sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · web viewkonferensi ini...

20
Laporan Konferensi Bali Hak Asasi Manusia dan Agribisnis di Asia Tenggara Diselenggarakan oleh: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) didukung oleh: Sawit Watch Forest Peoples Programme Rights and Resources Initiative Samdhana Institute Centre for Peoples and Forests

Upload: others

Post on 22-Feb-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Laporan Konferensi Bali

Hak Asasi Manusia dan Agribisnis di Asia Tenggara

Diselenggarakan oleh:

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia(Komnas HAM RI)

didukung oleh:

Sawit Watch Forest Peoples Programme

Rights and Resources InitiativeSamdhana Institute

Centre for Peoples and Forests

Hotel Santika Premiere Beach Resort KutaBali, 28 November – 1 Desember 2011

Page 2: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

1. Latar belakangAwalnya merupakan agenda bersama masyarakat sipil yang tergabung dalam Nature and Poverty Alliance (NPA IUCN Partner) dengan Sawit Watch, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Sahabat Alam Malaysia (Friends of the Earth Malaysia). Tujuan kerjasama sinergis ini adalah untuk mendorong penghormatan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia oleh binis pertanian (agribisnis) sektor perkebunan kelapa sawit khususnya operasi dan investasi Malaysia dalam industri sawit Indonesia. Kegiatan yang dilaksanakan adalah investigasi dan dokumentasi kasus perusahaan Malaysia di Indonesia, lobby Malaysia ABC, dialog resolusi kasus, kunjungan parlemen, komisi hak asasi manusia (SUHAKAM), dan konferensi pers.1

Aliansi bersama ini terus dilanjutkan meskipun NPA secara programatik tidak lagi dengan terus berupaya mengusung agenda bersama mendorong adanya standar regional (code of conduct) ditingkat ASEAN masalah investasi dan operasi yang berdampak terhadap hak asasi manusia di ASEAN. Kendati ada perdebatan antar kebutuhan akan aturan mengikat atau kode etik tapi keduanya mengarah pada standar regional yang mendorong perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Disisi lain, hasil lobby dan kampanye bersama aliansi berhasil mendesak parapihak berupa keinginan untuk kerjasama melakukan pencarian fakta bersama ditingkat parlemen dan kerjasama konkrit oleh SUHAKAM dan KOMNAS HAM. Malaysian Palm Oil Association, Malaysian Palm Oil Board dan Malaysian Palm Oil Council (Malaysia ABC) menyatakan sudah ada RSPO sebagai platform mendorong minyak sawit berkelanjutan.

Beberapa pertemuan termasuk workshop nasional bersama di KOMNAS HAM, Sawit Watch dan WALHI menyampaikan hasil dan tujuan mendesak untuk mendorong lahirnya upaya perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia yang lebih luas. Untuk mendukung kerja advokasi regional tersebut, Sawit Watch dan Forest Peoples Programme melaksanakan lokakarya di Thailand dan Philippines untuk menggali realitas dan gambaran kencenderungan ekspansi sawit dan implikasinya bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal dinegara produsen minyak sawit di ASEAN.2 Dalam workshop tersebut dipaparkan temuan penelitian (country study) oleh organisasi mitra di Thailand, Kamboja, Vietnam dan Philippines.3

Sambutan positif dari KOMNAS HAM dengan lahirnya gagasan menyelenggarakan pertemuan lembaga-lembaga komisi nasional hak asasi manusia di tingkat ASEAN bersama akademisi, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat adat.

2. Kerjasama penyelenggaraanKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI) didukung oleh Sawit Watch dan Forest Peoples Programme bersama Rights and Resources Initiative dan mitra Samdhana Institute dan Centre for Peoples and Forests (RECOFTC). Dukungan pendanaan oleh Rights and Resources Initiative dan 11.11.11 (triple eleven).

3. Pelaksanaan dan partisipasi kegiatan

1 June 2009. MEMORANDUM: ‘ISSUES SURROUNDING MALAYSIAN PALM OIL INVESTMENTS AND PLANTATION OPERATIONS IN INDONESIAN PALM OIL INDUSTRY’. Submitted by WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA and SAWIT WATCH

2 Workshops dilaksanakan di Bangkok 18-20 Agustus 2011 dan dilanjutkan pertemuan bersama NGO dan masyarakat korban di Cagayan de Oro, Philippines 21-23 Agustus 2011 menghadirkan peserta dari Papua New Guenia, Malaysia, Indonesia, Kamboja, dan Vietnam berbagi pengalaman masalah sawit dalam mendorong advokasi hak dan tenurial do Asia Tenggara.

3 July 2011. Oil Palm Expansion in South East Asia: Trends and implications for local communities and indigenous peoples

Page 3: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Konferensi ditangani penyelenggaraan: 1) Steering Committee (Nur Kholis (Komnas HAM), Norman Jiwan (Sawit Watch), dan Dr. Marcus Colchester (Forest Peoples Programme); dan 2) Organising Committee: Sastra Manjani ketua panitia (Komnas HAM), Elfansuri (Komnas HAM), Andri Djailani (Komnas HAM), Rahmawati Retno Winarni (Sawit Watch), Siswandhini (Sawit Watch), Ratri Kusumohartono (Sawit Watch), dan Sophie Chao (FPP). Minute-taker dilakukan oleh Sophie Cao, media relation oleh Intan Cinditiara4, dukungan dokumentasi dan personil teknis oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia khususnya WALHI Bali.

Peserta konferensi ini dihadiri secara aktif anggota komisioner hak asasi manusia dari Malaysia, Thailand, Philippines, Timor Leste, Kamboja, Vietnam, akademisi, pengacara, konsultan, anggota UN Permanent Forum on indigenous issues, peserta dari NGO Bali, nasional dan internasional, organisasi masyarakat adat, media masa Bali dan nasional.

4. Gambaran pelaksanaan konferensi

Hari pertama, 28 November 2011, konferensi dibuka dengan konferensi skype video jarak jauh dengan Oliver de Schutter, Pelapor Khusus PBB masalah hak atas pangan yang berhalangan hadir. Sebelum statement dimulai, Dr. Marcus Colchester menyampaikan singkat latar belakang dan tujuan konferensi. Kemudian kegiatan dilanjutkan konferensi pers. Setelah konferensi pers kegiatan dilanjutkan presentasi catatan oleh Nur Kholis masalah hak asasi manusia, Dr. Marcus masalah pluralisme hukum, Norman Jiwan masalah kecenderungan ekspansi sawit di Asia Tenggara, dan Tint masalah standar regional ASEAN. Moderator Rosalina Pires dari KOMNAS Timor Leste. Pembukaan acara konferensi oleh ketua Komnas HAM Ifdal Khasim. Hari kedua, 29 November 2011, kegiatan dilanjutkan dengan presentasi dari Malaysia yang disampaikan oleh SUHAKAM (Janie Lasimbang), akademisi (Dr. Ramy Bulan), dan masyarakat (Thomas Jalong). Sesi ini menghadirkan moderator/komentator oleh Amity Doolittle, Yale University. Presentasi selanjutnya oleh Kamboja tentang HAM dan bisnis di Kamboja, Chor Chanthyda (Cambodian Center for Human Rights) dan Seng Maly and Ny Sophorneary (Community Legal Education Center (CLEC). Moderator dan komentator Theiva Lingam (FoE Malaysia). Presentasi setelah rehat makan siang oleh delagasi Philippines dari anggota Loretta Ann P. Rosales komisioner, Jenifer Corpuz (Teb Tebba Foundation) dan Jo Villanueva (Samdhana Institute) dengan komentator oleh Nonette Royo. Presentasi terakhir disampaikan oleh Devasish Roy (anggota UNPFii) masalah masyarakat adat dan hak asasi manusia internasional dan Fergus MacKay (FPP) mengenai jurisprudensi internasional dan menyampaikan isi kerangka kerja menghargai, melindungi dan memenuhi yang dikomentari oleh Norman Jiwan.

Hari ketiga, 30 November 2011, presentasi pertama adalah Thailand yang memaparkan HAM, tanah dan pembangunan pertanian Thailand Amara Pongsapich (anggota Komnas HAM Thailand), Nirun Phithakwatchara, anggota Komnas HAM Thailand memaparkan standar HAM dan sumber penghidupan masyarakat, Kittisak Ratanakrangsri memaparkan HAM dan masyarakat adat, Prasert Trakansuphakorn tentang pengetahuan masyarakat adat dan pluralisme hukum, dan Jonas Dallinger menyampaikan ekspansi sawit dan sumber penghidupan masyarakat. Sesi ini dikomentari moderator Bernice Aquino dari Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP). Presentasi kedua oleh Septer Manufandu fokus pada perampasan tanah dan masalah HAM dalam perkebunan pangan dan energi di Papua dan dikomentari oleh Nonette Royo (Samdhana Institute).

4 Press conference, press release, talk show di Bali TV

Page 4: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Presentasi terakhir hari ketiga adalah Indonesia yang berturut-turut diisi pemaparan oleh Nur Kholis (Komnas HAM) tentang menuju penyusunan standar HAM dan bisnis di Indonesia, Norman Jiwan (Sawit Watch) mengulas masalah ekspansi sawit dan kebutuhan standar HAM di Indonesia diawali pemutaran video singkat, Abdon Nababan (AMAN) seputar hukum adat dan hak MA, dan Mumu Muhajir tentang menjamin hak adat melalui pendekatan pluralisme hukum – pengalaman dan peluang. Moderasi langsung oleh fasilitator, Noer Fauzi Rahman.

Sesi terakhir dimulai dengan ulasan oleh fasilitator yang kemudian dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendiskusikan rekomendasi dan rencana tindak lanjut konkrit hasil konferensi. Kelompok diskusi dibagi menjadi (1) kelompok komisioner HAM (Philippines, Malaysia, Thailand, dan Indonesia), (2) kelompok NGO (Indonesia, Malaysia, Thailand, United Kingdom, dan Kamboja), dan (3) kelompok masyarakat adat (Philippines, Indonesia, Malaysia dan Thailand). 5. Capaian dan dampak kegiatan

Selama empat hari kegiatan konferensi, presentasi-presentasi yang dipaparkan oleh para peserta mewakili komisi nasional hak asasi manusia dari kawan Asia Tenggara, NGO, organisasi masyarakat adat dan akademisi. Pemaparan dilaksanakan dalam formal panel dari masing-masing negara peserta disertai engan panel tentang standar hak asasi manusia internasional, agribisnis dan presentasi tentang kebutuhan mendesak penyusunan standar hak asasi manusia ditingkat regional. Diskusi kelompok kemudian menghasilkan beberapa rekomendasi dan sinergi untuk tindak lanjut parpihak yang hadir dalam konferensi di Bali. Yang paling penting pada hari terakhir, setelah masukan substansi dari seluruh peserta, Bali Declaration disyahkan secara aklamasi.

1. Dua siaran pers berbahasa Inggris dan Indonesia (28 November dan 1 Desember 2011)a) “Agribusiness and Human Rights in Southeast Asia Workshop brings together Human Rights Commissioners, indigenous peoples' representatives, academics and NGOs from across the world”b) "Bali Declaration acclaimed at Agribusiness and Human Rights in Southeast Asia Workshop”

Siaran pers pertama menyampaikan tujuan-tujuan workshop khususnya:1) meletakan dasar untuk pengembangan standar hak asasi manusia regional terkait ekspansi agribisnis di Asia Tenggara dengan acuan khusus minyak sawit dan 2) menggali berbagai peluang untuk menggunakan sejumlah peluang bagi pendekatan-pendekatan hukum plural untuk menjamin hak atas tanah masyarakat adat dan masyarakat hukum adat tempatan lainnya; dan 3) membangun kesepahaman bersama antara komisioner HAM dan pengacara regional, aktifis HAM dan NGO pendukung dalam upaya mendukung kerja advokasi regional dan internasional misalnya Asia Pacific Forum for National Human Rights Institutions.Siaran pers kedua mengandung pokok-pokok pembahasan dan sinergi antara lembaga-lembaga HAM ASEAN, dan penyebar-luasan Bali Delaration sebagai suatu standar regional tentang hak asasi manusia dan agribisnis, serta aktifitas tindak-lanjut kolaboratif lainnya.

2. Dua konferensi pers (28 November 2011 dan 1 Desember 2011)Wawancara dilakukan oleh wartawan Bali setempat dan nasional dengan Ifdal Khasim dan Nur Kholis, Ketua dan Wakil Ketua KOMNAS HAM, Norman Jiwan, Kepala Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan Lingkungan (Sawit Watch), dan Marcus Colchester, Direktur Forest Peoples Programme. Konferensi pers kedua menghadirkan Theiva (Sahabat Alam Malaysia), Devasish Roy (anggota UN Permanent Forum on indigenous issues/UNPFii), Nur Kholis (KOMNAS HAM), Marcus Colchester (FPP), dan Amity Doolittle (Yale University).

3. Siaran langsung Bali TV (TV Bali – 30 November 2011)

Page 5: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Nur Kholis (KOMNAS HAM), Norman Jiwan (Sawit Watch), Marcus Colchester (FPP), dan Amity Doolittle (Yale University) menjadi pembicara/narasumber talkshow yang disiarkan secara langsung di Bali TV yang fokus membahas masalah tujuan, motivasi dan konteks umum agribisnis dan konferensi hak asasi manusia di Asia Tenggara. Partisipasi pemirsa langsung dengan adanya tiga penelpon interaktif klarifikasi dan komentar terhadap pandangan dan pendapat narasumber.

Beberapa hasil capaian:Pertama adalah dokumen konferensi lengkap dalam bentuk buku dan USB sebagai dokumen dan alat rujukan; kedua, Deklarasi Bali (Bali Declaration); ketiga, Risalah proses lokakarya (Proceedings of the workshop); keempat, dua siaran pers dan rekaman talkshow Bali TV; kelima dokumen presentasi peserta; dan keenam promosi dan distribusi buku dan publikasi Sawit Watch khususnya HGU dan HAM, petani mandiri, dan perempuan dalam perkebunan sawit.

Page 6: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Ringkasan Konferensi Bali

Pernyataan pembukaan: Pelapor Khusus PBB masalah Hak atas Pangan (SRRF)Hak atas Pangan adalah hak yang penting tetapi banyak dibebani oleh daya beli pasar dunia. Agribisnis ekspansi mengorbankan masyarakat tempatan dan masyarakat adat serta hutan. Negara tidak bisa atau tidak mau melindungi hak-hak rakyat mereka sendiri. Bahkan ada kolusi elit masyarakat adat. Ada kebutuhan untuk Negara memberlakukan kewajiban-kewajiban yang mengikat perusahaan-perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia. Ada kebutuhan reformasi kebijakan, hukum dan kelembagaan untuk menjamin hak-hak masyarakat adat, petani, perempuan dan pekerja. Perusahaan-perusahaan harus menghargai hak asasi manusia bahkan ketika negara dalam keadaan lemah

Konvergensi berbagai agenda:• Pluralisme hukum: adat sebagai salah satu sumber hak diperkuat kembali oleh hukum internasional menantang hukum nasional yang sangat ekslusif• Tinjauan regional atas perluasan industri minyak sawit menunjukan bentuk pembangunan seperti ini dibentuk oleh tingkat keamanan lahan (jaminan lahan). Petani bisa sejahtera apabila hak-hak tanah terjamin aman tetapi sebaliknya apabila hak mereka diabaikan.• Lembaga-Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional (NHRIs): realisasi agenda yang mereka punya untuk bekerja mengenai masalah yang lebih luas tentang bisnis dan hak asasi manusia yang memungkinkan adanya konferensi Bali.

Hukum hak asasi internasional • identifikasi-diri dan tanpa-diskriminasi sebagai prinsip utama• pakta, DPHMA/UNDRIP dan lembaga keuangan internasional (IFI/IGO) seperti ADB-FPIC masalah hak asasi manusia • Masyarakat adat tidak didefinisikan untuk menghindari pengabaian: pentingnya idenfitikasi-diri• Menentukan nasib sendiri (Self-determination) dan tanpa-diskriminasi sebagai dasar UNDRIP/DPHMA dimana tidak ada hak istimewa tetapi mewajibkan tindakan dan upaya khusus. Standard minimum diperlukan. FPIC/KBDD dan tanah, dengan hak atas keadilan/pemulihan melalui adjudikasi dan restitusi atau pengembalian lahan.• Kendala hukum nasional: masalah undang-undang kehutanan warisan kolonial• Adat adalah perisai bukan pedang untuk melawan• Lembaga komisi nasional hak asasi manusia bisa menggugat lembaga dan bertindak sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae): melalui litigasi kepentingan publik- Komisi Dewan HAM PBB terdahulu mendorong norma-norma mengenai korporasi tetapi ditolak oleh kalangan bisnis. Disisi lain muncul Global Framework: Protect, Respect and Remedy.- Tahun 2008 Dewan HAM PBB mengesahkan pendekatan HAM dan sektor swasta yang kemudian dikenal sebagai UN Framework sebagai prinsip-prinsip panduan diadopsi tahun 2011. Ada kelompok kerja baru dapat menerima komplain/laporan mengenai korporasi.- Kelompok Bank Dunia/International Finance Corporation (IFC) dan Bank Equator telah menerapkan UN Framework dan FPIC/KBDD.- Ada banyak pilihan untuk menggunakan mekanisme Special Rapporteurs, hak atas pangan, bentuk-bentuk perbudakan kontemporer dalam kaitannya dengan kerja paksa industri sawit, ILO dan badan-badan PBB lainnya.- Perusahaan-perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghargai hak asasi manusia dan mereka tidak boleh bersembunyi dibalik hukum nasional.

Diskusi tentang hukum internasional

Page 7: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

UN Framework (Kerangka Kerja PBB) tidak dapat dipaksakan tetapi mengharuskan negara-negara untuk mengembangkan pemulihan atau perbaikan apabila terjadi pelanggaran.

Ada kebutuhan mendesak atas Standar Hak Asasi Manusia dengan mengacu cut-off date September 2007 ketika UNDRIP disyahkan.

Komisi/lembaga HAM ASEAN dapat membuat pilihan penyelesaian keadilan kepada badan-badan PBB

meskipun negara seperti Malaysia belum meratifikasi beberapa konvenan internasional, NGO dan lembaga komisi HAM dapat menggunakan proses khusus (special procedures) secara segera misalnya prosedur UPR (Universal Periodic Review). Atau serikat buruh dapat melapor kepada ILO terkait Konvensi ILO 202

lembaga komisi HAM internasional tidak bisa memberikan pemulihan secara langsung tetapi merupakan alat/cara mengangkat masalah yang efektif. Komisi HAM Afrika terbukti cukup efektif. ASEAN harus mulai proses ini.

Mulai mengidentifikasi siapa masyarakat adat menggunakan pendekatan identifikasi-diri (self-identification), juga menggunakan kriteria ILO dan Bank Dunia

Lembaga KOMNAS bagian dari negara dan perlu harus proaktif banyak jalan keluar dapat dipakai sebagai pemulihan atau perbaikan atas ketidak-adilan

Tema yang mengemuka di Malaysia kurangnya pengakuan dan perlindungan hak adat undang-undang pertanahan lebih lemah dibandingkan konstitusi yang mengakui adat pemerintah lamban mengakui hak adat, pendekatan terbatas atas hukum, berpihak pada

perusahaan serta dan pengakuan setengah hati pengadilan mengakui hak berdasarkan adat dan menerima cerita lisan tetapi bergerak sangat

lamban. Masalah sejarah/cerita tutur kuburan dan kuil peninggalan mendesak restitusi penuh: kompensasi tanah untuk tanah, ganti rugi berupa uang atas kerugian

ekonomi dan budaya serta penderitaan ekspansi besar-besaran berlangsung di Sarawak dalam kawasan hutan dan gambut wilayah adat.

Mengatasnamakan kemiskinan dan lahan kosong pelanggaran atas janji kesepakatan dan keuntungan pencabutan hak dan dialih-fungsikan untuk kelapa sawit

Diskusi masalah Malaysia: ekonomi neo-kolonial mendatangkan masalah diseluruh negeri harus dapat menerapkan standar yang sama terhadap investasi nasional dan asing sertifikasi dipakai tetapi sulit bagi masyarakat hak orang asli adalah konsep kompromi yang muncul saat hukum kolonial yang dipaksakan perlu menggali perlindungan yang sama terkait dengan hukum hak asasi manusia internasional ada masalah kooptasi oleh elit masyarakat adat kerjasama kemitraan dengan masyarakat tidak jelas dan bayaran kecil (hanya $150/keluarga/per

tahun) proses pengadilan tidak adil: bertele-tele, mahal dan terlalu lama jika ada keputusan hakim tidak

dijalankan dan kompensasi tidak dibayar muncul pertanyaan mengenai saran peran lembaga komisi HAM dalam mendorong jalan

keadilan perlu mengumpulkan informasi mengenai kasus-kasus terbaik sulit mendapatkan keadilan melalui pengadilan – muncul pertanyaan mengapa negara tidak

melakukan reformasi undang-undang sesuai dengan Konstitusi

Page 8: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Tema yang muncul di Kamboja Hukum hak asasi manusia diratifikasi dan hak dilindungi oleh konstitusi undang-undang tidak dijalankan dan sebaliknya hak dilanggar perampasan lahan terjadi dimana-mana berdampak buruk terhadap masyarakat pedesaan dan

kehancuran hutan dimana sekitar 5% lahan nasional sedang berkonflik negara mendorong agribisnis dan jalan mengakibatkan konflik Konsesi Tanah Ekonomis (Economic Land Concessions) mengakibatkan sengketa lahan,

penggusuran dan pelanggaran hak asasi manusia untuk karet, tebu, akasia, kelapa sawit: masyarakat korban ditangkap

undang-undang mengizinkan kepemilikan swasta, mewajibkan kompenasi dan menjamin hak masyarakat adat. Konsesi diberikan bagi rakyat atau perusahaan selama 99 tahun dengan luas maksimal 10,000 ha. Tidak transparan dan sebagian besar untuk perusahaan.

Studi kasus menujukan dugaan kolusi dengan modal internasional dan tentara atau penipuan penjualan lahan. Ada kecenderungan mobilisasi, demo, media, pesan, pengadilan dipakai tetapi lemah, mendesak legislatif dan investor internasional rantai pasok

diskusi masalah Kamboja tidak memiliki lembaga komisi nasional hak asasi manusia tetapi dibawah Majelis Nasional,

Senat dan Pemerintah tetapi kurang tanggap atas desakan/tuntuan pengadilan: sulit melawan orang kuat berkuasa dan sangat lamban meskipun memaksa

perubahan hakim, hakim tidak tanggap. Kekebalan kelompok berkuasa penyelesaian melalui media: penanganan sengketa alternatif juga dicoba tetapi tidak tanggap

atas kasus penting dan hal berhasil untuk sengketa kecil jurisdiksi transnational sangat memerlukan kasus lintas-perbatasan CERD menyatakan bahwa negara pihak harus menagatur perusahaan: lembaga komisi hak asasi

manusia dapat mengikuti arahan ini. Komisi HAM Thailand mewajibkan perusahaan menerapkan CSR dan melaporkan kinerja perusahaan terkait kepada pemerintah

kerangka kerja Ruggie berpotensi dipakai membuat negara tuan rumah bertanggung jawab bagi TNC

Tema yang muncul dari Philippines jumlah penduduk mencapai 100 juta, 30 juta ha dikuasai masing-masing separuh oleh publik

dan swasta dengan 42% adalah pertanian reforma agraria gagal mengakhiri kepemilikan tanah feodal-kolonial kendati kerangka kerja

hukum untuk redistribusi lahan, kebijakan tidak ditegakan tapi mengutamakan tanaman ekspor. Bantuan, pinjaman dan infrastruktur memihak pada pertanian skala luas. Kekerasan sering terjadi terhadap pegiat reforma agraria

undang-undang yang baik seperti IPRA tumpang tindih atau bertentangan dengan peraturan sektoral lainnya

berbagai upaya untuk harmonisasi hukum dan rencana tata guna lahan. Liberalisasi investasi dan penggunaan lahan kosong

kebijakan mendorong biofuels. Kelapa sawit sejak tahun 1950 dengan target baru 1 juta ha untuk mengejar Thailand dan memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Pembebasan lahan dipaksa dan penuh penyimpangan. Tidak ada FPIC/KBDD. Penggusuran masyarakat dan sumber makanan pokok.

Beberapa solusi di Philippines sengketa lahan, kekerasan, kekacauan/pemberontakan mengakibatkan militerisme tanpa aturan

hukum

Page 9: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

agribisnis harus menerapkan HRBA berdasarkan inisiatif dan hak petani, perempuan dan masyarakat adat dengan menerapkan human rights impact assessment (HRIA) bersama social and environmental impact assessment (SEIA)

hukum pluralistik memungkinkan hukum adat berlaku. IPRA mengakui warisan/tanah leluhur dan FPIC: penyelesaian yang adil

lembaga adat/NCIP kurang kapasitas dengan proses keluhan yang sulit. FPIC dapat bermanfaat tapi proyek besar sulit ditolak. Panduan bermasalah. Adat harus ditempatkan kembali kedalam FPIC. Suap dan korupsi merasuk dalam perjuangan atas keadilan dan biaya mahal

menjadikan lembaga adat/masyarakat pemantau masalah tanah dan kekerasan terkait serta mendorong pembelaan hak asasi manusia. Peningkatan kesadaran tentang hak asasi manusia sangat penting. Ahli yang lebih independen juga diperlukan.

Kebutuhan mendesak Mekanisme Lain Hak Asasi Manusia Regional

Isu yang muncul di Thailand tanah dikuasai oleh kerajaan tetapi dikelola oleh rakyat kebangsaan Thailan melalui asimilasi, intergasi dan pemisahan (masryarakat adat) mulai ada kepemilikan tanah pribadi tetapi pendaftaran tanah agak lamban sehingga semua

tanah lainnya adalah tanah publik: dari 1960an tanah publik dicadangkan untuk hutan dan konservasi tetapi undang-undang kehutanan masyarakat belum disyahkan

kendati reforma agraria, terjadi pula konsentrasi tanah tetapi tanah untuk perkebunan besar masih terbatas. Pertanian skala kecil campuran karet dan sawit kurang efisien

komersialisasi hutan dan lahan hutan thayn 1960-1990. perluasan perkebunan terjadi dilahan pertanian dan tanah masyarakat adat mengakibatkan terjadi protes/keberatan

pembangunan pertanian: Bank Dunia mulai dengan infrastruktur fisik dan sosial, revolusi hijau, perluasan tanaman untuk dijual

privatisasi milik umum dan komoditasisasi sumber daya menggerogoti kecukupan mendapat tanggapan gerakan sosial yang kuat

masyarakat adat secara budaya, politik dan hukum terpinggirkan khususnya oleh kebijakan keamanan nasional anti-narkotika. Terdapat sekitar 300,000 masyarakat adat tanpa warga negara. Konflik meningkat atas sumber daya alam.

Solusi di Thailand meningkatnya masalah ekspansi pertanian melalui perampasan lahan dan menggunakan buruh

murah. Putusan perubahan iklim melawan petani yang hidup bergantung pada hutan kasus penting gerakan sosial melawan polusi industri, bendungan, pertanian tetapi penggusuran

paksa masyarakat adat terus terjadi satu negara dua masyarakat dengan politik nepotisme menggeser rakyat ditantang lewat

demokrasi langsung melalui organisasi sosial dan nilai/identitas, reformasi hukum dan desentralisasi

pertahanan masyarakat atas wilayah, pembaharuan pertanahan, diversifikasi ekonomi dan peningkatan produktifitas kerajinanan tangan dan wisata

meningkatkan peran serta dalam pembangunan dan perlindungan hak dan aturan hukum termasuk hak tanah bersama

konstitusi mengakui hak asasi manusi dan sumber daya alam, peran masyarakat tradisional, kampanye untuk mengakui pertanian ladang gilir balik, jaringan dan dewan maysarakat adat, hukum adat, kecukupan dan berbagi

Masalah yang muncul di Indonesia 17000 pulau, 240 juta penduduk, 1054 bahasa dimana masyarakat adat dikenal dalam banyak

Page 10: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

istilah – perbedaan budaya sangat besar. Pengaturan tanah, budaya dan asal-usul. Konstitusi mengakui masyarakat adat dan hak asasi

manusia hukum adat dibatasi dan diperlemah akibat kebijakan pemerintah tidak berpihak KOMNAS HAM memantau, investigasi, penelitian, mendorong dan pendidikan hak asasi

manusia. Setiap tahun menerima 5000 pengaduan. Kebanyakan pengaduan terkait dengan korporasi masalah tanah.

Moratorium tidak akan menghentikan izin yang telah dikeluarkan. Tahun 2011 luas tanam sawit mencapai 11.5 juta ha dan 18.9 juta ha rencana ekspansi. 50% produksi minyak sawit digunakan untuk produksi biodiesel; 60% persen ekspor dan 35% domestik

berdampak pada hubungan kemitraan yang eksploitatif dengan petani, akses dikendalikan, hak masyarakat adat tidak dihargai. Kendali segelintir tokoh masyarakat. Praktek dan kondisi perbudakan. Diskriminasi terhadap perempuan. Konflik kekerasan.

Pembangunan berpihak pada perkebunan besar dan lemah terhadap masyarakat adat dan hak masyarakat adat. Kurang perlindungan memadai seperti dalam prinsip dan kriteria RSPO

Solusi di Indonesia CAO IFC penyelesaian hanya menangani lahan bukan pelanggaran hukum dan rantai pasok.

Hanya sedikit bank yang memakai perlindungan berhenti mengeluarkan izin baru dan tinjau ulang izin yang ada bangun standar nasional yang mengikat untuk agribisnis AMAN organisasi yang berkembang untuk mewakili masyarakat adat bermitra dengan Negara. MoU dengan KOMNAS HAM, program bersama dengan KLH dan

BPN badan registrasi wilayah adat (BRWA) RUU pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat MK review UU Perkebunan dan UU Kehutanan memakai hukum adat menyelesaikan konflik: aturan, praktek, pegusahaan hak dapat diakui oleh PERDA dan SK ditingkat daerah atau sertifikat pribadi dan izin

pengelolaan lokal, melalui kesepakatan dengan perusahaan yang memegang izin atas tanah. Keberhasilan dipengadilan

perbanyak advokasi dan aksi hak buruh dan organisasi independen Wilayah Papua dan lainnya situasi keamanan militer dan sebagian besar dalam pembalakan

kayu miltier diseluruh kampung proyek energi dan pangan seperti di Merauke mengambil alih tanah masyarakat dan mendorong

perpindahan penduduk harus menjadi isu internasional Komnas HAM mendorong masalah Papua kepada presiden, Menlu, Depdagri sebagai bagian

dari usaha membangun ketentraman di Papua rekomendasi CERD dan perlindungan konstitusi harus digunakan dalam perbaikan nasional dan

membangun posisi KOMNAS HAM Situasi di Papua mirip dengan Chittagong Hill Tracts, Bangladesh, proses kolonialisme dan

militerisme oleh pemerintah

Ide dan pemikiran awal untuk aksi lanjutan publikasi Deklarasi Bali tentang Hak Asasi Manusia dan Agribisnis publikasi proses pertemuan tahun depan bersama dengan perusahaan, masyarakat adat dan NGO dengan perusahaan

mengadakan pertemuan untuk merencanakan cara-cara untuk menangani kasus tertentu membentuk pemantau minyak sawit di Philippines dihubungkan dengan Sawit Watch

Page 11: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

terlibat dengan lembaga internasional mendesak pembentukan Pengadilan HAM Regional mengangkat kebijakan lembaga keuangan internasional mengenai standar untuk agribisnis dan

hak asasi manusia CNF mengangkat masalah MIFEE berdasarkan laporan CERD tetapi memasukan UN

Framework Lembaga hak asasi manusia harus mengkaji masalah persaingan hak khususnya hak atas tanah

versus hak untuk bebas bergerak bukanlah hal yang mudah.

Rencana aksi dari kelompok NGO mengangkat masalah masyarakat adat dan agribisnis dengan ASEAN AICHR menyusun laporan regional mengenai hak asasi manusia dan agribisnis NGO berkerjasama dengan lembaga hak asasi manusia untuk membawa Deklarasi Bali kepada

pemerintah nasional memperkuat kebijakan nasional terkait agribisnis mendorong terbentuknya pengadilan hak asasi manusia regional bawa masalah-masalah ke tingkat ASEAN AICHR dan Kelompok Kerja berkerjasama dengan lembaga hak asasi manusia untuk pendekatan dengan pemerintah-

pemerintah nasional mendokumentasikan kasus dan menyusun laporan negara (country report) dengan masukan-

masukan NGO menyampaikan Deklarasi kepada pertemuan ASEAN tahun depan di Kamboja melibatkan kalangan dunia usaha langsung ditingkat ASEAN. Apakah mereka mengerti? Pemetaan peran para pelaku tahun depan bawa bersama lembaga hak asasi manusia, masyarakat adat dan NGO dengan

perusahaan untuk melihat kasus tertentu menggunakan Deklarasi Bali

Rencana aksi dari Organisasi Masyarakat Adat lembaga hak asasi manusia harus memiliki fungsi litigasi lembaha hak asasi manusia membentuk kelompok kerja masalah masyarakat adat dengan

bekerjasama dengan masyarakat adat membangun database pelanggaran hak masyarakat adat lembaga hak asasi manusia mengundang sahabat pengadilan dalam penanganan kasus ASEAN mengakui hak masyarakat adat dalam Deklarasi ASEAN tentang hak asasi manusia membentuk pengadilan hak asasi manusia regional (jangka panjang) forum regional hak asasi manusia untuk menangani masalah/isu masyarakat adat (menengah) lembaga hak asasi manusia membawa undang-undang nasional selaras dengan hukum

internasional yang diratifikasi lembaha hak asasi manusia melakukan kajian standar sukarela tentang agribisnis dan menyusun

panduan bersama dengan mempertimbangkan hak asasi manusia internasional dan UNDRIP: menggali mekanisme penegakan yang efektif ketika agribisnis melanggar hak-hak masyarakat adat

Rencana aksi komisi hak asasi manusia (CHR) kita membutuhkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang rekonsiliasi berbagai tingkat: internasional, regional, nasional dan lokal mengembangkan laporan Ruggie tentang tanggung jawab hak asasi manusia korporasi menekankan peran negara untuk mengatur bisnis lembaga hak asasi manusia menangani permasalahan agribisnis dengan Equator Banks (mereka

Page 12: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

khawatir akan resiko) dan Pokja badan-badan PBB, pelapora khusus memanfaatkan kekuatan lembaga-lembaga hak asasi manusia (NHRIs) membangun kapasitas ASEAN untuk menagakan hak asasi manusia tahap demi tahap (tidak

harus memiliki komisi dan pengadilan): masalah pendanaan perlu gerakan plural pembangunan untuk menyesuaikan hukum pluralistik Perlu memastikan pendekatan kolaboratif menjadi tuntutan semua Kajian tentang perladangan gilir balik (dengan kaitan pada ketahanan pangan) tahun ini di

UNPFii – bagaimana Deklarasi Bali (mungkin bulan Mei 2012) – Devasish Roy. Dewan Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) panel setengah hari mengenai hukum yang

pluralistik mungkin penting untuk dihadiri.

Page 13: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

Lampiran 1: Peserta konferensi

1. Indonesia : Nur Kholis KOMNASHAM2. Indonesia : Sastra Manjani KOMNASHAM3. Indonesia : Elvansuri KOMNASHAM4. Indonesia : Andrie Djailani KOMNASHAM5. Malaysia : Jannie Lasimbang SUHAKAM6. Malaysia : James Nayagam SUHAKAM7. Cambodia : Chor Chanthyda Cambodian Center for Human Rights (CCHR)8. Cambodia : Seng Sreypheap Cambodian Center for Human Rights (CCHR)9. Philippines : Loretta Ann P. Rosales Philippines National Human Rights Commission10. Philippines : Jacqueline B. Veloria Mejia Philippines National Human Rights Commission11. Thailand : Nirun Phithakwatchara Thailand National Human Rights Commission12. Thailand : Ekachai Pinkaew Thailand National Human Rights Commission13. Timor-Leste: Sebastiao Dias Ximenes Timor Leste Ombudsman/Provedor14. Timor-Leste: Rosalina Pires Timor-Leste Human Rights Officer15. Thailand : Amara Pongsapich Chairperson of National Human Rights Commission of Thailand16. Thailand : Poowadol Weerawedphisai National Human Rights Commission of Thailand17. Indonesia : Edisutrisno Sawit Watch18. Indonesia : Elsa Susanti Sawit Watch19. Indonesia : Norman Jiwan Sawit Watch20. Indonesia : Intan Cinditiara Sawit Watch21. Indonesia : Ratri Kusumohartono Sawit Watch22. Indonesia : Vinna Saprina Mulianti Sawit Watch23. Indonesia : Nurhanudin Achmad Sawit Watch24. Indonesia : Mumu Muhajir Epistema25. Indonesia : Andiko Epistema-HuMa26. Indonesia : Abdon Nababan AMAN27. Indonesia : Nonette Royo Samdhana Institute/facilitator28. Indonesia : Noer Fauzi Rachman Lead facilitator29. USA : Oliver de Schutter United Nations Special Rapporteur on Right to Food30. Indonesia : Berry Nahdian Furqon WALHI31. Indonesia : Andi Muttaqien PILNET (public interest lawyers network)32. Indonesia : Wayan Swardhana WALHI33. Malaysia : Ramy Bulan University of Malaya34. Malaysia : Thomas Jalong National Indigenous Forum35. Malaysia : Theiva Lingam Friends of the Earth (FoE) Malaysia36. Philippines : Jennifer Corpuz TebTebba37. Philippines : Jo Villanueva Samdhana Institute38. Cambodia : Seng Maly Community Legal Education Center (CLEC)39. Cambodia : Ny Sophorneary Community Legal Education Center (CLEC)40. Cambodia : Sokhannaro Hep Center for People and Forests (RECOFTC)41. Thailand : Bernice Aquino Asian Indigenous Peoples Pact (AIPP)42. Thailand : Tint Lwin Thuang Center for People and Forests (RECOFTC)43. Thailand : Kittisak Rattanakrangsri Indigenous Peoples' Foundation for Education and Environment (IPF)44. Thailand : Prasert Trakansuphakorn Indigenous Knowledge and Peoples (IKAP)45. Thailand : Nutdanai Trakansuphakon Indigenous Knowledge and Peoples (IKAP)46. Thailand : Jonas Dallinger consultant47. USA : Amity Doolittle Yale University48. UK : Marcus Colchester Forest Peoples Programme (FPP)/co-facilitator49. UK : Sophie Chao Forest Peoples Programme (FPP)50. Bangladesh : Devasish Roy United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues

Page 14: sawitwatch.or.idsawitwatch.or.id/download/lain-lain/laporan konferensi... · Web viewKonferensi ini diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS

(UNPFII)51. UK : Fergus MacKay Forest Peoples Programme (FPP)52. Indonesia : Septer Manufandu FOKER LSM Papua53. Indonesia : Masduki Ahmad KOMNASHAM54. Indonesia : Johan Efendi KOMNASHAM55. Indonesia : Johana Nunik KOMNASHAM56. Indonesia : Nanda Dwi KOMNASHAM57. Indonesia : Adi Abdilah KOMNASHAM58. Indonesia : Nining KOMNASHAM59. Indonesia : Sri Nurfathya KOMNASHAM