penatalaksanaan glaukoma sekunderperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat...

13

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,
Page 2: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

1

PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDER

PADA SINDROM STURGE WEBER

Abstract

Introduction

Sturge–Weber Syndrome (SWS) is a neurocutaneous disorder characterized by

cutaneous facial angioma, leptomeningeal angioma, seizure and other neurological

complications, and glaucoma. Glaucoma is a most common ocular manifestation that

often arises due to this condition. Glaucoma secondary to SWS is a challenging disease

due to its early development and poor response to standard medical treatment.

Purpose

To report a rare case of secondary glaucoma caused by Sturge Weber Syndrome and

it’s management

Case Report

A 8 months old baby boy came to Pediatric Ophthalmology Unit National Eye Center

Cicendo Eye Hospital with chief complaint of Right Eye was bigger than Left Eye on

since birth. His parent also told that patient has redness in the skin from head to toe.

Ophthalmology examination showed port wine stain on the right side and episcleral

melanocytosis on both eyes. Intraocular pressure (IOP) was slightly increased 22

mmHg on right eye and 20 mmHg on left eye based on tonomoter Perkins.

Trabeculectomy was done to the patient. Topical therapy still given on this patient for

maintain IOP.

Conclusion

Treatment of glaucoma caused by SWS remains challenge for ophthalmologist.

Trabeculectomy can be considering for treating glaucoma caused by SWS who didn’t

respond to medical therapy.

Keywords

Nevus flammeus, port wine stain, glaucoma, trabeculectomy, Sturge Weber Syndrome

I. PENDAHULUAN

Sindrom Sturge-Weber (SWS) adalah kelainan neurokutaneus yang ditandai dengan

angioma kulit wajah, angioma leptomeningeal, kejang, glaukoma dan komplikasi

neurologis lain. SWS terjadi secara sporadik pada sekitar 1 per 20.000 – 50.000

kelahiran hidup. Frekuensi SWS tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan umumnya

lebih banyak pada ras Kaukasia. Terminologi Sindrom Sturge Weber berasal dari nama

William Allen Sturge dan Frederick Parkes Weber yang menjelaskan penyakit tersebut

secara detail. Sturge menjelaskan mengenai kelainan kutaneus, okular, dan neurologis

Page 3: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

2

tahun 1869 sedangkan Weber menilai adanya perubahan gambaran neurologis pada

penyakit tersebut tahun 1929. 1–4

Sindrom Sturge-Weber pada anak biasanya ditandai adanya port wine stain pada

wajah bagian atas, ipsilateral dari angiomatosis. Risiko terjadinya SWS yang berkaitan

dengan malformasi vaskular fasial kutaneus sebesar 8%. Glaukoma merupakan

manifestasi okular yang paling banyak terjadi pada SWS. Glaukoma dapat terjadi

kongenital atau setelah lahir. Glaukoma kongenital biasanya disebabkan kelainan bilik

mata depan, sedangkan glaukoma yang terjadi setelah lahir biasanya diakibatkan

peningkatan tekanan vena episklera.5–8

Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan penatalaksanaan sebuah kasus pasien

glaukoma sekunder dengan sindrom Sturge Weber

II. LAPORAN KASUS

Seorang anak laki – laki usia 8 bulan datang ke poli pediatrik oftalmologi RS

Cicendo pada tanggal 27 Agustus 2020 dengan keluhan mata kanan tampak lebih besar

sejak lahir. Orangtua pasien mengatakan pasien terdapat bercak kemerahan disebelah

kanan tubuh mulai dari kaki, bokong, punggung, tangan dan wajah yang ditemukan

sejak lahir. Pasien mempunyai riwayat kejang berupa kedua tangan dan kaki kelojotan

selama ± 5 menit/ kali sebanyak 2 – 3 kali sejak 1 bulan yang lalu, kejang berhenti

sendirinya tanpa diberikan obat. Pasien mempunyai riwayat demam. Tidak ada riwayat

trauma, mata merah berulang, penggunaan obat-obatan oral, ataupun tetes mata jangka

panjang. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ataupun diketahui memiliki

penyakit pada mata tidak ada. Riwayat epilepsi dikeluarga tidak ada. Pasien belum

pernah berobat ke dokter spesialis mata maupun dokter spesialis anak sebelumnya.

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir pada usia kehamilan 39

minggu dengan berat badan lahir 3,6 kg. riwayat persalinan operasi caesar atas indikasi

pasca operasi caesar sebelumnya, jarak waktu kehamilan pertama dan kedua 3 tahun.

Imunisasi telah dilakukan secara lengkap sesuai usia pasien kecuali campak yaitu BCG

1 kali, polio 3 kali, DPT 3 kali dan hepatitis B sebanyak 3 kali. Riwayat kelainan serupa

Page 4: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

3

dikeluarga disangkal. Ayah pasien adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ibu pasien

adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Berat badan pasien saat ini adalah 9,4 kg.

Gambar 2.1 Pedigree keluarga pasien

Pemeriksaan status generalis didapatkan tanda vital dalam batas normal, ditemukan

lesi port wine stain pada bagian tubuh sebelah kanan mulai dari wajah sampai dengan

kaki. Pemeriksaan oftalmologis pada pasien didapatkan visus dasar ODS fix and follow

the light. Gerakan kedua bola mata kesan baik ke segala arah. Tekanan bola mata

palpasi mata kanan sedikit meningkat sedangkan mata kiri normal. Pemeriksaan

segmen anterior mata kanan dengan menggunakan lampu celah biomikroskop portable

didapatkan ocular melanosis pada konjungtiva bulbi, edema kornea, haab striae pada

kornea, bufthalmos dengan diameter kornea 15 mmHg. Bilik mata depan didapatkan

kesan sedang, papil bulat, tidak terdapat sinekia pada iris, refleks cahaya langsung dan

konsensual baik, lensa jernih dan fundus refleks baik.

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri, konjungtiva bulbi didapatkan ocular

melanosis, lain-lain dalam batas normal. Segmen posterior mata kanan dan mata kiri

sulit dinilai karena pasien kurang kooperatif. Pasien didiagnosa dengan glaukoma

sekunder OD e.c Sindrom Sturge Weber. Pasien mendapat terapi timolol maleat 0,25%

2xOD. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan dalam anestesi

(Examination Under Anesthesia), pengukuran tekanan intraokular dengan Perkins

tonometer dan trabekulektomi OD. Pasien telah dikonsulkan ke bagian Neuro-Pediatrik

Rumah Sakit Hasan Sadikin karena riwayat kejang berulang dan disertai demam. Telah

Page 5: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

4

dilakukan pemeriksaan CT (Computed Tomography) - Scan dan EEG (Electro

Encephalogram) saat pasien berusia 7 bulan.

Gambar 2.2 Gambaran klinis pasien terlihat bercak kemerahaan (port wine stain) (a) wajah,

(b) supinasi, (c) pronasi

Sumber : RS. Mata Cicendo

Hasil CT-Scan tanggal 6 Agustus 2020 menunjukkan tampak pelebaran pada

subarachnoid di bifrontalis dan biparietalis, kesan merupakan suatu Beningn External

Hydrocpehalus (BEH) (Gambar 2.3). Hasil pemeriksaan EEG tanggal 24 Juli 2020

didapatkan hasil abnormal yaitu terdapatnya gelombang epileptiform di parietal kiri.

Pasien kembali kontrol pada tanggal 15 September 2020 untuk persiapan EUA,

pengukuran TIO dengan Perkins Tonometer, Retcam ODS dan tindakan

trabekulektomi OD dalam anestesi umum. EUA dilakukan pada tanggal 17 September

2020. Hasil EUA ditemukan TIO menggunakan tonometer perkins OD 22 mmHg dan

OS 20 mmHg, terdapat melanositosis 360° episklera ODS. Kornea OD terdapat haab

striae, edema dengan diameter horizontal dan vertikal 15 mm. Kornea OS didapatkan

diameter 11,5 mm horizontal dan 12,5 mm vertikal. COA OD didapatkan Van Herrick

Grade IV sedangkan COA OS didapatkan Van Herrick Grade III. Pupil dan Iris ODS

bulat dan tidak terdapat sinekia, serta lensa kedua mata jernih. (Gambar 2.4)

(a) (b) (c)

Page 6: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

5

Gambar 2.3 Hasil CT- Scan

Sumber : RS. Hasan Sadikin

Pemeriksaan segmen posterior OD didapatkan papil bulat, batas tegas, cup to disc

ratio 0.5 – 0.6, retina flat, dan tidak ditemukan tortuosity. Pemeriksaan segmen

posterior OS didapatkan papil bulat, batas tegas, cup to disc ratio 0.3 – 0.4, retina flat,

dan tidak ditemukan tortuosity. (Gambar 2.5)

Gambar 2.4 Pemeriksaan EUA (a) OD dan (b) OS

Sumber : RS. Mata Cicendo

(a) (b)

Page 7: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

6

Trabekulektomi dilakukan setelah pemeriksaan EUA. Pascaoperasi trabekulektomi

OD, pasien diberikan terapi berupa tetes mata Levofloxacin 6x1 gtt OD, Prednisolon

Asetat 8x1 gtt OD, Homatropin 2% 1x1gtt OD, Sefadroksil sirup 2x7,5 cc per oral, dan

Parasetamol sirup 4x1 cth per oral. Pemeriksaan mata kanan 1 hari pascaoperasi

didapatkan TIO OD palpasi N, blefarospasme minimal, pendarahan subkonjungtiva,

melanosis sklera, bleb (+), edema kornea, Haab Striae, COA dalam, pupil bulat,

iridektomi di jam 12, lain-lain dalam batas normal. Terapi pada pasien dilanjutkan.

Pasien diminta datang untuk kontrol 1 minggu kemudian.

Gambar 2.5 Retcam (a) OD dan (b) OS

Sumber : RS. Mata Cicendo

III. Diskusi

Sindrom Sturge Weber (SWS) merupakan suatu phakomatosis yang ditandai

ipsilateral hemangioma fasial kutaneus “port wine stain”, ipsilateral hemangioma

koroid kavernosus “tomato ketchup fundus” dan ipsilateral angioma leptomeningeal.

Distribusi SWS terjadi sepanjang saraf trigeminal cabang pertama dan kedua. SWS

dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit

neurologis, dan retardasi mental (60%). Sindrom Sturge Weber biasanya terjadi

unilateral, tetapi pada beberapa keadaan dapat terjadi bilateral, dan khasnya muncul

pada tahun pertama kehidupan. SWS diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu tipe 1

(paling umum) ditemukan, ditandai dengan port wine stain, kelainan vaskular

(a) (b)

Page 8: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

7

intrakranial leptomeningeal, dan kelainan okular (glaukoma) ; type 2 ditandai dengan

port wine stain, kelainan okular, tanpa disertai kelainan otak ; type 3 ditandai dengan

leptomeningeal angiomatosis tanpa disertai port wine stain dan kelainan okular. Pasien

ini memiliki riwayat kejang 1-2 kali selama ± 5 menit, terdapat port wine stain, tekanan

intraokular dengan perkins tonometer 22 mmHg, dan hasil CT-Scan terdapat pelebaran

subarachnoid bifrontalis dan biparietalis sehingga pasien dikategorikan kedalam type

1 sindrom Sturge Weber. Etiologi SWS dilaporkan berkaitan mutasi gen GNAQ yang

menyebabkan gangguan perkembangan sel neural crest saat trimester pertama

kehamilan yang dapat menyebabkan kelainan yang khas berupa kelainan sistem saraf

pusat, kulit, dan mata. Shirley dkk dalam penelitiannya mengidentifikasi mutasi gen

GNAQ yaitu didapatkan stimulasi proliferasi sel dan inhibisi apoptosis. 2,7–9

Manifestasi okular yang paling sering ditemukan pada pasien SWS yaitu glaukoma

(30-70%) dan hemangioma khoroid (20-70%). Keterlibatan kulit kelopak mata atas

biasanya disertai dengan keterlibatan tekanan intraokular. Glaukoma terjadi

disebabkan peningkatan tekanan vena episklera, yaitu kondisi patologis diakibatkan

terdapatnya darah didalam kanal schlemm atau adanya kelainan pada segmen anterior

yang mengakibatkan gangguan aliran normal humor akuos. Glaukoma pasien ini

didapatkan berdasarkan pemeriksaan oftalmologis yaitu tekanan intraokular palpasi

OD sedikit meningkat sedangkan OS normal lalu dipastikan dengan Perkins tonometer

saat pemeriksaan EUA didapatkan tekanan intraokular OD sebesar 22 mmHg dan OS

20 mmHg. Trias glaukoma kongenital anak yaitu blefarospasme, epiphora, dan

fotofobia tidak ditemukan pada pasien ini, tetapi didapatkan edema kornea dan

pembesaran kornea pada pasien ini yaitu Haab Striae dan diameter kornea sebesar 15

mm OD. 1,7,10,11

Hemangioma koroid pada SWS secara klinis,dibagi menjadi terlokalisasi (polus

posterior) dan difus. Tanda klinisnya yaitu hilangnya vaskularisasi koroid, gambaran

fundus berupa warna merah kehitaman atau disebut “tomato ketchup”. Perubahan

vaskularisasi koroid dapat mengakibatkan komplikasi retina yang berat dan berpotensi

Page 9: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

8

kehilangan penglihatan. Komplikasi hemangioma seperti ablasio retina eksudatif,

dapat terjadi pada sebagian pasien SWS dengan onsetnya mulai dari kecil - remaja

(rata-rata usia 8 tahun). Kasus yang jarang, port wine stain dengan gangguan

kongenital dapat disertai dengan melanositosis dermis atau disebut phakomatosis

pigmentovascularis (PPV). Manifestasi okular port wine stain dan PPV biasanya

ipsilateral lesi kulit dan terutama berhubungan dengan kelainan vaskular konjungtiva,

episklera, koroid dan retina. Nevus of Ota, atau disebut Oculodermal Melanocytosis

(OM), seringkali muncul unilateral, berupa bercak abu-abu kebiruan pada wajah, dan

lebih sering pada populasi Asia dibandingkan populasi Barat, lebih sering terjadi pada

wanita dibanding laki-laki yaitu 5 : 1. Nevus of Ota, lokasi utamanya terletak pada

cabang pertama dan kedua nervus trigeminus, dan dua pertiga pasien terdapat

perubahan warna kebiruan pada sklera. Melanosis okular pernah dilaporkan terjadi di

episklera, iris, anyaman trabekula, dan koroid.. Okular melanosis yang terdapat di

anyaman trabekula menyebabkan terganggunya sistem pengeluaran humor akuos,

sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien ini ditemukan

melanosis okular 360° pada konjungtiva bulbi ODS, sedangkan pemeriksaan fundus

ODS dalam batas normal.1,2,12,13

Neuroimaging dapat memberikan infromasi diagnostik yang penting dalam

mengetahui adanya keterlibatan otak dan derajat SWS. Tujuan dan metode

neuroimaging pada SWS harus berdasarkan usia pasien, keluhan, stadiumnya. MRI

(Magnetic Resonance Imaging) dengan kontras merupakan modalitas yang

direkomendasikan pada anak yang dicurigai SWS untuk menilai adanya temuan klasik

SWS yaitu atrofi lobus parieto-oksipital dengan kalsifikasi girus yang berat,

malformasi angiomatosis didaerah korteks parieto-oksipital dan subkortikal. MRI

untuk mendeteksi adanya SWS hasilnya tidak akan sensitif apabila dilakukan pada

periode neonatal, oleh karena itu sebaiknya digunakan setelah usia 1 tahun. MRI pada

SWS biasanya didapatkan kelainan yang khas berupa vaskular malformasi

leptomeningeal lobus parietal dan oksipital. Pasien ini pada pemeriksaan CT-Scan

Page 10: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

9

menunjukkan adanya pelebaran subarachnoid bifrontalis dan biparietalis yang

mengarah ke Benign External Hydrocephalus (BEH), sedangkan tanda khas SWS tidak

ditemukan. Hal ini mungkin terjadi karena usia anak yang kurang 1 tahun dan SWS

durasinya masih singkat. Peter dkk dalam penelitian mengenai hubungan PPV dengan

hidrosefalus eksternal pernah dilaporkan yaitu hidrosefalus eksternal pada PPV terjadi

karena adanya kerusakan vili arachnoid leptomeningeal yang akan menghambat proses

penyerapan cairan serebrospinal.2,5,14

Tatalaksana glaukoma pada SWS merupakan tantangan tersendiri bagi dokter mata,

karena glaukoma pada SWS masih sulit untuk diobati. Terapi awitan pada kasus yang

onsetnya belakangan dapat diberikan tetes mata topikal sedangkan tindakan

pembedahan diindikasikan pada kasus dengan onset dini atau ketika terapi

medikamentosa tidak efektif. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan pada usia

kurang dari 2 tahun. Tujuan pengobatan glaukoma pada SWS yaitu untuk mengontrol

tekanan intraokular, mencegah kerusakan nervus optikus dan kerusakan lapang

pandang. Goniotomi dan trabekulotomi merupakan tindakan bedah yang paling sesuai

untuk mengatasi kelainan bilik mata depan pada usia kurang dari 4 tahun. Apabila

tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan

lini kedua yaitu dengan prosedur bedah filtrasi seperti trabekulektomi dengan atau

tanpa antifibrotik, sklerektomi posterior, dan trabekulotomi-trabekulektomi. Tindakan

trabekulektomi harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan komplikasi

yang berat seperti peningkatan risiko efusi koroid dan perdarahan koroid. Angka

keberhasilan trabekulektomi bervariasi tergantung teknik pembedahan dan tipe

glaukoma. Pasien usia dibawah 1 tahun dan afakia cenderung mengalami

kegagalan.9,13,15,16

Angka keberhasilan trabekulektomi akan meningkat jika disertai pemberian

antifibrotik, walaupun risiko jangka panjang pemberian antifibrotik, seperti kebocoran

bleb dan endofthalmitis juga akan meningkat. Risiko jangka panjang tersebut dapat

dikurangi apabila menggunakan teknik forniks based dibandingkan limbal based.

Page 11: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

10

Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan trabekulektomi OD dikarenakan

tekanan intraokular palpasi yang agak sedikit meningkat. Pasien diberikan terapi

medikamentosa topikal β-Blocker, yaitu timolol maleat 0,5% 2x1 gtt OD untuk

menstabilkan TIO. Intraoperasi tindakan trabekulektomi diberikan antifibrotik 5-

fluorouracil dengan tujuan untuk mencegah terjadinya rekurensi glaukoma. Giampani

dkk mengatakan dalam penelitiannya, bahwa penggunaan antifibrotik dapat menambah

angka keberhasilan trabekulektomi yang dilakukan pada anak maupun dewasa.8,10,13,17

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia mengingat pada sindrom

Sturge Weber merupakan sindrom yang melibatkan beberapa organ, sehingga

diperlukan deteksi dini dan kerjasama berbagai dokter ahli untuk pengobatan yang

lebih baik. Quo ad functionam mata pasien adalah dubia ad bonam dikarenakan

keadaan anatomis segmen posterior pasien dengan cup to disc ratio sebesar 0.3 tanpa

disertai adanya cupping. Quo ad sanationam pasien adalah dubia ad bonam. Hal ini

dikarenakan berdasarkan beberapa penelitian, tatalaksana bedah trabekulektomi pada

anak menunjukkan presentase keberhasilan yang cukup tinggi, sekitar 30-50%. Perlu

dilakukan pemantauan pascaoperasi secara berkala pada pasien untuk mengevaluasi

tekanan intraokular dan juga perkembangan visual pasien.

IV. SIMPULAN

Sturge Weber Syndrome merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi. Gambaran

klinisnya khas berupa adanya kelainan pada kulit, sistem saraf pusat dan okular.

Glaukoma merupakan manifestasi okular yang sering terjadi pada SWS. Diperlukan

kerjasama multidisiplin ilmu untuk penanganan secara komprehensif dan hasil yang

lebih baik pada SWS. Trabekulektomi dapat merupakan alternatif terapi pada

glaukoma akibat SWS, apabila terapi medikamentosa tidak adekuat. Follow up yang

lebih lanjut diperlukan untuk melihat keberhasilan tindakan dan memonitor tekanan

intraokular.

Page 12: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Wright K. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 3rd ed. Wright K, Strube

YN, editors. Newyork, United States of America: Oxford; 2012. 1184–1187 p.

2. Hoyt T. Phakomatoses (including the neurofibromatoses). In: Lambert SR,

Lyons CJ, editors. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 5th ed. China:

Elsevier; 2016. p. 710–4.

3. Neerupakam M, Reddy PS, Babu BA, Krishna GV. Sturge weber syndrome: A

case study. J Clin Diagnostic Res. 2017;11(5):ZD12–4.

4. Higueros E, Roe E, Granell E, Baselga E. Sturge-Weber Syndrome: A Review.

Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed. 2017;108(5):407–17.

5. Thomas-Sohl KA, Vaslow DF, Maria BL. Sturge-Weber syndrome: A review.

Pediatr Neurol. 2004;30(5):303–10.

6. Zallmann M, Leventer RJ, Mackay MT, Ditchfield M, Bekhor PS, Su JC.

Screening for Sturge-Weber syndrome: A state-of-the-art review. Pediatr

Dermatol. 2018;35(1):30–42.

7. Mantelli F, Bruscolimi A, Cava LM, Abdolrahimzadeh So, Lambiase A. Ocular

Manifestation of Sturge Weber Syndrome : Pathogenesis, Diagnosis and

Management. Clin Ophthalmol. 2016;871–8.

8. The American Academy Of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and

Strabismus. In: Basic Science and Clinical Course. San Francisco: American

Academy Of Ophthalmology; 2019. p. 401–2.

9. Rihani HT, Dalvin LA, Hodge DO, Pulido JS. Incidence of Sturge–Weber

syndrome and associated ocular involvement in Olmsted County, Minnesota,

United States. Ophthalmic Genet. 2020;41(2):108–24.

10. Silverstein M, Salvin J. Ocular manifestations of Sturge-Weber syndrome. Curr

Opin Ophthalmolgy. 2019;30(5):301–5.

11. Rujimethapass N, Manuskiatti W, Wanitphakdeedecha R, Petchyim S. Ocular

manifestations of facial port-wine stain, nevus of Ota, and phakomatosis

pigmentovascularis in Asian patients. J Am Acad Dermatol. 2020;

12. Okunola P, Ofovwe G, Abiodun M, Isah A, Ikubor J. Phakomatosis

pigmentovascularis type IIB in association with external hydrocephalus. BMJ

Case Rep. 2012;(June).

13. Abdolrahimzadeh S, Scavella V, Felli L, Cruciani F, Contestabile MT, Recupero

SM. Ophthalmic Alterations in the Sturge-Weber Syndrome, Klippel-Trenaunay

Syndrome, and the Phakomatosis Pigmentovascularis: An Independent Group

of Conditions? Biomed Res Int. 2015;

14. De la Torre AJ, Luat AF, Juhász C, Ho ML, Argersinger DP, Cavuoto KM, et

al. A Multidisciplinary Consensus for Clinical Care and Research Needs for

Sturge-Weber Syndrome. Pediatr Neurol. 2018;84:11–20.

15. Lavaju P, Mahat P. Management of childhood glaucoma in Sturge Weber

Syndrome: A challenge. Nepal J Ophthalmol. 2016;7(2):194–7.

Page 13: PENATALAKSANAAN GLAUKOMA SEKUNDERperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/09/...dapat disertai dengan kalsifikasi serebral (atrofi serebral), kejang (85%), defisit neurologis,

12

16. The American Academy Of Ophthalmology. Glaucoma in Children and

Adolescent. In: Glaucoma. San Francisco; 2019. p. 155.

17. Junior JG, Borges-giampani AS, Eudes JC, Oltrogge EW, Junior RS. Efficacy

and safety of trabeculectomy with mitomycin c for childhood glaucoma : a study

of results with long-term follow- up. 2008;421–6.