journal publication thesis 1

12
Fahri, M. (2010) 1 ISOLATION AND IDENTIFICATION OF FLAVONOIDS COMPOUNDS AND TOXICITY TEST OF METHANOL EXTRACT FROM BROWN ALGAE (Sargassum cristaefolium) Muhammad Fahri 1 , Yenny Risjani 2 , Sasangka P 3 1) Post Graduent Student of Brawijaya University 2) Brawijaya University 3) Brawijaya University ABSTRACT Indonesia has a very high potential of algae. Noted there are at least 555 species of algae in the waters of Indonesia. Sargassum is a brown algae (Phaeophyceae) multicellular suspected of secondary metabolic compounds such as alkaloids or flavonoids. This compound may be bioactive compounds that can be used in the medical world, such as anticancer. Have been isolated and identification of flavonoid compounds and test the toxicity of methanol extract of Sargassum cristaefolium. Extraction was done by maceration increased, so that the extract of chloroform, acetone and methanol extracts. All three extracts obtained were tested by animal test activities Brine shrimp Artemia salina L with BSLT method. Toxicity test is to extract showed chloroform extract with LC 50 value of 1.88 ppm, acetone extract with LC 50 values of 3.97 ppm and methanol extracts with LC 50 values of 3.02 ppm. All three extracts are included in the category of very toxic. Phitochemistry test of methanol extract from S. cristaefolium is compounds such as flavonoid, flavon, alkaloids, terpenoids and steroids. The methanol extract of Thin Layer Chromatography (TLC) qualitative and preparative with toluene : ether : acetic acid eluent (10:10:2) and HPLC qualitative analysis. Identification of isolates by analysis of UV-vis spectrophotometer using shift reagents and Infrared Spectrophotometry (FT-IR). The identification with the UV-visual and IR is estimated that isolates obtained flavonoids namely 5,6,7, - dihidroflavonol. Key words : Isolation, Identification, Toxicity Testing, Methanol, Flavonoids, S. cirstaefolium. dihidroflavonol. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID SERTA UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI ALGA COKLAT (Sargassum cristaefolium) ABSTRAK Indonesia memiliki potensi alga yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis alga di perairan Indonesia. Sargassum merupakan alga coklat (Phaeophyceae) multiseluler yang diduga memiliki senyawa- senyawa metabolisme sekunder berupa alkaloid atau flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut kemungkinan merupakan senyawa bioaktif yang dapat digunakan dalam dunia pengobatan, misalnya sebagai antikanker. Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa golongan flavonoid serta uji toksisitas ekstrak metanol Sargassum cristaefolium. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi bertingkat, menghasilkan ekstrak kloroform, ekstrak aseton dan ekstrak metanol. Ketiga ekstrak yang diperoleh diuji aktifitasnya dengan hewan uji larva udang Artemia salina L dengan metode BSLT. Hasil uji toksisitas ekstrak adalah ekstrak klorofom dengan nilai LC 50 sebesar 1,88 ppm, ekstrak aseton dengan nilai LC 50 sebesar 3,97 ppm dan ekstrak metanol dengan nilai LC 50 sebesar 3,02 ppm. Ketiga ekstrak termasuk dalam kategori bersifat sangat toksik. Uji golongan fitokimia senyawa ekstrak metanol S. cristaefolium mengandung beberapa senyawa diantaranya flavonoid, flavon, alkaloid, terpenoid dan steroid. Isolasi ekstrak metanol dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) kualitatif dan preparatif dengan eluen toluen:eter:asam asetat (10:10:2) serta analisa HPLC kualitatif. Analisa Identifikasi isolat dengan spektrofotometri UV-vis menggunakan pereaksi geser dan Spektrofotometri Infrared (FT-IR). Hasil identifikasi menggunakan UV-visual dan IR bahwa isolat yang diperoleh diduga merupakan senyawa golongan flavonoid yakni 5,6,7,- dihidroflavonol . Kata Kunci : Isolasi, Identifikasi, Uji Toksisitas, Metanol, Flavonoid, S. cirstaefolium. dihidroflavonol. PENDAHULUAN Latar Belakang Kelautan meliputi hampir 70% dari permukaan bumi merepresentasikan sumber terbaik bagi kekayaan bahan alam planet ini. Berbagai literatur mengemukakan bahwa banyak hasil bahan alam kelautan yang mempunyai bioaktivitas antitumor (Kamiya, et al. 1987), antiviral (Rinehart et al., 1993), komponen sitotoksik (Schmitz et al. 1993), dan lain- lain. Studi-studi tersebut memperlihatkan bahwa lingkungan kelautan merupakan sumber yang kaya akan komponen bioaktif, banyak di antaranya memiliki struktur kimiawi yang tidak ditemukan dalam sumber dari lingkungan terestial (Jadulco, 2002).

Upload: brooke-allen

Post on 01-Jul-2015

885 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 1

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF FLAVONOIDS COMPOUNDS AND TOXICITY TEST OF METHANOLEXTRACT FROM BROWN ALGAE (Sargassum cristaefolium)

Muhammad Fahri1, Yenny Risjani2, Sasangka P3

1) Post Graduent Student of Brawijaya University2) Brawijaya University3) Brawijaya University

ABSTRACTIndonesia has a very high potential of algae. Noted there are at least 555 species of algae in the waters of

Indonesia. Sargassum is a brown algae (Phaeophyceae) multicellular suspected of secondary metaboliccompounds such as alkaloids or flavonoids. This compound may be bioactive compounds that can be used inthe medical world, such as anticancer.

Have been isolated and identification of flavonoid compounds and test the toxicity of methanol extract ofSargassum cristaefolium. Extraction was done by maceration increased, so that the extract of chloroform,acetone and methanol extracts. All three extracts obtained were tested by animal test activities Brine shrimpArtemia salina L with BSLT method. Toxicity test is to extract showed chloroform extract with LC50 value of 1.88ppm, acetone extract with LC50 values of 3.97 ppm and methanol extracts with LC50 values of 3.02 ppm. Allthree extracts are included in the category of very toxic.

Phitochemistry test of methanol extract from S. cristaefolium is compounds such as flavonoid, flavon,alkaloids, terpenoids and steroids. The methanol extract of Thin Layer Chromatography (TLC) qualitative andpreparative with toluene : ether : acetic acid eluent (10:10:2) and HPLC qualitative analysis. Identification ofisolates by analysis of UV-vis spectrophotometer using shift reagents and Infrared Spectrophotometry (FT-IR).

The identification with the UV-visual and IR is estimated that isolates obtained flavonoids namely 5,6,7, -dihidroflavonol.

Key words : Isolation, Identification, Toxicity Testing, Methanol, Flavonoids, S. cirstaefolium. dihidroflavonol.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID SERTA UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOLDARI ALGA COKLAT (Sargassum cristaefolium)

ABSTRAKIndonesia memiliki potensi alga yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis alga di perairan

Indonesia. Sargassum merupakan alga coklat (Phaeophyceae) multiseluler yang diduga memiliki senyawa-senyawa metabolisme sekunder berupa alkaloid atau flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut kemungkinanmerupakan senyawa bioaktif yang dapat digunakan dalam dunia pengobatan, misalnya sebagai antikanker.

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa golongan flavonoid serta uji toksisitas ekstrak metanolSargassum cristaefolium. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi bertingkat, menghasilkan ekstrakkloroform, ekstrak aseton dan ekstrak metanol. Ketiga ekstrak yang diperoleh diuji aktifitasnya dengan hewanuji larva udang Artemia salina L dengan metode BSLT. Hasil uji toksisitas ekstrak adalah ekstrak klorofomdengan nilai LC50 sebesar 1,88 ppm, ekstrak aseton dengan nilai LC50 sebesar 3,97 ppm dan ekstrak metanoldengan nilai LC50 sebesar 3,02 ppm. Ketiga ekstrak termasuk dalam kategori bersifat sangat toksik.

Uji golongan fitokimia senyawa ekstrak metanol S. cristaefolium mengandung beberapa senyawadiantaranya flavonoid, flavon, alkaloid, terpenoid dan steroid. Isolasi ekstrak metanol dilakukan denganKromatografi Lapis Tipis (KLT) kualitatif dan preparatif dengan eluen toluen:eter:asam asetat (10:10:2) sertaanalisa HPLC kualitatif. Analisa Identifikasi isolat dengan spektrofotometri UV-vis menggunakan pereaksi geserdan Spektrofotometri Infrared (FT-IR).

Hasil identifikasi menggunakan UV-visual dan IR bahwa isolat yang diperoleh diduga merupakan senyawagolongan flavonoid yakni 5,6,7,- dihidroflavonol .

Kata Kunci : Isolasi, Identifikasi, Uji Toksisitas, Metanol, Flavonoid, S. cirstaefolium. dihidroflavonol.

PENDAHULUANLatar Belakang

Kelautan meliputi hampir 70% dari permukaanbumi merepresentasikan sumber terbaik bagikekayaan bahan alam planet ini. Berbagai literaturmengemukakan bahwa banyak hasil bahan alamkelautan yang mempunyai bioaktivitas antitumor

(Kamiya, et al. 1987), antiviral (Rinehart et al., 1993),komponen sitotoksik (Schmitz et al. 1993), dan lain-lain. Studi-studi tersebut memperlihatkan bahwalingkungan kelautan merupakan sumber yang kayaakan komponen bioaktif, banyak di antaranyamemiliki struktur kimiawi yang tidak ditemukan dalamsumber dari lingkungan terestial (Jadulco, 2002).

Page 2: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 2

Indonesia memiliki potensi alga sangat tinggidengan panjang pantai sekitar 81.000 Km (Bengen,2001). Tercatat sedikitnya ada 555 jenis alga diperairan Indonesia. Sebanyak 555 jenis dalam 4 sukualga yang dikenal, yakni alga biru (Cyanophyceae),alga hijau (Chlorophyceae) alga coklat(Phaeophyceae) dan alga merah (Rhodophyceae).Sargassum cristaefolium merupakan salah satugolongan alga coklat (Phaeophyceae). Makroalgajenis ini belum banyak dimanfaatkan dandibudidayakan oleh masyarakat Indonesia.Sargassum merupakan alga multiseluler yang didugamemiliki senyawa-senyawa hasil metabolismesekunder berupa alkaloid atau flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut kemungkinan merupakan senyawabioaktif yang dapat digunakan dalam duniapengobatan, misalnya sebagai antikanker(Khurniasari, 2004).

Skrining awal untuk menguji bahan alam denganuji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina L.sering digunakan untuk mengetahui senyawa aktifyang terkandung dalam ekstrak tanaman, karenarelatif murah, cepat, dan hasilnya dapat dipercaya. Ujisenyawa aktif dilakukan dengan larva udang Artemiasalina L. sampai diperoleh isolat aktif. (Ledenberg,1992).

Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif dari S.cristaefolium dimaksudkan untuk mengetahuisenyawa-senyawa yang memiliki potensi untukdigunakan dalam berbagai bidang yang dapatmeningkatkan peluang pemanfaatan alga coklat inisebagai alternatif baru sebagai bahan pengobatan.

Dalam penelitian ini dilakukan analisa fitokimiaterhadap senyawa golongan flavonoid yang terdapatdalam S. cristaefolium. Tahapan penelitian meliputipembuatan ekstrak S. cristaefolium, isolasi senyawaflavonoid secara KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dananalisa HPLC (High Performance LiquidChromatography) dan dilanjutkan identifikasi dengananalisa senyawa kimia secara spektrofotometri UV-vis menggunakan pereaksi geser danSpektrofotometri Infrared (FT-IR). Sedangkan ujipotensi daya toksisitas ekstrak senyawa denganmetode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).

Rumusan MasalahApakah kandungan senyawa bioaktif flavonoid

yang terkandung dalam ekstrak alga coklat S.cristaefolium. Apakah ekstrak senyawa yang terdapatpada S. cristaefolium mempunyai daya toksisitassehingga memiliki potensi untuk dikembangkandalam dunia pengobatan seperti antikaknker atauantitumor.

Tujuan Penelitian(1) Isolasi dan Identifikasi senyawa flavonoid yang

terdapat dalam S. cristaefolium.(2) Mengetahui daya toksiksitas ekstrak senyawa

pada S. cristaefolium sebagai uji pre-skreningawal untuk senyawa yang memiliki potensi dalamdunia pengobatan.

Manfaat Penelitian(1) Dapat memberikan informasi tentang metode

isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari S.cristaefolium.

(2) Memberikan informasi tentang daya toksisitasekatrak senyawa dari S. cristaefolium sehinggadapat menjadi dasar pertimbangan untukmengetahui potensi bioaktif senyawa sebagaisalah satu alternatif bagi pengobatan berbasisbahan alam.

(3) Memberikan informasi kandungan senyawa dariS. cristaefolium sehingga dapat dimanfaatkansecara optimal dan dapat memberikan nilaitambah dan nilai ekonomis serta peluang barubagi pengembangan lahan usaha budidaya lautkhususnya alga coklat yang bermanfaat dalampeningkatan pendapatan dan kesejahteraanmasyarakat pesisir pada umumnya.

METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Laboratorium Kimia

Organik Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam (FMIPA) dan Laboratorium Reproduksi IkanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK),Universitas Brawijaya pada Bulan Juli 2009 sampaidengan Mei 2010.

Rancangan PenelitianEkstrak kasar yang diperoleh dari ekstraksi

maserasi bertingkat dilakukan uji prekrening awaldengan hewan uji Artemia salina dengan metodeBrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Keaktifan ekstraksenyawa dilihat dari nilai LC50 pada uji toksisitas.Ekstrak yang aktif dilanjutkan dengan isolasi senyawadengan KLT kualitatif dan preparatif serta HPLC.Identifikasi senyawa dengan Spektrokopis UV-vismenggunakan pereaksi geser dan SpektrokopisInfrared.

Rancangan Uji ToksisitasUji toksisitas menggunakan rancangan

eksperimental dengan perlakuan perbedaankonsentrasi ekstrak S. cristaefolium terhadapkematian larva Artemia salina L umur 48-72 jamsetelah penetasan telur. Konsentrasi ekstrak yangdigunakan adalah 0 μg/ml (kontrol), 6,25 μg/ml, 12,5μg/ml, 25 μg/ml, 50 μg/ml, 100 μg/ml dengan 5 kaliulangan. Penempatan perlakuan dilakukan secaraacak. Parameter yang digunakan adalah jumlah A.salina L yang mati dari total larva hewan uji.Kemudian di hitung nilai LC50 dengan menggunaknanalisa probit (50% kematian hewan uji). Uji toksisitasuntuk mendapatkan nilai Lethal Concentration 50(LC50) dari ekstrak tersebut. Ekstrak yang bersifattoksik dengan diketahui dari nilai LC50 pada ujitoksisitas.

Prosedur PenelitianEkstraksi Metabolit Sekunder S. cristaefolium

Alga coklat S. cristaefolium yang digunakandalam penelitian ini berasal dari perairan Sumenep

Page 3: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 3

Madura, yang telah dikeringkan dengan kadar airsekitar 10-20 %. Sampel dalam bentuk serbuk haluskering digunakan untuk diekstraksi.

Ekstraksi senyawa bioaktif dari S. cristaefoliummenggunakan metode maserasi bertingkat.Sebanyak 500 gram sampel diekstraksimenggunakan pelarut dengan kepolaran berbeda.Pelarut non polar kloroform sebanyak 1 liter (1000 ml)selama 24 jam pertama kemudian disaring. Maserasidengan pelarut kloroform ini sebanyak 3 kali. Setelahitu ampas dikeringkan hingga terbebas dari pelarutkloroform dan dimaserasi kembali selama 24 jammenggunakan pelarut semi polar aseton sebanyak 1liter (1000 ml) kemudian disaring. Maserasi denganpelarut aseton ini sebanyak 2 kali. Setelah itu ampaskembali dikeringkan sampai terbebas dari pelarutnya.Selanjutnya dimaserasi kembali dengan pelarut polaryaitu metanol sebanyak 1 liter (1000 ml) selama 24jam kemudian disaring. Maserasi dengan pelarutmetanol ini sebanyak 2 kali. Ketiga ekstrak yangdiperoleh dipekatkan dengan rotary vacumevaporator pada suhu 600C sampai diperoleh ekstrakpekat kloroform, aseton, dan metanol. Asumsiperbandingan pelarut kloroform, aseton, dan metanoldengan sampel secara berturut-turut sebanyak 6:1,4:1 dan 4:1.

Ketiga ekstrak pekat yang diperoleh selanjutnyadiuji toksisitasnya dengan mengunakan larva udangArtemia salina L.

Uji Toksisitas Ekstrak Metode BSLT. Media penetasan berupa air laut buatan dengan

melarutkan garam dapur sebanyak 38 gram dalam1000 ml air tawar sehingga salinitas air berkisar 32-35 ppm. Salinitas ini sesuai dengan salinitas habitathidup alami dari A. salina L. Media penetasan iniditempatkan dengan pencahayaan yang cukup.Wadah penetasan A. salina L menggunakan botolplastik transparan ukuran volume 1500 ml yangdimodifikasi dengan perlengkapan aerasi kuat

Sebanyak 1 gram kista A. salina L dimasukandalam media 1500 ml air laut buatan denganpemberian aerasi yang cukup. Suhu penetasanadalah ± 25-300C dan pH ± 6-7. Telur akan menetassetelah 18-24 jam dan larvanya disebut nauplii.Nauplii siap untuk uji BSLT setelah larva ini berumur48 jam (Subyakto, 2003).

Konsentrasi masing-masing sampel dibuat 5konsentrasi berbeda yaitu 6,25 μg/mL, 12,5 μg/mL,25 μg/mL, 50 μg/mL, dan 100 μg/mL dan masing-masing dengan kontrol (0 μg/mL). Ekstrak pekatkloroform, aseton dan metanol ditimbang sebanyak50 mg dan dilarutkan dengan menggunakan 5 mlpelarutnya masing-masing. Selanjutnya, larutandipipet masing-masing sebanyak 500 μL, 250 μL, 125μL, 62,5 μL, dan 31,25 μL, kemudian dimasukkan kedalam botol vial, pelarutnya diuapkan selama 24 jam.Masing-masing vial dimasukkan 2 mL air laut, 10 μLdimetil sulfoksida (DMSO) sebagai emulsigator, 10ekor larva udang, dan setetes larutan ragi roti,kemudian ditambahkan air laut sampai volumenyamenjadi 5 mL, sehingga konsentrasi masing-masingmenjadi 100, 50, 25, 12,5 dan 6,25 ppm.

Pada control dimasukkan 2 mL air laut dalambotol vial, 10 μL dimetil sulfoksida, 10 ekor larva A.salina L dan setetes larutan ragi roti, kemudianditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 5mL. Pengamatan Uji Toksisitas ini untuk mengetahuinilai Lethal Concentration 50 (LC50) denganmenghitung jumlah larva A. salina yang mati setelahperlakuan dengan pemberian ekstrak senyawadengan konsentrasi berbeda dari S. cristaefoliumsetelah 24 jam dari perlakuan.Analisis Hasil Uji Toksisitas

Efek toksisitas dianalisis dari pengamatandengan persen kematian dengan rumus perhitungansebagai berikut ini :

Jumlah Larva Yang Mati% Larva = X 100 %

Jumlah Larva Uji

Dengan mengetahui kematian larva A. salina,kemudian dicari angka probit dan dibuat persamaangaris :

Y = Bx + Adimana :Y = Log konsentrasiX = Angka probit

Dari persamaan tersebut kemudian dihitung LC50dengan memasukkan nilai probit (50 % kematian).Apabila pada kontrol ada larva yang mati, maka %kematian ditentukan dengan rumus Abbot (Meyer etal., 1982).

T – K% Kematian Larva = X 100 %

10Dimana :

T = Jumlah larva uji yang matiK = Jumlah larva kontrol yang mati10 = Jumlah larva uji

Uji Fitokimia Metabolit Sekundera. Pemeriksaan Falvonoid, Fenolik dan Saponin.- Flavonoid, ekstrak air (aqueous extract) ditetesi

larutan amoniak encer dan ditetesi asam sulfatpekat. Terbentuknya warna kuningmengindikasikan adanya flavonoid. Cara laindengan menambahkan HCl pekat dan beberapabutir serbuk magnesium ke dalam ekstrak air.Pewarnaan oranye sampai merahmengindikasikan adanya flavonoid.

- Fenolik, ekstrak dalam tabung reaksi ditetesilarutan FeCl3. Pewarnaan biru atau biru keunguanmenunjukkan positif fenolik.

- Saponin, ekstrak dalam tabung reaksi dikocokkuat, pembentukan busa permanen (sekitar 15menit) dan tidak hilang dengan penambahan 1tetes HCl pekat menunjukkan positif adanyasaponin.

b. Pemeriksaan Alkaloid (Maldoni, 1991)Penambahan larutan kloroform-amoniak 0,05 N

pada ekstrak kloroform dalam tabung reaksikemudian ditambahkan H2SO4 2 N (10-20 tetes).Pemberian pereaksi Meyer (1-2 tetes) dan pereaksiDragendorff (1-2- tetes). Uji positif alkaloid ditandaidengan adanya endapan putih yang relatif banyak

Page 4: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 4

(+4), kabut putih tebal (+3), kabut tipis (+2) dan kabutputih tipis (+1) untuk uji pereaksi Meyer dan pereaksiDragendorff menunjukkan adanya endapan jinggasampai merah coklat.c. Pemeriksaan Terpenoid/Streoid (Libermann-

Burchard : AC2O/H2SO4)Pemberian anhidrida asam asetat (AC2O)

sebanyak 1-2 tetes dalam ekstrak kloroform dansebagai pembanding menggunakan H2SO4 pekat (1-2tetes). Perubahan warna menjadi merah atau merahkeunguan mengindikasikan terpenoid dan hijau atauhijau kebiruan untuk streoid.

Uji terpenoid (Salkowski Test) dengan pemberianH2SO4 pekat pada ekstrak kloroform sehinggaterbentuk 2 lapisan fasa cair. Terbentuknya warnacoklat kemerahan pada antar muka lapisanmenunjukkan adanya terpenoid.

Isolasi Senyawa Bioaktif FlavonoidKLT Kualitatif

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan platsilika gel F254 dengan ukuran 2 X 10 cm. Ekstrakpekat S. cristaefolium ditotolkan pada plat silika jarak1 cm dari bagian bawah dengan pipa kapiler.Selanjutnya, dikeringkan dan dielusi dalam larutaneluen yang dipersiapkan sesuai dengan tujuansenyawa apa yang akan diisolasi. Larutan eluenditempatkan pada bejana kaca dengan bagian tutupyang lebar. Selama perendaman bejana ditutup agarmedia jenuh dengan larutan eluen. Ekstrak akanditarik ke atas oleh eluen sampai jarak 1 cm daribagian atas plat. Plat selanjutnya dikeringkan.Pengamatan warna yang muncul dibawah penyinaransinar ultra violet dengan panjang gelombang 256-366nm. Plat disemprot dengan dengan pelarut daricampuran vanili 0,25 ml dan etanol 25 ml kemudiandisemprotkan dengan H2SO4 untuk memperkuatpenampakan warna yang muncul pada plat. Untukmengetahui nilai RF dengan mengukur jarak antaratitik awal dengan pusat bercak yang dihasilkansenyawa dan dibagi dengan jarak antara titik awaldan garis depan (jarak yang ditempuh olehpengembang). Eluen yang memberikan hasil terbaikakan digunakan dalam pemisahan dengan KLTpreparatif.

KLT PreparatifPemisahan dengan KLT preparatif menggunakan

plat silika gel F254 dengan ukuran 10 X 20 cm. Ekstrakpekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat padajarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi.Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen yangmemberikan hasil pemisahan terbaik pada KLTkualitatif. Noda yang diperoleh dikerok dan dilarutkandengan metanol. Kemudian disentrifuge untukmengendapkan silikanya. Supernatan yang diperolehdipekatkan sehingga diperoleh isolat berdasarkanharga RF-nya.

Analisa HPLC kualitatifUji HPLC kualitatif dilakukan untuk mengetahui

komposisi kandungan senyawa yang terkandungdalam ekstrak Sargassum cristaefolium. Untuk

memastikan kemurnian dari isolat maka dilakukananalisis dengan menggunakan metode HPLC analitikdengan komposisi gradien (eluen) metanol-air adakolom fase terbalik (reversed phase) C-18 (RP-18)dan detektor Photo Dioda Array untuk merunutkeberadaan senyawa utama. Kemudian dilakukanisolasi senyawa utama dengan HPLC preparatif,Pada penggunaan HPLC preparatif, dibuat gradienseoptimal dan sesingkat mungkin dengan caramengubah atau mengganti konsentrasi eluen.Selanjutnya, setelah didapatkan senyawa utama,dilakukan penentuan struktur dengan metodespektroskopis.

Identifikasi Senyawa Bioaktif FlavonoidSpektrofotometri UV-vis

Isolat hasil KLT dimasukkan ke dalam kuvet dandiamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-600 nm. Identifikasi dilanjutkan dengan penambahanpereaksi geser NaOH 2 M. AICl3 5 %, NaOAc, H3BO3,kemudian diamati pergeseran puncak serapannya.

Tahapan prosedur penggunaan pereaksi gesersebagai berikut :1. Isolat yang diduga sebagai senyawa utama

diamati pada panjang gelombang 200-600 nm,direkam dan dicatat hasilnya.

2. Isolat dari tahap 1 ditambahkan 3 tetes NaOH 2M kemudian dikocok sehingga homogen dandiamati hasilnya.

3. Isolat tahap 1 ditambahkan 6 tetes pereaksi AICl35 % dalam metanol kemudian dicampur hinggahomogen dan diamati hasilnya.

4. Isolat tahap 1 ditambahkan serbuk NaOAc kira-kira 250 mg, campuran dikocok sampai homogendan diamati spektrumnya, selanjutnyaditambahkan serbuk H3BO3 kira-kira 150 mgdikocok sampai homogen dan diamatispektrumnya.

Spektrometri InfraredIsolat hasil KLT preparatif yang menunjukkan

adanya senyawa utama berdasarkan identifikasidengan spetrofotometri UV-vis diuapkan pelarutnya.Isolat pekat diteteskan pada pelet KBr, dikeringkankemudian dibuat spektrumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

EkstraksiHasil ekstraksi S. cristaefolium selengkapnya

disajikan dalam Tabel 1, sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Ekstraksi S. cristaefolium.No Jumlah

Serbuk(gram)

Pelarut JumlahPelarut

(ml)

LamaMaserasi

(jam)

EkstrakKasar(ml)

EkstrakPekat(mg)

1 500 Kloroform 3000 3 x 24 1838 532 500 Aseton 2000 2 x 24 1169 343 500 Metanol 2000 2 x 24 1247 14

Ekstrak pekat yang diperoleh digunakan dalam ujitoksisitas dengan metode BSL) menggunakan larvaA. salina umur 48-72 jam untuk mengetahuikemampuan aktifitas senyawa dalam ekstrak. Dari uji

Page 5: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 5

toksisitas dapat diketahui ekstrak yang aktif untukdilanjutkan ke tahap isolasi dan identifikasi senyawa.

Uji ToksisitasHasil pengamatan mortalitas A. salina dalam uji

toksisitas dengan metode BSLT diperoleh persentasemortalitas hewan uji dari masing-masing konsentrasiekstrak yang diujikan. Berdasarkan data tersebutdilakukan perhitungan dan analisa probit denganprogram SPSS13 untuk mencari nilai LC50 darimasing-masing ekstrak yang diujikan. Hasilperhitungan analisa probit ekstrak kloroform, asetondan metanol dari S. cristaefolium disajikan padaTabel 2 berikut :

Tabel 2. Hasil perhitungan uji BSLT ekstrakkloroform, aseton dan metanol dari S.cristaefolium

Dosis Ekstrak(ppm)

Mortalitas(%)

Persamaan Garis LC50(µg/mL)

Kloroform6.25 72

Y=0.093x+73.16R2=0.437

1.8812.5 7025 8050 82100 80

Aseton6.25 90

Y=0.067x+88.58R2=0.720

3.9712.5 8825 9250 90100 96

Metanol6.25 80

Y=0.099x+83.75R2=0.498

3.0212.5 8425 9250 90100 92

Ket : P = 0.00 dengan SPSS13

Dari data persentase mortalitas larva A. salinapada ekstrak kloroform tersebut, dapat dibuat grafikyang menunjukkan hubungan antara persentasemortalitas dengan konsentrasi (dosis) ekstrak yanglarut dalam kloroform seperti pada grafik Gambar 1berikut ini :

Gambar 1. Hubungan persentase mortalitas dengankonsentrasi ekstrak kloroform dari Scristaefolium.

Grafik diatas menujukkan bahwa konsentrasidosis ekstrak kloroform pada 6,25 ppm mortalitasmencapai 72 persen. Pada dosis 12,5 ppm

mortalitas 70 persen, konsentrasi 25 ppm sebesar 80persen, pada konsentrasi 50 ppm sebesar 82 persendan 80 persen pada konsentrasi 100 ppm.Penurunan mortalitas dengan semakin meningkatnyakonsentrasi ini diduga karena ekstrak kasar masihbanyak mengandung senyawa yang bekerja salingkontraproduktif satu sama lainnya. Nilai LC50 ekstrakkloroform dari hasil analisa probit dengan selangkepercayaan p = 0.00 adalah 1.88 ppm yang berartimortalitas hewan uji mencapai 50% pada saatkonsentrasi ekstrak senyawa mencapai 1.88 ppm.Nilai LC50 ini termasuk dalam kategori sangat toksikkarena nilai LC50-nya dibawah 30 ppm.

Hubungan antara persentase mortalitas dengankonsentrasi ekstrak aseton disajikan pada Gambar 2berikut ini.

Gambar 2. Hubungan persentase mortalitas dengankonsentrasi dosis ekstrak aseton dari Scristaefolium.

Berdasarkan nilai LC50 hasil analisa probitdengan selang kepercayaan p = 0.00 pada ekstrakaseton yaitu sebesar 3,97 ppm menunjukkan bahwaangka mortalitas hewan uji mencapai 50% pada saatkonsentrasi ekstrak senyawa mencapai 3,97 ppm.Berdasarkan nilai LC50 maka ekstrak asetontermasuk dalam kategori sangat toksik karena beradadibawah 30 ppm (Meyer et. al, 1982).

Grafik hubungan antara persentase kematiandengan konsentrasi dosis ekstrak metanol disajikanpada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Hubungan persentase mortalitas dengankonsentrasi ekstrak metanol dari S.cristaefolium.

72 70

80 82 80

y = 0.093x + 73.16R² = 0.437

50556065707580859095

100

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96 102

% M

orta

lity

Dosis (µg/mL

9088

9290

96

y = 0.067x + 88.58R² = 0.720

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

100

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96 102

% M

orta

lity

Dosis (µg/mL)

8084

92 90 92

y = 0.099x + 83.75R² = 0.498

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

100

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96 102

% M

orta

litas

Dosis (µg/mL)

Page 6: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 6

Hasil analisa probit dengan selang kepercayaanp = 0.00 diperoleh nilai LC50 dari ekstrak metanolyaitu sebesar 3.02 ppm. Ini berarti bahwa mortalitashewan uji sebesar 50 persen dicapai pada saatkonsentrasi dosis ekstrak metanol sebsar 3.02 ppm.Berdasar pada nilai LC50 ini maka ekstrak metanoldikategorikan sebagai sangat toksik.

Dari hasil analisa data uji toksisitas ini,memperlihatkan bahwa semakin besar nilaikonsentrasi dosis ekstrak, maka mortalitas larva A.salina juga semakin besar. Hal ini sejalan denganHarbone (1994), bahwa semakin tinggi konsentrasiekstrak maka sifat toksiknya juga semakin tinggi.Kematian larva uji pada kontrol (0 ppm) disebabkanoleh kematian alami. Sedangkan kematian padaperlakuan pemberian ekstrak disebabkan olehpengaruh sifat toksik dari ekstrak yang terlarut dalammedia hidup larva tersebut.

Menurut Meyer et. al, (1982) tingkat toksisitasdari ekstrak tanaman dapat ditentukan denganmelihat harga LC50-nya. Suatu ekstrak dianggapsangat toksik bila memiliki nilai LC50 di bawah 30ppm, dianggap toksik bila nilai LC50 30-1000 ppm dandianggap tidak toksik bila nilai LC50 di atas 1000 ppm.Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatusenyawa.

Lebih jauh, Meyer (1982) dan Anderson (1991)menjelaskan bahwa aktifitas ketoksikan suatu ekstrakdalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkankematian 50% larva uji pada konsentrasi kurang dari1000 ppm. Dengan demikian, berdasarkan nilai LC50yang diperoleh dari ketiga ekstrak yang diujikan makadinyatakan bersifat sangat toksik karena memiliki nilaiLC50 dibawah 30 ppm..

Ekstrak yang paling toksik dapat dilihat darikemampuan menyebabkan kematian hewan uji yanglebih besar dengan konsentrasi lebih kecil. Hal inimenunjukkan bahwa secara berturut-turut ekstrakpaling toksik berdasarkan nilai LC50 adalah ekstrakkloroform dengan nilai 1,88 ppm, ekstrak metanoldengan nilai 3,02 ppm dan ekstrak aseton dengannilai 3,97 ppm.

Isolasi Senyawa FlavonoidUji Golongan Senyawa

Uji golongan fitokimia senyawa dari ekstrak kasarS. cristaefolium sebagai uji pendahuluan danpanduan dasar keberadaan senyawa bioaktifflavonoid dalam rangka isolasi. Hasil uji golonganmengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid,steroid dan terpenoid. Secara ringkas, hasil ujigolongan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 3 sebagaiberikut :

Tabel 3. Hasil Uji Golongan Senyawa Ekstrak KasarS. cristaefolium.

Ekstrak Pereaksi Hasil / Warna DugaanKloroform H2SO4 Orangye/Kuning

TuaFlavon, Flavonoid

Meyer Endapan Putih AlkaloidDragendorff Endapan

OranyeAlkaloid

Salkowski EndapanMerah/Oranye

Terpenoid, Steroid

Aseton H2SO4 Tidak AdaEndapan

Negatif Flavon,Flavonoid

Meyer Tidak AdaEndapan

Negatif Alkaloid

Dragendorff Tidak AdaEndapan

Negatif Alkaloid

Salkowski Tidak AdaEndapan

Negatif Terpenoid

Metanol H2SO4 EndapanOranye

Terpenoid, Steroid

Meyer Endapan Putih AlkaloidDragendorff Endapan

OranyeAlkaloid

Salkowski EndapanMerah/Oranye

Flavon, Flavonoid

Hasil uji golongan (fitokimia) yang dilakukan,menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunderyang terdapat pada ekstrak S. cristaefoliummengandung senyawa flavonoid. Harbone (1987)menjelaskan bahwa pada uji fitokimia terhadapsenyawa golongan flavonoid akan menunjukkan hasilpositif dengan terjadinya perubahan warna berupawarna kuning kemerahan (oranye). Hal ini dibuktikandengan pembentukan warna yang terbentuk yaituwarna kuning kemerahan (oranye).

Kromatografi Lapis TipisBerdasarkan hasil uji toksisitas diketahui bahwa

ekstrak metanol merupakan ekstrak yang mempuyaiaktifitas yang sangat aktif (sangat toksik) dengan nilaiLC50 sebesar 3,02 ppm. Pada uji golongan ekstrakmetanol juga mengandung beberapa senyawadiantaranya flavonoid, flavon, alkaloid, terpenoid dansteroid. Pelarut metanol merupakan pelarut yangbersifat polar. Pelarut polar memiliki kemampuanyang lebih baik dalam melarutkan senyawa organikdari bahan alam terutama senyawa fenol danflavonoid. (Harbone, 1987).

Dengan demikian, uji tahap lanjut untukmengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoidyang terdapat dalam ekstrak yang aktif dilakukanpada ekstrak metanol dari S. cristaefolium. Ekstrakmetanol dilanjutkan ke tahap pemisahan danpemurnian selanjutnya dengan Kromatografi LapisTipis (KLT) kualitatif dan preparatif.

Analisa pemisahan senyawa dari ekstrak metanoldengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) kualitatifmenggunakan beberapa eluen. Penggunaanberbagai macam komposisi dan eluen inidimaksudkan mampu untuk memisahkan senyawaflavonoid yang terkandung dalam S. cristaefolium.Hasil KLT kualitatif berupa pola pemisahan padakromatogram dari berbagai eluen yang digunakan.Berdasarkan pola kromatogram yang terbentuk padaplat silika gel dapat ditentukan resolusi senyawaflavonoid dan jenis flavonoid yang terdapat dalamekstrak. Markham (1988), bahwa eluen yangdigunakan untuk memisahkan komponen dari bahanalam yang diduga mengandung senyawa flavonoidadalah n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengankomposisi (4:1:5), dan metanol : kloroform (7:3).

Eluen yang digunakan pada KLT kualitatif iniadalah n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengankomposisi (4:1:5), metanol : kloroform (7:3), asamasetat : benzene (2:8), etil asetat : n-heksan (7:5) dan

Page 7: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 7

toluen : eter : asam asetat (10:10:2). Hasil KLTkualitatif dengan beberapa eluen tersebut disajikandalam Table 4.

Tabel 4. Hasil KLT kualitatif beberapa eluen dariekstrak metanol S. cristaefolium.

No Eluen Komposisi Hasil1 n-butanol : asam

asetat : air (BAA)4:1:5 Senyawa tidak

memisah, warnaungu kekuningan

2 metanol : kloroform 7:3 Senyawa terpecah,tidak memisah,warna seragam

3 asam asetat :benzene

2:8 Senyawa bergeraklurus, tidak memisah,warna seragam

4 etil asetat : n-heksan

7:5 Noda 3 berhimpitan,warna ungu, birumuda dan ungumuda

5 toluen : eter : asamasetat

10:10:2 9 Noda, warnaoranye, coklat,kuning kehijauan,

Hasil pemisahan secara KLT kualitatifmenunjukkan bahwa eluen yang memberikan hasilterbaik adalah toluen : eter : asam asetat (10:10:2)mampu memberikan resolusi terbaik, terlihat dariterbentuknya noda yang terpisah dan jumlah nodayang paling banyak yaitu 9 noda. Campuran eluenlain yang menghasilkan noda adalah etil asetat : n-heksan (7:5) tetapi tidak mampu memisah denganbaik noda yang masih berhimpitan dan jumlah nodahanya 3 noda. Sedangkan eluen lainnya tidak dapatmemisahkan senyawa yang terlihat dari geraksenyawa yang membentuk garis lurus. Dengandemikian, eluen terbaik yang digunakan dalampemisahan senyawa flavonoid pada analisaKromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif adalaheluen campuran toluen : eter : asam asetat (10:10:2).

Hasil pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis(KLT) preparatif hampir sama dengan KLT kualitatifhanya berbeda pada kuantitas ekstrak lebih banyakyang digunakan. Penggunaan plat silika gel denganukuran yang besar dan lebih banyak. Noda-nodayang dihasilkan pada KLT preparatif ditandaiselanjutnya dikerok dan dilarutkan pada pelarutmetanol. Isolat yang diperoleh tersebut kemudiandiidentifikasi dengan spektrofotometri UV-visual danInframerah (FT-IR).

HPLCHasil analisa HPLC kualitatif terhadap ekstrak

metanol S. cristaefolium disajikan dalam gambar 4sebagai berikut.

Gambar 4. Hasil HPLC ekstrak metanol S.cristaefolium.

Data hasil analisa HPLC kualitatif terhadapekstrak metanol S. cristaefolium menunjukkan bahwapuncak utama senyawa yang terdapat dalam ekstrakmetanol berada pada puncak kedua dengan wakturetensi (waktu hambat/tambat) 20.03 menit serta areapersentase senyawa sebesar 38.505 %. Puncak inipada KLT kualitatif mempunyai nilai Rf 0.88 cm danmenunjukkan warna oranye keungunan menyalapada sinar UV 366 nm. Sedangkan puncak yang jugamenunjukkan warna oranye menyala pada sinar UV366 nm hasil KLT kualitatif dengan nilai Rf 0.77ditunjukkan oleh puncak keempat pada hasil HPLCdengan waktu retensinya 29.92 menit dan areapersentase senyawa sebesar 7.757 %.

Identifikasi Senyawa FlavonoidIdentifikasi Pendahuluan

Identifikasi pendahuluan terhadap warnakromatogram pada plat silika gel hasil KLT kualitatifberdasarkan penampakan warna kromatogram yangterbentuk. Penampakan warna diamati dengan sinarUV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nmbaik sebelum maupun sesudah disemprot denganpelarut berflourenses (larutan vanila 5% dalam etanoldan H2SO4). Warna kromatogram dari masing-masingnoda yang terbentuk hasil KLT kualitatif disajikandalam Tabel 5.

Tabel 5. Harga RF dan warna noda kromatogramhasil KLT kualitatif dengan eluen toluen :eter : asam asetat (10:10:2).

Noda RF Warna Noda/HasilTampaUV +

Semprot

Sinar UV Vanila 5% dalametanol+Sinar UV

254 nm 366 nm 254 nm 366 nm1 0.94 Hijau

mudaCoklatmuda

Coklatmuda

- Coklat

2 0.88 Hijau biru Coklatmuda

Oranyemuda

Birumuda

Oranyeterang

3 0.83 - - Putih - Coklatmuda

4 0.77 Hijaukuning

- Coklatoranye

Birumuda

Oranyeungu

5 0.72 Hijau biru Coklatmuda

Ungumuda

- -

6 0.66 Coklatmuda

Coklatmuda

Coklat Coklat Ungumuda

7 0.61 Ungumuda

- Coklatmuda

- Ungumuda

8 0.55 Oranyekuning

Coklatmuda

Coklathitam

Biru Biru

9 0.44 Hijaukuning

Coklatbiru

Coklat Coklatbiru

Coklat

Berdasarkan Tabel 5 tersebut, penampakanwarna kromatogram noda 2 dengan Rf 0,88 cmtampak hijau kebiruan, pada sinar UV 254 nmsebelum disemprot dengan pelarut berflourensens(vanila 5 % dalam etanol dan H2SO4) tampak coklatmuda dan tampak oranye pada sinar UV 366 nm.Untuk noda 4 dengan Rf 0,77 cm berwarna hijaukekuningan. Sebelum disemprot tidak tampak padaUV 254 nm dan terlihat coklat oranye pada UV 366nm. Pada sinar UV 254 nm setelah disemprot tampakbiru muda dan oranye keunguan pada sinar Uv 366nm.

Page 8: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 8

Dari 9 noda tersebut, noda ke 2 dan ke 4memperlihatkan warna oranye terang keunguan(lembayung) pada UV 366 nm setelah disemprotmaka dapat diduga pada kedua noda tersebutterdapat senyawa flavonoid golongan flavon,isoflavon, flavonol, dihidroflavonol atau flavanon(Markham, 1998).

Kedua noda senyawa ini (2 dan 4) dilakukanisolasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT)preparatif karena warna oranye menyala padagelombang UV 366 nm setelah disemprot denganlarutan berflourensens vanila 5 % dalam etanol danH2SO4 pekat mengindikasikan keberadaankandungan senyawa flavonoid. Markham (1988),vanila 5 % dalam etanol dan H2SO4 pekatperbandingan 4:1 akan menimbulkan bercak merahatau merah lembayung segera setelah penyemprotandan pemanasan (dengan pengering rambut) olehkatekin dan proantosiniadin. Bila bercak terbentuklebih lambat disebabkan oleh flavanon dandihidroflavonol. Pereaksi bereaksi dengan semuaflavonoid yang mempunyai pola oksidasi lingkar-Afloroglusinol dan lingkar-C jenuh.

Spektrofotometri Ultra Violet Cahaya Tampak (UV-vis)

Identifikasi senyawa flavonoid denganspektrofotometri UV-visual ini berdasarkan padaserapan cahaya oleh molekul dalam daerahultraviolet dan tampak tergantung dari transisielektroniknya. Markham (1988), Spektrofotometriserapan Ultra Violet dan serapan Tampak (UV-vis)barangkali merupakan cara tunggal yang palingberguna untuk menganalisis struktur flavonoid.Analisis dengan spektrofotometri UV-vis bergunadalam mengidentifkasi jenis golongan senyawaflavonoid dan menentukan pola oksigenasinya.Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada intiflavonoid dapat ditentukan dengan menambahpereaksi geser ke dalam larutan cuplikan danmengamati puncak serapan yang terjadi.

Senyawa flavonoid mengandung cincin aromatikyang tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasartersusun dalam konjungasi C6-C3-C6 (dua intiaromatik dihubungkan dengan atom karbon). Pitaspektrumnya dapat terserap kuat pada panjanggelombang UV disebabkan oleh keberadaan daricincin aromatik tersebut. Profil pita yang memberikanspektrum UV khas flavonoid dapat diidentifikasi lebihlanjut dengan pereaksi geser. Pereaksi geser iniuntuk menentukan kedudukan gula dan gugushidroksil fenol pada inti flavonoid dengan caramengamati pergeseran puncak (peak) serapan yangterjadi.

Pereaksi geser yang digunakan adalah NaOH,AlCl3, NaOAc, dan campuran NaOAc dan H3BO3.Identifikasi dan analisa struktur flavonoid denganspektrum UV dilakukan terhadap isolat noda oranyeyaitu noda 2 dan 4.

Menurut Markham (1988) dan Mabry (1970),spektrum khas flavonoid terdiri dari dua pita yaitupada rentang panjang gelombang 240-295 nm (pitaII) dan 300-350 nm (pita I). Lebih lanjut, menurut

Markham (1988), sistem hidroksilasi pada flavonditunjukkan dengan pemunculan puncak yangkadang-kadang berupa bahu pada spektrum pita I.

Spektrum UV-vis isolat ekstrak metanol S.cristaefolium yang disolasi disajikan dalam Gambar 5dan 6.

Gambar 5. Spektrum UV Isolat Noda ke 2 Rf 0,88cm.

Gambar 6. Spektrum UV Isolat Noda ke 4 Rf 0,77cm.

Dari spektrum UV-vis setelah penambahanpereaksi geser NaOH, AlCl3, NaOAc, dan campuranNaOAc dan H3BO3 terhadap isolat memberikan polapergeseran yang berbeda-beda. Hasil pergeseranspektrum UV dari isolat noda 2 dan 4 dengan adanyapereaksi geser disajikan dalam Lampiran 7 dan Tabel6.Tabel 6. Pergeseran rentang panjang gelombang

puncak spektrum UV-vis Isolat 4 denganadanya pereaksi geser.

Pereaksi Geser Pita I(nm)

Pita II(nm)

PergeseranPita I(nm)

PergeseranPita II(nm)

DugaanSubstitusi

MeOH 300-550 240-285MeOH+NaOH 300-550 240-285 + 5 7-OHMeOH+AICl3 300-550 240-285 tetap 5-OHMeOH+NaOAc 300-550 240-285 kekuatan

menurun6,7 –di OH

MeOH+NaOAc+H3BO3

300-550 240-285 + 8

Berdasarkan Markham (1988) dapat diamatibahwa pola grafik hidroksilasi isolat noda 4 yangdiisolasi tersebut mengarah pada flavanon(naringenin) atau dihidroflavonol. Hal ini secara jelasdapat diamati dari adanya pola dua puncak utamadari isolat noda ke 4 ini. Rentang serapan spektrumutama UV-visual flavonoid untuk flavanon dandihidroflavonol berada ada 275-295 nm pada pita II.Rentang serapan spektrum utama UV-visualflavonoid ini sesuai dengan spektrum yang munculpada serapan pita II isolat noda 4 yaitu 280 nm.

Melihat perubahan spektrum dengan pereaksigeser pada isolat noda ke 4 dengan Rf 0,77 cm(Tabel 8) dengan didukung oleh pustaka (Markham,1998; Mabry, 1970) maka dapat dijelaskan bahwadengan adanya pereaksi geser NaOH terjadi

Page 9: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 9

pergeseran pita II sebesar 5 nm ke kanan mengarahpada substitusi posisi 7-OH. Penambahan pereksigeser AICl3 tidak terjadi pergeseran pada pita I (tetap)mengarah pada substitusi posisi 5-OH. Penambahanpereaksi geser NaOAc (asam asetat) menurunkankekuatan pita II yang mengarah pada substitusi posisi6,7 atau 7,8 atau 3, 4’-di OH (gugus yang pekaterhadap basa). Pada pita I dengan pereaksi geserAICl3 ini mengalami pergeseran sebesar 7 nmmengarah ada 7-OH. Sedangkan penambahanNaOAc dan H3BO3 (asam borat) terjadi pergeseranpita I ke kanan sebesar 8 nm yang mengarah padasubstitusi o-di OH pada cincin A (6,7). Pergeseran 8nm ini hanya menambah 1 nm dari pergeseran olehNaOAc yang berarti tidak signifikan atau tetap (tidakada pergeseran). Hal ini membuktikan bahwa padacincin B terjadi proses metilasi atau glikolisasi yangmenghambat hidrolisis (ionisasi). Dengan demikiandiduga bahwa isolat yang diisolasi adalah senyawaflavonoid golongan dihidroflavonol yakni 5,6,7-dihidroflavonol.

Markham (1982), lebih jauh memaparkan bahwaspektrum khas jenis flavonoid utama dengan polaoksigenasinya yang setara (5,7,4’) adalah kekuatannisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon,dihidroflavonol dan isoflavon serta kedudukan pita Ipada spektrum khalkon, auron dan antosianin yangterdapat pada panjang gelombang yang tinggi.

Proses metilasi atau glikosilasi (terutama pada3,5,7 dan 4’-hidroksil) mengakibatkan pergeseran pitake panjang gelombang yang lebih rendah. Sifat gulapada glikosida biasanya tidak berpengaruh. Prosesmetilasi terdeteksi dari pereaksi geser NaOAc yangtidak mengakibatkan pergeseran pita serapanpanjang gelombang pada cincin B diduga disebabkanoleh keberadaan CH3 bukan oleh gula. Ini diperkuatdengan data Infrared (IR) dimana muncul peakserapan pada panjang gelombang 1347,19 cm-1

dimana pada daerah ini merupakan daerah serapankhas gugus-gugus metil pada alkohol dan fenol.

Pergeseran ke panjang gelombang yang lebihkecil pada pita II dengan NaOAc menunjukkan bahwapada posisi 7 terjadi metilasi atau glikolisasi.Pergeseran panjang gelombang 10 nm pada pita Idengan AICl3 disebabkan karena mengandung gugushidroksil pada posisi 5. Pergeseran ke arahbatokromik mengakibatkan perpanjangan delokalisasielektron oleh senyawa kompleks. Adanya gugus 5-OH didukung oleh adanya serapan yang munculpada daerah 1639,38 cm-1 pada spektrum IR yangmerupakan serapan khas flavonol dengan adanyagugus 5-OH (Geissman, 1969).

Berdasarkan data analisa spektrum UV-vis danspektrum inframerah maka noda ke 4 (empat) didugamerupakan senyawa flavonoid golongandihidroflavonol, dengan struktur sebagai berikut :

Gambar 7. Dugaan Struktur Senyawa 5,6,7,-dihidroflavonol yang diperoleh.

Untuk isolat noda ke 2 yang diisolasi denganmelihat serapan panjang gelombang dari adanyapereaksi geser menunjukkan serapan panjanggelombang berada diluar rentang panjang gelombangdari spektrum khas flavonoid (240-295 nm pita II dan300-350 nm pita I) yaitu sebesar 610-660 nm padapita I dan 408 nm pada pita II. Ini dapat diduga bahwaisolat noda ke 2 dengan Rf 0,88 cm bukan senyawaflavonoid yang menjadi senyawa target.

Spektroskopis Infrared (FT-IR)Analisis spektrofotometri inframerah (Fourier

Transform Infrared, FT-IR) bertujuan untukmenentukan gugus fungsional suatu senyawaberdasarkan serapan spektrum elektromagnetik padadaerah IR. Hasil analisis spektrum IR menunjukkanbahwa isolat yang diisolasi mengandung gugus-gugus fungsional dengan perkiraan gugus fungsionalseperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 dan Tabel9.

Pita lebar kuat pada puncak 3445,59 cm-1

menunjukkan adanya gugus –OH, puncak 2973,07cm-1 menunjukkan vibrasi ukur C-H asimetris danvibrasi ulur simetris terdapat pada puncak 2866,02cm-1, yang diperkuat dengan adanya vibrasi tekuk=C-H pada 1457,12 cm-1 dan 1347,19 cm-1. Hal inisesuai dengan Silverstein et al, (1986), bahwa gugus-gugus metil pada alkohol dan fenol biasanya memilikigetaran tekuk simetrik (δsCH3) didekat 1375 cm-1

(7,28 µm), sedangkan getaran tekuk tak-simetrik(δαsCH3) di dekat 1450 cm-1 (6,90 µm). Pita-pita khasyang teramati dalam spektrum alkohol dan fenoldihasilkan oleh uluran (vibrasi) O-H dan uluran C-O.(Silverstein, et. al., 1986).

Vibrasi ulur C=O karbonil ditunjukkan padapuncak 1639,38 cm-1 menunjukkan adanya pitakerangka C=C yang diperkuat adanya vibrasi ulur C-O eter (jembatan O) pada puncak 1054,99 cm-1.Sedangkan daerah serapan pada puncak 800 cm-1

kebawah menunjukkan tekuk C-H keluar bidang yangberarti adanya benzena tersubstitusi (substitusi cincinaromatik).

O

‘1

‘2

‘3

‘4

‘5

‘6

87

6

5 43

2

1

HO

HO

CH3

O

OH

10

9

A

B

C

Pita II (Cincin A) Pita I (Cincin B dan C)

Page 10: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 10

Gambar 8. Spektrum Infrared dari isolat noda ke- 4Rf 0.77 cm.

Tabel 7. Hasil analisa spektrum infrared dari isolatnoda 4.

BilanganGelombang

(cm-1)

RentangBilangan

Gelombang(cm-1)

Perkiraan Gugus Fungsional

3445,59 3000-3750 Ikatan hidrogen antarmolekular,uluran regang O-H

2973,07 2900-3300 Regangan C-H aromatik (asimetris)2866,02 2700-3000 Regangan C-H metilena (simetris)2075,26 2100-2400 Nada lipat atau pita kombinasi1639,38 1650-1900 Regangan cincin C=C alifatik /

aromatis14457,12 1300-1475 Tekukan O-H dalam bidang1347,19 Uluran C-H1109,96

1000-13000Rentangan C-H

1054,991013,52

Rentangan C-O

800-kebawah 650-1000Tekukan C-H keluar bidang (800cm-1), tekukan cincin C=H keluarbidang (600 cm-1), ikatan hidrogenlebar, tekukan O-H keluar bidang(650 cm-1)

Dari analisis hasil spektroskopis infrared tersebutmenunjukkan bahwa senyawa yang diisolasikemungkinan mempunyai gugus fungsi –OH, C-H,C=O, C-O, =C-H dan C-C (cincin benzena).

Berdasarkan interpretasi data yang diperoleh darianalisa spektrum UV-vis dan spektrum inframerah(IR) maka dapat disimpulkan bahwa isolat noda ke 4(empat) dari ekstrak metanol S. cristaefolium yangdiisolasi diduga merupakan senyawa flavonoidgolongan dihidroflavonol, dengan struktur sebagaiberikut :

Gambar 9. Struktur Senyawa 5,6,7,-dihidroflavonolyang diusulkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan1. Hasil skrining fitokimia (uji golongan) senyawa

ekstrak metanol S. cristaefolium mengandungbeberapa senyawa diantaranya flavonoid, flavon,alkaloid, terpenoid dan steroid. Hasil analisisdengan spektroskopi UV-visual dan spektroskopiinfrared (IR) diduga golongan flavonoid yangterkandung dalam ekstrak metanol S. cristaefoliumadalah senyawa 5,6,7,-dihidroflavonol yangdiperoleh dari isolat noda ke 4 pada KLT kualitatifdengan nilai Rf 0,77 cm.

2. Hasil uji toksisitas dengan metode Brine ShrimpLethality Test (BSLT) ekstrak kasar senyawa dariS. cristaefolium diperoleh nilai LC50 dari masing-masing ekstrak yaitu ekstrak kloroform sebesar 1,88 ppm yang merupakan ekstrak paling toksik,diikuti oleh ekstrak metanol dengan nilai sebesar3,20 ppm dan ekstrak aseton sebesar 3,97 ppm.Hal ini menunjukkan bahwa ketiga ekstraksenyawa dari S. cristaefolium mempunyai prospekdapat dikembangkan sebagai sumber senyawabioaktif dalam dunia farmasi, misalnya sebagaiantitumor atau antikanker.

SaranDisarankan untuk penelitian lebih lanjut

dengan melakukan analisa yang lebih lengkapterhadap ekstrak S. cristaefolium meliputi 1H-NMR,LCMS, 13C-NMR untuk dapat menduga struktursenyawa secara lebih tepat terhadap senyawa yangtelah diisolasi. Perlu adanya penelitian lebih lanjutterhadap masing-masing ekstrak (kloroform, asetondan metanol) dengan menggunakan konsentrasi(dosis) dibawah 6,25 ppm terkait dengan potensi danprospeknya sebagai sumber senyawa bioaktif bahanalam yang memiliki peran dalam dunia farmasimengingat sifatnya yang sangat toksik. Selain itu,disarankan untuk melakukan kajian-kajian terhadapmanfaat alga coklat S. cristaefolium sehingga dapatdimanfaatkan secara optimal. S. cristaefolium padasaat ini belum dimanfaatkan dengan optimalmeskipun jumlahnya sangat melimpah diperairan lautIndonesia. Pemanfaatan S. cristaefolium dalamrangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatsecara luas.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari payungproyek dari penelitian Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA.Ph.D. sekaligus sebagai pembimbing I. Kepadabeliau kami sampaikan ucapan terimakasih yangsebesar-besarnya atas kesempatan yang telahdiberikan ikut serta dalam penelitian ini. Ucapanterimakasih juga kepada Dr. Drs. SasangkaPrasetyawan, MS selaku pembimbing II atas arahanselama penelitian.

PUSTAKA

O

‘1

‘2

‘3

‘4

‘5

‘6

87

6

5 4

3

2

1

HO

HO

CH3

O

OH

10

9

A

B

C

Page 11: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 11

1. Anderson DP. 1974. Fish Immunologi. TFHPublication Ltd Hongkong. 239 p.

2. Anonymous, 2004. Buku Petunjuk Rumput LautDitjen P. Budidaya. Dinas Kelautan danPerikanan Republik Indonesia.

3. Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem danSumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan Institut PertanianBogor. Bogor . (Khurniasari, 2004).

4. Boney, A. D. 1965. Aspect of the biology of theseaweeds of economic importance. In : Basic inMar. Bot. 3 : 205 – 253.

5. BOYD, J. & TURVEY, J.R. (1978). Structuralstudies of alginic acid using a bacterial poly-a-L-guluronate lyase. Carbohydr. Res., 66: 187 –194.

6. Cabbalo, J.L., Hernandez-Inda, Z.L., Perez, P.,Gravalos, M.D. 2002. A Comparison between twobrine shrimp assy to detect in vitro cytotoxicity inmarine natural product (methodology article).BMC Biotechnology. 2:1-5.

7. Calleja M.C, Persoone G, 1992. Cyst basedtoxicity test IV, The potential of ecotoxicologicaltest for the prediction of acute toxicity in man asevaluated on the first ten chemicals of the MEICprogramme, ATLA-Altern Lab Animals, 20:396-405.

8. Cutler, SJ., H. Cutler. Biologically Active NaturalProducts: Pharmaceuticals. CRC Press LLC.Boca Raton. USA 2000;1-13, 17-22, 73-92.

9. Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling,"Pengantar Kromatografi", terjemahan K.Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB,Bandung, 1991, 5-9.

10. Harborne, JB., 1973, Phytochemical Methods:Chapman and Hall, Ltd., London, pp. 49-188

11. Harborne, JB., et.al., Phytochemical Dictionary: AHandbook of Bioactive Compounds from Plants,2nd ed., Taylor & Francis Ltd., London.,1999;396, 487, 494.

12. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. KimiaFarmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

13. J.B. Harborne, Metode Fitokimia, Penuntun caramodern menganalisis tumbuhan, (TerjemahanKosasih Padmawinata dan Iwang Soediro),Penerbit ITB, Bandung, 1987

14. Jadulco, R.C. 2002, Isolation and StructureElucidation of Bioactive Secondary Metabolitesfrom Marine sponges and Sponges-derivedFungi. Dissertation of Doktorgrades, University ofWuerzburg. 176p.

15. Ledenberg, J., 1992. Encylopedi of Microbiology,Volume Academic Press Inc, RockefllerUniversity, New York

16. Markham. K.R., "Cara MengindentifikasiFlavonoid", terjemahan K. Radmawinata,Penerbit ITB, Bandung, 1988, 1-117. 10.

17. Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., Putnam, J. E.,Jacobson, L. B., Nichols, D. E., and McLaughlin,J. L. 1982. Brine shrimp: a convenient generalbioassay for active plant constituents. PlantaMedica, 45: 31-34.

18. Parveen Akhtar And Viqar Sultana, 2004,Biochemical Studies Of Some Seaweed SpeciesFrom Karachi Coast, Zoological SurveyDepartment, Government of Pakistan, Karachi(PA); Department of Biochemistry, University ofKarachi (VS). Rec. Zool. Surv. Pakistan, 14: 1-4(2002)

19. Parveen Akhtar And Viqar Sultana, 2004,Biochemical Studies Of Some Seaweed SpeciesFrom Karachi Coast, Zoological SurveyDepartment, Government of Pakistan, Karachi(PA); Department of Biochemistry, University ofKarachi (VS). Rec. Zool. Surv. Pakistan, 14: 1-4(2002)

20. Perez, H., Diaz, F., and Medina, J. D. 1997.Chemical investigation and in vitro antimalarialactivity of Tabebuia ochracea ssp.neochrysantha. International Journal ofPharmacog, 35: 227-231.

21. Rao,-A.S.; Rao,-M.U. 2002. Seasonal growthpattern in Sargassum polycystum C. Agardh(Phaeophyta, Fucales) occurring atVisakhapatnam, east coast of India. IndianJournal of Marine Sciences [Indian-J-Mar-Sci].vol. 31, no. 1, pp. 26-32.

22. Robert, M. Silverstein, G. Clayton Bassler,Terence C. Morril. 1986. PenyidikanSpektrometrik Senyawa Organik, PenerbitErlangga. Jakartan (Terjemahan A. J. Hartomodkk).

23. Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, FenilPropanoida, Alkaloida. USU Repository

24. Stahl, E., "Analisis Obat Secara Kromatografi danMikroskopik", terjemahan K. Radmawinata dan I.Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1985, 3-18. 15.

25. Tetsuro Ajisaka, 2006, Problems in theidentification of “Sargassum duplcatum” Group,Coastal Marine Science 30(1): 174-178. KyotoUniversity, Japan.

26. Wiryowidagdo, Sumali. Kimia dan FarmakologiBahan Alam. Dirjen Dikti–Universitas Indonesia.Jakarta 2000; viii + 339 hlm.

Apakah kandungan senyawa bioaktif flavonoid yangterkandung dalam ekstrak alga coklat S.cristaefolium.Apakah ekstrak senyawa yang terdapat pada S.cristaefolium mempunyai daya toksisitas sehinggamemiliki potensi untuk dikembangkan dalam duniapengobatan seperti antikaknker atau antitumor.

Page 12: Journal Publication Thesis 1

Fahri, M. (2010) 12