kajian formulasi daun singkong (manihot esculenta) …digilib.unila.ac.id/54407/3/skripsi tanpa bab...

61
DAN KIMIA NORI (Skripsi) Oleh INDAH PUTRI ASIH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018 KAJIAN FORMULASI DAUN SINGKONG (Manihot esculenta) DAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) TERHADAP SIFAT SENSORI

Upload: dokhanh

Post on 13-Mar-2019

265 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

DAN KIMIA NORI

(Skripsi)

Oleh

INDAH PUTRI ASIH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

KAJIAN FORMULASI DAUN SINGKONG (Manihot esculenta) DAN

RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) TERHADAP SIFAT SENSORI

ABSTRACT

FORMULATION STUDY OF CASSAVA LEAF (Manihot esculenta) ANDSEAWEED (Eucheuma cottonii) ON THE SENSOR AND CHEMICAL

PROPERTIES OF NORI

By

INDAH PUTRI ASIH

Cassava leave (Manihot esculenta) is one of green vegetables used as a source of

iron for the production of hemoglobin in the blood. The processing cassava leave

is still limited. Base on of high nutritional content of cassava leaves, the product

diversification was carried out. This study aims to obtain a respons combination

of cassava leaves and seaweed (Eucheuma cottonii) on the sensory and chemical

properties of nori and get the best combination will produce nori. This study uses

a non factorial randomized complete block design with four replications. The

study was conducted with 6 levels of treatment, the combination of cassava leaves

and seaweed consisting of 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, and 80:20. Data

were further analyzed by smallest real difference test at 5% level. The results

showed that the combination of cassava leave and seaweed had an effect on

organoleptic properties of texture, colour, aroma and elasticity of nori. The

combination of cassava leave and seaweed (40:60) produced the best nori with the

highest score on texture 3,913 (compact), aroma 3,638 (not scented cassava

leave), and elasticity 3,863 (elastic), moisture content 13,94%, ash 13,26%,

protein 10,30%, fat 1,05%, crude fiber 20,43%, carbohydrate 41,03%, Fe 1,60

mg/100 g, and HCN 10,10 mg/kg.

Keywords : cassava leaves, Eucheuma cottonii, Manihot esculenta, nori, seaweed

ABSTRAK

KAJIAN FORMULASI DAUN SINGKONG (Manihot esculenta) DANRUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) TERHADAP SIFAT SENSORI DAN

KIMIA NORI

Oleh

INDAH PUTRI ASIH

Daun singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu sayuran hijau yang

digunakan sebagai sumber zat besi untuk produksi hemoglobin dalam darah.

Proses pengolahan daun singkong masih terbatas. Banyaknya kandungan gizi

serta manfaat yang dimiliki daun singkong, maka dilakukan diversifikasi produk.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan respon kombinasi daun singkong dan

rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap sifat sensori dan kimia nori yang

dihasilkan dan mendapatkan kombinasi daun singkong dan rumput laut

(E. cottonii) terbaik pada produk nori yang dihasilkan. Penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non faktorial dengan

empat kali ulangan. Penelitian dilakukan dengan 6 taraf perlakuan yaitu

kombinasi antara daun singkong dan rumput laut yang terdiri dari 30:70, 40:60,

50:50, 60:40, 70:30, dan 80:20. Data dianalisis lebih lanjut dengan uji lanjut BNT

(Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kombinasi daun singkong dan rumput laut berpengaruh terhadap produk nori,

dengan sifat organoleptik tekstur agak kompak hingga kompak, warna hijau muda

hingga hijau kehitaman, agak beraroma hingga tidak beraroma daun singkong,

dan elastisitas agak elastis hingga sangat elastis. Kombinasi daun singkong dan

rumput laut (40:60) menghasilkan nori terbaik dengan skor tertinggi pada

parameter tekstur 3,913 (kompak), aroma 3,638 (tidak beraroma daun singkong),

elastisitas 3,863 (elastis), kadar air 13,94%, abu 13,26%, protein 10,30%, lemak

1,05%, serat kasar 20,43%, karbohidrat 41,03%, Fe 1,6 mg/100g, dan HCN 10,10

mg/kg.

Kata kunci : daun singkong, Eucheuma cottonii, Manihot esculenta, nori,

rumput laut

KAJIAN FORMULASI DAUN SINGKONG (Manihot esculenta) DANRUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) TERHADAP SIFAT FISIK DAN

KIMIA NORI

Oleh

INDAH PUTRI ASIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten

Lampung Tengah pada tanggal 30 Mei 1996, sebagai putri ketiga dari pasangan

Bapak Sardi dan Ibu Sadiah. Penulis mulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri

01 Tanjung Jaya pada tahun 2002-2008; Sekolah Menengah Pertama

Muhammadiyah 02 Bangunrejo pada tahun 2008-2011; Sekolah Menengah Atas

Negeri 01 Bangunrejo pada tahun 2011-2014. Pada tahun 2014 penulis diterima

sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SBMPTN).

Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Perkebunan

Nusantara VII Unit Bekri dengan judul “Mempelajari Penerimaan Dan

Pengelolaan Tandan Buah Segar Pada Produksi CPO (Crude Palm Oil) Di PT.

Perkebunan Nusantara VII Unit Bekri”. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) Tematik di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bandar Sribhawono,

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018. Penulis aktif dalam Unit Kegiatan

Mahasiswa Kopma dan Fosi sebagai anggota pada periode 2015/2016.

SANWACANA

Bismillahhirrahmaanirrahiim, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Formulasi Daun Singkong (Manihot

esculenta) Dan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Sifat Sensori

Dan Kimia Nori”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang telah memberikan saran, bantuan dan bimbingan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian dan Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si, M.Sc., selaku pembimbing akademik dan

sekaligus ketua komisi pembimbing atas segala bantuan, saran, arahan, dan

bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi penulis.

3. Ibu Ir. Sri Setyani, M.S., selaku anggota komisi pembimbing atas segala

saran, semangat, dan bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi

penulis.

ii

4. Ibu Ir. Fibra Nurainy, M.T.A., selaku penguji utama yang telah banyak

memberikan masukan, saran, dan bimbingan terhadap karya skripsi penulis.

5. Seluruh bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah

membantu dalam segala kegiatan diperkuliahan.

6. Bapak, ibu, mbak, adik, dan keluarga tersayang terima kasih atas semangat,

pengertian, dan bantuan baik materi maupun non materi yang tak mungkin

dapat terbalaskan.

7. Sahabat-sahabatku Ummu Sulaim 11 (Evi, Fitri, Ria, Ruri, Lia, Peni), Team,

dan Indah PS teman seperjuanganku di Lab, mbak ana, mbak yani yang telah

memberi dukungan, nasihat, motivasi, semangat, kebersamaan yang telah kita

jalani, canda tawa, dan pengalaman susah senang.

8. Serta keluargaku angkatan 2014, kakak, adik Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaannya.

Tiada kata ungkapan yang lebih berharga yang dapat penulis sampaikan kecuali

doa dan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas segala bantuan, kerja sama

dan dukungannya. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan

mereka semua, dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang

bermanfaat.

Bandar Lampung, 08 Oktober 2018

Penulis,

Indah Putri Asih

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................11.2. Tujuan..........................................................................................................31.3. Kerangka Pemikiran ....................................................................................41.4. Hipotesis......................................................................................................6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daun Singkong............................................................................................72.2. Nori........................................................................................................... 132.3. Rumput Laut..............................................................................................172.4. Karagenan..................................................................................................20

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................243.2. Bahan dan Alat ..........................................................................................243.3. Metode Penelitian......................................................................................253.4. Pelaksanaan Penelitian ..............................................................................253.5. Pengamatan ...............................................................................................29

3.5.1. Uji Organoleptik ...............................................................................293.5.2. Analisis Proksimat ............................................................................313.5.3. Analisis Zat Besi ...............................................................................353.5.4. Analisis HCN....................................................................................37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Organoleptik ............................................. ......................................384.1.1.Aroma ....................................................... ...................................... 384.1.2.Tekstur ...................................................... ......................................39

iv

4.1.3.Elastisitas ................................................. ......................................424.1.4.Warna ....................................................... ..................................... 43

4.2. Penentuan Nori Terbaik .................................. ......................................454.3. Kandungan Gizi Nori Terbaik ........................ ......................................46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .............................................................................................525.2. Saran .......................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................53

LAMPIRAN..........................................................................................................59

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan zat gizi daun singkong per 100 g bagian yang dapatdimakan.........................................................................................................11

2. Kadar HCN dalam beberapa varietas singkong ............................................13

3. Sifat fisik dan kimia nori...............................................................................16

4. Komposisi kimia rumput laut E. cottonii ......................................................20

5. Hasil uji lanjut formulasi daun singkong dan rumput lautterhadap aroma nori.......................................................................................38

6. Hasil uji lanjut formulasi daun singkong dan rumput lautterhadap tekstur nori .....................................................................................40

7. Hasil uji lanjut formulasi daun singkong dan rumput lautterhadap elastisitas nori .................................................................................42

8. Hasil uji lanjut formulasi daun singkong dan rumput lautterhadap warna nori....................................................................................... 44

9. Rekapitulasi hasil pengamatan organoleptik nori dari kombinasidaun singkong dan rumput laut terhadap organoleptik nori ..........................46

10. Analisis proksimat, HCN dan Fe nori dari kombinasi daun singkongdan rumput laut 40:60 ...................................................................................47

11. Uji organoleptik tekstur nori ......................................................................... 60

12. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) tekstur nori ................60

13. Analisis ragam pengaruh proporsi daun singkong (Manihot esculenta)dan rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap tekstur nori .........................61

14. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) tekstur nori................................................. 61

vi

15. Uji organoleptik aroma nori ........................................................................... 61

16. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) aroma nori ..................62

17. Analisis ragam pengaruh proporsi daun singkong (Manihot esculenta)dan rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap aroma nori ..........................62

18. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) aroma nori ..................................................63

19. Uji organoleptik elastisitas nori ..................................................................... 63

20. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) elastisitas nori ............ 64

21. Analisis ragam pengaruh proporsi daun singkong (Manihot esculenta)dan rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap elastisitas nori...................... 64

22. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) elastisitas nori............................................. 65

23. Uji organoleptik warna nori ........................................................................... 65

24. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) warna nori .................. 66

25. Analisis ragam pengaruh proporsi daun singkong (Manihot esculenta)dan rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap warna nori............................66

26. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) warna nori...................................................67

27. Nilai absorbansi standar Fe ............................................................................68

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Daun singkong ......................................................................................... ....9

2. Lembaran nori .......................................................................................... ....15

3. Rumput laut (Eucheuma cottonii) ............................................................ ....18

4. Struktur karagenan ................................................................................... ... 21

5. Alur pelaksanaan penelitian ..................................................................... ....26

6. Diagram alir proses pembuatan nori dari formulasi daun singkongdan rumput laut ........................................................................................ ....28

7. Lembar kuesioner uji skoring .................................................................. ....30

8. Kurva standar Fe ...................................................................................... ... 68

9. Persiapan alat dan bahan pembuatan nori .....................................................70

10. Pencucian daun singkong dan rumput laut....................................................70

11. Penghalusan (daun singkong dan rumput laut) dan pencetakanmenjadi lembaran nori ..................................................................................70

12. Pengeringan nori pada suhu kamar selama 3 hari dan pengovenannori pada suhu 60oC selama 10 menit ...........................................................71

13. Nori yang telah dikeringkan dan siap dikonsumsi .......................................71

14. Uji organoleptik sampel nori........................................................................71

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Daun singkong banyak dikenal masyarakat sejak dahulu sebagai sayuran. Bagi

masyarakat yang sudah terbiasa mengonsumsinya, daun singkong adalah sayuran

yang unik dan bisa memicu selera makan seseorang. Daun singkong memiliki

tekstur yang kasar, sehingga daun singkong hanya cocok untuk dimasak dalam

beberapa cara saja. Menurut Lakitan (1995) kandungan dalam 100 g daun

singkong adalah kalori 90 kal, air 77 g, protein 6,8 g, lemak 1,2 g, karbohidrat 13

g, kalsium 165 mg, fosfor 54 mg, besi 2 mg, retinol 3300 μg, thiamin 0,12 μg, dan

asam askorbat 275 μg.

Daun singkong dapat digunakan untuk mencegah kanker, konstipasi dan anemia,

serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan mineral daun

singkong lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Vitamin A dan C

pada daun singkong berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah proses

penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Daun singkong

juga mengandung kalsium yang tinggi sehingga sangat baik untuk mencegah

penyakit tulang rematik dan asam urat (Adi, 2006).

2

Daun singkong merupakan salah satu sayuran hijau yang digunakan sebagai

sumber zat besi. Zat besi yang terkandung dalam 100 g daun singkong yaitu

sebesar 2,0 mg. Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh

tidak mengalami anemia. Zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb)

sehingga kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Kandungan vitamin

pada daun singkong seperti vitamin A dan C juga patut diperhitungkan, dalam

setiap 100 g daun singkong mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk

kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 μg yang baik untuk mencegah

sariawan, meningkatkan kekebalan tubuh, membantu menangkal radikal bebas,

dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi (Arifin, 2005).

Proses pengolahan daun singkong masih terbatas. Banyaknya kandungan gizi dan

manfaat yang dimiliki daun singkong, maka dilakukan diversifikasi produk.

Diversifikasi produk dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis daun

singkong, meningkatkan daya simpan produk dari daun singkong, dan menarik

minat khususnya di kalangan anak-anak, anak muda, dan ibu hamil. Seseorang

yang sering mengalami anemia, memerlukan makanan yang mengandung Fe,

maka daun singkong dapat diolah menjadi nori untuk membantu memenuhi

kebutuhan Fe penderita anemia (Adi, 2006).

Nori adalah produk olahan dari rumput laut dengan cara pengeringan seperti

pembuatan kertas. Nori yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari rumput

laut merah jenis porphyra, akan tetapi rumput laut tersebut sangat sulit ditemukan

di perairan Indonesia karena lebih cocok tumbuh pada iklim subtropis. Rumput

laut jenis Eucheuma cottonii banyak dibudidayakan di Indonesia. Nori jepang

3

pada umumnya berwarna hijau kehitaman, hal tersebut dikarenakan adanya

kandungan klorofil dan phycobilin di dalam rumput laut porphyra. Klorofil

merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama

dengan karoten dan xantofil (Nisizawa, 2002).

Rumput laut E. cottonii memiliki kekurangan yaitu tidak dapat diolah menjadi

nori jika tidak ditambahkan bahan lain, karena kandungan seratnya rendah.

Syarat pembuatan nori adalah memiliki kandungan serat yang tinggi (Urbano dan

Goni, 2002). Rumput laut E. cottonii mengandung serat kasar sebesar 4,15% dan

karagenan sebesar 54-73%. Oleh karena itu, produk olahan rumput laut menjadi

kurang enak sehingga perlu dilakukan kombinasi dengan bahan lain (Winarno,

1996). Rumput laut E. cottonii dapat dikombinasikan dengan daun singkong yang

mengandung serat kasar sebesar 16,35% sehingga diharapkan dapat membentuk

lembaran nori yang kompak dan tidak mudah sobek. Namun belum diketahui

kombinasi terbaik antara daun singkong dan rumput laut dan penelitian ini

diharapkan memberikan informasi yang tepat dengan mengetahui kandungan zat

besi, proksimat, dan HCN pada produk nori. Produk nori diproses melalui tahap

penghalusan, pencetakan, dan pengeringan lalu siap konsumsi.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan respon kombinasi daun singkong dan rumput laut (E. cottonii)

terhadap sifat sensori dan kimia nori yang dihasilkan.

4

2. Mendapatkan kombinasi daun singkong dan rumput laut (E. cottonii) terbaik

pada produk nori yang dihasilkan.

1.3. Kerangka Pikir

Menurut Korringa (1976), nori merupakan lembaran rumput laut yang

dikeringkan atau dipanggang dan merupakan salah satu produk olahan dari

rumput laut merah (Rhodophyta). Kandungan protein nori mencapai 25-50%

berat kering, lemak 2-3% berat kering dan berbagai macam vitamin (Kayama et

al., 1985). Vitamin B12 dalam nori adalah sebesar 29 μg. Nori juga mengandung

beberapa asam amino selain kandungan nutrisi yang menguntungkan, diantaranya

asam glutamat, glicine, dan alanin yang berperan dalam menciptakan rasa pada

nori (Winarno, 1996). Menurut Nisizawa (2002), warna nori Jepang yaitu hitam

kehijauan, hal ini dikarenakan adanya kandungan klorofil a dan phycobilin di

dalam rumput laut porphyra. Rasa nori komersil yaitu asin dan tercium bau

rumput laut. Rasa yang dihasilkan pada nori berasal dari tiga asam amino yang

terdapat dalam rumput laut porphyra.

Rumput laut E. cottoni mengandung protein 2,69%, lemak 0,37%, serat kasar

0,95%, abu 17,09%, air 13,90%, karagenan 61,52%, Ca 22,39 ppm, Fe 0,121

ppm, Cu 2,763 ppm, Pb 0,040 ppm, thiamin 0,14 μg/100 g, riboflavin 2,7 μg/100

g, dan vitamin C 12 μg/100 g (Istini et al., 1986). Winarno (1990), menyatakan

bahwa kandungan gizi terpenting dari rumput laut terletak pada traceelement

terutama yodium. Sumbangan gizi yang cukup bermakna dari rumput laut jenis

merah dan cokelat adalah kandungan K, Ca, P, Na, Fe, dan I.

5

Daun singkong mengandung vitamin A dan C serta kalsium yang kadarnya rata-

rata lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Daun singkong

merupakan sumber protein yang baik. Kandungan protein pada daun singkong

yaitu sekitar 17%. Kandungan serat kasar dan abu daun singkong per 100 g yaitu

2,4 g dan 1,2 g. Daun singkong dan rumput laut memiliki kandungan gizi yang

cukup tinggi, sehingga kedua bahan tersebut dapat diolah menjadi produk

makanan yang sehat seperti nori (Mahmud, 1990).

Menurut Teddy (2009), pada pembuatan nori menggunakan rumput laut merah

jenis Glacilaria sp, menghasilkan warna nori hijau muda kecoklatan. Warna pada

nori ini berasal dari warna hijau dari rumput laut jenis Glacilaria sp. Tekstur

yang dihasilkan yaitu menyatu baik dan kokoh, kadar air 15,44%, abu 5,23%,

lemak 0,11%, protein 6,20%, dan karbohidrat 73,03%. Nori hasil penelitian yang

dihasilkan tidak memiliki rasa karena tidak ditambahkan bumbu-bumbu

didalamnya sedangkan rasa nori komersil yaitu asin dan tercium bau rumput laut.

Kadar air merupakan karakteristik yang sangat mempengaruhi bahan pangan.

Kandungan air mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan. Kadar

air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan

makanan tersebut.

Menurut Yuriyani (2016), dalam penelitiannya mengenai pembuatan nori dari

kombinasi berbagai jenis pati (jagung, aren, dan singkong) dengan daun singkong

menunjukkan bahwa hasil uji organoleptik warna nori adalah hijau. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh terhadap rasa pada produk

nori. Kandungan gizi nori dari daun singkong dan beberapa jenis pati yaitu kadar

6

air antara 6-8% dan kadar serat kasar antara 8-14%. Demikian pula menurut

Asmara (2015), nori dari daun pegagan dan rumput laut E. cottonii, menghasilkan

skor tekstur 3,159 - 3,667 (agak kompak hingga kompak), skor warna 4,079

(hijau), skor aroma 3,048 (agak beraroma daun pegagan), sedangkan skor

tertinggi penerimaan keseluruhan nori dengan nilai 3,270 (agak suka).

Kandungan gizinya yaitu kadar air 16,14%, abu 9,26%, protein 2,62%, lemak

0,76%, serat kasar 16,14% dan karbohidrat 56,83%. Kandungan gizi daun

singkong dan rumput laut dapat menyatu membentuk lembaran nori sehingga

diperoleh sifat sensori terbaik dari produk nori.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Kombinasi daun singkong dan rumput laut E. cottonii berpengaruh terhadap

sifat sensori dan kimia produk nori.

2. Diperoleh kombinasi daun singkong dan rumput laut E. cottonii yang

memiliki sifat sensori terbaik produk nori.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daun Singkong

Daun singkong adalah jenis sayur yang berasal dari tanaman singkong atau ketela

pohon. Tanaman ini memiliki nama latin Manihot utilissima atau Manihot

esculenta. Ada dua jenis daun singkong yang berfungsi sebagai sayuran, yaitu

daun singkong biasa dan daun singkong semaian. Daun singkong biasa yang

bertangkai merah tua dengan daun berwarna hijau tua sedangkan daun singkong

semaian yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda.

Kedua jenis daun tersebut pada dasarnya berasal dari jenis atau varietas tanaman

singkong yang sama.

Daun singkong biasa berasal dari tanaman singkong yang ditanam untuk diambil

umbinya, sedangkan daun singkong semen merupakan hasil dari tanaman

singkong yang sudah dipanen. Batang-batang singkong yang sudah tidak

terpakai tersebut tidak ditanam ulang, tetapi hanya disandarkan dan ditegakkan di

atas tanah. Batang-batang tersebut tidak ditanam, tetapi cukup disiram setiap

hari. Daun-daun yang bersemi pada batang itulah yang dikenal sebagai daun

singkong semen (berasal dari kata semaian). Rasa daun singkong semakin lebih

enak dan gurih dibandingkan dengan daun singkong biasa (Novary, 1997).

8

Daun singkong sangat cocok sebagai tanaman pagar. Daunnya merupakan

sayuran dan daun hijau yang paling murah dan umum di Indonesia. Daun

singkong merupakan sumber protein yang baik. Daunnya mengandung asam

hidrosianat yang beracun. Tetapi racun itu akan hilang sesudah direbus selama 5

menit (Rubatzky, 1998).

Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di

Indonesia. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh

sekalipun pada tanah kering dan tahan terhadap serangan penyakit maupun

tumbuhan pengganggu (gulma). Tanaman singkong mudah dibudidayakan

karena perbanyakan tanaman ini umumnya dengan stek batang. Singkong

banyak ditanam di kebun, halaman rumah, dan dapat juga dijadikan pagar

pembatas rumah atau kebun. Akar tanaman singkong berbentuk umbi yang

merupakan sumber karbohidrat. Di Indonesia aneka macam makanan yang

dibuat dari singkong bukanlah merupakan hal yang baru, akan tetapi daunnya

belum dimanfaatkan secara optimal (Askar, 1996). Karaktaristik daun singkong

dapat dilihat pada Gambar 1.

9

Adapun klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl, Manihot esculenta Cranz

(Tjitrosoepomo, 2005).

Gambar 1. Daun Singkong (Ma’mun, 2013).

Daun singkong mengandung vitamin A dan C serta kalsium yang kadarnya rata-

rata lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Kandungan vitamin

pada daun singkong seperti vitamin A dan C juga patut diperhitungkan. Dalam

setiap 100 g daun singkong mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk

kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 μg yang baik untuk mencegah

sariawan, meningkatkan kekebalan tubuh, membantu menangkal radikal bebas,

dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi. Daun singkong mengandung vitamin,

mineral, serat, klorofil, dan kalori. Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah

10

A, B1, B2, C, dan niasin. Mineral terdiri dari besi, kalsium, dan fosfor. Dalam

setiap 100 g daun ubi kayu terkandung 73 kalori (Sintia, 2004). Daun singkong

mengandung vitamin A, B1, dan C. Nilai vitamin A yang terkandung dalam 100 g

daun singkong mencapai 3.300 RE (Oei, 2008).

Kandungan serat kasar dan abu dari daun singkong per 100 g yaitu 2,4 g dan 1,2

g. Selain itu, daun singkong juga mengandung air sebesar 84,4 g dan bagian yang

dapat dimakan sebesar 67 g. Kandungan protein tertinggi pada daun singkong

dijumpai pada daun yang masih muda umur enam bulan. Makin tua daun, makin

berkurang kandungan proteinnya. Konsumsi daun singkong yang mengandung

protein 7%, sebanyak 150 g per orang per hari dapat mencukupi kebutuhan

protein sebanyak 10 g. Selain itu, daun singkong juga mengandung β-karoten

yang berguna bagi kesehatan mata (Mahmud, 1990). Kandungan zat gizi daun

singkong per 100 g bagian yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 1.

11

Tabel 1. Kandungan zat gizi daun singkong per 100 g bagian yang dapatdimakan

Zat Gizi Jumlah

Energi (kal) 73,00

Protein (g) 6,80

Lemak (g) 1,20

Karbohidrat (g) 13,00

Kalsium (mg) 165,00

Fosfor (mg) 54,00

Zat Besi (mg) 2,00

Vit A (SI) 11000,00

Vit B 1 (μg) 0,12

Vit C (μg) 275,00

Air (g) 77,20

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1992)

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini

terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

sintesa haemoglobin (Hb) (Moehji, 1992). Besi mempunyai beberapa fungsi

esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan

tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu

berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Jumlah zat besi di dalam tubuh

seorang normal berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan,

dan hemoglobin. Di dalam plasma, besi terikat dengan protein yang disebut

“transferin” yaitu sebanyak 3-4 g, sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu

status esensial dan bukan esensial. Disebut esensial karena tidak dapat dipakai

untuk pembentukan Hb maupun keperluan lainnya (Soeparman, 1990).

12

Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan

bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5-

10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan, dan

ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem

merupakan Hb. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati seperti sayur-

sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan (Wirakusumah, 1999).

Daun singkong merupakan salah satu sayuran hijau yang digunakan sebagai

sumber zat besi. Zat besi yang terkandung dalam 100 g daun singkong yaitu

sebesar 2,0 mg. Disamping zat besi, daun singkong juga mengandung vitamin A,

B1, C, kalsium, fosfor, asam amino, metionin, sehingga sayuran ini dijadikan

salah satu sayuran yang baik dikonsumsi (Arifin, 2005). Keseimbangan besi

dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak mengalami anemia. Artinya

jumlah zat besi diperoleh tubuh lewat makanan. Zat besi dalam daun singkong

bermanfaat sebagai obat untuk mencegah konstipasi dan anemia (Adi, 2006).

Kekurangan zat besi dapat terjadi karena asupan besi yang tidak cukup, gangguan

absorbsi, serta kehilangan darah yang dapat menyebabkan anemia sehingga akan

menurunkan daya konsentrasi dan fungsi kekebalan tubuh. Oleh karena itu,

keseimbangan zat besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak

menderita anemia (Winarno, 1984).

Selain kandungan gizi, singkong juga mengandung racun yang dalam jumlah

besar cukup berbahaya. Racun singkong yang selama ini dikenal adalah asam

biru atau asam sianida. Daun maupun umbi singkong mengandung glikosida

cyanogenik, yaitu suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau

13

HCN yang bersifat sangat toksik (Sosrosoedirdjo, 1993). Kandungan sianida

dalam singkong sangat bervariasi. Kadar sianida dalam singkong manis dibawah

50 mg/kg, sedangkan singkong pahit diatas 50 mg/kg. Menurut FAO, singkong

dengan kadar 50 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi manusia (Winarno, 2004).

Berdasarkan kadar asam sianida (HCN), tidak semua jenis singkong dapat

dikonsumsi ataupun diolah secara langsung. Singkong dengan kadar HCN kurang

dari 100 mg/kg, merupakan singkong yang layak dan aman dikonsumsi sebagai

bahan makanan secara langsung. HCN dalam beberapa varietas singkong dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar HCN dalam beberapa varietas singkong

No Jenis / Varietas Rasa Kadar HCN mg/kg

Umbi Daun

1 Mangi (di tanah subur) Enak 32 136

2 Mangi (di tanah kering) Pahit 289 542

3 Betawi Enak 33 146

4 Valenka Enak 39 158

5 Singapura Enak 60 201

6 Basiorao Agak pahit 82 230

7 Bogor Agak pahit 90 324

8 Tapi kuru Pahit 130 230

9 SPP Pahit 206 468

Sumber: Rahmat (1997)

2.2. Nori

Nori adalah salah satu produk olahan rumput laut alami yang telah dikeringkan

(Giury, 2006). Nori merupakan produk olahan rumput laut yang berasal dari

14

Jepang. Jepang merupakan penghasil rumput laut, sehingga rumput laut tersebut

dijadikan sebagai makanan yang praktis dan bergizi. Nori dapat dikonsumsi

secara langsung, dimakan dengan nasi, digunakan sebagai pembungkus makanan

sushi dan onigiri. Nori merupakan salah satu makanan yang memiliki kandungan

protein 25-50% berat kering, lemak 2-3% berat kering (Kayama et al., 1985), dan

vitamin B12 sebesar 29 μg (Hiroyuki, 1993). Nori juga mengandung beberapa

asam amino yang menguntungkana bagi tubuh, diantaranya asam glutamat,

glicine, dan alanin yang berperan sebagai cita rasa nori (Winarno, 1996). Selain

itu, nori mengandung serat makanan mencapai 34% berat kering (Urbano dan

Goni, 2002). Nori dapat digunakan sebagai salah satu makanan diet oleh

masyarakat Jepang (Hiroyuki, 1993).

Nori adalah makanan yang dikonsumsi setelah dikeringkan dan dipanggang (Kuda

et al., 2004). Sebutan nori di China adalah hattai, di Korea nori dikenal dengan

sebutan kim atau gim. Selain itu, nori juga memiliki istilah lain yaitu edible

seaweed. Ukuran lembar nori di Jepang berbeda-beda tergantung pada

kegunaannya, yaitu 12x10 cm2, 20x18 cm2, dan 21x19 cm2. Warna tidak dapat

dijadikan pegangan kualitas, namun lembaran nori berkualitas tinggi umumnya

berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna hijau

hingga hijau muda. Satu lembar nori kering memiliki berat 2,5-3 g (Korringa,

1976). Karakteristik nori dapat dilihat pada Gambar 2.

15

Gambar 2. Lembaran Nori (Teddy, 2009)

Nori digunakan sebagai pembungkus sushi dan bola-bola nasi (onigiri), serta

makanan khas Jepang lainnya. Selain dapat dikonsumsi langsung sebagai

makanan ringan, nori juga digunakan sebagai hiasan dan penyedap berbagai

masakan Jepang, misalnya pemberi rasa pada pengolahan mie dan sup, serta lauk

sewaktu makan nasi dan biasanya ditambahkan ke dalam makanan ringan dan

renyah seperti senbei. Senbei adalah makanan ringan yang renyah atau disebut

juga crackers berbentuk bulat dan pipih (Yamamoto, 1990). Sifat fisik dan kimia

nori dapat dilihat pada Tabel 3.

16

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia nori

No Pembuatan Nori

Sifat

Fisik Kimia

1 Daun Pegagan danRumput Laut1)

Warna : hijau

Tekstur : agakkompakAroma : agakberaroma daunpegagan

Kadar air : 16,14%Kadar abu : 9,26%Protein : 2,62%Lemak : 0,76%Karbohidrat : 56,83%Aktivitas antioksidan :83,11%

2 Rumput Laut JenisGlacilaria sp2)

Warna : hijaumuda kecoklatanTekstur : kasarKuat tarik :24,60%

Kadar air : 15,44%abu : 5,23%Protein : 6,20%Lemak : 0,11%Karbohidrat : 73,03%

3 Pati dan Daun Singkong3) Kuat tarik : 4,62MpaAroma dan rasa :agak khas daunsingkong

Kadar air : 6,77%

Serat kasar : 14,61%

Sumber : 1)Asmara (2015), 2)Teddy (2009), dan 3)Yuriyani (2016).

Teknologi pengolahan nori di Jepang sudah berkembang. Dahulu pengolahan

nori masih sangat sederhana dan tradisional, namun sekarang sudah menggunakan

teknologi modern. Porphyra 35-100 kg yang telah dipanen, dibersihkan

menggunakan air bersih, lalu porphyra tersebut dipotong-potong dengan

menggunakan mesin pemotong. Setelah itu, porphyra dimasukkan ke dalam

cetakan, cetakan ini menyerupai cetakan kertas, terbuat dari bambu berukuran

20x18 cm2, kemudian dikeringkan selama 1 jam pada suhu tidak lebih dari 50°C.

Beberapa petani nori biasanya mengeringkan nori menggunakan sinar matahari

(Korringa, 1976). Adapun teknik lain pada proses pembuatan nori adalah, rumput

laut direndam dalam cuka beras (rice vinegar) dengan tujuan agar rumput laut

menjadi lunak. Rumput laut kemudian dipotong-potong dengan panjang kurang

17

lebih 2 cm dan dicuci dengan air panas, direbus pada suhu 90°C dalam larutan

yang berisi bumbu-bumbu seperti kecap, gula, minyak wijen, mirin (cuka beras),

MSG, dan ikan teri selama 3 jam, lalu dikeringkan menjadi lembaran tipis.

Produk akhir menyerupai kertas tipis, berwarna gelap, berupa lembaran kering

dengan berat 3 g dalam berbagai ukuran (Terramoto, 1990).

2.3. Rumput Laut

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat sebagai bahan pangan dan obat-obatan (Kordi, 2010). Rumput

laut merupakan tanaman tingkat rendah, tidak memiliki akar, batang dan daun

sejati, namun rumput laut ini menyerupai batang yang disebut thallus

(Anggadiredjo et al., 2008). Rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di

Indonesia adalah rumput laut dari kelas Rhodophyta jenis Eucheuma cottonii.

Rhydophyta yang biasanya disebut merupakan alga multiseluler dan memiliki

ukuran yang besar. Warna merah pada rumput laut disebabkan karena pigmen

fikoeritrin (Pitriana, 2008). Klasifikasi rumput laut kelas Rhodophyta menurut

Khasanah, (2013) sebagai berikut:

Devisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gigartinase

Suku : Solierisceae

Marga : Eucheuma

Genus : Eucheuma cottonii

18

Secara kimia rumput laut terdiri dari protein 5,4%, karbohidrat 33,3%, lemak

8,6%, serat kasar 3%, dan abu 22,25%. Rumput laut juga mengandung asam

amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, iodium, zat besi, dan

magnesium (Murti, 2011). Oleh sebab itu, rumput laut banyak digunakan sebagai

bahan pangan oleh masyarakat. Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan pangan

dengan mengolah rumput laut menjadi agar dan keragenan.

E. cottonii merupakan sumber penghasil karagenan untuk daerah tropis.

Karagenan memiliki peran penting sebagi stabilisator (pengatur keseimbangan),

thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi, dan lain-lain. Sifat

ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil,

cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno, 1990; Khasanah, 2013). Kadar

karagenan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung

pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Karagenan merupakan senyawa

hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan kalium sulfat

dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karagenan adalah polisakarida

linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno, 1996; WHO, 1999).

Gambar 3. Rumput laut Eucheuma cottonii (Anggadiredja et al., 2006)

19

Kandungan kimia rumput laut bervariasi antara spesies, habitat, kematangan, dan

kondisi lingkungan. Komposisi utama rumput laut adalah karbohidrat, sejumlah

kecil protein, mineral, dan lemak. Karbohidrat berupa manosa, galaktosa, dan

agarosa yang tidak mudah dicerna oleh pencernaan manusia. Kandungan

proteinnya selain sangat sedikit juga sangat rendah nilai biologisnya. Setiap 100 g

rumput laut yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh akan kalium,

natrium, serta magnesium (Triwardhani dan Ratna, 2003).

Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, dietary fiber dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat tidak larut (insoluble dietary fiber) dan

yang larut (soluble dietary fiber). Rumput laut merupakan sumber dari soluble

dietary fiber. Serat yang bersifat tidak larut air adalah selulosa, lignin, dan

hemiselulosa. Secara kimia, dalam ampas rumput laut hasil pengolahan agar-agar

kertas tersebut masih memiliki kandungan zat gizi antara lain kadar air 80-84%,

protein 0,5-0,8%, lemak 0,1-0,2%, abu 2-3%, sedangkan kadar karbohidrat (by

difference) sebesar 13-15%, dengan komponen selulosa sebesar 16-20%,

hemiselulosa 18-22%, lignin 7-8%, dan serat kasar 2,5-5% (Riyanto dan

Wilakstanti, 2006). Komposisi kimia E. cottonii dapat dilihat pada Tabel 4.

20

Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut E. cottonii

Komposisi Jumlah

Air (%) 13,90

Protein (%) 2,69

Lermak (%) 0,37

Abu (%) 17,09

Serat kasar (%) 0,95

Mineral Ca (ppm) 22,39

Mineral Fe (ppm) 0,12

Mineral Cu (ppm) 2,76

Mineral Pb (ppm) 0,04

Thiamin (mg/100 g) 0,14

Riboflavin (mg/100 g) 2,70

Vitamin C (mg/100 g) 12,00

Karagenan (%) 61,52

Sumber : Istini et al., (1986)

2.4. Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida linier yang diperoleh dari rumput laut merah

dan penting untuk pangan. Pada bidang industri karagenan berfungsi sebagai

stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk

gel, dan lain-lain. Karagenan dikategorikan sebagai salah satu bahan tambahan

makanan (food additives) pada industri makanan. Karagenan hasil ekstraksi dapat

diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang biasa

digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol, dan

isopropanol (Winarno, 1990).

21

Gambar 4. Struktur karagenan (Blakemore dan Harpel, 2010).

Menurut winarno (1996), karagenan terbagi menjadi tiga golongan yaitu kappa,

iota, dan lambda. Kappa karagenan apabila berikatan dengan air menghasilkan

gel yang kaku dan keras, tipe karagenan ini dihasilkan oleh rumput laut

K. alverezii. Iota bila berikatan dengan air dapat membentuk gel yang relatif

elastis dan lembut, iota dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Lambda

mengandung gugus sulfat yang relatif tinggi dan hampir tidak membentuk gel

sama sekali. Gugus ester sulfat dalam lamda karagenan didistribusikan secara

acak dalam molekulnya. Lambda karagenan dihasilkan oleh rumput laut spesies

Gigartin, biasanya digunakan untuk membentuk lapisan tipis atau untuk

mengubah tekstur dari makanan.

Berat molekul karagenan bervariasi antara 100-800 kDa. Berat molekul

karagenan mutu makanan berkisar 100-500 kDa (FAO, 1990). Pada berat

molekul dibawah 100 kDa sifat fungsional gel karagenan akan banyak yang

hilang. Manfaat karagenan dari rumput laut yaitu mampu menghambat laju

absorbsi glukosa. Rumput laut juga memiliki kandungan antioksidan tinggi.

22

Senyawa hidrokoloid dari rumput laut sangat diperlukan keberadaannya dalam

suatu produk sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pensuspesi, dan

pensdispersi (Anggadiredja et al., 2007).

Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk

gel dalam air dan bersifat reversible, yaitu meleleh jika dipanaskan dan

membentuk gel kembali jika didinginkan (Fardiaz, 1989). Proses pemanasan

dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan

polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu

diturunkan maka polimer akan membentuk srtuktur double helix (pilinan ganda)

dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat

silang secara kuat dengan bertambahnya bentuk helik akan terbentuk agregat yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969).

Karagenan sangat penting peranannya, sebagai pembentuk gel, dan pengemulsi

(Hope et al., 1979). Penggunaan karagenan yang luas disebabkan karena

karagenan memiliki berbagai sifat yang penting dalam formulasi makanan. Sifat-

sifat tersebut antara lain, kejernihan dan kekukuhan gel karagenan, suhu

pembentukan gel yang tinggi, pembentukan gel yang cepat, kemampuan untuk

menyediakan tekstur yang diinginkan, serta tekstur yang dihasilkan oleh

penambahan karagenan memiliki rentang yang luas (Imeson, 1999). Karagenan

dapat digunakan dalam industri pangan karena karakteristiknya, dimana kappa

dan iota karagenan yang dapat membentuk gel, bersifat mengentalkan, dan

menstabilkan material sebagai fungsi utamanya (Peranginangin et al., 2014).

23

Agar-agar dan alginat merupakan salah satu produk primer dari rumput laut yang

merupakan hidrokoloid sehingga dapat memberikan suatu larutan atau suspensi

yang kental apabila dilarutkan dengan air (Rahmasari, 2008). Agar-agar adalah

karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut.

Karagenan tergolong kelompok pektin dan merupakan polimer yang tersusun dari

monomer galaktosa. Agar-agar yang terbuat dari rumput laut dapat dibentuk

sebagai bubuk. Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-

agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar

mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung

molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair (Poncomulyo,

2006).

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian dan

Uji Sensori, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dan Laboratorium

Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan

pada bulan Februari sampai April 2018.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun singkong

(Manihot esculenta) jenis malang 1 pada tangkai kesatu sampai ketiga, dan

rumpur laut (E. cottonii) yang diperoleh dari Pasar Tengah Tanjung Karang

sedangkan bahan yang dibutuhkan untuk analisis antara lain aquades, Fe(NO3)3,

HNO3 0,5 mL mol/L, NaOH 2,5%, KI 5%, NH4OH, dan AgNO3 0,02 N.

Alat-alat yang digunakan antara lain cetakan nori berukuran (20x20cm), blender,

pisau, neraca analitik, hotplate, nampan, baskom, vortex, inkubator, oven,

desikator, tang penjepit, timbangan analitik, pipet, kertas saring, kertas saring

wathman, kain kasa, pengaduk, mortar, destilasi, labu lemak, cawan porselin, labu

kjeldahl, tanur, soxhlet, dan alat-alat gelas.

25

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)

non faktorial dengan empat kali ulangan. Penelitian dilakukan dengan 6 taraf

perlakuan yaitu kombinasi antara daun singkong dan rumput laut yang terdiri dari

30:70 (K1), 40:60 (K2), 50:50 (K3), 60:40 (K4), 70:30 (K5), dan 80:20 (K6).

Kesamaan ragam di uji dengan uji bartlet dan penambahan data diuji dengan uji

tuckey. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga

ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar

perlakuan. Data dianalisis lebih lanjut dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata

Terkecil) pada taraf 5%.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dengan pembuatan nori dari kombinasi daun

singkong dan rumput laut dengan 6 taraf perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji

organoleptik untuk mendapatkan produk nori terbaik. Produk nori terbaik

dianalisis proksimat, kandungan zat besi, dan HCN. Alur pelaksanaan penelitian

dapat dilihat pada Gambar 5.

26

Gambar 5. Alur pelaksanaan penelitian

Pembuatan nori dari kombinasi daun singkong dan rumput laut dilakukan dengan

metode Teddy (2009) yang dimodifikasi pada bahan dan kombinasi perlakuan.

Daun singkong yang digunakan dari tangkai ke satu sampai ke tiga (daun

singkong muda) jenis malang 1 dan diperoleh dari penjual sayur di Pasar Tengah

Tanjung Karang. Rumput laut yang digunakan merupakan jenis Eucheuma

cottonii yang juga diperoleh dari penjual rumput laut di Pasar Tengah Tanjung

Karang. Daun singkong dan rumput laut dibersihkan dan dicuci dengan air

mengalir untuk menghilangkan kotoran. Daun singkong dan rumput laut

dikombinasikan dengan perbandingan 30:70 (K1), 40:60 (K2), 50:50 (K3), 60:40

(K4), 70:30 (K5), dan 80:20 (K6). Formulasi daun singkong dan rumput laut

total sebanyak 150 g. Kedua bahan tersebut dihancurkan dengan menggunakan

Pembuatan nori darikombinasi daun singkong

dan rumput laut

Kombinasi(daun singkong dan rumput laut)

Uji organoleptik(terbaik)

Analisisproksimat

Analisiszat besi

AnalisisHCN

80:20(K6)

30:70(K1)

50:50(K3)

60:40(K4)

70:30(K5)

40:60(K2)

27

blender hingga menjadi halus. Selanjutnya bubur dicetak menjadi lembaran nori

dengan cetakan ukuran 20x20 cm.

Lembaran nori yang terbentuk kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama 3

hari. Setelah kering, nori diangkat dari cetakan. Lembaran nori kemudian

dioven pada suhu 60°C selama 10 menit untuk selanjutnya dilakukan uji

organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan cara menyiapkan lembaran nori

dari berbagai kombinasi selanjutnya dibuat untuk membungkus sushi yang terdiri

dari nasi, sosis, timun, dan sayuran. Panelis memberikan nilai pada parameter

warna, aroma, tekstur, dan elastisitas nori. Penilaian terhadap warna yaitu

dengan cara mengamati nori menggunakan indra penglihatan, aroma

menggunakan indra pencium, tekstur menggunakan indra peraba, dan elastisitas

dengan cara menggulung seluruh bahan menggunakan nori yang telah disiapkan.

Hasil terbaik dari uji organoleptik dilakukan analisis proksimat, zat besi, dan

HCN. Diagram alir proses pembuatan nori dari kombinasi daun singkong dan

rumput laut dapat dilihat pada Gambar 6.

28

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan nori dari formulasi daun singkong danrumput laut (Teddy, 2009; dimodifikasi pada penggunaan bahan dankombinasi antar bahan)

Daun singkong makan(Manihot esculenta)

Rumput laut(Eucheuma cottonii)

Pembersihan(dengan air mengalir)

Kombinasi(Daun singkong dan rumput laut)

(30:70, 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, dan 80:20)

Penghalusan(blender, t = 5 menit)

Pengeringan(suhu kamar, t = 3 hari)

Pengovenan(t = 15 menit, T = 60°C)

Nori

Pencetakan(20x20 cm, ketebalan 1 mm)

Analisis(Proksimat, zat besi, dan HCN)

Pengamatan(uji organoleptik)

(Uji organoleptik terbaik)

Pembersihan(dengan air mengalir)

29

3.5. Pengamatan

Parameter yang diamati pada nori dari kombinasi daun singkong dan rumput laut

meliputi uji organoleptik untuk menentukan kombinasi terbaik dari daun

singkong dan rumput laut. Nori dengan kombinasi terbaik dari daun singkong

dan rumput laut dilakukan analisis proksimat, kandungan zat besi, dan HCN.

3.5.1.Uji Organoleptik

Uji organoleptik terhadap nori yang dibuat dari kombinasi daun singkong dan

rumput laut dilakukan dengan metode uji skoring. Uji skoring bertujuan untuk

memberikan skor terhadap karakteristik mutu nori. Panelis diminta memberikan

nilai sesuai dengan penilaian terhadap atribut sensori yang dinilai yaitu tekstur,

aroma, warna, dan elastisitas. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih

mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah mengambil mata kuliah

uji sensori. Panelis yang digunakan sebanyak 20 orang. Sampel yang sudah

diberi kode disajikan secara acak kepada panelis, kemudian panelis diminta untuk

memberikan nilai menurut tingkat skoringnya (Nurainy dan Nawansih, 2006).

Lembar kuesioner uji skoring dapat dilihat pada Gambar 7.

30

Lembar Kuesioner Uji Skoring

Nama :Tanggal :

Dihadapan anda disajikan enam sampel nori. Evaluasi sampel-sampel yang adadihadapan anda berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan elastisitas dengan caramengamati sampel satu persatu. Gunakanlah skala yang tersedia untukmenunjukkan penilaian anda terhadap masing-masing parameter sampel.

PenilaianKode acak

132 465 798 120 304 105

WarnaTeksturAromaElastisitas

Keterangan :Skala uji skoring

Warna ElastisitasHijau muda 1 Sangat tidak elastis 1Hijau 2 Tidak elastis 2Hijau kehitaman 3 Agak elastis 3Hitam 4 Elastis 4Hitam pekat 5 Sangat elastis 5

TeksturSangat tidak kompak 1Tidak kompak 2Agak kompak 3Kompak 4Sangat kompak 5

AromaSangat beraroma daun singkong 1Beraroma daun singkong 2Agak beraroma daun singkong 3Tidak beraroma daun singkong 4Sangat tidak beraroma daun singkong 5

Gambar 7. Lembar kuesioner uji skoring

31

3.5.2. Analisis Proksimat

a. Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan oven

(AOAC, 2005). Prinsipnya dengan menguapkan molekul air bebas yang ada

dalam sampel. Sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan dengan asumsi

semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Banyaknya air yang

diuapkan merupakan selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan. Cawan

yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-

105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan

ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah

dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105ºC selama 6 jam. Sampel

didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini

diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Penentuan kadar air dihitung dengan

rumus sebagai berikut.

Kadar air (%) = B - C x 100%B - A

Keterangan :

A : berat cawan kosong (g)

B : berat cawan + sampel awal (g)

C : berat cawan + sampel kering (g)

b. Kadar Abu

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan oven

(AOAC, 2005). Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan organik yang

32

diuraikan menjadi air dan karbondioksida tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat

anorganik ini disebut abu. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu

selama 30 menit pada suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator

untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g

dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala

pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur

bersuhu 550- 600ºC sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan

didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur

diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung

dengan rumus sebagai berikut.

Kadar abu (%) = C – A x 100 %B - A

Keterangan :

A : berat cawan kosong (g)

B : berat cawan + sampel awal (g)

C : berat cawan + sampel kering (g)

c. Kadar Lemak

Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet (AOAC, 2005).

Prinsipnya adalah lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan

menggunakan pelarut non polar. Labu lemak yang akan digunakan dioven selama

30 menit pada suhu 100-105ºC. Labu lemak didinginkan dalam desikator untuk

menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g (B)

kemudian dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan

33

dimasukkan ke dalam sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak.

Sampel sebelumnya telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksan

dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi selama 5-

6 jam atau sampai palarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih.

Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling, dan ditampung. Ekstrak lemak

yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105°C selama 1

jam. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap

pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan.

Penentuan kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Lemak total (%) = (C – A ) x 100%B

Keterangan :

A : berat labu alas bulat kosong (g)

B : berat sampel (g)

C : berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)

d. Kadar Protein

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl (AOAC, 2005).

Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi

amonia oleh asam sulfat. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam

membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan

larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan

asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya

dengan titrasi menggunakan larutan baku asam. Sampel ditimbang sebanyak 0,1-

34

0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL, ditambahkan dengan 1/4 buah

tablet, kemudian didekstruksi sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang.

Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 mL dan diencerkan dengan

akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan

dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung

dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan

bromcresol green 0,1% dan 29 larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95%

secara terpisah dan dicampurkan antara 10 mL bromcresol green dengan 2 mL

metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan

berubah warnanya menjadi merah muda. Penentuan kadar protein dihitung

dengan rumus sebagai berikut.

Protein (%) = (VA – VB) HCL x N HCL x 14,007 x 6,25 x 100%W

Keterangan :

VA : mL HCl untuk titrasi sampel

VB : mL HCl untuk titrasi blangko

N : normalitas HCl standar yang digunakan 14,007 : berat atom Nitrogen 6,25 :

faktor konversi protein untuk ikan

W : berat sampel (g)

e. Kadar Karbohidrat

Penentuan kadar karbohidrat dihitung menggunakan by difference (AOAC, 2005)

dengan rumus sebagai berikut.

Karbohidrat(%) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar abu + kadar lemak)%

35

3.5.3.Analisis Zat Besi (Fe)

Analisis zat besi dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer

Serapan Atom (SSA) (Fajria, 2011). Analisis Zat Besi dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Preparasi Larutan Standar

Penentuan Zat Besi (Fe) dengan Spektrofotometeri Serapan Atom (SSA)

Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe) 100 mg/L

- Dipipet 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L

- Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL

- Diencerkan dengan aquabidest asam hingga garis tanda

- Dihomogenkan (100 ppm)

Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe) 10 mg/L

- Dipipet 10 mL larutan induk Fe 100 mg/L

- Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL

- Diencerkan dengan aquabidest asam hingga garis tanda

- Dihomogenkan (10 ppm)

Pembuatan Larutan Seri Standar Besi (Fe) 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1 ppm

- Dari buret di ambil 1 mL larutan standar Fe 10 ppm. Dimasukkan kedalam labu

ukur 50mL. Diencerkan dengan aquabidest asam lalu dihomogenkan. Didapat

larutan standar Fe 0,2 ppm.

36

- Dari buret diambil 2 mL larutan standar Fe 10 ppm. Dimasukkan kedalam labu

ukur 50mL. Diencerkan dengan aquabidest asam lalu dihomogenkan. Didapat

larutan standar Fe 0,4 ppm.

- Dari buret diambil 3 mL larutan standar Fe 10 ppm. Dimasukkan kedalam labu

ukur 50mL. Diencerkan dengan aquabidest asam lalu dihomogenkan. Didapat

larutan standar Fe 0,6 ppm.

- Dari buret diambil 4 mL larutan standar Fe 10 ppm. Dimasukkan kedalam labu

ukur 50mL. Diencerkan dengan aquabidest asam lalu dihomogenkan. Didapat

larutan standar Fe 0,8 ppm.

- Dari buret diambil 10 mL larutan standar Fe 10 ppm. Dimasukkan kedalam labu

ukur 100mL. Diencerkan dengan aquabidest asam lalu dihomogenkan. Didapat

larutan standar Fe 1,0 ppm.

Pembuatan Kurva Standar Besi (Fe) Larutan blanko (0,0) mg/L

diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom

(SSA) pada spesifik 248,3 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan

hal yang sama untuk larutan seri standar Besi (Fe) 0,0; 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1

ppm.

b. Preparasi Sampel

Sebanyak 12 g sampel kering ditimbang dengan teliti dalam cawan penguap dan

didestruksi pada tanur dengan suhu 500°C selama 2 jam kemudian didinginkan

pada suhu kamar. Abu yang dihasilkan ditambah dengan aquades sebanyak 10

tetes dan asam sitrat (HNO3) diuapkan dalam lemari asam. Cawan penguap yang

berisi sampel dimasukkan dalam tanur dan diabukan selama 1 jam pada suhu

37

500°C. Abu didinginkan dan ditambah dengan 5 mL asam klorida (HCl) pekat :

aquades (1:1), kemudian disaring. Filtrat dipindahkan dalam labu takar 5 mL dan

cawan dibilas dengan aquades sebanyak 3 kali kemudian diimpitkan hingga tanda

batas. Setelah itu diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer Serapan

Atom dengan panjang gelombang 248,3 nm.

3.5.4.Analisis HCN

Analisa kadar asam sianida (HCN) dilakukan dengan menggunakan metode

Sudarmadji (1997). Analisis HCN dilakukan dengan cara ditimbang sebanyak 20

g sampel nori yang telah dihaluskan kemudian ditambahkan 100 mL aquadest

dalam erlenmeyer dan didiamkan selama 2 jam. Ditambahkan lagi 100 mL

aquadest dan didestilasi dengan uap. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang

telah diisi dengan 20 mL NaOH 2,5%. Setelah didestilasi (ditampung dalam

erlenmeyer) mencapai volume 150 mL maka proses destilasi dihentikan. Destilasi

kemudian ditambahkan 5 mL KI 5% dan 8 mL NH4OH. Campuran destilat

tersebut dititrasi dengan larutan AgNO3 0,02 N sampai terjadi kekeruhan.

Kemudian dihitung kadar asam sianida dengan rumus :

Kadar HCN = x 1000 mg/kg

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kombinasi daun singkong dan rumput laut berpengaruh terhadap sifat

organoleptik tekstur, warna, aroma, dan elastisitas produk nori yang

dihasilkan.

2. Kombinasi daun singkong dan rumput laut 40:60 memiliki tekstur, elastisitas,

dan aroma terbaik dengan skor masing-masing 3,931 (kompak), 3,863

(elastis), dan 3,638 (tidak beraroma daun singkong).

5.2. Saran

Saran pada penelitian ini adalah perlu menggunakan suhu dari sinar matahari agar

lembaran nori lebih mudah kering dan penambahan cita rasa agar produk nori

lebih disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, L.T. 2006. Tanaman Obat dan Jus untuk Asam Urat & Rematik. AgroMediaPustaka. Jakarta.

Anggadiredja, J.T., A. Zatnika., H. Purwoto, dan S. Istini. 2006. Rumput Laut.Penebar Swadaya. Jakarta.

Anggadiredja, J.T., A. Zatnika., H. Purwoto, dan S. Istini. 2007. Rumput Laut.Penebar Swadaya. Jakarta.

Anggadiredjo, J.T., A. Zatnika., H. Purwoto, dan S. Istini. 2008. Rumput Laut.Penebar Swadaya. Jakarta.

Aplinda, L. Z. 2013. Kandungan Proksimat dan Aktivitas Antioksidan RumputLaut Merah (Eucheuma cottonii) di Perairan Kupang Barat (Tesis).Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Arifin, Z. 2005. Manfaat Singkong. http://www.mail-archive.com. Diakses padatanggal 20 November 2017.

Askar, S.1996. Daun Singkong dan Pemanfaatannya Terutama Sebagai PakanTambahan. Balai Penelitian Ternak Bogor. Bogor.

Asmara, A. A. 2015. Pengaruh Proporsi Daun Pegagan (Centella Asiatica) DanRumput Laut (Eucheuma Cottonii) Terhadap Organoleptik Nori DanAktivitas Antioksidan Dengan Standar Butylated Hydroxyanisole (BHA).[Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2005. Official Methods ofAnalysis of the Association of Official Analytical Chemists. Chemist Inc.New York.

Blakemore, W.R dan A.R. Harpell. 2010. Carrageenan : Food Stabilizers,Thickeners, and Gelling Agent. Blackwell Published Ltd. UnitedKingdom.

54

Cofrades, S., Guerra, J. Carballo., F. Martin., dan J. Colmenero. 2000. Plasmaprotein and soy fiber content effect on bologna sausage properties asinfluenced by fat level. Food Chemistry and Toxicology. 65:281-287.

Deman, M. J. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan danPerikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan.

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi BahanMakanan. Bharata. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2001. Program Penanggulangan Anemia Gizi padaWanita Usia Subur (WUS); (Safe Motherhood Project: A Partnership andFamily Approach). Direktorat Gizi Masyarakat : Direktorat Jenderal BinaKesehatan Masyarakat Depkes. Jakarta.

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. 13-175.

Fellows, P. J. 1992. Food Processing Technology, Principles, and Practice. EllisHorword Limited. New York.

Food Agricultural Oranization. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture danProcessing in China. Rome.

Giury, M. 2006. The irish seaweed industry. http://www.seaweed.ie/Algae.html.Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry.New York:Academic Press P 214- 224.

Hasim, F. S dan L. K. Dewi. 2016. Effect of Boiled Cassava Leaves (Manihotesculenta Crantz) on Total Phenolic, Flavonoid and its AntioxidantActivity. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hiroyuki, N. 1993. http://www.rawfood.com/products/0372.html. Diakses padatanggal 10 Oktober 2017.

Hope, H.A., T. Levring., dan Y. Tanaka. 1979. Marine Algae in PharmaceuticalScience. Fakultas Biologi. Universitas Atmajaya. Yogyakarta.

Imeson, A. G. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen PublishersInc, New York.

Istini, S., A. Zatnika., Suhaimi., dan J. Anggadiredja. 1986. Manfaat danPengolahan Rumput Laut. Jurnal Penelitian BPPT. Jakarta.

55

Kartasapoetra, A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di DaerahTropika. Bina Aksara. Jakarta.

Kayama, et al. 1985. http://www.rawfood.com/products/0373.html. Diakses padatanggal 5 Oktoober 2017.

Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Lokasi BudidayaRumput Laut (Eucheuma cottoni) di Perairan Kecamatan SajoangingKabupaten Wajo. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan diTambak. Andi. Yogyakarta.

Korringa, P. 1976. Farming Marine organism Low In The Food Chain.Amsterdam, Oxford, New York: Elsevier Scientific Publishing Company.

Lakitan, B. 1995. Hortikultura : Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Cetakan 1. PTRaja Grafindo Persada. Jakarta.

Mahmud, Mien K. et al. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina GiziMasyarakat dan Sumber daya Keluarga. Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Ma’mun, N. 2013. Manfaat dan Kandungan Daun Singkong.http://manfaatdankandungan.blogspot.com/2013/05/manfaat-dan-kandungan-daun-singkong.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017.

Moehji, S. 1992. Ilmu Gizi. Bhratara, Jakarta.

Murti, I. 2011. Khasiat Rumput Laut si Pengganti Garam.http://els.fkik.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=10670. Diakses padatanggal 4 Desember 2014.

Nisizawa, K. 2002. Seaweeds Kaiso. Japan Seaweed Association. Usa MarineBiological Institute. Tokyo.

Novary, E. W. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. PT PenebarSwadaya. Jakarta.

Nurainy, F. dan O. Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. UniversitasLampung. Lampung.

Oei, G.D. 2008. Terapi Mata Dengan Pijat dan Ramuan. Penebar Swadaya.Jakarta.

Oey, K. N. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta.

56

Patimah. S.T. 2007. Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Hubungannya denganKejadian Anemia Defisiensi Besi. J. Sains & Teknologi.

Peranginangin, R., E. Sinurat, dan M. Darmawan. 2014. Memproduksi Karaginandari Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pitriana. 2008. Bio Ekspo Menjelajah Dunia dengan Biologi. Jatra Graphic. Solo.

Poncomulyo. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. AgroMedia Pustaka.Jakarta.

Rahmasari, V. 2008. Pemanfaatan Air Abu Sabut Kelapa dalam Pembuatan Agar-Agar Kertas dari Rumput Laut Gracilaria Sp. [Skripsi]. Institut PertanianBogor. Bogor

Rahmat, R. 1997. Budidaya Ubi Kayu Dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Riyanto dan M. Wilakstanti. 2006. Cookies Berkadar Serat Tinggi SubstitusiTepung Ampas Rumput Laut dari Pengolahan Agar-agar Kertas.BuletinTeknologi Hasil Perikanan. Vol. 9(1) : 47-57

Rubatzky, E. V. 1998. Sayuran Dunia 1. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Saputri, I. 2014. Pengaruh Penambahan Pegagan (Centella asiatica) denganBerbagai Konsentrasi Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Cookies SaguAntioksidan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiari, N dan Y. Nurchayati. 2009. Eksplorasi Kandungan Klorofil PadaBeberapa Sayuran Hijau Sebagai Alternatif Bahan Dasar FoodSupplement. Jurusan Biologi FMIPA Undip. Semarang.

Setijo, P. 2008. Khasiat Cincau Perdu. Kanisius. Yogyakarta.

Sintia, M. 2004. Mendesain, Membuar, dan Merawat Taman Rumah. AgromediaPustaka. Tanggerang.

Smith, J. L., G. Summers, and R. Wong. 2010. Nutrient and heavy metal contentof edible seaweedsin New Zealand. Journal of Crop and HorticulturalScience. 38(1): 19-28.

Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. CV. Yasaguna.Jakarta.

Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk BahanMakanan dan Pertanian Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta.

Subandi, A. 2008. Metabolisme. http://metabolisme.blogspot.com. Diakses padatanggal 17 Oktober 2017.

57

Subekti, E. I. 1998. Optimasi perencanaan produksi industri kerupuk udang ikandi perusahaan kerupuk indrasari. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan danGizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Taiz, L dan E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benyamin/CummingPublishing Company Inc. P: 219-247. Tokyo.

Teddy, M. 2009. Pembuatan Nori Secara Tradisional dari Rumput Laut JenisGlacilaria Sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Tenti, M. 2006. Pengaruh Pemberian Daun Ubi Kayu Fermentasi (ManihotUtilisima) Terhadap Performans Ayam Boiler. Skripsi Sarjana. FakultasPertanian Unand. Padang.

Terramoto, T. 1990. Seaweed, their chemistry and uses. In Science of ProcessingMarine Food Product. Vol I. Motohiro T, Kaduto H, Hashimoto K, KayoniM, Tokuraga T, editor. Japan International Centre.

Tjitroseopomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Triwardhani dan Y. Ratna. 2003. Pengaruh Proporsi Rumput Laut (Eucheumaspinosum) dengan Tepung Beras Ketan dan Lama Penyimpanan TerhadapSifat Fisik, Kimia, dan Organoleptok Dodol Rumput Laut. JurusanTeknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. UnivesitasBrawijaya. Malang.

Urbano, M. G. dan I. Goni . 2002. Bioavailability of nutrient in rats fed on edibleon edible seaweeds, Nori (Porphyra tenera) and Wakame (UndariaPinnatifada) as a source of dietary fibre. J. Food Chem. 76:281-286.

WHO. 1999. WHO Monographs on Selected Medical Plants. Vol.1. Geneva:WHO.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT.GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

58

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakusumah. 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. PT. PustakaPembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Yamamoto, Y. 1990. Nori seaweed. http://id.stashtea.com/stash/Nori. Diaksespada tanggal 16 Oktober 2017.

Yuriyani, D. 2016. Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Pati Terhadap KarakteristikNori Cassava Leaves. (Skripsi). Universitas Pasundan. Bandung.