identifikasi penyebaran limbah padat b3 … · penelitian, pusat otopsi, pusat transfusi dan...
TRANSCRIPT
1
IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH PADAT B3 DARI
FASILITAS KESEHATAN DI SURABAYA TIMUR
IDENTIFICATION OF HAZARDOUS WASTE DISTRIBUTION
FROM MEDICAL FACILITIES IN EASTERN SURABAYA
Intan Puteri Perdani
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS
Abstract
The quantity of medical waste directly will be affected increasing number and activity of medical facilities. The
composition of medical waste containing infectious waste was categorized as hazardous waste. The distributions of
hazardous waste on small scale medical facilities such as puskesmas, puskesmas pembantu, medical laboratories and
private clinics were investigated in this study.
Data of hazardous waste management were collected by distributing questionnaires and measuring generation and
composition of hazardous waste. Quistionnaires were distributed to 68 facilities in Eastern Surabaya. The generation
and composition data were investigated in 10 medical facilities in Eastern Surabaya. A stratified random sampling was
used to determine the location measurement. Measurement of hazardous waste generation and composition conducted
over six days. Distributing questionnaires and measuring generation and composition of hazardous waste results were
used to create pattern of distribution. The pattern of distributin of hazardous waste described using MapInfo
Professional.
The highest amount of infectous waste generated among the five groups of facilities were from medical laboratories
(16,98 g/patient.day), followed by puskesmas, puskesmas pembantu with laboratory service, puskesmas pepmbantu
without laboratory service and private clinics (3,97 ; 6,79; 1,2; 3,06 g/patient.day, respectively). The composition of
medical waste was divided into three categories: infectious, sharps and pharmaceutical waste. The pattern of
distribution hazardous waste in Eastern Surabaya area cross administrative boundaries.
Keywords : Eastern Surabaya, hazardous waste, medical facilities, medical waste, the pattern of distribution
1.PENDAHULUAN
Jumlah limbah medis yang bersumber dari
fasilitas kesehatan diperkirakan semakin lama
semakin meningkat. Penyebabnya yaitu
jumlah rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas), balai pengobatan,
maupun laboratorium medis terus bertambah.
Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008
yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa jumlah rumah sakit di
Indonesia pada waktu itu mencapai 1.372
unit. Sementara itu, jumlah puskesmas
mencapai 8.548 unit. Fasilitas kesehatan yang
lain diperkirakan jumlahnya akan terus
meningkat dan tidak dijelaskan berapa jumlah
yang tepat. Komposisi dari limbah medis
yang dihasilkan tergantung pada jenis fasilitas
kesehatan, pelayanan yang ditawarkan dan
manajemen dari praktek pengolahan. Data
mengenai jumlah limbah medis yang
dihasilkan dari fasilitas kesehatan telah
tersedia namun belum diketahui secara rinci
komposisi limbah medis yang dihasilkan.
Hasil dari studi pengelolaan ini diharapkan
dapat menjadi masukan kepada pihak pemilik
fasilitas kesehatan, pihak Dinas Kesehatan
Kota Surabaya dalam upaya penanganan
limbah padat medis B3 sehingga mengurangi
komposisi limbah medis tercampur dengan
sampah lainnya di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Selain itu membantu Badan
Lingkungan Hidup Kota Surabaya dalam
inventarisasi data mengenai limbah B3 dari
fasilitas kesehatan di Kota Surabaya.
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan
2
Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI, 2002) yaitu tempat
pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang
berada di bawah pengawasan dokter/tenaga
medis, yang biasanya dilengkapi dengan
fasilitas rawat inap, dan klinik. Pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan di fasilitas
kesehatan meliputi pelayanan rawat jalan,
rawat inap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik, pelayanan penunjang medik
dan pelayanan non medic.
Sumber Limbah Medis
Sumber limbah medis meliputi bahan yang
diproduksi di kegiatan perlindungan
kesehatan, perawatan medis dan penelitian
ilmiah; membentuk sebuah kategori yang
terpisah yaitu limbah medis atau limbah
perawatan kesehatan (Marinkovic, 2008).
Limbah tersebut merupakan sumber utama
dari jenis limbah rumah sakit, klinik, pusat
kesehatan, diagnostik dan laboratorium
penelitian, pusat otopsi, pusat transfusi dan
hemodialisis, rumah jompo dan rumah
bersalin. Limbah medis juga diproduksi di
unit medis yang lebih kecil, seperti dokter
umum dan dokter gigi, akupunktur, pelayanan
home care, harm reduction yaitu program
untuk pecandu obat. Sebagian dari limbah
medis ini mirip dengan limbah rumah tangga
dan terdiri dari kertas, kemasan karton, kaca,
sisa makanan dan zat inert lainnya. Bagian
lain yang diperkirakan sebagai limbah B3
karena mengandung racun, bersifat
berbahaya, karsinogenik dan bahan infeksius.
Dampak Limbah Medis
Limbah medis perlu diolah sebelum dibuang
ke tempat pembuangan akhir agar tidak
mencemari lingkungan (Ditjen Pelayanan
Medik & Ditjen Instalasi Medik, 1993).
Dampak yang timbul apabila limbah tidak
diolah adalah :
1. Mencemari air permukaan, air tanah
dan badan-badan air.
2. Mengganggu biota air.
3. Mengganggu estetika.
4. Terjadi pendangkalan pada sungai dan
badan air.
5. Menyebabkan penurunan kesehatan
dan kehilangan nyawa.
6. Menimbulkan kerugian ekonomi
masyarakat.
7. Mengurangi kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan Limbah Padat Medis
Pengelolaan limbah medis dari fasilitas
kesehatan secara rinci mengacu pada
pedoman pengelolaan medis sarana pelayanan
kesehatan. Pengelolaan limbah medis meliputi
minimasi limbah, pemilahan, pewadahan,
pemanfaatan kembali, daur ulang,
pengumpulan, penyimpanan di lingkungan
fasilitas kesehatan, pengangkutan ke luar
fasilitas kesehatan, pengolahan dan
pemusnahan (Direktorat Jendral PPM dan PL
Departemen Kesehatan RI, 2004).
2.METODA PENELITIAN
Penyebaran Kuisioner
Informasi mengenai fasilitas kesehatan yang
berada di Surabaya Timur didapatkan dengan
penyebaran kuisioner. Kuisioner dibuat
dengan pembuatan outline terlebih dahulu
mengenai tujuan yang ingin dicapai. Masing-
masing tujuan disederhanakan menjadi daftar
pertanyaan yang sekiranya memiliki jawaban
yang akan mendukung tercapainya tujuan.
Kuisioner dibuat dengan langkah sebagai
berikut :
Identitas fasilitas kesehatan yang perlu
diketahui seperti nama lembaga, jenis
lembaga, tahun operasi, rata-rata jumlah
pasien per-hari dan pelayanan yang
ditawarkan. Tujuan dari pertanyaan
tersebut agar peneliti mengetahui
kondisi dari fasilitas kesehatan.
Identifikasi limbah padat medis B3
diperlukan untuk memberikan informasi
mengenai jenis limbah yang dihasilkan,
aktivitas apa saja yang menghasilkan
limbah, bagaimana cara pemisahan
limbah dan mengenai frekuensi
pengumpulan limbah.
3
Menggambarkan alur penyebaran limbah
padat medis B3 diperoleh dari informasi
pengelolaan setempat yang dilakukan dan
transfer limbah ke pengolah/pemanfaat lain.
Mengetahui identitas pengolah/pemanfaat lain
juga diperlukan dalam analisa alur
penyebaran. Pengelolaan setempat
memberikan informasi seperti
melakukan/tidak kegiatan pemanfaatan,
pengolahan dan penyimpanan limbah medis
serta caranya. Kepemilikan TPS serta
luasannya membuat fasilitas kesehatan
melakukan pengolahan limbah medis atau
transfer limbah ke pengolah/pemanfaat lain.
Pengangkutan limbah ke pengolah/pemanfaat
lain, perlu diketahui jarak dari sumber ke
pihak pemanfaat/pengolah, frekuensi
pengangkutan dan jenis alat pengangkut, jenis
dan jumlah limbah yang diangkut. Identitas
pengolah/pemanfaat limbah juga perlu
diketahui agar limbah tak bertuan dapat
diidentifikasi. Identitas yang diperlukan
seperti nama dan alamat, tahun operasi,
menerima limbah darimana saja beserta
jenisnya dan pengelolaan terhadap limbah
medis (setempat maupun diberikan ke pihak
pemanfaat/pengolah lain).
Pengukuran Timbulan dan Komposisi
Dalam pengambilan sampel dipersiapkan alat
dan bahan yang dibutuhkan yaitu : data
timbulan dan komposisi limbah padat B3
didapatkan dengan melakukan pengukuran
langsung di fasilitas kesehatan yang telah
ditentukan. Metode pelaksanaan pengambilan
dan pengukuran contoh timbulan limbah
padat adalah sebagai berikut:
Frekuensi :Pengambilan contoh dilakukan
selama hari kerja yaitu hari senin sampai
dengan hari sabtu.
Tentukan lokasi pengambilan contoh : lokasi
pengambilan contoh adalah daerah Surabaya
Timur.
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan
terdiri dari:
1) timbangan (0 – 5) kg;
2) alat pelindung diri berupa:
Topi/helm;
Masker;
Pelindung mata;
Pakaian panjang (coverall);
Pelindung kaki/sepatu boot; dan
Sarung tangan khusus (disposable
gloves atau heavy duty gloves)
Jumlah sampel keseluruhan yaitu minimal
sembilan titik pengukuran. Kemudian untuk
masing-masing fasilitas kesehatan diperlukan:
1. Puskesmas Induk = (11/59) * 9 = 2
2. Puskesmas Pembantu = (15/59) * 9 = 3
3. Laboratorium Medis = (21/59) * 9 = 4
4. Balai Pengobatan = (12/59) * 9 = 2
Prosedur pengambilan dan pengukuran
contoh timbulan dan komposisi sampah
sebagai berikut:
1) timbang wadah tempat penyimpanan
limbah padat B3, untuk limbah benda tajam
menggunakan safety box sedangkan limbah
yang lainnya menggunakan wadah yang
berlabel B3;
2) timbang dan catat berat kemasan ;
3) pilah contoh berdasarkan komponen
komposisi limbah padat B3 ;
4) timbang dan catat berat limbah padat B3 ;
5) hitunglah komponen komposisi limbah
padat B3.
Dalam menghitung timbulan di fasilitas
kesehatan yang ditentukan, menurut Dajan
(1986) , rata-rata hitung gabungan dari
beberapa kelompok observasi. Bila nilai-nilai
hasil observasi kelompok pertama dapat
dinyatakan dengan X11, X12 ,....., X1ni ,
sedangkan nilai-nilai hasil observasi
kelompok kedua dapat dinyatakan dengan
X21, X22,......, X2ni, maka rata-rata hitung dari
hasil observasi kelompok pertama dapat
diberikan sebagai :
X1 = 1
𝑛1 𝑋1𝑖𝑛1
𝑖=1 ....................................(1)
Dimana,
X1i = nilai-nilai observasi kelompok pertama
n1 = jumlah observasi kelompok pertama
Rata-rata hitung dari hasil observasi
kelompok kedua dapat diberikan sebagai
berikut :
4
X2 = 1
𝑛2 𝑋2𝑗𝑛2
𝑗=1 ...................................(2)
Dimana,
X2j = nilai-nilai observasi kelompok kedua
n2 = jumlah observasi kelompok kedua
Kemudian rata-rata hitung dari kedua
kelompok observasi yang telah digabungkan
dan yang terdiri dari nilai-nilai observasi X1
sejumlah n1, serta nilai-nilai observasi X2
sebesar n2 dapat diberikan sebagai berikut :
X = (n1 . 𝑋1 + n2 . 𝑋2 ) / N..........................(3)
dimana, N = n1 + n2 .....................................(4)
Pembuktian :
n1 . 𝑋1 + n2 . 𝑋2 = 𝑋1𝑖𝑛1𝑖=1 + 𝑋2𝑗𝑛2
𝑗=1 .....(5)
3.HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Fasilitas Kesehatan di Surabaya
Timur
Jumlah fasilitas kesehatan di Surabaya Timur
menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya
pada tahun 2010 sebanyak 68 fasilitas, namun
hanya 59 fasilitas kesehatan yang masih
beroperasi. Sembilan fasilitas lainnya tutup
beroperasi, sedang renovasi dan alamat tidak
tercantum dengan jelas. Jumlah pasien
masing-masing fasilitas kesehatan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Pasien di Fasilitas Kesehatan
di Surabaya Timur
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah Pasien
≤ 30
pasien
(31-60)
pasien
≥ 61
pasien
Puskesmas
Induk 0,00 0,00 100,00
Puskesmas
Pembantu 66,67 33,33 0,00
Laboratorium
Medis 52,38 33,33 14,29
Balai
Pengobatan 83,33 0,00 16,67
Hari operasional fasilitas kesehatan ada dua
macam yaitu enam hari dan tujuh hari.
Penggolongan limbah padat medis B3
dijelaskan pada Tabel 2. Limbah infeksius
non benda tajam merupakan limbah yang
paling banyak dihasilkan di fasilitas
kesehatan.
Tabel 2. Identifikasi Jenis Limbah Padat
Medis B3
No Jenis Limbah Keterangan
1 Limbah infeksius
benda tajam
jarum bekas
pada syringe
atau jarum
hipodermik,
pipet parteur
dan stick untuk
pemeriksaan
diabetes
melitus.
2 Limbah infeksius
non benda tajam
spuit bekas,
kapas dan
kassa yang
terkontaminasi
oleh pasien, pot
urine, tabung
darah, gelas
kumur,
handscoen
(sarung tangan)
dan semua
peralatan medis
yang
terkontaminasi
oleh darah
pasien.
3 Limbah toksik
farmasi
vial, kemasan
obat kadaluarsa
dan obat
kadaluarsa
Pemilahan yang dilakukan berdasarkan
kuisioner yang dibagikan ke seluruh fasilitas
kesehatan di Surabaya Timur, dapat dilihat
pada Tabel 3. Pemilahan dapat dilakukan
dengan membedakan warna wadah , beda
bahan wadah dan membedakan warna dan
bahan wadah. Ada fasilitas kesehatan yang
5
hanya memdedakan warna atau bahan saja
karena fasilitas kesehatan tersebut tidak
memiliki biaya operasional untuk melakukan
pemilahan limbah dan juga tidak adanya
tenaga terampil. Minimnya kesadaran para
petugas kesehatan sehingga tidak
mempedulikan keselamatan dirinya atas
bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah-
limbah tersebut.
Tabel 3. Pewadahan di Fasilitas Kesehatan
Fasilitas
Kesehatan
Pewadahan
beda
warna
kemasan
beda
bahan
kemasan
beda
warna
dan
bahan
kemasan
Puskesmas
Induk 0 0 11
Puskesmas
Pembantu 0 0 15
Laboratorium
Medis 5 4 12
Balai
Pengobatan 2 1 9
Total 7 5 47
Selain pemilahan, setiap fasilitas kesehatan
harus melakukan pengumpulan limbah padat
medis B3. Persentase pengumpulan pada
fasilitas kesehatan yaitu sebesar 67%
melakukan pengumpulan satu kali sehari.
Selain itu fasilitas kesehatan sebanyak 33%
melakukan pengumpulan selama dua sampai
tujuh hari. Puskesmas pembantu merupakan
fasilitas kesehatan yang mengumpulkan
limbah padat medis B3 lebih dari tujuh hari.
Fasilitas kesehatan sebesar 20% melakukan
pengumpulan lebih dari tujuh hari.
Pada Tabel 4 diketahui bahwa fasilitas
kesehatan melakukan penyimpanan dalam
jangka waktu satu hari, dua sampai tujuh hari,
8-30 hari dan lebih dari 30 hari. Limbah padat
medis B3 yang dihasilkan puskesmas
pembantu dikumpulkan di puskesmas induk
untuk penanganan lebih lanjut. Puskesmas
pembantu dan puskesmas induk memiliki
waktu penyimpanan yang bervariasi satu
sama lain.
Tabel 4. Penyimpanan Limbah Padat Medis
B3 di Fasilitas Kesehatan
Fasilitas
Kesehatan
Penyimpanan
1
hari
2-7
hari
8-30
hari
> 30
hari
Puskesmas
Induk 1 3 5 2
Puskesmas
Pembantu 4 4 4 3
Laboratorium
Medis 0 13 6 2
Balai
Pengobatan 0 1 7 4
Total 5 21 22 11
Fasilitas kesehatan di Surabaya Timur
melakukan pengangkutan sesuai dengan lama
penyimpanan limbah padat medis B3 pada
Tabel 4. Tujuan pengangkutan limbah padat
medis B3 yaitu ke pihak pemanfaat atau
pengolah. Pemanfaatan limbah padat medis
dapat dilaksanakan tanpa ada resiko infeksi.
Fasilitas kesehatan memiliki kewajiban untuk
mengolah limbah padat medis B3 yang telah
disimpan. Setiap pengolahan wajib membuat
dan menyimpan catatan mengenai sumber
limbah yang diolah, jenis, karakteristik dan
jumlah limbah B3 yang diolah. Apabila
pengolah limbah menerima limbah padat
medis B3 dari instansi lain maka wajib
mencatat nama pengangkut yang melakukan
pengangkutan limbah padat medis B3.
Sesuai hasil penelitian, limbah padat medis
adalah alat-alat medis dan peralatan yang
terbuat dari logam atau komponen plastik, dan
bahan plastik, kertas, kardus dan sebagainya.
Limbah padat medis yang seperti itu dapat
dimanfaatkan kembali (reuse dan recycle)
dengan cara sterilisasi SF-CO2 yang
dilakukan oleh tenaga ahli (Hossain et al.,
2011). Berdasarkan pengamatan 97,62%
fasilitas kesehatan tidak melakukan
pemanfaatan (sistem disposable). Pihak
pengolah di Surabaya Timur hanya
6
Puskesmas Induk Medokan Ayu karena
memiliki insinerator. Namun saat dilakukan
pengamatan di lapangan, insenerator dalam
keadaan rusak sehingga tidak ada aktivitas
pembakaran limbah padat medis B3. Fasilitas
kesehatan yang tidak memiliki insenerator
dapat mengolah limbah padat medis B3 di
fasilitas kesehatan yang memiliki insenerator.
Timbulan dan Komposisi Limbah Padat
Medis B3
Berdasarkan hasil kuisioner terdapat 59
fasilitas kesehatan yang ada di Surabaya
Timur dan jumlah fasilitas kesehatan yang
akan diukur timbulan dan komposisinya yaitu
sepuluh fasilitas. Pengukuran timbulan dan
komposisi dilakukan selama hari operasional
yaitu enam hari kerja (mulai hari senin sampai
hari sabtu). Timbulan dari masing-masing
fasilitas kesehatan di Surabaya Timur dapat
dilihat pada Gambar 1.
Komposisi di fasilitas kesehatan terbagi atas
tiga kategori yaitu: limbah infeksius benda
tajam, limbah infeksius non benda tajam dan
limbah toksik farmasi. Seluruh fasilitas
kesehatan yang diukur timbulan serta
komposisi limbah padat medis B3,
menghasilkan banyak limbah infeksius non
benda tajam. Berdasarkan hari pengamatan,
hari Kamis merupakan hari yang
menghasilkan limbah padat medis B3
terbanyak. Jumlah limbah infeksius non
benda tajam dapat dikurangi dengan cara
pemanfaatan kembali. Namun, hanya dua
laboratorium medis yang memanfaatkan
limbah infeksius non benda tajam sehingga
mengurangi jumlah limbah padat medis B3 di
laboratorium medis.
Gambar 1. Timbulan di Masing-masing Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur
Pengolahan Limbah Padat Medis B3 di
Luar Wilayah Surabaya Timur
Fasilitas kesehatan yang mengolah limbah
padat medis B3 adalah fasilitas kesehatan
yang memiliki insenerator. Ada enam
insenerator yang tersebar di puskesmas induk
di Surabaya yaitu Puskesmas Induk Jeruk,
Puskesmas Induk Tanjungsari, Puskesmas
Induk Balongsari, Puskesmas Induk Jagir,
Puskesmas Induk Tanah Kalikedinding dan
Puskesmas Induk Medokan Ayu. Di Surabaya
Timur ada satu puskesmas induk yang
memiliki insenerator yaitu Puskesmas
Medokan Ayu.
Seluruh puskesmas induk di Surabaya Timur
dapat menggunakan jasa Puskesmas Induk
Medokan Ayu sebagai pengolah limbah padat
medis B3. Namun apabila jarak antara
puskesmas induk dengan Puskesmas Induk
Medokan Ayu cukup jauh, maka dapat
mengangkut limbah padat medis B3 ke
puskesmas induk terdekat yang memiliki
insenerator.Pengolahan limbah padat medis
02468
1012141618
Puskesmas Induk Puskesmas
Pembantu
Dengan
Pelayanan
Laboratorium
Puskesmas
Pembantu Tanpa
Pelayanan
Laboratorium
Laboratorium
Medis
Balai Pengobatan
Tim
bu
lan
(g
/pa
sien
.ha
ri)
Fasilitas Kesehatan
Rata-rata Timbulan Fasilitas Kesehatan
7
B3 ini menggunakan insenerator.Biaya
pengolahan antar puskesmas gratis tetapi
tidak berlaku untuk fasilitas kesehatan lainnya
seperti laboratorium medis dan balai
pengobatan.
Fasilitas kesehatan seperti puskesmas
pembantu akan mengirimkan limbah padat
medis B3 ke puskesmas induk. Kapasitas
puskesmas pembantu tidak dapat mengolah
limbah padat medis B3. Di puskesmas induk
tersebut limbah padat medis akan dikelola
atau dikirim ke pihak pengolah limbah padat
medis B3 yang lain. Laboratorium medis dan
balai pengobatan juga tidak mengolah limbah
padat medis B3 melainkan menggunakan jasa
pengolah.
Pola Penyebaran Limbah Padat Medis B3
Persebaran limbah padat medis B3 tersebut
dapat digambarkan menggunakan software
MapInfo Profesional 10.5. Pola persebaran
tersebut menggambarkan pengangkutan dari
sumber limbah padat medis B3 menuju
pengolahan akhir di Surabaya. Mengetahui
pola penyebaran limbah padat medis B3 akan
membantu Dinas Kesehatan Kota Surabaya
dan Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya
dalam menangani masalah yang terjadi.
Pemetaan pola penyebaran limbah padat
medis B3 merupakan salah satu tujuan
penelitian. Pemetaan pada penelitian ini
menggambarkan pola penyebaran dengan
identifikasi timbulan dan komposisi limbah
padat medis B3. Peta penyebaran berisi
informasi mengenai nama fasilitas kesehatan
beserta alamat, timbulan, komposisi dan
pengangkutan limbah padat medis B3.
Timbulan dan komposisi diperoleh dari hasil
pengukuran langsung di lapangan. Fasilitas
kesehatan yang timbulan dan komposisi tidak
diukur langsung maka data diperoleh dari
hasil kuisioner.
Pola penyebaran limbah padat medis B3
(Gambar 2) antara lain puskesmas pembantu
ke puskesmas induk, antar puskesmas induk,
laboratorium medis dan balai pengobatan ke
pihak pengolah. Pengangkutan limbah padat
medis B3 terjadi antar wilayah administratif
di Surabaya maupun antar kota. Kota Sidoarjo
merupakan daerah pengumpul limbah padat
medis B3 dari satu laboratorium medis di
Surabaya Timur. Selama ini, laboratorium
medis belum memiliki kewenangan untuk
mengolah limbah secara mandiri. Oleh karena
itu, laboratorium medis mengangkut limbah
padat medis B3 ke pihak pengolah. Pola
penyebaran juga terjadi di antar wilayah
Surabaya dan antar kota. Kota Gresik dan
Kota Sidoarjo menjadi tujuan pengolahan
limbah padat medis B3. Hal ini terjadi karena
sudah ada kontrak kerja di antara kedua belah
pihak dalam hal pengolahan limbah padat
medis B3.
Rekomendasi Pengelolaan Limbah Padat
Medis B3 yang Dihasilkan Fasilitas
Kesehatan di Surabaya Timur
Pengelolaan limbah padat medis B3 adalah
rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
pewadahan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan. Pengelolaan dimulai dari
sumber limbah padat medis B3. Pengelolaan
limbah padat medis B3 bertujuan untuk
mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah tersebut.
Upaya reduksi limbah padat medis B3 yang
dilakukan fasilitas kesehatan (Direktorat
Jendral PPM dan PL Departemen Kesehatan
RI, 2004) yaitu :
a. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang
menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
b. Menggunakan sedikit mungkin bahan-
bahan kimia.
c. Mengutamakan metode pembersihan
secara fisik daripada secara kimiawi.
d. Mencegah bahan-bahan yang dapat
menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
e. Memonitor alur penggunaan bahan
kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
8
f. Memesan bahan-bahan sesuai
kebutuhan
g. Menggunakan bahan-bahan yang
diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
h. Menghabiskan bahan dari setiap
kemasan.
i. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-
bahan pada saat diantar oleh
distributor.
Tugas Akhir :
Identifikasi Pola Penyebaran Limbah
Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di
Surabaya Timur
Judul Gambar :
Jalur Penyebaran Limbah Padat
Medis B3
No. Gambar
Dosen Pembimbing
IDAA Warmadewanthi ST.,MT.,Ph.D
Nama Mahasiswa:
Intan Puteri Perdani
NRP :
3307100010
9
Keterangan
:
:
:
Puskesmas Induk
Puskesmas Pembantu
Pengangkutan Ke Pengumpul
5.21
Halaman
9
9
9
9
9
99
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
99
9
9
9
99
Gubeng
Klingsingan
Mojo
Pacar Keling
KalijudanKarang Empat
Rangkah
Menur
Klampis Ngasem
Keputih
Gebang Putih
Sutorejo
Wisma Permai
Medokan
Semampir
Semolowaru
Rungkut Kidul
KalirungkutMedokan Ayu
Medokan Ayu
Jagir
Tenggilis
Kutisari
Barata Jaya
Pucang Sewu
Rungkut
Menanggal
Penjaringan
Sari
9
Gading
133
N
S
EW
Skala
Tanpa
Skala
:Pengangkutan Ke Pengolah:
9
9
Rangkah
Medokan Ayu
Gunung Anyar
Tanah
Kalikedinding
9
9
Gambar 2. Pola Penyebaran Limbah Padat B3
Pengelolaan limbah padat medis B3
mengemas pada kontainer yang kuat.
Pewadahan limbah padat medis harus
memenuhi persyaratan. Wadah tersebut harus
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk
dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
Tempat pewadahan limbah padat medis B3:
a. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup
ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
b. Di setiap sumber penghasil limbah
medis harus tersedia tempat pewadahan
yang terpisah dengan limbah padat
nonmedis.
c. Kantong plastik diangkat setiap haru
atau kurang sehari apabila 2/3 bagian
telah terisi limbah.
d. Benda-benda tajam hendaknya
ditampung pada tempat khusus (safety
box) seperti botol atau karton yang
aman.
e. Tempat pewadahan limbah padat medis
infeksius dan sitotoksik yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus
segera dibersihkan dengan larutan
disinfektan apabila akan dipergunakan
kembali, sedangkan untuk kantong
plastik yang telah dipakai dan kontak
langsung dengan limbah tersebut tidak
boleh digunakan lagi.
9
f. Limbah benda tajam harus dikumpulkan
dalam satu wadah tanpa memperhatikan
terkontaminasi atau tidaknya.
g. Limbah farmasi dikumpulkan dalam
wadah seperti kontainer atau kantong
plastik yang berwarna coklat.
h. Limbah infeksius dikumpulkan dalam
wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi
label bertuliskan ” Limbah Infeksius”.
Ruang penyimpanan harus terhindar dari
gangguan serangga dan jauh dari jangkauan
manusia. Kontainer limbah padat medis B3
harus terlindung dari penyinaran dan
masuknya air hujan secara langsung. Bagi
fasilitas kesehatan yang memiliki insenerator
sebaiknya memiliki Tempat Penyimpanan
Sementara (TPS) yang berfungsi sebagai
tempat menampung limbah padat medis B3
dari fasilitas kesehatan lain. Contoh
bangungan TPS seperti Gambar 3.
Gambar 3. Contoh TPS yang Disarankan
(Sumber : Bapedal,1995)
Fasilitas kesehatan di Surabaya Timur
sebaiknya memiliki satu TPS yang terletak di
Puskesmas Induk Medokan Ayu karena
puskesmas tersebut yang memiliki
insenerator. TPS limbah padat medis B3 juga
harus memiliki ijin sebelum dioperasikan.
Selain itu fasilitas kesehatan yang menjadi
pengolah limbah padat medis B3 harus
memiliki TPS yang berijin. Lama waktu
penyimpanan sebanding dengan waktu
pengangkutan. Berdasarkan pola penyebaran
limbah padat medis B3 yang terjadi di
fasilitas kesehatan di Surabaya Timur,
pengangkutan sebaiknya terjadi dalam satu
wilayah Kota Surabaya. Rute atau trayek
pengangkutan limbah padat B3 sebaiknya
memilih jalan arteri yang jauh dari
pemukiman guna menghindarkan terjadinya
bahaya yang tidak diinginkan
(Trihadiningrum, 2000). Hal ini untuk
memperkecil resiko kecelakaan selama
transport limbah.
Pemanfaatan limbah dapat diterapkan pada
fasilitas kesehatan. Pada Gambar 4, dijelaskan
mengenai limbah infeksius non benda tajam
yang dapat dimanfaatkan kembali setelah
proses sterilisasi SF-CO2, desinfeksi dengan
larutan klorin atau sterilisasi menggunakan
autoklaf lebih dari sekali. Limbah infeksius
non benda tajam yang dihasilkan masing-
masing fasilitas kesehatan dapat dimanfaatkan
dengan cara penggunaan ulang. Hal ini
merupakan salah satu upaya dalam minimasi
limbah padat medis B3 yang dihasilkan dari
fasilitas kesehatan.
Berdasarkan Gambar 4, laboratorium medis
dapat memanfaatkan limbah infeksius non
benda tajam sebesar 55,04%. Persentase
terbesar untuk melakukan pemanfaatan
terhadap limbah infeksius non benda tajam
yang dihasilkan. Pemanfaatan tersebut dapat
mengurangi biaya operasional pengolahan
limbah medis. Pada laboratorium medis
menggunakan vakum darah (tabung darah)
hanya sekali pemakaian. Jenis limbah
infeksius non benda tajam tersebut dapat
dimanfaatkan dengan cara proses sterilisasi
SF-CO2, dengan larutan klorin atau autoklaf
lebih dari sekali agar dapat digunakan
kembali. Residu proses pemanfaatan sebesar
651,18 gram atau 58,54% dari total limbah
infeksius non benda tajam yang harus diolah.
Limbah padat medis B3 supaya dimusnahkan
melalui insinerator pada suhu diatas 1.000°C.
Pengolahan limbah padat medis B3 yaitu
dengan cara insenerasi pada suhu 1000-
1200oC. Namun, insenerator yang ada di Kota
Surabaya suhu pembakaran tidak lebih dari
10
1000oC. Hal ini menyebabkan fasilitas
kesehatan tidak dapat mengolah limbah padat
medis B3 dengan baik. Insinerasi pada suhu
tinggi sekitar 1000-1.200°C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua limbah padat medis
B3.
Gambar 4 Mass Balance Pemanfaatan Limbah Infeksius Non Benda Tajam
Insinerasi pada suhu rendah dapat
menghasilkan uap yang berbahaya ke udara.
Insinerator dengan dua tungku pembakaran
pada suhu 1.200°C dengan minimum waktu
tinggal dua detik atau suhu 1.000°C dengan
waktu tinggal lima detik. Insinerator juga
harus dilengkapi dengan peralatan pembersih
gas seperti scrubber, baghouse dan
electrostatic precipitator. Pada saat
pengoperasian insenerator diwajibkan
melaksanakan hal-hal sebagai berikut
(Bapedal,1995) :
a. Memeriksa insinerator dan peralatan
pembantu (pompa, conveyor, pipa, dll)
secara berkala;
b. Menjaga tidak terjadi kebocoran,
tumpahan atau emisi sesaat;
c. Menggunakan system pemutus otomatis
pengumpan limbah B3 jika kondisi
pengoperasian tidak memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan;
d. Memastikan bahwa DRE dari
insinerator sama dengan atau lebih
besar dari yang tercantum.
e. Mengendalikan peralatan yang
berhubungan dengan pembakaran
maksimum selama 15 – 30 menit pada
saa start-up sebelum melakukan operasi
pengolahan secara terus menerus.
f. Pengecekan peralatan perlengkapan
insinerator (conveyor, pompa, dll) harus
dilakukan setiap hari.
g. Pengolah hanya boleh membakar
limbah sesuai dengan izin yang
dipunyai.
h. Residu/abu dari proses pembakaran
insinerator harus ditimbun sesuai
dengan persyaratan penimbunan.
Jumlah Total Limbah Infeksius Non Benda
Tajam
Puskesmas Induk
= 438,75 g
Puskesmas Pembantu
Laboratorium =56,50 g
Laboratorium Medis
= 454,22 g
Balai Pengobatan
= 51,71 g
Pemanfaatan
34,19%
26,55%
55,04%
-
Jumlah Limbah Infeksius Non Benda
Tajam yang Dimanfaatkan
150 g
15 g
250 g
-
Residu = 651,18 g
11
Pemilihan proses pengolahan limbah B3,
teknologi dan penerapannya didasari atas
evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja,
keluwesan, kehandalan, keamanan, operasi
dari teknologi yang digunakan, dan
pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah
B3 yang sudah tidak dapat diolah atau
dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi
penimbunan (secure landfill) yang memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Salah satu
rekomendasi pengolahan limbah padat medis
B3 adalah dengan insenerasi. Hasil
pengolahan berupa abu insenerator tidak
boleh sembarangan dibuang atau ditimbun
pada lahan terbuka (Bapedal, 1995). Abu sisa
insenerasi diuji karakterisasi awal dengan tes
TCLP. Metoda yang berhubungan dengan test
TCLP yaitu paint filter test yang bertujuan
untuk mengetahui abu insenerator tersebut
mengandung free liquid. Jika ada air yang
tertampung dalam alat ukur test ini dalam
jangka waktu lima menit maka sampel
mengandung free liquid. Setelah melewati
tahapan tes TCLP, langkah selanjutnya adalah
uji kuat tekan. Penimbunan hasil dari
pengolahan limbah padat medis B3
merupakan tahap akhir dari pengelolaan.
Tempat yang diperuntukan khusus sebagai
tempat penimbunan (secure landfill) limbah
padat medis B3 dengan desain tertentu.
Tempat penimbunan mempunyai sistem
pengumpulan dan pengolahan lindi.
Tujuan dari penimbunan limbah padat medis
B3 di tempat penimbunan adalah untuk
menampung dan mengisolasi limbah padat
medis B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi
dan menjamin perlindungan terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan dalam
jangka panjang. Selain itu lokasi bekas
pengolahan dan penimbunan limbah padat
medis B3 pun harus ditangani dengan baik
untuk mencegah hal – hal yang tidak
diinginkan.
4.KESIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata timbulan yang dihasilkan di
puskesmas induk yaitu 3,97 g/pasien.hari,
puskesmas pembantu tanpa pelayanan
laboratorium 1,26 g/pasien.hari, puskesmas
pembantu dengan pelayanan laboratorium
6,79 g/pasien.hari, laboratorium medis 16,98
g/pasien.hari dan balai pengobatan 3,06
g/pasien.hari. Komposisi limbah medis padat
B3 berdasarkan pengukuran timbulan yaitu
limbah infeksius benda tajam, limbah
infeksius non benda tajam dan limbah toksik
farmasi. Komposisi limbah medis padat B3
dipengaruhi oleh pelayanan yang ditawarkan
suatu fasilitas kesehatan. Limbah padat medis
B3 yang paling banyak dihasilkan adalah
limbah infeksius non benda tajam. Pola
penyebaran limbah padat medis B3 pada
fasilitas kesehatan di Surabaya Timur
berdasarkan alur pengangkutan dari
puskesmas pembantu ke puskesmas induk dan
puskesmas induk ke puskesmas induk yang
lain. Selain itu, pola penyebaran limbah padat
medis B3 terjadi pada pengangkutan
laboratorium medis dan balai pengobatan ke
pengolah yang memiliki insenerator.
Penyebaran terjadi antar wilayah di Surabaya
maupun antar kota.
Saran perbaikan untuk penelitian lanjutan :
(1) pada penelitian selanjutnya diharapkan
limbah medis non-B3 juga dapat diteliti
sehingga dapat dibandingkan antara limbah
medis B3 dan non-B3 yang dihasilkan, (2)
fasilitas kesehatan lain seperti PBDS (Praktek
Bersama Dokter Spesialis) dapat diteliti
limbah medis cair maupun limbah medis
padat karena jumlah PBDS di Kota Surabaya
cukup banyak, (3) limbah medis cair dari
fasilitas kesehatan diharapkan dapat diteliti
karena limbah medis cair yang dihasilkan
tidak diolah dengan baik dan benar, (4)
wilayah Surabaya bagian Utara, Selatan dan
Pusat dapat dijadikan wilayah penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dan
Direktorat Jenderal Instalasi Medik.
1993. Pedoman Pemeliharaan
Instalasi Pengolahan Limbah Cair
12
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta, Indonesia.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan.
2002. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
228/MENKES/SK/III/2002 tentang
Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
yang Wajib Dilaksanakan Daerah.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta,
Indonesia.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan.
2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta, Indonesia.
Hossain, M.S., Santhanam, A., Norulaini, N.
dan Omar, M. 2011. “Clinical solid
waste management practices and its
impact on human and environment”.
Journal of Waste Management 31 ,
hal.754 - 766.
Kepala BAPEDAL. 1995. Keputusan
Kepala Bapedal No. Kep-
01/BAPEDAL/09/1995 tentang tata-
cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan
limbah bahan berbahaya dan
beracun. Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan, Jakarta,
Indonesia.
Kepala BAPEDAL. 1995. Keputusan
Kepala Bapedal No. Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 tentang tata-
cara dan persyaratan teknis
pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun. Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan,
Jakarta, Indonesia.
Marinkovic, N., Vitale, K., Holcer, N.J.,
Dzakula, A. dan Pavic, T. 2007.
“Management of hazardous medical
waste in Croatia”. Journal of Waste
Management 28, hal.1049 – 1056.
Trihadiningrum, Y. 2000. Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Jurusan Teknik Lingkungan
ITS, Surabaya.