laporan tutorial skenario a blok 15 tahun 2014

119
Skenario A Blok 15 Tahun 2014 Mr. T, 56 years, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric pain since eight hours ago while he was working. The pain radiated to his lower jaw, and it felt like burning. He was unconscious for three minutes. He also complained shrtness of breath, sweating, and nauseous. He has history of hypertension. He is a heavy smoker. Physical Exam: Dyspnea, height: 160 cm, body weight: 55 kg, BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm regular. PR: 58 bpm, regular, equal. RR:24 x/min. Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sound, basal rales (-), liver: not palpable, ankle edema (-) Laboratory Results: Hemoglobin : 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, Platelet: 214.000/mm3. Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg% CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I: 0,3 ng/ml. Additional Exam: Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped, Lungs: bronchovascular pattern is normal.

Upload: trikurniati27

Post on 19-Nov-2015

103 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Skenario A Blok 15 Tahun 2014

Skenario A Blok 15 Tahun 2014Mr. T, 56 years, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric pain since eight hours ago while he was working. The pain radiated to his lower jaw, and it felt like burning. He was unconscious for three minutes. He also complained shrtness of breath, sweating, and nauseous. He has history of hypertension. He is a heavy smoker.Physical Exam:

Dyspnea, height: 160 cm, body weight: 55 kg, BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm regular. PR: 58 bpm, regular, equal. RR:24 x/min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sound, basal rales (-), liver: not palpable, ankle edema (-)

Laboratory Results:Hemoglobin : 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, Platelet: 214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I: 0,3 ng/ml.

Additional Exam:

Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped, Lungs: bronchovascular pattern is normal.

ECG: sinus rhythm, normal axis, HR: 58 bpm, regular, PR interval 0,22 sec, pathologic Q wave/ ST elevation in lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.I. Klarifikasi Istilah 1. Pallor: Pucat, seperti pada kulit.2. Diaphoresis : Berkeringat, terutama keringat yang banyak.3. Muffle heart sounds: Bunyi redaman saat auskultasi pada jantung yang disebabkan oleh adanya cairan di pericardium.4. Basal rales: Suara napas tidak normal yang terdengar saat auskultasi hanya pada bagian dasar paru-paru.5. ESR

: Laju endap eritrosit selama 1 jam6. CK NAC: Pengukuran kreatininkinase yang biasanya digunakan untuk diagnosis myocard infarction.7. CK MB: Creatine Phospokinase, enzim yang ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada otot jantung yang digunakan untuk mendeteksi MCI, angina pectoris berat, dll.8. Troponin I: Kompleks protein otot yang jika tergabung bersama ca2+, mempengaruhi tropomiosin untuk memicu kontraksi.9. CTR: Cardio Thoracic Ratio, pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya pembesaran jantung (cardiomegali >50%).10. Bronchovascular pattern : Gambaran pembuluh darah atau vaskularisasi pada bronkus.11. Sinus Rhythm: Irama jantung normal yang berasal dari SA nodes.II. Identifikasi Masalah1. Mr. T, 56 years, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric pain since eight hours ago while he was working. The pain radiated to his lower jaw, and it felt like burning. He also complained shrtness of breath, sweating, and nauseous.

2. He was unconscious for three minutes.

3. He has history of hypertension and a heavy smoker.4. Physical Exam:Dyspnea, height: 160 cm, body weight: 55 kg, BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm regular. PR: 58 bpm, regular, equal. RR:24 x/min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sound, basal rales (-), liver: not palpable, ankle edema (-)5. Laboratory Results:Hemoglobin : 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, Platelet: 214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I: 0,3 ng/ml.6. Additional Exam:Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped, Lungs: bronchovascular pattern is normal.

ECG: sinus rhythm, normal axis, HR: 58 bpm, regular, PR interval 0,22 sec, pathologic Q wave/ ST elevation in lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.III. Analisis Masalah1. Mr. T, 56 years, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric pain since eight hours ago while he was working. The pain radiated to his lower jaw, and it felt like burning. He also complained shrtness of breath, sweating, and nauseous.

a. Bagaimana mekanisme nyeri epigastric sampai nyerinya menjalar ke rahang bawah (kenapa 8 jam)?

Apabila terjadi aterosklerosis pada pembuluh darah, semakin banyak akan menyebabkan ruptur pada plak akibatnya terbentuk trombus. Apabila trombus ini berkumpul semakin banyak, maka dapat menyebabkan obstruksi pada arteri koroner. Apabila terjadi obstruksi, maka darah kekurangan suplai oksigen yang akan menyebabkan iskemik. Iskemik inilah yang akan menimbulkan rasa nyeri pada daerah dada

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untruk mengubah metabolisme aerob menjadi anaerob. Metabolisme anaerob jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob. Hasil akhir metabolisme anaerob berupa asam laktat akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Asam laktat yang sangat banyak menekan ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri pada daerah dada yang akan menimbulkan respon nyeri.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta pembebasan zat-zat asam (asam laktat), atau produk-produk yang menimbulkan nyeri lainnya, seperti histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler, yang tidak cepat dibawa pergi oleh aliran darahkoroner yang bergerak lambat. Konsentrasi yang tingi dari produk abnormal ini akan merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal dari miokard, mengakibatkan otak secara salah memproyeksikan nyeri ke daerah somatik (dormatom). Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T5 yang juga merupakan jalannya rangsangan lain. Sehingganya nyeri menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan, terutama yang sering lengan kiri. Selain itu rasa nyeri jga dapat menjalar ke epigastrium, leher, rahang lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal

Nyeri Setelah 8 Jam Saat Bekerja

Pada saat beraktivitas, kebutuhan oksigen miokardium meningkat sehingga menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia ini bersifat sementara dan reversibel. Akan tetapi jika berlangsung lebih dari 30-45 menit, maka keadaan ini disebut infark. Kurangnya kadar oksigen ini mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme aerob menjadi anaerob yang berfek pada asidosis. Gabungan efek hipoksia, dan kurangnya energi serta asidosis dengann cepat akan menggangu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi berkurang yang menyebabkan perubahan hemodinamik. Pada iskemia, manifestasi hemodinamik yang terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin.

Nyeri Alih

Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa.

Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi. Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama (misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).

b. Mengapa nyeri dirasakan saat melakukan aktivitas?Secara umum, nyeri dada disebabkan olehtimbulnya iskemia miokard karena suplai darah dan oksigen kemiokard berkurang. Aliran darah berkurang karena terjadi penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi dari keduanya. Pada mulanya suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk memenuh kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitas fisis yang cukup berat. Oleh karena itu, nyeri dada pada pasien tersebut timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas.

c. Bagaimana mekanisme sesak nafas, berkeringat, dan mual? Hipertensi, rokok, dyslipidemia ( lemak mudah menempel pada endotel pembuluh darah ( terjadi disfungsi endotel (plak ( ruptur membentuk thrombus ( pembuluh darah tersumbat (jika terjadi di arteri koroner = arterosklerosis) ( iskemia (supply O2 berkurang) ( kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 yang kurang dengan bernapas pendek (sesak napas)

Berawal dari kompensasi tubuh terhadap kardiak out put menurun akibat kerja jantung yang tidak maksimal yang dikarenakan infark pada jantung. Saat terjadi penurunan kardiak out put, maka suplai darah akan menurun dan tubuh menerjemahkan ini sebagai suatu stress. Lalu di aktifkanlah saraf simpatis yang mempunyai efek untuk meningkatkan heart rate.

Aktivasi saraf simpatis juga terjadi di saraf simpatis yang mempersarafi kelenjar keringat. Aktifasi ini menyebabkan keluarnya keringat.

d. Bagaimana hubungan antar keluhan?Atheroskelorosis yang dipicu oleh hipertensi dan kebiasaan merokok la,bat laun akan rupture dan menyebabkan oklusi pada bagian arteri koroner. Jika keadaan ini berlangsung, miokard akan mengalami hipoksia yang berujung pada infark. Kerusakan ini akan menyebabkan terangsangnya reseptor nyeri yang dapat menyebar ke daerah lain seperti epigastrium dan rahang bawah. Kerusakan miokard ini juga akan merangsang saraf simpatis yang akan menyebabkan bronkospasme( sesak nafas, keringat banyak, dan juga rasa mual yang merupakan efek dari penurunan kontraktilitas visceral abdomen.

e. Bagaimana hubungan antara pekerjaan, jenis kelamin dan umur dengan nyeri epigastric yang dialami Mr. T?Usia dan jenis kelamin merupakan faktor resiko yang dapat meningkatkan kerentanan terjadinya aterosklerosis koroner pada individu.

Usia : kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usa . saat usa 40 60 tahun insiden Miokard infark meningkat lima kali lipat.

Jenis kelamin : Dan secara keseluruhan risiko atherosklerosisis koroner lebih besar pada laki laki dari pada perempuan. Perempuan agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah menopause, dan kemudian menjadi sam rentannya seperti pada laki-laki. Efek perlindungan estrogen dianggap menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause, tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga 70-an, frekuensi MI menjadi setara.

2. He was unconscious for three minutes.

a. Apa penyebab Mr. T tidak sadarkan diri selama 3 menit?Pingsan itu banyak penyebabnya dan dapat dibagi dalam 4 kelompok besar :

a. Faktor Neural. Mekanismenya melalui vasovagal, situasi-emosi, atau hipersensitifitas sinus karotikus (misalnya pemasangan kerah/korset terlalu ketat bisa bikin sinus karotikus terangsang dan membuat tekanan darah turun dan pingsan)

b. Ortostatik (berkaitan dengan berdiri tegak). Misalnya berdiri terlalu lama. Bisa juga diperkuat oleh efek obat-obatan atau penurunan volume darah.

c. Aritmia jantung. Mis. Disfungsi sinus node, blok AV, aritmia tiba-tiba (paroksismal), serta

d. Penyebab lainnya. Mis. Diseksi aorta, obstruksi katup, tamponade jantung, emboli, dll.

Tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk menopang dirinya sendiri. Penurunan oksigen setidaknya satu bagian tubuh dikenal sebagai hipoksia. Total kurangnya oksigen dikenal sebagai anoksia. Sel-sel otak akan rusak setelah 4 sampai 6 menit tanpa oksigen. Ketika aliran oksigen ke otak terputus, seseorang akan kehilangan kesadaran. Hipoksia diperpanjang menyebabkan kerusakan otak dan akhirnya kematian. Oksigen dibawa ke otak dalam darah.

Pada kasus ini kerusakan otak anoksia dapat terjadi karena aliran darah ke otak tersumbat atau diperlambat. Hal ini dapat terjadi karena:

Bekuan darah atau stroke-aliran darah ke area otak tersumbat

Shock dan masalah jantung, seperti serangan jantung-darah tidak dipompa cukup efektif untuk mencapai otak

b. Bagaimana mekanisme Mr. T tidak sadarkan diri pada kasus?Pingsan merupakan gejala dari tidak memadainya suplai oksigen dan zat makanan lainnya ke otak, yang biasanya disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang bersifat sementara. Berkurangnya aliran darah ini dapat terjadi jika tubuh tidak dapat segera mengkompensasi suatu penurunan tekanan darah, seperti yang terjadi pada gangguan irama jantung. Pada seseorang yang memiliki irama jantung abnormal, jantungnya tidak mampu meningkatkan curah jantung untuk mengkompensasi menurunnya tekanan darah. Ketika sedang dalam keadaan istirahat, orang tersebut akan merasakan baik-baik saja; mereka akan pingsan jika sedang melakukan aktivitas karena kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat secara tiba-tiba.

Seseorang sering pingsan setelah melakukan aktivitas. Jantung hampir tidak mampu mempertahankan tekanan darah yang adekuat selama aktivitas. Jika aktivitas dihentikan, denyut jantung mulai menurun tetapi pembuluh darah dari otot-otot tetap melebar untuk membuang hasil limbah metabolik. Berkurangnya curah jantung dan meningkatnya kapasitas pembuluh, menyebabkan tekanan darah turun dan pingsan.c. Bagaimana tatalaksana pada pasien tidak sadarkan diri?Tatalaksana pingsan adalah dengan membaringkan pasien pada posisi telentang atau disebut tradelenberg position, pemberian oksigen, cairan, maupun vasopressor bila diperlukan.Jika sudah mengalami kehilangan kesadaran, pasien sebaiknya diposisikan pada posisi yang mendukung aliran darah ke otak, terlindung dari trauma dan mendapatkan jalan nafas yang aman. Tindakan yang dapat dilakukan pada pertolongan pertama pada pingsan adalah membaringkan pasien dengan kaki ditinggikan dan ditopang. Pasien harus dipastikan bisa mendapatkan udara segar. Oleh karena itu, jendela sebaiknya dibuka atau jika berada di luar ruangan atau di keramaian, jangan sampai dikerubungi. Jika kesadaran tidak segera pulih, pernapasan dan nadi harus diperiksa serta bersiap melakukan resusitasi untuk mengantipasi apabila diperlukan.

Jika memungkinkan, pasien sebaiknya terbaring dengan posisi supinasi serta kepala menghadap ke satu sisi untuk mencegah aspirasi dan terhambatnya jalan nafas oleh lidah. Selanjutnya, penilaian nadi dan auskultasi jantung dapat membantu menentukan apakah pingsan tersebut berkaitan dengan bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang menempel ketat sebaiknya dilonggarkan, terutama pada leher dan pinggang. Stimulasi perifer seperti meneteskan air pada wajah dapat membantu menyadarkan pasien. Pemberian apapun ke mulut pasien, termasuk air, sebaiknya dihindari jika pasien masih berada dalam kelemahan secara fisik.

Secara umum, penatalaksanaan penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi dua.

a) Umum

Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang meningkat.

Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk memastikan jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.

Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.

Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG.

Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.5.

b) Khusus

Pada herniasi

pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2:25-30 mmHg

Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv.

Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.

Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi

Tanpa herniasi

ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan fungsi lumbal. Jika LP positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada pedarahan terapi sesuai dengan pengobatan subarachnoid hemorrhage

3. He has history of hypertension and a heavy smoker.

a. Apa hubungan riwayat hipertensi dan perokok berat pada keluhan Mr.T?Merokok

Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.b. Bagaimana diagnosis banding dari keluhan Mr.T?Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut.4. Physical Exam:Dyspnea, height: 160 cm, body weight: 55 kg, BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm regular. PR: 58 bpm, regular, equal. RR:24 x/min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sound, basal rales (-), liver: not palpable, ankle edema (-)

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal hasil pemeriksaan fisik? (tabel)Pemeriksaan FisikHasil PemeriksaanNilai NormalInterpretasi

PernafasanDsypnea-Gangguan jantung dan paru

BMIHt: 160 cm, BW: 55 kgBMI( 21,48 kg/m218,5-22,9Normal

BP150/100120/80Hipotensi

HR58 bpm reguler60-100 bpmTachycardia ( kompenasai kekurangan O2 jaringan

PR58 bpm, reguler, equal60-100 bpm, reguler

RR24x/menit 12-20 x/menitTachipnea

Warna kulitPallorTidak pucat

JVPNormal

Basal Rales(+)(-)Tidak normal

Liver(-)(-)Normal

Ankle(-)(-)Normal

Diaphoresis(+) (-)Tidak normal

Mekanisme abnormal: PallorKekurangan oksigen dan insufisiensi hasil metabolisme pada miokardium mengakibatkan berkurangnya kontraksi otot jantung. Hal ini mengakibatkan berkurangnya cardiac outpu. Pembuluh darah perifer mengalami konstriksi guna mencukupi perfusi ke organ vital. Akibatnya, terjadi pucat atau pallor. Dyspnea Infark Miokard ( Perfusi Oksigen menurun ( Dyspnea (mekanisme kompensasi tubuh untuk mencukupi kebutuhan Oksigen)

BP: 150/100 mmHg, HR: 58 bpm dan PR: 58 bpm

Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardiadan/atau hipotensi)Pada kasus ini, Mr. T mengalami miokard infark inferior, sehingga Mr. T mengalami bradikardi dan hipotensi

(Alvi, Idrus. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.jilid III Edisi IV. FK UI : Jakarta) Diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds,Lemahnya ventrikel menyebabkan suara jantung terdengar lemah (muffle heart sound). Lemahnya kerja jantung menyebabkan meningkatnya kerja saraf simpatis sehingga ikut meningkatkan kerja kelenjar keringat yang dikendalikan oleh saraf simpatis sehingga berkeringat (diaphoresis),

Basal Rales

Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi ( berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, dan volume sekuncup akan berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat ( peningkatan tekanan jantung sebelah kiri, dimana kenaikan ini akan disalurkan ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihitekanan onkotik vascular, maka akan terjad proses transudasi ke dalam ruang intertesial. Hal ini lah yang menyebabkan pada auskultasi akan terdengar bunyi basal rales.

b. Bagaimana cara mengukur JVP?PROSEDURPENGUKURANJVP1) Peralatan

2 buah penggaris (skala centimeter) dan alat tulis

Senter

Bed pasien

Bantal sesuai kebutuhan

2) Prosedur

a. Atur klien pada posisi supine dan rileks

b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:

15-30(Luckman & Sorensen, 1993, p 1112; Lanros & Barber, 1997, p. 141)

30-45(LeMone & Burke, 2000, p. 1188)

45 - 90 pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang cukup bermakna (Luckman & Sorensen, 1993, p 1112).

c. Gunakan bantal untukmenopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang tajam untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikanbahwa leher dan toraks atas sudah terbuka

d. Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa

e. Lepaskan pekaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.

f. Gunakan lampu senter dariarah miring untukmelihat bayangan (shadows) vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampakgunakan vena jugular eksterna

g. Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat dilihat (Meniscus). h. Pakailahsudutsternum(sendimanubrium)sebagaitempatuntuk mengukur tinggi pulsasi vena. Titik ini 4 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.i. Gunakan penggaris. Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya menempel padasudut sternum Penggaris ke-2 diletakanmendatar (horizontal), dimana ujungyangsatutepatdititiktertinggipulsasivena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1. Angulus ludocivi (patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya disebut R cm). Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5 cm dibawahbidanghorizontalyangmelaluiangulusludovici,maka tekanan vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H2O, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H2O. Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah

j. Ukurlahjarakvertikal(tinggi)antarasudutsternumdantitik tertinggipulsasi vena (meniscus)k. Nilai normal: kurang dari 3 atau4 cmdiatas sudut sternum, pada posisi tempet tidur bagian kepala ditinggikan 30 - 45 (Luckman & Sorensen,1993, p. 1113)l. Catathasilnya. Menulis dan membaca hasil. Misal = 5+2: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium +2: hasilnyameniscusc. Apa saja jenis-jenis bunyi jantung?Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional )

1. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral

2. Pada ICS 2 di tepi kiri sternum untuk bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal

3. Pada ICS 2 di tepi kanan sternum untuk katup aorta

4. ICS 4 dan ICS 5 di tepi kanan dan kiri untuk mendengar katup trikuspid.

Bunyi jantung I dan II

BJ I bunyi sistolik : katup mitral dan katup trikuspid tertutup secara serentak, dan pada saat yang bersamaan katup aorta dan pulmonal terbuka secara serentak dan ini semuanya membentuk bunyi jantung pertama atau bunyi sistolik

BJ II bunyi diastolik , sebaliknya katup aorta dan katup pulmonal menutup secara serentak, dan pada saat yang bersamaan katup mitral dan katup trikuspid terbuka secara serentak dan membentuk bunyi jantung kedua atau bunyi diastolik.

Bunyi jantung III biasanya terdengar dengan intesitas rendah. Dalam keadaan normal BJ III terdengar kurang lebih 0,0015-0,017 detik sesudah BJ II. BJ I, BJ II bersama-sama BJ III memberi suara derap kuda disebut juga gallop rhytm.

BJ IV ( atrial gallop ) kadang-kadang tedengar pada orang dewasa muda, 0,08 detik sebelum BJ I dengan intesitas rendah. BJ IV pada orang tua dapat terjadi Pada blok A-V , hipertensi sistemik, atau infark miokard. Bunyi jantung ke empat terjadi karena kontraksi atrium yang lebih kuat. Bunyi jantung lainnya

Bunyi jantung ketiga, pada orang muda bisa terdengar dengan intensitas rendah pada orang muda sedangkan pada orang tua intensitasnya keras. Bunyi jantung S1, S2, dan S3 seringkali terdengar seperti derapan kuda, yang disebut gallop rhytm. pada orang tua yang keadaan jantungnya sudah memburuk, bunyinya disebut prodiastolic gallop yang merupakan marker dari gagal jantung.

Bunyi jantung IV (atrial gallop), pada orang tua dapat terjadi blok AV, hipertensi sistemik atau infark miokardia. Bunyi ini terjadi karena kontraksi atrium yang lebih kuat.

Spliiting, bunyi jantung mendua, fixed splitting ditemukan pada pasien yang mengalami right bundle branch block. Aritmia sinus, kelainan irama bunyi jantung yang disebabkan oleh perubahan rangsangan saraf otonom SA node. Fibrilasi, irama bunyi yang sama sekali tidak teratur. Opening Snap, terjadi pada keadaan stenosis mitral atau trikuspidal, dimana katup AV terbuka dengan kekuatan yang lebih besar dari normal yang menimbulkan S2 dengan nada yang lebih tinggi dan lebih lambat. Systolic click, ditemukan pada stenosis aorta atau pulmonal, dimana tahanan aorta atau pulmonal meninggi. Bising jantung (cardiac murmur). Bising sistolik terdengar pada fase sistolik. Terdengar pada stenosis aorta (tipe ejeksi) dan insufisiensi mitral (tipe pansistolik). Bising diastolik terdengar pada fase diastolik, menurut waktunya dibagi menjadi mid-diastolic (punctum maximus di apex yang menunjukkan stenosis mitralis), early-diastolic (terdenar di basal jantung, menunjukkan isufisiensi aorta) dan pre-sistolic (terdengar pada fase akhir diastolik yang menunjukkan stenosis mitral) Pericardial friction rub, bunyi jantung yang timbul akibat gesekan dari perikardium viseral dan parietal yang masing-masing permukaannya menebal dan kasar akibat proses peradangan pada perikarditis Bising kardiopulmonal, bising akibat aliran udara ke dalam bagian paru-paru yang mengembang bila terjadi kontraksi ventrikel. Bunyi ini tidak menunjukkan kelainan jantung (Markum, 91-102). 5. Laboratory Results:Hemoglobin : 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, Platelet: 214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I: 0,3 ng/ml.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal hasil pemeriksaan laboratorium? (tabel)Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai NormalInterpretasi

Hb 14 g/dl13-18 g/dlNormal

leukosit 9.800/mm35.000-10.000/mm3Normal

Diff count :0/2/5/65/22/60-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8Normal

ESR 20/mm350%Tidak Normal

CTR=A+B/CKeterangan :

A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.

B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.

C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.

Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegalypembuluh darah jantung (koroner) yang memberikan pasokan oksigen dan nutrisi ke jantung terganggu sehingga otot-otot jantung berusaha bekerja lebih keras dari biasanya menggantikan sebagian otot jantung yang lemah atau mati karena kekurangan pasokan darah. keadaan yang memaksa jantung untuk bekerja lebih keras dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada otot jantung sehingga jantung akan membesar.Boot-Shaped Bronchovascular Pattern

ECG

A. Normal ECG prior to MI

B. Ischemia from coronary artery occlusion results in ST depression (not shown) and peaked T-waves

C. Infarction from ongoing ischemia results in marked ST elevation

D/E. Ongoing infarction with appearance of pathologic Q-waves and T-wave inversion

F. Fibrosis (months later) with persistent Q- waves, but normal ST segment and T- waves

Lokasiinfark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

LokasiPerubahan gambaranEKG

AnteriorElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

AnteroseptalElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

AnterolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

LateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 daninversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di Idan aVL

InferolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, danaVF

Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,aVF, V1-V3

True posteriorGelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen STdepresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

RV infarctionElevasi segmen ST diprecordial lead(V3R-V4R).Biasanya ditemukan konjungsi padainfark inferior.Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jampertama infark.

b. Apa diagnosis Mr. T?STEMI: Infark Myocard Akut Inferior

c. Bagaimana etiologi penyakit Mr. T?STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.d. Bagaimana patofisiologi penyakit Mr. T?STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

e. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Mr. T?Manifestasi klinik Mr. T pada kasus ini: nyeri dada yang menjalar hingga ke rahang bawah, rasanya seperti terbakar, sesak, keringat berlebih, mual, pucat, bradikardi, dan hipertensi.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.

3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Angina pektoris merupakan rasa sakit pada dada akibat miokard kekurangan pasokan oksigen

Bradikardi dan hipertensi merupakan akibat dari hiperaktivitas saraf parasimpatis yang mempersarafi nodus SA dan AV yang terganggu karena infark inferior akan berpengaruh pada arteri coroner kanan.

f. Bagaimana tatalaksana penyakit Mr.T?Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).

1. Tatalaksana Awal

2. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.

Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

Melakukan terapi perfusi.

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.

Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:

JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba.

Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.

Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.Tatalaksana Umum

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 100 mmHg, interval PR 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).

h. Bagaimana prognosis penyakit Mr.T?TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik

Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana,S3 gallop,kongesti paru dan syok kardiogenik.

Klasifikasi forrester : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).

i. Bagaimana komplikasi penyakit Mr. T? Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi 15 mikromol , hiperhomosisteinuria berkaitan dengan penyakit penbuluh darah premature dan menyebabkan disfungsi endotel dan mencegah fungsi antitrombosit dan vasodilator dinding pembuluh darah, defisiensi asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 juga berperan dalam berkembangnya hiperhomosisteinemia.

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007).

Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).

Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori .

SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).Differential DiagnosisMengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.Cara Menegakkan Diagnosis ACS STEMIPada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006).

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006).

Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

Diagnosis pasti sindrom koroner akut khususnya untuk infark miokard (STEMI / NSTEMI), dua dari tiga kriteria dibawah ini harus dipenuhi:

1) Gejala klinik nyeri dada lebih dari 20 menit2) Perubahan khas pada EKG serial,antara lain dengan segmen ST3) Pemeriksaan serial petanda jantung positif atau meningkat antara lain troponin I atau T, myoglobin dan CKMB.

TatalaksanaTatalaksana umum : Pemberian Morfin,Oksigen,Nitrogliserin,Aspirin

a. Morfin

Efektif mengurangi rasa nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Pemberian morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

Efek samping yang perlu diwaspadai adalah konstriksi vena dan arteri melalui penurunan simpatis sehingga menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan arteri

Morfin juga memiliki efek bradikardi atau blok jantung derajat tinggi terutama pada pasien infark posterior

b. Oksigen

Diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

KelainanKompleks pada Beberapa Penyakit.Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.

1.Kelainan gelombang P.

Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.

Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).

2.Kelainan interval P-R

-Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok

konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.

-Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.

3.Kelainan gelombang Q.

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.

4.Kelainan gelombang R dan gelombang S.

Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

5.Kelainan kompleks QRS

-Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).

-Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.

-Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.

-Irama QRS tidak tetap.

Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV nodal premature beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.

6.Kelainan segmen S-T.

Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan.

7.Kelainan gelombang T.

Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :

-Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.

-Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.

-Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.

-Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.

Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.

8.Kelainan gelombang U.

Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

Pada pemeriksaan radiologi khususnya Thorax, kadang-kadang ditemukan dimana ukuran bayangan jantung terlihat lebih besar dari biasanya.

Meskipun terlihat lebih besar dari biasanya, kita tidak bisa langsung mengatakan bahwa jantung tersebut mengalami pembesaran atau biasa disebut Cardiomegally. Untuk menentukan apakah jantung tersebut mengalami pembesaran, maka diperlukan sebuah perhitungan yang disebut denganCardiothoracic Ratio

V. Biomarker Jantung Saat ini sudah banyak sekali ditemukan biomarker penyakit jantung dan telah direkomendasikan untuk digunakan dalam klinis sehari-hari. Tes Laboratorium Enzim Petanda Jantung adalah:

1. Creatine KinaseCreatine kinase berfungsi sebagai regulator produksi fosfat energi tinggi. Enzim ini akan meningkat saat terjadi cidera otot dan memiliki tiga fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB, CK-MB. CK-MM dijumpai dalam otot skelet dan merupakan CK yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi. CK-BB paling banyak terdapat pada jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum. CK-MB paling banyak terdapat dalam miokardium; namun juga terdapat dalam jumlah sedikit di otot skelet. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark pada miokardium. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola peningkatan dan penurunan.

CK mulai meningkat 4-6 jam setelah jejas, puncaknya 12-36 jam dan kembali normal setelah 3-4 hari.

Nilai Rujukan CK :

Nilai rujukan CK total : 60 100 U/L

: 40 150 U/L Nilai rujukan CKMB : 24 195 U/L : 24 170 U/L2. Myoglobin

Mioglobin adalah protein yang berukuran kecil (sekitar 17.200 dalton) yang terdapat di otot jantung dan otot rangka, berfungsi menyimpan dan memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi ke enzim-enzim respirasi di dalam sel kontraktil. Ketika terjadi kerusakan pada otot, mioglobin dilepas ke dalam sirkulasi darah.

Peningkatan mioglobin serum terjadi 2-3 jam setelah terjadi kerusakan jaringan otot jantung atau otot rangka, mencapai kadar tertinggi dalam waktu 6-12 jam, dan kembali normal dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu mioglobin digunakan sebagai marker untuk deteksi dini.

Kadar mioglobin sangat rendah atau tidak terdeteksi dalam urin. Tingginya kadar mioglobin urin mengindikasikan insufisiensi ginjal dan trauma otot rangka.

Mioglobin memiliki sensitivitas yang tinggi untuk cedera otot, namun tidak spesifik untuk jantung. Karena itu mioglobin tidak banyak digunakan untuk mendiagnosis serangan jantung karena Troponin jauh lebih spesifik. Peningkatan mioglobin dalam waktu 12 jam setelah nyeri dada akut harus dikonfirmasi dengan uji enzim jantung (CK, CK-MB dan Troponin), EKG dan tanda-tanda klinis juga harus diperhitungkan untuk memastikan infark miokard akut (AMI).

Nilai Rujukan:

: 23-72 g/L : 19-51 g/L3. Cardiac Troponin

Troponin merupakan sejenis protein yang berasal dari tropomiosin. Troponin berfungsi mengatur kontraksi otot rangka dan otot jantung. Troponin terdiri atas 3 sub-units yaitu TnC, TnT& TnI. Troponin C: terikat ke kalsium, terdapat pada semua otot. Troponin I: terikat ke actin, bekerja menghambat interaksi actin miosin. Troponin T: terikat ke tropomiosin, bekerja menempelkan kompleks troponin ke filamen tipisTroponin jantung spesifik adalah cTnT dan cTnI. Troponin merupakan petunjuk adanya cedera miokardium, terutama troponin I lebih mudah dideteksi karena ukurannya yang kecil. Troponin mulai terdeteksi di plasma dalam waktu 4-10 jam, mencapai kadar puncak dalam waktu 12-48 jam, dan tetap abnormal selama 4-10 hari. Troponin dapat digunakan utk diagnosis setelah fase akut karena kadar tetap tinggi meskipun mioglobin & CK-MB normal. Troponin bersifat khas, tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab kelainan miokard dan tidak dapat digunakan sebagai deteksi awal.

Troponin serum dapat meningkat pada gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis, dan kemoterapi yang bersifat toksik terhadap miokardium.

4. Heart fatty acid binding protein (H-FABP)H-FABP sejenis protein yang berfungsi mengangkut asam lemak rantai panjang hidrofobik dari membran sel ke tempat metabolisme intraseluler di mitokondria. Konsentrasi H-FABP 2-10 kali lebih tinggi di jantung dibandingkan di otot rangka (0.5 vs 0.05-0.2 mg/g berat basah).

H-FABP dilepaskan ke plasma 2 jam setelah mendapat serangan gejala, mencapai kadar puncak pada 4-6 jam dan kembali normal pada 20 jam.Penggunaan pemeriksaan H-FABP tunggal untuk diagnosis IMA sulit dilakukan, disarankan digunakan penanda lain untuk meningkatkan spesifisitas

Rasio mioglobin : H-FABP ~5( spesifik jantung Rasio mioglobin : H-FABP ~ 21-70( mengindikasikan kerusakan otot rangka 5. Brain Natriuretic Peptide (BNP)BNP Termasuk kelompok natriuretic peptides (NP) dan bersifat seperti hormon Natriuretic Peptides (NP) ada beberapa jenis yaitu:

ANP dihasilkan oleh atrium, pada keadaan patologis juga disintesis pada ventrikel BNP dihasilkan oleh atrium dan ventrikel terutama ventrikel.

CNP terutama dihasilkan oleh endothelium vascular

DNP (dendroaspis natriuretic peptide)BNP disintesis & disimpan di miosit atrium & ventrikel, terutama berasal dari ventrikel kiri. Dilatasi ventrikel menyebabkan pelepasan BNP dari miosit ventrikel sehingga terjadi peningkatan kecepatan filtrasi glomerulus serta menghambat reabsorbsi sodium yang menyebabkan natriuresis & dieresis.

Pemeriksaan ini cukup mudah, cepat, sangat sensitif dan spesifik, serta dapat membantu dalam membedakan gagal jantung dari penyakit pulmonal.

6. Lactat Dehidrogenase (LDH)

Ditemukan di seluruh jaringan

LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1

Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2

7. CRPCRP adalah C-Reactive Protein yang merupakan protein fase akut dilepaskan ke dalam darah sebagai akibat adanya suatu inflamasi. CRP diukur sebagai marker mediator inflamasi seperti IL-6 dan TNF- untuk memahami inflamasi aterosklerosis. Diproduksi di hati dan otot polos arteri koroner sebagai respon terhadap sitokin inflamasi. Digunakan sebagai biomarker inflamasi sistemik khususnya untuk Penyakit jantung koroner (PJK). Pemeriksaan menggunakan metode imunoturbidimetrik dan imunofelometrik. CRP memiliki batas deteksi 3-5 mg/L.

VI. Kerangka Konsep

VII. KesimpulanMr. T menderita inferior infak miokard akut dengan elevasi STReferensiAlwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.II Jilid V. Jakarta : EGC.Azmar. 2014. Materi Kuliah Penyakit Jantung Koroner. Departemen Penyakit Dalam FK Unsri. Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Fitantra, Johny Bayu. 2011. Penatalaksaan Pasien Sinkop (Pingsan). http://www.medicinesia.com/. Diakses pada 28 Januari 2014Fredy, Felix Chikita. 2013. Ini Ciri Khas Nyeri Dada Karena Jantung. http://kesehatan.kompasiana.com/. Diakses pada 28 Januari 2014Guyton, A.C & Hall, J.E. (1997). Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran, Edisi Sembilan. Jakarta , Penerbit EGC. Hampton, John R. 2006. Dasar-dasar EKG. Jakarta : ECGLibby. 2007. Braunwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. Elsevier. Majid, Abdul. 2007. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada 28 Januari 2014Markum, H. M. S. .____. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Internal Publishing. Moore, 2010. Clinicalyl Oriented Anatomy Sixth Edition. Philadelphia. Oman, Kathleen S. 2008. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta : ECGPanggabean, Marulam M. . 2009. Perikarditis, Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Internal Publishing. Phibbs, Brendan. 2007. Human Heart, The: A Basic Guide to Heart Disease, 2nd Edition Lippincott Williams & WilkinsPrice, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCSnell, Richard S. . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo.W,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:InternaPublishing http://eprints.undip.ac.id/37555/1/Inne_Pratiwi_F.G2A008097.KTI.pdf diakses : 27-01-2014Trisnohadi, Hanafi B. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.II Jilid V. Jakarta : EGC.Yahya, Rachmanuddin Chair. 2013. Gejala Kurang Oksigen ke Otak. http://www.jevuska.com/. Diakses pada 28 Januari 2014

Kolesterol tinggi

Sweating, nauseous

Shortness of breath

unconcious

Epigastric pain

Mr. T menderita STEMI

Hipertensi

Perokok berat

Usia

Appearance of pathologic Q-waves

T-waves

peaked flattened inverted

ST elevation & depression

aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan, epigastrium, leher, rahang lidah, gigi, mastoid

Nyeri alih

Menghantarkan impuls nyeri melalui serabut saraf aferen sensorik ke sistem saraf pusat

Merangsang ujung-ujung saraf nyeri di otot jantung

Ruptur plak

Trombosis dan agregasi trombosit

Vasospasme

Erosi pada plak tanpa ruptur

Tingginya konsentrasi asam laktat

Metabolisme aerob

Darah ke jantung kurang

Nyeri dada

Iskemia

Tingginya konsentrasi histamin, kinin, atau enzim proteolitik

Curah jantung = frekuensi x volume sekuncup

Mr. T, 56 Tahun

Merokok

Hipertensi

Aktivitas berat

Atherosklerosis

Ruptur plak

Oklusi a. coronaria dekstra

STEMI Inferior Akut

Gambaran Klinis

Perubahan Hasil EKG

Biomarker kimiawi

Muffle heart sounds

Bradikardi

Pallor

Nyeri dada

Diaphoresis

Nausea

Dispnea

Gel. Q patologis

ST elevasi

CK MB

CK NAC

Troponin

Trias diagnostik