menurut Depkes (1991), menyatakan bahwa distribusi
desentralisasi yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam
jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang
ada. Kedua, di ruang makan makanan disajikan dalam bentuk porsi.
Gambar 3 Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN.
Input Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan
untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaran ini umumnya berada di
dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan,
lembaga kemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi
1992). Anggaran dana untuk penyelenggaraan tersebut berasal dari negara yang
diberikan kepada Kepala UPT T&R BNN. Biaya makan untuk residen dan staff
pekerja tidak dapat dijelaskan oleh koordinator dapur, karena dapur tidak
Perencanaan menu dan kebutuhan
Pemesanan dan pembelian
Penerimaan
Penyimpanan
Pengolahan/pemasakan
Persiapan
Pendistribusian
Penyajian
35
diberikan anggaran untuk belanja dan semua pembiayaan dilakukan oleh
pegawai Kepala UPT T&R BNN.
Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator
dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan
prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja
di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator,
1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang
petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan. Pendidikan terakhir
pegawai dapur seluruhnya adalah sekolah menengah atas (SMA). Tidak ada
persyaratan khusus untuk menjadi pegawai di dapur UPT T&R BNN, yang
terpenting adanya niat kerja, semangat, dan ulet bekerja. Jam kerja pegawai
yaitu tiga hari bekerja dan tiga hari libur. Pegawai yang bekerja di dapur tidak
memiliki baju kerja khusus. Pegawai dibebaskan untuk memakai baju apa saja,
yang terpenting baju itu rapi dan sopan. Beberapa tata tertib yang juga harus
dipatuhi pegawai yaitu meminta izin jika tidak bekerja, mencuci tangan sebelum
bekerja, dan tidak merokok.
Luas bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m2.
Ruangan dapur penyelenggaraan makanan terdiri dari ruang pengolahan
makanan, penyimpanan bahan makanan kering, ruang penerimaan bahan
makanan, ruang koordinator dapur, serta kamar tidur pegawai dan toilet di
bagian atas. UPT T&R BNN menyediakan kamar tidur yang digunakan pegawai
untuk beristirahat dan tidur.Selain itu juga ruang dapur terletak bersebelahan
dengan ruang laundry.
Tempat sampah yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan
sebanyak 2 buah. Tempat sampah ini berbentuk silinder yang berukuran kecil.
Sisa-sisa kulit dan potongan sayuran serta bahan mentah lainnya biasanya
dikumpulkan menggunakan plastik besar kemudian diletakkan di samping dapur
yang selanjutnya akan diangkut oleh mobil sampah setiap pagi dan sore. Sarana
pencucian peralatan masak terletak di dapur. Peralatan yang telah dicuci
diletakkan pada rak yang berada di samping tempat pencucian. Terdapat juga
kotak obat-obatan P3K di ruang penerimaan. Alat-alat masak yang digunakan
yaitu: kompor, rice cooker, wajan, panci, pisau, talenan, ulekan, blender, mixer,
oven, alat pemanggang, dan lain-lain.
36
Proses Penyelenggaraan Makanan
Perencanaan menu. Sebelum merencanakan menu diperlukan
perencanaan kebutuhan gizi. Perencanaan kebutuhan gizi bertujuan mengetahui
jumlah zat gizi yang dibutuhkan dan harus terpenuhi oleh setiap residen. Berikut
ini rata-rata kebutuhan gizi yang dibutuhkan residen dalam satu hari.
Tabel 11 Rata-rata kebutuhan gizi residen.
Zat gizi Energi (kkal) Protein (g)
Kebutuhan 2720 66
Menu disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang
kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Penyusunan menu yang akan diolah
disesuaikan dengan selera residen/pegawai dan kebutuhan zat gizi yang
memenuhi prinsip gizi seimbang. Pada perencanaan menu penting pula untuk
menentukan siklus menu. Penetapan siklus menu ini dilakukan untuk mencegah
kebosananan. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu,
biasanya 10-15 hari (Yuliati & Santoso 1995). Susunan menu sehari pada
umumnya di dapur UPT T & R BNN dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12 Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN.
Waktu Makan Kelompok Bahan
Makanan Bahan Makanan
Pagi Makanan pokok I Beras
Makanan pokok II Mie kering, soun, bihun
Lauk hewani/ nabati Telur, daging ayam, nugget, tempe, tahu
Sayur Sayuran
Minuman Teh manis
Selingan pagi Snack Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti
Siang Makanan pokok Beras
Lauk hewani
daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan
Lauk nabati tempe, tahu
Sayur Sayuran
Buah pisang, semangka, jeruk
Selingan sore Snack Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti
Malam Makanan pokok Beras
Lauk hewani daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan
Lauk nabati tempe, tahu
Sayur Sayuran
Minuman Teh manis
37
Siklus menu di UPT T & R BNN yaitu menggunakan siklus 10 hari
ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Menu yang telah disusun terkadang
mengalami perubahan sedikit disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan
yang ada di dapur. Apabila bahan makanan yang dibutuhkan telah tersedia di
dapur atau bahan makanan tersebut terdapat dalam kondisi yang baik, maka
menu akan dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan. Namun, jika tidak
maka juru masak akan mengganti beberapa menu dengan menu yang lain
dengan memperhatikan selera residen untuk mencegah kebosanan.
Menu yang disediakan penyelenggara makanan untuk residen adalah
sama, kecuali residen yang sedang sakit. Makanan untuk residen yang sakit
akan diganti sesuai rekomendasi ahli gizi. Umumnya jenis makanan yang diganti
adalah makanan pokok yaitu dari nasi menjadi bubur. Namun, lauk pauk dan
sayur juga dapat diganti apabila reisden mengalami alergi terhadap makanan
tertentu. Lauk pauk yang umumnya diganti misalnya ikan teri yang diganti
dengan telur.
Selain siklus menu, standar porsi makanan yang diberikan kepada
residen sebaiknya juga diperhatikan. Hal ini dapat memberikan kemudahan
dalam menghitung kebutuhan pangan. Berikut ini standar porsi yang dapat
menjadi acuan dalam menyajikan makanan.
Tabel 13 Standar porsi makanan.
Kelompok Bahan pangan Bahan Makanan
Standar Porsi (g)
Makanan pokok Nasi 300
Bubur 400
Mie 50
Lauk Hewani Ayam 50
Telur 50
Daging 50
Ikan 50
Lauk Nabati Tahu 100
Tempe 50
Sayur 100
Buah Sesuai satuan
penukar
Kebutuhan makanan terbanyak terdapat pada kebutuhan beras yaitu
sebesar 12.85 ton. Berikut ini adalah tabel taksiran kebutuhan selama tiga bulan
yang dibuat oleh penulis agar dapat membantu penyelenggara makanan dalam
merencanakan kebutuhan dan merencanakan anggaran dana yang dilakukan
38
Kepala UPT T&R BNN (Tabel 14). Taksiran kebutuhan ini dihitung berdasarkan
standar porsi dan siklus menu selama 10 hari pada bulan Juli hingga September
2011. Standar porsi yang digunakan berasal dari penimbangan ketersediaan. Hal
ini dikarenakan standar porsi dapur menggunakan takaran rumah tangga seperti
centong nasi dan centong sayur. Kebutuhan makanan dihitung sesuai dengan
jumlah residen dan staff yang menjadi konsumen penyelengara makanan yaitu
sebanyak 400 orang.
Tabel 14 Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN selama 3 bulan (Juli-September).
Kelompok Bahan Makanan
Bahan makanan
Ukuran porsi (g)
Frekuensi pemberian
Kebutuhan (ton)
Makanan pokok Beras 300 30 12.85 Mie kering 50 3 0.16 Tepung terigu
0,11
Lauk hewani Ayam 70 8 2.95
Daging sapi 40 5 1.22
Lauk hewani Telur 60 8 1.73
Ikan mujair 50 1 0.27
Ikan nila 50 1 0.27
Ikan teri 50 1 0.19
Ikan bawal 50 1 0.27
Ikan lele 50 1 0.43
Ati ampela 50 1 0.32
Lauk nabati Tahu 100 7 2.27
Tempe 50 12 2.16
Sayur
Bayam 50 2 0.39 Jagung 50 4 0.72 Nangka 100 2 0,72 Terong 100 1 0,36 Daun singkong 100 1 0,54
Wortel 50 5 0,9 Kacang panjang
50 2 0,36
Toge 50 3 0,54 Sawi 50 5 0,9 Buncis 50 3 0,54
Buah
Pisang 70 6 1,51 Semangka 100 2 0,72 Jeruk 100 1 0.36 Pepaya 100 1 0.36
Susu
200 1 0.72
Gula Gula 26 20 1.08
Minyak Minyak 1.09
Pemesanan dan pembelian bahan makanan. Pemesanan bahan
makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator
dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan
hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Hal ini
39
dilakukan berdasarkan rasa kepercayaan antara koordinator dapur dengan
supplier.
Pemesanan bahan makanan basah dilakukan seminggu sekali
sedangkan bahan kering dilakukan sebulan sekali. Hal ini disebabkan bahan
makanan basah lebih cepat rusak sedangkan bahan makanan kering dapat
bertahan cukup lama. Bahan makanan berupa sayuran dan buah-buahan akan
datang setiap hari dan bahan-bahan kering akan datang setiap seminggu sekali.
Penerimaan bahan makanan. Penerimaan dilakukan oleh koordinator
dapur dan didampingi oleh master koki. Koordinator dapur dan master koki
memeriksa bahan makanan yang datang untuk disesuaikan dengan pemesanan
dan spesifikasi. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka
barang akan dikembalikan dan diganti dengan yang lebih baik pada hari yang
sama.
Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu
jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur
pembelian, mutu bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan
makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan
kesepakatan awal (Yulianto & Santoso 1995).
Menurut Depkes RI (1993), seleksi bahan makanan yang masih segar
dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan
harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan.
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa;
2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan
makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala,
dll.
Penyimpanan. Bahan makanan yang telah diperiksa kemudian disimpan
ke dalam gudang penyimpanan. Penyimpanan bahan makanan yang ada di
dapur UPT T & R BNN terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan bahan makanan
basah dan penyimpanan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan
basah disimpan di dalam chiller dan freezer. Bahan makanan yang biasanya
disimpan di chiller adalah sayuran, tahu, tempe, bakso, dan lain-lain. Freezer
digunakan untuk menyimpan daging-dagingan, ikan, nugget, dan lain-lain.
Namun, sebelum disimpan bahan makanan seperti, sayur-sayuran yang
40
disimpan di dalam chiller tidak dilakukan proses pembersihan dahulu, sedangkan
daging-dagingan dan ikan dilakukan proses pembersihan. Hal ini menurut
koordinator dapur disebabkan sayur-sayuran yang dibeli sudah terlihat bersih
sehingga tidak perlu dicuci dahulu.
Penyimpanan bahan makanan kering disimpan di dalam gudang kering.
Gudang kering berisi beras, gula pasir, telur, kecap, susu, minyak, dan lain-lain.
Gudang kering belum memenuhi standar yang menyebutkan apabila bahan
makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada
lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan ( jarak makanan dengan lantai
15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, jarak makanan dengan langit-langit
60 cm, bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Hal
ini karena bahan makanan kering ada yang diletakkan dilantai dan tidak tersusun
dengan rapi.
Metode penyimpanan makanan yang digunakan dapur UPT T & R BNN
yaitu first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang masuknya lebih
dahulu di keluarkan terlebih dahulu sedangkan bahan makanan yang masuk
belakangan di keluarkan belakangan (Yuliati & Santoso 1995).
Pengolahan. Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan
pengerjaan yaitu persiapan dan pemasakan. Tujuan dari persiapan adalah
menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses
pengolahan (Mukrie et al 1990). Persiapan bahan makanan yang dilakukan di
dapur UPT T & R BNN sebelum mengolah bahan makanan antara lain
mengupas, memotong, dan mencuci. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan
Mukrie et al 1990, yang menyebutkan persiapan meliputi pengerjaan bahan
makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak yaitu membersihkan,
mencuci, mengupas, memotong, merendam, mengiris, dan lain-lain.
Proses persiapan dilakukan beberapa jam sebelum pengolahan. Seluruh
tenaga kerja turut melakukan proses persiapan. Tarwotjo (1998) menyebutkan
bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan
tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan
diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai.
Proses pemasakan bahan makanan dilakukan terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam. Pemasakan untuk makan
pagi, siang, dan malam dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan
41
pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Jumlah porsi yang
harus disediakan setiap hari oleh dapur yaitu 400 porsi. Menurut Mukrie et al
1990, tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan,
mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa
dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan.
Proses Distribusi. Setelah proses pemasakan selesai, selanjutnya
adalah pendistribusian makanan kepada seluruh residen dan staf.Makanan
ditempatkan pada wadah seperti termos nasi dan wadah plastik besar,
sedangkan makanan untuk staff diletakkan di stereo foam. Makanan
didistribusikan ke pantry tiap unit. Waktu pendistribusian makanan di dapur UPT
T & R BNN dibagi menjadi 4 waktu, yaitu makan pagi, selingan pagi, makan
siang dan selingan sore, serta makan malam. Pendistribusian makan dimulai
pada pukul 06.00, selingan pagi pada pukul 08.30, makan siang bersamaan
dengan selingan sore diberikan pada pukul 11.30, dan makan malam diberikan
pada pukul 17.30.
Penyajian makanan. Makanan untuk residen yang berada di unit
detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit
primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Makanan
dibagikan dalam jumlah yang sama dan residen diharuskan untuk menghabiskan
semua makanan yang tersedia. Alat makan untuk residen berupa plato, sendok,
garpu, dan gelas. Setelah makan setiap residen diwajibkan untuk mencuci alat
makan mereka sendiri dan bagian pantry membersihkan wadah makanan
kemudian mengembalikannya ke dapur.
Proses pengawasan. Proses pengawasan terhadap seluruh tahapan
produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan
pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa.
Pengendalian terhadap hama juga dilakukan oleh UPT T&R BNN yaitu
pembasmian lalat dengan semprot nyamuk. Meskipun telah dibasmi pada
kenyataannya masih banyak lalat yang hinggap saat proses pemasakan. Hal ini
juga dikhawatirkan akan mengkontaminasi makanan dengan adanya lalat dan
pembasmian dengan semprot nyamuk. Menurut (POM 2011), racun serangga
mempunyai toksisitas akut yang rendah pada manusia, hal ini disebabkan
kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi bila
tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan dan kematian. Tanda-
tanda keracunan yang terjadi bila terkena kulit adalah iritasi lokal dan kulit
42
menjadi kering, bila terhirup oleh hidung menyebabkan iritasi saluran nafas atas
seperti rhinitis dan radang kerongkongan. Racun ini juga bisa menjadi agen
pencetus alergi pada pasien yang sensitif bila menghirup racun ini secara
berulang, oleh karena itu dapat menyebabkan bersin, batuk, nafas pendek dan
sakit di bagian dada pada anak-anak yang mengidap asma dan alergi,
sedangkan bila tertelan dapat menimbulkan mual, muntah dan diare, tertelan
racun ini dalam dosis yang tinggi (200 – 500 ml) menyebabkan kerusakan sistem
saraf pusat dan dapat mengakibatkan sesak nafas serta koma.
Pencatatan. Pencatatan yang dilakukan ialah laporan absen harian
pegawai serta inventaris peralatan. Absen pegawai dicatat setiap hari dan
direkapitulasi sebulan sekali sedangkan inventaris peralatan dicatat setiap ada
alat-alat yang rusak dan jika kekurangan alat maka koordinator akan
menggantinya. Laporan absen pegawai dan penggantian alat selanjutnya
diserahkan kepada Kepala UPT T&R BNN. Namun demikian, belum ada
pengawasan yang dilakukan pihak luar UPT T&R BNN mengenai
penyelenggarakan makanan.
Output Penyelenggaraan Makanan
Ketersediaan makanan adalah output dari penyelenggaraan makanan.
Ketersediaan makanan diamati berdasarkan banyaknya jumlah makanan yang
disediakan oleh pihak dapur UPT T&R BNN untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
residen. Ketersediaan energi dan protein residen dihitung dengan menimbang
bahan makanan sebelum dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan selama dua hari, berikut
disajikan rata-rata ketersediaan makanan untuk tiap residen yang tidak sakit.
Tabel 15 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh dapur UPT T&R BNN.
Menu Energi (kkal) Protein (g)
Hari 1 3033 99,7 Hari 2 2795 76,9
Total 2914 88,4
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa ketersediaan energi dan protein
yang disajikan pada hari yang berbeda dan dengan menu yang berbeda belum
memiliki kandungan gizi yan seragam. Rata-rata ketersediaan energi dan protein
paling tinggi berasal dari hari pertama. Hal ini dikarenakan lauk nabati dan
hewani pada hari pertama menyumbangkan energi dan protein yang lebih tinggi
daripada di hari kedua. Hidanganyang disajikan pada hari pertama berupa nasi,
oreg tempe, telur dadar, abon sapi, teh manis, ikan teri, sayur daun singkong,
43
bakwan, pisang, ayam goreng, tempe goreng, tumis labu+daun melinjo, roti dan
puding. Sedangkan hidangan di hari kedua berupa nasi, telur semur, tumis
sawi+tahu+wortel, tempe goreng, teh manis, roti, gudeg, opor ayam, kerupuk,
sambal, semangka, bolu, daging rolade, cap cai, dan tahu goreng.
Ketersediaan dilakukan untuk melihat jumlah energi dan protein dari
ketersediaan telah melebihi kebutuhan atau belum, sehingga jika ketersediaan
telah mencukupi maka kebutuhan residen akan terpenuhi. Berikut ini tabel
kebutuhan, ketersediaan, dan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen.
Tabel 16 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen.
Kandungan Gizi
Ketersediaan Kebutuhan Tingkat ketersediaan terhadap
kebutuhan (%)
Energi (kkal) 2914 2720 107,13 Protein (g) 88,37 66 133,89
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar
107.13 persen, sedangkan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen
untuk protein sebesar 133.89 persen. Tingkat ketersediaan protein agak sangat
berlebih sehingga dapat menyebabkan tingkat konsumsi protein residen pun
kelebihan, sehingga sebaiknya ketersediaan protein tidak melebihi 120 persen.
Menurut Depkes (1996) tingkat konsumsi protein ≥ 20 persen AKG termasuk ke
dalam kategori kelebihan. Hal ini menunjukkan ketersediaan makanan dari
dapur telah melebihi kebutuhan residen. Kelebihan ketersediaan bermanfaat
untuk mengurangi resiko residen kekurangan zat gizi.
Konsumsi Pangan
Frekuensi Makan. Frekuensi makan semua residen dalam sehari adalah
3 kali sehari makan utama dan 2 kali makan selingan. Menurut Khomsan (2003)
bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk
menghindarkan kekosongan lambung. Waktu makan residen telah ditetapkan
secara teratur yaitu makan pagi pukul 07.00, selingan pagi (snack time) pukul
09.15, makan siang pukul 12.30, selingan sore (snack time) diberikan
bersamaan dengan makan siang, dan makan malam pada pukul 19.30.
Kebiasaan Sarapan. Kebiasaan sarapan residen selama di rehabilitasi
76.36 persen mengatakan selalu sarapan setiap hari, 21.82 persen mengatakan
kadang-kadang, dan 1.82 persen mengatakan tidak pernah sarapan (Tabel 16).
Salah-satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk
sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita (2007),
seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam
44
hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk
mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari.
Tabel 17 Sebaran kebiasaan sarapan residen.
Kebiasaan sarapan n %
Selalu 42 76.6 Kadang-kadang 12 21.2 Tidak pernah 1 1.82 Total 55 100
Pemilihan Menu. Susunan menu sarapan residen 98.18 persen yaitu
nasi dan lauk pauk sedangkan 1.82 persen residen tidak sarapan. Teh manis
merupakan minuman yang diminum 67.27 persen residen saat sarapan dan
32.73 persen meminum air putih saat sarapan. Susunan menu makan siang
residen 80 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah; sebanyak 16.36
persen terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur; dan 3.64 persen hanya
mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Susunan menu makan malam residen adalah
nasi, lauk pauk, dan sayur (76.36%), dan sebanyak 23.64 persen terdiri dari nasi,
lauk pauk, sayur, dan buah (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran pemilihan menu residen.
Pemilihan Menu n %
Menu Sarapan Nasi dan lauk pauk 54 98.18 Tidak ada 1 1.82
Total 55 100 Minuman saat sarapan
Teh manis 18 32.73
air putih 37 67.27 Total 55 100 Menu makan siang
Nasi dan lauk pauk 2 3.64 Nasi, lauk pauk, sayur 9 16.36 Nasi, lauk pauk, sayur, buah 44 80.00
Total 55 100 Menu makan malam
Nasi, lauk pauk, sayur 42 76.36 Nasi, lauk pauk, sayur, buah 13 23.64
Total 55 100
Kebiasaan Konsumsi Air Putih dan Suplemen.Sebanyak 56.36 persen
residen memiliki kebiasaan mengonsumsi air putih sebanyak 5-8 gelas sehari,
29.09 persen lebih dari 8 gelas sehari, dan 14.55 persen kurang dari 5 gelas
sehari. Konsumsi suplemen untuk menambah daya tahan tubuh juga digunakan
oleh 23.64 persen residen sedangkan sisanya 76.36 persen tidak mengkonsumsi
suplemen (Tabel 19).
45
Tabel 19 Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen.
Konsumsi n %
Air Putih < 5 gelas 8 14.55 5 - 8 gelas 31 56.36 > 8 gelas 16 29.09
Total 55 100
Suplemen Ya 13 23.64
Tidak 42 76.36 Total 55 100
Jenis dan Jumlah Konsumsi Residen. Secara umum, menu makan
lengkap seluruh residen sama yaitu nasi, lauk pauk, dan sayur, baik untuk makan
pagi, siang, maupun malam. Bahan pangan sumber energi bagi seluruh residen
terutama adalah beras. Pangan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi
residen yaitu ayam, telur, ikan basah, dan ikan teri sedangkan untuk sumber
protein nabati berasal dari tempe dan tahu. Sayur yang sering dikonsumsi
residen berasal dari sayuran golongan B yaitu bayam, jagung, nangka, terong,
daun singkong, wortel, kacang panjang, toge, sawi, dan buncis. Selain itu buah-
buahan yang sering dikonsumsi residen yaitu pisang, semangka, jeruk, dan
pepaya. Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan rata-
rata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar
berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal. Hal ini dikarenakan porsi nasi yang
diberikan untuk satu kali makan sebanyak 300 gram. Berikut ini tabel rata-rata
jumlah konsumsi residen.
Tabel 20 Rata-rata konsumsi residen.
Kelompok Bahan Makanan
Bahan Makanan
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr)
Energi Protein
(kkal) (g)
Makanan pokok Beras 771.56 1373 16.20
Mie kering 45 151.65 3.56
Protein hewani Ayam 61.32 185.18 11.16
Telur 41.5 67.23 5.31
Ikan 40.73 35.03 6.52
Teri 24 18.48 3.84
Protein nabati Tempe 45.92 68.42 8.40
Tahu 76.51 52.03 5.97
Sayur Bayam 31.5 11.34 1.10
Jagung 20.17 61.92 1.59
Nangka 42.82 21.84 0.86
Terong 43.63 10.47 0.48
Daun singkong 38.45 28.07 2.61
Wortel 19.13 8.03 0.23
Kacang panjang 15.17 6.67 0.41
46
Tabel 20 (lanjutan) Rata-rata konsumsi residen.
Kelompok Bahan Makanan
Bahan Makanan
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr)
Energi Protein
(kkal) (g)
Toge 15 3.45 0.44
Sayur Sawi 16,42 3.61 0.38
Buncis 18,75 6.56 0.45
Buah Pisang 57,64 57.06 0.69
Semangka 85,98 24.07 0.43
Jeruk 90 40.50 0.81
Pepaya 74,35 34.20 0.37
Susu Susu 30 152.70 7.38
Gula Gula 30 109.20 0.00
Total 2531 79.19
Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.27
persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam
sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen (Tabel 20). Tingkat konsumsi
protein masih dalam kategori normal (90-119% AKG) (Depkes 1996). Tingkat
konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsumsi energi.
Tingginya konsumsi protein residen tidak ada artinya jika konsumsi energi masih
kurang, karena protein makanan akan diubah menjadi energi untuk memenuhi
kekurangan energi tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Namun, jika konsumsi
protein terus meningkat dan melebihi batas maka dapat berpengaruh tidak baik.
Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar
nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam
menyaring dan membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila
konsumsi protein meningkat (Winarno 1993).
Tabel 21 Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan.
Kandungan Gizi Konsumsi Kebutuhan Tingkat konsumsi terhadap
kebutuhan (%)
Energi (kkal) 2531 2720 93.05
Protein (g) 79.19 66 119
Selain itu, tidak semua residen mengkonsumsi makanan yang disediakan
dapur penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa contoh yang
mengkonsumsi kurang atau bahkan lebih dari yang disediakan. Hal ini
disebabkan setiap residen memiliki selera dan kesukaan yang berbeda-beda.
Berikut ini tabel konsumsi, ketersediaan, dan rata-rata konsumsi terhadap
ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
47
Tabel 22 Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
Kandungan Gizi
Konsumsi Ketersediaan Tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan (%)
Energi (kkal) 2531 2914 86.85
Protein (g) 79.19 88,37 89.61
Berdasarkan Tabel di atas tingkat konsumsi energi residen terhadap
ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen
terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Hal ini menunjukkan sebagian
besar ketersediaan makanan telah melebihi konsumsi danmakanan yang telah
disediakan dikonsumsi oleh residen. Diduga ini juga disebabkan oleh tidak
diizinkannya residen untuk membeli makanan di luar dapur dan jarangnya
residen mendapatkan makanan dari keluarga.
Tingkat konsumsi energi diperoleh dari jumlah konsumsi energi sehari
dibagi dengan kebutuhan energi dikalikan 100 persen, berdasarkan perhitungan
menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2008). Kebutuhan energi
dihitung menggunakan faktor koreksi umur, berat badan dan tinggi badan aktual
(untuk status gizi normal), serta menggunakan umur, tinggi dan berat badan ideal
menurut umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal). Tingkat konsumsi
energi dan protein menurut Depkes (1996) terdiri dari defisit tingkat berat (<70%
AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG),
normal (90-119% AKG), dan kelebihan ≥ 20% K . Berikut ini Tabel 23
menjelaskan tingkat konsumsi energi.
Tabel 23 Sebaran tingkat kecukupan energi residen.
Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam
tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit
tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen termasuk
kelebihan. Konsumsi energi yang masih kurang diduga karena selera residen
yang merasa bosan dengan menu makanan dapur penyelenggara. Hal ini diduga
juga disebabkan oleh beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
Tingkat konsumsi energi N %
Defisit tingkat berat 4 7.3
Defisit tingkat sedang 6 10.9
Defisit tingkat ringan 10 18.2
Normal 31 56.4
Kelebihan 4 7.3
Total 55 100
48
konsumsi pangan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain bisa disebabkan
oleh responden dan enumerator, lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi
dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu
kecenderungan dimana responden akan melaporkan lebih pada konsumsi yang
sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang
berlebihan (underestimate highintakes) (Gibson 2005).
Menurut Kusharto dan Sa’diyyah 200 ), metode recall konsumsi yang
digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan
kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan
tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah
tangga (urt) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya
ukuran antar responden.
Selain itu, tingkat konsumsi energi residen dapat dibedakan berdasarkan
riwayat penyakit yang dialami residen. Tabel 23 menjelaskan bahwa residen
yang memiliki riwayat penyakit, tingkat konsumsi energinya berada dalam
tingkatan normal (50%), defisit tingkat berat 12.5 persen, defisit tingkat ringan
(20.83%), defisit tingkat berat (12.5%),dan defisit tingkat sedang (4.17%). Tingkat
konsumsi energi residen yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam tingkatan
normal (64.52%), defisit tingkat sedang (16.13%), defisit tingkat ringan (16.13%),
dan kelebihan (3.23%).
Tabel 24 Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen.
Tingkat Kecukupan Energi
Riwayat Penyakit
Ada Tidak ada
n % N %
Defisit tingkat berat 3 12.5 0 0
Defisit tingkat sedang 1 4.17 5 16.13
Defisit tingkat ringan 5 20.83 5 16.13 Normal 12 50 20 64.52
Kelebihan 3 12.5 1 3.23
Total 24 100 31 100
Tingkat konsumsi protein merupakan Jumlah konsumsi protein aktual
dibagi dengan jumlah kecukupan yang dianjurkan dikalikan dengan 100 persen.
Menurut WNPG (2004), angka kecukupan protein yang dianjurkan pada pria
umur 19-64 tahun adalah 60 g. Berikut ini tabel sebaran tingkat konsumsiprotein
residen
49
Tabel 25 Sebaran tingkat konsumsi protein residen.
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa sebanyak 54.5 persen tingkat
konsumsi protein residen dalam kategori normal. Residen yang tingkat konsumsi
proteinnya tergolong berlebih terdapat 27.3 persen. Hal ini diduga residen tidak
melakukan pembatasan pangan sumber protein baik nabati maupun hewani.
Residen cenderung menambah jumlah lauk pauk yang masih tersisa. Tingkat
konsumsi protein residen yang kelebihan juga diduga disebabkan oleh jumlah
ketersediaan protein yang terlalu tinggi sehingga jika residen mengkonsumsi
semua sumber protein maka konsumsi proteinnya akan lebih besar dari
kebutuhan.
Tingkat konsumsi protein berdasarkan riwayat penyakit residen dijelaskan
pada Tabel 26. Residen dengan riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada
tingkatan normal sebanyak 50 persen, kelebihan 33.33 persen, defisit tingkat
ringan 8.33 persen, defisit tingkat berat dan sedang masing-masing 4.17 persen.
Residen yang tidak ada riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada
tingkatan normal sebanyak 58.06 persen, kelebihan 22.58 persen, defisit tingkat
ringan 12.90 persen, dan defisit tingkat sedang 6.45 persen.
Tabel 26 Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen.
Tingkat Konsumsi Protein
Riwayat Penyakit
Ada Tidak ada
n % n %
Defisit tingkat berat 1 4.17 0 0 Defisit tingkat sedang 1 4.17 2 6.45 Defisit tingkat ringan 2 8.33 4 12.90 Normal 12 50 18 58.06 Kelebihan 8 33.3 7 22.58 Total 24 100 31 100
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Soekirman
(2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan dengan beberapa ukuran-
ukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Menurut Supariasa (2001) Beberapa
Tingkat kecukupan protein n %
Defisit tingkat berat 1 1.8
Defisit tingkat sedang 3 5.5
Defisit tingkat ringan 6 10.9
Normal 30 54.5
Kelebihan 15 27.3
Total 55 100
50
cara pengukuran status gizi yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan biokimia
dan biofisik.Pengukuran klinik dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral.Penilaian status gizi secara biokimia adalah
pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratorik yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain :
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah,
tegangan otot dan bagian tubuh lainnya. Pada penelitian ini pengukuran status
gizi menggunakan cara pengukuran antropometri dengan mengukurberat badan
dan tinggi badan, yang selanjutnya status gizi dinilai berdasarkan indeks massa
tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi.
Pemakaian IMT khususnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan
berat badan. Data yang dikumpulkan adalah berat badan pada awal rehabilitasi
dan pada saat penelitian serta tinggi badan residen. Data berat badan residen
pada awal rehabilitasi diperoleh dari unit gizi dan pada saat penelitian
menggunakan pengukuran antropometri berat badan dan tinggi untuk
menentukan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani
rehabilitasi. Gambar 3 dijelaskan grafik perubahan berat badan residen pada
awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Terjadi peningkatan berat
badan pada awal masuk (BB1) dan saat penelitian (BB2). Berat badan residen
pada awal masuk berkisar antara 45 kg hingga 88 kg dengan rata-rata 62.4 ±
10.7 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 50 kg hingga 94 kg dengan
rata-rata 67.1 ± 10.4. Tinggi badan residen berkisar antara 150 cm hingga 188
cm dengan rata-rata 169.2 ± 7.2.IMT residen pada awal masuk berkisar antara
16.27 hingga 28.09 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 17.6 hingga
29.4 cm.
51
Gambar 4 Grafik perubahan berat badan residen.
Berdasarkan pengkategorian IMT, status gizi residen pada awal masuk
16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 50.9 persen gizi baik, 32.7 persen gizi
lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam
kategori gizi baik (56.4%), gizi lebih (40.00%),dan gizi kurang (3.6%) (Tabel 27).
Hal ini menunjukkan terdapat perubahan status gizi residen pada awal masuk
dengan pada saat penelitian. Hasil uji statistik paired sample test menunjukkan
bahwa rata-rata nilai status gizi pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata
dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01.
Tabel 27 Status gizi residen.
Kategori Status Gizi Awal Masuk Penelitian
N % n %
Gizi Kurang 9 16.4 2 3.6
Gizi Baik 28 50.9 31 56.4
Gizi Lebih 18 32.7 22 40.0
Total 55 100.0 55 100.0
Peningkatan status gizi residen diduga karena tidak adanya
penatalaksanaan diet khusus kepada residen yang menghitung kebutuhan
sesuai dengan kondisi residen. Upaya yang dapat dilakukan agar status gizi
residen menjadi baik dan tidak terjadi peningkatan terus menerus yaitu dengan
lebih memperhatikan kesehatan residen, tingkat ketersediaan makanan,
kebutuhan gizi residen, dan peningkatan aktivitas fisik (olahraga) untuk residen
yang mengalami kelebihan status gizi. Menurut Weiss et.al (2007) dalam
penelitiannya, dikatakan bahwa kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT,
yang dimana peningkatan IMT tersebut dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
Berat (kg)
Responden
Perubahan Berat Badan
BB1
BB2
52
Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi
Hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi dilakukan dengan
uji statistik Pearson. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan negatif yang nyata
antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya
semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas),
sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi
kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang
nyata (r = -0.560, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status
gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein
maka semakin menrun (gizi kurang).
Hal ini terlihat dari residen yang mengurangi konsumsi makan
dikarenakan mengalami kegemukan. Selain itu residen yang memiliki status gizi
kurang (kurus) akan meningkatkan konsumsi makannya. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh status gizi yang baik. Faktor kesehatan juga mempengaruhi status
gizi residen. Menurut Khomsan (2004), status gizi seseorang dapat dipengaruhi
oleh faktor makanan dan kesehatan. Masalah gizi tidak hanya dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga oleh penyakit menular,
misalnya campak, malaria, diare, infeksi pernafasan, dan penyakit keras.Pada
penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 43.6 persen residen mempunyai
penyakit penyerta antara lain HIV, hepatitis C, TBC, dan diabetes.
53
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani
rehabilitasi pada tahap primary. Sebagian besar residen berusia 20-40 tahun
(63.6%) yang tergolong sebagai dewasa muda. Tingkat pendidikan residen
sebagian besar telah tamat SMA (81.8%). Narkoba yang pernah digunakan
residen yaitu putaw, ganja, shabu, extacy, dan heroin. Alasan penggunaan
narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba
(43.64%). Residen yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 43.64 persen. Jenis
penyakit yang diderita yaitu HIV/AIDS, hepatitis C, pnemonia, diabetes,
hipertensi, asam urat, alergi, malaria, dan hernia. Pengetahuan gizi residen
sebagian besar berada pada kategori sedang (45.5%) dengan rata-rata skor 71.4
Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di UPT T&R BNN
adalah swakelola, dimana UPT T&R BNN bertanggung jawab untuk
melaksanakan semua kegiatan penyelenggaran makanan. Penyelenggaraan
makanan UPT T&R BNN menyajikan makanan untuk sarapan, selingan pagi,
makan siang, selingan sore, dan makan malam. Proses perencanaan menu
dilakukan oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian
disetujui oleh Kepala UPT. Pembagian kerja pegawai dapur terdiri dari juru
masak, bagian pemotongan, bagian kebersihan, dan penyimpanan. Pelaksanaan
penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan perencanaan, pemesanan dan
pembelian, penerimaan, penyimpanan bahan makanan, persiapan,
pengolahan/pemasakan, pendistribusian, serta penyajian makanan. Pengawasan
penyelenggaraan makanan dilakukan secara internal oleh koordinator dapur,
namun belum ada pengawasan secara eksternal. Rata-rata ketersediaan
terhadap kebutuhan residen dari dapur telah melebihi kebutuhan residenuntuk
energi sebesar 107.73 persen dan untuk protein sebesar 133.89 persen.
Rata-rata konsumsi residen sebesar 2531 kkal untuk energi dan 79.19 g
untuk protein. Jumlah rata-rata konsumsi terutama adalah beras yaitu 771.56 g
atau 1373 kkal. Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai
93.27 persen sedangkan rtingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen
dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen. Tingkat konsumsi
energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat
konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen.
54
Sebagian besar residen memiliki tingkat konsumsi energi normal (56.4%).
Sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam tingkatan normal.
Terjadi peningkatan berat badan pada awal masuk dan saat penelitian.
Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori
gizi baik (63.6%), gizi lebih (32.7%), dan gizi kurang (3.6%). Hasil uji statistik
paired sample t test menunjukkan bahwa rata-rata status gizi pada awal masuk
(21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4
± 3.2) pada p<0.01.Hasil uji statistik Pearson menunjukkan terdapat hubungan
negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623,
p < 0.01) dan tingkat konsumsi protein dengan status gizi (r = -0.560, p < 0.01).
Saran
Sebaiknya diberikan pendidikan gizi yang lebih intensif agar pengetahuan
gizi residen meningkat sehingga residen dapat menerapkannya setelah keluar
dari UPT T&R BNN dan diharapkan tidak terjerumus kembali pada narkoba.
Penatalaksanaan diet untuk residen dibutuhkan untuk menghitung kebutuhan.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelebihan status gizi setelah residen
melakukan rehabilitasi.
Perencanaan menu untuk lauk hewani dan snack/ selingan sebaiknya
lebih beragam agar residen tidak mengalami kebosanan karena dalam satu
bulan frekuensi pemberian dapat mencapai lebih dari 10 kali (Lampiran 6) . Untuk
meningkatkan penerimaan makanan sebaiknya juga dilakukan standarisasi resep
agar rasa makanan tidak berubah-ubah. Penting juga diberikan pakaian kerja
dan pelatihan berkaitan dengan penyelenggaraan makanan dan higienitas serta
sanitasi untuk pegawai agar penyelenggaraan makanan menjadi lebih baik.
Sehingga jika pengelolaan penyelenggaraan makanan baik maka kualitas
makanan akan semakin baik, pemenuhan kebutuhan residen semakin baik, dan
akan menjadi bekal atau contoh pada saat residen kembali kepada keluarga.
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai higienitas dan sanitasi penyelenggaraan makanan, daya terima
residen, serta pengaruh non diet terhadap status gizi.
55
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: CV Rajawali. Anonim. 2010. Rehabilitasi. http://bnn.go.id [28 Maret2011]. Armina BF. 2008. Gambaran Optimisme Pecandu Narkoba [Skripsi]. Jakarta:
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Aziza F. 2008. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi dengan
produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masayarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Clara et.al. 2001. Narkoba: Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah
Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta: Media Pressindo.
DBGM (Direktorat Bina Gizi Masyarakat). 1990. Pedoman Pengelolaan Makanan
Bagi Pekerja. Jakarta : Depkes RI.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta.
_______. 1991. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Ditjen
Pelayanan Medik. _______. 1996. Buku Pedoman Petugas Gizi dan Puskesmas. Jakarta: Depkes.
_______. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
_______. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Fadyati AWS. 1988. Pengelolaan Usaha Boga (Catering Management). Jakarta:
Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Roma: FAO.
Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Asessment. Second Edition. New York:
Oxford University Press. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Kerjasama Depdikbud-
Dirjen Dikti dengan PAU Pangan dan Gizi IPB. Harper LJ, Deaton B.J, Driskel J. A.1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture.
56
Hurlock EB. 2001. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Islam NSK, Hossain KJ, Ahmed A, Ahsan M. 2002. Nutritional status of drug
addicts undergoing detoxification:prevalence of malnutrition and influence of illicit drugs and lifestyle. http://journals.cambridge.org [06 April 2011].
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. _________, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto S. 2004. Nutrition
Education. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kusharto CM, Saadiyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. Kristanti EY, Ahniar NF. 2010. Bnn: 3,3 juta penduduk RI pecandu narkoba.
http://www.vivanews.com [29 Maret 2011]. Martono LH. 2006. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba danKeluarganya.
Jakarta: Balai Pustaka. Mike. 2011. Recovery from drug addiction.
http://www.askmikethecounselor2.com /recovery-from-drug-addiction.html[28 Maret 2011].
Miller R. 2010. Nutrition in addiction recovery. http://www.mhof.net [28 Maret
2011]. Mukrie et.al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Akademi
Gizi, Depkes RI. Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. ______. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas
Terbuka. Ryan KM. 2006. Nutrition and exercise in a recovery milieu. Journal of addictive
disorders . http://breining.edu [28 Maret 2011].
Santrock JW. 2002. Live Span Development. USA: Mc Graw Hill. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Supariasa, Bakri, Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Syarief. 1997. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Orasi IlmiahGuru
Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
57
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia. Uripi V, Yuliati LN, Roedjito D. 1993. Diktat Manajemen Gizi Institusi II. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Weiss D, O’louglin J, Platt R, Paradis . 200 . Five-year predictors of physical
activity decline among adults in low-income communities: a prospective study. http://www.ijbnpa.org/content/4/1/2 [2011].
[WHO] World Health Organization. 2004. Appropriate body-mass index for Asian
populations and itsimplications for policy and intervention strategies. http://www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf. [20 Juni 2011].
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama. Widayani S. 2004. Anemia Gizi Besi dan Perbaikan Gizi Besi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. WNPG. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi.Jakarta.LIPI1.
Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Yurliani R. 2007. Gambaran social support pecandu narkoba [skripsi]. Medan:
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
58
LAMPIRAN
60
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama Lengkap: ......................................................................................... A1
2. Tempat/tanggal lahir : ............................................................................... A2
3. Umur : ....................................................................................................... A3
4. Jenis Kelamin : .......................................................................................... A4
5. Alamat asal : ............................................................................................. A5
6. Pendidikan : .............................................................................................. A6
7. Status : ...................................................................................................... A7
8. Jenis narkoba yang pernah digunakan : .................................................... A8
9. Alasan penggunaan narkoba : ................................................................... A9
10. Penyakit yang sedang/pernah diderita: ..................................................... A10
11. Berat Badan: .............................................................................................. A11
12. Tinggi badan: ............................................................................................. A12
B. KONSUMSI PANGAN Kebiasaan makan
1. Berapa kali anda makan dalam sehari?B1
a. 1 kali sehari b. 2kali sehari c. 3kali sehari d. >3 kali sehari
2. Apakah anda biasa sarapan pagi?B2
a. Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak pernah
3. Biasanya makanan apa yang anda makan saat sarapan?B3
a. Mie c. Nasi+lauk pauk b. Roti d. Lainnya, sebutkan …
4. Biasanya minuman apa yang anda minum saat sarapan?B4
a. Susu c. Teh manis b. Air putih d. Lainnya, sebutkan …
5. Bagaimana susunan menu makan siang yang sering anda makan?B5
a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan …
6. Bagaimana susunan menu yang biasa dimakan untuk malam hari?B6
a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan ...
61
7. Apakah anda menyukai makanan yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan? B7
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda mengkonsumsi makanan dari luar dapur penyelenggaraan makanan?B8
a. Ya (jika ya lanjut ke pertanyaan 9) b. Tidak (jika tidak lanjut ke pertanyaan 11)
9. Alasan anda mengkonsumsi makanan diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan? (pilih salah satu)B9
a. Rasa lapar b. Diajak teman b. osan dengan makanan yang disajikan c. Lainnya, sebutkan …
10. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi diluar dari yang telah disediakan
pihak penyelenggaraan makanan?B10
a. Mie ayam c. Batagor b. Gorengan d. lainnya, sebutkan …
11. Berapa jumlah air putih yang kamu minum setiap harinya?B11
a. <5 gelas c. 5 gelas b. 8 gelas d. >8 gelas
12. Apakah anda mengkonsumsi suplemen (vitamin)? a. Ya (sebutkan.................... b. Tidak
C. PENGETAHUAN GIZI
C1
Manakah dari zat-zat gizi berikut yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh?
a. Lemak c. Karbohidrat
b. Protein d. Tidak tahu
C2
Contoh pangan yang banyak mengandung karbohidrat adalah
a.ubi, kentang, daging
b. Nasi, singkong, jagung
c. daging, telur, susu
d. Tidak tahu
C3
Kelompok bahan makanan apakah yang banyak mengandung zat gizi protein nabati?
a.kacang-kacangan
b.daging, ikan, telur
c. bayam, pepaya, telur, susu
d. Tidak tahu
C4
Contoh pangan yang tinggi lemak adalah
a. Susu, ikan, putih telur
b. Mentega, putih telur, ikan
c. susu, mentega, kuning telur
d. Tidak tahu
62
C5
Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari:
a. Karbohidrat, lemak,protein, vitamin, dan mineral
b. Karbohidrat dan protein
c. vitamin
d. Tidak tahu
C6
Fungsi utama protein dalam tubuh adalah
a. Sumber energi utama
b. Mengganti jaringan tubuh yang rusak
c. Menjaga kesehatan mata
d. Tidak tahu
C7
Pangan yang tergolong sumber vitamin antara lain
a. Nasi, roti, kentang, ketela pohon
b. Ikan, telur, tempe, tahu
c. sayuran dan buah-buahan
d. Tidak tahu
C8
Makanan yang dikonsumsi harus bergizi dan...
a. Mahal harganya
b. Banyak mengandung lemak
c. beraneka ragam
d. Tidak tahu
C9 Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin?
a. A b. B c. D d. Tidak tahu
C10
Fungsi kalsium dan fosfor antara lain
a. Agar tubuh kuat
b. Mencegah anemia
c. Pembentukan tulang dan gigi
d. Tidak tahu
C11
Sumber kalsium dan fosfor adalah
a. Bayam dan kangkung
b. Keju dan susu
c. daging dan ikan
d. Tidak tahu
C12
Anjuran mengkonsumsi garam beryodium mencegah penyakit?
a. Sariawan
b. Gondok
c. Rabun
d. Tidak tahu
C13
Sumber zat besi pada makanan
a. Nasi, singkong
b. Daging, telur
c. buah-buahan
d. Tidak tahu
C14 Buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C adalah
a. Jeruk
63
b. Alpukat
c. jambu biji
d. Tidak tahu
C15
Kekurangan vitamin C menyebabkan penyakit?
a. rabun
b. Sariawan
c. anemia
d. Tidak tahu
C16
Kekurangan vitamin A menyebabkan penyakit?
a. Sariawan
b. Rabun
c. anemia
d. Tidak tahu
C17
Makanan yang banyak mengandung serat adalah
a. Daging
b. Telur
c. buah dan sayur
d. Tidak tahu
C18
Berapa banyak air sebaiknya diminum dalam sehari?
a. 5 gelas
b. 7 gelas
c. 8 gelas
d. Tidak tahu
C19
Kandungan gizi yang banyak terdapat pada minyak goreng adalah...
a. Karbohidrat
b. Protein
c. lemak
d. Tidak tahu
C20
Konsumsi yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk:
a. Tenaga
c. lemak
b. Energi d. Tidak tahu
64
D. DATA KONSUMSI PANGAN (Recall 2x24 jam)
Petunjuk pengisian
Data konsumsi pangan dalam satu hari ini dilakukan dua kali. Kolom yang
diisi adalah kolom URT (Ukuran Rumah Tangga)pada nama makanan yang
anda makan, dan asal. Kolom gram tidak perlu diisi. Untuk selingan diisi
pada nama makanan yang anda makan (pilih salah satu). Jika anda anda tidak
mengkonsumsi makanan dari kitchen atau dapur penyelenggaraan makanan
atau mengkonsumsi makanan dari luar isi nama makanan dan URT pada
kolom yang kosong.
Contoh Pengisian
Waktu Nama Makanan Jumlah yang dimakan Asal
URT (ukuran) Gram
Pagi Nasi 1 prg Dapur Telur ceplok 1 btr Dapur Teh manis 1 gls Dapur Selingan Donat keju* 1 bh Dapur Roti tiga rasa* Siang Soto ayam 1 mangkok Dapur Selingan Kue bolu* Agar-agar* 1 ptg Dapur Malam Nasi 1 prg Dapur Tumis kangkung 2 sdm Dapur Ikan bawal bakar 1 ekor sedang Dapur
Keterangan: * : pilih makanan yang dimakan
Bh : buah gls : gelas Sdm : sendok makan Bks : bungkus Ptg : potong Sdt : sendok teh Btr : butir Bj : biji Prg : piring
65
Hari Pertama (.../.../2011)
E1 E2 E4 E5
Waktu Nama makanan Jumlah yang dimakan
Asal URT gram
Pagi
Snack/ selingan
Siang
Snack/ selingan
Malam
66
Hari Kedua (.../.../2011)
Waktu Nama makanan Jumlah yang dimakan
Asal URT gram
Pagi
Snack/ selingan
Siang
Snack/ selingan
Malam
---Terima kasih atas kerjasama dan partisipasinya---
67
KUESIONER PENELITIAN
1. Nama pimpinan dapur/ penyelenggara makanan :
2. Pendidikan terakhir pimpinan?
3. Berapa porsi dapur menyediakan makanan setiap hari?
4. Siapa saja yang mendapatkan pelayanan pemberian makanan?
5. Apakah penyelenggaraan makanan Unitra BNN telah memiliki sertifikat?
6. Bagaimana struktur organisasinya?
7. Berapa jumlah karyawan yang bekerja?
a. Chef/koki/tukang masak : ........ orang
b. Bagian pembelian : .......... orang
c. Bagian penyimpanan/gudang : ............ orang
d. Lain-lain : ......... orang
8. Apa pendidikan terakhir karyawan?
9. Apakah ada persyaratan untuk menjadi karyawan yang berhubungan
dengan kebersihan dan kesehatan?
10. Apa tata tertib yang harus dipatuhi oleh karyawan?
11. Apakah karyawan diberikan pengarahan sebelum berkerja mengenai
kebersihan dan kesehatan?
12. Apakah tenaga pengolah makanan dalam keadaan sehat?
13. Apakah tenaga pengolah makanan tidak mengidap penyakit menular?
14. Apakah selama proses pengolahan, pengolah makanan dilarang untuk:
a. Merokok
b. Makan atau mengunyah
c. Memakai perhiasan
d. Menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk
keperluannya
15. Apakah selama proses pengolahan, pengolah makanan selalu:
a. Mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar
kecil
b. Memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar
c. Memakai pakaian kerja yang bersih dan tidak dipakai di luar
tempat jasa boga
16. Bagaimana alur/ proses pengolahan makanan dimulai dari perencanaan
menu hingga penyajian makanan?
17. Kapan pembelian bahan makanan/baku dilakukan?
68
18. Siapa yang membeli bahan baku?
19. Dimana tempat membeli bahan baku?
20. Apakah dapur memiliki standar untuk bahan baku yang dibeli?
21. Apakah dapur memiliki gudang penyimpanan bahan baku dan apa saja
yang ada di dalamnya?
22. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan bahan baku?
23. Siapakah yang merencanakan menu?
24. Bagaimana standar porsi yang digunakan?
25. Apakah karyawan memiliki pakaian khusus kerja?
26. Apa saja alat pelindung diri yang digunakan karyawan pada saat bekerja,
terutama saat menjamah makanan?
27. Apakah yang anda gunakan untuk mencuci alat masak dan alat makan?
28. Bagaimana proses pengolahan bahan makanan?
29. Bagaimana proses pendistribusian makanan jadi?
30. Apa jenis alat makan yang digunakan untuk penyajian makanan?
31. Apakah ada pengawasan dan pengendalian kegiatan pelayanan
penyelenggaraan makanan? Berupa apa?
32. Apakah pernah ada pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan?
33. Apakah karyawan pernah mengikuti pelatihan tentang sanitasi dan
hygiene?
34. Berapakah jumlah tempat sampah yang tersedia di dapur?
35. Apakah ada pembasmian terhadap serangga, tikus, kecoa, atau binatang
lainnya (pest control)?
36. Apakah ada pengolahan limbah dan bagaimana prosesnya?
37. Apakah kondisi dapur tempat kegiatan pengolahan makanan berlangsung
bersih?
38. Apakah dapur memiliki ventilasi yang cukup?
39. Apakah dapur memiliki luas yang cukup?
40. Apakah terdapat kamar ganti dan kamar mandi untuk karyawan?
41. Apakah peralatan dapur yang digunakan dalam keadaan bersih?
42. Apakah peralatan dapur yang digunakan aman (tidak menimbulkan racun
bila bersentuhan dengan bahan makanan)?
43. Apakah peralatan dapur yang digunakan untuk mengolah bahan pangan
yang mentah dibedakan dengan bahan pangan yang sudah matang?
69
44. Apakah pada saat pengolahan bahan pangan mentah dipisahkan dengan
bahan pangan yang sudah matang?
45. Apakah terdapat sumber air yang cukup dan bersih untuk proses
pengolahan makanan?
46. Apakah pada saat pengolahan bahan pangan dicuci dengan air bersih
yang mengalir?
47. Apakah bahan pangan diletakkan pada permukaan yang aman dan bersih
(tidak langung kontak dengan tanah/lantai)?
48. Apakah bahan pangan yang digunakan dalam keadaan segar?
70
Lampiran 2 Hasil uji statistik paired samples test status gizi residen.
Paired Samples Test
Paired Differences
MMean
Std.
Deviation
Std.
Error Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
tt
ddf
SSig. (2-tailed)
Lower Upper
PPair
1
IMT1 - IMT2
-1.6027
3E0
1.4877
7
.20061
-2.00493 -1.20053 -
7.98921E0
5.40000
E1
.00000
Lampiran 3 Hasil uji korelasi Pearson TKE dengan status gizi.
Correlations
TKE IMT2
TKE
Pearson Correlation 1 -.641**
Sig. (2-tailed) .000
N 55 55
IMT2
Pearson Correlation -.641** 1
Sig. (2-tailed) .000 N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4 Hasil uji korelasi Pearson TKP dengan status gizi.
Correlations
TKP IMT2
TKP
Pearson Correlation 1 -.574**
Sig. (2-tailed) .000
N 55 55
IMT2
Pearson Correlation -.574** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
71
Lampiran 5 Dokumentasi
Gedung utama UPT T&R BNN Gedung Therapeutic Community (TC)
Proses pengambilan data Proses pengambilan data
Chiller dan Freezer Peralatan masak
72
Peralatan masak Peralatan masak
Peralatan masak Gudang
Gudang Tempat pencucian
73
Keadaan dapur Keadaan dapur
Kotak P3K Sumber air
74
Lampiran 6 Contoh Siklus Menu
Kerangka menu Satuan Penukar
Gram Energi (kkal)
Protein (g)
Makan Pagi
Nasi 1 300 525 12
Telur mata sapi 1 95 10
Tumis wortel buncis jagung
0.5 50 25 1.5
0,25 25 12.5 0.75
0.25 25 12.5 0.75
Tahu goreng 1 100 80 6
Teh manis 200 50 Snack pagi
Puding 1 50 50
Brownies 1 40 175 4
Jeruk 0.5 50 50
Makan siang
Nasi 1 300 525 12
Ayam goreng 1 50 95 10
Tempe goreng 1 50 80 6
Sayur sop 1 100 50 3
Pisang 1 50 50 Snack sore
Bubur kacang hijau 0.5 50 40 3
Roti 1 100 175 4
Melon 1 100 50 Makan malam
Nasi 1 300 525 12
Ikan goreng 1 50 95 10
Keripik tempe 1 50 80 6
Tumis kangkung 1 100 50 3
Total 2857 105
Tang-gal
Makan pagi Snack pagi Makan siang Snack sore Makan malam
1 11 21
Nasi putih Puding Nasi putih Bubur
kacang hijau
Nasi putih
Telur mata sapi brownies ayam goreng Roti Ikan goreng
Tumis wortel+buncis+
jagung tahu isi tempe goreng melon Keripik tempe
Tahu goreng
Sayur sop
Tumis kangkung
Teh manis
Sambal
Teh manis
Buah
2 12 22
Nasi putih Nagasari Nasi putih pisang Nasi putih
Opor ayam Jus Jeruk Pepes tenggiri Lemper Udang tepung
tempe goreng Kacang telor tumis tempe Martabak
Telur Pergedel tahu
Teh manis
Bening bayam
Cah sawi+jagung
Buah
Sambal
75
Tang-gal
Makan pagi Snack pagi Makan siang Snack sore Makan malam
Teh manis
3 13 23
Nasi goreng Kolak ubi Nasi putih Kue sus Nasi putih
Chicken nugget Semangka Daging rendang tahu isi Telur balado
Kerupuk Bakwan sayur
Lalap daun singkong
Jeruk Tumis kacang panjang+toge
Timun
Tahu tepung
Tempe goreng
Sambal Sambal
Teh manis
Teh manis Buah
4 14 24
Nasi putih Donat Nasi putih Kue
mangkok Nasi putih
Ikan asam manis Es kacang
merah ayam bakar jus jambu Fuyung hai
Tempe goreng melon perkedel kentang Kacang bogor
Tahu tepung
Tumis buncis+wortel
Sayur asem
Capcay
Teh manis
Sambal
Teh manis
Buah
5 15 25
Nasi uduk Roti bakar Nasi putih Kue khamir Nasi putih
Semur Telor Susu Ikan teri bumbu
merah es cincau Rolade daging
Oreg Tempe pisang Gulai daun singkong
tahu isi Oreg Tempe
Teh manis
Buah
Teh manis
6 16 26
Nasi putih lemper Nasi putih Bolu pelangi
Nasi putih
Empal daging Gandasari Soto ayam Puding pepaya
cumi goreng
Tempe goreng semangka tempe sambal ijo kacang Terong balado
Tumis labu+jagung
Buah
Sop kacang merah
Teh manis
Teh manis
7 17 27
Nasi goreng putu ayu Nasi putih Combro Nasi putih
Sosis goreng mentega
susu Semur telur Es cendol Tongseng daging
Lalap ketimun, tomat
Es buah Semur tahu Martabak Telur
rempeyek kacang tanah
Kerupuk
Gudeg nangka
Tumis buncis
Teh manis
Sambal
Teh manis
Buah
8 18 28
Nasi putih Roti Nasi putih Misro Nasi putih
Udang balado Bubur kacang hijau
Ayam rica-rica Tahu isi Ikan lele
Tumis bayam+jagung
Jeruk tahu bacem Apel Tumis jamur
Tempe tepung
cah brokoli+wortel
Tahu goreng
Teh manis
Buah
Sambal
Teh manis
9 19
Ketupat Roti goreng sosis
Nasi putih Kue Talam Nasi putih
76
Tang-gal
Makan pagi Snack pagi Makan siang Snack sore Makan malam
29 Opor telur Es buah
rolade daging asam manis
Agar-agar ayam bumbu bali
Sambal goreng kentang
Kacang goreng
Sup oyong+tahu+soun+baso
Bakwan sayur
Tumis kangkung
Kerupuk
Oreg tempe
Perkedel tahu
Teh manis
Buah
Teh manis
10 20 30
Nasi putih Roti keju Nasi putih Kue Ku Nasi putih
Teri goreng Kolak pisang,
pepes ikan Jus jambu, ati ampela bumbu rujak
Tempe bumbu bali Kacang tahu tepung Tahu isi Pepes tahu
Teh manis
sambal
Teh manis
Buah
31 Nasi putih Risoles Nasi putih Burger Nasi putih
31 Abon Jeruk Semur daging es cincau
Ikan bawal goreng
Perkedel tahu Kacang Tempe goreng Pisang Sayur sop
Teh manis
Buah
Teh manis