analisis rasio ketersediaan dan konsumsi pangan … winiarti.pdfjurnal penelitian, maret 2015...
TRANSCRIPT
Jurnal Penelitian, Maret 2015
ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN
STRATEGIS DI KOTA MEDAN
Diah Winiarti
Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Sematera Utara
Abstract
This study aimed to analysis of availability, consumption, the ratio of strategic food
availability and comsuption and consumption patterns. Research in Medan. Sampling method
using Multistages Sampling. Methods of analysis using descriptive analysis, ratio, average
percentage of expenditure. The results of the study a total of startegic food security for rice in
2009 to 396.587 tons, 11.865 tons of cow meat, 5.069 tons of red chili, and 11.051 tons of red
union. in 2011 to 321.870 tons of rice, 7.920 tons of cow meat, to 24.992 tons of red chili, 19.268
tons of red union. in 2013 to 257.235 tons of rice, to 9.845 tons of cow meat, to 10.355 tons of
red chili, and to 8.166 tons of red union. Total food consumption strategic in 2009 to 298.401
tons of rice, to 11.272 tons of cow meat, to 4.766 tons of red chili, to 10.756 tons of red union.
In 2011 to 210.429 tons of rice, to 7.522 tons of cow meat, to 23.484 tons of red chili, and to
17.611 tons of red union. In 2013 to 229.792 tons of rice, to 1.490 tons of cow meat, to 9.729
tons of red chili, and to 7.464 tons of red union. The ratio of strategic food availability in 2009
lasting only rice food, food security in 2011 also on rice and food security in 2013 shifted to the
cow meat. Patterns of consumption with the average total consumption expenditure of strategic
food that is Rp. 336. 612/RT/Month.
Keywords : Availability, Consumption, Ratio, and Comsumption Patterns
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui analisis ketersediaan, konsumsi, rasio ketersediaan
dan konsumsi pangan strategis dan pola konsumsi. Penelitian di Kota Medan. Metode penarikan
sampel menggunakan Multistages sampling. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif,
rasio, Persentase rata-rata pengeluaran. Hasil penelitian total ketersediaan pangan strategis
untuk beras tahun 2009 yaitu 396.587 ton, daging sapi 11.865 ton, cabai merah 5.069 ton, dan
bawang merah 11.051 ton. Tahun 2011 untuk beras 321.870 ton, daging sapi 7.920 ton, cabai
merah 24.992 ton, dan bawang merah 19.268 ton. Tahun 2013 untuk beras 257.235 ton, daging
sapi 9.845 ton, cabai merah 10.355 ton, dan bawang merah 8.166 ton. Total konsumsi pangan
strategis tahun 2009 untuk beras yaitu 298.401 ton, daging sapi 11.272 ton, cabai merah 4.766
ton, dan bawang merah 10.756 ton. Tahun 2011 untuk beras 210.429 ton, daging sapi 7.522 ton,
cabai merah 23.484 ton, dan bawang merah 17.611 ton. Tahun 2013 untuk beras 229.792 ton,
daging sapi 1.490 ton, cabai merah 9.729 ton, dan bawang merah 7.464 ton. Rasio ketersediaan
pangan strategis tahun 2009 tahan pangan hanya beras, Tahun 2011 tahan pangan juga pada
beras. Tahun 2013 tahan pangan bergeser pada daging sapi. Pola konsumsi masyarakat dengan
total rata-rata pengeluaran konsumsi pangan strategis yaitu sebesar Rp. 336.612/RT/Bulan.
Kata Kunci : Ketersedian, Konsumsi, Rasio dan Pola konsumsi
Jurnal Penelitian, Maret 2015
PENDAHULUAN
Pangan adalah hak asasi manusia.
Orientasi dalam mengkonsumsi pangan
telah bergeser dari perhatian pada komoditas
menjadi perhatian pada nutrisi dan gizi.
Kebutuhan nutrisi oleh tubuh hanya dapat
dipenuhi dengan mengkonsumsi beraneka
ragam pangan. Untuk meningkatkan
ketahanan pangan perlu memperhatikan
sumber daya, kelembagaan dan budaya
lokal, yang salah satunya dilakukan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi beranekaragam pangan atau
memperbaiki pola konsumsinya dengan
prinsip gizi seimbang guna membentuk
sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan
produktif.1
Pola konsumsi pangan dipengaruhi
oleh banyak faktor dan pemilihan jenis
maupun banyaknya pangan yang dimakan,
dapat berlainan dari masyarakat ke
masyarakat dan dari negara ke negara. Akan
tetapi, faktor- faktor yang tampaknya akan
mempengaruhi konsumsi pangan dimana
saja di dunia adalah (1) jenis dan banyaknya
pangan yang diproduksi dan tersedia, (2)
Tingkat pendapatan, (3) Pengetahuan gizi.
Apabila jumlah pangan yang ditanam tidak
cukup untuk memberikan makan penduduk
suatu negara, maka resiko kurang gizi akan
tinggi dan gangguan gizi meningkat. Hal ini
menyebabkan keadaan kesehatan buruk dan
produktivitas rendah tidak hanya pada
tingkat lokal tetapi juga pada tingkat
nasional. Oleh sebab itu ahli pertanian
mempunyai peranan sangat penting dalam
pengembangan dan pelaksanaan program
pangan dan gizi. Produksi pangan yang lebih
banyak dan jenis yang beragam, merupakan
langkah pertama menuju ketersediaan
pangan yang cukup untuk penduduk.2
Ketersediaan pangan yang cukup
untuk seluruh penduduk di suatu wilayah
belum menjamin terhindarnya penduduk
dari masalah pangan dan gizi. Kebutuhan
pangan untuk konsumsi rumah tangga
merupakan hal pokok dalam kelangsungan
hidup. Untuk itu, selain ketersediaannya
juga perlu diperhatikan pola konsumsi
rumah tangga atau keseimbangan kontribusi
diantara jenis pangan yang dikonsumsi,
sehingga dapat memenuhi standar gizi yang
dianjurkan. Pola konsumsi pangan rumah
tangga dipengaruhi oleh pola makan
sebagian besar penduduk, ketersediaan
bahan pangan, dan tingkat pendapatan.
Ketersediaan dan konsumsi pangan dapat
menjadi masalah utama yang disebabkan
oleh adanya kekurangan pemenuhan
kebutuhan konsumsi semestinya dimana
pada akhirnya untuk memenuhi ketersediaan
pangan Kota Medan diperlukan adanya
cadangan makanan.3
Cadangan pangan dalam pemenuhan
ketersediaan pangan Kota Medan
merupakan komponen yang sangat penting
dalam penyediaan pangan yang cukup,
beragam, bergizi dan berimbang, baik secara
kuantitas maupun secara kualitas,
merupakan pondasi yang sangat penting
dalam pembangunan sumber daya manusia
suatu bangsa. Kekurangan pangan
berpotensi memicu keresahan berdampak
kepada masalah sosial, keamanan, dan
ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup
dan berkualitas bagi seluruh penduduk
merupakan salah satu tujuan pembangunan
pertanian. Disisi lain penyediaan tersebut
telah dipenuhi dengan baik seperti yang
telah diciri kan oleh pencapaian
keberhasilan mempertahankan swasembada
beras dan peningkatan ketersediaan pangan
lainnya.
Jurnal Penelitian, Maret 2015
Tabel 1. Banyaknya Poduksi, Barang Masuk (Impor), Barang Keluar (Ekspor) Dan Persediaan
Domestik Bahan Pangan Strategis Kota Medan Tahun 2013
No Bahan pangan
strategis
Produksi
(Keluaran)
Perubahan
Stock
Barang Masuk
(Impor)
Barang Keluar
(Ekspor)
Persediaan
Domestik
1 Beras 9.866 9.762 413.350 175.743 237.711
2 Bawang Merah - - 21.877 13.711 8.166
3 Cabe Merah 161 - 10.668 476 10.353
4 Daging Sapi 1.070 2 8.773 - 1.569
Sumber: BKP Medan, 2014
Dilihat dari tabel di atas bahwa Impor
bahan pangan strategis Kota Medan yang
terbesar adalah dari jenis pangan beras yakni
sebesar 413.350 ton, urutan kedua jenis
bahan pangan berasal dari bawang merah
yakni sebesar 21. 877 ton dan yang terkecil
adalah daging sapi yakni sebesar 8.773 ton.
Ekspor bahan pangan strategis yang terbesar
adalah dari jenis bahan pangan beras yakni
sebesar 175.743 ton, urutan kedua jenis
bahan pangan berasal dari bawang merah
yakni sebesar 13.711 ton dan yang terkecil
adalah daging sapi karena tidak ada yang
diekspor dan dapat dilihat bahwa persediaan
pangan strategis yang terbanyak yaitu pada
beras.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Dan Laju
Pertumbuhan Penduduk
Tahun Jumlah
Penduduk
Laju
Pertumbuhan
Penduduk (%)
2009 2.121.053 0,90
2010 2.097.710 (1,10)
2011 2.117.224 0,93
2012 2.122.804 0,26
2013 2.135.516 0,60
Sumber : BKP Medan, 2014
Berdasarkan data BPS Kota Medan
diketahui ada penurunan jumlah penduduk
Kota Medan dari 2.121.053 jiwa pada tahun
2009 menjadi 2.097.710 jiwa pada tahun
2010 (hasil Sensus Penduduk tahun 2010
penduduk Kota Medan) dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar -1,10%.
Sedangkan pada tahun 2011, jumlah
penduduk Kota Medan mengalami
peningkatan menjadi 2.117.224 jiwa atau
tumbuh sebesar 0,93% dari tahun
sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2012
penduduk Kota Medan sebanyak 2.122.804
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 0,26% dari tahun sebelumnya. Laju
pertumbuhan penduduk Kota Medan tahun
2013 sebesar 0,60% dari tahun sebelumnya
yakni menjadi 2.135.516 Jiwa.
Pemenuhan kebutuhan pangan dapat
dilihat dari total konsumsi penduduk Kota
Medan yang dapat diketahui dengan
mengalikan konsumsi pangan per orang
dengan jumlah penduduk. Pemenuhan
pangan dipengaruhi oleh adanya
peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
berarti jika jumlah penduduk meningkat
maka kebutuhan konsumsi akan meningkat
yang akhirnya menyebabkan kebutuhan
akan pangan meningkat pula. Oleh sebab itu
ketersediaan pangan menjadi suatu hal yang
penting untuk diperhatikan.
Dengan demikian, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Rasio Ketersediaan Pangan
Dan Konsumsi Pangan di Kota Medan”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif yaitu suatu metode penelitian
yang ditunjukkan untuk menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, yang
berlangsung saat ini atau saat yang lampau.
Penelitian deskriptif dapat mendeskripsikan
suatu keadaan saja, tetapi dapat juga
mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-
tahapan perkembangannya.
Metode penentuan daerah penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive).
Lokasi penelitian bertempat di Kota Medan.
Jenis penelitian deskriptif ini
menggambarkan dan menganalisa
ketersediaan pangan dan konsumsi pangan
di Kota Medan, dengan empat komoditas
pangan strategis di Kota Medan
Jurnal Penelitian, Maret 2015
Penentuan sampel penelitian ini
adalah dengan cara proportionate stratified
random sampling yaitu mengambil sampel
secara strata acak sederhana berdasarkan
banyaknya jumlah. Populasi dalam
penelitian ini adalah petani yang melakukan
konversi lahan pertanian baik itu yang
melakukan sebagian konversi, maupun
melakukan konversi seluruhnya.
Populasi pada penelitian ini adalah
rumah tangga di Kota Medan sebanyak
493.366 RT dengan asumsi bahwa rumah
tangga tersebut mengkonsumsi pangan
strategis seperti beras, cabai merah, bawang
merah, dan daging sapi. Penentuan sampel
dilakukan dengan cara pengambilan
bertahap ganda (Multistages Sampling)
yaitu pengambilan sampel yang dilakukan
melalui tahap-tahap dengan menggunakan
dua atau lebih tahapan.4
Tahapan-tahapan pelaksanaan yaitu
sebagai berikut :
1. Di Kota Medan secara sengaja
(purposive) dipilih 3 (tiga) kecamatan
yaitu Kecamatan Medan Deli, Medan
Marelan, dan Medan Helvetia dengan
berdasarkan pertimbangan bahwa
kecamatan yang dipilih dapat
mewakili secara demografis dan
jumlah rumah tangga yang terbanyak
sehingga mempengaruhi tingkat
konsumsi dan pola konsumsi nya.
2. Dari kecamatan terpilih secara sengaja
(purposive) diperoleh populasi jumlah
sebanyak 105.427 RT.
3. Penarikan responden dilakukan secara
acak sederhana (simple random
sampling), yaitu setiap kecamatan
diambil responden sesuai jumlah
sampel setiap lokasi penelitian
sehingga secara keseluruhan sampel
yang dapat mewakili populasi
berjumlah 75 rumah tangga
(responden). Dengan asumsi bahwa
rumah tangga tersebut mengkonsumsi
beras, cabai merah, bawang merah dan
daging sapi.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini terdiri dari data sekunder dan
data primer. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara langsung kepada petani sebagai
responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan (questioner) yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi
terkait.
Menyelesaikan masalah satu yaitu
bagaimana mengetahui tingkat ketersediaan
pangan strategis di Kota Medan, digunakan
analisis deskriptif dengan cara melihat data
ketersediaan pangan strategis di Kota
Medan. Data tersebut bersumber dari Badan
Ketahanan Pangan Kota Medan Ketersediaan pangan wilayah untuk
suatu komoditas tertentu dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Dimana:
KTSP : ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia (ton/tahun)
PROD : produksi pangan domestik
(ton/tahun)
(IP-XP) : net impor (IP adalah impor, XP
adalah ekspor) (ton/tahun)
SP : stok pangan yang dikeluarkan
(ton/tahun)
Setelah ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun ke dalam gram per
kapita per hari. Ketersediaan pangan
wilayah untuk suatu komoditas tertentu
(gram/kap/hari) dapat diformulasikan
sebagai berikut:
𝐾𝑆𝑃𝐾𝑇𝑆𝑃
∑ 𝑝 𝑋 365 ℎ𝑎𝑟𝑖
Dimana :
KSP : Ketersediaan pangan
(Gram/Kap/Hari)
KTSP : ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia (ton/tahun)
∑p : Jumlah Penduduk (jiwa)5
Menyelesaikan masalah kedua yaitu
bagaimana mengetahui tingkat konsumsi
pangan strategis di Kota Medan, digunakan
analisis deskriptif dengan cara melihat data
konsumsi pangan strategis pertahun di Kota
Medan. Data tersebut bersumber dari Badan
Ketahanan Pangan Kota Medan.
KTSP = PROD + (IP-XP) + SP
Jurnal Penelitian, Maret 2015
Untuk melihat Konsumsi total dapat
dilihat dengan rumus :
Ki = Kt
∑p X 365 hari
Dimana :
Ki : Konsumsi pangan per orang
(Gram/Kap/Hari)
Kt : Konsumsi total (Gram)
∑p : Jumlah Penduduk (jiwa).6
Menyelesaikan masalah ketiga
dilakukan analisis deskriptif dengan
pendekatan rasio ketersediaan pangan
strategis dengan konsumsi pangan strategis
di Kota Medan. Sehingga, rasio ketersediaan
pangan strategis dengan konsumsi pangan
strategis di Kota Medan dirumuskan :
𝑅𝑝𝑖 = 𝐾𝑇𝑆𝑃
𝐾𝑡
Dimana :
Rpi : Rasio pangan di wilayah i
KTSP : ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia (ton/tahun)
Kt : Konsumsi total (Ton)
Indikator yakni :
Dikatakan ketahanan pangan bila
jumlah ketersediaan pangan lebih besar 1,2
kali dibanding dengan jumlah konsumsi
pangan:
Tidak tahan pangan (rawan pangan) jika
RP < 0,8
Tahan pangan tetapi kurang terjamin
jika 0,8 < RP < 1,2
Tahan pangan terjamin jika RP > 1,2.7
Untuk Menyelesaikan masalah 4
digunakan analisis deskrifptif dengan
mentabulasi jumlah pengeluaran konsumsi
pangan dan dengan menghitung rata-rata
pengeluaran konsumsi pangan dengan
formulasi sebagai berikut:
% rata- rata pengeluaran
konsumsi pangan
:
Jumlah Pengeluaran Konsumsi Pangan
X 100 % Jumlah Total
Pengeluaran Rumah
Tangga
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan Pangan Strategis
Penyediaan pangan yang cukup,
beragam, bergizi dan berimbang, baik secara
kuantitas maupun secara kualitas,
merupakan pondasi yang sangat penting
dalam pembangunan sumber daya manusia
suatu bangsa. Kekurangan pangan
berpotensi memicu keresahan berdampak
kepada masalah sosial, keamanan, dan
ekonomi. Pemenuhan pangan yang cukup
dan berkualitas bagi seluruh penduduk
merupakan salah satu tujuan pembangunan
pertanian.
Disisi lain penyediaan tersebut telah
dipenuhi dengan baik seperti yang telah
diciri kan oleh pencapaian keberhasilan
mempertahankan swasembada beras dan
peningkatan ketersediaan pangan lainnya.
Keseimbangan pangan yang menuju kepada
keseimbangan gizi senantiasa menjadi salah
satu perhatian pemerintah. Keseimbangan
gizi artinya adanya keseimbangan antara
zat-zat yang diserap tubuh melalui makanan
yang dimakan yaitu kalori, protein dan
lemak sehingga manusia senantiasa berada
dalam keadaan sehat. Untuk lebih jelasnya
ketersediaan pangan di Kota Medan dapat
dilihat sebagai berikut :
Ketersediaan Beras
Ketersediaan beras diketahui dari
penjumlahan produksi beras, stok, dan net
impor yang didapat dari selisih ekspor dan
impor. Total ketersediaan beras pada tahun
2009 sebesar 306.587 ton, pada tahun 2011
sebesar 321.870 ton, dan pada tahun 2013
sebesar 257.235 ton. Produksi beras Kota
Medan pada tahun 2009 hanya menyumbang
sebesar 9.287 ton dari total ketersediaan
sisanya 297.300 diperoleh dari impor dari
luar Medan, sedangkan stok tidak ada untuk
membantu ketersediaan beras, untuk ekspor
beras Kota Medan tidak ada karena hanya
untuk memenuhi kebutuhan beras Kota
Medan. Pada tahun 2011 produksi beras
menurun menjadi 7.458 ton, mengakibatkan
impor beras naik hampir dua kali lipat dari
impor tahun lalu yaitu sebesar 501.620 ton.
Dengan stok beras dari tahun lalu sebesar
52.096 ton dan dengan mengekspor beras
keluar Medan sebesar 239.304 ton dari total
ketersediaan beras Kota Medan pada tahun
2011. Sedangkan pada tahun 2013 produksi
beras menyumbang hanya sebesar 9.866 ton
dari total ketersediaan beras, dengan impor
beras sebesar 413.350 ton dan stok beras
sebesar 257.235 ton, Kota Medan
Jurnal Penelitian, Maret 2015
mengimpor beras sebesar 175.743 ton.
Akibat tingginya jumlah penduduk di Kota
Medan membuat pemerintah mengimpor
beras untuk mencukupi kebutuhan
masyarakatnya.
Setelah ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Ketersediaan pangan di
wilayah tertentu untuk komoditas beras
dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009
ketersediaan beras sebesar 306.587
ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita
0,396 Kg/hari atau 396,013 gram/hari.
Untuk tahun 2011 dengan ketersediaan beras
321.870 ton/tahun, dengan ketersediaan
beras per kapita 0,416 Kg/hari atau 416,506
gram/harinya. Dan untuk tahun 2013 dengan
ketersediaan beras yaitu sebesar 257.235
ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita
yaitu 0,330 Kg/hari atau 330,015 Gram/hari.
Ketersediaan Daging Sapi
Ketersediaan daging sapi merupakan
penjumlahan dari produksi daging sapi, stok,
dan impor lalu dikurangi dengan ekspor.
Pada komoditas daging sapi, pemenuhan
ketersediaan di Kota Medan di tahun 2009
sebanyak 11.865 ton, tahun 2011 sebanyak
7.920 ton dan tahun 2013 sebanyak 9.845
ton. Bahwa ketergantungan akan daging sapi
impor pada tahun 2009 sebesar 9.453 ton,
dengan produksi sebesar 2.412 ton dan stok
tidak ada begitu pun ekspor, karena seluruh
ketersediaan daging sapi hanya untuk
memenuhi kebutuhan daging sapi di Kota
Medan. Di tahun 2011 produksi daging sapi
hanya 2.851 ton dengan impor sebesar 5.067
ton, dan stok hanya 2 ton. Dan di tahun 2013
mengalami penurunan produksi dengan
jumlah produksinya hanya 1.070 ton dengan
impor sebesar 8.773 ton dengan stok 2 ton.
Sumbangan impor untuk ketersediaan
yang terlalu besar dibandingkan
produksinya. Ketergantungan impor kurang
menjamin terpenuhinya kebutuhan
penduduk di suatu wilayah. Hal ini
dikarenakan pangan impor umumnya
fluktuatif dari segi kualitas maupun
kuantitasnya, harga yang kurang stabil, dan
distribusi yang kurang merata. Tidak ada
jaminan bahwa pangan impor dapat
menutupi semua kebutuhan penduduk. Oleh
karena itu, impor pangan merupakan jalan
terakhir yang diambil pemerintah dalam
menyediakan pangan untuk penduduk.
Setelah ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Ketersediaan pangan di
wilayah tertentu untuk komoditas daging
sapi dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009
ketersediaan daging sapi sebesar 11.865
ton/tahun, dengan ketersediaan per kapita
0,015 Kg/hari atau 15,326 Gram/hari. Untuk
ketersediaan daging sapi pada tahun 2011
sebesar 7.920 ton/tahun, dengan
ketersediaan per kapita 0,010 Kg/hari atau
10,249 gram/hari. Sedangkan untuk tahun
2013 ketersediaan daging sapi adalah
sebesar 9.845 ton dengan ketersediaan per
kapita 0,013 Kg/hari atau 12,630 gram/hari.
Ketersediaan Cabai Merah
Ketersediaan cabai merah didapat dari
penjumlahan produksi cabai merah dengan
stok dan impor, lalu dikurang dengan
ekspor. Ketersediaan cabai merah di Kota
Medan tahun 2009 sebesar 5.069 ton, tahun
2011 ketersediaan cabai merah sebesar
24.992 ton, dan tahun 2013 ketersediaan
cabai merah sebesar 10.353 ton. Bahwa pada
tahun 2009 bahwa ketersediaan cabai merah
didominasi oleh impor yaitu sebesar 4.534
ton dengan produksi 535 ton sedangkan stok
dan ekspor tidak ada. Pada tahun 2011 impor
mengalami peningkatan ketersediaan cabai
merah menjadi sebsar 24.690 ton dengan
produksi yang semakin menurun yaitu
sebesar 302 ton, begitu pun ditahun
sebelumnya stok dan ekspor pun tidak ada.
Pada tahun 2013 produksi cabai merah yaitu
sebesar 161 ton, ini mengalami kemerosotan
dari tahun sebelumnya. Untuk ketersediaan
cabai merah, Kota Medan mengimpor dari
luar Medan sebesar 10.668 ton untuk
memenuhi kebutuhan akan cabai merah
Jurnal Penelitian, Maret 2015
karena stok tidak ada dan Kota Medan
mengekspor cabai merah sebesar 476 ton.
Setelah ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Ketersediaan pangan di
wilayah tertentu untuk komoditas cabai
merah dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009
ketersediaan cabai merah sebesar 5.069
ton/tahun dengan ketersediaan per kapita
0,006 kg/hari atau 6,547 gram/hari. Untuk
ketersediaan cabai merah pada tahun 2011
sebesar 24.992 ton/tahun, dengan
ketersediaan per kapita 0,032 kg/hari atau
32,340 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013
ketersediaan cabai merah adalah sebesar
10.355 ton/tahun dengan ketersediaan per
kapita 0,013 kg/hari atau 13,285 gram/hari.
Ketersediaan Bawang Merah
Ketersediaan bawang merah didapat
dari penjumlahan produksi bawang merah
dengan stok dan impor, lalu dikurang
dengan ekspor. Ketersediaan bawang merah
di Kota Medan tahun 2009 sebesar 11.051
ton. Pada tahun 2011 ketersediaan bawang
merah sebesar 19.268 ton, dan di tahun 2013
ketersediaan bawang merah sebesar 8.166
ton. Ketersediaan bawang merah disumbang
sepenuhnya dari impor luar Kota Medan
baik tahun 2009 sebanyak 11051 ton, tahun
2011 sebanyak 19268 ton dan tahun 2013
sebanyak 21.877 ton. Pada bawang merah
terjadi ketergantungan ketersediaan secara
keseluruhan dari impor. Tidak ada stok
maupun ekspor untuk komoditas bawang
merah di Kota Medan kecuali pada tahun
2013 adanya ekspor bawang merah
sebanyak 13.711 ton. Hal ini dapat membuat
instabilitas ketersediaan pangan di Kota
Medan bila ada gangguan dari daerah
pasokan. Gangguan-gangguan ini dapat
disebabkan oleh produksi yang menurun di
daerah pemasok, bencana alam, atau
kemacetan distribusi pangan tersebut.
Setelah ketersediaan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Ketersediaan pangan di
wilayah tertentu untuk komoditas bawang
merah dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009
ketersediaan bawang merah sebesar 11.051
ton/tahun dengan ketersediaan per kapita
0,014 Kg/hari atau 14,274 Gram/hari. Untuk
ketersediaan bawang merah tahun 2011
sebesar 19.268 ton/tahun, dengan
ketersediaan per kapita 0,025 kg/hari atau
24,933 Gram/hari. Sedangkan tahun 2013
ketersediaan bawang merah adalah sebesar
8.166 ton/tahun dengan ketersediaan
bawang merah per kapita 0,010 kg/hari atau
10,476 gram/hari.
Konsumsi Pangan Strategis
Konsumsi pangan strategis adalah
besarnya penggunaan bahan pangan suatu
daerah dalam satu tahun oleh sejumlah
penduduk di daerah tersebut. Konsumsi
pangan di Kota Medan umumnya dipenuhi
dari impor pangan luar Kota Medan.
Konsumsi bahan pangan terdiri dari
konsumsi untuk bahan makanan, pakan
ternak, bibit, dan ada yang tercecer saat
panen maupun proses distribusi dari
produsen menuju konsumen. Namun,
konsumsi bahan pangan selalu didominasi
oleh pemakaian sebagai bahan makanan
penduduk. Konsumsi pangan ini dibagi atas
kilogram per hari dan gram per hari. Dan
untuk lebih jelasnya dapat dilihat dan
dijelaskan sebagai berikut :
Konsumsi Beras
Konsumsi beras (local rice/sticky rice)
merupakan konsumsi terbesar dari beberapa
pangan strategis. Hal ini dikarenakan karena
kebiasaan masyarakat yang menjadikan nasi
sebagai makanan utama. Jumlah pemakaian
beras di Kota Medan tahun 2009 sebesar
306.587 ton, tahun 2011 sebesar 217.678
ton, dan tahun 2013 sebesar 237.711 ton.
Pada tahun 2009 pemakaian beras
untuk konsumsi sebagai bahan makanan
sebesar 97,33% dari total pamakaian beras
atau sebanyak 298.401 ton. Sebesar 0,17%
dari total pemakaian beras atau sebanyak
521 ton, digunakan sebagai pakan ternak dan
sisanya tercecer pada saat panen maupun
saat distribusi beras tersebut sampai ke
Jurnal Penelitian, Maret 2015
tangan konsumen, yaitu sebesar 7.665 ton
atau 2,50% dari total pemakaian beras di
Kota Medan. Tidak terdapat pemakaian
beras menjadi bibit pada pemakaian beras di
Kota Medan.
Pada tahun 2011 pemakaian beras
untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan
sebesar 96,67% dari total pemakaian beras
atau sebanyak 210.429 ton, sebesar 0,66%
atau sebanyak 1.437 ton digunakan untuk
diolah dan sebanyak 370 ton dari total
pemakaian atau sebesar 0,17% sebagai
pakan ternak dan sisanya 2,50% dari total
pemakaian beras atau sebanyak 5.442 ton
tercecer.
Pada tahun 2013 sebesar 96,67% dari
total pemakaian beras untuk dikonsumsi
sebagai bahan makanan atau sebanyak
229.795 ton. Sebesar 2,50% atau sebanyak
5.943 ton tercecer. Sebanyak 1.569 ton atau
0,66% dari total pemakaian beras diolah dan
sisanya 0,17 atau 404 ton dijadikan pakan
ternak.
Setelah bahan makanan pangan
untuk dikonsumsi manusia diketahui,
dilakukan konversi angka untuk dikonsumsi
manusia dalam ton per tahun kedalam gram
per kapita per hari. Konsumsi pangan di
wilayah tertentu untuk komoditas beras
dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi
beras sebesar 298.401 ton per tahun dengan
konsumsi per kapita 0,385 kg/hari atau
385,439 gram/hari. Untuk konsumsi beras
pada tahun 2011 sebesar 210.429 ton/tahun,
dengan konsumsi beras per kapita 0,272
kg/hari atau 272,299 gram/hari. Sedangkan
tahun 2013 dengan konsumsi beras adalah
sebesar 229.792 ton dengan konsumsi per
kapita 0,295 Kg/hari atau 294,808
gram/hari.
Konsumsi Daging Sapi
Konsumsi total daging sapi (cow
meat) di Kota Medan tahun 2009 sebesar
11.865 ton. Pada tahun 2011 sebesar 7.918
ton dan pafa tahun 2013 konsumsi daging
sapi sebesar 1.573 ton. Daging sapi
merupakan konsumsi daging terbesar
penduduk Kota Medan. pada tahun 2009
konsumsi daging sapi untuk bahan makanan
mencakup 95% yaitu sebesar 11.272 ton dari
total pamakaian daging sapi di Kota Medan.
Daging sapi tidak digunakan untuk pakan
ternak dan bibit. Sebesar 5% dari total
pemakaian daging sapi, tercecer sebanyak
593 ton pada saat distribusi daging hingga
sampai ke konsumen.
Pada tahun 2011 sama halnya di
tahun 2009 yaitu 95% dari total pemakaian
daging sapi untuk konsumsi daging sapi
untuk bahan makanan atau dimakan
sebanyak 7.522 ton dan 5% dari total
pemakaian daging sapi sebesar 396 ton.
Sedangkan pemakaian daging sapi untuk
pakan ternak, bibit, dan diolah tidak ada.
Untuk tahun 2013 mengalami
penurunan jumlah konsumsi daging sapi
untuk dimakan menjadi sebanyak 1.490 ton
atau sebesar 94, 72 % dari total pemakaian
daging sapi, untuk yang tercecer sebesar
4,96 % dari total pemakaian daging sapi atau
sebanyak 78 ton dan adanya pemakaian
daging sapi untuk diolah sebesar 0,33% dari
total pemakaian daging sapi atau sebanyak 5
ton.
Setelah bahan makanan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah
tertentu untuk komoditas daging sapi dalam
satuan gram per kapita per hari. Didapat
bahwa pada tahun 2009 konsumsi daging
sapi sebesar 11.272 ton/tahun dengan
konsumsi per kapita 0,014 kg/hari atau
14,560 gram/hari. Untuk konsumsi daging
sapi pada tahun 2011 sebesar 7.522
ton/tahun, dengan konsumsi daging sapi per
kapita 0,010 kg/hari atau 9,734 gram/hari.
Sedangkan tahun 2013 konsumsi daging
sapi adalah sebesar 1.490 ton dengan
konsumsi daging sapi per kapita 0,002
kg/hari atau 1,911 gram/hari.
Konsumsi Cabai Merah
Cabai merah termasuk dalam
golongan sayur-sayuran. Konsumsi cabai
merah merupakan lima terbesar diantara
sayur-sayuran setelah bawang merah,
terong, sawi, dan bawang putih. Konsumsi
total cabai merah (chillies) tahun 2009 di
Jurnal Penelitian, Maret 2015
Kota Medan sebesar 5.069 ton, tahun 2011
sebesar 24.991 ton dan tahun 2013 sebesar
10.354 ton.
pada tahun 2009 sebesar 94,02% dari
pemakaian cabai merah yang digunakan
untuk bahan makanan di Kota Medan atau
sebanyak 4.766 ton cabai merah. Sebesar
0,71% dari total pemakaian cabai merah
digunakan sebagai bibit atau sebesar 36 ton
cabai merah. Dan sisanya yang tercecer
sebesar 5,27% dari total pemakaian cabai
merah atau sebanyak 267 ton, cabai merah
tercecer pada saat panen maupun saat
distribusi sampai ke tangan konsumen.
Pada tahun 2011 dari total pemakaian
cabai merah 93,97% untuk yang dimakan
atau di konsumsi yaitu sebesar 23.485 ton
cabai merah, dengan 1.317 ton atau 5,27%
dari total pemakaian tercecer, dan untuk
diolah sebanyak 12 ton atau 0,05% dari total
pemakaian cabai merah, untuk 0,7 % dari
total pemakaian cabai merah digunakan
sebagai bibit atau sebanyak 177 ton, untuk
pakan ternak tidak ada.
Tahun 2013 untuk pemakaian cabai
merah yang digunakan untuk konsumsi
sebanyak 9.729 ton atau 93,96% dari total
pemakaian cabai merah, digunakan untuk
bibit sebanyak 74 ton atau 0,71% dari total
pemakaian cabai merah. Sebanyak 5 ton
cabai merah diolah atau 0,005% dari total
pemakaian, dan yang tercecer sebesar 5,27%
dari total pemakaian cabai merah atau
sebanyak 546 ton cabai merah.
Setelah bahan makanan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah
tertentu untuk komoditas cabai merah dalam
satuan gram per kapita per hari. Didapat
bahwa pada tahun 2009 konsumsi cabai
merah sebesar 4.766 ton/tahun dengan
konsumsi cabai merah per kapita 0,006
kg/hari atau 6,156 gram /hari. Konsumsi
cabai merah pada tahun 2011 sebesar 23.484
ton/tahun, dengan konsumsi cabai merah
sebesar 0,030 kg/hari atau 30,389 gram/hari.
Sedangkan ditahun 2013 konsumsi cabai
merah adalah sebesar 9.729 ton/tahun
dengan konsumsi cabai merah per kapita
0,012 kg/hari atau 12,482 gram/hari.
Konsumsi Bawang Merah
Bawang merah (union) termasuk
dalam golongan sayur-sayuran. Jumlah
konsumsi bawang merah merupakan yang
tertinggi diantara golongan sayur-sayuran
lainnya. Konsumsi total bawang merah
tahun 2009 di Kota Medan sebesar 11.051
ton, tahun 2011 sebesar 19.268 ton, dan
tahun 2013 sebesar 8.167 ton.
Pada tahun 2009 untuk pemakaian
bawang merah yang dikonsumsi sebagai
bahan makanan sebanyak 10.756 ton atau
sebesar 97,33% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan. Bawang
merah yang tercecer sebanyak 276 ton atau
2,50% dari total pemakaian bawang merah,
Sisanya untuk pakan ternak sebesar 19 ton
atau 0,17% dari total pemakaian bawang
merah di Kota Medan.
Pada tahun 2011 untuk pemakaian
beras sebagai bahan makanan atau yang
dimakan ssebanyak 17.611 ton atau 91,4%
dari total pemakaian bawang merah,
sebanyak 1.611 ton atau 8,36% tercecer dan
sebanyak 46 ton untuk dijadikan bibit atau
0,24 % dari total pemakaian bawang merah.
Pada tahun 2013 pemakaian bawang
merah untuk yang dimakan sebanyak 7.464
ton atau 91,39% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan, sedangkan
sebesar 8,36% dari total pemakaian bawang
merah atau sebanyak 683 ton tercecer pada
saat panen dan distribusi, dan sisanya 0,24%
dijadikan bibit atau sebnayak 20 ton.
Setelah bahan makanan pangan untuk
dikonsumsi manusia diketahui, dilakukan
konversi angka untuk dikonsumsi manusia
dalam ton per tahun kedalam gram per
kapita per hari. Konsumsi pangan di wilayah
tertentu untuk komoditas bawang merah
dalam satuan gram per kapita per hari.
Didapat bahwa pada tahun 2009 konsumsi
bawang merah sebesar 10.756 ton/tahun,
dengan konsumsi bawang merah per kapita
0,005 kg/hari atau 13,893 gram/hari. Untuk
konsumsi bawang merah pada tahun 2011
sebesar 17.611 ton/tahun, dengan konsumsi
bawang merah per kapita 0,023 kg/hari atau
Jurnal Penelitian, Maret 2015
22,789 gram/hari. Sedangkan tahun 2013
konsumsi bawang merah adalah sebesar
7.464 ton/tahun, dengan konsumsi bawang
merah per kapita 0,009 kg/hari atau 9,576
gram/hari.
Rasio Ketersediaan dan Konsumsi
Pangan di Kota Medan
Rasio ketersediaan pangan dengan
konsumsi pangan merupakan hal yang
penting diketahui untuk menyusun
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
pemerintah dalam menjaga ketahanan
pangan. Rasio ini terdiri dari 2 aspek penting
yaitu ketersediaan dan konsumsi.
Ketersediaan meliputi produksi, stok pangan
dan net impor. Sedangkan konsumsi
berhubungan langsung dengan jumlah
penduduk. Dari angka rasio pangan ini dapat
diketahui bagaimana tingkat ketahanan
pangan Kota Medan. Adapun tingkat
ketahanan pangan terdiri dari rawan pangan,
tahan pangan namun rentan, dan tahan
pangan.
Tingkat ketahanan pangan yang
pertama yaitu tahan pangan. Tahan pangan
merupakan kondisi dimana rasio
ketersediaan pangan dan konsumsi pangan
lebih dari 1,2. Tingkat kedua, tahan pangan
namun rentan yaitu dimana rasio
ketersediaan pangan dan konsumsi pangan
antara 0,8 sampai 1,2. Tingkat ketahanan
pangan yang ketiga yaitu rawan pangan.
Ketahanan pangan dimana rasio
ketersediaan pangan dan konsumsi pangan
lebih kecil dari 0,8.
Dapat diketahui bahwa keempat
pangan strategis yang meliputi beras, cabai
merah, bawang merah, dan daging sapi.
Pada tahun 2009 kondisi ketahanan pangan
berada pada Rentan Pangan kecuali
komoditi beras. Keadaan tahan pangan di
tempati oleh komoditi beras dengan rasio
1,329 dengan rasio terkecil 1,027 dengan
komoditi bawang merah. Pada tahun 2011
kondisi ketahanan pangan berada pada
keadaan Rentan Pangan dan sama halnya di
tahun sebelumnya komoditi beras berada
pada keadaan tahan pangan dengan rasio
1,529 dengan rasio terkecil oleh komoditi
daging sapi dengan rasio 1,053.
Pada tahun 2013 kondisi ketahanan
pangan berada pada Rentan Pangan untuk
ketiga komoditi yaitu beras, bawang merah,
dan cabai merah. Sedangkan komoditi
daging sapi di tahun 2013 berada pada
keadaan tahan pangan dengan rasio 6,607.
Disusul oleh komoditi beras dengan rasio
1,119, nilai ini masih dibawah 1,2 sehingga
masih dikategorikan rentan pangan. Rasio
terkecil ditahun 2013 ini ditempati oleh
komoditi cabai merah dengan rasio 1,064.
Dapat dilihat pada Tabel 27 tidak
terjadi perubahan ketahanan pangan
komoditi beras pada tahun 2009 dan 2011,
pada tahun ini keadaan tahan pangan
diakibatkan karena rasio ketersediaan dan
konsumsi pangan yang berada di atas 1,2.
Hal ini disebabkan oleh pada tahun 2009
ketersediaan pangan melebihi konsumsi
pangan sehingga memiliki sisa bahan
makanan yang dapat dijadikan stok tahun
berikutnya yaitu tahun 2011, sehingga
keadaan ditahun 2011 masih dalam keadaan
tahan pangan.
Sedangkan dari tahun 2011 ketahun
2013 terjadi perubahan dari tahan pangan ke
rentan pangan disebabkan karena
ketersediaan beras menurun dan di imbangi
pula dengan konsumsi beras yang menurun
tetapi jumlah penduduk di tahun 2013
meningkat dari tahun berikutnya.
Ketersediaan menurun karena stok tahun
sebelumnya sedikit dan adanya ekspor
keluar daerah. Terjadinya ekspor bertujuan
untuk perdagangan, pemasaran dan
diedarkan. Rentan pangan adalah keadaan
tahan pangan tetapi ketersediaan hanya
mampu menutupi konsumsi pangan
masyarakat Kota Medan.
Untuk komoditi daging sapi, keadaan
tahan pangan pada tahun 2009 dan 2011
pada keadaan rentan pangan. Hal ini
dikarenakan ketersediaan pangan hanya
mampu menutupi konsumsi pangan saja,
sehingga berimbas pada tahun sesudahnya
dalam penyediaan stok. Tahun 2011
keadaan rentan pangan dapat disebabkan
karena penyediaan stok dan produksi sedikit
dan impor pun menurun, walaupun jumlah
penduduk meningkat tetapi total konsumsi
Jurnal Penelitian, Maret 2015
pangan menurun tetapi tidak ketersediaan
pun sedikit, sehingga rasio masih dalam
keadaan antara 0,8 sampai 1,2, yang
disimpulkan ketersediaan hanya mampu
menutupi konsumsi pangan.
Tetapi keadaan tahan pangan di tahun
2013 ini disebabkan karena rasio diatas 1,2
yaitu 6,607, disebabkan jumlah ketersediaan
ini meningkat dari tahun sebelumnya
sedangkan konsumsi menurun sekali, dan
jumlah penduduk meningkat, hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
faktor kesehatan, faktor ekonomi, faktor
alam, atau faktor dimana masyarakat
mencari barang pangan subtitusi dari daging
sapi menjadi ikan misalnya, untuk mencari
gizi yang sama yang terdapat pada daging
sapi.
Untuk komoditi cabai merah dan
bawang merah memiliki keadaan yang
rentan pangan pada tahun 2009, 2011, dan
tahun 2013. Ini disebabkan bahwa
pemerintah Kota Medan menyediakan
pasokan pangan hanya untuk memenuhi
kebutuhan pangan atau hanya untuk
mencukupi konsumsi pangan masyarakat
Kota Medan. Tahan pangan menuntut
adanya kemampuan menjaga tingkat
produksi domestik ditambah dengan
kemampuan untuk mengimpor pangan agar
dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan)
pangan penduduk. Kota Medan sangat
bergantung dengan pasokan dari luar
pangan. Ketergantungan akan pasokan
pangan dalam penyediaan pangan
merupakan hal yang kurang aman untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah
dan masyarakat perlu membangun suatu
sistem kewaspadaan, yang mampu
mendeteksi secara dini adanya gejala
kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat
meresponnya dengan cepat dan efektif.
Penanganan yang cepat dan tepat sangat
diperlukan untuk menghindarkan
masyarakat tersebut dari kerawanan yang
parah, dengan segala dampak yang
mengikutinya.
Pada masa yang akan datang upaya-
upaya memantapkan swasembada beras dan
pencapaian swasembada lainnya perlu
difokuskan pada terwujudnya ketahanan
pangan, diversifikasi konsumsi pangan serta
terjaminnya keamanan pangan. Strategi
yang sangat penting demi terciptanya
ketahanan pangan yang terjamin yaitu
penyimpanan pangan pada gudang pangan.
Pemerintah Kota Medan perlu
meningkatkan stok pangan pada BULOG
untuk menjaga stabilitas ketersediaan
pangan di Kota Medan bila terjadi
instabilitas pasokan maupun impor dari luar
Kota Medan. Perlunya stok pangan di
gudang pangan Kota Medan bukan hanya
pada komoditas beras saja, bahkan untuk
pangan strategis lain seperti cabai merah,
bawang merah, dan daging sapi. Hal ini
dikarenakan pola konsumsi masyarakat
Kota Medan lazim menggunakan bahan
pangan ini yang sudah menjadi budaya di
masyarakatnya.
Pola konsumsi Masyarakat di Kota
Medan
Mengetahui pola konsumsi
masyarakat Kota Medan, dapat dilihat dari
data konsumsi pangan strategis dan dihitung
rata-rata pengeluaran masyarakat terhadap
konsumsi pangan. Dan dapat dijelaskan
lebih jelas sebagai berikut :
Data Konsumsi Beras
Pola konsumsi untuk Konsumsi beras
di Kota Medan dapat dilihat bahwa
masyarakat Kota Medan mengkonsumsi
beras dalam sebulan untuk 1-5 kg sebanyak
2,67% atau sebanyak 2 rumah tangga.
Konsumsi pada 6 - 10 sebanyak 34,67% atau
26 rumah tangga yang mengkonsumsi beras.
Konsumsi 11-15 sebesar 14,67% dari total
responden atau tepatnya 11 rumah tangga
yang mengkonsumsi beras. Untuk konsumsi
16-20 dengan persentase sebesar 21,33%
dari total responden atau tepatnya 16 rumah
tangga yang mengkonsumsi beras, pada
konsumsi 21-25, sebesar 10,67% dari total
responden ada 8 rumah tangga yang
mengkonsumsi beras, dari konsumsi 26-30,
sebesar 14,67% dari tota responden atau 11
rumah tangga yang mengkonsumsi beras,
pada konsumsi 31+ hanya 1,33% dari total
Jurnal Penelitian, Maret 2015
responden atau hanya ada 1 responden yang
mengkonsumsi beras.
Persentase yang terbesar berada pada
konsumsi 6-10 dengan menyumbang
34,67% atau sebanyak 26 rumah tangga.
Selanjutnya pada konsumsi 16-20 dengan
menyumbang 21,33% atau sebanyak 16
rumah tangga. Berarti rata-rata rumah tangga
mengonsumsi beras dari 6 kg sampai 10 kg,
dan 16 sampai 20 kg.
Data Konsumsi Daging Sapi
Pola konsumsi untuk konsumsi daging
sapi di Kota Medan dapat dilihat bahwa
masyarakat Kota Medan yang
mengkonsumsi beras sebesar 0-0,5 dengan
54,67% dari total responden, ada 41 rumah
tangga yang mengkonsumsi daging sapi.
Konsumsi pada 0,6-1,0 dengan persentase
38,67% dari total responden, tepatnya ada 29
rumah tangga yang mengkonsumsi daging
sapi. Dari konsumsi 1,1 -1,5 hanya 1,33%
atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi
daging sapi. Pada konsumsi 1,6-2,0 memiliki
5,33%, hanya 4 rumah tangga yang
mengkonsumsi daging sapi. Persentase
tertinggi sebesar 54,67% pada konsumsi 0-
0,5 atau sebanyak 41 rumah tangga yang
mengkonsumsi daging sapi dan 38,67% pada
konsumsi 0,6-1,0 sebanyak 29 rumah tangga
yang mengkonsumsi daging sapi, berarti
rumah tangga mengonsumsi daging sapi
antara 0 sampai 0,5 kg dan 0,6 sampai 1 kg.
Data Konsumsi Cabai Merah
Pola konsumsi untuk konsumsi cabai
merah di Kota Medan dapat dilihat bahwa
masyarakat Kota Medan yang
mengkonsumsi cabai merah pada konsumsi
0-0,5 dengan 36% dari total responden, ada
27 rumah tangga yang mengkonsumsi cabai
merah, dari konsumsi 0,6 - 1 dengan
persentase 40%, ada 30 rumah tangga yang
mengkonsumsi cabai merah. Pada konsumsi
1,1 -1,5 dengan 5,33% dari total responden
ada 4 rumah tangga, pada konsumsi 1,6-2,0
dengan 12% dari total responden, ada 9
rumah tangga yang mengkonsumsi cabai
merah. Pada konsumsi 2,1-2,5 hanya 1,33%
atau 1 rumah tangga yang mengkonsumsi
cabai merah. Dan terakhir 2,6-3,0 orang
hanya 5,33% atau ada 4 rumah tangga.
Persentase terbesar yaitu 40% dimana
ada 30 rumah tangga yang mengkonsumsi
cabai merah antara 0,6 sampai 1 kg dalam
satu bulan dan 36% atau ada 27 rumah
tangga yang mengkonsumsi cabai merah
antara 0- 0,5 kg.
Data Konsumsi Bawang Merah
Pola konsumsi untuk konsumsi
bawang merah di Kota Medan dapat dilihat
bahwa masyarakat Kota Medan yang
mengkonsumsi bawang merah antara 0- 0,5
memiliki 21,33% atau ada 16 rumah tangga
yang mengkonsumsi bawang merah, pada
konsumsi 0,6 – 1 atau 52%, ada 39 rumah
tangga yang mengkonsumsi bawang merah,
antara 1,1 – 1,5 dengan persentase 8%, ada 6
rumah tangga dan pada konsumsi 1,6 – 2,0
dengan persentase 16%, ada 12 rumah
tangga yang mengkonsumsi bawang merah,
pada konsumsi 2,1- 2,5 dan 2,6- 3 dengan
memiliki persentase yang sama yaitu 1,33%
atau hanya ada 1 rumah tangga yang
mengkonsumsi bawang merah.
Persentase tertinggi dalam
mengkonsumsi bawang merah yaitu 52%
pada konsumsi 0,6 – 1 dengan jumlah 39
rumah tangga yang mengkonsumsi bawang
merah. Berarti banyak rumah tangga yang
mengkonsumsi bawang merah dalam satu
bulan pada berkisar 0,6 sampai 1 kg. Dan
pada konsumsi 0-0,5 dengan 21,33% dimana
ada 16 rumah tangga yang mengkonsumsi
bawang merah, artinya ada 16 rumah tangga
mengkonsumsi bawang merah dalam satu
bulan berkisar antara 0 sampai 0,5 kg.
Rata-rata pengeluaran konsumsi
pangan untuk empat komoditi seperti beras,
daging sapi, cabai merah, dan bawang merah
adalah sebesar Rp.341.636,38/RT/bulan.
Dapat dijelaskan bahwa rata-rata
pengeluaran pangan untuk konsumsi beras
sebesar Rp.182.073/RT/bulan. Beras
menyumbang 54,09% dalam total
pengeluaran konsumsi pangan strategis.
Untuk rata-rata pengeluaran konsumsi
daging sapi menyumbang 27,44% dari total
pengeluaran konsumsi pangan strategis
dengan rata-rata pengeluaran
Rp.92.356/RT/bulan. Untuk rata-rata
pengeluaran konsumsi cabai merah, cabai
Jurnal Penelitian, Maret 2015
merah menyumbang 10,67% dari total rata-
rata pengeluaran konsumsi pangan strategis
dengan rata-rata pengeluaran yaitu sebesar
Rp.35.910/RT/bulan.
Untuk pengeluaran konsumsi bawang
merah, bawang merah menyumbang 7,80%
dari total rata-rata pengeluaran pangan
strategis dengan rata-rata pengeluaran
konsumsi bawang merah yaitu sebesar Rp.
26.273/RT/bulan. Rata-rata pengeluaran
konsumsi pangan strategis tertinggi
ditempati oleh beras, dimana beras
menyumbang 54,09% dari total rata-rata
pengeluaran beras. Lebih dari 50%
pengeluaran konsumsi didominasi oleh
beras, hal ini disebabkan karena beras
merupakan pangan pokok yang paling utama
yang dikonsumsi oleh masyarakat Kota
Medan.
Masyarakat Kota Medan cenderung
mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok,
dimana masyarakat Kota Medan tidak
tertarik atau tidak biasa dengan barang
subtitusi dari barang pangan pokok seperti
ubi, jagung, talas dan lain-lain. Dan
kemungkinan besar di Kota Medan cukup
sulit mendapatkan bahan pangan seperti itu,
karena tidak setiap hari ada, dan tersedia
sebagaimana beras. Setelah beras rata-rata
pengeluaran konsumsi pangan ditempati
oleh daging sapi dengan menyumbang
27,44%, dari total rata-rata pengeluaran
konsumsi pangan. Hal ini dikarenakan oleh
harga daging sapi yang begitu tinggi
dibandingkan pangan yang lain, sehingga
pengeluaran daging sapi pun ikut tinggi
walau tidak diimbangi dengan konsumsinya.
Dengan rata-rata pendapatan
masyarakat Kota Medan yaitu sebesar
Rp.3.937.838/bulan dapat dilihat persentase
rata-rata pendapatan yang dibandingkan
dengan total pengeluaran tiap jenis pangan
strategis, agar dapat dilihat persentase
perbandingan pengeluaran bahan pangan
strategis terhadap pendapatan masyarakat
Kota Medan. Persentase rata-rata
pendapatan untuk beras yaitu sebesar 4,62%,
dimana dari rata-rata pendapatan
masyarakat Kota Medan sebesar
Rp.3.937.838/bulan dikeluarkan 4,62%
untuk membeli beras. Untuk daging sapi,
masyarakat Kota Medan mengeluarkan
2,34% dari total rata-rata pendapatan
masyarakat.
Untuk bahan pangan cabai merah,
masyarakat mengeluarkan 0,91% dari total
rata-rata pendapatan untuk membeli atau
berbelanja cabai merah. Untuk bahan
pangan bawang merah, masyarakat
mengeluarkan 0,67% dari total rata-rata
pendapatan masyarakat untuk membeli atau
berbelanja bawang merah dalan satu bulan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
masyarakat hanya mengeluarkan 8,74% dari
total rata-rata pendapatan untuk
mengkonsumsi pangan strategis dalam 4
jenis seperti beras, daging sapi, cabai merah
dan bawang merah. sedangkan selebihnya
masyarakat Kota Medan mengkonsumsi
barang pangan yang lain dan barang non
pangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun hal yang dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut :
1. Total ketersediaan pangan strategis
pada tahun 2009 untuk beras yaitu
sebesar 396.587 ton, daging sapi
sebesar 11.865 ton, cabai merah
sebesar 5.069 ton, dan bawang merah
sebesar 11.051 ton. Tahun 2011 untuk
beras sebesar 321.870 ton, daging sapi
sebesar 7.920 ton, cabai merah sebesar
24.992 ton, dan bawang merah sebesar
19.268 ton. Tahun 2013 untuk beras
sebesar 257.235 ton, daging sapi
sebesar 9.845 ton, cabai merah sebesar
10.355 ton, dan bawang merah sebesar
8.166 ton
2. Total konsumsi pangan strategis pada
tahun 2009 untuk beras yaitu sebesar
298.401 ton, daging sapi sebesar
11.272 ton, cabai merah sebesar 4.766
ton, dan bawang merah sebesar 10.756
ton. Tahun 2011 untuk beras sebesar
210.429 ton, daging sapi sebesar 7.522
ton, cabai merah sebesar 23.484 ton,
dan bawang merah sebesar 17.611 ton.
Tahun 2013 untuk beras sebesar
229.792 ton, daging sapi sebesar 1.490
Jurnal Penelitian, Maret 2015
ton, cabai merah sebesar 9.729 ton,
dan bawang merah sebesar 7.464 ton
3. Rasio ketersediaan pangan strategis
pada tahun 2009 untuk yang tahan
pangan yaitu beras, sedangkan untuk
daging sapi, cabai merah, dan bawang
merah pada rentan pangan. Tahun
2011 untuk yang tahan pangan juga
pada beras, sedangkan untuk daging
sapi, cabai merah, dan bawang merah
tetap rentan pangan. Tahun 2013
untuk yang tahan pangan bergeser
pada daging sapi, sedangkan beras,
cabai merah, dan bawang merah tetap
rentan pangan.
4. Pola konsumsi konsumsi masyarakat
dengan rata- rata pengeluaran
konsumsi pangan strategis untuk beras
yaitu sebesar Rp. 182.073, daging sapi
sebesar Rp. 92.356, cabai merah
sebesar Rp. 35.910, dan bawang
merah sebesar Rp. 26.273. Sehingga
total rata-rata pengeluaran konsumsi
pangan strategis yaitu sebesar Rp.
336.612/RT/Bulan.
Saran
Adapun hal yang dapat disarankan
adalah
1. Kepada Pemerintah : Hendaknya lebih
meningkatkan Pemenuhan pangan
yang cukup dan berkualitas bagi
seluruh penduduk agar tercapainya
swasembada beras dan peningkatan
ketersediaan pangan lainnya.
2. Kepada Masyarakat : Pentingnya
diversivikasi pangan dan mengurangi
atau mengganti konsumsi pangan
seperti pangan strategis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi
Pertanian. C.V ANDI OFFSET.
Yogyakarta.
2. Suhardjo, dkk, 1985. Pangan, gizi, dan
pertanian. Penerbit ui press, Jakarta
3. _______, 2013, Perencanaan Pangan
Dan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Bogor
4. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan,
2014. Publikasi Neraca Bahan
Makanan Kota Medan 2014. Medan
5. Badan Ketahanan Pangan Kota Medan.
2014. Analisis Dan Penyusunan pola
Konsumsi Dan Supply Pangan Kota
Medan. Medan
6. Efendi S, Tukiran. 2012. Metode
Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta
7. Puji, A. 2010. Analisis Rasio
Ketersediaan Dan Konsumsi Pangan
Strategis di Kota Medan. Universitas
Sumatera Utara. Medan.