kajian efisiensi moda transportasi ternak...

24
Proposal OPERASIONAL TA 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar Kadar Zakaria Tjejep Nurasa Tonny Sulistiyo Wahyudi

Upload: buihuong

Post on 30-May-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proposal OPERASIONAL TA 2013

KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM

SWASEMBADA DAGING SAPI

Oleh:

Nyak Ilham

Edi Basuno

Bambang Winarso

Amar Kadar Zakaria

Tjejep Nurasa

Tonny Sulistiyo Wahyudi

Page 2: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1  

SUMMARY

The difference in location of production centers and consumption centers of beef requires an efficient mode of transportation to produce competitive products. In addition to the production aspect, allegedly in major consumption centers, such as Jakarta and West Java inefficient distribution system and limitations of transportation of cattle, contributing to the high prices of local products compared to imported beef. If these conditions are not well addressed, then it is expected to be difficult to achieve self-sufficiency in beef in Indonesia. Therefore, research on efficiency of transportation of cattle and beef needs to be done to support self-sufficiency program on beef. The purpose of this study are: (1) to identify patterns of beef and cattle transportation from producers to consumer centers, (2) to analyze cost structure of cattle and beef distribution, (3) to analyze efficiency of cattle and beef transportation and (4) to analyze factors that affect the efficiency of cattle’s transportation. Scopes of this study will include various modes of transportation systems in distribution activities of cattle and beef from production to consumption centers. Research will be conducted in the following provinces: NTT, NTB, Bali, East Java, East Kalimantan, West Java and Jakarta. Data and information are collected from: (i) various merchants of beef and beef cattle, (ii) transport entrepreneurs of beef and beef cattle, and related agencies such as Ministry of Animal Husbandry and Animal Health, Ministry of Transportation, Agricultural Quarantine, Animal Markets authority, ports and others. Data and information will be analyzed with descriptive approach both qualitative and quantitative data (tables, graphs/diagram.

RINGKASAN

Perbedaan lokasi sentra produksi dan sentra konsumsi daging sapi

membutuhkan moda transportasi yang efisien untuk menghasilkan produk yang

berdaya saing. Selain aspek produksi, diduga sistem distribusi yang tidak efisien dan

keterbatasan moda transportasi ternak sapi, berkontribusi terhadap mahalnya harga

daging sapi produk lokal dibandingkan produk impor pada sentra konsumsi utama

seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jika kondisi ini tidak dibenahi maka diduga akan

sulit untuk mencapai swasembada daging sapi di Indonesia. Oleh karena itu

penelitian efisiensi moda transportasi ternak dan daging sapi dalam mendukung

program swasembada daging sapi perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah: (1)

mengidentifikasi pola-pola moda transportasi ternak dan daging sapi dari sentra

produsen ke sentra konsumen; (2) menganalisis struktur ongkos distribusi ternak

dan daging sapi; (3) menganalisis efisiensi moda transportasi ternak dan daging

sapi; dan (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi moda

transportasi ternak sapi. Cakupan penelitian ini meliputi berbagai sistem moda

Page 3: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2  

transportasi dalam kegiatan distribusi ternak dan daging sapi dari sentra produksi ke

sentra konsumsi. Penelitian ini akan dilakukan di provinsi NTT, NTB, Bali, Jawa

Timur, Kaltim, Jabar dan DKI. Data dan informasi dikumpulkan dari bebagai

pedagang ternak dan daging sapi, pengusaha angkutan ternak dan daging sapi, dan

instansi terkait seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perhubungan,

Balai Karantina Pertanian, Pengelola Pasar Hewan, Pengelola Pelabuhan, dll. Data

dan informasi dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif

dengan tejnik tabulasi dan grafik/skema.

Page 4: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3  

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia keberadaan sapi potong tersebar pada seluruh provinsi, namun

konsentrasinya berbeda menurut wilayah. Data Sensus tahun 2011 menunjukkan

bahwa dari 14,8 juta ekor sapi yang ada di Indonesia, 74 persen berada di daerah

berikut dengan rincian: Jawa Timur 31,75 persen, Jawa Tengah 12,84 persen, Sulsel

6,65 persen, NTT 5,26 persen, Lampung 5,01 persen, NTB 4,63 persen, Bali 4,31

persen, dan Sumut 3,60 persen (Kementan dan BPS, 2011). Selebihnya tersebar di

provinsi lain. Jika dipilah menurut pulau maka 50,68 persen sapi berada di Pulau

Jawa; 18,38 persen di Pulau Sumatera; 14,18 persen di Pulau Bali dan

Nusatenggara; 12,08 persen di Pulau Sulawesi; 2,95 persen di Pulau Kalimantan dan

hanya 1,74 persen di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.

Jika dikaitkan dengan Program Swasembada daging Sapi, dimana

diproyeksikan populasi sapi di Indonesia pada tahun 2011 sejumlah 13,2 juta ekor

(most likely) (Ditjen Peternakan, 2010) maka berdasarkan hasil sensus diatas

Indonesia sudah mencapai swasembada daging sapi. Banyak pihak menanyakan

tentang angka hasil sensus tersebut dan berkeinginan untuk tetap melakukan impor.

Di sisi lain Pemerintah yang telah tiga periode melakukan program swasembada

daging sapi tahun 2005, 2010 dan 2014 beranggapan bahwa perbedaan proyeksi

populasi dengan hasil sensus merupakan dampak dari kegiatan swasembada

sebelumnya, terutama Program P2SDS (Percepatan Pencapaian Swasembada Daging

Sapi) tahun 2010. Hal itu tidak bisa dijawab dengan pasti, karena sebelum program

swasembada, Indonesia tidak memiliki data dasar yang merupakan hasil sensus.

Namun yang jelas populasi sapi sudah mencapai target Program PSDSK 2014.

Permasalahannya adalah 50,68 persen sapi di Jawa dan 14,18 persen sapi di

Bali dan Nusatenggara kenapa tidak mampu memasok permintaan di DKI Jakarta

dan Jawa Barat yang selama ini sebagian besar dipasok dari produk impor.

Penyebab utamanya adalah perbedaan harga. Harga ternak dan daging sapi

domestik lebih tinggi dari impor pada dua sentra konsumsi tersebut. Perbedaan

harga tersebut diantaranya disebabkan efisiensi pada sistem produksi dan distribusi.

Sistem distribusi yang diduga masih tidak efisien dan keterbatasan moda

Page 5: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4  

transportasi ternak sapi berkontribusi terhadap mahalnya harga daging sapi produk

lokal dibandingkan produk impor, terutama pada sentra konsumsi utama seperti DKI

Jakarta dan Jawa Barat. Masalah tersebut perlu diperbaiki untuk melancarkan sistem

distribusi. Sistem distribusi yang efisien merupakan salah satu faktor penting untuk

mendukung program swasembada daging sapi di Indonesia. Penelitian ini

dikhususkan untuk mendalami sisi sistem distribus,i utamanya terkait sistem moda

transportasi ternak dan daging sapi.

Peternakan skala kecil hanya mampu menjual 1-2 ekor dengan lokasi yang

terpencar, mengharuskan pedagang harus berkeliling desa untuk membeli sejumlah

sapi dengan unit moda transportasi. Tidak jarang alat angkut yang digunakan dalam

posisi di bawah kapasitas, akibatnya biaya per ekor menjadi tinggi. Pedagang

pemotong sapi di kota Bengkulu lebih memilih membeli sapi dari feedlotter (90%)

asal Lampung dengan alasan diantaranya: lokasi sapi di Bengkulu terpencar

sehingga membeli dari feedlot biaya transportasinya lebih efisien. Keefisienan

tersebut disebabkan: (1) harga karkas lebih murah (di Lampung Rp. 20.500,-/kg, di

Bengkulu Utara Rp. 21.500,-/kg; (2) berat sapi hidup lebih tinggi (rata-rata 450

kg/ekor dibanding 250 kg/ekor); (3) tidak banyak pungutan selama transportasi dari

Lampung ke Kota Bengkulu dibandingkan dari Kabupaten Bengkulu Utara ke Kota

bengkulu; (4) waktu yang digunakan untuk mendapatkan sapi lebih efisien karena

sapi sudah terkumpul di feedlot, sedangkan di Bengkulu Utara harus dicari pada

beberapa lokasi (Ilham, et al. 2009).

Mayroni et al. (2003) dengan tujuan meningkatkan pendapatan asli daerah

muncul retribusi yang tumpang tindih dalam kegiatan perdagangan komoditas sapi

potong, akibatnya biaya perdagangan meningkat dan efisiensi perdagangan dan

daya saing produk di sentra konsumen menurun. Kondisi ini tentu makin

meningkatkan peluang masuknya produk impor. Ilham dan Yusdja (2004) biaya

pemasaran sapi potong berkisar 2,30-9,08 persen, dan komponen biaya transportasi

merupakan biaya utama. Mahalnya biaya transportasi disebabkan oleh jarak tempuh

yang jauh dan adanya pungutan resmi dan tidak resmi selama perjalanan.

Page 6: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5  

1.2. Dasar Pertimbangan

Secara geografis daerah sentra produksi dan/atau daerah surplus ternak dan

daging sapi tersebar di beberapa daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,

NTB dan NTT. Pada sisi lain daerah sentra konsumsi atau defisit berada di Jawa

Barat, DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan. Kondisi surplus dan

defisit suatu daerah tidak hanya disebakan oleh populasi sapi potong, tetapi juga

pola konsumsi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Ini berarti bisa saja suatu

daerah dengan populasi sapi tidak terlalu tinggi, tetapi karena pola konsumsi dan

pendapatan masyarakat relatif rendah, maka daerah itu menjadi daerah surplus

ternak dan daging sapi dan memperdagangkan sapinya ke daerah sentra konsumsi.

Jarak kawasan sentra produksi dan sentra konsumsi relatif jauh, sehingga

beberapa diantaranya tidak cukup hanya menggunakan moda transportasi darat,

tetapi juga menggunakan multimoda transportasi yang terdiri dari moda transportasi

darat dan laut. Distribusi ternak menggunakan multimoda transportasi terjadi dari

daerah NTT dan NTB ke Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan; dari Jawa Timur

ke Kalimantan. Sementara distribusi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah ke Jawa

Barat dan DKI Jakarta cukup menggunakan moda transportasi darat. Kalaupun

sampai ke Sumatera cukup menggunakan multimoda transportasi dengan bantuan

kapal ferry, namun tidak terjadi kegiatan bongkar muat.

Angkutan ternak yang selama ini dilakukan menggunakan multimoda

transportasi di Indonesia diduga membutuhkankan biaya tinggi. Di sisi lain saat

melakukan pengumpulan ternak sapi dari peternak dengan pemilikan dan penjualan

yang terbatas per peternak ke pedagang pengumpul hingga ke pedagang antar

pulau menggunakan moda transportasi darat yang diduga juga membutuhkan waktu

dan biaya tinggi. Kondisi yang demikian mempengaruhi biaya pemasaran sehingga

mempengaruhi daya saing produk ternak dan daging sapi domestik dengan produk

impor yang relatif efisien sejak usaha budidaya, pemasaran dan transportasi dari

peternak ke pelabuhan impor di Indonesia.

Tingginya biaya transportasi yang mempengaruhi daya saing ternak dan

daging sapi domestik di pasar konsumsi domestik menyebabkan pedagang daging

sapi lebih memilih untuk memperdagangkan ternak dan daging sapi impor. Jika

demikian,akibatnya ternak sapi domestik yang tadinya memasok sebagian besar

Page 7: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6  

pasar konsumsi utama makin menurun dan bergeser ke daerah pasar yang baru

muncul seperti Kalimantan. Jika kondsi ini berlanjut, permintaan daging sapi lokal

akan menurun dan tidak memberi insentif bagi peternak untuk terus berproduksi.

Jika kondisi ini tidak dibenahi maka diduga lama kelamaan keberadaan sapi

domestik akan terus menurun dan akan mempengaruhi tercapainya program

swasembada daging. Berbagai upaya dapat dilakukan baik pembenahan sisi usaha

pengadaan dan distribusi input, usaha budidaya dan sistem distribusi output

termasuk moda transportasi. Oleh karena itu penelitian efisiensi moda transportasi

ternak dan daging sapi dalam mendukung program swasembada daging sapi perlu

dilakukan.

1.3. Tujuan

Secara umum, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kinerja moda

transportasi ternak dan daging sapi nasional. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

(1) mengidentifikasi pola-pola moda transportasi ternak dan daging sapi dari sentra

produsen ke sentra konsumen; (2) menganalisis struktur ongkos distribusi ternak

dan daging sapi; (3) menganalisis efisiensi moda transportasi ternak dan daging

sapi; dan (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi moda

transportasi ternak sapi.

1.4. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) informasi tentang

pola-pola moda transportasi ternak dan daging sapi dari sentra produsen ke sentra

konsumen; (2) informasi struktur ongkos distribusi ternak dan daging sapi; (3)

informasi tingkat efisiensi moda transportasi ternak dan daging sapi; (4) informasi

faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi moda transportasi ternak sapi; dan (5)

rekomendasi penguatan dan pembangunan moda transportasi ternak dan daging

sapi di Indonesia.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Manfaat penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui potensi moda

transportasi ternak dan daging sapi di Indonesia sebagai bahan penguatan dan

Page 8: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

7  

pembangunan sistem moda transportasi ternak dan daging sapi sebagai bagian dari

sistem logistik nasional. Dampak penelitian ini meningkatkan daya saing ternak dan

daging sapi domestik di pasar domestik untuk mendukung program swasembada

daging sapi di Indonesia.

Page 9: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

8  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Pada dasarnya, menurut teori lokasi (Puecell, 1979) harga barang di daerah

defisit menjadi hampir sama dengan harga barang yang sama di daerah Surplus

ditambah biaya transportasi. Masalahnya adalah bagaimana jika daera surplus

terdapat di beberapa daerah seperti pada perdagangan sapi potong di Indonesia,

ada yang berasal dari produk lokal dan impor. Pada kondisi demikian selain faktor

harga di daerah asal, faktor jarak daerah surplus ke daerah defisit, ketersediaan dan

permintaan barang, dan biaya transportasi akan menentukan apakah akan terjadi

perdagangan dari suatu daerah surplus ke daerah defisit.

Biaya transportasi dipengaruhi oleh ketersediaan dan efisiensi moda

transportasi yang digunakan. Menurut Abubakar (2011), moda transportasi

merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan alat angkut yang digunakan

untuk berpindah tempat dari satu tempat ketempat lain. Ragam moda transportasi

dapat dikelompokkan atas moda yang ber jalan didarat, berlayar di perairan laut dan

pedalaman serta moda yang terbang di udara. Moda yang didarat juga masih bisa

dikelompokkan atas moda jalan, moda kereta api dan moda pipa.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan, angkutan ternak dari sentra

produksi ke sentra konsumsi menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Pola

yang demikian merupakan pola multi moda. Angkutan multimoda didalam Peraturan

Pemerintah No 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda didefinisikan sebagai:

Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2

(dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen

angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha

angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang

kepada penerima barang angkutan multimoda.

Efisiensi moda transportasi tidak hanya menyangkut aspek biaya secara

langsung tetapi juga kerugian secara tidak langsung. Transportasi yang buruk dapat

memiliki efek serius pada kesejahteraan ternak dan dapat menyebabkan kerugian

yang signifikan dari kualitas dan produksi (FAO,,,,,,). Untuk kasus Indonesia,

konsumen belum banyak melihat aspek, namun penurunan produksi berupa

Page 10: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

9  

penyusutan berat badan berdampak pada biaya dan mempengaruhi harga.

Penurunan berat badan dan kualitas daging pada ternak sapi selama transportasi

dapat disebabkan oleh: (i) ternak ketakutan dan kesakitan yang menyebabkan stres,

(ii) kembung lambung akibat sapi berada pada posisi terikat sehingga tidak leluasa

bergerak, (iii) dehidrasi pada perjalanan jarak jauh tanpa penyiraman yang tepat

akan menurunkan berat badan dan bisa mati, dan (iv) kelelahan.

2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait

2.2.1. Transportasi Sapi

Ilham dan Yusdja (2004) menyatakan bahwa sarana transportasi ternak

menggunakan transportasi darat yaitu truk dan kereta api serta transportasi laut.

Selama transportasi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah menuju Jawa Barat dan DKI

Jakarta ternak sapi yang diangkut mengalami susut berat badan sekitar 5 persen

dan untuk tenak sapi yang diangkut dari luar Jawa (NTT dan NTB) dengan tujuan

yang sama mengalami susut sekitar 10,5 persen. Angkutan ternak dari NTT dan NTB

ke sentra konsumsi Jawa Barat dan DKI menggunakan multi moda transportasi. Dari

peternak ke pasar hewan hingga masuk karantina di pelabuhan menggunakan

angkutan truk. Kemudian dari pelabuhan Tenau di Kupang-NTT dan pelabuhan

Lembar-NTB menuju pelabuhan Kalimas Surabaya menggunakan angkutan laut.

Kemudian dilanjutkan lagi dengan menggunakan truk menuju Jawa Barat dan DKI

Jakarta. Untuk daerah tertentu seperti Sumatera – Jawa dan Sulawesi Selatan –

Kalimantan Timur angkutan truk didukung oleh angkutan penyeberangan berupa

kapal ferri tanpa melalui proses bongkar muat.

Di masa lalu untuk angkutan ternak asal NTT, NTB yang transit di pelabuhan

Kalimas Surabaya dan ternak sapi asal Jawa Timur seperti Tuban, Lamongan dan

sekitarnya ada alternatif menggunakan angkutan darat berupa kereta api. Beberapa

kelebihan menggunakan jasa tansportasi kereta api adalah: (1) risiko kecelakaan

yang terjadi menjadi tanggungan perusahaan angkutan kereta api, (2) selama

perjalanan tidak ada pungutan baik resmi maupun tidak resmi, (3) ongkos relatif

murah jika dibandingkan dengan menggunakan truk (Ilham dan Yusdja, 2004).

Namun saat ini angkutan kereta api tidak lagi digunakan untuk mengangkut ternak

sapi. Menurut PT. KAI saat itu, usaha angkutan ternak sapi sudah tidak layak secara

Page 11: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

10  

ekonomi karena gerbong yang digunakan dari Jawa Timur Ke Jawa Barat untuk

nagkut sapi, kembali ke Jawa Timur dalam keadaan kosong. Di waktu sebelumnya

muatan dari Barat ke Timur berisi besi baja dari Cilegon yang menyebabkan gerbong

cepat rusak.

2.2.2. Efisiensi Moda Transportasi

Efisiensi transportasi adalah suatu ukuran besarnya biaya (dalam rupiah,

waktu, energi atau tambahan lainnya) untuk menggerakkan sesuatu dalam hal ini

ternak dan daging sapi satu tempat ke tempat lain (Wikipedia, 2011). Efisiensi

transportasi dipengaruhi oleh karakteristik mode angkutan yang digunakan, sebagai

contoh suatu kapal akan semakin efisien kalau ukuran kapalnya semakin besar untuk

perjalanan jarak jauh dan permintaannya besar.

Pada permintaan yang kecil lebih optimal menggunakan angkutan dengan

kapasitas yang kecil, dan untuk permintaan yang besar digunakan kapasitas

angkutan yang besar. Namun demikian dengan semakin besarnya alat angkut yang

digunakan perlu dilakukan penyesuaian prasarana pendukung di pelabuhan. Kasus di

Pelabuhan Tanjung Bumi Bangkalan Madura, karena belum tersedia dermaga yang

memadai saat itu, sapi yang akan diangkut melalui moda transportasi laut harus

menggunakan alat angkut tamabahan berupa tongkang menuju kapal yang sedang

lego jangkar di laut yang lebih dalam (Puslitbang Peternakan, 2011). Akibatnya akan

mempengaruhi efisiensi transportasi.

Dalam kegiatan distribusi produk yang menggunakan berbagai moda

transportasi dibutuhkan infrastruktur seperti pelabuhan, jembatan, dan jalan. Oleh

sebab itu Pemerintah berperan menciptakan moda transportasi yang efisien dan

dapat digunakan secara aman, cepat dan lancar. Jika hal tersebut waktu tempuh

menjadi panjang dan biaya semakin tinggi. Pada distribusi ternak sapi dengan

multimoda yang butuh waktu panjang dapat menurunkan berat badan.

Menurut Ilham (2009), banyaknya pelaku pasar dalam kegiatan perdagangan

ternak dan daging sapi sejak dari peternak sebagai produsen hingga ke konsumen

menyebabkan pangsa margin keuntungan para pedagang semakin besar, tingginya

biaya pemasaran dan penurunan berat badan sapi sehingga harga yang dibayar

konsumen menjadi lebih mahal. Salah satu upaya untuk menurunkan biaya

Page 12: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

11  

pemasaran itu dapat dilakukan dengan cara mengubah perdagangan ternak sapi

menjadi perdagangan daging sapi. Untuk itu diperlukan berbagai upaya diantaranya

meningkatkan kualitas RPH (rumah potong hewan) di sentra produksi dan

menyiapkan sarana tarnsportasi daging sapi yang mampu menurunkan biaya

pemasaran dan menjamin kualitas daging selama transportasi.

Permasalahan angkutan barang di Indonesia saat ini antara lain adalah: (1)

banyaknya perjalanan truk yang kosong, (2) kecepatan truk dalam mixed-traffic

yang sangat lambat, (3) antrian di pelabuhan, (4) loading-unloading angkutan

barang di tengah perjalanan yang sering menghambat arus lalu lintas, dan over

loading (Giz, tanpa tahun). Kemudian dikatakan bahwa tingkat efisiensi pengiriman

barang yang tinggi dapat dicapai dalam distribusi transportasi barangnya, yaitu

faktor kapasitas pengiriman yang tinggi dan frekuensi distribusi yang padat.

2.2.3. Legislasi Angkutan Ternak

Selama ini di Indonesia tidak ada alat angkut ternak secara khusus. Hal ini

jelas terlihat pada moda transportasi laut, sehingga banyak sapi dan kerbau yang

diangkut dari dermaga di pelabuhan menggunakan crane ke geladak kapal yang

banyak dikritik karena tidak memperhatikan kesejahteraan hewan. Kalaupun ada

angkutan kapal khusus digunakan untuk angkutan sapi, namun merupakan usaha

pelayaran rakyat yang terbuat dari kayu (Puslitbangnak, 2011).Di masa lalu di Jawa

dan Sumatera (Sumut dan Aceh) tersedia gerbong kereta khusus untuk mengangkut

sapi, namun saat ini sudah tidak disediakan lagi.

Ada UU yang terkait dengan transportasi ternak sapi yaitu UU 23/2007

tentang Perkeretaapian, UU 17/2008 tentang Pelayaran dan UU 22/2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dari UU tersebut ada juga beberapa PP, diantaranya

PP 18/2011 tentang Multimoda.

Pada UU 23/2007 pasal 1 dan pasal 3, sama sekali tidak disebutkan angkutan

ternak, jasa pelayanan Kereta Api hanya mengangkut penumpang dan/atau barang

(Menkumham, 2007). Pada pasal 139 (2) angkutan barang tidak termasuk ternak

tetapi terdiri dari: angkutan barang umum, angkutan barang khusus, angkutan

bahan berbahaya dan beracun, dan angkutan limbah bahan berbahaya dan beracun.

Tidak dijelaskan apa saja yang masuk kelompok barang khusus. Dengan demikian,

Page 13: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

12  

hingga saat ini memang belum ada amanah jasa kereta api untuk mengangkut

ternak, khususnya ternak sapi.

Berbeda dengan UU 23/2007 tentang Perkeretaapian, pada UU 17/2008

tentang pelayaran diamanahkan tentang angkutan ternak yang termasuk dalam

kategori barang khusus. Jelasnya pada pasal 44 disebutkan: “Pengangkutan barang

khusus dan barang berbahaya wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan”. Pada pasal 45: “Barang khusus yang dimaksud

pasal 44 adalah: kayu gelondongan, barang curah, rel dan ternak”.

Pada UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pasal

160 menjelaskan tentang angkutan barang umum dan angkutan barang khusus.

Pada pasal tersebut tidak ada secara eksplisit menyebutkan angkutan ternak. Ini

bukan berarti UU tersebut tidak mengatur tentang angkutan ternak, tetapi akan

diatur dengan peraturan yang secara hirarki lebih di bawah yaitu tingkat Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Menteri.

Page 14: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

13  

III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Perdagangan suatu produk seperti ternak sapi dari suatu lokasi ke lokasi lain

disebabkan adanya perbedaan harga. Komponen perbedaan harga tersebut

setidaknya terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pedagang. Atas dasar

tersebut secara historis ternak sapi diperdagangan dari berbagai daerah di kawasan

timur menuju kawasan sentra produksi utama di DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Dinamika kebijakan yang terjadi memberi kesempatan pada importir ternak

dan daging sapi memasukkan sapi bakalan untuk digemukkan pada daerah-daerah

di sekitar sentra konsumsi dan untuk daging sapi langsung ke sentra konsumsi.

Harga produk impor yang relatif murah di pusat sentra konsumsi, menghambat

ternak lokal dari sentra konsumsi dan beralih ke sentra konsumsi regional seperti

Kaltim, Kalsel dan Kalbar.

Setidaknya ada tiga penyebab mahalnya harga sapi domestik yaitu biaya

produksi, biaya pemasaran dan tingkat keuntungan yang diambil para pedagang.

Kajian ini difokuskan pada biaya pemasaran, khususnya yang mencakup pada sistem

moda transportasi ternak dan daging sapi.

Skala usaha peternak yang kecil, lokasi usaha yang terpencar, jarak dan

waktu tempuh dari produsen dan konsumen yang panjang, kondisi kuantitas dan

kualitas moda transportasi yang tersedia, dan sistem transaksi yaitu carter atau

sekali jalan merupakan faktor yang menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan

dalam penggunaan moda transportasi ternak. Peubah-peubah tersebut lebih

disebabkan oleh sosial ekonomi peternak, kondisi geografis, dan pengusaha moda

transportasi.

Peubah-peubah lain dimana peran pemerintah bisa lebih dominan adalah

kondisi infrstruktur pelabuhan dan jalan raya, biaya resmi dan tidak resmi yang

dikeluarkan oleh pengelola moda transportasi, perhatian pemerintah dalam

menyediaan moda transportasi murah pada distribusi ternak juga menentukan biaya

moda transportasi. Penyediaan fasilitas moda transportasi dapat berupa kredit

program industri pelayaran rakyat maupun penyediaan modanya langsung yaitu

kereta api dan kapal khusus untuk angkut sapi.

Page 15: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

14  

Banyaknya item yang dikeluarkan meningkatkan biaya sehingga

mempengaruhui keefisienan moda transportasi ternak. Akibatnya daya saing ternak

dan daging sapi di pasar domestik menurun. Dengan demikian upaya mencapai

swasembada daging sapi bisa mengalami hambatan. Secara skematis dapat

diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Pikir Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Moda Transportasi

dan Dampaknya pada Swasembada Daging Sapi 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang kegiatan dalam kajian ini adalah keragaan kinerja moda transportasi

ternak dan daging sapi. Namun masalah utama moda transportasi adalah pada

ternak hidup, sehingga kajian akan ditekankan pada moda transportasi ternak sapi

dengan tidak mengabaikan moda transportasi daging sapi. Seandainya tidak tersedia

kondisi eksisting perdagangan daging sapi dari sentra konsumsi ke sentra produksi

EFISIENSI  MODA  

TRANSPORTASI 

Faktor Eksternal: ‐Sosek Peternak ‐Geografis ‐Jarak dan Waktu Tempuh ‐Kualitas & Kuantitas Moda ‐Sistem transaksi jasa moda 

Faktor Internal:

-Infrastruktur -Biaya resmi & tak resmi -Kredit Program -Penyediaan Moda

Daya Saing

Swasembada Daging Sapi

Pemerintah

Page 16: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

15  

akan dilakukan data-data asumsi untuk membandingkan seandainya akan dilakukan

perdagangan antar pulau untuk daging sapi dari sentra produksi ke sentra konsumsi.

Demikian juga dengan aspek moda transportasi, jika data dan responden

tersedia, cakupan penelitian ini tidak hanya mengkaji kondisi eksisting tetapi juga

potensi yang ada. Seperti kasus moda transportasi kereta api, dimasa lalu

merupakan moda yang efisien namun kini sudah tidak digunakan.

Kinerja dan keragaan moda transportasi tidak hanya ditentukan oleh

pengelola moda transportasi tetapi juga didukung oleh infrastruktur dan

kelembagaan terkait maka lingkup kajian ini juga mencakup simpul-simpul terkait

dengan moda transportasi ternak dan daging sapi. Untuk mengetahui hal itu

diperlukan juga pengetahuan pola umum sistem distribusi ternak dan daging sapi

sebagai dasar untuk mengidentifikasi ragam, pola, dan efisiensi moda transportasi

ternak dan daging sapi. Berdasarkan uraian di atas, cakupan penelitian ini dapat

digambarkan pada matriks berikut.

Tabel 1. Cakupan Penelitian ditinjau dari Jenis Moda dan Produk yang akan Dikaji

Jenis Moda

Produk Ternak Sapi Daging Sapi

Potong Bibit/Bakalan

Manusia v v v

Becak/Delman/Motor, dll - - v

Kendaaran Truk/Pick-up v v v

Kapal Laut v v -

Kereta Api v - -

Pesawat Terbang - - V

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1. Dasar Perimbangan

Lokasi penelitian akan dilakukan pada daerah yang melakukan pengiriman

ternak ke daerah-daerah konsumen yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kaltim. Di

lokasi tersebut terdapat pedagang antar pulau sapi potong dan jaringannya hingga

dari produsen sampai konsumen. Di lokasi itu juga akan ditemui pengusaha kapal,

pengusaha jasa ekspedisi, dan instansi terkait lain.

Page 17: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

16  

Selain itu juga perlu diketahui moda transportasi baik ternak dan daging sapi

di daerah konsumen. Untuk itu akan diambil sentra konsumsi utama di Jawa dan

sentra konsumsi regional di Kaltim. Selain itu perlu juga dikaji moda transportasi

darat khsusnya dari sentra produksi dan sentra konsumsi dalam kawasan satu pulau.

Untuk mengetahui informasi dari pemilik kapal diperlukan juga lokasi yang terdapat

pengusaha kapal untuk transportasi ternak melalui laut dan darat.

3.3.2. Lokasi dan Responden

Berdasarkan pertimbangan sebelumnya maka penelitian ini direncanakan

akan dilakukan di Provinsi NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan

Kalimantan Timur. Masih ada kemungkinan lokasi penelitian di luar lokasi yang telah

ditetapkan, terutama untuk mendapatkan pengusaha moda transportasi laut yang

kemungkinan berada di Sulawesi Selatan. Responden yang direncanakan akan

diwawancarai terdiri dari instansi terkait seperti: Dinas Peternakan, Pasar Hewan,

Balai Karantina, Dinas Perhubungan, PJKA, Syahbandar, dan Otoritas Pelabuhan.

Responden yang terkait dengan pengusaha transportasi adalah ekspedisi angkutan

darat, ekspedisi angkutan laut, pemilik dan kapten kapal, pemilik dan supir truk.

Responden yang terkait dengan pengguna moda transportasi adalah pedagang

ternak dan daging sapi dari berbagai level yang mendominasi penggunaan moda

transportasi ternak dan daging sapi nasional. Sebagai pembanding akan

diwawancarai importir ternak dan daging sapi.

3.4. Data dan Metode Analisis 3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dari berbagai

sumber. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pedagang ternak dan daging

sapi, pengusaha jasa angkutan, pengendara angkutan, pengusaha jasa ekspedisi,

pejabat dan petugas pada berbagai instansi terkait. Data sekunder akan

dikumpulkan dari Dinas Peternakan, Pengelola Pasar Hewan, Balai Karantina Hewan,

Pengelola Pelabuhan Laut, instansi terkait lain dan studi dokumen dan literatur.

Peubah yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 18: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

17  

Tabel 2. Peubah yang Dikumpulkan dan Sumbernya serta Cara Pengukurannya menurut Tujuan Penelitian

No Tujuan Penelitian Data/Peubah yang diperlukan Sumber

1 Mengidentifikasi pola-pola moda transportasi ternak dan daging sapi dari sentra produsen ke sentra konsumen

1. Gambar pola saluran pemasaran ternak dan daging sapi lokal dan antar pulau

2. Inventarisasi alat angkutan yang digunakan antar simpul ratai pemasaran

1. Pedagang

2. Pedagang, pengusaha angkutan dan pengemudi alat angkutan

2 Menganalisis struktur ongkos distribusi ternak dan daging sapi (pada jalur utama)

1. Harga beli dan harga jual 2. Biaya: transport, perizinan,

tenaga kerja, pakan, operasional pedagang, pungutan, dll berdasarkan sistem transaksi (carter, milik sendiri, ekspedisi, ballen)

Pedagang & pengemudi alat angkutan

3 Menganalisis efisiensi moda transportasi ternak dan daging sapi

1. Menggunakan informasi & data dari tujuan 1 dan tujuan 2.

2. Data berat komponen sapi 3. Data berat kirim dan berat tiba di tujuan

(jika tersedia) 4. Ongkos ekspedisi melalui darat dan laut 5. Ongkos angkut sapi melalui darat, laut

menurut sistem transaksi dan wilayah

1. Studi literatur 2. Pedagang pengirim

dan pemotong 3. Perusahaan ekspedisi

darat dan laut 4. Pengusaha angkutan

darat dan laut 5. PJKA 6. Kemenhub 7. Dishub

4 Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi efisiensi moda transportasi ternak sapi

1. Data populasi, pemotongan, pengeluaran/kuota antar pulau sapi dan daging sapi prov dan kabupaten lokasi 5 tahun terakhir

2. Data sapi yang masuk pasar hewan dan yang laku terjual

3. Data sapi yang masuk karantina dan terangkut kapal

4. Frekuensi kapal angkut ternak menurut kapasitas angkut

5. Jumlah kapal angkut ternak menurut kapasitas

6. Data permintaan sapi potong dan sapi bibit

7. Lembaga yang terlibat dan masing-masing fungsi yang dilakukan, perannya terhadap sistem distribusi, kendala yang dihadapi dan saran perbaikan diperlukan

8. Biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam proses pada masing-masing lembaga yang terlibat

9. Peraturan yang terkait dengan sistem distribusi dan moda transportasi

1. Dinas PKH Prov & Kabupaten

2. Dinas Pasar Hewan

3. Balai Karantina

4. Syahbandar/Otoritas pelabuhan

5. Petugas cek poin

6. Pengusaha angkutan (kapal dan truk)

7. Pedagang

8. Instansi terkait lainnya

Page 19: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

18  

3.4.2. Motode Analisis

Untuk menjawab tujuan 1, yaitu: “Mengidentifikasi pola-pola moda

transportasi ternak dan daging sapi dari sentra produsen ke sentra konsumen”.

Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan informasi berbagai pola umum rantai pasok

ternak dan daging sapi sejak dari produsen atau pedagang desa hingga ke

konsumen atau pedagang pengecer. Setelah mengetahui hal tersebut kemudian

diidentifikasi pola moda transportasi pada masing-masing antar simpul. Pada

masing-masing pola ditentukan persentase volume produk yang dipasarkan pada

tiap jalur dan tujuan pemasaran. Untuk analisis selanjutnya digunakan jalur-jalur

dengan volume pemasaran terbesar. Metode analisis yang digunakan deskriptif

kualitatif dengan teknik diagram.

Untuk menjawab tujuan 2: “menganalisis struktur ongkos distribusi ternak

dan daging sapi”. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan pengumpulan data harga beli

dan harga jual dan harga beli sapi menurut umur, berat badan dan harga beli dan

harga jual daging sapi. Selanjutnya dari selisih harga jual dan beli tersebut diuraikan

komponen masing-masing serinci mungkin. Analisis data dilakukan dengan

pendekatan deskriptif kuantitatif dengan teknik tabulasi.

Untuk menjawab tujuan 3: “Menganalisis efisiensi moda transportasi ternak

dan daging sapi” diperlukan analisis finansial dan komparasi antar pola dan moda

transportasi yang ada. Untuk pengusaha angkutan akan dilakukan dilakukan analisis

finansial dengan teknik B/C rasio, IRR, NPV dan PBP. Disamping itu akan dilakukan

juga analisis efisiensi pemasaran berdasarkan: (i) analisis marjin pemasaran pada

beberapa pola pemasran, (ii) analisis komparasi antara pemasaran ternak dan

daging sapi, (iii) analisis komparasi antara angkutan darat, laut, pesawat udara, dan

kerataapi, (iv) analisis komparasi antara beberapa sistem transaksi: carter,

ekspedisi, balen, dan milik sendiri.

Untuk menjawab tujuan 4: “Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

efisiensi moda transportasi ternak sapi” diperlukan informasi pada berbagai lembaga

yang terlibat dalam sistem distribusi ternak dan daging sapi. Kegiatan yang akan

dilakukan untuk menjawab tujuan ini adalah: (i) Inventarisasi masing-masing fungsi

dan kendala yang dihadapi lembaga yang terkait dengan sistem distribusi ternak dan

daging sapi termasuk yang terkait dengan moda transportasi yang digunakan, (ii)

Page 20: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

19  

Menginventarisasi dan mengkaji dokumen legislasi yang terkait dengan sistem

distribusi ternak dan daging sapi termasuk yang terkait dengan sistem moda

transportasi, (iii) Analisis volume distribusi dan ketersediaan transportasi ternak

untuk perdagangan antar pulau sejak dari populasi, jumlah yang diperjualbelikan,

jumlah yang dipotong untuk kebutuhan lokal, jumlah yang diperdagangkan antar

pulau/provinsi, jumlah yang masuk karantina, jumlah yang diangkut kapal dengan

memperhatikan kapsitas dan frekuensi kapal. Metode analisis yang digunakan

deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif dengan teknik tabulasi dan

grafik/gambar

Page 21: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

20  

IV. ANALISIS RISIKO

Suatu kajian sosial ekonomi melibatkan berbagai pihak sebagai responden.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini ada yang bekerja pada tempat

tertentu yaitu pejabat dan petugas instansi terkait. Namun ada juga yang sifatnya

bergerak dari satu tempat ke tempat lain, seperti pedagang ternak dan daging sapi

serta pengusaha moda transportasi dan jasa ekspedisi. Responden yang bekerjanya

bergerak ke berbagai daerah relatif sulit dijumpai. Demikian juga dengan pengusaha

kapal dan kapten kapal serta pemilik dan supir truk.

Tabel 4.1 dan tabel 4.2 berikut menyajikan kemungkinan risiko yang dihadapi

dan penanganan risiko yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 4.1. Daftar Risko yang Mungkin Dihadapi untuk Mencapai Tujuan Penelitian

No Risiko Penyebab Dampak

1 2

Sulit mendapatkan data dan informasi tentang struktur ongkos serta kendala usaha moda transportasi. Beberapa responden kemungkinan tidak memberikan infomrasi yang lengkap terkait pungli dalam sistem distribusi yang juga mempengaruhi efisiensi moda transportasi

Responden bersifat bergerak sesuai dengan mata pencahariannya sebagai pedagang dan pengusaha moda transportasi. Responden takut mengungkap hal tersebut atau beranggapan hal tersebut sudah merupakan hal yang wajar

Data dan informasi kurang keragamannya Ada informasi yang tidak dapat

Tabel 4.2. Daftar Penangan Risiko yang Mungkin Dihadapi untuk Mencapai Tujuan Penelitian

No Risiko Penyebab Penanganan Risiko

1 2

Sulit mendapatkan data dan informasi tentang struktur ongkos serta kendala usaha moda transportasi. Beberapa responden kemungkinan tidak memberikan infomrasi yang lengkap terkait pungli dalam sistem distribusi yang juga mempengaruhi efisiensi moda transportasi

Responden bersifat bergerak sesuai dengan mata pencahariannya sebagai pedagang dan pengusaha moda transportasi. Responden takut mengungkap hal tersebut atau beranggapan hal tersebut sudah merupakan hal yang wajar

Mencadangkan waktu dan dana untuk dua kali berkunjung ke lokasi penelitian. Jika mungkin peneliti ikut dalam perjalan moda transportasi

Page 22: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

21  

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA 4.1. Susunan Tim Pelaksana

Tim Peneliti yang melaksanakan penelitian ini terdiri dari enam orang dari

PSE-KP Bogor. Direncanakan Tim Peneliti akan dibantu oleh tenaga dari UPT di

daerah. Direncanakan akan melibatkan peneliti dari Loka Penelitian Sapi Potong

Grati Jawa Timur. Rincian tenaga peneliti yang melaksanakan penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Susunan Tim Penelitian

No Nama Golongan Jabatan Fungsional/Bidang Keahlian

Kedudukan dalam Tim

1 Dr. Nyak Ilham IV/b Peneliti Madya/Ekonomi Pertanian

Ketua

2 Dr. Edi Basuno IV/d Peniliti Utama/Sosiologi Anggota 3 Drs. Bambang Winarso IV/b Peneliti Madya/Ekonomi Sekretaris 4 Ir. Amar K. Zakaria IV/b Peneliti Madya/Ekonomi

Pertanian Anggota

5 Ir. Tjejep Nurasa IV/a Peneliti Madya/Ekonomi Pertanian

Anggota

6 Tonny S. Wahyudi, SE III/b Staf Program Anggota 7 PM Anggota

4.2. Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan selama satu tahun kalender dari

Januari sampai dengan Desember 2013. Rincian kegiatan tiap bulan disajikan pada

diagram berikut.

Tabel 5.2. Diagram Palang Jadwal Kegiatan Penelitian, 2013

No Kegiatan Jan Peb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des1 Pembuatan Proposal 2 Seminar Proposal 3 Perbaikan Proposal 4 Studi Literatur 5 Pembuatan Kuesioner 6 Pengumpulan data 7 Pngolhan & analisis data 8 Penulisan lap. kemajuan 9 Penulisan draft lap. akhir 10 Seminar Hasil 11 Perbaikan laporan 12 Penggandaan laporan

Page 23: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

22  

DAFTAR PUSTAKA Abubakar, I. 2011. Moda Transportasi.

http://id.wikibooks.org/wiki/moda_Transportasi/ : Diunduh 7 juli 2012-07-07 Ditjen Peternakan. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014.

Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Chambers, P.G and Grandin, T. 2001. Guidline for Human Handling, Transport and

Slaughter Livestock. FAO of UN, Regional Office for Asia and The Pacific RAP. http://www.fao.org/docrep/003/X6909E/x6909e08.htm#TopOfPage. Diunduh tanggal 7 Penbruari 2012

Giz. Tanpa tahun. Komponen Transportasi Perkotaan: Angkutan Barang.

http://sutip.mine.nu/GD/Indonesia_Version/6.Angkutan_Barang. Diunduh tanggal 19 Juli 2012

Ilham, N. dan Y. Yusdja. 2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan

Implikasi Kebijakan di Indoneisa. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 2 (1). Ilham, N. 2009. Kebijakan Pengendalian Harga Daging Sapi Nasional. Analisis

Kebijakan Pertanian, Vol. 7 (3). Ilham, N., Y. Yusdja, A. R. Nurmanaf, B. Winarso, dan Supadi. 2010. Perumusan

Model Pengembangan Skala Usaha dan Kelembagaan Usaha Sapi Potong. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.

Ilham, N., E. Basuno, W.K. Sejati, Ashari, S. Nuryanti, F.B.M. Dabukke, dan R.

Elizabeth. 2011. Keragaan, Permasalahan dan Upaya Mendukung Akselerasi Program Swasembada Daging Sapi. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Kementeria Pertanian dan BPS. 2011. Rilis Hasil Akhir PSPK 2011. Kementerian

Pertanian dan Badan Pusat Statistik, Jakarta. Mayrowani, H. Supriyati, B. Rahmanto, dan Erwidodo. 2003. Kajian Perdagangan

Komoditas antar Wilayah dalam Era Otonomi Daerah. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Menkumham. 2007. UU No 23 tahun 2007, tentang Perkeretaapian.

http://www.bappedajateng.info/dokumen/uu/UU. Diunduh 19 Juli 2012.

Page 24: KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2013_03.pdfdengan tejnik tabulasi dan grafik/skema. 3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

23  

Menkumham. 2008. UU No 17 tahun 2008, tentang Pelayaran. http://www.scribd.com/doc/3176027/UU-17-tahun-2008-PELAYARAN. Diunduh 19 Juli 2012.

Menkumham. 2009. UU No 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

http://www.google.co.id/search=uu+22 2009+tentang+jalan+raya. Diunduh 19 Juli 2012.

Menkumham. 2011. Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda. http://www.philipjusuf.com/2011/11/peraturan-pemerintah-nomor-8-tahun-2011-tentang-angkutan-multimoda/. Diunduh 19 Juli 2012

Puslitbang Peternakan. 2011. Kinerja Budidaya dan Pemasaran Sapi dan Kerbau

dalam Upaya Pencapaian PSDSK-2014. Kegiatan Kemitraan antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Wikipedia.2011. Efisiensi Transportasi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Efisiensi_transportasi: Diunduh 7 juli 2012-07-07