skenario b blok 13 tahun 2012

91
A. Skenario B Blok 13 Tahun 2012 Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She has had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5 year ago. She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves. Physical examination: General appearance: pale, fatigue, HR: 110 x/minute, RR: 22 x/minute, Temperature: 36,6°C, BP: 120/80 mmHg Liver and spleen non palpable no lymphadenopathy, no epigastric pain Cheilitis positive, tongue: papil atrophy Koilonychia positive Laboratory: Hb: 6,2 g/dL, Ht: 18 vol%, RBC: 2.480.000/mm 3 , WBC: 7.400/mm 3 , trombosit: 386.000/mm 3 , diff. count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fl, MCH: 25 pg, MCHC: 30% 1

Upload: pratiwi-raissa-windiani

Post on 09-Aug-2015

96 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

TUTORIAL

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

A. Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness

and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She has

had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5 year ago.

She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.

Physical examination:

General appearance: pale, fatigue,

HR: 110 x/minute, RR: 22 x/minute, Temperature: 36,6°C, BP: 120/80 mmHg

Liver and spleen non palpable no lymphadenopathy, no epigastric pain

Cheilitis positive, tongue: papil atrophy

Koilonychia positive

Laboratory:

Hb: 6,2 g/dL, Ht: 18 vol%, RBC: 2.480.000/mm3 , WBC: 7.400/mm3 , trombosit: 386.000/mm3,

diff. count: 0/2/5/63/26/4, MCV: 72 fl, MCH: 25 pg, MCHC: 30%

Fecal Occult Blood: Negative

Hookworm’s eggs positive

B. Klarifikasi Istilah

1. Palpitation: Jantung berdebar-debar

2. Nauseous: Berhubungan dengan atau menimbulkn nausea.

1

Page 2: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

3. Menstruation: Keadaan fisiologi dan siklik berupa pengeluaran secret yang terdiri dari darah

dan jaringan mukosa dari uterus non gravid melalui vagina.

4. Fatigue: Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya efisiensi akibat pekerjaan

yang berlebihan atau berkepanjangan.

5. Lymphadenopathy: Penyakit pada kelenjar limfe biasanya ditandai dengan pembengkakan.

6. Cheilitis: Peradangan pada bibir.

7. Atrophy: Pengecilan ukuran sel, jaringan, organ, atau bagian tubuh

8. Koilonychia: Distropi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung dengan tepi meninggi.

9. Fecal Occult Blood: Darah dalam feses yang tidak tampak jelas.

C. Identifikasi Masalah

1. Mrs. Mona, a 41-year-old woman, likes planting and taking care of flowers in her garden

without gloves, has chief complaint of weakness and palpitation.

2. She is having symptom of nauseous and has had prolonged and excessive menstruation (twice

in a month) since 1,5 year ago.

3. Physical examination.

4. Laboratory.

D. Analisis Masalah

1. Mrs. Mona, a 41-year-old woman, likes planting and taking care of flowers in her garden

without gloves, has chief complaint of weakness and palpitation.

a. Apa saja etiologi dari palpitasi dan kelelahan?

Jawab: Etiologi palpitasi dapat terjadi disebabkan dari 3 akibat utama, yaitu :

2

Page 3: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

1 .Hyperdynamic circulation (inkompetensi katup, tirotoksikosis, hypercapnea, pireksia, anemia)

2.Cardiac Dysrhytmia (kintraksi area premature, junction escape beat, kontraksi ventrikuler

premature, atrial fibrilasi, supraventikular tachycardia, ventikular tachycardia, ventricular

fibrilasi, blok jantung)

3.Sympathetic overdrive (gangguan panic, hipiglikemi, hipoksia, antihistamin, anemia, gagal

jantung)

Etiologi Kelelahan:

Anemia, sleep apnea, tiroid kurang aktif (hypothyroidism), infeksi saluran kemih yang tidak

terdiagnosa, terlalu banyak kafein, alergi makanan, diabetes, dehidrasi, penyakit jantung, tak

cukup bahan bakar, depresi bukan hanya memengaruhi kondisi emosional, namun juga fisik,

obat-obatan, gangguan jam tubuh.

b. Bagaimana hubungan aktivitas yang dilakukanNy. Mona dengan gejala utama?

Jawab: : Aktifitas yang sering dilakukan oleh Ny. Mona adalah Gardening tanpa menggunakan

sarung tangan. Dan saat ini feses sering digunakan sebagai pupuk tanaman. Telur cacing

tambang dikeluarkan dari tubuh melalui fesess. Kemudian dalam waktu 1-2 hari atau 3 minggu

telur akan menetas menjadi larva rabditiform. Selanjutnya larva akan berubah menjadi larva

filariform yang terdapat dalam fesess. Fesess yang terkontaminan ini dapat menginfeksi Ny.

Mona melalui penggunaan pupuk tanpa sarung tangan. Dan larva filariform dapat masuk dalam

tubuuh manusia dengan menembus kulit. Sehingga dapat disimpulkan hubungan aktivitas dengan

gejala utama yang diderita adalah sebab-akhibat, dimana Ny. Mona mengalami gejala utama

karena disebabkan oleh aktifitasnya.

Penyakit cacing tambang menahun dibagi dalam tiga golongan:

Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun

penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain

Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi, dan penderita

kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lelah, fisik dan mental kurang baik.

Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan

segala akhibatnya.

3

Page 4: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Aktifitas yang dilakukan Ny. Mona tergolong dalam kegiatan ringan, dimana seharusnya

NY. Mona tidak mengalami kelelahan dan palpitation. Sehingga dapat disimpulkan Ny.Mona

yang mengalami kelelahan dan palpitation disebabkan karena terinfeksi cacing tambang yang

menahun dan termasuk kedalam golongan ke-tiga.

c. Bagaimana mekanisme dari palpitasi?

Jawab: Mekanisme yg terjadi adalah suatu kondisi dimana hemoglobin dalam darah penderita,

tidak benar-benar sempurna dalan membawa oksigen ke seluruh sistem saraf di tubuh. karena

tubuh kekurangan zat besi pada darah. Maka keadaan itu menyebabkan irama jantung menjadi

abnormal atau jantung berdebar-debar.

d. Bagaimana mekanisme dari kelelahan?

Jawab: Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom gliserofosfat

oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat penumpukan asam laktat sehingga

mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani, dampak

negatif ini dapat dihilangkan jika diberikan preparat besi.

Apabila jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke

jaringan. Akibatnya jaringan/sel akan mengalami hipoksia. Karena O2 diperlukan untuk

menghasilkan energy, maka sedikitnya jumlah O2 akan menyebabkan sedikit pula energy yang

terbentuk, sehingga penderita mengalami kelemahan dan kelelahan.

e. Apa saja faktor risiko dari palpitasi dan kelelahan?

Jawab: Faktor risiko dari palpitasi:

- Stress

- Memiliki gangguan kecemasan atau secara teratur mengalami serangan panik

- Hamil

- Obat-obatan yang mengandung stimulan, seperti beberapa obat dingin atau asma

- Memiliki hipertiroidisme (kelenjar tiroid yang terlalu aktif)

- Memiliki masalah jantung lainnya, seperti aritmia, cacat jantung atau serangan jantung

sebelumnya

4

Page 5: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Faktor risiko dari kelelahan:

Alergi, anemia, gangguan kecemasan, asthma, kanker, sirosis, gangguan jantung kongestif,

COPD, depresi, diabetes, kecanduan obat, umur muda, infeksi HIV, gagal ginjal, malnutrisi,

Resep obat: efek samping obat yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan, obesitas, gangguan

tidur, penyakit tiroid.

2.She is having symptom of nauseous and has had prolonged and excessive menstruation (twice

in a month) since 1,5 year ago.

a. Bagaimana mekanisme dari nausea?

Jawab:

1. Perut mual disebabkan sel parietal lapisan mukosa lambung tidak teroksigenisasi dengan baik

untuk perkembangan sel, akhirnya terjadilah atrofi mukosa lambung, kemudian keadaan yang

atrofi ini menyebabkan tidak berproduksinya asam lambung atau istilahnya akhlorhidria.

Defisiensi asam lambung ini menyebabkan makanan tidak tercena dengan baik, padahal asam

lambung ini berperan dalam mengubah bolus menjadi kismus (kismus bentuk makanan yang siap

untuk diabsorpsi di usus). Makanan yang tidak tercerna dengan baik maka akan merangsang

tubuh untuk mengeluarkan dengan perantara perasaan mual, lebih-lebih protein yang sangat

membutuhkan pH asam dalam siklus cernanya.

2. Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang

mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi pada

lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh tingginya asam

lambung. Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan merangsang pengeluaran zat

yang di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas kapilier pembuluh darah naik. Sehingga

menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor tegangan dan

merangsang hypothalamus untuk mual. (N. Vagus)

3. Pada orang yang mengalami defisiensi besi, akan memiliki gangguan pada kelenjar

endokrinnya. Mekanismenya melalui terganggunya kerja enzim monoaminooksidase yang

tugasnya mengurai serotonin. Akibat gangguan pada enzim ini, maka terjadi penumpukan

5

Page 6: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

serotonin. Serotonin kemudian dibawa ke hypothalamus dan terjadi penumpukan di kelenjar

tersebut. Pada kelenjar hipotalamus terhadap rangsangan untuk muntah yang didahului dengan

rasa mual ketika ada peningkatan serotonin. Mekanisme ini merujuk pada manifestasi mual yang

dialami Samson. Perasaan mual ini akan menghalang rangsang lapar pada hipotalamus sehingga

penderita merasa enggan untuk makan. Penumpukan serotonin juga menyebabkan diare,

berkeringat, muntah akut, cepat pernapasan meningkat, peningkatan tekanan darah, dan sakit

kepala.

4. Cacing tambang membuat obstruksi pada mukosa usus, sehingga terjadi penyempitan mukosa

usus, hal ini akan membuat gangguan pada nervus vagus.

b. Bagaimana mekanisme dari menstuasi?

Jawab:

Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan,

korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium (estrogen dan

progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar ekskresi yang rendah. Menstruasi disebabkan

oleh berkurangnya estrogen dan progesteron, terutama progesteron pada akhir siklus ovarium

bulanan. Efek pertama adalah penurunan rangsangan terhadap sel-sel endometrium oleh kedua

hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira 65

persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi,

pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan

menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan

vasokonstriktor – mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin yang terdapat dalam

jumlah sangat banyak pada saat ini. Vasospasme, penurunan zat nutrisi endometrium, dan

hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis endometrium,

khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke lapisan vaskular

endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar dengan cepat dalam waktu 24

sampai 36 jam. Perlahan-lahan lapisan nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus

pada daerah perdarahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua

lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan darah di

dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau zat-zat lain di dalam lapisan

yang terdekuamasi, seluruhnya akan bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus yang

6

Page 7: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

menyebabkan dikeluarkannya isi uterus. Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah

dan tambahan 35 ml cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak

membentuk bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik

endometrium. Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah

akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali.

c. Bagaimana mekanisme dari menstruasi abnormal?

Jawab: Perdarahan menstruasi berkepanjangan dan / atau berlebihan dasarnya terdiri dari dua

kelompok utama:fungsional dan organik. Perdarahan darah fungsional (atau disfungsional) rahim

memiliki alasan utama mereka pada gangguan hormonal atau kongestif, sedangkan yang organik

sebagian besar disebabkan oleh tumor fibroid (leiomyomata rahim), polip dan kanker. Hubungan

antara beberapa perdarahan rahim yang berlebihan dan / atau berkepanjangan dengan beberapa

pre-karsinogenik lesi dan kanker mewajibkan kita untuk memperhatikan semua kasus

hypermenorrhea dan menorrhagia meskipun untungnya sebagian besar dari mereka yang karena

sebab-sebab yang sama sekali tidak berbahaya.

Perdarahan yang paling fungsional (atau disfungsional) rahim disebabkan oleh gangguan

hormonal yang ditandai dengan hyperestrogenism absolut atau relatif [estrogen terlalu banyak]

karena kekurangan progesteron. Ingat bahwa, dalam tahap pertama dari siklus ovulasi normal,

estrogen menghasilkan efek proliferatif yang luar biasa di endometrium yang, setelah ovulasi dan

pada tahap kedua, diimbangi dan ditentang oleh tindakan anti-proliferasi dan sekresi progesteron

pada jaringan ini. Akibatnya, endometrium estrogenik proliferatif yang berubah menjadi

endometrium progesteronic sekresi. Namun demikian, jika ada kekurangan progesteron akibat

insufisiensi luteal atau siklus anovulasi sebagian besar persisten (di mana tidak ada progesteron,

kecuali klinis non-signifikan tingkat basal minimal), efek proliferatif dan terlindung dari estrogen

saja akan berlangsung sepanjang seluruh siklus, mampu menyebabkan penebalan berlebihan dari

endometrium bernama hiperplasia endometrium.

Endometrium hiperplastik dan berlebihan menebal tidak desquamate [gudang lapisan

nya] dengan mudah (atau bahkan sepenuhnya) pada akhir siklus, sehingga dalam pendarahan

menstruasi berkepanjangan dan / atau berlebihan. Dengan cara yang sederhana dan didactical,

kita dapat mengatakan bahwa, dalam hiperplasia, ada "endometrium terlalu banyak untuk

7

Page 8: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

desquamate" dan, karena itu, mengalami pendarahan. Dengan cara ini, sebagian besar perdarahan

menstruasi disfungsional adalah karena hiperplasia endometrium akibat aksi estrogenik persisten

pada endometrium, dan ini terjadi sebagian besar sebagai konsekuensi dari anovulasi. Dan, jika

siklus anovulasi berlangsung lebih lama dari durasi normal dari siklus menstruasi dan produksi

estrogenik normal atau meningkat, kemungkinan perkembangan hiperplasia endometrium

menjadi lebih besar, bersama-sama dengan terjadinya hypermenorrhea dan menorrhagia.

d. Apa saja etiologi dari menstruasi abnormal?

Jawab:

1. Anovulasi (penyebab paling umum)

2. Defek koagulasi

3. Perimenopause (Pemendekan fase poliferasi dan Disfungsi korpus luteum)

Etiologi diatas merupakan etiologi untuk kasus menstruasi abnormal sesuai scenario mengenai

diagnose penyakit Pendarahan Uterus Disfungsional (PUD) yang disebabkan oleh

Menorrhagia(perdarahan uterus yang eksesif)

3. Physical examination

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Jawab:

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal InterpretasiHeart Rate 110 x/menit 60-100 x/menit MeningkatRespiration Rate 22 x/menit 12-20 x/menit

16-24 x/menitNormal

Suhu Tubuh 36,6ºC 36,2 – 37,2ºC NormalTekanan Darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal

b. Apa saja anemia yang menyebabkan hati dan limpa tidak teraba/ teraba, tidak ada /ada

limfadenopati, tidak ada/ada nyeri epigatrium (buat dalam tabel) ?

8

Page 9: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Jawab:

N

OJenis Anemia

Non-palpable

liver and spleen

No

Lymphadenopathy

No Epigastric

pain

1 Anemia Def. Besi + + +

2 Anemia Aplastik + + +

3 Anemia Pernisiosa + + +

4 Anemia Hemolitik - - -

5 Anemia Hemoragik + + +

6 Anemia Megaloblastik + + +

c. Apa saja yang menyebabkan cheilitis?

Jawab: Cheilitis atau yang juga disebut angular cheilitis merupakan peradangan pada sudut bibir

terjadi karena infeksi oleh jamur Candida albicans atau oleh bakteri Staphylococcus aureus.

Angular cheilitis merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada sudut mulut.

angular cheilitis disebut juga cheilitis, angular stomatitis atau perleche. Pada Mrs. Mona cheilitis

terjadi akibat defisiensi zat besi yang disebabkan oleh anemia akibat penyakit kronik yang

diderita olehnya sehingga sistem imun dari Mrs. Mona mengalami penurunan. Hal nilah yang

menyebabkan Mrs. Mona mudah terkena infeksi jamur atau bakteri penyebab chielitis.

- Defisiensi Fe dengan anemia atau tanpa anemia

d. Apa saja yang menyebabkan koilonychia?

Jawab:

1. Normal finding in infants: Resolves within first 1-2 years of life

1. Iron Deficiency Anemia

2. Hypothyroidism

3. Trauma

4. Impaired peripheral circulation

9

Page 10: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

5. Systemic Lupus Erythematosus

6. Hemochromatosis

7. Raynaud's Disease

8. Contact Dermatitis to petroleum-based solvent

9. Nail-Patella Syndrome (autosomal dominant)

1. Hypoplastic Patella - commonly dislocated

2. Glaucoma

3. Renal disease

4. Musculoskeletal conditions

10. Plummer-Vinson syndrome

e. Apa saja yang menyebabkan atrofi pada papil?

Jawab: Atrofi pada bibir merupakan gejala yang khas dari anemia hipokromik mikrositik dan

hanya akan dijumpai pada anemia jenis ini. Hal ini karena disebabkan oleh suplai oksigen

menuju sel pada papil lidah sangat kurang akibat dari anemia yang diderita oleh Mrs. Mona.

f. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik yang abnormal?

Jawab:

Mekanisme Pale & Fatigue.

Pale: Apabila Hb menurun di bawah batas tertentu, tubuh kita mencoba mengatasinya

dengan meningkatkan denyut jantung. Pembuluh darah tertentu mengembang untuk

memungkinkan lebih banyak darah yang mengandung oksigen masuk ke dalam jaringan.

Pembuluh darah lain berusaha untuk menutup, untuk menyimpan oksigen. Pengalihan darah

10

Page 11: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

semacam ini dapat menyebabkan kulit kita tampak pucat dan dingin saat disentuh. Pengalihan ini

bertujuan untuk mempertahankan vaskularisasi ke organ-organ vital.

Fatigue: karena berkurangnya pasokan O2 ke jaringan/sel, maka sel akan melakukan

metabolism anaerob yang menghasilkan produk sampingan yaitu asam laktat, yang dapat

menyebabkan gejala klinis berupa kelelahan.

Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang

menyebabkangangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat

kelelahan otot.

Koilonikia: Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah

sel dari sumsum tulang, setelah itu sel dari saluran pencernaan. Akibatnya banyak tanda dan

gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini, salah satunya adalah koilonikia

(kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku. Koilonikia atau kuku

berbentuk sendok disebabkan oleh pertumbuhan lambat lapisan kuku karena pertumbuhan kuku

memerlukan nutrisi seperti protein, vitamin, dan mineral seperti besi dan zinc

HR 110 x/menit: Apabila jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang

dikirimkan ke jaringan.Mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja melalui peningkatan curah

jantung dan pernapasan, sehingga akan menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel

darah merah. Sehingga HR akan meningkat

Cheilitis : Kekurangan zat besi juga menyebabkan downregulation genetic dari unsur- unsur

yang mengarah untuk memperbaiki efektif dan regenerasi sel epitel, terutama di mulut dan bibir

yang menyebabkan cheilitis.

Tongue: Papil atrofi : Atrofi papil lidah akibat tidak teroksigenisasinya sel pada papil-papil

lidah akibatnya dengan papil lidah yang atrofi, sensasi rasa makanan semakin berkurang.

Liver and spleen non palpable: Hasil pemeriksaan fisik diketahui tidak ada pembesaran hati

(hepatomegaly) maupun pembesaran limpa (splenomegaly) hal ini menunjukan bahwa anemia

yang diderita Ny. Mona bukan anemia hemolitik. Karena pada anemia hemolitik hati harus

bekerja ektra keras untuk memecah eritrosit yang bila dibiarkan akan menyebabkan pembesaran

hati atau hepatomegali. Sedangkan pada kelenjar limpa, terdapat sel darah merah rapuh pada

11

Page 12: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

anemia hemolitik yang melewati kapiler sempit dalam kelenjar limpa. Sel darah merah rapuh ini

pecah di dalam pembuluh tersebut dan meyumbat pembuluh tersebut sehingga terjadi

pembesaran limpa (splenomegali).

Demam yang tidak terlalu tinggi : Kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi kronik karena

anemia defisiensi besi sangat rentan terkena infeksi. Sebenarnya demam ini merupakan respon

sistem imun tubuh dalam menanggapi penginfeksi.

4. Laboratory

a. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium?

Jawab:

Hasil Pemeriksaan Batas Normal Interpetrasi

Hb : 6,2 g/dL Wanita= 12-15 g/dL Tidak normal

Ht : 18 % Wanita = 37-43 % Tidak normal

RBC : 2.480.000 /mm3 Wanita = 4jt-5jt /mm3 Tidak normal

WBC : 7.400/mm3 Wanita/Pria = 5.000-10.000/mm3 Normal

Trombosit : 386.000/mm3 Wanita/Pria = 250.000-400.000/mm3 Normal

Diff. count : 0/2/5/63/26/4 Wanita/Pria = 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8 Semua normal

MCV : 72fL Wanita/Pria = 82-92 fL Tidak normal

MCH : 25 pg Wanita/Pria = 27-31 pg Tidak normal

MCHC : 30% Wanita/Pria = 32-37 % Tidak normal

Fecal Occult Blood (-) (-) Normal

Hookworm’s eggs (+) (-) Tidak normal

b. Bagaimana mekanisme dari abnormalitas hasil laboratorium?

Jawab: Akibat dari anemia zat besi terjadi penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan

saturasi transferin yang rendah. Zat besi yang menurun memepengaruhi eritropoesis serta

pembentukkan heme terganggu sehingga kadar eritrosit, hemoglobin serta hematokrit menurun.

Begitu pula nilai MCV, MCH, MCHC juga ikut penurun.

12

Page 13: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Hb : 6,2 g/dL

Nilai hemoglobin yang rendah ini disebabkan oleh menstruasi yang berkepanjangan dan

berlebihan disertai infeksi oleh cacing tambang/hookworm. Cacing dewasa menghisap langsung

darah dalam tubuh dan di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan

pendarahan terus menerus karena sekresi zat antikoagulan oleh cacing dewasa tersebut. Setiap N.

americanus dapat mengakibatkan hilangnya darah 0,05 cc sampai 0,1 cc perhari sedangkan

setiap ekor A. duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,24 cc per hari.

Ht : 18 vol%

Hematokrit rendah dikarenakan rendahnya volume eritrosit.

RBC : 2.480.000/mm3

RBC rendah dikarenakan hilangnya darah pada menstruasi panjang dan berlebih serta infeksi

dari cacing tambang yang menghisap langsung.

WBC : 7.400/mm3 normal

Trombosit : 386.000/mm3 normal

Trombosit normal diduga karena pelepasan zat antikoagulan oleh cacing tambang pada

penderita.

Diff. count : 0/2/5/63/26/4 normal

Seharusnya eosinofilnya meningkat karena merupakan sistem kekebalan selular yang

paling utama pada infeksi cacing tambang. Eosinofil akan melepaskan superoksida yang dapat

membunuh larva filariform dan jumlah eosinofil makin meningkat saat larva berkembang

menjadi bentuk dewasa di traktus digestivus.

MCV : 72 fL (82-92fL)

Interpretasi MCV rendah atau kurang dari normal yang menandakan eritrosit nya

mikrositer. Hal ini terjadi karena sumsum tulang berusaha menggantikan kekurangan zat besi

13

Page 14: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukurang yang

sangat kecil (mikrositer) yang khas untuk anemia karena defisiensi zat besi.

MCH : 25 pg (27-31pg)

Interpretasi MCH rendah atau kurang dari normal menandakan eritrositnya hipokrom

dikarenakan rendahnya nilai Hb dalam darah yang disebabkan oleh menstruasi berkepanjangan

dan berlebihan disertai infeksi oleh cacing tambang.

MCHC : 30% (32-37%)

Interpretasi MCHC rendah atau kurang dari normal menandakan eritrositnya hipokrom

dikarenakan rendah nya nilai hemoglobin dan hematokrit.

Hookworm’s eggs positive

Ditemukannya telur pada feses menandakan bahwa cacing tambang jantan dan betina

dewasa telah berkopulasi pada traktus digestivus penderita sehingga telur yang diproduksi oleh

cacing betina keluar bersamaan dengan feses. Gejala klinis dihubungkan dengan jumlah telur

yang ditemukan dalam feses. Apabila ditemukan 5 telur per mg feses, belum ada gejala yang

berarti tetapi apabila lebih besar dari 20 telur per mg tinja, mulai ada korelasinya dengan gejala

yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 telur per mg atau lebih, keadaan penderita sudah

mengarah ke infeksi berat.

c. Bagaimana cara memeriksa hasil laboratorium?

Jawab:

1. PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN METODE SAHLI

Prinsip: Darah ditambah asam (HCL 0,1 N) akan membentuk asam hematin yang berwarna

coklat. Warna coklat yang terbentuk dibandingkan dengan warna standar.

Nilai normal 12-17 g/dl pada perempuan

2. Hematokrit

14

Page 15: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

a. Makrometode menurut Wintrobe

1. Tabung Wintrobe yang sudah dipakai pada (b) diputar selama 10 menit dengan kecepatan

3000 rpm

2. Perhatikan: - berapa hematokrit

- buffy coat

- plasma untuk icterus index

b. Mikrometode

1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit dengan

darah

2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api ( atau dengan bahan penutup khusus)

3. Masukkan tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang mencapai kecepatan besar,

yaitu lebih dari 16.000 rpm (sentrifuge mikrohematokrit).

4. Pusinglah selama 3-5 menit

5. Bacalah hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus

Nilai normal: 37-43 vol % pada wanita

3. Menghitung Jumlah RBC (Eritrosit)

Cara:

1. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah yang

melekat di ujung luar pipet.

2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Hayem (atau Gower) sampai tanda 101, sambil memutar-

mutar pipetnya, lepaskan karetnya.

3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.

4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam

kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.

5. Hitung di bawah mikroskop dengan:

Kamar hitung Improved Neubauer:

15

Page 16: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Eritrosit : dengan HPF dalam 80 kotak kecil atau dalam 5 x 16 kotak kecil dan hasilnya

dikalikan dengan 10.000 (4 angka 0)

Nilai Normal: 4- 6 juta/ mm3

4. Menghitung Jumlah WBC (Leukosit)

Cara:

1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah yang

melekat di ujung luar pipet.

2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar pipetnya,

lepaskan karetnya.

3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.

4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam

kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.

5. Hitung di bawah mikroskop dengan:

Kamar hitung Improved Neubauer:

Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan hasilnya

dikalikan dengan 50

Nilai Normal: 5.000- 10.000/ mm3

7. Differential Count (Hitung Jenis Lekosit) 

Prinsip 

Pemeriksaan hapusan degan mikroskop dengan menghitung jenis-jenis lekosit dalam 100

leukosit 

Cara Kerja 

a.Dihidupkan mikroskop 

b.Diperiksa hapusan untuk memeriksa tebal tipisnya hapusan dengan perbesaran 100x 

c.Diperiksa dengan perbesaran 100x 

16

Page 17: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

d.Dihitung jenis-jenis lekosit 

e.Disajikan dalam tabel

Nilai normal hitung jenis

1. Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)

2. Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)

3. Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)

4. Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)

5. Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)

6. Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

8. Trombosit

Cara:

1. Isap cairan Rees-Ecker ke dalam pipet eritosit sampai garis tanda 1 dan buanglah lagi

cairan itu

2. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai garis tanda 0.5 dan cairan Rees-Ecker

sampai tanda 101, segera kocok selama 3 menit.

3. Teruskan tindakan-tindakan seperti untuk menghitung eritrosit dalam kamar hitung

4. Biarkan kamar hitung yang telah diisi dengan sikap datar dalam cawan petri yang

tertutup selama 10 menit agar trombosit mengendap.

5. Hitunglah semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah memakai

lensa objektif besar.

Jumlah itu dikali 2.000 menghasilkan jumlah trombosit per ul darah

9. MCV (mean corpuscular volume) atau volume eritrosit rata-rata, yaitu volume rata-rata

sebuah eritrosit yang dinyatakan dalam ferntoliter (fl)

MCV= Hematokrit x 10

Eritrosit

Nilai normal : 82-92 fl

10. MCH ( mena corpuscular hemoglobin) atau hemoglobin eritrosit rata-rata yaitu banyaknya

hemoglobin poer eritrosit disebut dengan pikogram (pg)

MCH = Hematokrit x 10

17

Page 18: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Eritrosit

Nilai normal: 27-31 pg

11. MCHC (mean corpuscular hemoglobin consentration) yaitu kadar hemoglobin yang

didapat per eritrosit, dinyatakan dalam persen (%) atau gr/dl)

MCHC= Hematokrit x 10

Hematokrit

Nilai normal: 32-37 %

12. Fecal Occult Blood

Ada empat metode yang digunakan untuk pengujian klinis untuk darah yang tersembunyi

dalam tinja. Ini terlihat pada sifat yang berbeda, seperti antibodi, heme, globin, atau porfirin

dalam darah, atau DNA dari bahan seluler seperti dari lesi pada mukosa usus.

1. Tinja immunochemical Testing (FIT), dan okultisme tes darah tinja immunochemical

(iFOBT). Produk FIT menggunakan antibodi spesifik untuk mendeteksi globin. FIT skrining

lebih efektif dalam hal hasil kesehatan dan biaya dibandingkan dengan guaiac FOBT. Tes FIT

lebih unggul gFOBT sensitivitas rendah untuk skrining kanker kolorektal. Meskipun FIT

mungkin menjadi pertimbangan untuk menggantikan gFOBT dalam skrining kanker usus besar,

sensitivitas gFOBT tinggi, seperti Hemoccult Sensa, tetap merupakan pilihan yang diterima

bersama FIT dalam pedoman baru-baru ini, yang dinilai sebagai memiliki karakteristik yang

sama kinerja keseluruhan di FIT. Jumlah sampel kotoran diajukan untuk FIT dapat

mempengaruhi sensitivitas klinis dan spesifisitas metodologi. Metodologi ini dapat diadaptasi

untuk membaca tes otomatis dan melaporkan hasil kuantitatif, yang merupakan faktor potensial

dalam desain dari skrining widescale. Strategi. FOBT mungkin memiliki peran dalam memantau

kondisi pencernaan seperti kolitis ulserativa.

2. Bangku tes guaiac untuk darah tinja okultisme (gFOBT): - Uji bangku guaiac melibatkan

mengolesi beberapa kotoran pada beberapa kertas penyerap yang telah diperlakukan dengan

bahan kimia yang. Hidrogen peroksida kemudian jatuh di atas kertas, jika jumlah jejak darah

yang hadir, kertas akan berubah warna dalam satu atau dua detik. Metode ini bekerja sebagai

komponen heme dalam hemoglobin memiliki efek peroksidase-seperti, cepat mogok hidrogen

peroksida. Dalam beberapa pengaturan seperti lambung atau usus proksimal perdarahan atas

18

Page 19: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

metode guaiac mungkin lebih sensitif dibandingkan dengan tes mendeteksi globin karena globin

dipecah dalam usus atas ke tingkat yang lebih besar daripada yang heme. Ada berbagai tes yang

tersedia secara komersial yang gFOBT telah dikategorikan sebagai sensitivitas rendah atau

tinggi, dan hanya tes sensitivitas tinggi sekarang direkomendasikan dalam skrining kanker usus

besar. Kinerja klinis yang optimal dari tes feses guaiac tergantung pada penyesuaian diet

persiapan.

3. Porfirin kuantifikasi tinja: - HemoQuant, tidak seperti gFOBT dan FIT, memungkinkan

kuantifikasi tepat hemoglobin, dan analitis divalidasi dengan jus lambung dan urin, serta sampel

tinja. Gugus heme dari hemoglobin utuh kimia dikonversi oleh asam oksalat dan oksalat besi

atau besi sulfat ke protoporfirin, dan isi porfirin dari kedua sampel asli dan dari sampel setelah

konversi hemoglobin untuk porfirin yang diukur oleh fluoresensi perbandingan terhadap standar

acuan; yang spesifisitas untuk hemoglobin meningkat dengan mengurangi fluoresensi dari

sampel kosong siap dengan asam sitrat untuk mengoreksi efek pembaur potensial yang ada non-

spesifik zat pengukuran kuantifikasi Precise telah sangat berguna dalam berbagai aplikasi

penelitian klinis.

4. Tes DNA tinja: - The PreGen-Plus tes ekstrak DNA manusia dari sampel tinja dan tes untuk

perubahan yang telah dikaitkan dengan kanker. Tes melihat perubahan DNA 23 individu,

termasuk 21 perubahan titik tertentu dalam APC, gen KRAS dan p53, serta pengujian BAT26,

gen yang terlibat dalam ketidakstabilan mikrosatelit (MSI) dan Integritas DNA milik Assay

(DIA).

d. Bagaiman cara penularan dari cacing tambang/hookworm?

Jawab: Port d’antree dari cacing tambang adalah melalui dua cara, yaitu secara langsung (larva

rabditiform menembus kulit) dan secara tidak langsung (telur infektif / telur matang tertelan

melewati mulut).

e.Bagaimana perbedaan gejala klinis dari orang yang terinfeksi oleh cacing Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale?

Jawab:

19

Page 20: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Necator Americanus

Ketika cacing dewasa melekat ke villi usus halus, mereka mengisap darah inang, yang mungkin menyebabkan nyeri abdomen, diare, kejang, dan kehilangan berat badan yang dapat menimbulkan anorexia. Infeksi berat akan menyebabkan defisiensi besi dan anemia hipokrom mikrositer. Infeksi dapat menyebabkan migrans larva kulit, penyakit kulit pada manusia, ditandai dengan pecah kulit dan gatal parah.

Ancylostoma Duodenale

Pada anak – anak dan orang dewasa yang berjalan dengan kaki telanjang, cacing tadmbang ini dapat berpenetrasi melalui telapak kaki dan menyebabkan lesi. Larva ini akan mulai matur dan bergerak menuju usus. Manusia yang terinfeksi akan menunjukkan gejala perdarahan usus, nyeri abdomen, anemia, severe diare, dan malnutrisi.

f. Bagaimana hubungan antara infeksi cacing hookworm dengan menstruasi berlebihan

dan berkepanjangan?

Jawab: Tidak ada hubungan.

g. Apa tujuan dari apusan darah tepi pada scenario ini?Mengapa perlu?

Jawab: Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain adalah menilai berbagai unsur sel

darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit, dan mencari adanya parasit seperti malaria

(Plasmodium), tripanosoma, microfilaria, dan lain sebagainya. Pemeriksaan darah tepi adalah

salah satu metode yang cukup mudah dilakukan dan melalui pemeriksaan ini dapat dilihat

gambaran anemia seseorang berdasarkan morfologinya, yang selanjutnya dapat digunakan

sebagai dasar untuk memperkirakan etiologi dari anemia tersebut.

E. Keterkaitan Antarmasalah

20

Gangguan hormonalSering berkebun

Umur

Page 21: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

F. Hipotesis

Ny. Mona, 41 tahun mengalami anemia et causa mesruasi berlebihan sejak 1,5 tahun lalu dan

cacingan..

G. Sintesis Masalah

1. ANEMIA

Menurut definisi anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normaljumlah SDM,

kuantitas hemoglobin, dan volume paced red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan

demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik

21

Perdarahan kronik

Menstruasi berlebihan

Anemia defisiensi besi

Cadangan Fe berkurang

Eritropoesis terganggu

Infeksi cacing tambang

Eritrosit: Anemia hipokrom mikrositer

Leukosit dan trombosit normal Symptom : nausea, palpitasi, dan lelah

Page 22: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan

konfirmasi labolatorium.

Salah satu tanda tersering dari anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan

dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk

mmemaksimalkan O2 ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran

mukosa mulut serta konjuntiva merupakan indikator yang baik untuk menilai kepucatan pada

anemia. Pada anemia juga dapat dijumpai takikardi dan bising jantung yang meningkat.

Jenis – jenis Anemia:

1. Anemi Mycrocitic hipochrom

Anemia myrocitic hipocrom adalah anemia dengan ciri ukuran sel darah merah lebih

kecil dari ukuran normal dan berwarna coklat, yang disebabkan kekurangan ion Fe sebagai

komponen hemoglobin. disertai dengan penurunan kuantitatif pada sintesa hemoglobin.

Patofisiologi simpanan zat besi habis, kadar serum menurun,dengan gejala klinis timbul karena

jumlah hemoglobin tidak adekuat untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Manifestasi

klinik pucat, fertigo keletihan, sakit kepala, depresi, takikardi,dan amenore.

1. Anemia Sel Sabit ( Anemia Haemolitic)

Anemi sel sabit bentuk anemi yang bersifat kronis dan bersifat bawaan dimana sebagian

atau seluruh hemoglobin normal diganti dengan hemoglobin abnormal. Penyebabnya bermacam-

macam yaitu: keturunan (herediter), erythroblastosis, malaria, autoimun dan karena bahan kimia

tertentu.

2. Anemia Megaloblastic

Anemia megaloplastic adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas

yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut yang dinamakan megaloblas.

Anemia megaloblas disebabkan oleh defisiensi B 12 , asam folat, gangguan metabolisme vitamin

B 12 dan asam folat, gangguan sintesis DNA akibat dari: defisiensi enzim congenital dan didapat

setelah pemberian obat sitostatik tertentu. Patofisiloginya defisiensi asam folat dan vitamin B 12

22

Page 23: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

jelas akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi ganggua maturasi inti sel dengan akibat

timbulnya sel-sel megaloblas.

3. Anemia Aplastic

Anemia aplastic pertama kali diperkenalkan oleh Enrich pada tahun 1988, Ia melaporkan

seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi, anemia berat, dan leucopenia,

pasien cepat meninggal. Anemia aplastic dapat disebakan oleh defisiensi absolute stem cell sum-

sum tulang atau accessory-helper cells, hambatan pada diferensiasi, supresi imun, kelainan

struma dan kelainan growth faktor. Penyebabnya adalah karena faktor genetic atau keturunan.

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari padanya

diturunkan menurut hukum Mendell.

Patogenesis Anemia

Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok

1. Anemia karena kehilangan darah

Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu banyaknya sesl-sel darah

merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari kecelakaan dimana perdarahan mendadak

dan banyak jumlahnya, yang disebut perdarahan ekternal Perdarahan dapat pula disebabkan

karena racun, obat-obatan atau racun binatang yang menyebabkan penekanan terhadap

pembuatan sel-sel darah merah. Selain itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi

sedikit tetapi terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran pencernaan,

peptic ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia.

2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah

Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena bibit penyakit atau

parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria atau cacing tambang, hal ini dapat

menyebabkan anemia hemolitik. Bila sel-sel darah merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di

dalam tidak hilang tetapi dapat digunakan kembali untuk membentuk sel- sel darah merah yang

baru dan pemberian zat besi pada anemia jenis ini kurang bermaanfaat. Sedangkan asam folat

23

Page 24: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

dirusak dan tidak dapat digunakan lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan

untuk pengobatan anemia hemolitik ini.

3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah

Sum-sum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama

cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang hilang, sehingga jumlah sel darah merah yang

dipertahankan selalu cukup banyak di dalam darah, dan untuk mempertahakannya diperlukan

cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi dalam jumlah yang cukup akan terjadi

gangguan pembentukan sel darah merah baru.

Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah, dapat timbul karena,

kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam pantotenat, vitamin B12, protein

kobalt, dan tiamin, yang kekurangannya biasa disebut “anemia gizi.” Selain itu juga kekurangan

eritrosit, infiltrasi sum-sum tulang, kelainan endokrin dan penyakit ginjal kronis dan sirosis hati.

Menurut Husaini (1998) anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi sangat umum

dijumpai di Indonesia.

D. Absorbsi Fe dan Faktor yang Mempengaruhinya

Proses yang komplek terjadi ketika zat besi diabsorbsi mulai dari masuknya makanan

hingga akhirnya masuk kedalam plasma. Besi yang masuk kedalam tubuh biasanya dalam bentuk

ferri (Fe3 + ). Besi dalam bentuk ini sulit untuk diserap tubuh, karena sulit larut dalam air jadi

harus dubah terlebih dahulu dalam bentuk ferro (Fe2 + ), sehingga diserap oleh sel-sel epitil

mukosa usus dan akhirnya diteruskan kedalam plasma.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi zat besi di dalam tubuh adalah:

Vitamin C adalah faktor yang mempermudah penyerapan zat besi, karena I dengan

pemberian vitamin C absorbsi zat besi lebih ditingkatkan. Zat besi diangkut melalui dinding usus

dalam senyawa dengan asam amino atau vitamin C yang terkandung dalam buah-buahan dan

sayur- sayuran. Selai vitamin C, protein juga merupakan senyawa yang mempermudah

penyerapan zat besi (Husaini 1998).

2. Faktor Penghambat Absorbsi Zat Besi

24

Page 25: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Zat besi yang bersenyawa dengan asam folat dan asam fitat membentuk senyawa yang

tidak mudah larut dalam air sehingga sulit untuk diabsorbsi. Asam folat dan asam fitrat banyak

terdapat dalam bahan makanan tumbuh-tumbuhan misalnya sereali

3. Faktor Host

Faktor Host adalah faktor-faktor yang terdapat dalam tubuh manusia sendiri yang ikut

menentukan absorbsi besi. Ada tiga faktor penting yang turut menentukan absorbsi besi yaitu

jumlah zat besi yang disimpan dalam tubuh, keaktifan sum-sum tulang dan kondisi pencernaan.

Apabila simpanan zat besi dan sumsum tulang sedang aktif membentuk sel-sel darah merah,

maka badan akan menyesuaikan dengan membuat semua kegiatan pencernaan dan absorbsi

menjadi efisien, sehingga lebih banyak zat besi yang dapat diserap. Hal ini terjadi pada anak

yang sedang dalam pertumbuhan dan pada ibu hamil. Wanita hamil absorbsi besi mencapai 20%,

dimungkinkan denganadanya isyarat dari sumsum tulang kepada sel mukosa usus untuk

meningkatkan kemampuan penyerapan zat besi karena sumsum tulang sedang membutuhkannya.

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi

untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya

mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai

oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan

konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

2.Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi

heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-

heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam

makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh

25

Page 26: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat

diserap di duodenum.

b. Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.

Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme

dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel

absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi

besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal

cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal

transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk

feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses

ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin).

Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.

Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk

kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1.

Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus (Zulaicha,

2009).

26

Page 27: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur

oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar 2.3).

Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel

absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator

dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.

c. Fase Korporeal

Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian

dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat

maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan

reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel

normoblas (Gambar 2.4).

Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin

(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu

pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin.

Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan

apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat

dipergunakan kembali.

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian

masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme.

Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan

hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi

chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk

heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero

ditengahnya (Murray, 2003).

3. Etiologi

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya

asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

27

Page 28: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,

divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

c. Saluran kemih: hematuria.

d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang)

atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan

kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama

kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium

(susu dan produk susu).

4. Patogenesis

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang

meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,

yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin

serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang

28

Page 29: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama

sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada

bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron

deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar

free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan

kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan

reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis

semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia

hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

Normal ADB Anemia penyakit kronik

Thalasemia

MCV 80 – 90 fl Menurun <70 fl Menurun/N MenurunMCH 27 – 31 pg Menurun Menurun/N MenurunBesi serum 50 – 150 μg/dL Menurun

<50 μg/dLMenurun Normal

TIBC 240 – 360 μg/dL Meningkat >360 μg/dL

Menurun Normal/Meningkat

Saturasi transferin

30 – 35% Menurun < 15%

Menurun/N10-20%

Meningkat>20%

Besi sumsum tulang

Positif Negatif Positif Positif kuat

FEP 15 – 18 μg/dL Meningkat >100 μg/dL

Meningkat Normal

Feritin serum

20 – 250 μg/dL Menurun <20 μg/dL

Normal Meningkat>50 μg/dL

Elektrofoesis Hb

Normal Normal Hb A2Meningkat

2. HOOKWORM

Pengertian Infeksi Cacing Tambang

Infeksi cacing tambang pada manusia terutama disebabkan oleh Ancylostoma duodenale

(A. duodenale) dan Necator americanus (N. americanus).18) Kedua spesies ini termasuk dalam

famili Strongyloidae dari filum Nematoda.19) Selain kedua spesies tesebut, dilaporkan juga

infeksi zoonosis oleh A. braziliense dan A. caninum yang ditemukan pada berbagai jenis

29

Page 30: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

karnivora dengan manifestasi klinik yang relatif lebih ringan, yaitu creeping eruption akibat

cutaneus larva migrans. Terdapat juga infeksi A. ceylanicum yang diduga menyebabkan enteritis

eosinofilik pada manusia.20) Diperkirakan terdapat 1 miliar orang di seluruh dunia yang

menderita infeksi cacing tambang dengan populasi penderita terbanyak di daerah tropis dan

subtropis, terutama di Asia dan subsahara Afrika. Infeksi N. americanus lebih luas

penyebarannya dibandingkan A. duodenale, dan spesies ini juga merupakan penyebab utama

infeksi cacing tambang di Indonesia.21)

Infeksi A. duodenale Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab

terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab

hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran

cerna. Anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia sangat merugikan proses tumbuh kembang

anak dan berperan besar dalam mengganggu kecerdasan anak usia sekolah.20) Penyakit akibat

cacing tambang lebih banyak didapatkan pada pria yang umumnya sebagai pekerja di keluarga.

Hal ini terjadi karena kemungkinan paparan yang lebih besar terhadap tanah terkontaminasi larva

cacing.22) Sampai saat ini infeksi cacing tambang masih merupakan salah satu penyakit tropis

terpenting. Penurunan produktifitas sebagai indikator beratnya gangguan penyakit ini. Dalam

kondisi infeksi berat, infeksi cacing tambang ini dapat menempati posisi di atas tripanosomiasis,

demam dengue, penyakit chagas, schisostomiasis dan lepra.23)

Taksonomi

Cacing tambang merupakan salah satu cacing usus yang termasuk dalam kelompok

cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil transmitted helminth) bersama dengan Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis.. Cacing ini termasuk dalam kelas

nematoda dari filum nemathelminthes. Famili Strongyloidae dari kelas nematoda terdiri atas dua

genus, yaitu genus Ancylostoma dan genus Necator. Dari genus Ancylostoma dapat ditemukan

Ancylostoma duodenale, Ancylostoma caninum, Ancylostoma brazilliensis dan Ancylostoma

ceylanicum. Sedangkan dari genus Necator dapat ditemukan Necator americanus. Taksonomi

cacing tambang secara lengkap diuraikan sebagai berikut.24)

Sub Kingdom : Metazoa

Phylum : Nemathelminthes

30

Page 31: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Phasmidia

Ordo : Rhabtidia

Super Famili : Strongyloidea

Famili : Strongyloidae

Genus : Ancylostoma, Necator

Spesies : • Ancylostoma duodenale,

• Ancylostoma caninum,

• Ancylostoma brazilliensis,

• Ancylostoma ceylanicum,

• Necator americanus

Morfologi

Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang.

Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang dapat dibedakan terutama

karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa. Namun telur – telurnya tidak dapat

dibedakan. Telur – telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 μ x

36 – 40 μ. Bila baru dikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila

dikeluarkan bersama tinja sudah mengandung 4 – 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi

stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama).23)

31

Page 32: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Gambar 2.1. Cacing dewasa (a) Ancylostoma duodenale, (b) Necator americanus

Cacing tambang dewasa adalah nematoda yang kecil, seperti silindris. Bentuk kumparan

(fusiform) dan berwarna pulih keabu - abuan. Cacing betina ( 9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar

daripada yang jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N. americanus.

Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada ujung posterior terdapat bursa

kopulatrik yang dipakai untuk memegang cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N.

americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C.25)

Telur kedua cacing ini sulit dibedakan satu sama lainnya. Telur berbentuk lonjong atau

ellips dengan ukuran sekitar 65x40 mikron. Telur yang tidak berwarna ini memiliki dinding tipis

yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan empat blastomer. Telur cacing tambang

mempunyai ukuran 56 - 60 x 36 - 40 mikron berbentuk bulat lonjong, berdinding tipis.

Didalamnya terdapat 1- 4 sel telur dalam sediaan tinja segar. 26)

Gambar 2.2. Telur cacing tambang27

Terdapat dua stadium larva, yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan larva

filariform yang infektif. Larva rhabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250

mikron, sedangkan larva filariform yang bentuknya langsing, panjangnya kira-kira 600

mikron.26)

Patogenesis

Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan

dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus

cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam

kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan

perdarahan.

32

Page 33: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan pembuluh

darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor

faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang

dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut

akan keluar melalui saluran cerna.28) Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai

dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan

anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi

kehilangan darah sampai 200 ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal

kronik yang terjadi perlahanlahan. 22) Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing

tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing

dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale

menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus.28)

Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun

cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa

gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing

tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah.5)

Gejala Klinis

Anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang menyebabkan hambatan

pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pada wanita yang mengandung, anemia defisiensi besi

menyebabkan peningkatan mortalitas maternal, gangguan laktasi dan prematuritas. Infeksi

cacing tambang pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Diduga dapat terjadi transmisi vertikal larva filariform A. duodenale melalui air susu ibu.18)

Pada daerah subsahara Afrika sering terjadi infeksi campuran cacing tambang dan

malaria falsiparum. Diduga infeksi cacing tambang menyebabkan eksaserbasi anemia akibat

malaria falsiparum dan sebaliknya.20) Kebanyakan infeksi cacing tambang bersifat ringan

bahkan asimtomatik. Dalam 7-14 hari setelah infeksi terjadi ground itch. Pada fase awal, yaitu

fase migrasi larva, dapat terjadi nyeri tenggorokan, demam subfebril, batuk, pneumonia dan

pneumonitis. Kelainan paru-paru biasanya ringan kecuali pada infeksi berat, yaitu bila terdapat

lebih dari 200 cacing dewasa. Saat larva tertelan dapat terjadi gatal kerongkongan, suara serak,

mual, dan muntah. Pada fase selanjutnya, saat cacing dewasa berkembang biak dalam saluran

33

Page 34: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

cerna, timbul rasa nyeri perut yang sering tidak khas (abdominal discomfort). Karena cacing

tambang menghisap darah dan menyebabkan perdarahan kronik, maka dapat terjadi

hipoproteinemia yang bermanifestasi sebagai edema pada wajah, ekstremitas atau perut, bahkan

edema anasarka.28) Anemia defisiensi besi yang terjadi akibat infeksi cacing tambang selain

memiliki gejala dan tanda umum anemia, juga memiliki manifestasi khas seperti atrofi papil

lidah, telapak tangan berwarna jerami, serta kuku sendok. Juga terjadi pengurangan kapasitas

kerja, bahkan dapat terjadi gagal jantung akibat penyakit jantung anemia.19)

Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun

cacing dewasa. Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah timbulnya

rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, rasa gatal-gatal

semakin hebat dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi vesikuler

akan terbuka karena garukan. Gejala ruam papuloentematosa yang berkembang akan menjadi

vesikel. Ini diakibatkan oleh banyaknya larva filariform yang menembus kulit.

Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat

menyebabkan pneumonia yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut.23)

Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus,

gangguan gizi, dan kehilangan darah.

1. Nekrosis jaringan usus, yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka oleh gigitan

cacing dewasa.

2. Gangguan gizi, penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama protein, bahkan

banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi.

3. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Di

samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus karena

sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Setiap ekor Necator americanus dapat

mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari, sedangkan setiap ekor

Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,24 cc per hari. Cacing dewasa

berpindah – pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami

perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada (1) jumlah cacing,

terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri; (2)

species cacing : seekor A duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5 x lebih

34

Page 35: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang

diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung

pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari ma-kanan.

Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit

cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan

keadaan gizi penderita.4)

Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu infeksi

ringan, sedang dan berat. Infeksi ringan ditandai dengan kehilangan darah yang dapat diatasi

tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.

Infeksi sedang ditandai dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita

kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mental kurang baik.

Sedangkan pada infeksi berat dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan

segala akibatnya.23)

Penyelidikan terhadap infeksi cacing tambang pada pekerja di beberapa tempat di Jawa

Barat dan di pinggir kota Jakarta, menunjukkan bahwa mereka semua termasuk golongan infeksi

berat dengan kadar hemoglobin berkisar antara 2,5 – l0,0 g % pada 17 penderita, defisiensi zat

besi terdapat pada semua penderita yang anemia. Disamping itu terdapat kelainan pada leukosit

yaitu hiparsegmentasi sel pada sebagian besar penderita yang diperiksa. Perubahan tersebut

disebabkan oleh difisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Penderita biasanya menjadi anemia

hipokrom mikrositer sehingga daya tahan tubuh bekerja menurun. Pada kasus infeksi akut yang

disertai jumlah cacing yang banyak, penderita mengalami lemah badan, nausea, sakit perut, lesu,

pucat, dan kadang-kadang disertai diare dengan tinja berwarna merah sampai hitam tergantung

jumlah darah yang keluar.

Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak jumlahnya banyak maka dapat

mengakibatkan gejala hebat dan dapat menyebabkan kematian.23) Gejala klinis sering

dihubungkan dengan jumlah telur yang ditemukan dalam tinja. Di laboratorium dapat diketahui

dengan metoda hitung telur per mg (miligram) tinja. Apabila ditemukan 5 per mg tinja, belum

ada gejala yang berarti tetapi apabila lebih besar dari 20 per mg tinja, mulai ada korelasinya

dengan gejala yang ditimbulkan dan apabila ditemukan 50 per mg atau lebih, keadaan

penderita sudah mengarah ke infeksi berat.23)

35

Page 36: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Tabel 2.1. Hubungan tingkat infeksi dengan jumlah telur cacing tambang23)

Tingkat infeksi Jumlah telur per gram tinja

Sangat ringan 100 – 899

Ringan 700 – 595

Sedang 2600 – 12.599

Berat 12.600 – 24.000

Sangat berat > 25.000

Respons Imun Terhadap Infeksi Cacing Tambang

Respon imun dari tubuh manusia sebagai host definitif tergantung dari stadium cacing

tambang yang menginfeksi.

a. Terhadap larva filariform

Saat menembus kulit, larva filariform melepaskan bagian luar kutikula dan mensekresi

berbagai enzim yang mempermudah migrasinya. Pada proses ini banyak larva yang mati dan

mengakibatkan pelepasan berbagai molekul imunoreaktif oleh tubuh. Saat memasuki sirkulasi,

terutama sirkulasi paru-paru, larva filariform menghasilkan berbagai antigen yang bereaksi

dengan system imun peparu dan menyebabkan penembusan sejumlah kecil alveoli. Pada infeksi

zoonotik (melalui vektor), terjadi creeping eruption atau ground itch akibat terperangkapnya

larva dalam lapisan kulit, yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe I (alergi). Jumlah larva

yang masuk ke sirkulasi jauh lebih banyak dari yang berdiam di kulit. Pada infeksi antropofilik

(langsung pada manusia) tidak terjadi kumpulan larva di kulit.19) Antibodi humoral terhadap N.

americanus hanya reaktif terhadap lapisan dalam kutikula, hal ini menjelaskan mengenai

minimnya reaksi kulit terhadap parasit ini. Antibodi yang berperan ialah Imunoglobulin M

(IgM), IgG1 dan IgE. Yang paling spesifik ialah IgE yang bersifat cross reactive. Diduga reaksi

hipersensitivitas tipe II (antibody dependent cell mediated cytotoxicity) juga berperan disini.20)

Sistem kekebalan seluler pada infeksi cacing tambang terutama dilakukan oleh eosinofil.

Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil darah tepi. Eosinofil melepaskan superoksida

yang dapat membunuh larva filariform. Jumlah eosinofil makin meningkat saat larva

berkembang menjadi bentuk dewasa (cacing) di saluran cerna. Sistem komplemen berperan

36

Page 37: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

dalam perlekatan larva pada eosinofil.29) Bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa eosinofil

lebih berperan dalam membunuh larva filariform, bukan terhadap bentuk dewasa. Interleukin-5

(IL-5) yang berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil meningkat pada infeksi larva

yang diinokulasikan pada tikus percobaan. Pada manusia hal tersebut belum terbukti.19)

b. Respons terhadap infeksi cacing tambang dewasa

Respons humoral dilakukan oleh IgG1, IgG4 dan IgE, yang dikontrol oleh pelepasan

sitokin pengatur sel Th2. Sitokin yang utama, ialah IL-4. Pada percobaan, setelah 1 tahun

pemberian terapi terhadap infeksi N. americanus, didapatkan bahwa kadar IgG terus menurun

sementara kadar IgM dapat meningkat kembali meskipun tidak setinggi seperti sebelum

dilakukan terapi.

Di sini kadar IgE hanya menurun sedikit, sedangkan kadar IgA dan IgD meningkat

setelah 2 tahun pasca terapi. Para pakar menyimpulkan bahwa dibutuhkan lebih sedikit paparan

antigen untuk meningkatkan IgE, IgA dan IgD dibandingkan untuk meningkatkan IgG dan IgM.

Selain itu disimpulkan bahwa kadar IgG dan IgM merupakan indikator terbaik untuk infeksi

cacing tambang dewasa dan untuk menilai efikasi pengobatan. Hanya sedikit bukti yang

menyatakan bahwa kadar antibodi berhubungan dengan imunoproteksi terhadap infeksi cacing

tambang dewasa.3) Sitokin perangsang sel T helper 2 (Th2), yaitu IL-4, IL-5 dan IL-13 yang

merangsang sintesis IgE, merupakan sitokin yang predominan, sedangkan sitokin perangsang sel

Th1 seperti interferon yang menghambat produksi IgE, lebih sedikit ditemukan. Para peneliti

membuktikan bahwa IgE lebih sensitif untuk menentukan adanya infeksi baik infeksi larva

maupun cacing tambang dewasa, sedangkan IgG4 lebih spesifik sebagai marker infeksi cacing

dewasa N. americanus. Pada infeksi A. caninum, ternyata IgE lebih spesifik dibandingkan

IgG4.20) Peran IgG4 belum diketahui sepenuhnya. Kemungkinan IgG4 berperan menghambat

respons imun dengan inhibisi kompetitif terhadap mekanisme kekebalan tubuh yang dimediasi

oleg IgE, misalnya aktivasi sel mast. Imunoglobulin G4 tidak mengikat komplemen dan hanya

mengikat reseptor Fc-g secara lemah. Pada infeksi cacing tambang didapatkan fenomena

pembentukan autoantibody IgG terhadap IgE.3 Respons imun seluler terhadap infeksi cacing

tambang dewasa adalah terutama oleh adanya respons sel Th2 yang mengatur produksi IgE dan

menyebabkan eosinofilia. Terjadinya eosinofilia dimulai segera setelah L3 menembus kulit

dengan puncak pada hari ke 38 sampai hari ke 64 setelah infeksi. Sel mast yang terdegradasi

37

Page 38: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

akibat pengaruh IgE melepaskan berbagai protease terhadap kutikula kolagen N. americanus.

Selain itu terjadi pelepasan neutralizing antibody terhadap IL-9, yang akan menghambat

perusakan sel mast oleh enzim mast cells protease I. Cacing tambang tampaknya lebih tahan

terhadap reaksi inflamasi dibandingkan dengan family nematoda lainnya.29)

c. Bentuk larva hipobiosis

Pada infeksi A. duodenale dapat terjadi bentuk hipobiosis di mana terjadi penghentian

pertumbuhan larva pada jaringan otot. Pada waktu tertentu, misalnya saat mulai bersinarnya

bulan ini, merupakan saat yang optimal untuk pelepasan larva A. doudenale. Penyebab fenomena

tersebut tidak diketahui. Pada bentuk hipobiosis pelepasan telur cacing melalui feses baru terjadi

40 minggu setelah masuknya larva A. duodenale melalui kulit.

Fenomena ini juga terjadi pada infeksi A. caninum pada anjing. Bukti-bukti menunjukkan

bahwa aktivasi bentuk hipobiosis pada akhir kehamilan yang berakhir dengan penularan

transmamaria/transplasental dari A. duodenale.19) Proteksi sistem imun terhadap infeksi cacing

tambang, tidak terdapat bukti yang jelas mengenai proteksi imunologis tubuh terhadap infeksi

cacing tambang. Beberapa penelitian di Papua New Guinea menunjukkan bahwa penderita yang

memiliki titer IgE lebih tinggi, lebih jarang mengalami reinfeksi N. americanus.29)

Diagnosis Cacing Tambang

Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan

epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita

sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan

kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya.

Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-

4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE.

Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan

mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale.

Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter

paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis antara infeksi

larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis.30)

Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan dan dapat menemukan

38

Page 39: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Tanda-tanda anemia defisiensi besi

yang sering dijumpai adalah anemia mikrositik hipokrom, kadar besi serum yang rendah, kadar

total iron binding capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab anemia hipokrom

mikrositer lainnya. Dapat ditemukan peningkatan IgE dan IgG4, tetapi pemeriksaan IgG4 tidak

direkomendasikan karena tinggi biayanya.31)

Hal-hal penting pada pemeriksaan laboratorium, diantaranya adalah telur cacing tambang

yang ditemukan dalam tinja sering dikacaukan oleh telur A. lumbricoides yang berbentuk

dekortikasi. Tinja yang dibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di

dalamnya akan berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform

cacing tambang harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus (melalui

pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan

permanen dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah.32)

Siklus Biologis Cacing Tambang

Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-13 mm.

Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host) dan mengalami

pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang

selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya

menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai

larva filariform. Proses perubahan telur sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam.19)

Larva filariform kemudian menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan

dapat juga menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan larva

filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di bawah kulit (subdermal).

Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan

eritematus yang disebut sebagai ground itch.30) Dalam 10 hari setelah penetrasi perkutan, terjadi

migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi ventrikel kanan. Larva kemudian

memasuki parenkim paruparu lalu naik ke saluran nafas sampai di trakea, dibatukkan, dan

tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu bersarang terutama pada daerah 1/3 proksimal usus

halus. Pematangan larva menjadi cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit

oleh larva sampai terjadinya cacing dewasa memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan

39

Page 40: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

betina berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan

dikeluarkan bersama dengan feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama terjadi

pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan lembab dengan suhu antara 23-33o C. Penularan

A. Duodenale selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal, akibat

kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk penularan melalui hewan vektor

(zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A. brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing

dan anjing juga menularkan A. ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan

vektor tersebut tidak mengalami maturasi dalam usus manusia.20) Cacing N. americanus dewasa

dapat memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun,

sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1

tahun.22)

Gambar 2.3. Siklus biologis cacing tambang 20)

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif keluar bersama

tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform yang

infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan jantung

kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva masuk ke laring

dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 4 minggu.26)

Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada beberapa faktor, antara lain

umur,"wormload," lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Penyakit cacing tambang

menahun dapat dibagi dalam tiga golongan :

40

Page 41: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

I. Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun

penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.

II. Infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita

kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang

baik.

III. Infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan

segala akibatnya.

Faktor Infeksi Kecacingan Sebagai Penyebab Anemia.

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan

di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai

negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti

infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing

tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh (10).

Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing

tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan

besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi (10).

Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing.

terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan

darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja.

Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang

banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia (7).

Perdarahan itu terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat

perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam

perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat

karena turn over sel epithel usus sangat cepat (10).

Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi

yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri . walaupun ini

masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan

infeksi cacing ini (10.7).

41

Page 42: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Untuk mengetahui banyaknya cacing tambang didalam usus dapat dilakukan dengan

menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/ gram

tinja. berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang didalam perut dan dapat menyebabkan darah

yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah

berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada

kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat

(7,10).

Pengaruh Infeksi Ascaris lumbricoides terhadap Absorbsi Zat Gizi

Cacing dewasa Ascaris lumbricoides pada umumnya tidak menimbulkan kelainan,

kecuali pada infeksi berat. Sejumlah cacing akan menghambat mukosa usus halus, akan

menghambat absorbsi zat-zat gizi ke dalam jaringan tubuh. Akibat infeksi cacing tersebut bentuk

mukosa berubah dan kelainan patologik akan hilang setelah diberikan antelmitik. Secara

mekanik cacing tersebut juga dapat merusak usus.

1. Gangguan Absorbsi Protein

Cacing Ascaris lumbricoides di dalam usus menyebabkan hiperperistaltik, sehingga dapat

menimbulkan diare. Akibat diare akan terjadi keseimbangan protein yang negative dan asam-

asam amino dilepaskan dari otot dan jaringan tepi. Proses ini dapat berlangsung selama beberapa

hari, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sekitar 7% protein yang terdapat dalam

diet akan hilang dengan terjadinnya infeksi Ascaris lumbricoides dari sedang sampai berat.

2. Gangguan Absorbsi Karbohidrat

Apabila cacing Ascaris lumbricoides dikeringkan dan ditimbang, 24% dari pada angka

tersebut adalah glikogen yang terdapat dalam tubuh cacing, ini menunjukkan adanya kelainan

metabolisme laktosa di dalam tubuh. Juga ditemukan lebih banyak hidrigen (H) dalam

pernapasan dan kenaikan glukosa plasma yang kurang pada anak-anak terinfeksi Ascaris

lumbricoides. Pada anak-anak penderita askariosis, enzim laktosa kurang terabsorbsi dan

menghasilkan gas Hidrogen dalam pernapasan. Pada anak-anak terinfeksi Ascaris lumbricoides

juga ditemukan steatore ringan, sekitar 10,8% dari berat cacing terdiri dari lemak.

3. Gangguan Absorbsi Vitamin

42

Page 43: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Absorbsi vitamin A diteliti pada 29 anak penderita askariosis dibandingkan dengan anak

sehat, ditemukan mal-absorbsi vitamin A pada 70% penderita askariosis. Kasus askariosis di

masyarakat yang disertai dengan vitamin A yang sedikit di dalam makanannya, memberikan

peluang terjadinya defisiensi vitamin A yang secara klinik seperti hemeralopia dan seroftalmi.

Jumlah vitamin A dan karotin pada penderita askariosis dengan dan tanpa hemeralopia, sedikit

lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak cacingan.

Pengaruh Infeksi Cacing Tambang terhadap Anemia, Defisiensi Zat Besi dan Kekurangan

Protein

Penyakit yang disebabkan cacig tambang (Ankilostomiosis dan Nekatoriosis) pada

hakekatnya merupakan penyakit infeksi menahun (kronik), dan biasanya orang yang terinfeksi

cacing ini sering tidak menunjukkan gejala akut. Pada anak-anak dengan infeksi berat, dapat

mengakibatkan kemunduran fisik dan mental. Tinja penderita mengandung sejumlah darah atau

kadang-kadang darah yang tidak bisa dilihat mata biasa (occult blood) dengan mudah dapat

ditemukan. Apabila diperhatikan dari segi hematology, biokimia, gejala dan terapinya, maka

anemia yang disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

tergolong anemia defisiensi besi. Di daerah tropik kadang-kadang anemia yang disebabkan oleh

infeksi cacing tambang dapat bersifat dimorfik, karena selain ada defisiensi besi juga terjadi

defisiensi zat-zat lainnya (Brown, 1994).

1. Metabolisme Zat Besi

Pola metabolisme pada anemia yang disebabkan infeksi cacing tambang adalah sama

dengan pola metabolisme pada anemia yang di sebabkan oleh terjadinya perdarahan usus secara

menahun dan anemia hipokrom menahun pada perdarahan. Perbedaan patogenitas antara A.

duodenale dan N. americanus dapat terjadi adanya kehilangan jumlah darah yang berbeda.

Kebiasan cacing yang berpindah-pindah tempat dalam usus menye-babkan lebih banyak tempat

di usus yang mengeluarkan darah. Seekor cacing N. americanus dapat menyebabkan kekurangan

darah 0,1 cc perhari, sedangkan A. duodenale sampai 0,34 cc perhari (Gercia and Bruckner,

1998).

43

Page 44: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

2. Perdarahan dapat Menghilangkan Zat Besi dan Protein

Dalam 10 ml darah mengandung lebih dari 750 mg protein dan 5 mg besi, aka tetapi

kadar protein di dalam plasma hanya akan berkurang pada kasus-kasus yang berat. Jumlah darah

yang hilang karena infeksi cacing tambang tergantung dari berat atau ringannya infeksi. Makin

berat infeksi semakin rendah kadar hemoglobin (Hb) dalam darah (Gandahusada, dkk.2005).

Teori mengenai sebab terjadinya anemia yang di sebabkan infeksi cacing tambang terjadi sebagai

perdarahan usus yang terjadi pada waktu cacing tambang mengisap darah di dalam usus, dari

dahulu para ahli menganggap sebagai penyebab terjadinya anemia, kemudian diajukan teori-teori

lain seperti teori toksin oleh Loos dan Ashford, teori malnutrisi, teori hemolisis dan teori

perdarahan. Pada kasus anemia yang disebabkan infeksi cacing tambang, kadang-kadang

ditemukan eritropoiesis yang berkurang. Kadar vitamin B-12 di dalam serum lebih rendah pada

kasus anemia yang disebabkan cacing tambang, yaitu 130-160 % pada kasus infeksi berat dan

179 % pada infeksi ringan, sedangkan pada kasus anemia defisiensi besi lainnya rata-rata 232 ug

%.

Pengaruh Infeksi Trichuris trichiura Terhadap Gizi dan Anemia

Untuk mengambil makanan cacing Trichuris trichiura memasukkan tubuh bagian

interiornya ke dalam mukosa usus hospes. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di dalam usus

manusia (Faust et al, 1990). Kerusakan mekanik pada bagian kolon disebabkan oleh kepala

cacing yang masuk ke dalam epitel, tidak dijumpai peradangan kolon yang difus, apabila terjadi

disentri, mukosa menjadi sembab dan rapuh.

Dalam masyarakat, infeksi cacing T. trichiura dengan gejala ringan tidak banyak

menimbulkan perhatian. Pada infeksi berat dengan diare yang terus menerus dengan darah di

dalam tinja. Adanya kasus diare yang sedang berlangsung selama berbulan-bulan menyebabkan

pertumbuhan anak tidak memuaskan, berat badan berkurang dan tidak sesuai dengan umur

(Margono, 2001).

Pada kasus infeksi berat, dapat menimbulkan intoksikasi sistemik dan di ikuti anemia

yang dapat menyertai infeksi dengan kadar Hb 3 mg per 100 ml darah. Rupanya cacing ini juga

mengisap darah hospes, perdarahan dapat terjadi pada tempat melekatnya, kira-kira 0,005 ml

darah setiap hari terbuang akibat di isap oleh se ekor cacing ini (Brown, 1993). Berbagai

44

Page 45: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

gangguan tersebut di atas, ternyata dapat mengakibatkan pula gangguan kognitif secara tidak

langsung. Dilaporkan oleh Hadidjaya (1996) bahwa gangguan kognitif bisa terjadi secara

langsung, ia menemukan terdapat hubungan kausal antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides

dengan fungsi kognitif. Penelitian Nokes, dkk. (1998) melakukan tes kognitif terhadap anak-anak

usia sekolah (9-12 tahun) yang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dari sedang sampai berat.

Hasil tes menunjukkan penurunan kandungan cacing cenderung secara bermakna dapat

meningkatkan daya ingat dan pendengaran. Jadi ada hubungan kausal antara anak usia sekolah

yang terinfeksi cacing dengan kemampuan kognitifnya.

Mohammad (2004) menggunakan TONI-tes (tes non verbal intelligence) untuk melihat

gangguan fungsi kognitif anak-anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura dari sedang sampai berat pada anak-anak Sekolah Dasar di daerah pedesaan Trengganu

(Malaysia), ternyata intensitas penyakit cacingan tersebut mempunyai pengaruh bermakna

terhadap kemampuan anak dalam memecahkan masalah.

Di Indonesia prevalensi infeksi A. lumbricoides 71 %, T. trichiura 80 % dan Cacing

tambang 40 % pada anak-anak Sekolah Dasar. Adanya gangguan kognitif secara langsung

maupun tidak langsung pada penderita infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah,

menunjukkan bahwa mutu sumber daya manusia di Indonesia paling sedikit 65 % terganggu.

Upaya pemberantasan penyakit cacingan secara berkesinambungan, dapat menurunkan bahkan

mungkin menghilangkan sama sekali infeksi cacing di masyarakat. Dengan upaya ini diharapkan

mutu sumber daya manusia masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan.

3. MENSTRUASI

Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah

ovulasi (Bobak, 2004)

Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan

endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,

hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran

reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya

45

Page 46: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus

menstruasi (Greenspan, 1998).

Siklus Menstruasi

1) Gambaran klinis menstruasi

Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan menstruasi terjadi setiap

25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang

waktu antara awal menstruasi hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus yang

diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan

menstruasi – fase luteal – relatif konstan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita

(Grenspan, 1998).

46

Page 47: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6

hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi

terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang

banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu

besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah

menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam

endometrium.

Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode

menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb

normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29

mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk

setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Cunningham, 1995).

2) Aspek hormonal selama siklus menstruasi

Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan berbagai organ, yaitu

uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya

sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan, koordinasi yang disebut hormon.

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam

peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon

yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah ;

a) Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis :

o Luteinizing Hormon (LH)

o Folikel Stimulating Hormon (FSH)

o Prolaktin Releasing Hormon (PRH)

b) Steroid ovarium

Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang

dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui

pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-

hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium.

3) Fase-fase dalam siklus menstruasi

47

Page 48: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-

fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium,

dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :

a) Fase menstruasi atau deskuamasi

Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan

lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.

b) Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi

Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi ini mulai sejak

fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4 hari.

c) Fase intermenstum atau fase proliferasi

Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ± 3,5 mm. Fase ini

berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.

Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

o Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali dari epitel

permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel.

o Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk

transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi.

o Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenali

dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis.

d) Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap

tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan

getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur

yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi.

Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :

o Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena

kehilangan cairan.

48

Page 49: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

o Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih

berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak.

Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di

seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah,

1997).

4) Mekanisme siklus menstruasi

Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru.

Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai mencapai kadar 5 ng/ml (atau setara dengan 10

mUI/ml), dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini

menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-menerus pada

akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol

mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran

gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai

puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali

menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml,

dan FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.

Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan mulai

pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini dimulailah

pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar

progesteron, sedangkan gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut

tidak selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita

yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase

luteal.

Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus

menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan

terutama dari folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal

dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler.

Produksi estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Jacoeb, 1994).

49

Page 50: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

50

Page 51: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

4. ERITROPOESIS

1. Definisi Eritropoesis

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di

limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

(Dorland edisi 31)

2. Mekanisme Eritropoesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini

kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk

selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni

eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan

rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah

matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel

ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan

hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan

menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

3. Sel Seri Eritropoesis

Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel

eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan

51

Page 52: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran

sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum

tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan

kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit

mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit

kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 %

dari seluruh sel berinti.

Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak

daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil

daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena

kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin,

tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa

normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini

kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih

banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari

RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,

masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini

berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses

maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen

52

Page 53: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit

polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan

supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam

eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang

kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom

ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-

2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5

% retikulosit.

Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8

um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan

pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin.

Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit

adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak

dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma,

gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

53

Page 54: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi

di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis

ekstra meduler

4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya

keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,

karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah

eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.

Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru

diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang

sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi,

asam amino dan vitamin B tertentu.

• Hormonal Control

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin

( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.

Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan

eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi besi )

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.

54

Page 55: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,

sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke

jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin

dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum

tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone

yang akan mengaktifkan sumsum tulang.

Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex

wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita

lebih rendah daripada pria.

• Eritropoeitin

- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.

55

Page 56: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke

dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan

pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan

penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi

eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah

melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus

berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1

- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan

mengatur pembentukan eritrosit.

5. METABOLISME BESI

Jumlah zat besi di dalam tubuh orang dewasa sehat adalah lebih kurang sebanyak 4 gram.

Sebagian besar yaitu 2,5 gram berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin. Zat besi

yang terdapat di dalam pigmen pada otot disebut myoglobin yang berfungsi untuk menangkap

dan memberikan oksigen. Enzim intraselluler yang disebut phorphyrin juga mengandung zat

besi. Enzim lain yang terpenting diantaranya adalah cytochrome yang selalu banyak terdapat di

dalam sel. Pada orang yang sehat. sebagian zat besi yaitu lebih kurang 1 gram disimpan didalam

hati yang berikatan dengan protein yang disebut ferritin (7). Didalam tubuh zat besi mempunyai

fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen yang

berada dalam bentuk hemoglobin. myoglobin atau cytochrome. Untuk memenuhi kebutuhan

guna pembentukan hemoglobin. sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah

akan dimanfaatkan kembali. kemudian baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh

melalui makanan (5).

Keseimbangan zat besi di dalam tubuh perlu dipertahankan yaitu jumlah zat besi yang

dikeluarkan dari tubuh sarna dengan jumlah zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan. Bila zat

besi dari makanan tidak mencukupi. maka dalam waktu lama akan mengakibatkan anemia. Sel-

56

Page 57: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

sel darah merah berumur 120 hari. jadi sesudah 120 hari sel-sel darah merah mati. dan diganti

dengan yang baru. Proses penggantian sel darah merah dengan sel-sel darah merah baru disebut

turn over (6.7).

Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus

didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel-

sel darah merah yang tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh

sum-sum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari

penghancuran sel-sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran

pencernaan dan air kencing.

Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (7). Senyawa

zat besi dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua bagian. yaitu:

a). Yang berfungsi untuk keperluan metabolik dan; b). Yang berbentuk simpanan atau reserve.

Yang termasuk bagian pertama adalah hemoglobin. myoglobin dan cytochrom dan beberapa zat

besi lainnya yang berikatan dengan protein. Senyawa ini berfungsi sebagai transport. menyimpan

dan menggunakan oksigen. Senyawa zat besi dalam reserve ini berfungsi mempertahankan

keseimbangan homeostatis. Apabila konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, maka zat besi

dari ferritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan produksi hemoglobin yang

normal (7).

57

Page 58: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Kesimpulan

Ny. Mona, 41 tahun, mengalami anemia defisiensi besi disebabkan oleh menstruasi yang

berlebihan dan berkepanjangan dan infeksi cacing tambang.

58

Page 59: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

Usia

Gangguan hormonal

Hiperplasi endometrium

Fase luteal memendek

Menstruasi excessive dan prolonged

Perdarahankronik

Cadangan Fe turun

Gangguaneritropoiesis

Anemia defisiensi Fe

hipoksiajaringan

kompensasiatrofimukosalambungenergyturunmetabolismanaerob

pucat HR naik

palpitasi

HClturun

pencernaantidak normal

nausea

LemahAsamlaktat

Lelah

Koilonikiacheilitis

gangguan myoglobin, enzimgliserofosfatoksi

dase

KERANGKA KONSEP

59

Page 60: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).

Buku Patologi Klinik penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Ed IV penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi

Dorland, W.A. Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.

Fifendy, M. 2011. Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui

Tanah. Padang: FMIPA UNP. Available at: http://fmipa.unp.ac.id/artikel-129-gangguan-

fungsi-kognitif-akibat-infeksi-cacing--yang-ditularkan-melalui-tanah.html. Access on 26

Desember 2012.

Guyton, Arthur C. dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Harmening, Denise. (2009). Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. F.A. Davis

Iseelbacher, dkk. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2000. Jakarta : EGC

Jantung Berdebar, Apa yang Dapat Anda Lakukan?. 2010. Majalah Kesehatan. Available at:

http://majalahkesehatan.com/jantung-berdebar-apa-yang-dapat-anda-lakukan/. Access on:

26 Desember 2012.

Mayo Clinic Staff. Heart Palpitations. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/heart-

palpitations/DS01139/DSECTION=risk-factors . Access on 26 Desember 2012.

Patologi Umum dan Khusus UI Edisi 5

Price, Sylvia Anderson, Loraine McCarty Wilson.2005.Patofisiologi:konsep klinis proses-proses

penyakit.Jakarta:EGC.

Tortora, Gerard J; and Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and Physiology Twelf

Edition. Djvu

Wijaya, Yoppy. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi.pdf

http://bidandesa.com/7-jenis-anemia-dalam-kehamilan.html

http://pushtop.blogspot.com/2012/05/jenis-anemia-dan-penyebabnya.html

60

Page 61: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

http://www.psychologymania.com/2012/09/sediaan-apus-darah-tepi.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Fecal_occult_blood

http://vetgator.com/berbagai-metode-pemeriksaan-parasit/

http://obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id

61

Page 62: Skenario B Blok 13 Tahun 2012

62