pengaruh self-efficacy, positive affect, dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF-EFFICACY, POSITIVE AFFECT,
DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
RESILIENSI RESIDEN NAPZA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Trya Dara Ruidahasi
11140700000001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H / 2018 M
ii
PENGARUH SELF-EFFICACY, POSITIVE AFFECT,
DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
RESILIENSI RESIDEN NAPZA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Trya Dara Ruidahasi
11140700000001
Pembimbing
Mulia Sari Dewi, M. Psi., Psikolog
NIP. 19780502 200801 2 026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H / 2018 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH SELF-EFFICACY, POSITIVE AFFECT, DAN
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP RESILIENSI RESIDEN NAPZA” telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 26 September 2018. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S. Psi) pada
Fakultas Psikologi.
Jakarta, 26 September 2018
Sidang Munaqasyah
Anggota :
Dekan/
Ketua Meragkap Anggota
Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M. Si.
NIP. 19680614 199704 1 001
Wakil Dekan/
Sekertaris Meragkap Anggota
Dr. Abdul Rahman Shaleh, M. Si
NIP. 19720823 199903 1 002
Miftahuddin, M. Si.
NIP. 19730317 200604 1 001
Nia Tresniasari, M. Si.
NIP. 19341026 200912 2 004
Mulia Sari Dewi, M. Psi., Psikolog
NIP. 19780502 200801 2 026
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Jika dikemudian hari terbukri bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta
Jakarta, 26 September 2018
Trya Dara Ruidahasi
NIM: 11140700000001
v
MOTTO
Do what you love, love what you do.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) September 2018
C) Trya Dara Ruidahasi
D) Pengaruh Self-efficacy, Positive Affect dan Dukungan Sosial terhadap Resiliensi
Residen NAPZA
E) x + 84 halaman + 4 lampiran
F) Resiliensi merupakan faktor penting yang membuat seseorang mampu
menghadapi, mengatasi, bahkan menjadi lebih kuat dalam melewati keaadaan
yang sulit. Bagi seorang residen Napza, memiliki resiliensi yang baik
merupakan hal yang penting untuk mampu bertahan dan melewati seluruh
rangkaian proses rehabilitasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh self-efficacy, positive affect, dan dukungan sosial
terhadap resiliensi residen Napza.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel residen
Napza berjumlah 221 orang dan melibatkan pusat rehabilitasi yang berada di
daerah Jakarta dan Bogor. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan
teknik non-probability sampling. Alat ukur yang digunakan terdiri dari
Connor-Davison Resilience Scale (CD-RISC) yang dikembangkan oleh
Connor dan Davidson (2003), Generalized Self-efficacy Scale (GSE) yang
dikembangkan oleh Schwarzer dan Jerusalem (1995), Positive and Negative
Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark, &
Tellegen (1988), dan The Social Provision Scale yang dikembangkan oleh
Cutrona dan Russel (1987). CFA (Confirmatory Factor Analysis) digunakan
untuk menguji validitas alat ukur dan teknik analisis data yang digunakan
untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan self-efficacy, positive affect, dan dukungan sosial terhadap
resiliensi residen Napza dengan proporsi varians 58,9%. Berdasarkan hasil uji
hipotesis minor terdapat tiga variabel yang signifikan, yaitu self-efficacy,
positive affect dan guidance. Ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh
positif terhadap resiliensi residen Napza.
G) Bahan bacaan: 48; 11 Buku + 31 Jurnal + 6 Artikel
vii
ABTRACT
A) Faculty of Psychology
B) September 2018
C) Trya Dara Ruidahasi
D) The Effect of Self-efficacy, Positive Affect and Social Support on the
Resilience in Resident of Drug Abuse
E) x + 84 pages + 4 attachments
F) Resilience is a factor that enables a person to produce, encourage, and even
become stronger through difficult circumstances. For a resident of drug abuse
rehabilitation, having good resilience is a very important thing to be able to
complete all rehabilitation processes. The purpose of this research is to know
the effect of self-efficacy, positive affect, and social support on the resilience
in resident of drug abuse rehabilitation.
This study uses a quantitative approach with 221 samples and applies in
Jakarta and Bogor. Sampling is done using non-probability sampling
technique. This reasearch used four measurements consisting of Connor-
Davison Resilience Scale (CD-RISC) developed by Connor and Davidson
(2003), Generalized Self-efficacy Scale (GSE) developed by Schwarzer and
Jerusalem (1995), Positive and Negative Affect Schedule (PANAS)
developed by Watson, Clark, & Tellegen (1988), and The Social Provision
Scale developed by Cutrona and Russell (1987). CFA (Confirmatory Factor
Analysis) is used to analyze the validity of measurements, and data analysis
technique used to analyze the research is multiple regression analysis.
Based on the results of major hypothesis test, the first conclusion obtained
from this study is there is a significant effect of self-efficacy, positive affect,
and social support on resident of drug abuse with 58.9% as proportion of
variant. Based on the minor hypothesis test there are three significant
variables, namely self-efficacy, positive affect, and guidance. These three
variables have a positive effect on the resilience in resident of drug abuse
rehabilitation.
G) Reading Materials: 48; 11 Books + 31 Journals + 6 Articles
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya, dan para penerus
perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak arahan, bimbingan, motivasi, dan masukan yang sangat
berarti dengan segenap kesabarannya.
3. Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu, mendukung, memberi motivasi dan masukan selama masa
perkuliahan.
4. Lembaga-lembaga tempat pengambilan sampel penelitian Yayasan Karisma,
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, RSKO Jakarta, dan Yayasan Pemulihan
ix
Azalea Indonesia, terima kasih telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian di lembaga tersebut.
5. Seluruh dosen dan staff Fakutas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Rudi Kurnia dan Mamak Tarida Tambunan
beserta Abang Andry R. dan Helvin R. dan Adik Putri Mayasi R., Qanata
Hafiza R., dan Ahmadi Nejad R., terima kasih atas semua doa restu,
dukungan, motivasi dan sumber inspirasi serta semangat luar biasa yang telah
kalian berikan kepada penulis untuk selalu meneruskan perjuangan ini agar
mencapai yang terbaik. Juga seluruh keluarga besar Tio Pin Sin dan H.
Hasnan Tambunan, terima kasih atas seluruh doa dan dukungannya selama
ini.
7. Tiara Ersha O., Sri Hartini H., Conita Lutfiyah, Hanna Maricha Z., dan Usni
Dwi A. terima kasih telah selalu ada menemani penulis dari semester satu,
hingga sekarang dalam keadaan suka maupun duka, selalu memberikan
semangat pada penulis dan mendoakan yang terbaik untuk penulis.
8. Arin Husnayain, Vega Ayu A., Jeremia Halomoan S., dan Robi Zulkarnain,
terima kasih telah memberikan banyak inspirasi, selalu ada menemani penulis
dalam suka maupun duka, selalu mendengarkan keluh kesah penulis, selalu
memberikan semangat, saran dan bantuan yang membangun sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
x
9. Sakinah Nauli S., Artia Lovirtha C. D H., Audina Nasution, Sabilla
Firdausiah, Muhammad Azhar H., Mitra Khairani R., Muhammad Fahmi S.,
Aldira S., Iza Wahdini, dan Nabilla Agintha, terima kasih sudah menjadi
sahabat yang baik, selalu ada dan mendukung serta memberi semangat
kepada penulis.
10. Teman-teman SEMA-F Psikologi 2017 R. M. Kuslandika Kusuma Aji, Sri
Suryani, Ana Mariana, Hanny Rahmawati A. Z., Abdul Hadi, Hasan Basri R.,
dan Amalia Sabrina F., terima kasih telah memberi penulis banyak
pengalaman dan ilmu baru, sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang lebih
baik.
11. Mazaya Ghalia A., Syifa Nadia, Hanina Maulidha, Diah Lestari, Indra
Rukmana, dan Fauzi Farhan serta seluruh teman-teman Psikologi angkatan
2014, terima kasih telah menjadi teman-teman yang baik, memberikan
inspirasi, semangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan
semangat serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun.
Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, 26 September 2018
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………….. iv
MOTTO………………………………………………………………………….. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT……………………………………………………………………..vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1-12
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 8
1.2.1. Pembatasan Masalah.................................................................. 8
1.2.2. Perumusan Masalah ................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 11
1.3.1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 11
1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 11
BAB 2. LANDASAN TEORI ........................................................................ 13-38
2.1. Resiliensi ........................................................................................... 13
2.1.1. Pengertian Resiliensi ............................................................... 13
2.1.2. Aspek-aspek Resiliensi…........................................................ 14
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi ........................ 17
2.1.4.Pengukuran Resiliensi .............................................................. 20
2.2. Self-efficacy ....................................................................................... 21
2.2.1. Pengertian Self-effficacy .......................................................... 21
2.2.2. Dimensi Self-efficacy .............................................................. 22
2.2.3. Pengukuran Self-efficacy ......................................................... 23
2.3. Positive Affect .................................................................................... 24
2.3.1. Pengertian Positive Affect ....................................................... 24
2.3.2. Indikator-indikator Positive Affect .......................................... 26
2.3.3. Pengukuran Positive Affect………………………… ……......27
2.4 Dukungan Sosial…………………………………………… ……… 28
2.4.1. Pengertian Dukungan Sosial .................................................... 28
2.4.2. Dimensi Dukungan Sosial ........................................................ 29
2.4.3. Pengukuran Dukungan Sosial ................................................... 31
2.5. Kerangka Berpikir ............................................................................. 32
2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 37
xii
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 39-58
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ......................... 39
3.2. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel ....................... 39
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 42
3.3.1. Skala Resiliensi .................................................................... 43
3.3.2. Skala Self-efficacy ................................................................ 45
3.3.3. Skala Positive Affect ............................................................. 46
3.3.4. Skala Dukungan Sosial ........................................................ 46
3.4. Uji Validitas Konstruk ....................................................................... 47
3.4.1. Uji Validitas Item Resiliensi ................................................. 50
3.4.2. Uji Validitas Item Self-efficacy ............................................. 51
3.4.3. Uji Validitas Item Positive Affect ........................................ 53
3.4.4. Uji Validitas Item Dukungan Sosial ..................................... 54
3.5. Teknik Analisis data ........................................................................... 56
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS DATA ....................................................... 59-71
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................................... 59
4.2. Analisis Deskriptif Variabel ................................................................ 60
4.3. Kategorisasi Skor Variabel .................................................................. 62
4.4. Uji Hipotesis Penelitian....................................................................... 64
4.4.1. Pengujian Proporsi Varians ........................................................ 69
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...................................... 72-79
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 72
5.2. Diskusi ................................................................................................ 72
5.3. Saran .................................................................................................... 76
5.3.1. Saran Teoritis............................................................................... 76
5.3.2. Saran Praktis ............................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format skoring skala likert empat pilihan jawaban……….. 43
Tabel 3.2 Format skoring skala likert lima pilihan jawaban…...…….. 43
Tabel 3.3 Blueprit skala resiliensi…………………………………… 44
Tabel 3.4 Blueprint skala self-efficacy……………………………….. 45
Tabel 3.5 Blueprint skala positive affect……………………………… 46
Tabel 3.6 Blueprint skala dukungan sosial…………...………………. 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item resiliensi…..…..………………………… 51
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item self-efficacy………………………....... 52
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item positive affect………………….……….. 54
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item dukungan sosial…..…………………….. 55
Tabel 4.1 Lokasi Pengambilan Data…………………………………. 59
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian ................................................ 60
Tabel 4.3 Gambaran Usia…………….…............................................. 60
Tabel 4.4 Gambaran Durasi Residen Dalam Proses Rehabilitasi……. 60
Tabel 4.5 Analisis Deskriptif………………………….…………….... 61
Tabel 4.6 Norma Skor Kategorisasi……………..…………………… 62
Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Variabel…………………………………….. 62
Tabel 4.8 R Square………………………………………………………… 65
Tabel 4.9 Anova Pengaruh seluruh IV terhadap DV…………………. 65
Tabel
Tabel
4.10
4.11
Koefisien Regresi………....……………………………......
Proporsi Varians……………………………………………
66
70
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir………………………………. 36
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran
1
2
Surat Izin Penelitian……………………………………...
Kuesioner Penelitian……….…………………………….
84
88
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram…..……………………………. 97
Lampiran 4
Output Regresi………..………………………………….. 103
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) yang melanda dunia juga berimbas ke tanah
air. Sasaran peredaran Napza merambah ke berbagai lapisan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali. Berdasarkan pendataan dari aplikasi SIN (Sistem Informasi
Narkoba) jumlah kasus narkoba yang berhasil diungkap dalam lima tahun terakhir
dari tahun 2012-2016 per tahun sebesar 76,53%. Tahun 2016 jumlah kasus
narkoba yang berhasil diungkap adalah 868 kasus, jumlah ini meningkat 36,06%
dari tahun 2015. Hasil survei BNN (Badan Narkotika Nasional) bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI Tahun 2014 telah melahirkan angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba secara umum sebesar 2,18% dan meningkat
pada tahun 2016 dimana proyeksi angka prevalensi penyalahgunaan narkoba
secara umum sebesar 2,21% (Kemenkes RI, 2017).
Berkaitan dengan itu, negara dan pemerintah telah memberikan respon
berupa peraturan perundang-undangan, dan program-program yang diarahkan
dalam rangka pencegahan, penindakan maupun rehabilitasi bagi pencandu dan
korban penyalahgunaan Napza. Selanjutnya, pemerintah melalui BNN
mengeluarkan kebijakan, bahwa khusus bagi pecandu narkotika atau korban
penyalahgunaan Napza tidak dipenjarakan. Pecandu narkotika atau korban
penyalahgunaan Napza diberikan pelayanan dalam bentuk rehabilitasi medis
2
maupun rehabilitasi sosial. Kebijakan tersebut, yakni Peraturan Presiden RI.
Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun kedasaran baru bagi pecandu
narkotika dan korban penyalahgunaan Napza maupun keluarganya, untuk
melaporkan diri kepada institusi-institusi yang sudah disediakan oleh pemerintah
sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) (Sugiyanto, 2015).
Rehabilitasi merupakan proses yang cukup panjang dan tidak mudah bagi
residen Napza. Residen Napza yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-
orang yang menjadi pecandu dan ataupun korban penyalahgunaan NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) kemudian berada di dalam
rehabilitasi untuk mengikuti proses pemulihan agar lepas dari ketergantungan dan
juga agar dapat bangkit dari keterpurukan. Dalam website resmi BNN (2017),
dijelaskan bahwa terdapat empat tahap dalam pelayananan rehabilitasi, yaitu tahap
detoksifikasi, tahap stabilisasi, tahap primary, dan tahap re-entry. Tahap
detoksifikasi dilaksanakan sesuai kebutuhan residen atau paling lama 2 (dua)
minggu di tempat yang telah disiapkan sedemikian rupa dengan mengutamakan
aspek kesehatan dan keselamatan residen. Proses detoksifikasi adalah suatu
rangkaian intervensi yang bertujuan untuk menata kondisi akut dari intoksikasi
(keracunan) maupun putus zat, diikuti dengan pembersihan zat dari tubuh pecandu
atau penyalahguna narkoba. Residen kemudian diberikan beberapa kegiatan yang
meliputi terapi edukasi, terapi kelompok, terapi religi serta konseling individu
maupun kelompok.
3
Masih pada laman website BNN (2017) dijelaskan bahwa tahap
selanjutnya yaitu stabilisasi, merupakan tahap pengenalan dan adaptasi terhadap
lingkungan baru ditempat rehabilitasi. Residen yang telah melewati masa
withdrawl, kemudian mengikuti proses tahapan stabilisasi. Tujuan utama tahap
stabilisasi adalah melakukan penyesuaian diri dengan program rehabilitasi
(Therapeutic Community) TC. Beberapa kegiatan seperti terapi edukasi, grup
terapi, terapi okupasi, dan psikoterapi dilakukan pada tahapan ini. Tahap primary
adalah suatu tahapan program untuk menstabilkan kondisi fisik dan psikologis
residen, serta mempersiapkan residen dengan lingkungan yang menekankan
fungsi sosial. Pada tahap ini, residen mulai bersosialisasi dan bergabung dalam
komunitas terstruktur yang memiliki hierarki, jadwal harian, terapi kelompok,
grup seminar, konseling individu, konseling kelompok dan departemen kerja
sebagai media pendukung perubahan diri.
Tahap re-entry adalah tahapan akhir dalam program (Therapeutic
Community) TC. Dalam tahap ini, residen berada dalam tahap adaptasi dan
kembali bersosialisasi dengan masyarakat luas di luar komunitas residensial yang
dipersiapkan melalui program pola hidup sehat dan produktif berbasis konservasi
alam. Tujuan dari fase ini adalah residen diharapkan mampu mandiri dalam
penetuan jadwal harian, kedewasaan dalam pemikiran, bersosialisasi dengan
lingkungan serta mengikuti kegiatan vokasional yang disediakan (BNN, 2017).
Berdasarkan penjelasan proses rehabilitasi tersebut, dapat diketahui bahwa
proses rehabilitasi merupakan suatu kondisi yang sulit dan cukup panjang untuk
dilalui. Kondisi sulit yang dilalui salah satunya adalah tahap awal ketika residen
4
harus melepaskan ketergantungannya terhadap NAPZA dan meninggalkan
lingkungan lamanya, sementara harus beradaptasi ke dalam lingkungan baru yang
asing untuk menjalani proses rehabilitasi. Jangka waktu proses rehabilitasi
berbeda di setiap institusi, terdapat program jangka waktu tiga bulan, enam bulan
dan bahkan lebih. Hal ini memberikan tekananan kepada para residen, sehingga
sering kali masalah muncul dalam rehabilitasi. Beberapa masalah yang sering kali
muncul di rehabilitasi adalah residen yang melarikan diri hingga melakukan
bunuh diri karena tidak tahan menjalani proses rehabilitasi. Hal ini terbukti
dengan banyaknya media massa (liputan6.com 2014, detikNews 2014,
Tribunnews 2016, dan Kabar24.com 2015) yang memberitakan tentang kaburnya
residen dan bunuh diri yang dilakukan oleh residen. Demikian pula dengan hasil
wawancara penulis dengan salah seorang petugas yang ada di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido pada tanggal 16 Mei 2018, menyatakan bahwa tidak
sedikit residen yang berusaha melarikan diri bahkan sudah berhasil melarikan diri
dari pusat rehabilitasi. Beliau juga menyatakan bahwa residen yang melakukan hal
tersebut biasanya adalah residen yang baru masuk dan mengikuti program
rehabilitasi.
Berdasarkan beberapa data di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
permasalahan pada resiliensi residen Napza. Padahal, dalam upaya untuk
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba dengan menjalani proses
rehabilitasi, maka seseorang membutuhkan kemampuan untuk bertahan,
beradaptasi dan bangkit dari keadaan sulit, yaitu resiliensi. Grotberg (2001)
menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi,
5
mengatasi, menjadi lebih kuat, dan bahkan berubah oleh karena pengalaman masa
sulit. Resiliensi merupakan faktor penting yang membuat seseorang mampu
menghadapi, mengatasi, bahkan menjadi lebih kuat dalam melewati keaadaan
yang sulit. Oleh karena itu, residen harus memiliki resiliensi yang baik untuk
mampu bertahan dan melewati seluruh rangkaian proses rehabilitasi.
Resiliensi disebut sebagai kualitas dan kemampuan pribadi yang
memungkinkan seseorang berfungsi dengan baik atau beradaptasi dalam suatu
keadaan yang sulit atau peristiwa kehidupan yang mengganggu (Connor &
Davidson, 2003). Bagi para pecandu dan korban penyalahgunaan Napza,
memasuki proses rehabilitasi merupakan kondisi yang sulit. Selain harus
meninggalkan dunia kelamnya, mereka harus mampu beradaptasi di lingkungan
baru dengan berbagai kegiatan yang harus dijalani untuk lepas dari kecanduan.
Dalam jurnal karya Hee Lee et. al. (2012), dinyatakan bahwa terdapat dua faktor
psikologis yang terkait dengan resiliensi yaitu faktor risiko (risk factor) dan faktor
pelindung (protective factor). Faktor resiko merupakan faktor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan maladaptasi, sedangkan faktor pelindung merupakan
faktor-faktor dengan karakteristik yang mampu meningkatkan kemampuan
beradaptasi. Faktor pelindung diantaranya adalah life satisfaction, optimisme,
positive affect, self-efficacy, self-esteem, dan dukungan sosial. Dengan demikian,
dapat diambil hipotesis bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang dapat
mempengaruhi kemampuan resiliensi seseorang.
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi yaitu self-efficacy.
Self-efficacy adalah salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi,
6
karena apabila seseorang memiliki keyakinan dalam dirinya mengenai
kemampuannya untuk mengorganisir tugas untuk mencapai suatu tujuan tertentu,
maka akan membantu individu tersebut untuk dapat beradaptasi dengan baik
dalam suatu kondisi sulit. Hasil penelitian Sagone dan Caroli (2013) menunjukkan
hasil bahwa terdapat pengaruh positif dariself-efficacy terhadap resiliensi. Bandura
(1986) menyatakan bahwa self-efficacy mengacu pada persepsi tentang
kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu. Di samping itu, Schultz (2005)
mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan seseorang terhadap kecukupan,
efisiensi, dan kemampuan individu dalam mengatasi kehidupan. Sebuah studi
penelitian yang dilakukan oleh Gillespie et. al. (2007), menghasilkan temuan yang
menunjukkan adanya hubungan antara self-efficacy dan resiliensi. Seperti yang
juga telah dibahas oleh penelitian sebelumnya, bahwa resiliensi timbul dari
keyakinan akan self-efficacy seseorang, kemampuan untuk mengatasi perubahan,
dan penggunaan repertoar keterampilan pemecahan masalah (Tusaie &Dyer,
2004).
Selain self-efficacy, faktor internal lainnya yang juga mempengaruhi
resiliensi adalah positive affect. Positive Affect (PA) mencerminkan sejauh mana
seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada. PA tinggi adalah keadaan energi
tinggi, konsentrasi penuh, dan hubungan yang menyenangkan dengan individu
lain, sedangkan PA rendah ditandai oleh kesedihan dan kelesuan (Watson, Clark
& Tellegen, 1988). Penulis memilih positive affect sebagai salah satu faktor
internal yang mempengaruhi resiliensi karena apabila seseorang memiliki rasa
7
antusias, aktif, dan waspada yang baik dalam dirinya, akan membantu individu
tersebut untuk mampu bangkit kembali dan menghadapi situasi sulit yang
dihadapi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Smith et. al. (2008) menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara positive affect dan resiliensi. Zautra et. al. (2005),
menghasilkan temuan yang konsisten bahwa individu dengan positive affect yang
tinggi, mencirikan individu dengan resiliensi yang tinggi pula.
Selain faktor internal yang mempengaruhi resiliensi seseorang, juga
terdapat faktor eksternal yaitu dukungan sosial. Uchino (dalam Sarafino & Smith,
2011) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang tersedia bagi orang dari orang atau kelompok
lain. Hasil penelitian Hee Lee et. al (2012) menyatakan salah satu faktor eksternal
yang berperan penting dalam resiliensi adalah dukungan sosial. Dukungan sosial
dapat mempengaruhi resiliensi individu berkaitan erat dengan hubungan dengan
teman, keluarga dan lingkungan. Weiss (dalam Cutrona & Russell, 1987)
memberikan hipotesa tentang beberapa jenis hubungan yang biasanya
memberikan dukungan sosial dari masing-masing aspek. Attachment merupakan
bentuk dukungan yang diperoleh dari teman karib atau hubungan romantis, social
integration merupakan bentuk dukungan yang diperoleh dari pertemanan,
reassurance of worth merupakan bentuk dukungan yang diperoleh dari hubungan
kerja, reliable alliance merupakan bentuk dukungan yang diperoleh dari famili,
guidance merupakan bentuk dukungan yang diperoleh dari hubungan dengan
penasehat atau mentor, opportunity for nurturance merupakan bentuk dukungan
sosial yang diperoleh dari anak, suami/istri, atau orang lain yang terikat dengan
8
individu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Russel et.al. (dalam Cutrona &
Russell, 1987) menunjukkan kekonsistenan dari enam komponen Weiss.
Dukungan yang sesuai akan sangat membantu individu untuk memenuhi
kebutuhan saat mengalami kondisi yang dirasa sulit, individu dapat menemukan
cara efektif untuk keluar dari masalah, merasa dirinya dihargai dan dicintai yang
akan meningkatkan kepercayaan pada dirinya untuk mampu menjalani kehidupan
dengan lebih baik. Akan tetapi ketika individu tidak melihat bantuan sebagai
bentuk dukungan, dan dukungan yang diberikan tidak sesuai, maka kecil
kemungkinan individu dapat mengurangi stres (Sarafino & Smith, 2011).
Demikian pula dengan hasil penelitian Schultz et. al. (2009) yang menyatakan
bahwa dukungan sosial berhubungan positif dengan tingkat resiliensi seseorang.
Dalam hasil penelitiannya juga menjelaskan bahwa jenis dukungan sosial
mempengaruhi tingkatresiliensi yang lebih tinggi. Dukungan sosial dipilih oleh
penulis karena memiliki pengaruh yang kuat bagi individu untuk mampu bertahan
dalam kondisi sulit dan bangkit kembali dari suatu kondisi terpuruk.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti resiliensi para
residen Napza yang sedang menjalani proses rehabilitasi, dan seberapa besar
pengaruh dari self-efficacy, positive affect, dan dukungan sosial terhadap resiliensi
para residen Napza.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh self-
efficacy, pemecahan masalah, dan dukungan sosial terhadap resiliensi residen
9
Napza. Oleh karena itu penulis memberikan batasan pada masalah yang akan
dibahas, adapun yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Resiliensi
Resiliensi adalah kualitas kemampuan seseorang dalam bertahan serta
menyesuaikan diri dalam kondisi sulit, dan mampu melanjutkan hidup setelah
mengalami hal yang tidak menyenangkan atau situasi dengan tekanan yang
berat (Connor & Davidson 2003).
2. Self-efficacy
Self-efficacy adalah kepercayaan individu tentang kemampuannya untuk
mengendalikan kejadian yang mempengaruhi kehidupannya (Bandura, 1989).
3. Positive Affect
Positive affect adalah afeksi yang mencerminkan sejauh mana seseorang
merasa antusias, aktif, dan waspada (Watson, Clark dan Tellegen, 1988).
4. Dukungan sosial
Dukungan sosial menurut Weiss adalah suatu dukungan yang diperoleh dari
hubungan dengan orang lain, keadaan seseorang yang merasa cukup
didukung,dan terhindar dari kesendirian. Diukur dari enam aspek, yaitu
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance, dan opportunity for nurturance (Cutrona & Russel, 1987).
5. Residen Napza
Residen Napza yang dimaksud dalam peneltian ini adalah orang-orang yang
menjadi pecandu dan ataupun korban penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) kemudian berada di dalam rehabilitasi untuk
10
mengikuti proses pemulihan agar lepas dari ketergantungan dan juga agar dapat
bangkit dari keterpurukan.
1.2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam latar belakang, penulis
mengajukan rumusan masalah yang akan dijadikan sebagai dasar dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan self-efficacy, positive affect, dan
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan self-efficacy terhadap resiliensi
residen Napza?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan positive affect terhadap resiliensi
residen Napza?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi attachment pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi social integration pada
variabel dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi reassurance of woth pada
variabel dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi reliable alliance pada
variabel dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi guidance pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
11
9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi opportunity of nurturance
pada variabel dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza?
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh self-efficacy,
positive affect, dan dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui variabel atau dimensi mana yang
memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel resiliensi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi mafaat berupa:
1. Secara teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap ilmu dan
pengembangan pendidikan, khususnya mengenai pengaruh self-efficacy,
positive affect, dan dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza. Selain
itu, diharapkan juga dapat memperkaya hasil-hasil penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya dan menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Secara praktis:
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi wawasan kepada
masyarakat dan juga kepada institusi rehabilitasi dalam memberikan dukungan
sosial dan pembinaan psikologis kepada korban penyalahgunaan Napza, agar
para korban penyalahgunaan Napza menjadi individu yang resilien. Sehingga
12
dapat menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan bebas dari penyalahgunaan
Napza, tidak relapse dan melanjutkan kehidupan bermasyarakat dengan baik.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Resiliensi
2.1.1. Pengertian Resiliensi
Wagnild dan Young (1993) menyatakan bahwa karakteristik personal dan
kemampuan individu untuk mengatasi perubahan atau kemalangan dengan sukses
disebut dengan resiliensi. Menurut Fraser, Richman, dan Galinsky (1999) istilah
resiliesi diartikan sebagai adaptasi yang tidak terduga atau sangat sukses terhadap
kejadian kehidupan negatif, trauma, stres dan bentuk risiko lainnya. Resiliensi
adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, belajar dari, dan
diperkuat oleh pengalaman kesengsaraan (Grotberg, 2001).
Dalam bukunya yang berjudul The Resilience Factor, Reivich dan Shatte
(2002) mengungkapkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk dapat bertahan
dengan teguh dan beradaptasi dalam keadaan yang sulit. Connor dan Davidson
(2003) berpendapat bahwa resiliensi adalah kualitas kemampuan seseorang dalam
bertahan, menyesuaikan diri dengan kondisi sulit, dan mampu melanjutkan hidup
setelah mengalami hal yang tidak menyenangkan atau situasi dengan tekanan
yang berat. Tugade dan Fredrickson (2004) menyebutkan bahwa dalam
menghadapi kehilangan, kesulitan atau kesengsaraan, kemampuan untuk
mengatasi dan beradaptasi yang efektif adalah resiliensi.
Resiliensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk pulih atau
bangkit kembali, sebagaimana secara etimologi, resiliensi berasal dari kata Latin
14
salire: “melompat”, dan resilire: “untuk melompat kembali” (Davidson et. al.,
2005).Tugade & Fredrickson (dalam Singh & Yu, 2010) berpendapat bahwa
resiliensi adalah ketahanan psikologis yang mengacu pada kemampuan dalam
mengatasi dan beradaptasi meskipun dihadapkan dengan kerugian dan kesulitan.
Santrock (dalam Raisa, 2016) menyatakan resiliensi adalah kemampuan individu
dalam melakukan adaptasi positif untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hal
perilaku, prestasi dan hubungan sosial dan tingkat ketahanan individu pada saat
menghadapi keadaan yang merugikan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merujuk kepada satu teori yang
dikemukakan oleh Connor dan Davidson (2003) bahwa resiliensi merupakan
kualitas kemampuan seseorang dalam bertahan, menyesuaikan dengan kondisi
sulit, dan mampu melanjutkan hidup setelah mengalami hal yang tidak
menyenangkan atau situasi dengan tekanan yang berat. Hal ini karena teori dan
praktik oleh Connor dan Davidson dikembangkan dalam praktik klinis, dimana
hal ini sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan saat ini.
2.1.2. Aspek Resiliensi
Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan bahwa kemampuan resiliensi terdiri dari:
1. Regulasi Emosi
Regulasi emosi merupakan suatu kemampuan dimana individu dapat tetap
tenang meskipun sedang berada dalam situasi tertekan. Individu dengan
regulasi emosi yang baik dapat mengontrol emosi, perhatian dan perilaku
mereka, sehingga individu tersebut dapat mengekspresikan emosi dengan tepat
sesuai situasi dan lokasinya. Tidak semua emosi perlu diperbaiki dan dikontrol.
15
Emosi yang dirasakan oleh individu harus diekspresikan, namun cara
mengekspresikannya haruslah tepat.
2. Pengendalian Impuls
Individu yang memiliki regulasi rendah juga memiliki pengendalian impuls
yang rendah. Sehingga apabila individu memiliki kontrol impuls yang rendah,
maka individu tersebut akan percaya pada dorongan impulsifnya yang pertama
dan menganggap situasi merupakan kenyataan dan melakukan perbuatan yang
sesuai dengan kenyataan tersebut. Hal ini dapat membuat resiliensi individu
menjadi rendah.
3. Optimisme
Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu yang optimis
adalah individu yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk
menangani kesengsaraan yang akan muncul di masa yang akan datang. Optimis
juga menggambarkan kemampuan self-efficacy, yakni kemampuan untuk
mempercayai kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri untuk menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi dan siapa yang mengkontrol kehidupan diri
sendiri.
4. Analisis Penyebab Masalah
Analisis kausal adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan
yang dimiliki oleh individu dalam mengidentifikasi dengan teliti penyebab dari
masalah yang dihadapinya. Individu yang resilien adalah individu yang
memiliki kefleksibelan kognitif dan bisa mengidentifikasi semua penyebab dari
kesulitan yang dihadapinya. Individu juga tidak menyalahkan individu lain
16
terhadap kesalahan yang dilakukannya dalam rangka untuk membebaskan diri
dari perasaan bersalah. Mereka juga berusaha mengontrol faktor yang bisa
dikontrol dan mengatasi masalah yang akan datang.
5. Empati
Empati merupakan kemampuan individu dalam menangkap isyarat yang
diberikan individu lain untuk menunjukkan keadaan psikologis dan emosi
mereka. Tidak semua individu memiliki kemampuan empati yang baik, ada
juga yang tidak dapat mengembangkan kemampuan ini. Akan tetapi skor
empati bisa meningkat.
6. Efikasi Diri
Efikasi diri adalah sebuah pemahaman yang menganggap bahwa dirinya adalah
individu yang mengesankan dalam dunia. Ini menggambarkan kepercayaan
individu bahwa dirinya bisa memecahkan sendiri masalahnya, memiliki
pengalaman dan kepercayaan bahwa dirinya mampu meraih sukses. Individu
yang memiliki efikasi diri yang tinggi dapat mengatasi masalahnya dan tidak
mudah menyerah.
7. Peningkatan Aspek Positif
Resiliensi memungkinkan individu untuk menigkatkan aspek positif dalam
hidup. Resiliensi adalah sumber dari kemampuan individu untuk dapat
mengangkat aspek positif dan memberikan kejutan mengapa beberapa individu
dapat melakukannya.
Selain itu, Connor danDavidson (dalam Singh & Yu, 2010) menyatakan
bahwa yang menjadi aspek-aspek resiliensi adalah sebagai berikut:
17
1. Kompetensi personal, standar yang tinggi dan keuletan. Hal ini mendukung
seseorang untuk merasa sebagai orang yang mampu mencapai tujuan dalam
situasi kemunduran atau kegagalan.
2. Percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap efek negatif dan kuat
atau tegar dalam menghadapi stress. Hal ini berhubungan dengan ketenangan
dalam menghadapi stres.
3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman
dengan orang lain. Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi dalam
menghadapi perubahan.
4. Kontrol atau pengendalian diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta
atau mendapatkan bantuan orang lain.
5. Pengaruh spiritual, yaitu keyakinan kepada Tuhan dan takdir.
Berdasarkan uraian mengenai aspek-aspek resiliensi di atas, penelitian ini
akan merujuk kepada aspek yang diungkapkan oleh Connor dan Davidson (2003),
yaitu kompetensi personal, percaya pada diri sendiri, menerima perubahan secara
positif, kontrol atau pengendalian diri, dan pengaruh spiritual. Aspek ini dipilih
karena teori yang dikemukakan oleh Connor dan Davidson dikembangkan dalam
praktik klinis, dimana hal ini cocok dan sesuai dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi antara lain adalah self-efficacy,
positive affect, dukungan sosial, self-esteem dan optimisme.
1. Self-efficacy
18
Self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam
mengendalikan kejadian yang mempengaruhi kehidupanya. Dengan memiliki
self-efficacy yang baik akan membuat individu lebih mudah beradaptasi dalam
berbagai kondisi, sehingga resiliensinya juga akan baik. Berdasarkan penelitian
karya Hee Lee et. al. (2012) menunjukkan hasil bahwa self-efficacy merupakan
salah satu dari faktor pelindung internal yang mempengaruhi resiliensi.
Garmezy, Greef & Ritman, Rutter, Shiner (dalam Reich et. al. 2010) juga
menjelaskan bahwa kepribadian resilien adalah karateristik dari trait yang
mencerminkan kekuatan, dan kekuatan rasa dari diri individu ditunjukkan oleh
self-efficacy.
2. Positive Affect
Positive affect merupakan salah satu faktor internal selain self-efficacy yang
mempengaruhi resiliensi. Berdasarkan penelitian Zautra et. al. (2005)
menghasilkan temuan bahwa individu dengan positive affect yang tinggi,
mencirikan individu yang lebih tangguh dalam menghadapi kondisi sulit atau
disebut juga dengan individu yang resilien. Selain itu, Hee Lee et. al. (2012)
jugamenyatakan dalam hasil penelitiannya, bahwa positive affect merupakan
salah satu protective factor yang mempengaruhi resiliensi.
3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang didapat individu dari individu atau kelompok lain
memiliki hubungan tengan resiliensi. Ketika individu merasa didukung, maka
akan meningkatkan kemampuannya dalam beradaptasi dan menghadapi
masalah yang sedang dihadapi. Menurut Ballenger, Browning, dan Johnson
19
(2010), salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah
social support. Konsisten dengan sebuah penelitian yang membahas dukungan
sosial sebagai faktor dari resiliensi, dan menunjukkan bahwa resiliensi
berhubungan positif dengan dukungan sosial yang dirasakan individu (Brown,
2008).
4. Self-esteem
Penilaian individu terhadap dirinya berdasarkan perlakuan yang diterima dari
lingkungan berhubungan dengan resiliensi. Garmezy, Greef & Ritman, Rutter,
Shiner (dalam Reich et. al. 2010) menjelaskan bahwa kepribadian resilien
adalah karateristik dari trait yang mencerminkan kekuatan, dan kekuatan rasa
dari diri individu ditunjukkan oleh self-esteeem. Werner dan Smith (dalam
Reich et. al. 2010) dalam sebuah penelitian panjang menemukan beberapa
faktor penting yang mempengaruhi resiliensi, dalah satu diantaranya adalah
self-esteem.
5. Optimisme
Individu dengan tingkat optimisme yang baik akan memiliki resiliensi yang
baik. Individu yang meyakini adanya kehidupan lebih baik setelah mengalami
kegagalan akan dapat melalui kondisi sulit dengan baik. Synder dan Lopez
(dalam Souri dan Hasanirad, 2011)menyatakan bahwa optimisme memiliki
peran utama untuk bermain dalam adaptasi terhadap kondisi sulit atau
resiliensi. Ketika menghadapi tantangan, individu yang optimis menunjukkan
lebih banyak ketahanan, bahkan jika kemajuan itu sulit dan lambat.
20
Berdasarkan penjelasan mengenai berbagai faktor dari beberapa tokoh
diatas, penelitian ini merujuk pada penelitian Hee Lee et. al. (2012), yang
menunjukkan hasil bahwa terdapat enam faktor pelindung yang meliputi eksternal
dan internal (life satisfaction, optimisme, positive affect, self-efficacy, self-esteem,
dan dukungan sosial), dan lima faktor resiko (kecemasan, depresi, negative affect,
perceived stress, dan PTSD) yang dapat mempengaruhi resiliensi. Pada beberapa
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa self-efficacy, positive affect dan
dukungan sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap resiliensi, penulis tertarik
untuk melihat pengaruh faktor-faktor tersebut pada resiliensi residen Napza.
2.1.4. Pengukuran Resiliensi
Berdasarkan teori mengenai aspek-aspek resiliensi yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka terdapat dua skala pengukuran resiliensi. Pertama, skala
pengukuran resiliensi yang dikembangkan oleh Reivich dan Shatte yang bernama
Resilience Quotient (RQ). Berdasarkan 7 aspek resiliensi yang dikemukakan
Reivich dan Shatte, yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, empati,
optimisme, analisis penyebab masalah, efikasi diri dan penignkata aspek positif,
skala ini terdiri dari 57 item.
Selain itu, juga terdapat skala pengukuran resiliensi oleh Connor &
Davidson (2003), yaitu CD-RISC (Connor-Davidson Resilience Scale). Pada
skala pengukuran ini, terdapat 25 item berdasarkan 5 aspek resiliensi menurut
Connor & Davidson, yaitu kompetensi personal, percaya pada diri sendiri,
menerima perubahan secara positif, pengendalian diri, dan pengaruh spiritual
(dalam Singh & Yu, 2010).
21
Pengukuran resiliensi dalam penelitiaan ini akan menggunakan alat ukur
resiliensi yang dikembangkan oleh Connor & Davidson (2003), hal ini
dikarenakan menurut penulis alat ukur ini cocok untuk digunakan dalam
penelitian ini karena alat ini dikembangkan dalam praktik klinis. Selain itu,
menurut penelitian Windle et. al., (2011) CD-RISC merupakan salah satu dari tiga
alat ukur yang memperoleh rating tertiggi dalam nilai validitas dan reliabilitas
dari 15 alat ukur resiliensi yang diuji.
2.2. Self-efficacy
2.2.1. Pengertian Self-efficacy
Menurut Bandura, teori self-efficacy menegakkan bahwa segala bentuk proses
perubahan psikologis dan perilaku melalui perubahan persepsi individu tentang
penguasaan diri disebut self-efficacy (dalam Maddux, 1995). Self-efficacy pada
awalnya didefinisikan sebagai jenis harapan yang hampir spesifik dan berkaitan
dengan kepercayaan individu terhadap kemampuannya untuk melakukan perilaku
atau rangkaian perilaku tertentu yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu (Bandura, 1977).
Definisi self-efficacy tentunya telah diperluas, namun tetap mengacu pada
definisi bahwa self-efficacyadalah kepercayaan individu tentang kemampuannya
untuk mengendalikan kejadian yang mempengaruhi kehidupannya (Bandura,
1989). Bandura (dalam Maddux, 1995) juga menyatakan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan individu tentang kemampuannya untuk memobilisasi
motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk
mengendalikan tuntutan tugas. Dengan demikian,self-efficacy mengacu pada
22
"bukan penilaian terhadap keterampilan yang dimiliki individu, tetapi penilaian
dari apa yang dapat dilakukan individu dengan keterampilan yang dimilikinya"
(Bandura, 1986).
Berdasarkan uraian diatas, penulis merujuk kepada satu teori yang
dikemukakan oleh Bandura (1989) bahwa self-efficacyadalah kepercayaan
individu tentang kemampuannya untuk mengendalikan kejadian yang
mempengaruhi kehidupannya. Hal ini karena definisi yang dikemukakan oleh
Bandura tersebut sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan.
2.2.2. Dimensi Self-efficacy
Menurut Bandura keberhasilan self-efficacy dilihat dari variasi tiga dimensi, yaitu
magnitude, strength, dan generality (dalam Maddux, 1995).
1. Magnitude
Dimensi ini berkaitan tengan tingkat kesulitan tugas, karena self-efficacy
individu berbeda-beda dalam mengerjakan suatu tugas. Apabila individu
dihadapkan dengan tugas berdasarkan tingkat kesulitannya, maka individu
dengan self-efficacy tinggi akan cenderung memilih untuk mengerjakan tugas
yang tingkat kesukarannya sesuai kemampuannya.
2. Strength
Dimensi ini lebih berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan individu
bahwa ia dapat melakukan perilaku yang bersangkutan. Self-efficacy
menunjukkan bahwa perilaku yang dilakukan individu akan memberikan hasil
yang sesuai dengan yang diharapkan individu dan menjadi dasar individu
melakukan usaha yang keras.
23
3. Generality
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pengalaman sukses atau kegagalan
mempengaruhi self-efficacy individu. Hal ini berkaitan dengan keyakinan
individu dengan kemampuan pemecahan masalahnya, dan ketahanan serta
keuletan individu dalam penyelesaian tugasnya.
2.2.3. Pengukuran Self-efficacy
Terdapat beberapa alat ukur yang telah digunakan dalam pengukuran self-efficacy
dalam penelitian, diantaranya:
1. Generalized Self-efficacy Scale
Alat ukur yang dikembangkan oleh Schwarzer dan Jerusalem (1995) ini
mengacu pada teori Bandura. Alat ukur ini terdiri dari 10 item dengan
koefisien realibilitas berkisar antara 0,79 sampai 0,90 sehingga dapat dikatakan
reliabel.
2. Self-efficacy for Rehabilitation Outcome Scale (SER)
Alat ukur yang terdiri dari 12 item yang dikembangkan oleh Drenna dan Owen
mengikuti Bandura. SER mengukur keyakinan individu mengenai kemampuan
mereka untuk menampilkan perilaku terkait dengan rehabilitasi fisik.
3. Self-efficacy Scale
Alat ukur ini terdiri dari 17 item yang mengukur keyakinan seseorang akan
kemampuannya dalam mengatasi hambatan untuk sukses, oleh Sherer et. al.
(1982). Alat ukur ini memiliki alpha cronbach 0,86 dan 0,71.
Pengukuran self-efficacydalam penelitian ini akan menggunakan GSE
(Generalized Self-efficacy Scale) yang dirancang oleh Schwarzer dan Jerusalem
24
(1995). GSE berasal dari Jerman dan telah disesuaikan dengan budaya yang
berbeda-beda. Pada mulanya skala pengukuran ini berjumlah 20 item dan
unidimensional, kemudian di revisi pada tahun 1981 berkurang menjadi 10 item
dan berkembang hingga sekarang telah diterjemahkan dalam 33 bahasa dan telah
dilakukan studi validasi di 23 negara.
Skala pengukuran ini dipilih karena CFA (Confirmatory Factor Analysis)
telah menunjukkan variabel unidimensi ini dengan koefisien alfacronbach yang
memuaskan berkisar antara 0,75 dan 0,90. Selain itu, skala ini bisa diaplikasikan,
misalnya kepada pasien sebelum dan sesudah operasi untuk menilai perubahan
kualitas hidupnya. Selain itu juga dapat digunakan pada pasien dengan penyakit
kronis atau yang berada dalam program rehabilitasi.
2.3. Positive Affect
2.3.1. Pengertian Positive Affect
Dua dimensi dominan secara konsisten muncul dalam studi struktur afektif, baik
di Amerika Serikat maupun di sejumlah budaya lain. Dimensi ini muncul sebagai
dua faktor pertama dalam analisis faktor tentang mood dengan self-rated dan
sebagai dua dimensi pertama dalam skala multidimensional dari mood (Watson,
Clark, & Tellegen, 1988; Zevon & Tellegen, 1982).
Watson dan Tellegen (1988) telah meringkas bukti yang relevan dan
mempresentasikan model dua faktor konsensual dasar yang disebut positive affect
dan negative affect dan telah digunakan secara lebih luas dalam literatur mood
dengan self-report. Istilah positive affect dan negative affect mungkin
menunjukkan bahwa kedua faktor mood ini berlawanan (berkorelasi sangat
25
negatif). Positive dan negative affect sebenarnya muncul sebagai dimensi yang
sangat khas yang dapat digambarkan secara bermakna sebagai dimensi berbeda
dalam analisis faktor pengaruh.
Mood merupakan kondisi yang memiliki afek positif dan afek negatif
(Zevon &Tellegen, 1982 serta Watson & Tellegen, 1988). Positive Affect (PA)
mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada. PA
tinggi adalah keadaan energi tinggi, konsentrasi penuh, dan hubungan yang
menyenangkan dengan individu lain, sedangkan PA rendah ditandai oleh
kesedihan dan kelesuan. Sebaliknya, Negative Affect (NA) adalah dimensi umum
dari tekanan subjektif dan keterlibatan yang tidak menyenangkan yang mencakup
beragam keadaan mood yang tidak menyenangkan, termasuk kemarahan,
penghinaan, jijik, rasa bersalah, ketakutan, dan kegugupan, dengan NA rendah
menjadi keadaan yang tenang (Watson, Clark & Tellegen, 1988).
Diener (2005) menjelaskan bahwa secara umum dimensi afektif terbagi
menjadi dua kategori yaitu penilaian mengenai keberadaan afek negatif dan afek
positif, yaitu afek positif, menunjukkan suasana hati dan emosi yang
menyenangkan, seperti sukacita dan kasih sayang. Afek positif merupakan
kombinasi dari hal-hal yang bersifat membangkitkan (arousal) seperti kepuasan,
kesenangan dan euforia dan hal-hal yang bersifat menyenangkan (pleasantness).
Selanjutnya, afek negatif yang menunjukan suasana hati dan emosi yang tidak
menyenangkan. Individu akan memiliki penilaian yang negatif terhadap
kehidupannya. Bentuk utama dari perasaan negatif ini meliputi stres, frustasi, iri
hati, rasa malu, rasa bersalah, kemarahan, kesedihan, kecemasan dan
26
kekhawatiran. Afek negatif membuat individu merasa hidupnya dengan buruk
atau tidak sesuai dengan yang dia harapkan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merujuk kepada satu teori oleh Watson,
Clark dan Tellegen (1988) yang menyatakan bahwa positive affect adalah afeksi
yang mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada.
Hal ini karena definisi yang dikemukakan oleh Watson, Clark dan Tellegen sesuai
dengan penelitian yang sedang dilakukan. Selain itu teori ini menjelaskan bahwa
positive affect dan negative affect merupakan dua dimensi yang berbeda, sesuai
dengan penelitian ini yang hanya akan menggunakan variabel positive affect. Alat
ukur berdasarkan teori yang dikemukakan juga menjadi alat ukur yang akan
digunakan dalam penellitian ini.
2.3.2. Indikator-indikator Positive Affect
Diener (2005) menjelaskan afek positif menunjukkan suasana hati dan emosi yang
menyenangkan, seperti sukacita dan kasih sayang. Afek positif termasuk juga
reaksi positif dengan orang lain (mis: kasih sayang) dan reaksi positif terhadap
aktivitas yang dijalani (minat dan keterlibatan). Afek positif merupakan
kombinasi dari hal-hal yang bersifat membangkitkan (arousal) seperti kepuasan,
kesenangan dan euforia dan hal-hal yang bersifat menyenangkan (pleasantness).
Watson, Clark & Tellegen (1988) menyatakan bahwa positive affect
mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada.
Positive affect tinggi adalah keadaan energi tinggi, konsentrasi penuh, dan
hubungan yang menyenangkan dengan individu lain, sedangkan positive affect
rendah ditandai oleh kesedihan dan kelesuan.
27
2.3.3. Pengukuran Positive Affect
Terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur positive affect
diantaranya:
1. JAS (Job Affect Scale) dikembangkan oleh Burke et. al. (dalam Huelsman et.
al., 2003) terdiri dari 20 item yang dirancang untuk mengukur energi (PA, 6
item), kelelahan (NA, 4 item), gugup (NA, 6 item), dan relaksasi (PA, 4 item).
Alat ukur ini menggunakan menggunakan skala rating 5 poin mulai dari 1
(sedikit atau tidak sama sekali) sampai 5 (pasti).
2. Positive and Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh
Watson, Clark, & Tellegen (1988). Skala pengukuran ini terdiri dari 20 item
self-report measure yang mempengaruhi positif dan negatif (10 item per
konstruk).
Pengukuran positive affect dalam penelitian ini adalah dengan
mengadaptasi Positive and Negative Affect Schedule (PANAS) yang
dikembangkan oleh Watson, Clark, & Tellegen (1988). Skala pengukuran ini
terdiri dari 20 item self-report measure yang mempengaruhi positif dan negatif
(10 item per konstruk). Skala pengukuran ini dipilih karena penulis ingin lebih
fokus kepada positive affect dimana pada skala pengukuran ini telah disebutkan
oleh Watson dan Clark bahwa positive affect adalah relatif independen dari
pengaruh negative affect (dalam Zautra et. al., 2005). Selain itu memiliki koefisien
alfacronbach yang memuaskan berkisar antara 0,86 sampai 0,90. Maka sesuai
dengan kebutuhan dalam penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan
pengukuran konstruk postitive affect.
28
2.4. Dukungan Sosial
2.4.1. Pengertian Dukungan Sosial
Cobb (1976) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang menuntut
seseorang meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang. Selain itu, dukungan
sosial juga menerima dorongan atau pengorbanan, semangat dan nasihat dari
orang lain. Dukungan sosial menurut Sarafino & Smith (2011) adalah suatu
kenyamanan, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang didapatkan individu
dari individu lain atau kelompok. Menurut Reitschlin, et. al. (dalam Taylor, 2015),
dukungan sosial dapat berasal dari orang tua, pasangan atau kekasih, saudara,
kontak sosial atau masyarakat atau bahkan dari hewan peliharaan setia.
Sarason, et. al. (dalam Ogden, 2004) menyatakan bahwa dukungan sosial
adalah adanya sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu pada saat
individu tersebut membutuhkan bantuan dan terdapat derajat kepuasan akan
dukungan yang diterima. Menurut Cutrona (1987) dukungan sosial dapat
didefinisikan dan diterapkan dalam banyak bentuk, yang bisa dirasakan sebagai
sumber pelindung dalam melawan hal-hal yang merugikan baik bagi kesehatan
fisik maupun psikis. Dukungan sosial merupakan pemberian informasi yang akan
membuat seseorang merasa dirinya diperhatikan, dicintai, terhormat, dan dihargai
(Cohen, 1983).
Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada pengertian menurut Weiss
bahwa dukungan sosial, diperoleh dari hubungan dengan orang lain, keadaan
seseorang yang merasa cukup didukung, dan terhindar dari kesendirian (Cutrona
29
& Russel, 1987). Penulis merujuk pada pengertian ini karena teori yang menjadi
dasar dari definisinya sesuai dengan kebutuhan penelitan.
2.4.2. Dimensi Dukungan Sosial
Terdapat enam dimensi dukungan sosial menurut Weiss (dalam Cutrona &
Russel, 1987), antara lain:
1. Attachment (kelekatan)
Jenis dukungan sosial ini adalah dimana adanya perasaan kedekatan yang lekat
secara emosional kepada individu lain yang memberikan rasa aman bagi yang
menerima. Individu yang menerima dukungan sosial jenis ini merasa tentram,
aman, dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber
dukungan sosial jenis ini paling sering dan umum adalah diperoleh dari
pasangan, teman dekat, atau anggota keluarga.
2. Social integration (integrasi sosial)
Pada dukungan sosial jenis ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh
perasaan memiliki terhadap suatu kelompok. Dimana terdapat perasaan
memiliki minat, kepedulian, dan aktivitas rekreasional yang sama. Biasanya
didapatkan dari teman dan dukungan jenis ini dapat memberikan kenyamanan,
rasa aman, kepuasan, dan identitas.
3. Reassurance of worth (adanya pengakuan)
Pada dukungan sosial jenis ini seseorang mendapat pengakuan atas
kemampuan keahliannya. Dimana individu juga mendapat penghargaan dari
orang lain atau suatu lembaga. Sumber dukungan sosial jenis ini dapat berasal
dari keluarga, sekolah atau oganisasi dan lembaga atau instansi.
30
4. Reliable alliance (ketergantungan untuk dapat diandalkan)
Dalam dukungan sosial jenis ini individu merasa yakin bahwa ada orang lain
yang dapat diandalkan untuk membantu penyesuaian masalah yang bersifat
tampak. Pemenuhan aspek dukungan ini dapat bersumber dari anggota
keluarga atau teman sebaya.
5. Guidance (bimbingan)
Dukungan jenis ini berupa adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial.
Dimana dalam hubungan tersebut memungkinkan individu mendapatkan
informasi, saran dan nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Dukungan jenis ini dapat bersumber
dari guru, mentor, figur yang dituakan, ataupun orangtua.
6. Opportunity for nurturance (kesempatan untuk merasa dibutuhkan)
Dukungan jenis ini berupa adanya perasaan bahwa orang lain bergantung
pada dirinya untuk mendapatkan kesejahteraan diri. Pemenuhan aspek ini
biasanya didapatkan dari anak dan juga pasangan. Walaupun dalam kebutuhan
ini seseorang memberikan dukungan sosial dan bukannya menerima dukungan
sosial, memberikan dukungan sosial kepada orang lain juga dikaitkan dengan
kesehatan yang lebih baik. Selain itu, memberikan dan mendapatkan bantuan
juga melewati mekanisme kognisi yang sama.
Sarason et. al., (1983), menyatakan bahwa terdapat dua dimensi yang
terlibat dalam pengukuran dukungan sosial, yaitu:
31
1. Persepsi bahwa ada sejumlah orang yang cukup bisa diandalkan individu saat
ia sedang membutuhkan. Dimensi ini terkait dengan kuantitas dukungan yang
diterima individu.
2. Derajat kepuasan terhadap dukungan yang didapatkan. Hal ini berhubungan
dengan kualitas dukungan yang dirasakan oleh individu.
Berdasarkan penjelasan dimensi-dimensi dukungan sosial di atas, maka
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dari Weiss
(dalam Cutrona & Russel, 1987), yaitu: Attachment (kelekatan), Social
Integration (integrasi sosial), Reassurance of Worth (adanya pengakuan), Reliable
Alliance (ketergantungan untuk dapat diandalkan), Guidance (bimbingan), dan
Opportunity for Nurturance (kesempatan untuk merasa dibutuhkan). Penulis
memilih untuk menggunakan dimensi ini karena belum ada penelitian sebelumnya
yang menguji pengaruh enam dimensi dari Weiss terhadap resiliensi.
2.4.3 Pengukuran Dukungan Sosial
Terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur dukungan
sosial,diantaranya:
1. Perceived Social Support Scale (PSSS) dikembangkan oleh Procidano dan
Heller (dalam Lopez & Cooper, 2011) terdiri dari 20 item per subskala, dengan
total 40 item. Alat ukur ini menilai dukungan sosial dari teman (subskala PSS-
Fr) dan keluarga (subskala PSS-Fa). Bentuk self-report dengan tiga
kemungkinan jawaban, yaitu “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”.
32
2. The Social Provision Scale yang dikembangkan oleh Cutrona dan Russel
(1987) terdiri dari 24 item dengan skala likert 1 sampai 4 dengan internal
consistency berkisar dari 0,83 sampai 0,92.
3. Social Support Questionnare (SSQ) yang terdiri dari 9 item dengan 5 poin
skala likert. 7 item pertama mengukur tipe kebutuhan dukungan sosial
(emotional, interpersonal dan material), sedangkan 2 sisanya mengevaluasi
kepuasan dukungan sosial yang diterima.
Pengukuran dukungan sosial dalam penelitian ini akan menggunakan
skala pengukuran The Social Provision Scale (Cutrona & Russel, 1987) yang
terdiri dari enam komponen yang membentuk dukungan sosial, yaitu: Attachment,
Social Integration, Reassurance of Worth, Reliable Alliance, Guidance, dan
Opportunity for Nurturance. Skala pengukuran ini terdiri dari 24 item dengan
model likert skala 1 sampai 4. Penulis memilih untuk menggunakan alat ukur ini
karena sudah terbukti reliabel.
2.5. Kerangka Berpikir
Untuk melepaskan diri dari Napza, bukanlah hal yang mudah bagi individu yang
mengalami ketergantungan terhadap zat tersebut. Salah satu cara agar dapat
terlepas dari jeratan ketergantungan Napza, yaitu dengan mengikuti proses
rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan program dari pemerintah, bahwa khusus bagi
pecandu narkotika atau korban penyalahgunaan Napza tidak dipenjarakan,
melainkan diberikan pelayanan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi sendiri
merupakan sebuah proses yang sulit dan cukup panjang untuk dilalui oleh para
penyalahguna Napza yang disebut residen dalam tempat rehabilitasi. Dalam upaya
33
untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba dengan menjalani
proses rehabilitasi, maka residen membutuhkan kemampuan untuk bertahan,
beradaptasi dan bangkit dari keadaan sulit, yaitu resiliensi
Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui pengaruh self-efficacy, positive
affect, dan dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza. Hee Lee et. al.
(2012) telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
resiliensi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktek
meningkatkan faktor pelindung (misalnya, self-efficacy, positive affect, dan self-
esteem) lebih efektif daripada mengurangi faktor risiko (misalnya depresi dan
kecemasan) untuk meningkatkan resiliensi. Selain itu, dukungan sosial sebagai
sumber eksternal dari faktor pelindung juga memberi pengaruh positif dalam
menigkatkan resiliensi.
Self-efficacy memiliki hubungan yang positif dengan resiliensi dan
dilaporkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan
resiliensi. Studi penelitian dilakukan oleh Gillespie et. al. (2007), menghasilkan
temuan yang menunjukkan adanya hubungan statistik yang kuat antara self-
efficacy dan resiliensi. Seperti yang telah dibahas penelitian sebelumnya, resiliensi
timbul dari keyakinan akan self-efficacy seseorang, kemampuan untuk mengatasi
perubahan, dan penggunaan repertoar keterampilan pemecahan masalah (Tusaie &
Dyer 2004).
Selain self-efficacy, terdapat faktor-faktor penting lain yang juga
berpengaruh yaitu positive affect. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Smith et. al. (2008) mengenai penilaian kemampuan untuk bangkit kembali,
34
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara positive affect dan
resiliensi. Zautra et. al. (2005), menghasilkan temuan yang konsisten bahwa
individu dengan positive affect yang tinggi, mencirikan individu yang lebih
tangguh dalam menghadapi kondisi sulit atau disebut dengan individu yang
resilient.
Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2011) menyatakan dukungan sosial
merupakan faktor eksternal yang mengacu pada kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau bantuan yang tersedia bagi individu dari individu lain atau
kelompok lain. Sebuah penelitian yang membahas tentang dukungan sosial
sebagai faktor dari resiliensi menunjukkan bahwa resiliensi berhubungan positif
dengan dukungan sosial yang dirasakan individu (Brown, 2008). Dukungan sosial
di tempat rehabilitasi, akan meningkatkan kemampuan lebih baik dalam
beradaptasi dalam menghadapi konsidi sulit. Semakin tinggi dukungan sosial yang
diterima semakin tinggi resiliensi individu dan sebaliknya semakin rendah
dukungan sosial yang diterima, maka semakin rendah resiliensinya (Raisa, 2016).
Dukungan sosial dapat diperoleh individu dari teman ataupun kelompok
dengan minat yang sama (Cutrona dan Russel, 1987). Menurut Cutrona dan
Russel (1987), terdapat enam aspek yang harus dipenuhi agar individu merasa
didukung secara penuh. Aspek yang dimaksud antara lain: kelekatan (attachment),
integrasi sosial (social integration), adanya pengakuan atau penghargaan
(reassurance of worth), ketergantungan yang dapat diandalkan (reliable reliance),
bimbingan (guidance), kesempatan untuk membantu (opportunity for nurturance)
merupakan perasaan dibutuhkan oleh orang lain.
35
Attachment, merupakan jenis dukungan yang memungkinkan seseorang
memperoleh kedekatan secara emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi
yang menerima. Individu yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa
tentram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia.
Menurut Weiss (dalam Cutrona dan Russel, 1987), sumber dukungan ini biasanya
didapatkan dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga. Ketika individu
merasakan kedekatan yang memberikan rasa aman dan menunjukkan sikap yang
tenang dan bahagia, maka kemampuannya dalam beradaptasi dan menghadapi
kondisi sulit juga akan meningkat.
Social integration, jenis dukungan ini memungkinkan individu memiliki
perasaan terlibat pada kelompok yang memungkinkan untuk berbagi minat,
perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.
Hubungan tersebut dapat memberikan kenyamanan, keamanan, dan kesenangan.
Ketika individu terlibat dalam kelompok dengan minat yang sama sehingga
merasakan keamanan serta kenyamanan, maka resiliensi individu tersebut pun
akan meningkat.
Reasssurance of worth, dukungan sosial jenis ini dimana individu
mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat
penghargaan. Sumber dukungan ini dapat berasal dari keluarga atau instansi
dimana individu bekerja. Selanjutnya, reliable alliance merupakan bentuk
dukungan yakin bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan, biasanya akan
menciptakan rasa aman dan dukungan jenis ini bersumber dari anggota keluarga.
36
Guidance, dukungan sosial jenis ini adalah memungkinkan mendapatkan
informasi, saran atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari
guru, mentor, atau sosok orang tua. Residen Napza membutuhkan seseorang
untuk berbagi apa yang dialami oleh dirinya sehari-hari di tempat rehabilitasi agar
tercipta ketenangan diri, rasa aman dan nyaman yang bisa berpengaruh terhadap
resiliensinya.
Kerangka hubungan antara self-efficacy, positive affect, dan dukungan
sosial melalui dimensi-dimensinya sebagai faktor-faktor bagi resiliensi
digambarkan dalam bagan gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
Self efficacy
Positive Affect
Dukungan Sosial
Attachment
Social Integration
Reassurance of worth
Reliable Alliance
Guidance
Opportunity for
nurturance
Resiliensi
37
Aspek terakhir dari dukungan sosial yaitu opportunity for nurturance,
memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kepuasan hidup individu dari
hubungan romantis dan selanjutnya dari keluarga (Cutrona & Russell, 1987).
Dalam hal ini, individu merasa senang jika dapat membantu orang lain dan merasa
senang ketika ada yang bergantung pada dirinya. Dari hati yang senang tersebut
dapat meningkatkan kualitas individu dalam beradaptasi dan menghadapi kondisi
sulit. Sejalan yang telah dibahas penelitian sebelumnya oleh Schultz et. al. (2009),
menyatakan bahwa dukungan sosial berhubungan positif dengan tingkat resiliensi
seseorang, dan dalam hasil penelitiannya juga menjelaskan bahwa jenis dukungan
sosial mempengaruhi tingkatresiliensi yang lebih tinggi.
2.6. Hipotesis
Hipotesis mayor:
Ha: Ada pengaruh yang signifikan dari self-efficacy, positive affect, dan dukungan
sosial (attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance, dan opportunity for nurturance) terhadap resiliensi residen Napza.
Hipotesis minor:
H1 : Ada pengaruh yang signifikan self-efficacy terhadap resiliensi residen
Napza.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan positive affect terhadap resiliensi residen
Napza.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi attachment pada variabel dukungan
sosial terhadap resiliensi residen Napza.
38
H4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi social integration pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi reassurance of worth pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi reliable alliance pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi guidance pada variabel dukungan
sosial terhadap resiliensi residen Napza.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi opportunity of nurturance pada
variabel dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza.
Seluruh hipotesis penelitian di atas akan dijadikan H0 untuk kajian pengujian
statistik.
39
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah residen Napza yang sedang mengikuti
program rehabilitasi di daerah Jakarta dan Bogor, yaitu Yayasan KARISMA,
BNN Lido Bogor, RSKO Jakarta, dan Yayasan Pemulihan Azalea. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 221 orang, dimana jumlah tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dalam penelitian serta waktu, tenaga dan dana penelitian. Adapun
karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah pecandu ataupun korban
penyalahgunaan Napza yang sedang menjalani program di pusat rehabilitasi, yang
disebut sebagai residen Napza. Residen Napza yang berpartisipasi dalam mengisi
kuesioner penelitian ini merupakan residen pada tahap primary. Tahap dimana
residen mulai bersosialisasi dan bergabung dalam komunitas terstruktur yang
memiliki hierarki, jadwal harian, terapi kelompok, konseling individu, dan
konseling kelompok sebagai media pendukung perubahan diri. Pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan pengisian kuesioner yang dilakukan secara
klasikal. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling dengan teknik convenience sampling.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah resiliensi, self-efficacy, positive
affect, attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance, dan opportunity for nurturance. Variabel dependen (outcome variable)
40
dalam penelitian ini adalah resiliensi sedangkan variabel lainnya merupakan
variabel independen (predictor variable).
Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Resiliensi adalah kualitas kemampuan seseorang dalam bertahan,
menyesuaikan diri dengan kondisi sulit, dan mampu melanjutkan hidup setelah
mengalami hal yang tidak menyenangkan atau situasi dengan tekanan yang
berat. Resiliensi mencakup aspek-aspek, yaitu; kompetensi personal yang hal
ini mendukung seseorang mampu mencapai tujuannya ketika dalam situasi
kemunduran atau kegagalan; percaya pada diri sendiri, serta memiliki toleransi
terhadap efek negatif dan kuat dalam menghadapi stress; menerima perubahan
secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman dengan orang lain;
kontrol atau pengendalian diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta
atau mendapatkan bantuan orang lain; dan pengaruh spiritual, yaitu keyakinan
kepada Tuhan dan takdir.
2. Self-efficacy adalah kepercayaan individu tentang kemampuannya untuk
mengendalikan kejadian yang mempengaruhi kehidupannya, mencakup aspek
magnitude, strength, dan generality.
3. Positive Affect (PA) adalah tingkat seseorang merasa antusias, aktif, dan
waspada. PA tinggi adalah keadaan energi tinggi, konsentrasi penuh, dan
hubungan yang menyenangkan dengan individu lain.
4. Dukungan sosial adalah suatu diperoleh dari hubungan dengan orang lain,
keadaan seseorang yang merasa cukup didukung, dan terhindar dari
41
kesendirian. Dukungan sosial dalam penelitian ini mencakup enam aspek,
yaitu:
1. Kelekatan (attachment), dimana adanya perasaan kedekatan yang lekat
secara emosional kepada individu lain yang memberikan rasa aman
bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial jenis ini paling sering
dan umum adalah diperoleh dari pasangan, teman dekat, atau anggota
keluarga.
2. Integrasi sosial (social integration), dukungan sosial jenis ini
memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki
terhadap suatu kelompok dengan minat yang sama. Sumber dukungan
sosial jenis ini biasanya didapatkan dari teman.
3. Adanya pengakuan (reassurance of worth), pada dukungan sosial jenis
ini seseorang mendapat pengakuan atas kemampuan keahliannya.
Sumber dukungan sosial jenis ini dapat berasal dari keluarga, sekolah
atau oganisasi dan lembaga atau instansi.
4. Ketergantungan untuk dapat diandalkan (reliable alliance), dimana
individu merasa yakin bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan
untuk membantu penyesuaian masalah yang bersifat tampak.
Pemenuhan aspek ini dapat bersumber dari anggota keluarga atau teman
sebaya.
5. Bimbingan (guidance), berupa adanya hubungan kerja ataupun
hubungan sosial. Dimana dalam hubungan tersebut memungkinkan
42
individu mendapatkan informasi, saran dan nasehat. Dukungan ini
bersumber dari guru, mentor, figur yang dituakan, ataupun orangtua.
6. Kesempatan untuk merasa dibutuhkan (opportunity for nurturance),
dukungan jenis ini berupa adanya perasaan bahwa orang lain
bergantung pada dirinya untuk mendapatkan kesejahteraan diri.
Pemenuhan aspek ini biasanya didapatkan dari anak dan juga
pasangan.
3.3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan bentuk skala likert. Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini terdiri dari empat alat ukur, yaitu alat ukur resiliensi, alat ukur self-
efficacy, alat ukur positive affect, dan alat ukur dukungan sosial. Alat ukur
resiliensi menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu Tidak Setuju dengan nilai 1
sampai Sangat Setuju dengan nilai 5. Alat ukur self-efficacy menggunakan empat
pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1 sampai Sangat
Setuju (SS) dengan nilai 4. Alat ukur positive affect menggunakan lima pilihan
jawaban, yaitu Sangat Sedikit dengan nilai 1 sampai Sangat Kuat dengan nilai 5.
Alat ukur dukungan sosial menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat
Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 4.
Penilaian terhadap butir pernyataan unfavorable dinilai melalui Sangat Tidak
Setuju (STS) dengan nilai 4 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 1. Nilai untuk
empat pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
43
Tabel 3.1
Format skoring skala likert empat pilihan jawaban
Sangat Tidak
Setuju
Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju
Favorable 1 2 3 4
Unfavorable 4 3 2 1
Tabel 3.2
Format skoring skala likert lima pilihan jawaban
Tidak
Setuju
Kurang
Setuju
Agak Setuju Setuju Sangat
Setuju
Favorable 1 2 3 4 5
Unfavorable 5 4 3 2 1
Pada penelitian ini, skala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu skala
resiliensi, self-efficacy, skala positive affect, dan skala dukungan sosial, sebagai
berikut:
3.3.1. Skala Resiliensi
Pengukuran resiliensi menggunakan alat ukur The Connor-Davidson Resilience
Scale (CD-RISC) yang berjumlah 25 item dengan model likert skala 1 sampai 5
(Tidak Setuju, Kurang Setuju, Agak Setuju, Setuju, Sangat Setuju) dan
berdasarkan 5 aspek resiliensi menurut Connor & Davidson, yaitu kompetensi
personal, percaya pada diri sendiri, menerima perubahan secara positif,
pengendalian diri, dan pengaruh spiritual (dalam Singh & Yu, 2010). CD-RISC
cocok untuk digunakan dalam penelitian ini karena alat ukur ini dikembangkan
dalam praktik klinis sejalan dengan penelitian ini yang akan memberikan alat ukur
ini kepada residen Napza yang sedang mengikuti program rehabilitasi. Selain itu,
menurut penelitian Windle et. al., (2011) CD-RISC merupakan salah satu dari tiga
alat ukur yang memperoleh rating tertinggi dalam nilai validitas dan reliabilitas
dari 15 alat ukur resiliensi yang diuji. Adapun blue print dari skala resiliensiini
dapat dilihat pada tabel berikut:
44
Tabel 3.3
Blue Print Skala Resiliensi Aspek Indikator Item Jumlah
Kompetensi
personal, standar
yang tinggi dan
keuletan.
1. Individu bekerja keras untuk mencapai
tujuan walaupun banyak rintangan.
2. Individu tidak mudah menyerah.
3. Individu yakin akan mencapai tujuan
meskipun banyak rintangan.
4. Individu bangga atas pencapaiannya.
5. Individu selalu berusaha melakukan yang
terbaik apapun hasil yang diperoleh
6. Individu menyukai tantangan
7. Individu menganggap dirinya kuat dalam
menghadapi tangtangan dan kesulitan hidup
8. Individu tidak mudah putus asa terhadap
kegagalan yang dialami
24
12
11
25
10
23
17
16
8
Percaya pada diri
sendiri, memiliki
toleransi terhadap
efek negatif, dan
kuat dalam
menghadapi
stress.
1. Individu terkadang bertindak berdasarkan
firasat
2. Individu dapat membuat sebuah keputusan
yang sulit bahkan tidak disukai orang lain
apabila diperlukan
3. Individu lebih suka untuk memimpin dan
memecahkan masalah sendiri
4. Individu berusaha memandang sisi humor
dalam sebuah masalah yang dihadapi.
5. Individu merasa kuat berdasarkan
pengalaman menangani stress
6. Individu dapat mengatasi pikiran buruk
7. Individu tetap fokus dan berpikir jernih saat
dalam kesulitan
20
18
15
6
7
19
14
7
Menerima
perubahan secara
positif dan
hubungan yang
baik dengan
orang lain.
1. Individu mampu beradaptasi terhadap
perubahan
2. Individu dapat menghadapi apapun yang
terjadi dalam hidup
3. Individu mendapatkan rasa percaya diri
terhadap tantangan dan kesulitan baru
berdasarkan keberhasilan terdahulu
4. Individu memiliki hubungan yang dekat dan
aman dengan individu lain
5. Individu cenderung bangkit kembali setelah
mengalami masa sulit
1
4
5
2
8
5
Pengendalian diri
atau kontrol.
1. Individu dapat mengontrol kehidupan sendiri
2. Individu mengetahui dimana untuk
mendapatkan pertolongan ketika sedang
menghadapi stress
3. Individu memiliki keyakinan pada tujuan
hidupnya
22
13
21
3
Pengaruh
spiritual.
1. Individu yakin akan bantuan dari Tuhan
ketika tidak dapat memecahkan suatu
masalah
2. Individu menerima setiap hal baik atau
buruk yang terjadi
3
9
2
Total 25
45
3.3.2. Skala Self-efficacy
Pengukuran self-efficacydalam penelitian ini akan menggunakan GSE
(Generaized Self-efficacy Scale) yang dirancang oleh Schwarzer dan Jerusalem
(1995). GSE berasal dari Jerman dan telah disesuaikan dengan budaya yang
berbeda-beda. Skala ini terdiri dari 10 itemdengan model likert skala 1 sampai 4
dan telah diterjemahkan dalam 30 bahasa dan telah tervalidasi di 25 negara.
Selain itu, skala pengukuran ini dipilih karena CFA (Confirmatory Factor
Analysis) telah menunjukkan variabel unidimensi ini dengan koefisien
alfacronbach berkisar antara 0,75 sampai 0,90.Adapun blue print dari skala self-
efficacyini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4 Blue Print Skala Self-efficacy Aspek Indikator Item Jumlah
Keyakinan individu
terhadap
kemampuannya
dalam menyelesaikan
tugas dengan tingkat
kesulitan tertentu
dalam berbagai
situasi.
1. Individu yakin dapat memecahkan
soal-soal yang sulit dengan berhasil
jika berusaha
2. Individu yakin dalam pencapaian
tujuan walau ada hambatan
3. Individu yakin dan memiliki
kemantapan dalam pencapaian niat
dan tujuan yang direncanakan
4. Individu dapat berperilaku yang tepat
ketika dihadapkan situasi yang tidak
terduga
5. Individu dapat menanggulangi situasi
baru dengan sukses
6. Individu mampu merumuskan
pemecahan masalah yang tepat dalam
setiap persoalan
7. Individu mampu memposisikan diri
dengan tenang ketika berhadapan
dengan situasi sulit
8. Individu mampu untuk berpikir
kreatif untuk mengatasi situasi sulit
9. Individu mampu mengatasi segala
kecemasan dengan baik ketika
dihadapkan pada situasi tidak
terduga.
10. Individu yakin dapat mengatasi
segala permasalahan dalam berbagai
situasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
Total 10
46
3.3.3. Skala Positive Affect
Pengukuran positive affect menggunakan alat ukur Positive and Negative Affect
Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark, & Tellegen (1988).
Skala pengukuran ini terdiri dari 20 item self-report measure yang mempengaruhi
positif dan negatif (10 item per konstruk). Penulis mengubah rentangan skala 5
menjadi skala 4 yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju” dan “sangat
setuju” agar tidak ada kecenderungan jawaban pada skala di tengah-tengah atau
ragu-ragu. Skala pengukuran ini memiliki koefisien alfacronbach yang
memuaskan berkisar antara 0,86 sampai 0,90. Adapun blue print dari skala
positive affectini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.5
Blue Print Skala Positive Affect
Indikator Item Jumlah
Merasa tertarik 1 1
Gembira 3 1
Tangguh 5 1
Antusias 9 1
Bangga 10 1
Waspada 12 1
Terinspirasi 14 1
Bertekad 16 1
Penuh Perhatian 17 1
Aktif 19 1
Total 10
3.3.4. Skala Dukungan Sosial
Pengukuran dukungan sosial dalam penelitian ini akan menggunakan skala
pengukuran The Social Provision Scale (Cutrona & Russel, 1987) skala
pengukuran ini berdasarkan enam komponen yang membentuk dukungan sosial,
yaitu: Attachment, Social Integration, Reassurance of Worth, Reliable Alliance,
Guidance, dan Opportunity for Nurturance. Skala ini terdiri dari 24 item dengan
47
model likert skala 1 sampai 4. Terdiri dari 4 item untuk mengukur komponen
attachment, 4 item untuk mengukur komponen social integration, 4 item untuk
mengukur komponen reassurance of worth, 4 item untuk mengukur komponen
reliable alliance, 4 item untuk mengukur komponen guidance, dan 4 item untuk
mengukur komponen opportunity for nurturance. Adapun blue print dari skala
dukungan sosial ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.6
Blue Print Skala Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
Attachment 1. Merasakan kedekatan
emosional
2. Merasa aman dengan orang
lain
11, 17 2, 21 4
Social
integration
1. Mempunyai kesempatan
berbagi minat
2. Merasa senang dengan
orang lain
5, 8 14, 22 4
Reassurance of
worth
1. Mendapatkan pengakuan
atas kemampuannya
2. Diakui keahliannya dalam
suatu hal
13, 20 6, 9 4
Reliable
alliance
1. Memiliki hubungan yang
dapat diandalkan
2. Memiliki orang yang
membantu saat dibutuhkan
1, 23 10, 18 4
Guidance 1. Mendapat nasehat atau
saran dari orang lain
2. Mendapatkan bimbingan
dari orang lain
12, 16 3, 19 4
Opportunity for
nurturance
1. Perasaan dibutuhkan oleh
orang lain
2. Bertanggungjawab bagi
orang lain
4, 7 15, 24 4
Total 24
3.4. Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini penulis
menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA). CFA adalah suatu bagian
48
dari analisis faktor yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing item
valid dalam mengukur konstruk yang hendak diukur. Prosedur uji validitas
konstruk dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Disusun hipotesa/teori bahwa seluruh item yang disusun adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan
(hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang
didefiniskan (teori unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut dengan matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya item hanya
mengukur satu faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah :
1. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam
halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual).
49
2. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian diestimasi (dihitung) korelasi
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item
berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau
dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan (p>0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya,
teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
yang dapat dilakukan seleksi terhadap item menggunakan 3 kriteria, yaitu:
1. Item yang muatan faktornya tidak signifikan di drop karena tidak
memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
2. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga di drop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun
demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya
unfavorable atau negatif sudah sesuai (di reverse) skornya sehingga
menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada
jawaban benar ataupun salah.
3. Item juga dapat di drop jika residual (kesalahan pengukuran) berkorelasi
dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti bahwa item
tersebut mengukur juga hal selain konstruk yang hendak diukur.
50
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL
8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam subab berikut:
3.4.1. Uji Validitas Item Resiliensi
Penulis menguji apakah 25 item dari skala resiliensi yang bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur resiliensi saja. Dari hasil Confirmatory Factor
analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first order, ternyata didapatkan
hasil analisis bahwa model tidak fit, oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=232,71, df=203, P-value=0.07480, RMSEA=0.026.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
resiliensi disajikan pada tabel 3.7 berikut:
51
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Resiliensi
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.65 0.06 10.861 √
2 0.51 0.06 7.96 √
3 0.60 0.06 9.39 √
4 0.53 0.06 8.24 √
5 0.62 0.06 10.03 √
6 0.37 0.07 5.57 √
7 0.49 0.06 7.51 √
8 0.52 0.06 8.10 √
9 0.41 0.07 6.14 √
10 0.67 0.06 10.98 √
11 0.68 0.06 10.98 √
12 0.60 0.06 9.47 √
13 0.56 0.06 8.72 √
14 0.69 0.06 11.30 √
15
16
17
18
19
20
0.64
0.66
0.65
0.35
0.58
0.29
0.06
0.06
0.06
0.07
0.06
0.07
10.27
10.77
10.59
5.16
9.16
4.21
√
√
√
√
√
√
21 0.70 0.06 11.65 √
22 0.68 0.06 11.33 √
23 0.58 0.06 9.20 √
24 0.68 0.06 11.42 √
25 0.69 0.06 11.32 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1,96 atau t < 1,96. Berdasarkan
kriteria, seluruh 25 item resiliensi merupakan item yang valid berdasarkan dua
kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak boleh memiliki
nilai negatif, t value memiliki nilai t > 1,96 atau t < 1,96. Dengan demikian, item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.4.2. Uji Validitas Item Self-Efficacy
Penulis menguji apakah 10 item dari skala self-efficacy yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur self-efficacy saja. Dari hasil
52
Confirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first order,
ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit, oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=33,14, df=24, P-value=0.10124, RMSEA=0.042.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran self-
efficacy disajikan pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8
Muatan Faktor Self-Efficacy
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.45 0.07 6.71 √
2 0.47 0.07 6.73 √
3 0.64 0.06 10.16 √
4 0.78 0.06 12.53 √
5 0.61 0.06 9.53 √
6 0.55 0.07 8.42 √
7 0.64 0.06 9.95 √
8 0.61 0.06 8.34 √
9 0.80 0.06 13.11 √
10 0.64 0.06 10.08 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan table 3.8, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1,96 atau t < 1,96. Berdasarkan
kriteria, seluruh item self-efficacy merupakan item yang valid berdasarkan dua
kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak boleh memiliki
53
nilai negatif, t value memiliki nilai t >1,96 atau t < 1,96. Dengan demikian, item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.4.3. Uji Validitas Item Positive Affect
Penulis menguji apakah 10 item dari skala positive affect yang bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur positive affect saja. Dari hasil
Confirmatory Factor analysis (CFA) yang dilakukan dengan model first order,
ternyata didapatkan hasil analisis bahwa model tidak fit, oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=40,19, df=28, P-value=0.06359, RMSEA=0.044.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
positive affect disajikan pada tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Muatan Faktor Positive Affect No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.62 0.06 9.62 √
2 0.73 0.06 11.81 √
3 0.62 0.06 9.66 √
4 0.38 0.07 5.43 √
5 0.81 0.06 13.82 √
6 0.41 0.07 5.92 √
7 0.47 0.07 6.92 √
8 0.47 0.07 7.01 √
9 0.57 0.07 8.61 √
10 0.72 0.06 11.76 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
54
Berdasarkan table 3.9, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t >1,96 atau t <1,96. Berdasarkan
kriteria, seluruh item positive affect merupakan item yang valid berdasarkan dua
kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak boleh memiliki
nilai negatif, t value memiliki nilai t >1,96 atau t < 1,96. Dengan demikian, item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.4.4. Uji Validitas Item Dukungan Sosial
Penulis menggunakan CFA model multifakor dengan enam faktor dalam menguji
validitas alat ukur dukungan sosial beserta keenam dimensinya. Artinya, seluruh
item dari dukungan sosial diuji secara stimulant beserta enam dimensinya. Penulis
menguji apakah 24 item dari dukungan sosial bersifat unidimensional atau semua
item mengukur sesuai dengan dimensinya masing-masing.
Berdasarkan hasil awal CFA yang dilakukan ternyata menghasilkan model
yang tidak fit dengan perolehan nilai Chi-Square=1965,19, df=237, P-
value=0.00000, RMSEA=0.182. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=150,57, df=126, P-value=0.06699, RMSEA=0.030.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
55
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
dukungan sosial disajikan pada tabel 3.10.berikut:
Tabel 3.10
Muatan Faktor Dukungan Sosial No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Attachment
11
0.16
0.05
3.06
√
17 0.22 0.06 3.79 √
2 0.69 0.06 10.79 √
21
Social Integration
0.67 0.06 10.82 √
5 0.41 0.06 6.54 √
8 0.14 0.06 2.22 √
14 0.73 0.06 12.34 √
22
Reassurance Of
Worth
0.75 0.06 13.01 √
13 0.27 0.07 4.03 √
20 0.23 0.07 3.28 √
6 0.71 0.07 10.21 √
9
Reliable Allieance
0.45 0.07 6.47 √
1 0.23 0.06 3.71 √
23 0.23 0.07 3.26 √
10
18
Guidance
12
16
3
19
Opportunity For
Nurturance
0.87
0.72
0.26
0.38
0.82
0.55
0.05
0.06
0.06
0.06
0.06
0.06
15.85
12.26
4.07
6.16
12.95
8.52
√
√
√
√
√
√
4 0.07 0.06 1.22 X
7 0.17 0.07 2.50 √
15 0.51 0.06 7.87 √
24 0.79 0.06 12.56 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan table 3.10, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi
koefisien muatan faktor seluruh item bermuatan positif, artinya seluruh muatan
faktor dari item sesuai dengan sifat item. Akan tetapi, muatan faktor pada item
nomor 4 pada dimensi opportunity for nurturance tidak signifikan karena nilai t <
1.96, yaitu 1.22. Dengan demikian item 4 di-drop dan tidak akan diikutkan pada
analisis berikutnya.
56
3.5. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai hubungan antara self-efficacy,
positive affect, dan dukungan sosial yang mempengaruhi resiliensi, maka teknik
analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda
(Multiple Regression Analysis).
Dalam penelitian ini, variabel independen sebanyak 8 buah, sedangkan
variabel dependen sebanyak 1 buah sehingga susunan persamaan regresi
penelitian adalah:
Y= a+b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ b6X6+ b7X7+ b8X8+e
Jika dituliskan variabelnya maka:
Y = resiliensi
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = self-efficacy
X2 = positive affect
X3 = attachment
X4 = social integration
X5 = reassurance of worth
X6 = reliable alliance
X7 = guidance
X8 = opportunity for nurturance
e = residu
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara resiliensi (DV) dengan self-efficacy, positive affect, dan
dukungan sosial (IV). R2menunjukan variasi atau perubahan dependent variable
(Y) yang disebabkan oleh independent variable (X) atau yang digunakan untuk
mengetahui besarnya perngaruh independent variable (X) terhadap dependent
variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari resiliensi yang
57
dijelaskan oleh self-efficacy, positive affect, dan dukungan sosial. Untuk
mendapatkan nilai R2
digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R2
= Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan IV
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dihitung setelah koefisien regresi diperoleh.
SSy = Jumlah kuadrat dari DV (Y)
Selanjutnya R2
dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikansi F-test.
Selain itu juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat apakah
pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah R2 itu
sendiri dengan df-nya, yaitu sejumlah IV yang dianalisis sedangkan penyebutnya
(1-R2) dibagi dengan df-nya (N-k-1) dimana N adalah total sampel untuk df dari
pembagi sebagai numerator sedangkan df penyebut sebagai denumerator. Adapun
rumus untuk uji F terhadap R2
adalah:
⁄
( ) ( )⁄
Keterangan :
R2
= proporsi varians
k = banyaknya independent variable
N = ukuran sampel
Di mana K adalah banyaknya IV dan N adalah besarnya sampel. Apabila
nilai F itu siginifikan (p<0,05), maka berarti seluruh IV secara bersama-sama
58
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Adapun langkah berikutnya
menguji signifikansi pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Hal ini dilakukan
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96 maka
berarti IV yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV,
dan sebaliknya. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah:
Di mana bi adalah koefisien regresi untuk IV(i)dan Sbiadalah standar error
sampling dari .
59
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif dan
pengujian hipotesis penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Total sampel dalam penelitian ini adalah 221 orang residen Napza yang sedang
dalam proses rehabilitasi di daerah Jakarta dan Bogor.
Tabel 4.1
Lokasi Pengambilan Data
No Lokasi Jumlah
1 Yayasan KARISMA 12
2
3
4
BNN Lido Bogor
RSKO Cibubur
Yayasan Pemulihan Azalea
147
40
22
Jumlah 221
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa dari total 221 sampel
terdapat 12 orang residen Napza dari Yayasan KARISMA, 147 orang residen
Napza dari BNN Lido Bogor, 40 orang residen Napza dari RSKO Cibubur, dan 22
orang residen Napza dari Yayasan Pemulihan Azalea.
Tabel 4.2
Gambaran Subjek Penelitian
No Jenis Kelamin Jumlah Presentasi
1 Laki-laki 204 92.3
2 Perempuan 17 7.7
Jumlah 221 100
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 221 orang, terdapat 92.3% merupakan laki-laki dan 7.7% merupakan
perempuan.
60
Tabel 4.3
Gambaran Usia
No Usia Jumlah Presentasi
1 ≤17 4 1.8
2
3
4
5
18-22
23-30
31-40
≥41
40
77
76
24
18.1
34.8
34.4
10.9
Jumlah 221 100
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 221 orang, terdapat 4 orang atau 1.8% yang berusia ≤ 17 tahun, 40
orang atau 18.1% yang berusia 18-22 tahun, 77 orang atau 34.8% yang berusia
23-30 tahun, 76 orang atau 34.4% yang berusia 31-40 tahun, dan 24 orang atau
10.9% yang berusia ≥ 41tahun.
Tabel 4.4
Gambaran Durasi Residen Dalam Proses Rehabilitasi
No Durasi Jumlah Presentasi
1 <3 bulan 129 58.4
2 3-6 bulan 77 34.8
3 >6 bulan 15 6.8
Jumlah 221 100
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 221 orang, terdapat 129 orang atau 58.4% yang sudah berada dalam
proses rehabilitasi selama kurang dari 3 bulan, 77 orang atau 34.8% yang sudah
berada dalam proses rehabilitasi selama 3-6 bulan, dan 15orang atau 6.8% yang
sudah berada dalam proses rehabilitasi selama lebih dari 6 bulan.
4.2 Analisis Deskriptif Variabel
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis akan melakukan analisis deskriptif. Hasil
analisis deskriptif adalah hasil gambaran mengenai data dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, hasil analisis deskriptif akan menyajikan nilai minimum,
maksimum, mean, dan standard deviasi serta kategorisasi tinggi dan rendahnya
61
skor variabel penelitian. Gambaran mengenai hasil deskriptif akan disajikan
dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 4.5
Analisis Deskriptif
N Minimum Maximum Std. Deviation
Resiliensi 221 2.57 71.20 9.58311
Self-efficacy 221 14.22 72.31 9.14079
Positive affect 221 15.43 65.21 9.14010
Attachment 221 30.80 65.48 8.14623
Social integration 221 29.60 66.66 9.99500
Reassurance of worth 221 17.11 67.24 9.99500
Reliable Alliance 221 31.33 64.54 8.44497
Guidance 221 18.86 65.92 8.02342
Opportunity for nurturance 221 37.27 68.30 7.67874
Valid N (listwise) 221
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 4.5, dapat diketahui bahwa nilai
mean dari seluruh variabel adalah 50. Selain itu, nilai minimum dari resiliensi
adalah 2.57 dengan nilai maksimum = 71.20, dan SD = 9.58311. Kedua, self-
efficacy dengan nilai minimum = 14.22, nilai maksimum 72.31, dan SD =
9.14079. Ketiga, positive affect dengan nilai minimum = 15.43, nilai maksimum =
65.21, dan SD = 9.14010. Keempat, attachment dengan nilai minimum = 30.80,
nilai maksimum = 65.48, dan SD = 8.14623. Kelima, social integration dengan
nilai minimum = 29.60, nilai maksimum = 66.66, dan SD = 9.99500. Keenam,
reassurance of worth dengan nilai minimum = 17.11, nilai maksimum = 67.24,
dan SD = 9.99500. Ketujuh, reliable alliance dengan nilai minimum = 31.33, nilai
maksimum = 64.54, dan SD = 8.44497. Kedelapan, guidance dengan nilai
minimum = 18.86, nilai maksimum = 65.92, dan SD = 8.02342. Kesembilan,
opportunity for nurturance dengan nilai minimum = 37.27, nilai maksimal =
68.30, dan SD = 7.67874
62
4.3. Kategori Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian,
maka hal yang perlu dilakukan adalah kategorisasi terhadap data penelitian
dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Dalam hal ini,
ditetapkan norma pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Norma Skor Kategorisasi
Norma Intepretasi
X < Mean – 1Standar Deviasi Rendah
Mean – 1Standar Deviasi ≤ X ≤ Mean + 1Standar Deviasi Sedang
X > Mean +1Standar Deviasi Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorikan sebagai rendah, sedang, dan tinggi. Selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel resiliensi, self-
efficacy,positive affect, attachment, social integration, reassurance of worth,
reliable alliance, guidance, dan opportunity for nurturance pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Variabel Frekuensi
Variabel Rendah Sedang Tinggi
Resiliensi 29 (13,1%) 162 (73,3%) 30 (13,6%)
Self-efficacy 27 (12,2%) 170 (76,9%) 24 (10,9%)
Positive affect 29 (13,1%) 155 (70,2%) 37 (16,7%)
Attachment 20 (9,1%) 164 (74,2%) 37 (16,7%)
Social integration 17 (7,7%) 174 (78,7%) 30 (13,6%)
Reassurance of worth 41 (18,6%) 145 (65,6%) 35 (15,8%)
Reliable alliance 22 (10%) 164 (74,2%) 35 (15,8%)
Guidance 21 (9,5%) 174 (78,7%) 26 (11,8%)
Opportuity for nurturance 19 (8,6%) 173 (78,3%) 29 (13,1%)
Berdasarkan tabel 4.7 ditemukan bahwa pada variabel resiliensi, 13,1% dari total
responden memiliki tingkat resiliensi tinggi, sementara 73,3% responden memiliki
63
tingkat resiliensi sedang, dan 13,6% responden memiliki tingkat resiliensi rendah.
Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, resiliensi yang
paling dominan berada pada kategori sedang. Pada variabel self-efficacy, 12,2%
dari total responden memiliki tingkat self-efficacy tinggi, sementara 76,9%
responden memiliki tingkat self-efficacy sedang, dan 10,9% responden memiliki
tingkat self-efficacy rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden
yang diteliti, tingkat self-efficacy yang paling dominan berada pada kategori
sedang. Pada variabel positive affect, 13,1% dari total responden memiliki tingkat
positive affect tinggi, sementara 70,2% responden memiliki tingkat positive affect
sedang, dan 16,7% responden memiliki tingkat positive affect rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat positive
affect yang paling dominan berada pada kategori sedang.
Pada variabel attachment, 9,1% dari total responden memiliki tingkat
attachment tinggi, sementara 74,2% responden memiliki tingkat attachment
sedang, dan 16,7% responden memiliki tingkat attachment rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat attachment
yang paling dominan berada pada kategori sedang. Pada variabel social
integration, 7,7% dari total responden memiliki tingkat social integration tinggi,
sementara 78,7% responden memiliki tingkat social integration sedang, dan
13,6% responden memiliki tingkat social integration rendah. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat social integration yang
paling dominan berada pada kategori sedang. Pada variabel reassurance of worth,
18,6% dari total responden memiliki tingkat reassurance of worth tinggi,
64
sementara 65,6% responden memiliki tingkat reassurance of worth sedang, dan
15,8% responden memiliki tingkat reassurance of worth rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat reassurance
of worth yang paling dominan berada pada kategori sedang.
Pada variabel reliable alliance, 10% dari total responden memiliki tingkat
reliable alliance tinggi, sementara 74,2% responden memiliki tingkat reliable
alliance sedang, dan 15,8% responden memiliki tingkat reliable alliance rendah.
Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat
reliable alliance yang paling dominan berada pada kategori sedang. Pada variabel
guidance, 9,5% dari total responden memiliki tingkat guidance tinggi, sementara
78,7% responden memiliki tingkat guidance sedang, dan 11,8% responden
memiliki tingkat guidance rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat guidance yang paling dominan berada pada
kategori sedang. Pada variabel opportunity for nurturance, 8,6% dari total
responden memiliki tingkat opportunity for nurturance tinggi, sementara 78,3%
responden memiliki tingkat opportunity for nurturance sedang, dan 13,1%
responden memiliki tingkat opportunity for nurturancer endah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat opportunity
for nurturance yang paling dominan berada pada kategori sedang.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab tiga. Dalam
regresi ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R Square untuk mengetahui
65
presentase (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent
variable, kedua apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara
signifikan terhadap dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau
tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent variable. Langkah
pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable.
Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
R square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .767a .589 .573 6.26176
a. Predictors: (Constant), self-efficacy, positive affect, attachment, social integration, reassurance
of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance.
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa diperoleh R Square sebesar 0.589 atau 58.9%.
Artinya, proporsi varian dari resiliensi yang dijelaskan oleh self-efficacy, positive
affect, attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance,dan opportunity for nurturance adalah sebesar 58.9%, sedangkan 41.1%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua penulis menguji apakah seluruh independen memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada
tabel 4.9 berikut ini:
Tabel 4.9
Anova Pengaruh seluruh IV terhadap DV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11891.470 8 1486.434 37.910 .000b
Residual 8312.439 212 39.210
Total 20203.909 220
a. Predictors: (Constant), self-efficacy, positive affect, attachment, social integration, reassurance
of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance
b. Dependent Variable: R
66
Berdasarkan uji F pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada
kolom paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. Jadi, dengan demikian
hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh self-efficacy, positive affect, dan
dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of worth, reliable
alliance, guidance, opportunity for nurturance) terhadap resiliensi” ditolak.
Artinya, ada pengaruh positif yang signifikan self-efficacy, positive affect, dan
dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of worth, reliable
alliance, guidance, opportunity for nurturance) terhadap resiliensi.
Langkah selanjutnya, penulis melihat koefisien regresi dari masing-masing
IV. Jika sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi.
Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen
terhadap resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.581 5.192 -.882 .379
Self-efficacy .581 .056 .494 9.272 .000*
Positive Affect .193 .052 .184 3.716 .000*
Attachment .041 .067 .035 .609 .543
Social Integration -.041 .057 -.042 -.719 .473
Reassurance Of Worth .098 .051 .102 1.932 .055
Reliable Alliance .041 .072 .036 .574 .567
Guidance .228 .070 .191 3.249 .001*
Opportunity for
Nurturance
.317 1.033 .015 .307 .759
a. Dependent Variable: R
67
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.18, maka persamaan regresinya
sebagai berikut: (*signifikan)
Resiliensi’ = -4.581 + 0.581 *self-efficacy + 0.193 *positive affect + 0.041
attachment - 0.041 social integration + 0.098 reassurance of worth + 0.041
reliable alliance + 0.228 *guidance + 0.317 opportunity for nurturance.
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat tiga
varibel yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) self-efficacy, (2)
positive affect, (3) guidance. Sementara lima variabel lain tidak signifikan.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independen
variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel self-efficacy
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .581 dengan taraf signifikansi .000 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh self-
efficacy terhadap resiliensi ditolak. Artinya variabel self-efficacy pengaruhnya
signifikan terhadap resiliensi. Arah dari koefisien positif menjelaskan bahwa
semakin tinggi variabel self-efficacy, maka semakin tinggi pula resiliensi.
2. Variabel positive affect
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .193 dengan taraf signifikansi .000 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh positive
affect terhadap resiliensi ditolak. Artinya variabel positive affect pengaruhnya
signifikan terhadap resiliensi. Arah dari koefisien positif menjelaskan bahwa
semakin tinggi variabel positive affect, maka semakin tinggi pula resiliensi.
68
3. Variabel attachment
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .041 dengan taraf signifikansi .543 (sig >
0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
attachment terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel attachment pengaruhnya
tidak signifikan secara positif terhadap resiliensi.
4. Variabel social integration
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.041 dengan taraf signifikansi .473 (sig
> 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh social
integration terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel social integration
pengaruhnya tidak signifikan secara negatif terhadap resiliensi.
5. Variabel reassurance of worth
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .098 dengan taraf signifikansi .055 (sig >
0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
reassurance of worth terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel reassurance of
worth pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap resiliensi.
6. Variabel reliable alliance
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .041 dengan taraf signifikansi .567 (sig >
0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh reliable
alliance terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel reliable alliance
pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap resiliensi.
7. Variabel guidance
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .228 dengan taraf signifikansi .001 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada
69
pengaruhguidance terhadap resiliensi ditolak. Artinya variabel guidance
pengaruhnya signifikan terhadap resiliensi. Arah dari koefisien positif
menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel guidance, maka semakin tinggi pula
resiliensi.
8. Variabel opportunity for nurturance
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .317 dengan taraf signifikansi .759 (sig >
0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
opportunity for nurturance terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel
opportunity for nurturance pengaruhnya tidak signifikan secara positif terhadap
resiliensi.
Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih
kuat. Dalam hal ini, penulis menggunakan koefisien regresi yang terstandarisasi
(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi
mana yang menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap variabel dependen.
Variabel self-efficacy memiliki pengaruh yang paling kuat dengan nilai β= .494.
4.4.1 Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Variabel Independen
Selanjutnya penelitian ini ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari
masing-masing independent variable (IV) terhadap resiliensi. Besarnya proporsi
varian pada resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini:
70
Tabel 4.11
Proporsi Varians
Berdasarkan data pada tabel 4.11 proporsi varians masing-masing independent
variable dan signifikansi dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel self-efficacy memberikan sumbangan sebesar 48% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 202.418
dan df2= 219.
2. Variabel positive affect memberikan sumbangan sebesar 5.5% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebutsignifikan secara statistik dengan F= 25.591 dan
df2= 218.
3. Variabel attachment memberikan sumbangan sebesar 1.3% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 6.131 dan
df2= 217.
Model R R Square
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2 Sig.F Change
1 .693a .480 .480 202.418 1 219 .000*
2 .731b .535 .055 25.591 1 218 .000*
3 .740c .548 .013 6.131 1 217 .014*
4 .740d .548 .000 .024 1 216 .876
5 .752e .565 .017 8.573 1 215 .004*
6 .754f .568 .003 1.444 1 214 .231
7 .767g
.588 .020 10.547 1 213 .001*
8 .767h
.589 .001 .094 1 212 .759
Predictors: (Constant), self-efficacy, positive affect, attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance
71
4. Variabel social integration memberikan sumbangan sebesar 0% dalam
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F= .024
dan df2= 216.
5. Variabel reassurance of worth memberikan sumbangan sebesar 1.7% dalam
varians resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
8.573 dan df2= 215.
6. Variabel reliable alliance memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam
varians resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan
F= 1.444 dan df2= 214.
7. Variabel guidance memberikan sumbangan sebesar 2% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 001 dan
df2= 213.
8. Variabel opportunity for nurturance memberikan sumbangan sebesar 0.1%
dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F= .094 dan df2= 212.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 variabel independen,
yaitu self-efficacy, positive affect, attachment, reassurance of worth, dan guidance
yang signifikan sumbangannya terhadap resiliensi, jika dilihat dari besarnya
pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel
independen (sumbangan proporsi varian yang diberikan).
72
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan lebih lanjut terkait hasil dari penelitian
yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi
dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian
ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari self-
efficacy, positive affect, dan dukungan sosial terhadap resiliensi residen Napza.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi
masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh ada tiga
variabel yang signifikan mempengaruhi resiliensi yaitu (1)self-efficacy,(2) positive
affect, dan (3) dukungan sosial. Pada variabel dukungan sosial, hanya ada satu
dimensi yang memberi pengaruh secara signifikan, yaitu guidance, dan lima
dimensi lainnnya tidak signifikan mempengaruhi resiliensi, yaitu attachment,
social integration, reassurance of worth, reliable alliance, dan opportunity for
nurturance.
5.2 Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi resiliensi residen Napza. Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan R square sebesar 0.589 atau 58.9%. Hal ini berarti bahwa variabel
self-efficacy, positive affect, dan dukungan sosial memberikan pengaruh terhadap
perubahan variabel resiliensi sebesar 58.9%. Dengan demikian perubahan variabel
73
resiliensi sebesar 41,1% sisanya dapat dijelaskan oleh variabel selain self-efficacy,
positive affect, dan dukungan sosial.
Self-efficacy memberikan pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi
residen Napza yang sedang berada dalam proses rehabilitasi. Tingkat keyakinan
individu mengenai kemampuannya untuk mengendalikan kejadian dalam
kehidupan individu tersebut mempengaruhi resiliensi. Hal ini sesuai dengan
diskusi pada penelitian sebelumnya (Tusaie dan Dyer, 2004) menyatakan bahwa
resiliensi muncul atau tumbuh dari keyakinan pada diri sendiri dalam kemampuan
individu untuk mengendalikan kejadian dalam hidupnya, kemampuan untuk
mengatasi perubahan, dan keterampilan pemecahan masalah. Keyakinan individu
terhadap kemampuannya dalam mengendalikan kejadian dalam hidupnya
tergantung kepada kepribadian dan keterampilan dalam pemecahan masalah
dalam diri individu.
Pada penelitian ini, penulis melihat keyakinan terhadap kemampuan
responden didapat dari berbagai kegiatan yang diadakan oleh tempat rehabilitasi.
Kegiatan yang diadakan oleh tempat rehabilitasi seperti konseling perorangan
ataupun konseling kelompok, sehingga dari kegiatan tersebut responden
mendapatkan motivasi dalam dirinya untuk keyakinan terhadap kemampuannya.
Kemudian kegiatan keagamaan, dimana responden mendapatkan pencerahan
spiritual sehingga dapat meningkatkan motivasi pada diri responden dalam
meyakini kemampuannya dalam mengendalikan kejadian dalam kehidupannya.
Positive affect juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
resiliensi residen Napza yang sedang mengikuti proses rehabilitasi. Afeksi yang
74
mencerminkan sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada
tersebut mempengaruhi resiliensi. Hal ini sesuai dengan hasil pada penelitian
sebelumnya oleh Smith et. al. (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara positive affect dan resiliensi. Selain itu, Zautra et. al. (2005), juga
menghasilkan temuan yang konsisten bahwa individu dengan positive affect yang
tinggi, mencirikan individu yang lebih tangguh dalam menghadapi kondisi sulit.
Rasa antusias, aktif, dan waspada pada responden dalam penelitian juga
didapatkan dari tempat rehabilitasi, dimana para residen memang dibina untuk
menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Bagi setiap residen yang aktif, antusias dan waspada akan dinilai oleh
seseorang yang disebut mayor didalam rehabilitasi, apabila residen menunjukkan
rasa antusias, aktif dan waspada akanada reward yang didapat. Hal ini
meningkatkan motivasi residen dalam membangun rasa antusias, aktif dan
waspada selama mengikuti proses rehabilitasi. Selain itu afeksi positif pada
responden juga tumbuh dari kegiatan-kegiatan dalam rehabilitasi yang dilakukan
secara teratur, disiplin, dan bersama-sama. Seperti diantaranya ada kegiatan
morning meeting dan function yang dilakukan setiap hari oleh para residen.
Dalam penelitian ini ada dimensi dari dukungan sosial yang
mempengaruhi resiliensi, yaituguidance. Bimbingan atau guidance merupakan
salah satu bentuk dukungan yang memungkinkan individu mendapatkan
informasi, saran, atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Bahwa jenis dukungan ini bersumber dari
guru, mentor, atau sosok orang tua. Responden dalam penelitian ini, yaitu para
75
residen mendapatkan bimbingan yang baik di tempat rehabilitasi. Bimbingan di
tempat rehabilitasi sudah diberikan sejak hari pertama residen mengikuti program
rehabilitasi. Dukungan ini bersumber dari mayor dan atau konselor yang bertugas
di tempat rehabilitasi. Berdasarkan penelitian sebelumya, menunjukkan bahwa
dukungan sosial berpengaruh positif terhadap resiliensi (Schultz et. al., 2009).
Dalam penelitian ini, attachment tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap resiliensi. Attachment atau kelekatan yang dimaksud adalah
dimana individu memperoleh kedekatan secara emosional sehingga menimbulkan
rasa aman bagi individu tersebut. Social integration yaitu adanya perasaan
memiliki minat, dan aktivitas yang samajuga tidak memberi pengaruh signifikan
terhadap resiliensi. Reassurance of worth yaitu adanya pengakuan dari lingkungan
bahwa individu merupakan seorang yang berharga dan memiliki kemampuan
dalam suatu hal juga tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap resiliensi.
Reliable alliance yaitu keyakinan bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan
untuk membantu penyesuaian masalah juga tidak berpengaruh signifikan terhadap
resiliensi. Opportunity for nurturance yaitu adanya perasaan bahwa orang lain
bergantung pada dirinya untuk mendapatkan kesejahteraan tidak berpengaruh
signifikan terhadap resiliensi.
Sumber dari dukungan diatas yang tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap resiliensi, biasanya didapatkan dari pasangan, sahabat, atau keluarga.
Penulis melihat para residen sebagai responden kurang kelekatannya dengan
residen lain, hal ini dapat disebabkan oleh durasi residen dalam rehabilitasi yang
76
berbeda-beda sehinggakurang menciptakan rasa saling percaya terhadap residen
lain akibat para residen terbilang baru saling mengenal di dalam rehabilitasi.
Kelebihan dari penelitian ini adalah menggunakan responden residen
Napza dengan ruang lingkup yang cukup besar yaitu residen Napza pada beberapa
instansi yang ada di daerah Jakarta dan Bogor. Keterbatasan dalam melakukan
penelitian ini adalah dalam menghadapi residen, karena terdapat beberapa residen
yang tidak mengisi kuesioner dengan baik. Perlu kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi dengan residen agar memberikan informasi yang dibutuhkan, juga
ketelitian yang untuk memeriksa kuesioner yang telah diisi residen untuk
dipastikan telah mengisi seluruh informasi yang dibutuhkan.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. Saran yang
penulis berikan akan berdasarkan dengan temuan dalam penelitian yang
dilakukan.
5.3.1 Saran Metodologis
Adapun saran metodologis berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini, penulis menggunakan kuesioner baku yang terdiri dari
empat skala dengan total 79 item, akan tetapi penulis menyadari bahwa akan
memberikan kuesioner ini kepada residen Napza, sehingga banyak dari
77
responden yang merasa terlalu banyak pernyataan yang harus diisi. Maka dari
itu, untuk penelitian selanjutnya agar memilih kuesioner yang sesuai dengan
kriteria responden agar lebih mudah untuk dipahami dan dikerjakan.
2. Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait secara teoritis dengan
resiliensi namun tidak ikut dianalisis, seperti faktor demografi, frekuensi
keluar dan masuk rehabilitasi, jenis napza yang dikonsumsi, dsb. Padahal
variabel-variabel tersebut menjadi sangat penting sekali khususnya pada
resiliensi residen Napza, untuk pengolahan data yang lebih lengkap lagi.
3. Penulis selanjutnya juga diharapkan bisa langsung turun lapangan dan
melakukan penyebaran dengan metode lebih baik selain klasikal untuk
memastikan tidak ada responden yang kebingungan dan agar seluruh item
diisi dengan baik oleh responden.
5.3.2. Saran Praktis
Adapun saran praktis berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi institusi
rehabilitasi untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi resiliensi residen, khususnya self-efficacy, positive affect dan
dukungan sosial. Berdasarkan hasil analisis kategorisasi, tingkat self-efficacy,
positive affect, dukungan sosial dan resiliensi residen termasuk dalam
kategori sedang. Resiliensi yang tinggi merupakan faktor internal yang
penting dan dibutuhkan residen untuk berhasil melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap narkoba dengan menjalani proses rehabilitasi.
78
Dimana resiliensi yang tinggi dipengaruhi secara positif oleh tingkat self-
efficacy, positive affect, dandukungan sosial.
2. Pada dimensi self-efficacy yang dihasilkan penelitian menunjukkan bahwa
dimensi ini memiliki pengaruh yang signifikan dengan sumbangan paling
besar terhadap resiliensi. Untuk itu instansi/tempat rehabilitasi hendaknya
juga memberikan kegiatan positif untuk semakin mendorong meningkatnya
self-efficacy residen yang sedang menjalani proses rehabilitasi. Pada dasarnya
setiap instansi sudah memiliki banyak kegiatan untuk para residen, dalam hal
ini agar lebih difokuskan misalnya dalam memberikan pelatihan dan umpan
balik untuk meningkatkan kepercayaan diri para residen.
3. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi positive affect berpengaruh
signifikan terhadap resiliensi residen. Institusi/tempat rehabilitasi pada
dasarnya sudah memiliki banyak kegiatan positif untuk para residen, dalam
hal ini untuk semakin meningkatkan positive affect, hendaknya lebih fokus
juga dalam memberikan kegiatan yang menyenangkan seperti kegiatan
rekreasi atau olahraga dan bermain musik bersama untuk mempertahankan
serta mendorong afek positif para residen. Ketika residen merasa antusias,
aktif, dan waspada maka akan semakin baik pula resiliensinya.
4. Dalam penelitian ini guidance juga merupakan dimensi yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap resiliensi residen. Guidance merupakan
hubungan yang memungkinkan individu mendapatkan informasi, saran dan
nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah
yang sedang dihadapi. Instansi hendaknya meningkatkan kegiatan konseling
79
dan lebih teratur dan konsisten dalam melakukan kegiatan ini agar residen
selalu merasa dibimbing.Hal ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan
jenis guidance, sehingga juga meningkatkan resiliensi residen. Selain itu,
institusi juga hendaknya memberikan pelatihan mentor atau konselor untuk
membantu membangun serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam membimbing residen.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger-Browning, K., Johnson, D. C. (2010). Key Facts on Resilience. Naval
Center for Combat & Operational Stress Control.
Bandura, A., Nancy, E. A. (1977). Analysis f self-efficacy theory of behavioral of
behavioral change. Cognitive Therapy and Research.
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive
theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Bandura, A. (1989). Human agency in social cognitive theory. American
Psychologist, 44, 1175-1184.
Brown, D. L. (2008). African American resiliency: Examining racialsocialization
and social support as protective factors. Journal of Black Psychology.
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. American
Psychosomatic Society, Inc.
Cohen, S., & Hoberman, H. (1983). Positive events and social supports as buffers
of life change stress. Journal of Applied Social Psychology.
Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new resilience
scale: the connor-davidson resilience scale (CD-RISC). Wiley-Liss, Inc
Research Acticle.
Cutrona, C. E., & Russel, D. W. (1987). The Provisions of social relationships
and adaptation to stress. In Jones W. H. & Perlman D. (EDS), Advances
in Personal Relationships. Greenwich CT: JAI Press Inc.
Davidson, J. R. T., Payne, V. M., Connor, K. M., Foa, E. B., Rothbaum,B. O.,
Hertzberg, M. A., & Weisler, R. H. (2005). Trauma, resilienceand
saliostasis: Effects of treatment in post-traumatic stressdisorder.
International Clinical Psychopharmacology.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: the science of
happiness and life satisfaction. In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.),
Handbook of Positive Psychology 63- 73. Oxford, UK: Oxford
University Press.
Ediati, R. A. (2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada
narapidana di lembaga permasyarakatan kelas IIA wanita Semarang.
Jurnal Empati, 5, 537-542.
Fraser, M, Richman, J, &Galinsky, M. (1999). Risk, protection, and resilience:
Towards a conceptual framework for social work practice. Social Work
Research, 23, 131-143.
81
Gillespie, B. M., Chaboyer, W., Wallis, M., & Grimbeek, P. (2007).Resilience in
the operating room: Developing and testing of aresilience model.
Journal of Advanced Nursing, 59, 427–438.
Grotberg, E., H. (2001). Resilience programs for children in disaster. Ambulatory
Child Health, Blackwell Science Ltd.
Huelsman, T.J., Furr R.M., & Nemanick, R.C.Jr. (2003). Measurement of
Dispositional Affect : construct validity and convergence with a
circumplex model of affect. Educational and Psychological
Measurement, 63, 655-673.
Kabar24.com. (2015). Pasien Rehabilitasi Narkoba Ini Tewas Diduga Gantung
Diri. Diakses pada Oktober 2017 dari
http://kabar24.bisnis.com/read/20151209/367/500102/pasien-rehabilitasi-
narkoba-ini-tewas-diduga-gantung-diri
Kemenkes RI. (2017). INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI: Anti Narkoba Sedunia. Jakarta.
Liputan6.com. (2014). Ini Penyebab Pasien Rehabilitasi Narkoba BNN di Lido
Kabur. Diakses pada Oktober 2017 dari
http://news.liputan6.com/read/2100426/ini-penyebab-35-pasien-
rehabilitasi-narkoba-bnn-di-lido-kabur
Lee, J. H., Nam, S. K., Kim, A. R., Kim, B., Lee M. Y., & Lee, S. M. (2012).
Resilience: a meta-analytic approach. Journal of Counseling and
Development, 91, 269-279.
Lopez, L. M., Cooper, L. (2011). Social Support Measures Review. Los Angeles:
First 5 LA.
Maddux, J. E. (1995). Self-efficacy, Adaptation, and Adjustmen: Theory,
Research, and Application. New York: Plenum Press.
News, Detik. (2014). Pasien Rehabilitasi Kabur, BNN: Mereka Residen Baru.
Diakses pada bulan Oktober 2017 dari
https://news.detik.com/berita/2679620/pasien-rehabilitasi-narkoba-
kabur-bnn-mereka-residen-baru
Ogden, J. (2004). Health psychology textbook third edition. Berkshire: Mc Graw
Hill Pers.
Rehabilitasi BNN Batam. Diakses pada bulan Oktober 2017 dari
http://lokarehabbatam.bnn.go.id/
Reich, J.W., Alex J.Z., & John.S. H. (2010). Handbook of Adult Resilience. The
Guilford Press.
82
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience factor. New York: Random
House, Inc.
Sagone, E., & Caroli, M. E. D. (2013). Relationship between resilience, self-
efficacy, and thinking styles in Italian middle adolescents. Journal of
Social and Behavioral Science.
Sarafino, E. P. & Smith, T. W. (2011). Health psychology: biopsychosocial
interaction. United States: John Wiley & Sons, Inc.
Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R, B., & Sarason, B., R, (1983). Assessing
social support: The social support questionnaire. Journal of Social and
Personal Relationship.
Schwarzer, R., & Jerusalem, M. (1995). Generalized Self-Efficacy scale. In J.
Weinman, S. Wright, & M. Johnston, Measures in health psychology: A
user’s portfolio. Causal and control beliefs (pp. 35-37). Windsor, UK:
NFER-NELSON.
Schultz, P., Roditti, M., Gillette, M. (2009). Resilience, Social Support, and
Psychological Disturbance in Hispanic Women Residing in a Battered
Women’s Shelter on the U.S./Mexico Border. New York: Springer.
Schultz, D., and Schultz, E.S. (2005). Theory of Personality Ninth Edition. USA:
Wadsworth Cengage Learning.
Sherer, M., Maddux, J. E., Blaise, M., Steven, P., Beth, J., & Ronald, W. R.
(1982). The self-efficacy scale construction and validation.
Psychological Reports.
Singh, K & Nan Yu, X. (2010). Psychometric evaluation of the connor-davidson
resilience scale (CD-RISC) in a sample of Indian student. J Psychology,
1, 23-30.
Smith, B. W., Dalen, J., Wiggins, K., Tooley, E., Christopher, P., & Bernard, J.
(2008). The Brief Resilience Scale: Assessing the ability to bounce back.
International Journal of Behavioral Medicine.
Souri, H., & Hasanirad, T. (2011). Relationship between resilience, optimism,
and psychological well-being in students of medicine. Jounal of Social
and Behavioral Science.
Sugiyanto. (2015). Peran Lembaga Rehabilitasi Kunci dalam Penanganan Korban
Penyalahgunaan Napza di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian
Sosial RI.
Taylor, S. E. (2015). Health Psychology: 9th
Ed. New York: McGraw Hill.
83
Tribunnews. (2016). Pasien Melarikan Diri Pertama Terjadi di Loka Rehabilitasi
Narkoba Kalianda. Diakses pada bulan Oktber 2017 dari
http://lampung.tribunnews.com/2016/08/16/edwin-pasien-melarikan-diri-
pertama-terjadi-di-loka-rehabilitasi-narkoba-kalianda
Tugade, M., M. and Fredrickson, B., L. (2004). Resilient individuals use positive
emotions to bounce back from negative emotional experiences. Journal
of Personal and Social Psychology, 86, 320–333.
Umar J. (2012). Confirmatory Factor Analysis. Bahan Ajar Perkuliahan.Fakultas
Psikologi UIN Jakarta.
Tusaie, K., & Dyer, J. (2004). Resilience: A historical review of theconstruct.
Holistic Nursing Practice, 18, 3–10.
Windle, G., Bennett, K. M., & Noyes, J. (2011). Methodological, review of
resilience scales. Health and Quality of Life Outcomes.
Wagnild, G., & Young, H. (1993). Development and psychometricevaluation of
the Resilience Scale. Journal of Nursing Measurement.
Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development andvalidation of
brief measures of positive and negative affect: ThePANAS scales.
Journal of Personality and Social Psychology, 54, 1063–1070.
Zevon, M., A. & Tellegen, A. (1982). The structure of mood changes: an
idiographic/nomotethic analysis.Journal of Personality and Social
Psychology.
Zautra, A. J., Johnson, L. M., & Davis, M. C. (2005). Positiveaffect as a source
for resilience for women in chronicpain. Journal of Consulting and
Clinical Psychology, 73, 212–220.
84
LAMPIRAN 1 SURAT IZIN PENELITIAN
85
86
87
88
LAMPIRAN 2 KUESIONER
Kuesioner Penelitian
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi/ Siang/ Sore.
Salam sejahtera, semoga Bapak/Ibu/Sdr selalu berada dalam lindungan Tuhan
Yang Maha Esa. Saya Trya Dara Ruidahasi, mahasiswi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada saat ini sedang
melakukan penelitian skripsi mengenai Resiliensi Residen Napza.
Bersama dengan hal ini, saya mohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi
kuisioner penelitian ini. Kuisioner penelitian ini berisikan sekumpulan pernyataan
yang harus dijawab sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu/Sdr rasakan atau alami.
Tidak ada jawaban benar maupun salah dalam setiap pernyataan. Data yang
Bapak/Ibu/Sdr berikan dijamin kerahasiaannya karena kuesioner ini bersifat
anonim dan akan dipergunakan hanya untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan Bapak/Ibu/Sdr menjadi partisipan penelitian ini, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Hormat saya,
Trya Dara Ruidahasi
No. : Tgl. Pengisian :
89
DATA RESPONDEN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :
Zat Utama yang Digunakan :
Tanggal Masuk Rehabilitasi :
Sedang mengonsumsi obat dari dokter* :
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, resep obat diperoleh dari* :
a. Dokter Umum
b. Dokter Spesialis…
Menyatakan bersedia untuk mengisi kuesioner ini.
TTD
Responden
*Pilihlah jawaban dengan melingkari salah satu
92
Skala 2
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang sesuai dengan
pengalaman terhadap pernyataan berdasarkan situasi dan kondisi keseharian
Bapak/Ibu/Sdr, dengan pilihan jawaban sebagai berikut :
1. Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Tidak Setuju (TS)
3. Setuju (S)
4. Sangat Setuju (SS)
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa bersemangat dalam melakukan pekerjaan. √
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda setuju bahwa
Bapak/Ibu/Sdrbersemangat dalam melakukan pekerjaan.
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Pemecahan soal-soal yang sulit selalu berhasil bagi saya,
kalau saya berusaha.
2. Jika seseorang menghambat tujuan saya, saya akan
mencari cara dan jalan untuk meneruskannya.
3. Saya tidak mempunyai kesulitan untuk melaksanakan niat
dan tujuan saya.
4. Dalam situasi yang tidak terduga saya selalu tahu
bagaimana saya harus bertingkah laku.
5. Kalau saya akan berkonfrontasi dengan sesuatu yang baru,
saya tahu bagaimana saya dapat menanggulanginya.
6. Untuk setiap problem saya mempunyai pemecahan.
7. Saya dapat menghadapi kesulitan dengan tenang, karena
saya selalu dapat mengandalkan kemampuan saya.
8. Kalau saya menghadapi kesulitan, biasanya saya
mempunyai banyak ide untuk mengatasinya.
9. Juga dalam kejadian yang tidak terduga saya kira, bahwa
saya akan dapat menanganinya dengan baik.
10. Apapun yang terjadi, saya akan siap menanganinya.
93
Skala 3
Petunjuk Pengisian
Pada setiap pernyataan berikut, terdiri dari sejumlah kata yang menggambarkan
perasaan dan emosi yang berbeda. Lingkarilah jawaban berdasarkan seberapa
kuat emosi tersebut Anda rasakan selama beberapa minggu terakhir ini. Dengan
pilihan jawaban sebagai berikut :
Sedih
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda sedang merasakan sedih
yang sangat kuat.
No.
Pernyataan
Jawaban
1.
Merasa tertarik
2.
Tertekan
3.
Gembira
4.
Kecewa
5.
Tangguh
6.
Bersalah
7.
Takut
8.
Bermusuhan
9.
Antusias
1 2 3 4 5
Sangat Sedikit Sangat Kuat
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
94
10.
Bangga
11.
Mudah marah
12.
Waspada
13.
Malu
14.
Terinspirasi
15.
Gugup
16.
Bertekad
17.
Penuh perhatian
18.
Gelisah
19.
Aktif
20.
Khawatir
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
95
Skala 4
Petunjuk Pengisian
Dalam menjawab pernyataan berikut, pikirkan tentang hubungan Anda saat ini
dengan teman, anggota keluarga, rekan kerja, anggota masyarakat, dan
sebagainya. Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang
menggambarkan hubungan Anda saat ini dengan orang lain. Dengan pilihan
jawaban sebagai berikut:
1. Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Tidak Setuju (TS)
3. Setuju (S)
4. Sangat Setuju (SS)
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda setuju bahwa
Bapak/Ibu/Sdrmerasa malas dalam melakukan pekerjaan.
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Ada orang yang dapat saya andalkan ketika saya sedang
membutuhkan bantuan.
2 Saya merasa bahwa saya tidak memiliki hubungan
pribadi yang erat dengan orang lain.
3 Tidak ada orang yang dapat saya mintai bimbingan pada
saat stres.
4 Ada orang-orang yang bergantung pada saya untuk
meminta bantuan.
5 Ada orang yang menyukai kegiatan sosial yang sama
dengan yang saya lakukan.
6 Orang lain tidak menganggap saya kompeten.
7 Saya merasa memiliki tanggung jawab pribadi terhadap
seseorang.
8 Saya merasa menjadi bagian dari sekelompok orang
yang memiliki sikap dan keyakinan seperti saya.
9 Saya tidak berpikir orang lain menghargai keterampilan
dan kemampuan saya.
10 Jika ada masalah, tidak ada yang mau membantu saya.
11 Saya memiliki hubungan dekat yang memberi saya rasa
aman dan sejahtera secara emosional.
12 Ada seseorang yang bisa saya ajak bicara tentang
keputusan penting dalam hidup saya.
13 Saya memiliki hubungan dimana kompetensi dan
keterampilan saya diakui.
14 Saya tidak memiliki seseorang untuk berbagi minat dan
keprihatinan saya.
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa malas dalam melakukan pekerjaan. √
96
15 Tidak ada orang yang kebahagiaannya benar-benar
bergantung pada saya.
16 Ada orang yang dapat saya percaya dan hubungi untuk
meminta saran jika saya mengalami masalah.
17 Saya merasakan hubungan emosional yang kuat
setidaknya dengan satu orang.
18 Tidak ada yang bisa membantu saya saat saya benar-
benar membutuhkan bantuan.
19 Saya merasa tidak nyaman berbicara tentang masalah
kepada siapapun.
20 Ada orang yang mengagumi bakat dan kemampuan
saya.
21 Saya kurang merasakan keintiman dengan orang lain.
22 Tidak ada orang yang suka melakukan hal-hal yang saya
lakukan.
23 Ada orang yang bisa saya andalkan dalam keadaan
darurat.
24 Tidak ada seorangpun yang membutuhkan perhatian
saya.
97
LAMPIRAN 3 SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
a. Resiliensi
UJI VALIDITAS KONSTRUK RESILIENSI
DA NI=25 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
X20 X21 X22 X23 X24 X25
PM SY FI=RESILIENSI.COR
MO NX=25 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
RESILIENSI
FR TD 22 21 TD 24 23 TD 9 7 TD 9 4 TD 21 11 TD 12 11 TD 19 10 TD 7 6
FR TD 20 18 TD 15 2 TD 12 2 TD 13 12 TD 23 8 TD 16 14 TD 14 4 TD 14 10
FR TD 4 1 TD 17 4 TD 8 1 TD 9 8 TD 21 14 TD 9 2 TD 23 15 TD 8 7 TD 24 11
FR TD 13 8 TD 18 17 TD 18 5 TD 17 6 TD 13 11 TD 23 17 TD 19 1 TD 19 11
FR TD 16 11 TD 25 1 TD 5 2 TD 25 16 TD 19 3 TD 5 3 TD 9 3 TD 10 9 TD 25
12
FR TD 6 5 TD 17 13 TD 22 6 TD 21 6 TD 10 6 TD 19 18 TD 18 15 TD 4 3 TD
11 4
FR TD 16 1 TD 9 1 TD 15 7 TD 13 2 TD 8 2 TD 23 22 TD 20 1 TD 17 3 TD 14 3
FR TD 14 9 TD 22 11 TD 23 9 TD 23 4 TD 25 9 TD 25 7 TD 19 14 TD 12 8 TD
24 16
FR TD 24 18 TD 21 17 TD 17 2
PD
OU MI SS TV
98
99
b. Self-efficacy
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF-EFFICACY
DA NI=10 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10X10
PM SY FI=SE.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SELF-EFFFICACY
FR TD 8 7 TD 9 2 TD 8 2 TD 5 1 TD 7 4 TD 8 3 TD 10 8 TD 6 5
FR TD 6 1 TD 9 4 TD 7 6
PD
OU MI SS TV
100
c. Positive Affect
UJI VALIDITAS KONSTRUK POSITIVE AFFECT
DA NI=10 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X10
PM SY FI=PA.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
POSITIVEAFFECT
FR TD 9 8 TD 7 4 TD 8 7 TD 4 2 TD 8 3 TD 8 6 TD 7 6
PD
OU MI SS TV
101
d. Dukungan Sosial
UJI VALIDITAS CFA DUKSOS
DA NI=24 NO=221 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24
KM SY FI=DUKSOS1.COR
MO NX=24 NK=6 PH=ST TD=SY
LK
ATTACHMENT SI ROW RA GUIDANCE OFN
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 2 LX 6 2 LX 7 2 LX 8 2 LX 9 3 LX 10 3
LX 11 3 LX 12 3 LX 13 4 LX 14 4 LX 15 4 LX 16 4 LX 17 5 LX 18 5 LX 19 5
LX 20 5 LX 21 6 LX 22 6 LX 23 6 LX 24 6
FR TD 11 6 TD 13 1 TD 22 6 TD 21 2 TD 13 5 TD 17 12 TD 19 3 TD 22 1 TD
18 17 TD 9 5 TD 10 9 TD 24 3 TD 10 1 TD 2 1 TD 21 5 TD 22 4 TD 17 9 TD 17
10 TD 12 9 TD 18 10 TD 18 11 TD 9 2 TD 20 2
FR TD 19 4 TD 12 7 TD 18 14 TD 16 2 TD 20 16 TD 15 14 TD 6 1 TD 13 6 TD
6 5 TD 14 13 TD 14 1 TD 24 5 TD 5 2 TD 24 15 TD 21 13 TD 20 14 TD 18 9 TD
21 11 TD 5 4 TD 11 1 TD 7 5 TD 22 12
FR TD 22 17 TD 17 7 TD 15 11 TD 12 5 TD 24 9 TD 10 3 TD 12 3 TD 19 12 TD
14 2 TD 13 11 TD 13 2 TD 18 13 TD 22 14 TD 21 17 TD 23 9 TD 12 6 TD 8 1
TD 7 6 TD 8 6 TD 20 9 TD 22 7 TD 22 16
FR TD 9 8 TD 24 17 TD 6 3 TD 13 3 TD 5 3 TD 15 10 TD 21 19 TD 10 6 TD 4 1
TD 23 5 TD 8 3 TD 23 3 TD 24 12 TD 18 12 TD 18 5 TD 17 5 TD 10 5
FR TD 18 2 TD 17 2 TD 18 1 TD 21 18 TD 21 9 TD 21 10 TD 17 1 TD 17 13 TD
17 6 TD 18 6 TD 22 18 TD 13 10 TD 13 9 TD 9 6 TD 8 2 TD 9 1 TD 20 5 TD 16
6 TD 22 8 TD 22 3 TD 22 10
FR TD 12 10 TD 13 12 TD 16 12 TD 23 12 TD 22 21 TD 21 1
PD
OU TV SS MI ADD=OFF
102
103
LAMPIRAN 4 OUTPUT REGRESI
Lampiran Hasil Uji Regresi
104
Proporsi Varians