penatalaksanaan glaukoma sekunderperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat...
TRANSCRIPT
1
PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDER
PADA SINDROM STURGE WEBER
Abstract
Introduction
Sturge–Weber Syndrome (SWS) is a neurocutaneous disorder characterized by
cutaneous facial angioma, leptomeningeal angioma, seizure and other neurological
complications, and glaucoma. Glaucoma is a most common ocular manifestation that
often arises due to this condition. Glaucoma secondary to SWS is a challenging disease
due to its early development and poor response to standard medical treatment.
Purpose
To report a rare case of secondary glaucoma caused by Sturge Weber Syndrome and
it’s management
Case Report
A 8 months old baby boy came to Pediatric Ophthalmology Unit National Eye Center
Cicendo Eye Hospital with chief complaint of Right Eye was bigger than Left Eye on
since birth. His parent also told that patient has redness in the skin from head to toe.
Ophthalmology examination showed port wine stain on the right side and episcleral
melanocytosis on both eyes. Intraocular pressure (IOP) was slightly increased 22
mmHg on right eye and 20 mmHg on left eye based on tonomoter Perkins.
Trabeculectomy was done to the patient. Topical therapy still given on this patient for
maintain IOP.
Conclusion
Treatment of glaucoma caused by SWS remains challenge for ophthalmologist.
Trabeculectomy can be considering for treating glaucoma caused by SWS who didn’t
respond to medical therapy.
Keywords
Nevus flammeus, port wine stain, glaucoma, trabeculectomy, Sturge Weber Syndrome
I. PENDAHULUAN
Sindrom Sturge-Weber (SWS) adalah kelainan neurokutaneus yang ditandai dengan
angioma kulit wajah, angioma leptomeningeal, kejang, glaukoma dan komplikasi
neurologis lain. SWS terjadi secara sporadik pada sekitar 1 per 20.000 – 50.000
kelahiran hidup. Frekuensi SWS tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan umumnya
lebih banyak pada ras Kaukasia. Terminologi Sindrom Sturge Weber berasal dari nama
William Allen Sturge dan Frederick Parkes Weber yang menjelaskan penyakit tersebut
secara detail. Sturge menjelaskan mengenai kelainan kutaneus, okular, dan neurologis
2
tahun 1869 sedangkan Weber menilai adanya perubahan gambaran neurologis pada
penyakit tersebut tahun 1929. 1–4
Sindrom Sturge-Weber pada anak biasanya ditandai adanya port wine stain pada
wajah bagian atas, ipsilateral dari angiomatosis. Risiko terjadinya SWS yang berkaitan
dengan malformasi vaskular fasial kutaneus sebesar 8%. Glaukoma merupakan
manifestasi okular yang paling banyak terjadi pada SWS. Glaukoma dapat terjadi
kongenital atau setelah lahir. Glaukoma kongenital biasanya disebabkan kelainan bilik
mata depan, sedangkan glaukoma yang terjadi setelah lahir biasanya diakibatkan
peningkatan tekanan vena episklera.5–8
Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan penatalaksanaan sebuah kasus pasien
glaukoma sekunder dengan sindrom Sturge Weber
II. LAPORAN KASUS
Seorang anak laki – laki usia 8 bulan datang ke poli pediatrik oftalmologi RS
Cicendo pada tanggal 27 Agustus 2020 dengan keluhan mata kanan tampak lebih besar
sejak lahir. Orangtua pasien mengatakan pasien terdapat bercak kemerahan disebelah
kanan tubuh mulai dari kaki, bokong, punggung, tangan dan wajah yang ditemukan
sejak lahir. Pasien mempunyai riwayat kejang berupa kedua tangan dan kaki kelojotan
selama ± 5 menit/ kali sebanyak 2 – 3 kali sejak 1 bulan yang lalu, kejang berhenti
sendirinya tanpa diberikan obat. Pasien mempunyai riwayat demam. Tidak ada riwayat
trauma, mata merah berulang, penggunaan obat-obatan oral, ataupun tetes mata jangka
panjang. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ataupun diketahui memiliki
penyakit pada mata tidak ada. Riwayat epilepsi dikeluarga tidak ada. Pasien belum
pernah berobat ke dokter spesialis mata maupun dokter spesialis anak sebelumnya.
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir pada usia kehamilan 39
minggu dengan berat badan lahir 3,6 kg. riwayat persalinan operasi caesar atas indikasi
pasca operasi caesar sebelumnya, jarak waktu kehamilan pertama dan kedua 3 tahun.
Imunisasi telah dilakukan secara lengkap sesuai usia pasien kecuali campak yaitu BCG
1 kali, polio 3 kali, DPT 3 kali dan hepatitis B sebanyak 3 kali. Riwayat kelainan serupa
3
dikeluarga disangkal. Ayah pasien adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ibu pasien
adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Berat badan pasien saat ini adalah 9,4 kg.
Gambar 2.1 Pedigree keluarga pasien
Pemeriksaan status generalis didapatkan tanda vital dalam batas normal, ditemukan
lesi port wine stain pada bagian tubuh sebelah kanan mulai dari wajah sampai dengan
kaki. Pemeriksaan oftalmologis pada pasien didapatkan visus dasar ODS fix and follow
the light. Gerakan kedua bola mata kesan baik ke segala arah. Tekanan bola mata
palpasi mata kanan sedikit meningkat sedangkan mata kiri normal. Pemeriksaan
segmen anterior mata kanan dengan menggunakan lampu celah biomikroskop portable
didapatkan ocular melanosis pada konjungtiva bulbi, edema kornea, haab striae pada
kornea, bufthalmos dengan diameter kornea 15 mmHg. Bilik mata depan didapatkan
kesan sedang, papil bulat, tidak terdapat sinekia pada iris, refleks cahaya langsung dan
konsensual baik, lensa jernih dan fundus refleks baik.
Pemeriksaan segmen anterior mata kiri, konjungtiva bulbi didapatkan ocular
melanosis, lain-lain dalam batas normal. Segmen posterior mata kanan dan mata kiri
sulit dinilai karena pasien kurang kooperatif. Pasien didiagnosa dengan glaukoma
sekunder OD e.c Sindrom Sturge Weber. Pasien mendapat terapi timolol maleat 0,25%
2xOD. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan dalam anestesi
(Examination Under Anesthesia), pengukuran tekanan intraokular dengan Perkins
tonometer dan trabekulektomi OD. Pasien telah dikonsulkan ke bagian Neuro-Pediatrik
Rumah Sakit Hasan Sadikin karena riwayat kejang berulang dan disertai demam. Telah
4
dilakukan pemeriksaan CT (Computed Tomography) - Scan dan EEG (Electro
Encephalogram) saat pasien berusia 7 bulan.
Gambar 2.2 Gambaran klinis pasien terlihat bercak kemerahaan (port wine stain) (a) wajah,
(b) supinasi, (c) pronasi
Sumber : RS. Mata Cicendo
Hasil CT-Scan tanggal 6 Agustus 2020 menunjukkan tampak pelebaran pada
subarachnoid di bifrontalis dan biparietalis, kesan merupakan suatu Beningn External
Hydrocpehalus (BEH) (Gambar 2.3). Hasil pemeriksaan EEG tanggal 24 Juli 2020
didapatkan hasil abnormal yaitu terdapatnya gelombang epileptiform di parietal kiri.
Pasien kembali kontrol pada tanggal 15 September 2020 untuk persiapan EUA,
pengukuran TIO dengan Perkins Tonometer, Retcam ODS dan tindakan
trabekulektomi OD dalam anestesi umum. EUA dilakukan pada tanggal 17 September
2020. Hasil EUA ditemukan TIO menggunakan tonometer perkins OD 22 mmHg dan
OS 20 mmHg, terdapat melanositosis 360° episklera ODS. Kornea OD terdapat haab
striae, edema dengan diameter horizontal dan vertikal 15 mm. Kornea OS didapatkan
diameter 11,5 mm horizontal dan 12,5 mm vertikal. COA OD didapatkan Van Herrick
Grade IV sedangkan COA OS didapatkan Van Herrick Grade III. Pupil dan Iris ODS
bulat dan tidak terdapat sinekia, serta lensa kedua mata jernih. (Gambar 2.4)
(a) (b) (c)
5
Gambar 2.3 Hasil CT- Scan
Sumber : RS. Hasan Sadikin
Pemeriksaan segmen posterior OD didapatkan papil bulat, batas tegas, cup to disc
ratio 0.5 – 0.6, retina flat, dan tidak ditemukan tortuosity. Pemeriksaan segmen
posterior OS didapatkan papil bulat, batas tegas, cup to disc ratio 0.3 – 0.4, retina flat,
dan tidak ditemukan tortuosity. (Gambar 2.5)
Gambar 2.4 Pemeriksaan EUA (a) OD dan (b) OS
Sumber : RS. Mata Cicendo
(a) (b)
6
Trabekulektomi dilakukan setelah pemeriksaan EUA. Pascaoperasi trabekulektomi
OD, pasien diberikan terapi berupa tetes mata Levofloxacin 6x1 gtt OD, Prednisolon
Asetat 8x1 gtt OD, Homatropin 2% 1x1gtt OD, Sefadroksil sirup 2x7,5 cc per oral, dan
Parasetamol sirup 4x1 cth per oral. Pemeriksaan mata kanan 1 hari pascaoperasi
didapatkan TIO OD palpasi N, blefarospasme minimal, pendarahan subkonjungtiva,
melanosis sklera, bleb (+), edema kornea, Haab Striae, COA dalam, pupil bulat,
iridektomi di jam 12, lain-lain dalam batas normal. Terapi pada pasien dilanjutkan.
Pasien diminta datang untuk kontrol 1 minggu kemudian.
Gambar 2.5 Retcam (a) OD dan (b) OS
Sumber : RS. Mata Cicendo
III. Diskusi
Sindrom Sturge Weber (SWS) merupakan suatu phakomatosis yang ditandai
ipsilateral hemangioma fasial kutaneus “port wine stain”, ipsilateral hemangioma
koroid kavernosus “tomato ketchup fundus” dan ipsilateral angioma leptomeningeal.
Distribusi SWS terjadi sepanjang saraf trigeminal cabang pertama dan kedua. SWS
dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit
neurologis, dan retardasi mental (60%). Sindrom Sturge Weber biasanya terjadi
unilateral, tetapi pada beberapa keadaan dapat terjadi bilateral, dan khasnya muncul
pada tahun pertama kehidupan. SWS diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu tipe 1
(paling umum) ditemukan, ditandai dengan port wine stain, kelainan vaskular
(a) (b)
7
intrakranial leptomeningeal, dan kelainan okular (glaukoma) ; type 2 ditandai dengan
port wine stain, kelainan okular, tanpa disertai kelainan otak ; type 3 ditandai dengan
leptomeningeal angiomatosis tanpa disertai port wine stain dan kelainan okular. Pasien
ini memiliki riwayat kejang 1-2 kali selama ± 5 menit, terdapat port wine stain, tekanan
intraokular dengan perkins tonometer 22 mmHg, dan hasil CT-Scan terdapat pelebaran
subarachnoid bifrontalis dan biparietalis sehingga pasien dikategorikan kedalam type
1 sindrom Sturge Weber. Etiologi SWS dilaporkan berkaitan mutasi gen GNAQ yang
menyebabkan gangguan perkembangan sel neural crest saat trimester pertama
kehamilan yang dapat menyebabkan kelainan yang khas berupa kelainan sistem saraf
pusat, kulit, dan mata. Shirley dkk dalam penelitiannya mengidentifikasi mutasi gen
GNAQ yaitu didapatkan stimulasi proliferasi sel dan inhibisi apoptosis. 2,7–9
Manifestasi okular yang paling sering ditemukan pada pasien SWS yaitu glaukoma
(30-70%) dan hemangioma khoroid (20-70%). Keterlibatan kulit kelopak mata atas
biasanya disertai dengan keterlibatan tekanan intraokular. Glaukoma terjadi
disebabkan peningkatan tekanan vena episklera, yaitu kondisi patologis diakibatkan
terdapatnya darah didalam kanal schlemm atau adanya kelainan pada segmen anterior
yang mengakibatkan gangguan aliran normal humor akuos. Glaukoma pasien ini
didapatkan berdasarkan pemeriksaan oftalmologis yaitu tekanan intraokular palpasi
OD sedikit meningkat sedangkan OS normal lalu dipastikan dengan Perkins tonometer
saat pemeriksaan EUA didapatkan tekanan intraokular OD sebesar 22 mmHg dan OS
20 mmHg. Trias glaukoma kongenital anak yaitu blefarospasme, epiphora, dan
fotofobia tidak ditemukan pada pasien ini, tetapi didapatkan edema kornea dan
pembesaran kornea pada pasien ini yaitu Haab Striae dan diameter kornea sebesar 15
mm OD. 1,7,10,11
Hemangioma koroid pada SWS secara klinis,dibagi menjadi terlokalisasi (polus
posterior) dan difus. Tanda klinisnya yaitu hilangnya vaskularisasi koroid, gambaran
fundus berupa warna merah kehitaman atau disebut “tomato ketchup”. Perubahan
vaskularisasi koroid dapat mengakibatkan komplikasi retina yang berat dan berpotensi
8
kehilangan penglihatan. Komplikasi hemangioma seperti ablasio retina eksudatif,
dapat terjadi pada sebagian pasien SWS dengan onsetnya mulai dari kecil - remaja
(rata-rata usia 8 tahun). Kasus yang jarang, port wine stain dengan gangguan
kongenital dapat disertai dengan melanositosis dermis atau disebut phakomatosis
pigmentovascularis (PPV). Manifestasi okular port wine stain dan PPV biasanya
ipsilateral lesi kulit dan terutama berhubungan dengan kelainan vaskular konjungtiva,
episklera, koroid dan retina. Nevus of Ota, atau disebut Oculodermal Melanocytosis
(OM), seringkali muncul unilateral, berupa bercak abu-abu kebiruan pada wajah, dan
lebih sering pada populasi Asia dibandingkan populasi Barat, lebih sering terjadi pada
wanita dibanding laki-laki yaitu 5 : 1. Nevus of Ota, lokasi utamanya terletak pada
cabang pertama dan kedua nervus trigeminus, dan dua pertiga pasien terdapat
perubahan warna kebiruan pada sklera. Melanosis okular pernah dilaporkan terjadi di
episklera, iris, anyaman trabekula, dan koroid.. Okular melanosis yang terdapat di
anyaman trabekula menyebabkan terganggunya sistem pengeluaran humor akuos,
sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien ini ditemukan
melanosis okular 360° pada konjungtiva bulbi ODS, sedangkan pemeriksaan fundus
ODS dalam batas normal.1,2,12,13
Neuroimaging dapat memberikan infromasi diagnostik yang penting dalam
mengetahui adanya keterlibatan otak dan derajat SWS. Tujuan dan metode
neuroimaging pada SWS harus berdasarkan usia pasien, keluhan, stadiumnya. MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dengan kontras merupakan modalitas yang
direkomendasikan pada anak yang dicurigai SWS untuk menilai adanya temuan klasik
SWS yaitu atrofi lobus parieto-oksipital dengan kalsifikasi girus yang berat,
malformasi angiomatosis didaerah korteks parieto-oksipital dan subkortikal. MRI
untuk mendeteksi adanya SWS hasilnya tidak akan sensitif apabila dilakukan pada
periode neonatal, oleh karena itu sebaiknya digunakan setelah usia 1 tahun. MRI pada
SWS biasanya didapatkan kelainan yang khas berupa vaskular malformasi
leptomeningeal lobus parietal dan oksipital. Pasien ini pada pemeriksaan CT-Scan
9
menunjukkan adanya pelebaran subarachnoid bifrontalis dan biparietalis yang
mengarah ke Benign External Hydrocephalus (BEH), sedangkan tanda khas SWS tidak
ditemukan. Hal ini mungkin terjadi karena usia anak yang kurang 1 tahun dan SWS
durasinya masih singkat. Peter dkk dalam penelitian mengenai hubungan PPV dengan
hidrosefalus eksternal pernah dilaporkan yaitu hidrosefalus eksternal pada PPV terjadi
karena adanya kerusakan vili arachnoid leptomeningeal yang akan menghambat proses
penyerapan cairan serebrospinal.2,5,14
Tatalaksana glaukoma pada SWS merupakan tantangan tersendiri bagi dokter mata,
karena glaukoma pada SWS masih sulit untuk diobati. Terapi awitan pada kasus yang
onsetnya belakangan dapat diberikan tetes mata topikal sedangkan tindakan
pembedahan diindikasikan pada kasus dengan onset dini atau ketika terapi
medikamentosa tidak efektif. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan pada usia
kurang dari 2 tahun. Tujuan pengobatan glaukoma pada SWS yaitu untuk mengontrol
tekanan intraokular, mencegah kerusakan nervus optikus dan kerusakan lapang
pandang. Goniotomi dan trabekulotomi merupakan tindakan bedah yang paling sesuai
untuk mengatasi kelainan bilik mata depan pada usia kurang dari 4 tahun. Apabila
tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan
lini kedua yaitu dengan prosedur bedah filtrasi seperti trabekulektomi dengan atau
tanpa antifibrotik, sklerektomi posterior, dan trabekulotomi-trabekulektomi. Tindakan
trabekulektomi harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan komplikasi
yang berat seperti peningkatan risiko efusi koroid dan perdarahan koroid. Angka
keberhasilan trabekulektomi bervariasi tergantung teknik pembedahan dan tipe
glaukoma. Pasien usia dibawah 1 tahun dan afakia cenderung mengalami
kegagalan.9,13,15,16
Angka keberhasilan trabekulektomi akan meningkat jika disertai pemberian
antifibrotik, walaupun risiko jangka panjang pemberian antifibrotik, seperti kebocoran
bleb dan endofthalmitis juga akan meningkat. Risiko jangka panjang tersebut dapat
dikurangi apabila menggunakan teknik forniks based dibandingkan limbal based.
10
Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan trabekulektomi OD dikarenakan
tekanan intraokular palpasi yang agak sedikit meningkat. Pasien diberikan terapi
medikamentosa topikal β-Blocker, yaitu timolol maleat 0,5% 2x1 gtt OD untuk
menstabilkan TIO. Intraoperasi tindakan trabekulektomi diberikan antifibrotik 5-
fluorouracil dengan tujuan untuk mencegah terjadinya rekurensi glaukoma. Giampani
dkk mengatakan dalam penelitiannya, bahwa penggunaan antifibrotik dapat menambah
angka keberhasilan trabekulektomi yang dilakukan pada anak maupun dewasa.8,10,13,17
Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia mengingat pada sindrom
Sturge Weber merupakan sindrom yang melibatkan beberapa organ, sehingga
diperlukan deteksi dini dan kerjasama berbagai dokter ahli untuk pengobatan yang
lebih baik. Quo ad functionam mata pasien adalah dubia ad bonam dikarenakan
keadaan anatomis segmen posterior pasien dengan cup to disc ratio sebesar 0.3 tanpa
disertai adanya cupping. Quo ad sanationam pasien adalah dubia ad bonam. Hal ini
dikarenakan berdasarkan beberapa penelitian, tatalaksana bedah trabekulektomi pada
anak menunjukkan presentase keberhasilan yang cukup tinggi, sekitar 30-50%. Perlu
dilakukan pemantauan pascaoperasi secara berkala pada pasien untuk mengevaluasi
tekanan intraokular dan juga perkembangan visual pasien.
IV. SIMPULAN
Sturge Weber Syndrome merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi. Gambaran
klinisnya khas berupa adanya kelainan pada kulit, sistem saraf pusat dan okular.
Glaukoma merupakan manifestasi okular yang sering terjadi pada SWS. Diperlukan
kerjasama multidisiplin ilmu untuk penanganan secara komprehensif dan hasil yang
lebih baik pada SWS. Trabekulektomi dapat merupakan alternatif terapi pada
glaukoma akibat SWS, apabila terapi medikamentosa tidak adekuat. Follow up yang
lebih lanjut diperlukan untuk melihat keberhasilan tindakan dan memonitor tekanan
intraokular.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Wright K. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 3rd ed. Wright K, Strube
YN, editors. Newyork, United States of America: Oxford; 2012. 1184–1187 p.
2. Hoyt T. Phakomatoses (including the neurofibromatoses). In: Lambert SR,
Lyons CJ, editors. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 5th ed. China:
Elsevier; 2016. p. 710–4.
3. Neerupakam M, Reddy PS, Babu BA, Krishna GV. Sturge weber syndrome: A
case study. J Clin Diagnostic Res. 2017;11(5):ZD12–4.
4. Higueros E, Roe E, Granell E, Baselga E. Sturge-Weber Syndrome: A Review.
Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed. 2017;108(5):407–17.
5. Thomas-Sohl KA, Vaslow DF, Maria BL. Sturge-Weber syndrome: A review.
Pediatr Neurol. 2004;30(5):303–10.
6. Zallmann M, Leventer RJ, Mackay MT, Ditchfield M, Bekhor PS, Su JC.
Screening for Sturge-Weber syndrome: A state-of-the-art review. Pediatr
Dermatol. 2018;35(1):30–42.
7. Mantelli F, Bruscolimi A, Cava LM, Abdolrahimzadeh So, Lambiase A. Ocular
Manifestation of Sturge Weber Syndrome : Pathogenesis, Diagnosis and
Management. Clin Ophthalmol. 2016;871–8.
8. The American Academy Of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. In: Basic Science and Clinical Course. San Francisco: American
Academy Of Ophthalmology; 2019. p. 401–2.
9. Rihani HT, Dalvin LA, Hodge DO, Pulido JS. Incidence of Sturge–Weber
syndrome and associated ocular involvement in Olmsted County, Minnesota,
United States. Ophthalmic Genet. 2020;41(2):108–24.
10. Silverstein M, Salvin J. Ocular manifestations of Sturge-Weber syndrome. Curr
Opin Ophthalmolgy. 2019;30(5):301–5.
11. Rujimethapass N, Manuskiatti W, Wanitphakdeedecha R, Petchyim S. Ocular
manifestations of facial port-wine stain, nevus of Ota, and phakomatosis
pigmentovascularis in Asian patients. J Am Acad Dermatol. 2020;
12. Okunola P, Ofovwe G, Abiodun M, Isah A, Ikubor J. Phakomatosis
pigmentovascularis type IIB in association with external hydrocephalus. BMJ
Case Rep. 2012;(June).
13. Abdolrahimzadeh S, Scavella V, Felli L, Cruciani F, Contestabile MT, Recupero
SM. Ophthalmic Alterations in the Sturge-Weber Syndrome, Klippel-Trenaunay
Syndrome, and the Phakomatosis Pigmentovascularis: An Independent Group
of Conditions? Biomed Res Int. 2015;
14. De la Torre AJ, Luat AF, Juhász C, Ho ML, Argersinger DP, Cavuoto KM, et
al. A Multidisciplinary Consensus for Clinical Care and Research Needs for
Sturge-Weber Syndrome. Pediatr Neurol. 2018;84:11–20.
15. Lavaju P, Mahat P. Management of childhood glaucoma in Sturge Weber
Syndrome: A challenge. Nepal J Ophthalmol. 2016;7(2):194–7.
12
16. The American Academy Of Ophthalmology. Glaucoma in Children and
Adolescent. In: Glaucoma. San Francisco; 2019. p. 155.
17. Junior JG, Borges-giampani AS, Eudes JC, Oltrogge EW, Junior RS. Efficacy
and safety of trabeculectomy with mitomycin c for childhood glaucoma : a study
of results with long-term follow- up. 2008;421–6.